Anda di halaman 1dari 56

PEMANFAATAN PREBIOTIK DARI TEPUNG UMBI

GEMBILI TERHADAP PROFIL DARAH PUYUH

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH:

NAMA :DENIS PRATAMA


NPM :1913060040
PRODI :PETERNAKAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI
MEDAN
2022
PEMANFAATAN PREBIOTIK DARI TEPUNG UMBI
GEMBILI TERHADAP PROFIL DARAH PUYUH

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH :
DENIS PRATAMA
1913060040

Skripsi ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk dapat


Mempermudah Sarjana Peternakan pada Program Studi Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Pembangunan Panca Budi

Disetujui oleh :

Komisi Pembimbing

Warisman, S.Pt., M.Pt Purwo Siswoyo, S.Pt., M.Pt


Pembimbing 1 Pembimbing 2

Hamdani, ST., M.T Andika Putra, S.Pt., M.P


Dekan Ketua Program Studi

PROGRAM STUDY PETERNAKAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas karunia yang Allah SWT berikan, atas limpahan

rahmat, dan kasih sayangnya atas petunjuk dan bimbingan yang telah

diberikan sehingga Skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Prebiotik Dari

Tepung Umbi Gembili Terhadap Profil Darah Puyuh” dapat diselesaikan

dengan baik.

Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih

yang setulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan

baik berupa bimbingan, dorongan motivasi, arahan serta doa selama

proses penulisan Skripsi ini berlangsung. Selain itu ucapan terima kasih

juga tak lupa disampaikan oleh penulis kepada :

1. Allah SWT yang telah melimpahkan petunjuk dan rahmatnya

2. Bapak Dr. H. Muhammad Isa Indrawan, SE, MM selaku Rektor

Universitas Pembangunan Panca Budi Medan

3. Bapak Hamdani, ST, M.T Selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Pembangunan Panca Budi Medan

4. Bapak Andhika Putra S.Pt, M.P selaku Ketua Program studi

peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Pembangunan Panca

Budi Medan.

5. Bapak Warisman S.Pt, M.Pt selaku Pembimbing I yang telah

membimbing dalam penyusunan Skripsi ini.

6. Bapak Purwo Siswoyo S.Pt, M.Pt selaku Pembimbing II yang telah

membimbing dalam penyusunan Skripsi ini.

i
7. Orang tua penulis dan seluruh keluarga yang memberikan motivasi

baik secara moril ataupun meteril dan doanya sehingga penulis Proposal

Skripsi ini tepat waktu.

8. Seluruh dosen Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Pembangunan

Panca Budi yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis.

9. Teman – teman mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi

Peternakan yang telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam Skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari para

pembaca untuk kebaikan tulisan ini nantinya. Atas perhatian dari para

pembaca penulis ucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Juni 2023

Penulis

ii
ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian


prebiotik berupa tepung umbi gembili terhadap profil darah puyuh, yang meliputi
kadar hemoglobin, kadar eritrosit, kadar leukosit, dan kadar HCT. Rancangan
penlitin yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4
perlakuan 5 ulangan dimana setiap ulangan ada 10 ekor puyuh. Perlakuan yang
diberikan adalah sebagai berikut: P0 : ransum basal + Pemberian 0% tepung umbi
gembili (kontrol), P1 : ransum basal + Pemberian 0,3% tepung umbi gembili,
P2 : ransum basal + Pemberian 0,6% tepung umbi gembili, P3 : ransum basal +
Pemberian 0,9% tepung umbi gembili. Parameter yang diamati adalah jumlah
eritrosit, hemoglobin, hematokrit dan leukosit. Hasil analisis statistik
menggunakan analisis varian (ANOVA) menunjukan bahwa jumlah eritrosit
tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 3,534 (106/ µl3) dan terendah
terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 3,093 (106/ µl3), berbeda sangat nyata
(P<0,01) pada kadar hemoglobin perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan P0
yaitu sebesar 12,285 g/dl dan perlakuan terendah terdapat pada P3 yaitu sebesar
10,306 g/dl, berbeda sangat nyata (P<0,01), pada jumlah hematokrit perlakuan
tertinggi terdapat di P0 yaitu sebesar 33,414 % dan yang terendah terdapat pada
perlakuan P3 yaitu sebesar 30,392 %, berbeda sangat nyata (P<0,01), pada hasil
penelitian kadar leukosit jumlah tertinggi pada perlakuan P0 yaitu sebesar 10,178
(103/ µl3) dan yang terendah terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 8,396 (103/
µl3) berbeda nyata (P<0,01).

Kata Kunci : Puyuh, tepung umbi gembili, profil darah puyuh

iii
ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effect of giving prebiotics in the
form of gembili tuber flour on the blood profile of quail which included
hemoglobin levels, erythrocyte levels, leukocyte levels, and HCT levels. The
research design used was a Completely Randomized Design (CRD) with 4
treatments 5 replications where there were 10 quails in each replication. The
treatments given were as follows: P0: Basal ration + Giving 0% of gembili tuber
flour (control), P1: Basal feed + Giving of 0.3% of gembili tuber flour, P2: Basal
ration + Giving of 0.6% of gembili tuber flour, P3: Basal Ration + 0.9% Sweet
Potato Flour. Parameters observed were the number of erythrocytes, hemoglobin,
hematocrit and leukocytes. The results of statistical analysis using analysis of
variance (ANOVA) showed that the highest number of erythrocytes was found in
treatment P0, namely 3.534 (106/µl3) and the lowest in treatment P3, namely
3.093 (106/µl3), very significantly different (P<0.01) levels The highest treatment
hemoglobin was in treatment P0 which was 12.285 g/dl and the lowest treatment
was in treatment P3 which was 10.306 g/dl, very significantly different (P<0.01),
the highest treatment hematocrit was in P0 which was 33.414% and the lowest
was in treatment P3 which was 30.392 %, very significantly different (P <0.01), in
the results of the study the highest number of leukocytes was found in treatment
P0, namely 10.178 (103/ µl3) and the lowest was in treatment P2, namely 8.396
(103/ µl3) significantly different (P <0.01 ).

Keywords: Quail, gembili tuber flour, quail blood profile

iv
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Deli Serdang pada tanggal 27 juni 2000

dari ayah Hanafi dan ibu Ermayani penulis merupakan anak ke 1 dari 2

bersaudara.

Tahun 2012 penulis telah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD

Negeri 104186 di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal. Tahun 2015 telah

menyelesaikan pendidikan di SMP Muhammadiyah 61 Tanjung Selamat di Desa

Tanjung Selamat. Tahun 2018 telah menyelesaikan pendidikan di SMK Swasta

SPP Snakma Muhammdiyah Tanjung Anom dan pada tahun 2019 penulis

melanjutkan studi ke Program Studi Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Pembangunan Pancabudi Medan.

