Resume Imtichanatul Azizah 1120022067
Resume Imtichanatul Azizah 1120022067
Disusun Oleh :
Imtichanatul Azizah (1120022067)
Resume kasus ini saya buat sebagai bukti praktik profesi di Puskesmas
Kebonsari Surabaya sebagai bukti bahwa saya telah mengikuti kegiatan praktik
profesi Keperawatan medikal bedah pada tanggal 26 November – 9 Oktober 2022
Imtichanatul Azizah
NIM : 1120022067
Mengetahui
Pembimbing Akademik
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Typhoid adalah suatu penyakit infeksius usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella tipe A, B, dan C yang dapar menular melalui oral, fekal, makanan,
dan minuman yang terkontaminasi ( Wulandari dan Erawati, 2016).
Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang sistem
pencernaan manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ulfa danHandayani, 2018).
2. Etiologi
Penyakit thypoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
thyposa/Eberthela thyposa yang merupakan kuman negative, motil dan tidak
menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu
yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70C dan antiseptic.
Salmonella thyphosa mempunyai 3 macam antigen yaitu :
a. Antigen O : Ohne Hauch, yaitu somatic antigen (tidak menyebar)
b. Antigen H : Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil
c. Antigen V : kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terdapat fagositosis.
Salmonella parathyphi terdiri 3 jenis yaitu A, B, dan C. Ada dua sumber
penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan demam thypoid dan pasien
dengan carrier. Carrier adalah orang yang sembuh dengan demam typoid dan
masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama
lebih dari satu tahun. Salmonella parathyphi terdiri 3 jenis yaitu A, B, dan C.
3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam typoid yang terjadi adalah pada anak biasanyan lebih
ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20
hari. Masa tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui
makanan. Sedangkan, jika infeksi melalui minuman masa tunas terlama
berlangsung 30 hari. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan geja;a
prodromal, yaitu perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan
tidak bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejala-gejala klinis sebagai
berukut :
1. Demam
Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat febris
remitten dan suhu seberapa tinggi. Minggu pertama suhu meningkat setiap hari,
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Minggu
ketiga suhu tubuh berangsur turun dan normal pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pecernaan
Napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah tertutup
selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang diseratai tremor, anoreksia,
mual, dan perasaan tidak enak di perut. Abdomen kembung, hepatomegali, dan
spenomegali, kadang normal, dapat terjadi diare.
3. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi supor, koma
atau gelisah. (Ardiansyah, 2012). Masa tunas typhoid adalah sekitar 10-14 hari
dengan rincian sebagai berikut :
1) Minggu 1
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama pada sore hari dan malam
hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anoreksia,
dan mual batuk, epistaksis, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut.
2) Minggu 2
Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran
4. Patofisiologi
Penyebab demam typoid adalah bakteri Salmonella typhi atau salmonella
paratyphi. Bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri hasil gram negative
anaerob fakultatif. Bakteri Salmonella akan masuk kedalam tubuh melalui oral
bersama dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Sebagian bakteri
akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian bakteri
Salmonella yang lolos akan segera menuju ke usus halus tepatnya di ileum dan
jejunum untuk berkembang biak. Bila sistem imun humoral mukosa (IgA) tidak
lagi baik dalam merespon, maka bakteri akan menginvasi kedalam sel epitel usus
halus (terutama sel M) dan ke lamina propia. Di lamina propia bakteri akan
difagositosis oleh makrofag. Bakteri yang lolos dapat berkembang biak didalam
makrofag dan masuk ke sirkulasi darah (bakterimia I). Bakterimia I dianggap
sebagai masa inkubasi yang dapat terjadi selama 7-14 hari bakteri Salmonella
juga dapat menginvasi bagian usus yang Bernama plak payer. Setelah
menginvasi pak player, bakteri dapat melakukan translokasi ke dalam folikel
limfoid intestine dan aliran limfe mesenterika dan beberapa bakteri melewati
sistem retikuloendotelial di hati dan limpa. Pada fase ini bakteri juga melewati
organ hati dan limpa. Di hati dan limpa, bakteri meninggalkan makrofag yang
selanjutnya berkembang biak di sinusoid hati. Setelah dari hati, bakteri akan
masuk ke sirkulasi darah untuk kedua kalinya (bakterimia II). Saat bakterimia II,
makrofag mengalami hiperaktivasi dan saat makrofag memfagositosis bakteri,
maka terjadi pelepasan mediator inflamasi salah satunya adalah sitokin.
