Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

METODE KONTEMPORER MEMAHAMI HADITS NABI (LATAR


BELAKANG PERBEDAAN PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI
HADITS NABI, METODE, LANGKAH-LANGKAH)

Dosen Pengampu : Dr.H.Zailani, M.Ag.

Oleh :
RAHMAD PADILAH (12030416821)
RAMADHANSYAH NASUTION

FAKULTAS USHULUDDIN
PROGRAM STUDI ILMU HADIST
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
TP . 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
limpahan rahmat dan taufiq serta hidayah-Nya penulisan makalah tentang
“ILMU MA’ANIL HADITS” bisa terselesaikan dengan baik.

Sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada pahlawan


revolusioner akbar yakni nabi Muhammad SAW.yang telah membawa lentera-
lentera kehidupan bagi seluruh ummat.

Pada kesempatan ini penulis ucapakan terima kasih kepada dosen


pembimbing Ustadz Dr.H.Zailani, M.Ag selaku dosen mata kuliah Ilmu
Ma’anil Hadits dan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini. Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Harapan penulis, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta


menambah wawasan.Tak lupa, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi perbaikan atau koreksi makalah ini agar menjadi lebih baik.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin

Pekanbaru, 17 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI
A. Urgensi Kajian Hadits
Pemahaman hadits Nabi adalah persoalan yang penting karena
berangkat dari realitas hadist sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah
Al-Qur’an. Perkembangan pemikiran hadits tidak semarak yang terjadi
dalam pemikiran terhadap Al-Qur’an sehingga timbul permasalahan
tentang keotentikan hadits. Meskipun upaya pemahaman hadits Nabi terus
menerus dilakukan oleh ahli dibidangnya, tampaknya masih banyak hal
yang perlu dikaji sehingga menimbulkan perbedaan pemahaman. Faktor-
faktor yang melatar belakangi perbedaan pemahaman terhadap hadits
adalah:
1. Perbedaan metode memahami hadits Nabi yang dikaitkan dengan
sejarah dan posisi yang Nabi sebagai seorang Rosul, pemimpin negara,
hakim, panglima perang dan manusia biasa.
2. Perbedaan latar syarih al-hadits (fuqoha, filosof, sosiolog dan lainnya)
menjadikan penekanan kajian sesuatu latar yang ditekuni.
3. Keberadaan hadits dalam bentuks teks yakni berubahnya realitas qaul,
fi’l dan taqrir Nabi kedalam budaya lisan (hadits-hadits dalam hafalan
sahabat), dan selanjutnya menjadi budaya tulis (teks hadits yang telah
terkodifikasi dalam kitab hadits)
4. Pemahaman terhadap hadits yang terkait dengan Al-Qur’an.
Oleh sebab itu perlu terus diupayakan metode dan pendekatan
pemahaman hadits yang integral.

Selain itu, ada faktor mendasar yang menyebabkan suatu


pendekatan yang menyeluruh dalam memahami hadits yaitu:

1. Tidak semua kitab hadits ada syar’h-nya. Pada kenyataanya, banyak


sekali hadits yang tidak dikupas maknanya oleh para pakarnya.
2. Para ulama memahami hadist memfokuskan data riwayah dengan
menekankan kupasan dari sudut gramatika bahasa dengan pola pikir
episteme bayani yang menimbulkan kendala apabila pemikiran yang
dicetuskan para ulama terdahulu dipahami sebagai sesuatu yang final.
B. Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi oleh Muh. Al Ghazali

1. Biografi
Muhammad Al-Ghazali lahir pada tanggal 22 september 1917 di
naqla al-‘Inab, al-Bukhaira Mesir. Ia adalah seorang da`i terkenal,
penulis produktif (tidak kurang dari empat puluh buku telah ditulisnya),
dan mantan aktivis Al-Ikhwan Al-Muslimun, di samping seorang ulama
beraliran Salafi. Dua karyanya yang penuh diterbitkan oleh Mizan
adalah Keprihatinan Seorang Juru Dakwah (1984) dan Al-Ghazali
Menjawab 40 Soal Islam Abad 20 (1989).1
Menurut Muhammad al-Ghazali ada lima kriteria keshahihan
hadits yaitu tiga terkait dengan sanad (periwayat harus dhabit dan adil,
serta keduanya harus memiliki seluruh rawi dalam sanad) dan dua
kriteria terkait dengan matan (matan hadits tidak syadz atau salah
seorang atau beberapa rawinya bertentangan periwatannya dengan
perawi yang lain yang lebih akurat dan lebih dapat dipercayai dan
matan hadits tidak mengandung ‘illah qadihah cacat yang diketahui
oleh para ahli hadits sehingga mereka menolaknya). Beliau tidak
memadukkan unsur ketersambungan sanad sebagai kriteria keshahihan
hadits. 2