Penulis melaksanakan PKL di peternakan kambing Ikhsan Etawa Farm di

jl Sei Glugur Rimbun Gg Seri Pancur Batu dari tanggal 9 Desember 2022 sampai

9 Januari 2023. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebgai anggota

mahasiswa , juga aktif dalam organisasi Himapet

DAFTAR ISI

v
KATA PENGANTAR.............................................................................................i

ABSTRAK.............................................................................................................iii

ABSTRAC..............................................................................................................iv

RIWAYAT HIDUP................................................................................................v

DAFTAR ISI..........................................................................................................vi

DAFTAR TABEL...............................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................ix

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................x

PENDAHULUAN...................................................................................................1
Latar Belakang.............................................................................................1
Tujuan Penelitian.........................................................................................2
Hipotesis Penelitian......................................................................................2
Kegunaan Penelitian.....................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................4
Puyuh............................................................................................................4
Kebutuhan Nutrisi Puyuh.............................................................................5
Pakan Puyuh.................................................................................................8
Prebiotik dan Umbi Gembili........................................................................8
Profil Darah................................................................................................10

MATERI DAN METODE PENELITIAN……………………………………13


Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................13
Bahan dan Alat Penelitian..........................................................................13
Metode Penelitian.......................................................................................13
Analisa Data...............................................................................................15
Pelaksanaan Penelitian..........................................................................….16
Pembuatan Tepung Umbi Gembili ........................................................…16
Persiapan Kandang.................................................................................…16
Pembuatan Pakan..................................................................................….16
Perlakuan dan Pengambilan Data..........................................................….16

vi
Parameter Penelitian...................................................................................17

HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................19


Hasil............................................................................................................19
Pembahasan................................................................................................22

KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................30


Kesimpulan.................................................................................................30
Saran...........................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31

LAMPIRAN..........................................................................................................35

DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman

vii
1. Kebutuhan Nutrisi Puyuh Fase Starter.............................................6
2. Kebutuhan Nutrisi Puyuh Fase Grower............................................7
3. Kebutuhan Nutrisi Puyuh Fase Layer...............................................7
4. Ransum Basal Penelitian..................................................................14
5. Rekapitulasi pengaruh tepung umbi gembili sebagai prebiotik
Profil darah puyuh meliputi, eritrosit, hemoglobin, hematokrit
dan leukosit………………………………………………………..19
6. Rerata pengaruh prebiotik dari tepung umbi gembili terhadap
jumlah eritrosit…………………………………………………….20
7. Rerata pengaruh prebiotik dari tepung umbi gembili terhadap
kadar hemoglobin………………………………………………….21
8. Rerata pengaruh prebiotik dari tepung umbi gembili terhadap
kadar hematokrit…………………………………………..............21
9. Rerata pengaruh prebiotik dari tepung umbi gembili terhadap
jumlah leukosit…………………………………………………….22

DAFTAR GAMBAR

viii
No. Judul Halaman

1. Tabung EDTA yang berisi darah puyuh dan jel…………………39


2. Pengambilan darah menggunakan pisau karter………………….40
3. Temperatur suhu………………………………………………....40

DAFTAR LAMPIRAN

ix
No. Judul Halaman

Lampiran 1. Rerata eritrosit………………………………………….35


Lampiran 2. Rerata hemoglobin……………………………………..36
Lampiran 3. Rerata hematokrit…………………………………....…37
Lampiran 4. Rerata leukosit…………………………………….........38
Lampiran 5. Hasil labolatorium……………………............................39
Lampiran 6. Dokumentasi penelitian………………………………...39

x
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Puyuh merupakan salah satu ternak unggas yang berpotensi untuk

dibudidayakan dikalangan masyarakat Indonesia, untuk dapat dimanfaatkan

daging dan telurnya. Didalam pemeliharaannya puyuh tidak membutuhkan

kandang yang luas dan sudah mulai bertelur pada umur 6-7 minggu (Alamfanah,

2011). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi fisilogis dari puyuh,

diantaranya faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik biasanya bawaan dari

induknya, sedangkan fakor lingkungan berasal dari suhu, temperatur, pakan, dan

keadaan lingkungan kandang (Listyowati, 2004). Upaya untuk menjaga performa

puyuh selama periode starter atau pada umur 1-21 hari adalah dengan

meningkatkan kekebalan tubuh puyuh. Cara yang dapat dilakukan dengan

pemberian prebiotik berupa tepung umbi gembili

Gembili (Dioscorea esculenta L.) merupakan umbi dari keluarga

Dioscoreacea. Kelompok Dioscoreaceae yang ada di Indonesia meliputi

Dioscorea alata, Dioscorea hispida, Dioscorea pentaphylla, dan Dioscorea

bulbilfera. Keluarga Dioscoreacea mempunyai keunggulan dapat tumbuh di

bawah hutan tetapi sampai saat ini masih merupakan tanaman subsistem, yaitu

bukan tanaman pokok yang dibudidayakan, karena pemanfaatannya masih

terbatas. Keunggulan dari kelompok dioscorea adalah mengandung senyawa

bioaktif atau senyawa fungsional, selain komponen yang berperan sebagai bahan

pangan. Senyawa bioaktif merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan

tumbuhan melalui serangkaian reaksi metabolisme sekunder. Metabolit sekunder

disintesis terutama dari metabolit-metabolit primer seperti asam amino, asetil Co-

1
2

A, asam mevalonat dan zat antara dari jalur shikimat. Umbi gembili juga

memiliki beberapa senyawa bioaktif seperti dioscorin, diosgenin, dan inulin

yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Kandungan senyawa bioaktif tersebut

dapat berfungsi sebagai senyawa yang dapat meningkatkan mekanisme

pertahanan tubuh (immunomodulator), pencegah penyakit metabolic

(hiperkolesterolemia), dislipidemia, diabetes, dan obesitas), peradangan dan

kanker (Prabowo 2014).

Dari tinjauan di atas Penulis tertarik melakukan penelitian tentang

apakah ada pengaruh penambahan prebiotik dari tepung umbi gembili

(Dioscorea esculenta) terhadap profil darah pada puyuh. Karena umbi gembili

memiliki kandungan asam amino serta kandungan alkaloid dan fenol dimana

kandungan tersebut bersifat antimikroba antibakteri dan antiinflamasi sebagai

feed additive alternatif pengganti antibiotik dapat ditinjau dari kondisi

fisiologis puyuh, diantaranya terhadap profil darah berupa hemoglobin,

eritrosit, leukosit, dan hematokrit.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian

prebiotik berupa tepung umbi gembili terhadap profil darah puyuh, yang meliputi

kadar hemoglobin, kadar eritrosit, kadar leukosit, dan kadar HCT

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah pengaruh pemberian prebiotik dari

tepung umbi gembili berpengaruh positif terhadap profil darah puyuh.


3

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain :

1. Sebagai informasi kepada masyarakat dan peternak mengenai umbi

gembili dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif apakah berpengaruh

terhadap profil darah puyuh.

2. Sebagai informasi tentang penggunaan prebiotik dari tepung umbi

gembili terhadap profil darah puyuh.

3. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Strata 1 (S1)

pada prodi peternakan di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Pembangunan Panca Budi.