Pelepasan sitonin ini yang menyebabkan munculnya demam, malaise, myalgia,
sakit kepala, dan gejala toksemia. Plak payer dapat mengalami hyperplasia pada
minggu pertama dan dapat terus berlanjut hingga terjadi nekrosis di minggu
kedua. Lama kelamaan dapat timbul ulserasi yang pada akhirnya dapat terbentuk
ulkus di minggu ketiga. Terbentuknya ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan
dan perforasi. Hal ini merupakan salah satu komplikasi yang cukup berbahaya
dari demam typoid.
WOC TYPHOID
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan penunjang pada klien dengan typoid adalah pemeriksaan
laboratorium yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan Leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam thypoid terdapat
leucopenia limpositosis dan relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit
pada sediaan darah tetapi pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam thypoid sering kali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan terjadi demam typhoid.
Hal ini karena hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor yaitu :
1) Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat
demam tinggi, yaitu pada saat Bakterimia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terdapat terutama positif pada Sallmonella typhi minggu
pertama dan berkurang pada minngu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biarkan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terdapat demam typhoid dimasa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakterimia
sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat antimikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
d. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody
(agglutinin). Aglutinin yang spesifik terdapat Salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada organ yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya agglutini dalam serum kliem
yang disangka menderita typhoid. Terdapat 2 macam pemeriksaan Tes
Widal, yiatu :
1) Widal care tabung (konvensional)
2) Salmonella Slide (cara slides)
Nilai sensitivitas, spesifisitas serta ramal reaksi widal tes sangat bervariasi
dari satu laboratorium dengan laboratorium lainnya. Disebut tidak sensitife
karena adanya sejumlah penderita dengan hasil biakan positif tetapi tidak
pernah dideteksi adanya titer antibody sering titer naik sebelum timbul gejala
klinis, sehingga sulit untuk memperlihatkan terjadinya kenaikan titer yang
berarti. Disebut tidak spesifikasi oleh karena semua grup D Salmonella
mempunyai antigen O, demikian juga grup A dan B Salmonella. Semua grup
D salmonella mempunyai fase H antigen yang sama dengan Salmonella
tyfosa, titer H tetap meningkat dalam waktu sesudah infeksi. Untuk dapat
memberikan hasil yang akurat, widal tes sebaiknya tidak hanya dilakukan
satu kali saja melainkan perlu satu seri pemeriksaan, kecuali bila hasil
tersebut sesuai atau melewati nilai standar setempat. Nilai titer pada
penderita typoid adalah :
a) Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen O positif (+) lebih dari
1/200 maka sedang aktif
b) Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen H dan V1 positif (+) lebih
dari 1/200 maka dikatakan infeksi lama
6. Komplikasi
Komplikasi demam typhoid dapat dibagi dalalm dua bagian, yaitu :
a. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus : diketahui dengan pemeriksaan tinha dengan
benzidine. Dapat terjadi melena, disertai nyeri perut dengan tanda
renjatan
2. Perforasi usus : biasa terjadi pada minggu ke III bagian distal ileum.
Perforasi yang tidak disertai peritonitis terjadi bila ada udara di hati dan
diafragma pada foto RO abdomen posisi tegak
3. Peritonitis : gejala akut abdoem yang ditemui nyeri perut hebat, dinding
abdomen tegang, dan nyeri tekan
b. Komplikasi ekstraintestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer
(renjatan,sepsis), miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trompositopenia, atau koagulasi
intravaskuler diseminata dan sindrom uremia himolitik.
