Metode Kontemporer Pemahaman Hadits-35
Metode Kontemporer Pemahaman Hadits-35
Oleh :
RAHMAD PADILAH (12030416821)
RAMADHANSYAH NASUTION
FAKULTAS USHULUDDIN
PROGRAM STUDI ILMU HADIST
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
TP . 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
limpahan rahmat dan taufiq serta hidayah-Nya penulisan makalah tentang
“ILMU MA’ANIL HADITS” bisa terselesaikan dengan baik.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin
Penulis
DAFTAR ISI
A. Urgensi Kajian Hadits
Pemahaman hadits Nabi adalah persoalan yang penting karena
berangkat dari realitas hadist sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah
Al-Qur’an. Perkembangan pemikiran hadits tidak semarak yang terjadi
dalam pemikiran terhadap Al-Qur’an sehingga timbul permasalahan
tentang keotentikan hadits. Meskipun upaya pemahaman hadits Nabi terus
menerus dilakukan oleh ahli dibidangnya, tampaknya masih banyak hal
yang perlu dikaji sehingga menimbulkan perbedaan pemahaman. Faktor-
faktor yang melatar belakangi perbedaan pemahaman terhadap hadits
adalah:
1. Perbedaan metode memahami hadits Nabi yang dikaitkan dengan
sejarah dan posisi yang Nabi sebagai seorang Rosul, pemimpin negara,
hakim, panglima perang dan manusia biasa.
2. Perbedaan latar syarih al-hadits (fuqoha, filosof, sosiolog dan lainnya)
menjadikan penekanan kajian sesuatu latar yang ditekuni.
3. Keberadaan hadits dalam bentuks teks yakni berubahnya realitas qaul,
fi’l dan taqrir Nabi kedalam budaya lisan (hadits-hadits dalam hafalan
sahabat), dan selanjutnya menjadi budaya tulis (teks hadits yang telah
terkodifikasi dalam kitab hadits)
4. Pemahaman terhadap hadits yang terkait dengan Al-Qur’an.
Oleh sebab itu perlu terus diupayakan metode dan pendekatan
pemahaman hadits yang integral.
1. Biografi
Muhammad Al-Ghazali lahir pada tanggal 22 september 1917 di
naqla al-‘Inab, al-Bukhaira Mesir. Ia adalah seorang da`i terkenal,
penulis produktif (tidak kurang dari empat puluh buku telah ditulisnya),
dan mantan aktivis Al-Ikhwan Al-Muslimun, di samping seorang ulama
beraliran Salafi. Dua karyanya yang penuh diterbitkan oleh Mizan
adalah Keprihatinan Seorang Juru Dakwah (1984) dan Al-Ghazali
Menjawab 40 Soal Islam Abad 20 (1989).1
Menurut Muhammad al-Ghazali ada lima kriteria keshahihan
hadits yaitu tiga terkait dengan sanad (periwayat harus dhabit dan adil,
serta keduanya harus memiliki seluruh rawi dalam sanad) dan dua
kriteria terkait dengan matan (matan hadits tidak syadz atau salah
seorang atau beberapa rawinya bertentangan periwatannya dengan
perawi yang lain yang lebih akurat dan lebih dapat dipercayai dan
matan hadits tidak mengandung ‘illah qadihah cacat yang diketahui
oleh para ahli hadits sehingga mereka menolaknya). Beliau tidak
memadukkan unsur ketersambungan sanad sebagai kriteria keshahihan
hadits. 2
1
Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif Muhammad al-
Ghazali
dan Yusuf al-Qardhawi, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm., 23.
2
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 78.
3
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 78-79.
Ia mengecam keras terhadap orang yang memahami dan
mengamalkan secara tekstual hadits yang shahih sanadnya namun
matannya bertentangan dengan Al-Qur’an. Keyakinan ini berasal
dari kedudukan hadits sebagai sumber otoritatif setelah Al-Qur’an
dan tidak semua hadits dipahami secara benar oleh periwayatnya.4
Mengkaji Al-Qur’an dengan porsi sedikit dari hadits tidak mungkin
memberikan gambaran yang mendalam. Selama menyangkut kritik
matan dalam pengertian memfilter matan yang shahih dhaif dan
kritik matan dalam memahami hadits menggunakan metode ini.