Menurutnya, untuk mempraktekkan kriteria itu memerlukan


kerjasama atau saling sapa antara Muhaddits dengan berbagai ahli
dibidangnya termasuk fuqaha, Mufassir, Ahli Ushul Fiqh, Ahli Kalam
dan lainnya.3

2. Metode yang digunakan


a. Pengujian dengan Al-Qur’an

1
Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif Muhammad al-
Ghazali
dan Yusuf al-Qardhawi, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm., 23.
2
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 78.
3
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 78-79.
Ia mengecam keras terhadap orang yang memahami dan
mengamalkan secara tekstual hadits yang shahih sanadnya namun
matannya bertentangan dengan Al-Qur’an. Keyakinan ini berasal
dari kedudukan hadits sebagai sumber otoritatif setelah Al-Qur’an
dan tidak semua hadits dipahami secara benar oleh periwayatnya.4
Mengkaji Al-Qur’an dengan porsi sedikit dari hadits tidak mungkin
memberikan gambaran yang mendalam. Selama menyangkut kritik
matan dalam pengertian memfilter matan yang shahih dhaif dan
kritik matan dalam memahami hadits menggunakan metode ini.

Penggunaan metode ini adalah setiap hadits harus dipahami


dalam kerangka makna yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an baik
secara langsung atau tidak. Penerapan pemahaman hadits dengan
metode ini dijalankan secara konsisten, sehingga banyak hadits
yang shahih seperti dalam kitab Shahih Bukhari Muslim yang
dianggap dhaif. Ia akan mengutamakan hadits yang sanadnya
dhaif, bila kandungan maknanya sinkron dengan prinsip ajaran Al-
Qur’an daripada hadits yang sanadnya shahih akan tetapi
kandungan maknanya tidak sinkron dengan inti ajaran Al-Qur’an
dalam persoalan kemashlahatan dan muamalah duniawiyah.5

b. Pengujian dengan Hadits

Pengujian ini menggunakan matan hadits yang dijadikan dasar


argumen tidak bertentangan dengan hadits mutawatir dan hadits
yang lebih shahih. Setiap hadits harus dikaitkan dengan hadits
lainnya untuk menentukan suatu hukum. Kemudian hadits itu
dikomparasikan dengan apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an.6

c. Pengujian dengan fakta historis

4
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 82.
5
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 84
6
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 85.
Hadits dan sejarah memiliki hubungan sinergis yang saling
menguatkan satu sama lain. Adanya kecocokan antara hadits
dengan fakta sejarah akan menjadikan hadits memiliki sandaran
validitas yang kokoh, sebaliknya apabila terjadi penyimpangan
antar keduanya, salah satu diantara keduanya akan diragukan
kebenarannya.7

d. Pengujian dengan kebenaran ilmiah

Pengujian ini diartikan bahwa setiap kandungan matan hadits


tidak boleh bertentangan dengan teori ilmu pengetahuan atau
penemuan ilmiah dan juga memenuhi rasa keadilan atau tidak
bertentangan dengan hak asasi manusia jadi tidak masuk akal bila
hadits mengabaikan keadilan. Hadits shahih apabila muatan
informasinya bertentangan dengan prinsip keadilan dan prinsip hak
asasi manusia dianggap tidak layak pakai.8

3. Kategorisasi dalam rangka mempraktikkan hadits


a. Pengujian dengan Al-Qur’an, Hadits, Fakta Historis dan kebenaran
Ilmiah. Misalnya hadits tentang orang tua memaksa anak
perempuan untuk menikah, hadits ini mengungkap tentang hak
penuh bagi orang tua untuk memaksa anak perempuannya
menjalani pernikahan pada laki-laki ‫ر‬99‫ا والبك‬99‫ها من وليه‬9‫ق بنفس‬9‫الثيب أح‬
‫تستأذن في نفسها واذنها صماتها‬ 

(seorang janda lebih berhak atas dirinya sendiri daripada walinya,


dan seorang gadis dimintai persetujuan bapaknya atas dirinya). Dan
diamnya seorang gadis itu tanda persetujuan. Hal ini bertentangan
dengan hadits yang diriwayatkan Ibn abbas dan Aisyah bahwa Nabi
menyerahkan sepenuhnya kepada gadis untuk memilihnya.9

7
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 85.
8
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 86.
9
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 89.
Mazhab Syafi’i dan Hambali memberikan hak penuh pada
orang tua untuk memaksa anak perempuan meraka yang telah
dewasa dengan pilihan seorang ayah, meskipun wanita itu tidak
menyukainya. Al-Ghazali tidak setuju pada keduaanya, tetapi
setuju dengan Mazhab Hanafi yang memberikan hak sepenuhnya
kepada wanita untuk menikahkan dirinya sebagai pelaksanaan ayat
Al-Qur’an yang dipahami secara langsung QS. Al-Baqarah ayat
148.10
b. Pengujian Pengujian dengan Al-Qur’an, Fakta Historis dan
Kebenaran Ilmiah. Misalnya tentang hadits tentang setiap hewan
yang bertaring adalah haram ‫اع فََأ ْكلُهُ َح َرا ٌم‬ ٍ ‫ُكلُّ ِذي نَا‬
ِ َ‫ب ِم ْن ال ِّسب‬

Setiap binatang yang bertaring, diharamkan memakannya.