3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis
4. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
5. Komplikasi ginjal : glomerulonephritis, piolonefritis, dan perinefritis
6. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit typoid dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti
makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan besar akan mempercepat
masa penyembuhan dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat
tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi
untuk mencegah decubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene
perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping. Fokus tahap implementasi asuhan keperawatan adalah
kegiatan implementasi dari perencanaan intervensi untuk memenuhi
kebutugan fisik dan emosional. Pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional
bervariasi, tergantung dari individu dan masalah yang spesifik, tetapi ada
beberapa komponen yang ter;ibat dalam implementasi asuhan keperawatan
yaitu pengkajian yang terus menerus, perencanaan, dan pengajaran
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
renacan intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi pada proses
keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan klien dan
menentukan keputusan dengan cara membandingkan data ynag terkumpul
dengan tujuan dan pencapaian tujuan. Dengan mengukur perkembangan klien
dalam mencapai suatu tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas
asuhan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Majid, Abdul. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.
Mulyati, Wahyu. 2018. Asuhan Keperawatan Hipertensi Pada Ny.S dan Tn. H
dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut di UPT PSTW Jember. Laporan
Tugas Akhir. Universitas Jember.
Potter, P. A & Perry, A. G. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi ke-7.
Jakarta: EGC.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim POKJA SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
DIARE
A. Definisi Diare
Diare merupakan pengeluaran feses yang berbentuk tidak normal dan cair. Bisa
juga didefinisikan dengan buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair
dengan frekuensi BAB lebih dari biasanya. Bayi dapat dikatakan diare bila BAB
sudah lebih dari 3 kali sehari buang air besar, dan sedangkan neonatus dikatakan
diare jika sudah buang air besar sebanyak lebih dari 4 kali dalam sehari. (Lia dewi,
2014).
Diare adalah suatu kondisi buang air besar yang tidak normal dimana buang air
besar >3 kali dalam sehari dengan konsistensi feses yang encer/cair dapat disertai
atau tanpa disertai dengan darah atau lender yang merupakan akibat dari terjadinya
proses implamasi pada lambung atau usus (Wijayaningsih, 2013).
B. Etiologi Diare
Menurut Haroen N. S, Suraatmaja dan P. O Asnil dalam Wijayaningsih (2013)
ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua
golongan yaitu sebagai berikut:
a. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen seperti shigella, salmonella,
golongan vib-rio, E. Coli, clostridium perfarings, B. Cereus, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia dari makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu asam), gangguan psikis
(ketakuatan, gugup), gangguan saraf, alergi, hawa dingin dan sebagainya.
C. Patofisiologi Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan terjadinya diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap
akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga
terjadinya pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misal toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan mortalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap makanan sehingga timbul
diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul
berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat timbul, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati asam lambung, mikroorganisme tersebut
berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat dari toksin
tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Sedangkan
akibat dari diare akan terjadi beberapa hal menurut Wijayaningsih (2013) sebagi
berikut:
a. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(output), merupakan penyebab terjadi kematian pada diare.
b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja/feses.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun didalam
tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk
metoabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh
ginjal (terjadi oliguria atau anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan
ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi dalam 2 sampai 3% anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen dalam hati dan adanya
gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa
darah menurun hingga 40mg% pada bayi dan 50 persen pada anak-anak.
d. Gangguan gizi
Terjadi penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
1. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
2. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.
3. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
e. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, sehingga
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan pada otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera
diatasi pasien bisa meninggal.
D. WOC Diare
e. Tanda dan Gejala
Menurut Lia dewi (2014), berikut ini adalah tanda dan gejala anak yang mengalami
diare:
1) Cengeng, rewel.
2) Suhu meningkat.
3) Gelisah.
4) Nafsu makan menurun.
5) Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan darahnya. Kelamaan, feses
ini akan berwarna hijau dan asam.
6) Dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan
tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan
kesadaran, dan diakhiri dengan syok.
7) Anus lecet.
8) Berat badan menurun.
9) Turgon kulit menurun.
10) Mata dan ubun-ubun cekung.
11) Selaput lender dan mulut serta kulit menjadi kering.
f. Manifestasi Klinis Diare
Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan manifestasi klinis dari diare, yaitu:
1) Nyeri perut (abdominal discomfort).