TINJAUAN PUSTAKA

Puyuh

Burung puyuh (Quail) disebut juga Gemak (Bahasa Jawa-Indonesia),

yang merupakan bangsa burung yang pertama kali diternakkan di Amerika

Serikat pada tahun 1870, yang disebut dengan Bob White Quail, Colinus

Virgianus. Burung puyuh memiliki tubuh yang kecil, pertumbuhan yang cepat,

dewasa kelamin lebih awal, produksi telur yang relatif tinggi, interval generasi

dalam waktu singkat, dan periode inkubasi relatif cepat (Vali, 2008; Khalil,

2015). Banyak jenis burung puyuh yang tersebar di seluruh dunia, termasuk

di Indonesia, namun tidak semua burung puyuh tersebut dapat dimanfaatkan

sebagai penghasil bahan pangan. Beberapa jenis di antaranya menghasilkan

produksi telur rendah, namun mempunyai warna bulu yang indah sehingga

banyak dipelihara sebagai burung hias (Wheindrata, 2014). Di beberapa negara

termasuk Indonesia, burung puyuh diklasifikasikan pada kelompok burung

kesayangan atau game bird yang selalu diburu baik untuk tujuan konsumsi

ataupun hanya sekedar hobi. Jenis burung puyuh yang dipelihara di Indonesia

di antaranya adalah Coturnix coturnix japonica, Arborophila javanica, Turnic

susciator, dan Rollus roulroul yang dipelihara sebagai burung hias karena

memiliki mahkota berwarna merah terang yang indah (Slamet, 2014).

Burung puyuh adalah unggas darat berukuran kecil, memiliki ekor

sangat pendek, memiliki kemampuan untuk berlari, dan terbang dengan

kecepatan tinggi namun dengan jarak tempuh yang pendek dan bersarang di

permukaan tanah (Achmad, 2011).

4
5

Klasifikasi Coturnix-coturnix japonica menurut (Huss et al., 2018)


sebagai sberikut:

Ordo : Galformes

Famili : Phasidae

Genus : Coturnix-coturnix

Spesies : Coturnix-coturnix japonica

Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh

relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut juga

Gemak (Bahasa. Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”,

merupakan bangsa burung (liar) yang pertama kali diternakan di Amerika

Serikat, tahun 1870. Dan terus dikembangkan ke penjuru dunia. Sedangkan di

Indonesia puyuh mulai dikenal, dan diternak semenjak akhir tahun 1979. Kini

mulai bermunculan di kandangkandang ternak yang ada di Indonesia.

Kebutuhan Nutrisi Puyuh

Pakan adalah bahan pakan tunggal atau campuran, baik yang diolah

maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan

hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Penyusunan pakan untuk burung

puyuh perlu memperhatikan beberapa hal seperti kebutuhan nutrien sesuai

dengan fase pertumbuhan atau umur burung puyuh serta ketersediaan dan

kualitas bahan pakan yang digunakan.

Puyuh membutuhkan beberapa unsur nutrisi untuk kebutuhan

hidupnya. Unsur-unsur tersebut adalah protein, energi, vitamin, mineral, dan

air. Kekurangan unsur-unsur tersebut dapat mengakibatkan gangguan kesehatan


6

dan menurunkan produktivitas. Semua kebutuhan puyuh harus dipenuhi,

seluruh unsur gizi itu dipadukan dan digunakan untuk kebutuhan hidupnya,

untuk menggantikan bagian-bagian tubuh yang rusak dan untuk pembentukan

telur (Rasyaf, 2003). Rasio konversi pakan (Feed Conversion ratio/FCR)

berperan penting secara ekonomis dalam industri unggas. Rasio konversi pakan

pada burung puyuh lebih tinggi dibandingkan dengan broiler yaitu pada burung

puyuh 3,3–4,9 , sedangkan pada broiler adalah 1,3–2,2 (Khalil, 2015).

Konsumsi pakan dapat menunjukkan apakah ransum yang dibuat disukai

ternak ataukah tidak. Konsumsi pakan yang rendah menunjukkan ransum

tersebut kurang disukai. Konsumsi yang rendah mungkin juga disebabkan

kandungan energinya terlalu tinggi, sedangkan konsumsi yang tinggi namun jika

tidak diikuti dengan peningkatan produksi menunjukkan bahwa ransum tersebut

kualitasnya rendah (Setyono et al., 2013).

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh Fase Starter

No. Parameter Satuan Starter


1 Kadar Air (Maks) % 14,0
2 Protein Kasar (Min) % 20,0
3 Lemak Kasar (Maks) % 7,0
4 Serat Kasar ( Maks) % 6,5
5 Abu (Maks) % 8,0
6 Kalsium (Ca) % 0.90-1,20
7 Fospor (P) total % 0,60-1,00
8 Fospor tersedia (Min) % 0,40
9 EM (Min) Kkal/kg 2800
10 Total Aflatoksi (Maks) μg/kg 40,0
11 Asam Amino (Min)
-Lisin % 1,10
-Metionin % 0,40
-Metionin + Sistin % 0,60
Sumber: SNI,2006a
7

Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh Fase Grower

No. Parameter Satuan Grower


1 Kadar Air (Maks) % 14,0
2 Protein Kasar (Min) % 20,0
3 Lemak Kasar (Maks) % 7,0
4 Serat Kasar ( Maks) % 7,0
5 Abu (Maks) % 8,0
6 Kalsium (Ca) % 0.90-1,20
7 Fospor (P) total % 0,60-1,00
8 Fospor tersedia (Min) % 0,40
9 EM (Min) Kkal/kg 2800
10 Total Aflatoksi (Maks) μg/kg 40,0
11 Asam Amino (Min)
-Lisin % 0,80
-Metionin % 0,35
-Metionin + Sistin % 0,50
Sumber: SNI,2006b
Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh Fase Layer

No. Parameter Satuan Layer


1 Kadar Air (Maks) % 14,0
2 Protein Kasar (Min) % 20-22
3 Lemak Kasar (Maks) % 7,0
4 Serat Kasar ( Maks) % 7,0
5 Abu (Maks) % 14,0
6 Kalsium (Ca) % 2,50-3,50
7 Fospor (P) total % 0,6-1,00
8 Fospor tersedia (Min) % 0,4
9 EM (Min) Kkal/kg 2800
10 Total Aflatoksi (Maks) μg/kg 40,0
11 Asam Amino (Min)
-Lisin % 0,90
-Metionin % 0,40
-Metionin + Sistin % 0,60
Sumber: SNI,2006c
Mutu pakan burung puyuh harus memenuhi Standar Nasional Indonesia

(SNI). Mutu pakan anak burung puyuh (quail starter) sesuai SNI 01-3905-2006,

burung puyuh dara (quail grower) sesuai SNI 01-3906-2006, dan burung puyuh

petelur (quail layer) sesuai SNI 01-3907-2006, seperti tercantum pada Tabel

1,2, dan 3.
8

Pakan Puyuh

Pakan puyuh yang digunakan terdiri dari berbagai ransum basal yang

berupa : Jagung giling, Dedak, Bungkil kedelai, Tepung ikan, Minyak, Premix

dan prebiotiknya berupa tepung umbi gembili sebgai (Feed Adictive)

Salah satu faktor produksi yang berperan sangat penting dalam

pemeliharaan burung puyuh adalah pakan. Pakan merupakan kebutuhan dasar

setiap ternak (Afria et al., 2013).

Konsumsi pakan dipengaruhi oleh kualitas pakan (komposisi nutrisi

dalam ransum, kualitas pellet, formulasi, ransum) dan manajemen (manajemen

lingkungan, kepadatan kandang, ketersediaan pakan, ketersediaan air minuman

kontrol terhadap penyakit) (Ferket dan Gernat, 2006).