Hadits riwayat muslim menyatakan bahwa setiap binatang yang
bertaring, diharamkan memakannya. Menurut Al-Nawawi, hadits
tersebut diucapkan Nabi di Madinah, sehingga me-nasakh ayat Al-
Qur’an yang turun di Madinah yaitu QS. Al-An’am ayat 145. Bagi
Al-Ghazali, hadits ahad tidak bisa me-nasakh ayat Al-Qur’an
apalagi ayat diatas diulang sampai empat kali dalam QS. An-Nahl
turun di Mekkah, QS. Al-Baqarah dan Al-Maidah yang turun di
Madinah. Secara historis, hadits itu ditolak oleh sahabat Ibn Abbas,
tabi’in Al-Sya’bi dan Sa’ad bin Zubair.11

c. Pengujian dengan Hadits, Fakta Historis dan Kebenaran Ilmiah.


Misalnya hadits tentang larangan wanita shalat jama’ah di masjid
‫بي‬cc‫اءت الن‬cc‫ا ج‬cc‫اعدي أنه‬cc‫د الس‬cc‫رأة أبي حمي‬cc‫عن عبد هللا بن سويد األنصاري عن عمته ام‬
‫ال‬cc‫صلى هللا عليه وسلم فقالت يا رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إني أحب الصالة معك فق‬
‫ك‬cc‫التك في حجرت‬cc‫ير من ص‬cc‫ك خ‬cc‫التك في بيت‬cc‫الة معي وص‬cc‫بين الص‬cc‫ك تح‬cc‫د علمت ان‬cc‫ق‬
‫وصالتك في حجرتك خير من صالتك في دارك وصالتك في دارك خير من صالتك في‬
‫………مسجد قومك وصالتك في مسجد قومك خير من صالتك في مسجدي‬..

10
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 91.
11
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 120.
Dari Abdullah bin Suwaid Al-Anshary dari bibinya – yaitu
istri Abu Humaid As-Sa’idy – bahwasannya ia mendatangi Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam dan berkata : “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku senang shalat (berjama’ah) bersamamu”. Beliau
menjawab : “Sungguh aku telah mengetahui bahwa engkau senang
shalat bersamaku. Namun shalatmu di rumahmu (bait) lebih baik
daripada shalatmu di kamarmu. Dan shalatmu di kamarmu lebih
baik daripada shalatmu di rumahmu (daar). Dan shalatmu di
rumahmu lebih baik daripada shalatmu masjid kaummu. Dan
shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada shalatmu di
masjidku. Al-Ghazali menolak hadits itu karena bertentangan
dengan ‘amaliyah Rasul yang membiarkan para wanita menghadiri
shalat jama’ah bersama beliau selama sepuluh tahun dari fajar
sampai Isya’. Rasul juga mengkhususkan salah satu pintu
masjidnya bagi wanita. Nabi juga pernah bersabda
ِ‫الَ تَ ْمنَعُوْ ا ِإ َما َء هللاِ َم َسا ِج َد هللا‬.‘ (Janganlah kalian melarang para wanita
hamba Allah mendatangi masjid-masjid Allah). Khulafaurrasyidin
juga membiarkan barisan wanita di masjid setelah wafat
Rasulullah.

Menurut Al-Ghazali, larangan wanita berjamaah dimasjid


juga dibenarkan apabila dibarengi dengan kemaksiatan. Pengkajian
ini adalah bagaimana mensintesakan kebutuhan akan ketenangan
keluarga dan kebutuhan wanita bersosialisasi di luar rumah.12

d. Pengujian dengan Fakta Historis. Misalnya hadits tentang orang tua


Nabi Masuk Neraka:

‫ ِإ ّن َأبِي َوَأبَاكَ فِي‬:‫ فَلَ ّما قَفّى َدعَاهُ فَقَا َل‬.‫ار‬


ِ ّ‫فِي الن‬: ‫ َأ ْينَ َأبِي؟ قَا َل‬،ِ ‫ُول هّللا‬
َ ‫ يَا َرس‬:‫َأ ّن َر ُجالً قَا َل‬

Seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulullah, di manakah ayahku


berada?” Nabi menjawab: “Di dalam neraka.” Ketika orang itu
12
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 125-
127.
berpaling untuk pergi, Nabi memanggilnya. Lalu Nabi berkata:
“Sesungguhnya ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka.
Menurutnya, hadits ini tidak shahih.kata abi (ayahku) dalam bahasa
Aran menunjuk pada pamannya yaitu Abu Thalib yang sebelum
wafatnya diajak megucapkan kalimat tauhid tetapi Abu Thalib
menolak. Ayah Nabi Muhammad adalah termasuk ahl al-fatrah
yang diselamatkan dari siksa dan azab.13
e. Pengujian dengan kebenaran Ilmiah. Misalnya hadits tentang
pengharaman mengumumkan tentang kematian seseorang, hadits
Hudzaifah bin Al-Yaman yang berwasiat,
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬ ُ ‫ت فَاَل تُْؤ ِذنُوا بِي ِإنِّي َأ َخافُ َأ ْن يَ ُكونَ نَ ْعيًا فَِإنِّي َس ِمع‬
َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ ُّ ‫ِإ َذا ِم‬
‫ْي‬ِ ‫َو َسلَّ َم يَ ْنهَى ع َْن النَّع‬

"Apabila aku mati, jangan beritahukan kepada orang lain, karena


aku takut itu termasuk an-na`yu, dan aku pernah mendengar
Rasulullah melarang an-na`yu.” Hadits itu melarang pengumuman
tentang kematian sesorang baik di iklan, surat kabar atau media
lain. Menurutnya, yang dilarang itu ketika memamerkan atau
menyebut jasa yang pernah dilakukan si mayit agar menimbulkan
kebanggaan baginya ataupun bagi keluarga yang ditinggalkan.
Apabila hanya pemberitahuan biasa itu tidak dilarang.14

C. Metode kontemporer memahami hadis Nabi : Yusuf Al Qardhawi


1. Biografi
Yusuf Al-Qardhawi adalah pemikir kontemporer yang lahir di
Mesir pada tahun 1926 di desa Saft al-Turab. Ketika usianya belum
genap sepuh tahun, ia telah berhasil menghafalkan al-Qur’an. Sama
dengan Al-Ghazali, Yusuf Al-Qardhawi juga mantan aktivis Al-
Ikhwan Al-Muslimun. Banyak karya yang dihasilkan dari Al-
Qardhawi yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.15
13
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 130.
14
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 133.
15
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 40.
2. Sikap Yusuf Qardhawi Terhadap Hadis

Al-Qardhawi memberikan  penjelasan yang luas tentang


bagaimana pemikirannya tentang hadis yang dikembangkan menjadi
metode sistematis untuk menilai otentisitas hadis. Menurutnya, sunnah
nabi mempunyai 3 karakteristik, yaitu komprehensif (manhaj syumul),
seimbang (manhaj mutawazzun), dan memudahkan (manhaj
muyassar). Ketiga karakteristik ini akan mendatangkan pemahaman
yang utuh.

Al-Qardhawi menetapkan tiga hal yang harus dihindari dalam


berinteraksi dengan sunnah, yaitu penyimpangan kaum ekstrim,
manipulasi orang-orang sesat Intihal al-Mubthilin (pemalsuan terhadap
ajaran-ajaran Islam, dengan membuat berbagai macam bid’ah yang
jelas bertentangan dengan akidah dan syari’ah), dan penafsiran orang
bodoh (ta’wil al-jahilin). Oleh sebab itu, pemahaman yang tepat
terhadap sunnah adalah mengambil sikap moderat (wasathiya), yaitu
tidak berlebihan atau ekstrim, tidak menjadi kelompok sesat, dan tidak
menjadi kelompok yang bodoh.16

3. Metode Pemahaman Hadis Yusuf al-Qardhawi


a. Meneliti kesahihan hadis sesuai dengan acuan umum yang
ditetapkan pakar hadis yang dapat di percaya, baik sanad dan
matan.
b. Memahami sunnah sesuai dengan pengetahuan bahasa, konteks,
asbab al-wurud teks hadis untuk menentukan makna suatu hadis.
c. Memastikan bahwa sunnah yang dikaji tidak bertentangan dengan
nash-nash yang lebih kuat.17
4. Delapan Langkah Prinsip Dasar Pemahaman Hadis al-Qardhawi

16
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 136-
137
17
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 137.
a. Memahami Hadis Sesuai dengan Petunjuk al-Qur’an. Menurut Al-
Qardhawi, untuk memahami suatu hadis dengan benar harus sesuai
dengan petunjuk al-Qur’an. Karena terdapat hubungan yang
signifikan antara hadis dengan al-Qur’an. Oleh karena itu tidak
mungkin kandungan suatu hadis bertentangan dengan ayat-ayat al-
Qur’an yang muhkam, yang berisi keterangan-keterangan  yang
jelas dan pasti.