2) Mual, kadang-kadang sampai muntah.
3) Rasa perih di ulu hati.
4) Rasa lekas kenyang.
5) Nafsu makan berkurang.
6) Perut kembung, rasa panas di dada dan perut.
7) Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
8) Demam dan lemah.
9) Membrane mukosa mulut dan bibir kering.
10) Diare.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam dokumentasi keperawatan mengharuskan perawat melakukan
pemeriksaan secara kritikal serta menyatakan respon yang dirasakan pasien terhadap
intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi ini terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif atau biasa juga dikenal dengan
evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi
keperawatan dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif atau evaluasi hasil, yaitu
evaluasi respon (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain bagaimana
penilaian terhadap perkembangan kemajuan kearah tujuan atau hasil akhir yang
diinginkan.
Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi data subjektif (S) data
objektif (O), analisa permasalahan (A) berdasarkan S dan O, serta perencanaan (P)
berdasarkan hasil analisa diatas. Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi proses.
Format dokumentasi SOAP biasanya digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan
mengatasi masalah pasien (Dinarti et al., 2013). Evaluasi yang diharapkan sesuai
dengan masalah yang pasien hadapi dimana sudah dibuat pada perencanaan tujuan
dan kriteria hasil.
Adapun hasil yang diharapkan menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) yaitu:
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
HT normal.
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas nomal.
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
Elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
1.1 Pengertian
Asma bronkial adalah penyakit obstruksi jalan nafas yang dapat pulih dengan
intermiten yang di tandai oleh penyempitan jalan nafas, sehingga mengakibatkan
dispnea, batuk, dan mengi. Eksaserbasi akut terjadi dari beberapa menit sampai jam,
serta bergantian dengan periode bebas gejala (Mubarak 2015).
Asma dibedakan menjadi dua jenis menurut (Amin 2013) yaitu:
1. Asma bronkial
Asma bronkial sangat hiperaktif terhadap rangsangan dari luar seperti debu
rumah, bulu binatang, asap kendaraan dll. Penyebab alergi gejala munculnya sangat
mendadak sehingga ganguan asma bisa datang tiba-tiba. Gangguan asma bronkial
juga bisa muncul lantaran adanya radang bawah menyempit akibat berkerutnya otot
polos saluran pernafasan pembengkakan selaput lendir dan pembentukan timbunan
lendir yang berlebihan.
2. Asma kardial
Asma yang timbul akibat adnya kelainan jantung. Gejala asma kardial bisa
terjadi pada malam hari disertai sesak nafas yang hebat. Kejadian ini disebut noctural
proximal dyspola. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.
1.2 Etiologi
Sebagian pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus RSV)
iklim(perubahan mendadak suhu, tekanan udara). Makanan (putih telur, susu sapi,
kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat). Obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat,
kecapaian, tertawa terbahak-bahak) dan emosi
1.3 Manifestasi klinis
Gejala yang lazim muncul pada asma bronkial adalah batuk dispnea dan mengi.
Selain gejala di atas ada beberpa gejala yang menyertai diantaranya sebagai berikut:
1. Takipnea dan orthopnea
2. Gelisah
3. Dia foresis
4. Nyeri abdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan
5. Kelelahan
6. Tidak toleran terhadap aktifitas
7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai
pernafasan lambat.
8. Ekspirasi selalu lebih sesah dan panjang dibanding inspirasi
9. Sionss sekunder
1.4 Patofisiologi
Ciri khasnya asma bronkial adalah terjadinya penyemitas bronkus, yang
disebabkan oleh spasme atau konstruksi otot polos bronkus, pembengkakan atau
edema mukosa bronkus dan hipersekresi mukosa/ kelenjar bronkus. Saluran nafas
yang sering terserang adalah bronkus dengan ukuran 3-5 mm, tetapi distribusinya
meliputi daerah yang luas . walaupun asma pada prinsipnya adalah suatu kelianan
pada jalan nafas, akan tetapi dapat pula menyebabkan gangguan pada bagian
fungsional paru.