4
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 82.
5
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 84
6
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 85.
Hadits dan sejarah memiliki hubungan sinergis yang saling
menguatkan satu sama lain. Adanya kecocokan antara hadits
dengan fakta sejarah akan menjadikan hadits memiliki sandaran
validitas yang kokoh, sebaliknya apabila terjadi penyimpangan
antar keduanya, salah satu diantara keduanya akan diragukan
kebenarannya.7
7
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 85.
8
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 86.
9
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 89.
Mazhab Syafi’i dan Hambali memberikan hak penuh pada
orang tua untuk memaksa anak perempuan meraka yang telah
dewasa dengan pilihan seorang ayah, meskipun wanita itu tidak
menyukainya. Al-Ghazali tidak setuju pada keduaanya, tetapi
setuju dengan Mazhab Hanafi yang memberikan hak sepenuhnya
kepada wanita untuk menikahkan dirinya sebagai pelaksanaan ayat
Al-Qur’an yang dipahami secara langsung QS. Al-Baqarah ayat
148.10
b. Pengujian Pengujian dengan Al-Qur’an, Fakta Historis dan
Kebenaran Ilmiah. Misalnya tentang hadits tentang setiap hewan
yang bertaring adalah haram اع فََأ ْكلُهُ َح َرا ٌم ٍ ُكلُّ ِذي نَا
ِ َب ِم ْن ال ِّسب
10
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 91.
11
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 120.
Dari Abdullah bin Suwaid Al-Anshary dari bibinya – yaitu
istri Abu Humaid As-Sa’idy – bahwasannya ia mendatangi Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam dan berkata : “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku senang shalat (berjama’ah) bersamamu”. Beliau
menjawab : “Sungguh aku telah mengetahui bahwa engkau senang
shalat bersamaku. Namun shalatmu di rumahmu (bait) lebih baik
daripada shalatmu di kamarmu. Dan shalatmu di kamarmu lebih
baik daripada shalatmu di rumahmu (daar). Dan shalatmu di
rumahmu lebih baik daripada shalatmu masjid kaummu. Dan
shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada shalatmu di
masjidku. Al-Ghazali menolak hadits itu karena bertentangan
dengan ‘amaliyah Rasul yang membiarkan para wanita menghadiri
shalat jama’ah bersama beliau selama sepuluh tahun dari fajar
sampai Isya’. Rasul juga mengkhususkan salah satu pintu
masjidnya bagi wanita. Nabi juga pernah bersabda
ِالَ تَ ْمنَعُوْ ا ِإ َما َء هللاِ َم َسا ِج َد هللا.‘ (Janganlah kalian melarang para wanita
hamba Allah mendatangi masjid-masjid Allah). Khulafaurrasyidin
juga membiarkan barisan wanita di masjid setelah wafat
Rasulullah.
16
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 136-
137
17
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 137.
a. Memahami Hadis Sesuai dengan Petunjuk al-Qur’an. Menurut Al-
Qardhawi, untuk memahami suatu hadis dengan benar harus sesuai
dengan petunjuk al-Qur’an. Karena terdapat hubungan yang
signifikan antara hadis dengan al-Qur’an. Oleh karena itu tidak
mungkin kandungan suatu hadis bertentangan dengan ayat-ayat al-
Qur’an yang muhkam, yang berisi keterangan-keterangan yang
jelas dan pasti.
18
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 138.
19
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 139-
140.
hadis-hadis lain yang setema. Adapun prosedurnya ialah dengan
menghimpun hadis sahih yang setema kemudian mengembalikan
kandungan hadis yang mutasyabih kepada yang muhkam,
mengantarkan yang mutlaq kepada yang muqayyad, yang ‘am
ditafsirkan dengan yang khas. Hal ini dikarenakan posisi hadis
untuk menafsirkan al-qur’an, dan menjelaskan maknanya, maka
sudah pasti bahwa ketentuan-ketentuan tersebut harus berlaku bagi
hadis secara keseluruhan.20 Dalam hal ini, Al-Qardhawi
menguraikan contoh sebuah hadis tentang hukum pertanian.