Pertentangan tersebut bisa saja terjadi karena hadis tersebut


tidak sahih, atau pemahamannya yang kurang tepat, atau yang
dianggap bertentangan itu bersifat semu dan bukan hakiki. Dengan
demikian, menurut Al-Qardhawi, setiap muslim diharuskan untuk
mentawaqqufkan hadis yang terkesan bertentangan dengan ayat-
ayat muhkam, selama tidak ada penafsiran (ta’wil) yang dapat
diterima.18

Dalam hal ini, Al-Qardhawi mengemukakan contoh hadis


tentang nisab tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya. Yang
dijadikan dasar para ulama fikih untuk membatasi jenis atau
macam tanaman tertentu (bukan berbentuk sayuran) yang wajib
dikeluarkan zakatnya. Hadis itu bertentangan dengan al-Qur’an
Q.S. Al-An’am (6): 41. Ia tidak menyetujui pemahaman yang
menganggap bahwa tidak diwajibkannya zakat atas sayuran karena
cepat rusak sehingga tidak dapat di simpan di bait al-mal terlalu
lama.19

b. Menghimpun Hadis-Hadis yang Setema.

Menurut Al-Qardhawi, untuk menghindari kesalahan dalam


memahami kandungan hadis yang sebenarnya perlu menghadirkan

18
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 138.
19
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 139-
140.
hadis-hadis lain yang setema. Adapun prosedurnya ialah dengan
menghimpun hadis sahih yang setema kemudian mengembalikan
kandungan hadis yang mutasyabih kepada yang muhkam,
mengantarkan yang mutlaq kepada yang muqayyad, yang ‘am
ditafsirkan dengan yang khas. Hal ini dikarenakan posisi hadis
untuk menafsirkan al-qur’an, dan menjelaskan maknanya, maka
sudah pasti bahwa ketentuan-ketentuan tersebut harus berlaku bagi
hadis secara keseluruhan.20 Dalam hal ini, Al-Qardhawi
menguraikan contoh sebuah hadis tentang hukum pertanian.
Pertama-tama beliau mengemukakan hadis yang mencela orang
yang membawa alat pertanian masuk rumah.

Dari abu ‘Umamah al-Bahili ketika melihat alat untuk


membajak, ia berkata; saya mendengar Nabi saw bersabda:  ‫ه‬ ‫اليدخل‬
‫الذ ّل‬ ‫هللا‬ ‫أدخله‬ ‫إال‬ ‫قوم‬ ‫بيت‬ ‫ذا‬

(‘Tidak akan masuk (alat) ini ke dalam rumah suatu kaum, kecuali
Allah pasti memasukkan kehinaan ke dalamnya)

Setelah itu, ia mengemukakan pula hadis-hadis yang


menunjukkan keutamaan bercocok tanam, diantaranya;

‫ما من مسلم يغرس غرسا او يزرعزرعا فيأكل منه طير او إنسان أو بهيمة إالّ كان له به صدقة‬

(Tidak seorang Muslim menanam tanaman, lalu buahnya


dimakan burung atau manusia atau binatang, kecuali ia pasti
beroleh sedekah.).21

c. Kompromi atau Tarjih terhadap Hadis-Hadis yang Kontradiktif.

20
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 145-
146.
21
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 148-
150.
Dalam pandangan Al-Qardhawi, pada dasarnya nash-nash
syari’at tidak akan saling bertentangan. Pertentangan yang
mungkin terjadi adalah bentuk lahiriyahnya bukan dalam
kenyataan yang hakiki. Adapun solusi yang ditawarkan Al-
Qardhawi adalah, al-jam’u (penggabungan atau pengkompromian).
Bagi Al-Qardhawi, hadis yang tampak bertentangan dengan hadis
yang lain dapat dilakukan dengan cara mengompromikan hadis
tersebut.22

Dalam hal ini, Al-Qardhawi memberikan sebuah contoh


hadis tentang larangan ziarah kubur bagi perempuan. “Dari abu
Hurairah, bahwa Rasulullah saw melaknat kaum perempuan yang
sering menziarahi kuburan.” Hadis ini sahih. Diriwayatkan juga
dari Ibnu ‘Abbas dan Hasan ibn Sabit dengan lafaz “nabi melaknat
para perempuan peziarah kuburan”.