Sputum yang kenal banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi dengan udara
terperangkap dalam jaringan jaringan paru. Ketiga faktor tersebut selanjutnya dapat
menimbulkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis pernafasan pada tahap yang
sangat lanjut.
1.5 WOC
a. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan:
a. Kristal-kristal Charcot leyden yang merupakan degranulasi duri kristal eosinofil
b. Terdapatnya spiral cursehman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang- cabang bronkus.
c. Terdapatnya creole yang merupakan fargmen epitel bronkus.
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil.
2. Pemeriksaan darah
a. Gas analisa darah
Terdapat aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat PaCO2 maupun
penurunan PH menunjukkan prognosis yang buruk.
b. Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDTI ysng meninggi
c. Pada pemeriksan faktor alergi terdapat 19E yang meninggi pada waktu serangan
dan menurun pada waktu pnderita bebas dari serangan.
3. Foto rontgen
Pada umumnya pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan
asma gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa radiolusen yang
bertambah dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun
a. Penatalaksanaan
a. Edukasi penderita
b. Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara obyektif dengan mengukur
fungsi paru
c. Mengurangi pengobatan jangka panjang untuk pencegahan
d. Menghindari dan mengendalikan pencetus asma bronkial
a. Komplikasi
a. Gagal nafas akut
b. Dehidrasi
c. Infeksi pernafasan
d. Atelektasis
e. Pneumotoraks
f. Kor pulmonale (Priscilla, Karen, Gerene, 2016)
ASUHAN KEPERAWATAN
IDENTITAS
Meliputi nama, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan
1. Keluhan utama
Batuk-batuk dan sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang
Batuk, lesu, suara mengi dan sesak nafas
3. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya
4. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada hubungan dengan faktor genetik dengan ayah dan ibu, disamping
faktor yang lain
5. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan/respirasi
b. Sistem cardiovaskuler
c. Sistem persyarafan
d. Sistem perkemihan
e. Sistem pencernaan
f. Sistem integument
6. Pola istirahat tidur
Jamberapa biasa mulai tidur dan bangun tidur, kualitas dan kuantitas jam tidur
7. Pola nutrisi
a. Berapa kali makan sehari
b. Makanan kesukaan
c. Berat badan sebelum dan sesudah sakit
d. Frekuensi dan kuantitas minum sehari
8. Pola eliminasi
a. Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
b. Nyeri
c. Kuantitas
9. Pola kognitif perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (panca indra)
10. Pola konsep diri
a. Gambaran diri
b. Identitas diri
c. Peran diri
d. Ideal diri
e. Harga diri
f. Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
11. Pola seksual – reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminnya
12. Pola peran hubungan
a. Hubungan dengan anggota keluarga
b. Dukungan keluarga
c. Hubungan dengan tetangga dan masyarakat
13. Pola nilai dan kepercayaan
a. Persepsi keyakinan
b. Tindakan berdasarkan keyakinan
b. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0001)
Definisi: Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap pasien.
Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
sekresi yang tertahan dibuktikan dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, mengi,
wheezing dan ronkhi kering.
c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan dan krieria hasil Intervensi
SDKI SLKI SIKI
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
tidak efektif keperawatan selama 1x24 (L.01011)
berhubungan dengan jam diharapkan bersihan Tindakan Observasi
sekresi yang tertahan jalan napas (L.01001) dapat a. Monitor pola napas
dibuktikan dengan diatasi dengan kriteria hasil : (frekuensi, kedalaman, usaha
batuk tidak efektif, 1. Batuk efektik dari napas)
sputum berlebih, skala 2 (cukup b. Moitor bunyi tambahan
mengi, wheezing dan memburuk) (mis. gurgling, mengi,
ronkhi kering. Menjadi skala 5 (meningkat) wheezing, ronkhi kering)
2. Produksi sputum dari c. Monitor sputum (jumlah,
skala 2 (cukup warna, aroma)
memburuk) menjadi skala 1 Terapeutik
(meningkat) a. Pertahankan kepatenan
3. Mengi dari skala 2 jalan napas dngan head tit dan
(cukup memburuk) chin lift (jaw thrust
Menjadi skala 1 (meningkat) jika curiga trauma
4. Wheezing dari skala servikal)
3 b. Posisikan semi fowler
(sedang) menjadi skala 1 atau fowler
(meningkat) c. Berikan minum hangat
5. Dispnea dari skala 5 d. Lakukakn fisioterapi
(menurun) menjadi skala 1 dada, jika perlu
(meningkat) e.