Pertama-tama beliau mengemukakan hadis yang mencela orang
yang membawa alat pertanian masuk rumah.
(‘Tidak akan masuk (alat) ini ke dalam rumah suatu kaum, kecuali
Allah pasti memasukkan kehinaan ke dalamnya)
ما من مسلم يغرس غرسا او يزرعزرعا فيأكل منه طير او إنسان أو بهيمة إالّ كان له به صدقة
20
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 145-
146.
21
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 148-
150.
Dalam pandangan Al-Qardhawi, pada dasarnya nash-nash
syari’at tidak akan saling bertentangan. Pertentangan yang
mungkin terjadi adalah bentuk lahiriyahnya bukan dalam
kenyataan yang hakiki. Adapun solusi yang ditawarkan Al-
Qardhawi adalah, al-jam’u (penggabungan atau pengkompromian).
Bagi Al-Qardhawi, hadis yang tampak bertentangan dengan hadis
yang lain dapat dilakukan dengan cara mengompromikan hadis
tersebut.22
26
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 168.
27
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 171
28
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 175-176
udara panas yang memuncak, sering dikaitkan ada jendela
Jahannam yang terbuka.29
29
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 181.
30
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 184-186
31
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 187-
188.
Kaedah keshahihan sanad hadits dibagi menjadi dua yaitu
kaedah umum (mayor) dan khusus (minor). Unsur kaedah mayor yaitu
sanad bersambung, seluruh periwayat dalam sanad bersifat adil,
dhabith, sanad hadits terhindar dari syudzudz dan illat. Unsur kaedah
minor yaitu:
a. Takhrijul hadits bil lafz yaitu cara mencari hadits lewat kamus hadits
berdasarkan petunjuk lafal hadits. Lafal hadits disusun berdasarkan
huruf abjad arab, dan dilengkapi catatan kaki yang berisi penjelasan
arti kata atau maksud matan hadits yang tercantum.
b. Takhrijul Hadits bil maudhu’ yaitu cara mencari hadits lewat kamus
hadits berdasarkan topik masalah. Cara ini sangat menolong pengkaji
hadits yang ingin memahami petunjuk hadits dalam segala
konteksnya.
4. Langkah-langkah Pemahaman hadits
a. Al-I’tibar yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu
hadits tertentu, yang hadits itu pada bagian sanadnya tampak hanya
terdapat seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad yang
lain / tidak ada untuk mengetahui keadaan sanad dari sanad hadits
yang dimaksud.
b. Meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya. Acuan yang
digunakan adalah kaedah keshahihan hadits bila ternyata hadits yang
diteliti bukan hadits mutawatir.
c. Menyimpulkan hasil penelitian sanad, yang berisi natijah disertai
argumen yang jelas. Hasilnya dilihat dari segi jumlah periwayat hadits
apakah yang bersangkutan berstatus mutawatir atau ahad.
5. Langkah-langkah Pemahaman Matan Hadits
a. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya yaitu meneliti matan
sesudah meneliti sanad, kualitas matan tidak selalu sejalan dengan
kualitas sanadnya, kaedah keshahihan matan sebagai acuan.
b. Meneliti susunan lafal berbagai matan yang semakna yaitu terjadi
perbedaan lafal dan akibatnya terjadi perbedaan lafal.
c. Meneliti kandungan matan yaitu membandingkan kandungan matan
yang sejalan atau tidak bertentangan .
d. Menyimpulkan hasil penelitian matan, yaitu yang bersifat shahih dan
dhaif. 32
KESIMPULAN
Pemahaman kontekstual terhadap hadis pada saat sekarang dan untuk yang akan
datang memang suatu keniscayaan. Kontekstualisasi terhadap hadis nabi
menjadikan ajaran islam fleksibel, luwes dan rasional sesuai dengan ajaran Islam.
Namun demikian, kontekstualisasi harus dilakukan secara hati-hati, khususnya
34
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 189-222.
hal-hal yang berkaitan dengan akidah, ibadah dan hal-hal gaib. Disamping itu,
kontekstualisasi harus mempertimbangkan aspek universal, lokal dan partikular
ataupun situasi dan kondisi tertentu.
DAFTAR PUSTAKA