Prebiotik Dan Umbi Gembili

Prebiotik diartikan sebagai komponen makanan yang tidak dicerna

tetapi difermentasi dan dapat menstimulasi secara selektif. Prebiotik adalah

bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan manusia.

Prebiotik di dalam usus besar akan menjadi substrat bagi bakteri baik di dalam

usus, sehingga prebiotik akan meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas bakteri

baik di dalam usus besar (Anggreani, 2014).

Prebiotik merupakan komposisi pangan yang tidak dapat dicerna. Ini

meliputi inulin, fructooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida, dan laktosa.

FOS secara alami terjadi pada karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh

manusia . FOS ini juga mendukung pertumbuhan bakteri Bifidobacteria. Secara


9

umum proses pencernaan prebiotik memiliki karakteristik dengan adanya

perubahan dari kepadatan populasi mikroba (Caglar et al., 2005)

Gembili (Dioscorea esculenta L.) adalah salah satu jenis umbi

minor, populasinya terbatas dan mulai terancam kelestariannya. Umbinya

berukuran sekepalan tangan orang dewasa, kulit berwarna cokelat muda

dan tipis, sedangkan umbinya berwarna putih bersih, bertekstur kenyal, dan

berasa khas (Anonim 2012). Komponen terbesar dari umbi gembili adalah

karbohidrat 27–30%, yang tersusun atas amilosa 14.2% dan amilopektin

85.8%. Umbi gembili juga mengandung gula (glukosa dan fruktosa)

sehingga menimbulkan rasa manis, dengan kadar gula 7–11% dari berat

pati umbi (Dwi dan Prasetyo, 2014).

Umbi Dioscorea mengandung lendir kental yang terdiri atas

glikoprotein dan polisakarida larut air. Glikoprotein dan polisakarida

merupakan bahan bioaktif yang berfungsi sebagai serat pangan larut air dan

bersifat hidrokoloid yang bermanfaat untuk menurunkan kadar glukosa

darah dan kadar total kolesterol (LDL) (Trustinah dan Kasno 2013).

Gembili (Discorea esculenta L) merupakan salah satu bahan pangan yang

berpotensi sebagai bahan pangan fungsional. Umbi gembili mengandung

senyawa bioaktif atau senyawa fungsional (Estiasih , et al., 2012).

Komponen terbesar dari umbi gembili adalah karbohidrat 27- 30%, yang

tersusun dari amilosa 14,2% dan amilopektin 85,8%. Umbi gembili memiliki

beberapa senyawa bioaktif seperti dioscorin, diosgenin dan inulin yang

bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Inulin merupakan serat pangan larut (soluble
10

dietary fiber) yang bermanfaat bagi pencernaan dan kesehatan tubuh (Sardesai,

2003).

Umbi gembili juga memiliki beberapa senyawa bioaktif seperti

dioscorin, diosgenin, dan inulin yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

Kandungan senyawa bioaktif tersebut dapat berfungsi sebagai senyawa yang

dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh (immunomodulator),

pencegah penyakit metabolic (hiperkolesterolemia), dislipidemia, diabetes,

dan obesitas), peradangan dan kanker (Prabowo 2014).

Profil Darah Unggas

Profil darah merupakan bentuk pemeriksaan dari hemoglobin (Hb),

hematokrit, jumlah leukosit dan leukosit diferensial yang digunakan untuk

mendiagnosis adanya kelainan atau penyakit pada darah

Hemoglobin

Merupakan protein utama tubuh manusia yang berfungsi sebagai pengangkut

oksigen ke jaringan dan media transport karbondioksida dari jaringan tubuh

keparu -paru, pengangkutan oksigen berdasarkan atas interaksi kimia antara

molekul oksigen dan heme, suatu cincin tetrapirol porfirin yang mengandung

besi (ferro), kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah

berwarna merah. Hemoglobin mengikat 2 proton untuk setiap 4 molekul oksigen

yang dilepaskan sehingga hemoglobin merupakan bufer utama dalam darah

(Tarwoto, 2008).
11

Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di

dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-

paru ke seluruh tubuh (WebMD Medical Reference, 2014)

Hemoglobin adalah senyawa protein komplek yang terdiri dari zat besi yang

mempunyai ikatan kuat dengan oksigen dan membentuk oksihemoglobin

(Kasthama dan Marhaeniyanto, 2006).

Eritrosit

atau sel darah merah merupakan sel yang berbentuk cakram bikonkaf, tidak

berinti, berwarna merah karena mengandung hemoglobin, eritrosit berdiameter

7,5 mikron meter dan tebal 2,0 mikron meter. Jumlah di dalam tubuh paling

banyak kira-kira mencapai, 4,5-5 juta/mm dan memiliki bentuk yang bersifat

elastis agar bisa berubah bentuk ketika melalui berbagai macam pembuluh darah

yang dilaluinya (Nugraha, 2017).

Pembentukan sel darah merah sangat dipengaruhi oleh eritropoietin yang

diproduksi dalam ginjal. Eritropoeitin merangsang produksi eritrosit sebagai

respons terhadap hipoksia pada jaringan tubuh (Guyton dan Hall, 2006).

Fungsi utama eritrosit atau sel darah merah yang mengandung hemoglobin

merupakan komponen hematologi utama dari transport oksigen (Hoffbrand,

2007).

Leukosit

atau sel darah putih memiliki ciri khas sel yang berbedabeda, secara umum

leukosit memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit, tidak berwarna dan dapat

melakukan pergerakan dengan adanya kaki semu dengan masa hidup 13-20 hari.
12

Jumlah leukosit paling sedikit di antara ketiga jenis sel darah di dalam tubuh,

sekitar 4.000 - 11.000/mm3. Terdapat lima jenis leukosit yaitu neutrofil,

eosinofil, basofil, monosit dan limfosit (Nugraha, 2017).

Leukosit merupakan sel yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh yang

sangat tanggap terhadap agen infeksi penyakit. Leukosit berfungsi melindungi

tubuh terhadap berbagai penyakit dengan cara fagosit dan menghasilkan antibodi

(Junguera, 1977).

Tingkat kenaikan dan penurunan jumlah leukosit dalam sirkulasi

menggambarkan ketanggapan sel darah putih dalam mencegah hadirnya agen

penyakit dan peradangan (Nordenson, 2002).

Hematokrit (HCT)

Hematokrit merupakan persentase volume darah yang mengandung sel darah

merah (Ganong, 1996).

Hematokrit adalah volume sel-sel darah terhadap volume darah secara

keseluruan Pengertian dari hemotokrit 40% berarti bawah darah terdiri atas

40% sel darah merah dan 60% Plasma (Suripto,1998).

Pada hewan, nilai hemotokrit normal sebanding dengan jumlah sel darah

merah dan kadar hemoglobin. Jika jumlah sel darah merah dan kadar

hemoglobin berubah, maka persentase jumlah hemotokrit juga ikut berubah.