6. Sulit bicara dari skala Lakukan
3 (sedang) menjadi skala 1 penghisapan lendir kurang
(meningkat) dari 15 detik
7. Sianosis dari skala f.Lakukan
3 hiperoksigenasi sebelum
(sedang) menjadi skala 1 penghisapan endotrakeal
(meningkat) Keluarkan sumbatan benda
8. Gelisah dari skala padat dengan forsep
3 McGill
(sedang) menjadi skala 1 h. Berikan oksigen, jika perlu
(meningkat) Edukasi
9. Frekuensi napas dari I.Anjurkan asupan cairan
skala 2 (cukup 2000 ml/hari, jika tidak
memburuk) menjadi skala 1 kontraindikasi
(meningkat) J. Ajarkan Teknik batuk
efektif
10. Pola napas dari skala 2
Kolaborasi
(cukup memburuk)
K. Kolaborasi pemberian
Menjadi skala 1 (meningkat)
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik,
d. Implementasi dan Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Priscilla, L., Karen, M.B., Gerene, B. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medika
Bedah. Jakarta EGC.
Tim Pakja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Penguru PPNI
Dengue Hemoragic Fever (DHF)
1.1 Definisi
Dengue Hemoragic Fever (DHF) atau demam berdarah dengue adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti (Susilaningrum dkk, 2013)
Dengue Hemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
betina. Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan Demam Berdarah (DBD) (Hidayat,
2008)
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi virus yang
menimbulkan demam akut disertai dengan manifestasi perdarahan yang bertendensi
menimbulkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Sunyataningkamto, 2009)
1.2 Etiologi
Penyebab dengue hemorhagic fever (DHF) dinamakan virus dengue tipe 1, tipe 2,
tipe 3, tipe 4. Vektor dari DHF adalah Aedes aegypti, aedes albopictus, aedes aobae,
aedes cooki, aedes hakanssoni, aedes polynesis, aedes pseudoscutellaris, aedes
rotumae (Sumarmo, 2005).
Virus dengue termasuk Flavivirus secara serologi terdapat 4 tipe yaitu tipe 1, tipe 2,
tipe 3, tipe 4. Dikenal 3 macam arbovirus Chikungunyam Onyong-nyong dari genus
Togavirus dan West Nile Fever dari genus Flavivirus, yang mengakibatkan gejala
demam dan ruam yang mirip DB (Widagdo, 2011).
1.3 Manifestasi Klinis
a) Demam tinggi ± 7 hari (38˚C-40˚C)
b) Adanya manifestasi perdarahan antara lain : perdarahan bawah kulit, petekie,
ekimosis, hematoma, epitaksis, hematemasis, melena, hematuri
c) Mual muntah tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi
d) Nyeri otot, tulang sendi, abdomen dan ulu hati
e) Sakit kepala
f) Pembengkakan sekitar mata
g) Pembesaran
hati, limfa, dan kelenjar getah bening
h) Tanda-tanda
renjatan ( sianosis kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, nadi cepat dan lemah)
1.4 Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh kemudian akan beraksi dengan antibody dan
terbentuklah kompleks virus antibody, dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem
komplemen, akibat aktivitas C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas
dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, sehingga terjadi
hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok)
(Suriadi, 2010).
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan
dan menilai data yang baru. Ada beberapa ketrampilan yang dibutuhkan dalam hal
ini. Pertama, ketrampilan kognitif. Ketrampilan kognitif mencakup pengetahuan
keperawatan yang menyeluruh. Perawat harus mengetahui alasan untuk setiap
intervensi terapeutik, memahami respon fisiologis dan psikologis normal dan
abnormal, mampu mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan pemulangan klien,
dan mengenali askep-askep promotif kesehatan klien dan kebutuhan penyakit.