Walaupun demikian, ada hadis-hadis lainnya yang isinya


berlawanan dengan hadis hadis-hadis di atas. Yakni yang dapat
dipahami darinya, bahwa kaum perempuan diizinkan menziarahi
kuburan, sama seperti laki-laki. Diantara  riwayatnya adalah    ‫كنت‬
‫ فزورها او زوروا القبور فإنها تذكر الموت‬,‫نهيتكم عن زيارة القبور‬

(Aku pernah melarang kalian menziarahi kuburan, kini ziarahlah”


atau “ziarahilah kuburan-kuburan, sebab itu akan mengingatkan
kepada maut).23

d. Memahami Hadis Sesuai dengan Latar Belakang, Situasi dan


Kondisi serta Tujuannya.

Menurut Al-Qardhawi, dalam memahami hadis nabi, dapat


memperhatikan sebab-sebab atau latar belakang diucapkannya
22
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 153.
23
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 155-
157.
suatu hadis atau terkait dengan suatu illat tertentu  yang dinyatakan
dalam hadis, atau dipahami dari kejadian yang menyertainya. Hal
demikian mengingat hadis nabi dapat menyelesaikan problem yang
bersifat lokal, partikular, dan temporer. Dengan mengetahui hal
tersebut seseorang dapat melakukan pemahaman atas apa yang
bersifat khusus dan  yang umum, yang sementara dan abadi. 
Dengan demikian, menurutnya, apabila kondisi telah berubah dan
tidak ada illat lagi, maka hukum yang berkenaan dengan suatu nas
akan gugur dengan sendirinya. Hal itu sesuai dengan kaidah hukum
berjalan sesuai dengan illatnya, baik dalam hal ada maupun tidak
adanya. Maka yang harus dipegang adalah maksud yang dikandung
dan bukan pengertian harfiyahnya.24

Misalnya dalam hadits tentang larangan wanita bepergian


kecuali dengan mahramnya. Alasannya adalah kekhawatiran akan
keselamatan apabila bepergian jauh tanpa disertai seorang suami
atau mahram karena menggunakan kendaraan unta, bighal dan
keledai untuk mengarungi padang pasir yang luas. Tetapi, melihat
kondisi sekarang dengan pesawat terbang, bus yang mengangkut
orang banyak, tidak ada kekhawatiran keselamatan wanita yang
berpergian sendiri, tidak ada salahnya ditinjau dalam syariat. 25

e. Membedakan antara Sarana yang Berubah dan Tujuan yang Tetap.

Menurut Al-Qardhawi, memahami hadis nabi harus


memperhatikan makna substansial atau tujuan, sasaran hakekat
teks hadis tersebut, sarana yang tampak pada lahirnya hadis dapat
berubah-ubah. Untuk itu tidak boleh mencampuradukkan antara
tujuan hakiki yang hendak dicapai hadis dengan sarana temporer
atau lokal. Dengan demikian, bila suatu hadis menyebutkan sarana
24
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 160-
161.
25
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 164.
tertentu untuk mencapai tujuan, maka sarana tersebut tidak bersifat
mengikat, karena sarana tersebut ada kalanya berubah karena
adanya perkembangan zaman, adat dan kebiasaan. 26 Misalnya
hadits tentang siwak. Menurut Al-Qardhawi, peyebutan siwak atau
kayu arak oleh Nabi tidak mengikat kita agar terus
menggunakannya. Tujuan hadits ini agar terjaganya kebersihan dan
kesehatan gigi dan mulut sehingga mendapat keridhaan Allah. Alat
yang digunakan tergantung kondisi suatu tempat dan waktu
tertentu. Di zaman sekarang, pemakaian sikat dan pasta gigi sama
nilainya dengan pemakaian siwa di masa Nabi.27

f. Membedakan antara yang Hakekat dan Ungkapan

Teks-teks hadis banyak sekali yang menggunakan majas


atau metafora, karena rasulullah adalah orang Arab yang
menguasai balaghah. Rasul menggunakan majas untuk
mengemukakan maksud beliau dengan cara yang sangat
mengesankan. Adapun yang termasuk majas adalah; majas
lughawi, aqli, isti’arah. Misalnya hadis tentang sifat-sifat Allah.
Hadis semacam ini tidak bisa secara langsung dipahami, tapi harus
perhatikan berbagai indikasi yang menyertainya, baik yang bersifat
tekstual ataupun kontekstual.28 Misalnya hadits tentang penyakit
demam. Hadist ini dijadikan senjata bagi misionaris Nasrani untuk
menyerang ideologi Islam sebagai mempercayai khufarat dan
bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Ia berkata: penyakit
demam tidak bersala dari panasnya Jahannam, tetapi dari panasnya
bumi serta kotoran yang mengakibatkan bakteri. Al-Qardhawi
menyatakan bahwa hadits ini harus dipahami secara majaz. Ketika

26
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 168.
27
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 171
28
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 175-176
udara panas yang memuncak, sering dikaitkan ada jendela
Jahannam yang terbuka.29

g. Membedakan antara yang Gaib dan yang Nyata.