Hal ini dapat di pengaruhi oleh stress yang di alami pada saat transportasi

(Soeharsono et al. 2010)


MATERI DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun IIA Tj.Selamat, Gg. Hidayah pada

bulan Desember 2022 sampai dengan Februari 2023.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat untuk analisis profil darah yaitu 1 ekor setiap unit

percobaan, EDTA, HCl 0,1 N, aquades, asam asetat, gentian violet, larutan

hayem, larutan gower, larutan formal sitrat, formalin 40% , Spuit, Termos es

dan Tabung EDTA

Bahan dan alat untuk ransum basal penelitian yang digunakan adalah

100 ekor puyuh umur 2 minggu, ransum basal penelitian disusun dengan

berdasarkan rekomendasi NRC (1994) dengan Energi Metabolis (EM) 2900

kkal/kg dan protein kasar 22%. kandang puyuh sebanyak 20 unit dimana

masing-masing berisi 5 ekor puyuh, termometer, higrometer dan timbangan

digital, pisau dan nampan. Ransum basal dapat dilihat pada Tabel 4

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4


perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:
P0 : ransum basal + Tanpa pemberian tepung umbi gembili (kontrol)
P1 : ransum basal + Pemberian 0,3% tepung umbi gembili
P2 : ransum basal + Pemberian 0,6% tepung umbi gembili
P3 : ransum basal + Pemberian 0,9% tepung umbi gembili

13
14

Metode linier rancangan acak lengkap

Yij = µ + τi + εij

Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai rata-rata umum
τi = Pengaruh perlakuan sinbiotik ke-i
εij = Galat percobaan akibat perlakuan sinbiotik ke-i dan ulangan ke-j

i = (1,2,3,4)
j = (1,2,3,4,5)

Ulangan yang didapat berasal dari rumus :

t ( n-1) ≥ 15
4 ( n-1) ≥ 15
4 n – 6 ≥ 15
n ≥ 15 + 4
n ≥ 19 / 4
n ≥ 4,75 = 5

Tabel 4 Ransum Basal Penelitian


Bahan Pakan Penggunaan (%)
Dedak Jagung 49,50
Dedak 7,00
Bungkil Kedelai 31,5
Tepung Ikan 10,00
Minyak 1,00
Premix 1,00
Jumlah 100,00
ME (kkal/kg) 2954,83
PK (%) 22,26
SK (%) 4,03
LK (%) 5,51
Ca (%) 1,05
P (%) 0,58
Keterangan : * Hasil Analisis Laboratorium Loka Penelitian Sei Putih
(2014)
** Dihitung berdasarkan rumus Balton (1967) yang disitasi oleh
15

Sisworhardjono (1982)

Analisa Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis ragam dan apabila

terdapat perbedaan yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji beda wilayah

ganda Duncan (Steel dan Torrie, 1991).


16

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Tepung umbi Gembili

Pembuatan tepung umbi gembili dibuat dengan cara umbi gembili dikupas

kulitnya, kemudian dicuci, diiris kecil-kecil dan dijemur dibawah sinar matahari

hingga kering. Umbi gembili yang sudah kering lalu digiling selanjutnya

diberikan pada puyuh sesuai dengan perlakuan masing-masing.

Persiapan Kandang

Persiapan kandang dilakukan dengan cara pembuatan petak

kandang,dengan ukuran lebar 2,10 m, dan panjang 1,53 m, dan dimana

setiap kotak atau unit berukuran 0,40 m, model kandang yang digunakan

ialah kandang battery koloni, penaburan sekam, pemasangan lampu

pemanas dan fumigasi kandang. Selanjutnya sebanyak 5 ekor puyuh

ditempatkan pada masing-masing unit percobaan yang sudah dilengkapi

dengan tempat pakan dan minum.

Pembuatan Pakan

Menggunakan beberapa campuran bahan seperti jagung giling,

dedak padi, bekatul padi, bungkil kedelai, tepung darah, tepung ikan,

bungkil kedelai, minyak, premix dan penambahan prebiotik berupa tepung

umbi gembili Yang mana dari semua bahan pakan di campur untuk di

jadikan pakan puyuh.

Perlakuan dan Pengambilan Data

Perlakuan dilakukan pada saat puyuh berumur 2 minggu. Puyuh

ditimbang untuk mengetahui bobot awal puyuhh, selanjutnya puyuh


17

ditempatkan dalam 20 unit percobaan dimana masing-masing unit

percobaan berisi 5 ekor puyuh. Ransum basal dan air minum diberikan

secara adlibitum. Perlakuan pemberian tepung umbi gembili dalam ransum

dilakukan mulai puyuh berumur 2 minggu sampai dengan 6 minggu.

Pengambilan data profil darah yang meliputi kadar eritrosit,

hemoglobin dan packed cell volume (PCV) dilakukan pada saat puyuh

umur 6 minggu dengan cara mengambil secara acak satu ekor puyuh dari

masing-masing unit percobaan. Darah diambil pada bagian pembuluh vena

sayap kanan (vena vectoralis) menggunakan jarum venoject. Darah

selanjutnya di tampung kedalam tabung yang sudah diberi EDTA dan di

kocok perlahan lalu disimpan dalam termos es untuk menghindari lisis.

Parameter Penelitian

1. Kadar hemoglobin

Prosedur pengukuran kadar hemoglobin darah yaitu mengisi

tabung hemometer dengan larutan HCL 0,1 N hingga tanda 2 %.

Menghisap darah dengan pipet sahli sampai tanda 20 mm 3 dan meneteskan

dalam tabung hemometer secara hati-hati agar tidak menimbulkan

gelembung udara. Selanjutnya campuran tersebut ditunggu selama 10

menit untuk pembentukan asam hematin. Langkah selanjutnya adalah

mengencerkan campuran tersebut dengan aquades, pada saat pengenceran

ini dilakukan pengadukan hingga terbentuk warna coklat yang sama

dengan warna gelas standar. Selanjutnya kadar hemoglobin dapat diketahui

dengan membaca minikus dari larutan.

2. Kadar eritrosit
18

Prosedur pengukuran kadar eritrosit darah dilakukan dengan cara

mengembil darah hingga 0,5 dan mengisap larutan Hayem sampai batas

101. Selanjutnya campuran tersebut dikocok selama 1 menit, membuang 3-

4 tetes lalu meneteskan pada kaca neubauer yang sudah ditutup dek glass.

Kemudian menunggu hingga 2-3 menit dan melihat di bawah michroscope

dengan perbesaran 10x dan 40x.

3. Kadar leukosit

Prosedur pengukuran kadar leukosit adalah Hisap darah dengan

pipet leukosit sampai 0,5. Kemudian ditambahkan sreagen larutan Turk

sampai angka 11. Campur homogen dengan memutar pipet membentuk

angka delapan. Teteskan sampel yang telah homogen dikanan/kiri kamar

hitung. Lihat dan hitung menggunakan mikroskop perbesaran 10x.

4. Kadar HCT

Prosedur pengukuran hematokrit adalah Isilah tabung mikrokapiler

yang khusus dibuat untuk penetapan mikrohematokrit dengan darah

sampai ¾ tabung. Tutuplah ujung satu dengan bahan penutup khusus.

Masukkanlah tabung kapiler itu ke dalam sentrifus khusus yang mencapai

kecepatan lebih dari 16.000 rpm (setrifus hematokrit). Pusingkanlah

selama 3-5 menit. Bacalah nilai hematokrit dengan menggunakan grafik

atau mikrokapillary reader.