Kedua, ketrampilan interpersonal, ketrampilan ini penting untuk tindakan
keperawatan yang efektif. Perawat harus berkomunikasi dengan jelas kepada klien,
keluarganya dan anggota tim kesehatan lainnya. Ketiga, ketrampilan psikomotor,
ketrampilan ini mencakup kebutuhan langsung terhadp perawatan kepada klien,
seperti memberikan suntikan, melakukan penghisapan lendir, mengatur posisi,
membantu klien memenuhi aktivitas sehari-hari dan lain- lain Rohmah dan Walid,
2009 (dalam Chasanah, Fitri Nur 2018).
5. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan
untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan
untuk melakukan pengkajian ulang Wijaya & Putri, 2013 (dalam Chasanah, Fitri Nur
2018).
DAFTAR PUSTAKA
Suyataningkamto. (2009). The Role of Indoor Air Pollution and Other Factors in
The Incidence of Pneumonia in Under-five Children. Pediatrica Indonesian.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Widagdo. 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta:
CV Sagung Seto.
Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam. Jakarta:
CV Sagung Seto.
Dengue Hemoragic Fever (DHF)
A. Definisi
Dengue Hemoragic Fever (DHF) atau demam berdarah dengue adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti (Susilaningrum dkk, 2013)
Dengue Hemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
betina. Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan Demam Berdarah (DBD) (Hidayat,
2008)
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi virus yang
menimbulkan demam akut disertai dengan manifestasi perdarahan yang bertendensi
menimbulkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Sunyataningkamto, 2009)
B. Etiologi
Penyebab dengue hemorhagic fever (DHF) dinamakan virus dengue tipe 1, tipe 2,
tipe 3, tipe 4. Vektor dari DHF adalah Aedes aegypti, aedes albopictus, aedes aobae,
aedes cooki, aedes hakanssoni, aedes polynesis, aedes pseudoscutellaris, aedes
rotumae (Sumarmo, 2005).
Virus dengue termasuk Flavivirus secara serologi terdapat 4 tipe yaitu tipe 1, tipe 2,
tipe 3, tipe 4. Dikenal 3 macam arbovirus Chikungunyam Onyong-nyong dari genus
Togavirus dan West Nile Fever dari genus Flavivirus, yang mengakibatkan gejala
demam dan ruam yang mirip DB (Widagdo, 2011).
C. Manifestasi Klinis
Demam tinggi ± 7 hari (38˚C-40˚C)
Adanya manifestasi perdarahan antara lain : perdarahan bawah kulit, petekie,
ekimosis, hematoma, epitaksis, hematemasis, melena, hematuri
Mual muntah tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi
Nyeri otot, tulang sendi, abdomen dan ulu hati
Sakit kepala
Pembengkakan sekitar mata
D. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh kemudian akan beraksi dengan antibody dan
terbentuklah kompleks virus antibody, dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem
komplemen, akibat aktivitas C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas
dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, sehingga terjadi
hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok)
(Suriadi, 2010).
E. WOC
F.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Susalaningrum, R. (2013) pada pemeriksaan darah pasien DHF akan
dijumpai sebagai berikut :
Hb dan PCV meningkat (> 20%)
Trmbisitopenia (<100.000/ml)
Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
Ig.D dengue positif
Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia,
hiponatremia
Urin dan Ph darah mungkin meningkat
Asidosis metabolik : pCO2 < 35-40 mmHg, HCO3 rendah
SGOT/SGPT mungkin meningkat
H. Penatalaksanaan
Menurut WHO (2009) Tatalaksana DHF yaitu :
d. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok
Anak dirawat dirumah sakit
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu,
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.
Berikan parasetamol bila demam, jangaan berikan asetosal atau ibuprofen karena
obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang :
Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat.
Kebutuhan cairan parenteral
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kg BB/jam Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kg BB/jam Berat
badan > 40 kg : 3 ml/kg BB/jam
Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit, dan hemoglobin) tiap 6 jam
Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah
cairan serta bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan. Apabila terjadi perburukan
klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tatalaksana syok terkompensasi
(compensated shock).
e. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan syok
Perlakuan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal.
Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya. Jika tidak
menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kg secepatnya
(maksimal
30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30
ml/kg BB/jam. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi. Berikan transfuse
darah/komponen. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kg
BB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi
klinis dan laboratorium. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan
setelah 36-48 jam. Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang
terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.
f. Tatalaksana komplikasi perdarahan
Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin.
Bila tidak, bei koloid dan segera rujuk.
I. Komplikasi
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut :
a. Gagal ginjal
b. Efusi pleura
c. Hepatomegali
d. Gagal jantung
Konsep Asuhan Keperawatan dengan DHF
6. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF, paling sering menyerang anak-ank dengan usia kurang dari
15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua,
dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit adalah
panas tinggi dan anak lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil saat demam,
kesadaran compos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak
semakin lemah. Kadang- kadang disertai dengan keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian,
nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi
perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita , pada DHF anak bisa mengalami serangan
ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e. Kondisi lingkungan
Sering terjadi didaerah yang padat penduduk dan lingkungan yang kurang bersih,
seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar.
f. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang,
dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami
diare/konstipasi, sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) peerlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun
istirahatnya kurang.
5) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak
adalah sebagai berikut :
1) Grade I : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan
nadi lemah.
2) Grade II : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan : ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
3) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil,
dan tidak teratur, serta tensi menurun.
4) Grade IV : kesaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak
biru.
h. Sistem integumen
Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan
lembab, kuku sianosis/tidak.
i. Kepala dan leher
Kepala teras nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata anemis,
hidung kadang mengalami perdarahan (epsitaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut
didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan.
Sementara tenggorokan mengalami hiperemia pharing dan terjadi perdarahan telinga
(pada gradae II, III, IV).
j. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat adanya
cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales+, ronchi+ yang
biasanya terdapat pada grade III dan IV.
k. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.
l. Ekstermitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi dan tulang.
7. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia (D.0130)
Definisi : suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
Diagnosa Keperawatan : Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, proses penyakit (mis. Infeksi, kanker), ketidaksesuaian pakaian
dengan suhu lingkungan, aktivitas berlebihan.
8. Intervensi Keperawatan
9. Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang
baru. Ada beberapa ketrampilan yang dibutuhkan dalam hal ini. Pertama, ketrampilan
kognitif. Ketrampilan kognitif mencakup pengetahuan keperawatan yang menyeluruh.
Perawat harus mengetahui alasan untuk setiap intervensi terapeutik, memahami respon
fisiologis dan psikologis normal dan abnormal, mampu mengidentifikasi kebutuhan
pembelajaran dan pemulangan klien, dan mengenali askep-askep promotif kesehatan klien
dan kebutuhan penyakit. Kedua, ketrampilan interpersonal, ketrampilan ini penting untuk
tindakan keperawatan yang efektif. Perawat harus berkomunikasi dengan jelas kepada klien,
keluarganya dan anggota tim kesehatan lainnya. Ketiga, ketrampilan psikomotor,
ketrampilan ini mencakup kebutuhan langsung terhadp perawatan kepada klien, seperti
memberikan suntikan, melakukan penghisapan lendir, mengatur posisi, membantu klien
memenuhi aktivitas sehari-hari dan lain- lain Rohmah dan Walid, 2009 (dalam Chasanah,
Fitri Nur 2018).
10. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
Wijaya & Putri, 2013 (dalam Chasanah, Fitri Nur 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Hidayat A.A. (2008). Metode Penelitian Kebidanan dan TeknikAnalisa Data.
Jakarta : Salemba Medika.
Chasanah, Fitri Nur 2018. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK) di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Suyataningkamto. (2009). The Role of Indoor Air Pollution and Other Factors in The
Incidence of Pneumonia in Under-five Children. Pediatrica Indonesian.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia
Widagdo. 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: CV
Sagung Seto.
Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam. Jakarta: CV
Sagung Seto.