Dalam kandungan hadis ada hal-hal yang berkaitan dengan


alam gaib, misalnya hadis yang menyebutkan tentang makhluk-
mahluk yang tak dapat dilihat seperti malaikat, jin, syetan, iblis,
‘ars, kursy, qalam dan sebagainya. Terhadap hadis-hadis tentang
alam gaib, Al-Qardhawi sesuai dengan Ibnu Taimiyah, yaitu
menghindari ta’wil serta mengembalikan itu kepada Allah tanpa
memaksakan diri untuk mengetahuinya.30

h. Memastikan Makna Kata-kata dalam Hadis

Untuk dapat memahami hadis dengan sebaik-baiknya,


menurut Al-Qardhawi penting sekali untuk memastikan makna dan
konotasi kata-kata yang digunakan dalam susunan hadis, sebab
konotasi kata-kata tertentu adakalanya berubah dalam suatu
masyarakat ke masyarakat lainnya.31

D. Metode kontemporer memahami hadis Nabi : Suhudi Ismail


1. Biografi

Suhudi Ismail lahir di Lumajang 23 April 1943. Beliau sangat


ahli hadits yang berhasil menjabarkan hadits Nabi secara teks dan
argumentatif dan menghasilkan 165 karya ilmiah.

2. Pemikirannya Tentang Hadits

29
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 181.
30
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 184-186
31
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 187-
188.
Kaedah keshahihan sanad hadits dibagi menjadi dua yaitu
kaedah umum (mayor) dan khusus (minor). Unsur kaedah mayor yaitu
sanad bersambung, seluruh periwayat dalam sanad bersifat adil,
dhabith, sanad hadits terhindar dari syudzudz dan illat. Unsur kaedah
minor yaitu:

1) Sanadnya bersambung adalah muttashil atau maushul yaitu hadits


yang bersambung sanadnya baik persambungan itu sampai kepada
Nabi (marfu’) maupun hanya sampai sahabat saja (mauquf).
2) Untuk periwayat bersifat adil yaitu beragama Islam, mukalaf,
melaksanakan ketentuan agama, dan memelihara muru’ah.
3) Untuk periwayat bersifat dhabit adalah hafal dengan baik
menyampaikan hadits yang dihafalkan kepada orang lain, terhindar
dari syudzudz, dan terhindar dari ‘illat.
3. Metode pemahaman sanad hadits

Takhrijul Hadits. Suhudi Ismail mengggunakan metode:

a. Takhrijul hadits bil lafz yaitu cara mencari hadits lewat kamus hadits
berdasarkan petunjuk lafal hadits. Lafal hadits disusun berdasarkan
huruf abjad arab, dan dilengkapi catatan kaki yang berisi penjelasan
arti kata atau maksud matan hadits yang tercantum.
b. Takhrijul Hadits bil maudhu’ yaitu cara mencari hadits lewat kamus
hadits berdasarkan topik masalah. Cara ini sangat menolong pengkaji
hadits yang ingin memahami petunjuk hadits dalam segala
konteksnya.
4. Langkah-langkah Pemahaman hadits
a. Al-I’tibar yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu
hadits tertentu, yang hadits itu pada bagian sanadnya tampak hanya
terdapat seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad yang
lain / tidak ada untuk mengetahui keadaan sanad dari sanad hadits
yang dimaksud.
b. Meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya. Acuan yang
digunakan adalah kaedah keshahihan hadits bila ternyata hadits yang
diteliti bukan hadits mutawatir.
c. Menyimpulkan hasil penelitian sanad, yang berisi natijah disertai
argumen yang jelas. Hasilnya dilihat dari segi jumlah periwayat hadits
apakah yang bersangkutan berstatus mutawatir atau ahad.
5. Langkah-langkah Pemahaman Matan Hadits
a. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya yaitu meneliti matan
sesudah meneliti sanad, kualitas matan tidak selalu sejalan dengan
kualitas sanadnya, kaedah keshahihan matan sebagai acuan.
b. Meneliti susunan lafal berbagai matan yang semakna yaitu terjadi
perbedaan lafal dan akibatnya terjadi perbedaan lafal.
c. Meneliti kandungan matan yaitu membandingkan kandungan matan
yang sejalan atau tidak bertentangan .
d. Menyimpulkan hasil penelitian matan, yaitu yang bersifat shahih dan
dhaif. 32

Faktor yang menonjol penyebab sulitnya penelitian matan hadits


yaitu adanya periwayatan secara maknsa, acuan yang digunakan sebagai
pendekatan tidak satu macam saja, latar belakang timbulnya petunjuk
hadits tidak selalu mudah diketahui, adanya kandungan petunjuk hadits
yang berkaitan dengan hal-hal yang berdimensi supra rasional, masih
langkanya kitab-kitab yang membahas secara khusus penelitian matan
hadits.33