19
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Rekapitulasi hasil penelitian pemberian tepung umbi gembili yang

diberikan sebagai prebiotik kedalam pakan puyuh sebagai pakan ternak

terhadap profil darah puyuh seperti erirosit, hemoglobin, hematokrit, dan

leukosit pada semua parameter disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Rerata Rekapitulasi hasil penelitian pengaruh tepung umbi gembili sebagai
prebiotik terhadap profil Darah Puyuh meliputi, eritrosit, hemoglobin, hematokrit,
leukosit.
Parameter
Perlakuan Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Leukosit
(106/ µl3) (g/dl) (%) (103/ µl3)
P0 3,534C 12,285 C
33,414C 10,179B
P1 3,212B 10,595 B
31,155B 8,407A
P2 3,131A 10,403B 30,753A 8,396A
P3 3,093A 10,306A 30,392A 8,420A
Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukan hasil
yang berbeda sangat nyata(p<0,01)

Eritrosit

Eritrosit (sel darah merah) pada unggas yang mempunyai nukleus, dan

berperan membawa hemoglobin dengan mengikat oksigen ke seluruh tubuh

(Swenson, 1984). Hasil data penelitian dari parameter eritrosit setelah

dianalisis secara statistik menunjukan bahwa tepung umbi gembili yang

dijadikan prebiotik sebagai pakan ternak mendapatkan hasil yang berbeda

sangat nyata (P<0,01) yang disajikan pada tabel 6.


21

Eritrosit tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 3,534 (106/

µl3) yang disajikan pada lampiran 1, dan perlakuan eritrosit yang terendah

sebesar 3,093 (106/ µl3). Setelah dialanjut dengan uji lanjut beda nyata jujur

(BNJ) diperoleh hasil P0 berbeda sangat nyata dengan P1,P2 dan P3.

Tabel 6. Rerata pengaruh pemberian tepung umbi gembili terhadap jumlah eritrosit ( 106/ µl3)
Ulangan
RERAT
Perlakuan JUMLAH
A
5
1 2 3 4

P0 3,725 3,513 3,450 3,423 3,560 17,671 3,534C

P1 3,295 3,165 3,169 3,234 3,198 16,061 3,212B

P2 3,132 3,106 3,197 3,092 3,129 15,656 3,131A

P3 3,111 3,076 3,093 3,098 3,087 15,465 3,093A

Grand Total 13,263 12,860 12,909 12,847 12,974 64,853 3,243


Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang berbeda sangat nyata (p<0,01)

Hemoglobin

Hasil data penelitian Rataan kadar hemoglobin puyuh terlampir pada

Tabel 7. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian tepung

umbi gembili sebagai prebiotik sebagai pakan ternak mendapatkan hasil

berbeda sangat nyata (P<0,01) terdapat pada lampiran 2, dimana rerata jumlah

hemoglobin tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 12,285 g/dl, dan

yang terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 10,306 g/dl. Setelah itu

dilanjut dengan uji lanjut BNJ. Dengan hasil perlakuan P0 berbeda sangat nyata

dengan P1, P2, P3,


22

Tabel 7. Rerata pengaruh pemberian tepung umbi gembili terhadap kadar hemoglobin (g/dl)
Ulangan
Perlakuan JUMLAH RERATA
5
1 2 3 4

P0 11,845 12,575 12,100 12,345 12,560 61,425 12,285A

P1 10,663 10,475 10,652 10,453 10,734 52,977 10,595B

P2 10,406 10,399 10,453 10,363 10,395 52,016 10,403B

P3 10,130 10,282 10,498 10,367 10,254 51,531 10,306C

Jumlah 43,044 43,731 43,703 43,528 43,943 217,949 10,897


Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang berbeda sangat nyata (p<0,01)

Hematokrit

Hasil data penelitian dari parameter hematokrit setelah dianalisis sidik

ragam secara statistik menunjukan bahwa pemberian tepung umbi gembili

sebagai prebiotik sebagai pakan puyuh mendapatkan hasil Disajikan pada Tabel

8. Berbeda sangat nyata (P<0,01) terdapat pada lampiran 3, kemudian

dilanjutkan dengan uji berbeda nyata jujur (BNJ) dengan hasil perlakuan P0

berbeda sangat nyata dengan P1, P2 dan P3. Dimana rerata kadar hematokrit

tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 33,414% dan terendah pada

perlakuan P3 yaitu sebesar 30,392%

Tabel 8. Rerata pengaruh pemberian tepung umbi gembili terhadap jumlah hematokrit (%)
Perlakuan Ulangan JUMLAH
23

1 2 3 4 5 RERATA
P0 33,755 33,255 33,265 33,235 33,560 167,070 33,414C
P1 31,294 30,929 31,110 31,243 31,198 155,774 31,155B
P2 30,877 30,836 30,765 30,654 30,632 153,764 30,753A
P3 30,294 30,380 30,465 30,432 30,387 151,958 30,392A
Jumlah 126,220 125,400 125,605 125,564 125,777 628,566 31,428
Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang berbeda nyata (p<0,01)

Leukosit

Hasil data penelitian Rataan jumlah leukosit puyuh terlampir pada

Tabel 9. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian tepung

umbi gembili sebagai prebiotik sebagai pakan ternak mendapatkan hasil

berbeda nyata (P<0,01) terdapat pada lampiran 4. Setelah di lakukan uji lanjut

berbeda nyata juju (BNJ) P0 berbeda nyata dengan P1,P2, dan P3

Tabel 9. Rerata pengaruh pemberian tepung umbi gembili terhadap jumlah leukosit (103/ µl3)
Ulangan
Perlakuan JUMLAH RERATA
5
1 2 3 4

P0 9,957 10,035 10,320 10,232 10,350 50,894 10,179B

P1 8,796 8,141 8,445 8,343 8,310 42,035 8,407A

P2 8,652 8,173 8,403 8,325 8,429 41,982 8,396A

P3 8,318 8,329 8,463 8,490 8,499 42,099 8,420A

Jumlah 35,723 34,678 35,631 35,390 35,588 177,010 8,850


Keterangan : Superskrip tn pada kolom yang sama menunjukan hasil yang
berbeda nyata (P<0,01)

Pembahasan
24

Darah merupakan komponen penting dalam tubuh. Darah adalah

jaringan yang bersirkulasi melalui pembuluh darah, membawa zat-zat

penting untuk kehidupan selama sel tubuh dan menerima produk buangan

hasil metabolisme untuk dibawa ke organ sekresi (Jain, 1993). Gambaran

darah ternak akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan

fisiologisnya. Perubahan fisiologis secara internal dapat disebabkan seperti

pertambahan umur, status gizi, latihan, kesehatan, stress, siklus

reproduksi, dan suhu tubuh, sedangkan secara eksternal akibat kuman dan

perubahan suhu lingkungan (Gayton dan Hall, 1997). Darah dalam tubuh

dibagi menjadi tiga yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih

(leukosit), dan trombosit. Darah dapat dijadikan sebagai indikasi adanya

gangguan fisiologi dalam tubuh ternak karena darah berperan sebagai

media homeostasis (Jayanti, 2011). Piliang et al. (2009) menyatakan bahwa

jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan kandungan Hb darah puyuh masing-

masing 3-3,78x106/µl, 30-40% dan 10-13 g/dl.

Eritsosit

Analisis jumlah eritrosit tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu

sebesar 3,534 (106/ µl3), dan perlakuan eritrosit yang terendah sebesar 3,093

(106/ µl3). Hasil analisis sidik ragam pada lampiran 1, menunjukkan bahwa

rata-rata analisis eritrosit berbeda sangat nyata (P<0,01)


25

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian prebiotik berupa tepung

umbi gembili terhadap jumlah eritrosit pada profil darah puyuh sebagai

pakan ternak berbeda nyata dimana yang tidak diberikan tepung umbi

gembili (kontrol) jauh lebih tinggi yaitu P0 yaitu 3,534 (106/ µl3) dan

terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu 3,093 (106/ µl3) dibandingankan

dengan yang diberikan prebiotik berupa tepung umbi gembili dan dimana

pada perlakuan setelah dilakukan uji berbeda nyata jujur (BNJ) pada

lampiran 1, terdapat berbeda tidak nyata pada perlakuan P2 yaitu sebesar

3,093 (106/ µl3) dan P3 yaitu 3,131 (106/ µl3).

Hasil data rataan eritsosit masing-masing perlakuan berturut-turut

adalah 3,534 juta/mm3, 3,212 juta/mm3, 3,131 juta/mm3, dan 3,093

juta/mm3. Pada perlakuan P0,P1,P2, dan P3 terjadi penurunan jumlah eritrosit,

hal ini terjadi diduga karena penambahan prebiotik yang berupa tepung umbi

gembili dalam pakan.

Kekurangan protein dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah

merah, karena protein merupakan bahan dasar dalam erythropoiesis (proses

pembentukan eritrosit) (Praseno, 2005). Jumlah eritrosit burung puyuh yang

tidak berbeda nyata disebabkan oleh faktor konsumsi protein. Wardhana et

al., (2001), menyatakan bahwa kurangnya prekusor seperti zat besi dan asam

amino yang membantu proses pembentukan eritrosit akan menyebabkan

penurunan jumlah eritrosit. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan

penyerapan atau nilai gizi yang berkurang pada pakan yang diberikan

sehingga akan mempengaruhi organ yang berperan dalam produksi sel


26

darah.Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh bangsa dan jenis ternak, jenis

kelamin, umur.

Selain itu suhu pada penelitian ini berkisar antara 34 - 35 0C, hal ini

dapat menyebabkan produksi eritrosit menjadi rendah. Hasan et al., (2003)

menyatakan suhu berkisar 34-360C mengakibatkan cekaman panas pada

puyuh, yang mengakibatkan produksi eritrosit pada semua perlakuan lebih

rendah dibandingkan dengan puyuh normal yang dipelihara pada kondisi

tanpa cekaman panas.

Karena Jumlah total eritrosit dipengaruhi oleh peningkatan umur dan

massa sel darah serta dipengaruhi oleh jenis kelamin dan faktor lingkungan

(Adeyemo et al., 2010).

Hemoglobin

Hemoglobin adalah senyawa yang berasal dari ikatan komplek

antara protein dan Fe yang menyebabkan timbulnya warna merah pada

darah (Rastogi, 1977). Hemoglobin merupakan komponen dari eritrosit dan

hematokrit. Fungsi dari hemogloin ini adalah untuk mengikat oksigen.

Menurut Sturkie dan Griminger (1976) kadar hemoglobin puyuh

adalah 12,3 g/dl. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung umbi

gembili tidak mengganggu kadar hemoglobin puyuh

Rerata kadar hemoglobin dari masing-masing perlakuan P0, P1, P2 dan

P3 yaitu 12,285 g/dl, 10,595 g/dl, 10,403 g/dl, dan 10,306 g/dl yang disajikan
27

pada tabel 3, rata-rata analisis kadar hemoglobin pada penelitin ini berkisar

antara 12,285-10,306 g/dl. Analisis kadar hemoglobin tertinggi terdapat pada

perlakuan P0 (pemberian prebiotik berupa tepung umbi gembili 0% atau

kontrol) yaitu 12,285 g/dl dan terendah terdaapat pada perlakuan P 3

(pemberian prebiotik berupa tepung umbi gembili 0,9%) yaitu 10,306 g/dl.

Hasil penelitian ini menjukkan bahwa perlakuan pemberian prebiotik dari

tepung umbi gembili berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terdapat pada

lampiran 2, terhadap kadar hemoglobin dalam profil darah puyuh, dan

setelah di uji lanjut berbeda nyata jujur (BNJ) terdapat pada lampiran 2

terdapat berpengaruh tidak nyata pada perlakuan P1 yaitu 10,595 g/dl dan P2

yaitu 10,403 g/dl , dimana semakin banyak pemberian tepung umbi gembili

semakin sedikit atau menurun kadar hemoglobin yang di dapat.

Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan kadar

hemoglobin di dalam profil darah puyuh di setiap perlakuan diduga

dipengaruhi oleh adanya pemberian prebiotik berupa tepung umbi gembili

yang semakin banyak pemberian tepung umbi gembili semakin menurun

kadar hemoglobinnya.

Jumlah eritrosit berkorelasi positif dengan kadar hemoglobin, yaitu

pada saat jumlah eritrosit meningkat maka kadar hemoglobin dalam darah

juga meningkat (Jain, 1993).

Menurut Mitruka et al., (1977), kadar normal hemoglobin burung

puyuh yaitu 10,7 - 14,3 g/dl. Kadar hemoglobin yang rendah menyebabkan

kemampuan membawa oksigen ke dalam jaringan menjadi menurun, dan


28

ekskresi CO2 tidak efisien sehingga keadaan dan fungsi sel akan mengalami

penurunan.

Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh bangsa, umur, jenis kelamin,

pakan, nilai gizi dan lingkungan dan aktivitas, selain itu kadar Hb darah juga

dipengaruhi oleh kecukupan pakan dan protein dalam pakan serta kecernaan

(Schalm et al., 1975). Pembentukan hemoglobin membutuhkan beberapa

nutrien seperti protein, terutama glisin, dan mineral besi (Adriani et al.,

2010).

Hematokrit

Hematokrit merupakan persentase volume darah yang mengandung sel

darah merah (Ganong, 1996).

Nilai hematokrit normal pada puyuh menurut Sturkie dan Griminger

(1976) adalah 37%. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa

pemberian tepung umbi gembili pada pakan puyuh berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap nilai hematokrit darah puyuh.

Data rerata kadar hematokrit (HCT) masing-masing perlakuan P 0,P1,P2 dan

P3 berturut-turut adalah 33,414%, 31,155%, 30,753% dan 30,392%. Pada hasil

analisis statistik diketahui bahwa pemberian prebiotik berupa tepung umbi

gembili pada pakan ransum basal berbeda sangat nyata (P<0,01) terdapat pada

lampiran 3, terhadap kadar hematokrit dibandingkan dengan ransum basal yang

tidak diberikan prebiotik berupa tepung umbi gembili.


29

Berdasarkan hasil penelitian pemberian prebiotik berupa tepung umbi

gembili setelah diberikan tepung umbi gembili mengalami penurunan kadar

hematokrit pada perlakuan P1,P2 dan P3 yaitu 31,155%, 30,753% dan 30,392%

dimana pada saat pemberian ransum basal dengan perlakuan P0 yaitu 33,414%

Hasil data penelitian dari parameter hematokrit setelah dianalisis sidik

ragam secara statistik menunjukan bahwa pemberian tepung umbi gembili

sebagai prebiotik sebagai pakan puyuh mendapatkan hasil Disajikan pada

lampiran 3. Berbeda sangat nyata (P<0,01). menurut Mitruka et al. (1977) nilai

hematokrit pada burung puyuh berkisar antara 30% - 45,1%.