E. Persamaan dan Perbedaan Metode Kontemporer

Pokok Muh. Al-Ghazali Yusuf Al- SuhudiIsmail


Qardhawi
Materi Terkait dengan persoalan saat ini. Sebagai upaya reinterpretasi hadis
Hadits yang sesuai dengan konteks sekarang
32
Siti Fatimah, Skripsi Metode Pemahaman Hadits Nabi Dengan Mempertimbangkan
Asbabul Wurud Studi Komparasi Yusuf al-Qardhawi dan Suhudi Ismail, (Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga, 2009), hlm., 37-46.
33
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 23.
Jumlah 48 tema 44 tema
hadits yang
diangkat
Titik pijak Model kajiannya Model kajiannya Memahami hadits
kajian berangkat dari teks berangkat dari lebih kepada apa
hadits, realitas atau teks/ nash hadits, yang beliau dapat
problem empirik bukan dari realitas dari membaca,
yang ada. tokoh hadits pada
Kajiannya lebih waktu itu atau
jelas dan referensi lainnya
sistematis karena yang dianggap
ada paparan penting. Metodenya
berangkat dari yaitu hadits yang
kriteria yang tidak mempunyai
ditawarkan baru sebab secara
diberikan contoh khusus, hadits yang
kemudian mempunyai sebab
dianalisa. secara khusus, dan
hadits yang
berkaitan dengan
keadaan yang
terjadi.
Pengutipan Tidak memenuhi Selalu memberikan catatan kaki atau sumber
hadits standar ilmiah, rujukannya atau telah melakukan takhrij
sering tidak al hadits terhadap tema yang diangkatnya
menyebutkan
haditsnya secara
tekstual, tidak
menyebutkan
kualitas hadits,
sanad, sumber kitab
rujukan, hanya
menyandarkan pada
mukharrij dan
perawi pertama.
Sanad dan Tidak mencantumkan sanad serta melakukan
kualitas penelitian langsung terhadap kualitas sanad
hadits hadits, tetapi lebih merujuk kepada hasil
penelitian selanjutnya.
Karakterist Memaparkan pemikiran kurang memberi atensi yang cukup mendalam
ik Metode tentang masalah sanad.
(orientasi
penelitian
hadits pada
kritik
matan)
Pengujian Pengujian ayat Al- Memahami hadis
pemahama Qur’an, hadits lain, sesuai petunjuk
n hadits fakta historis, Al-Qur’an,
kebenaran ilmiah. menghimpun
hadits yang
setema,
menggabungkan
hadits yang
tampak
kontradiktif,
memahami hadits
sesuai dengan latar
belakang situasi
kondisi tujuan,
membedakan
antara sarana yang
berubah-ubah
tetapi tujuan tetap,
membedakan
ungkapan haqiqah
dan majaz,
memastikan
makna kata-kata
dalam hadits
Prioritas Pengujian pertama Tidak ada prioritas Tidak ada prioritas
pengujian
Implikasi Materi-materi hadits yang diangkat memberikan pengayaan tersendiri
pemikiran dalam studi pemahaman Nabi34

KESIMPULAN

Harus diakui, tawaran metode pemahaman hadis dan implementasinya


yang dikemukakan Muhammad Al-Ghazali, Yusuf Qardhawi dan Suhudi Ismail
telah memberi kontribusi yang cukup besar dalam menjawab berbagai persoalan
umat Islam saat ini, terlebih keduanya concern terhadap metode dan contens (isi)-
nya sekaligus. Korelasi metode dan isi sangat erat, sehingga metode teraplikasikan
dalam isi.

Pemahaman kontekstual terhadap hadis pada saat sekarang dan untuk yang akan
datang memang suatu keniscayaan. Kontekstualisasi terhadap hadis nabi
menjadikan ajaran islam fleksibel, luwes dan rasional sesuai dengan ajaran Islam.
Namun demikian, kontekstualisasi harus dilakukan secara hati-hati, khususnya

34
Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif..., hlm., 189-222.
hal-hal yang berkaitan dengan akidah, ibadah dan hal-hal gaib. Disamping itu,
kontekstualisasi harus mempertimbangkan aspek universal, lokal dan partikular
ataupun situasi dan kondisi tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Fatimah,Siti. 2009. Skripsi Metode Pemahaman Hadits Nabi Dengan


Mempertimbangkan Asbabul Wurud Studi Komparasi Yusuf al-Qardhawi dan
Suhudi Ismail. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Suryadi. 2008. Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif


Muhammad al-Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi. Yogyakarta: Teras.

Anda mungkin juga menyukai