Rendahnya kadar hematokrit ini diduga karena menambahnya pemberian

prebiotik berupa tepung umbi gembili dari P1 sebanyak 0,3%, P2 sebanyak 0,6%

dan P3 sebanyak 0,9% yaitu 30,392%. Sehingga kadar hematokrit rendah dan

mengakibatkan konsumsi pakan kurang. menurut Listiyowati dan Roospita sari

(2005) kekurangan salah satu nutrisi yang terdapat pada pakan akan berakibat

pada gangguan kesehatan.

Penurunan nilai hematokrit dapat disebabkan oleh kerusakan eritrosit,

penurunan produksi eritrosit atau dapat juga dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran

eritrosit (Dawson dan Whittow, 2000).

Leukosit

Leukosit merupakan sel darah yang memiliki inti sel dan memiliki

kemampuan gerak yang independen, di dalam darah kebanyakan bersifat


30

non-fungsional dan hanya diangkut ke jaringan ketika dibutuhkan saja

(Frandson, 1992). Secara umum jumlah leukosit lebih sedikit dibandingkan

dengan jumlah eritrosit. Leukosit memiliki peran dalam merespon kekebalan

tubuh.

Data rerata jumlah leukosit masing-masing perlakuan P0,P1,P2 dan P3

berturut-turut adalah 10,179 (103/µl3), 8,407 (103/µl3), 8,396 (103/µl3) dan 8,420

(103/ µl3).

Secara umum jumlah leukosit lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah

eritrosit. Leukosit memiliki peran dalam merespon kekebalan tubuh. Rerata

jumlah leukosit penelitian berkisar antara 8,4-10,1 (103/µl3). Berdasarkan hasil

analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian prebiotik berupa tepung umbi

gembili dalam ransum basal pakan puyuh berpengaruh berbeda nyata (P<0,01)

terhadap jumlah leukosit puyuh. Kisaran normal jumlah leukosit puyuh adalah 20

- 40 ribu/mm3 (Sturkie dan Griminger,1976). Jumlah leukosit paling tinggi

terdapat pada perlakuan P0 (kontrol) yaitu sebesar 10,179 (103/µl3) dan yang

paling rendah terdapat pada perlakuan P2 (pemberian prebiotik 0,6%) yaitu

sebesar 8,396 (103/µl3). Dari hasil penelitian analisis sidik ragam terdapat

terdapat penurunan jumlah leukosit terhadap profil darah puyuh yang terjadi pada

perlakuan P0 10,179 (103/µl3) sampai pada perlakuan P2 8,396 (103/µl3) tetapi naik

sedikit pada pemberian prebiotik pada perlakuan P3 yaitu 8,420 (103/µl3).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam secara statistic dalam uji lanjut

berbeda nyata jujur (BNJ) menunjukkan bahwa pemberian tepung umbi gembili
31

sebagai prebiotik pada pakan puyuh berpengaruh berbeda nyata (P<0,01)

terdapat pada lampiran 4.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah di lakukan, diperoleh kesimpulan sebagai


berikut:

1. Pengaruh dari pemberian prebiotik dari tepung umbi gembili terhadap


profil darah puyuh seperti jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, jumlah
leukosit dan kadar hematokrit mendapatkan nilai terendah dari setiap
perlakuan dibandingkan perlakuan kontrol
2. Perlakuan yang terbaik pada keseluruhan parameter adalah perlakuan P0
(Ransum basal + tepung umbi gembili 0% atau kontrol)

Saran

Saran dari penelitian adalah tepung umbi gembilinya harus di treatment


dahulu untuk mendapatkan zat aktif sebelum ditambahkan sebagai aditif ke
ternak.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, D.A. 2011. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix-Coturnix


Japonica) Yang Diberi Pakan Dengan Suplementasi Omega-3. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Adeyemo, G. O., A. D. Ologhobo and O. A. Adebiyi. 2010. The effect of


graded levels of dietary methionine on the haematology and serum
biochemistry of broilers. Int. J. Poult. Sci. 9 (2): 158-161.

Afria, AUE., Sjofj an, O., dan Widodo, E. 2013. Effect of Addition of Choline
Chloride in Feed on Quail (Coturnix coturnix japonica) Production
Performance. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.
Alamfanah, A.. Pengurusan Burung Puyuh
http://urusburungpuyuh.blogspot.com/. Diakses tanggal 18 Februai 2012.

Anggraeni, A. A. 2014. Prebiotik dan Manfaat Kesehatan. Seminar Nasional


2012 “Peningkatan Kompetensi Guru dalam Menghadapi UKG”
Jurusan PTBB FT UNY.

Anonim, 2012. Gembili. http://supplykeongmas.blogspot.com/2012/10/gembili-


jawa-mbili. html. Diunduh pada tanggal 6 April 2014.

Caglar, E., Kargul. B., dan Tanboga. I.(2005). Bacteriotherapy and


Probiotics Role on Oral Health. Review Article Blackwell Munksgaard,
11. Pp. 131-136.
Dwi, dan Prasetyo. 2014. Umbi-
Umbianhttp://www.scribd.com/doc/175127316/
UMBI-UMBIAN-docx. Diunduh pada tanggal 6 April 2014.

Er, B., F. K. Onurdağ, B. Demirhan, S. Özgen Özgacar, A. B.Öktem and U.


Abbasoğlu. 2013. Screening of quinolone antibiotic residues in chicken
meat and beef sold in the markets of Ankara, Turkey. Poultry Science. 92 :
2212 – 2215.
Estiasih, T., Sunarharum, W. B., dan Suwita, I. K. (2012). Efek hipoglikemik
polisakarida larut air gembili (Dioscorea esculenta) yang diekstrak
dengan berbagai metode [Hypoglycaemic Effect of water soluble
polysaccharides extracted from gembili (Dioscorea esculenta) by various
methods]. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 23(1), 1-1. : 1 – 8.
Ferket, PR., dan Gernat, AG. 2006. Factors that Affect Feed Intake of Meat
Birds: A Review. Int. J. Poult. Sci, vol. 5, no. 10, pp. 905-911.
34

Huss, D., Poynter, G., dan Lansford, R. 2008. Japanese Quail (Coturnix
japonica) as a Laboratory Animal Model. Lab animal, vol. 37, no. 11, pp.
513.

Khalil, MM. 2015. Use of Enzymes to Improve Feed Conversion Efficiency in


Japanese Quail Fed a Lupin-based Diet. Thesis. The University of
Western Australia.

Listyowati, E. 2004. Tata Laksana Budidaya Puyuh Secara Komersil. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Listiyowati, E., dan Roospitasari, K.,2005. Burung Puyuh Tata Laksana secara
Komersil. Penebar Swadaya, Jakarta

Mitruka, B.M., Howard M.R. and Bahran V.V. 1977. Clinical Biochemical and
Hematological Reference Values in Experimental Animals. Masson Pbl.
USA, Inc New York.

Nugraha, Gilang. 2017 . Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi


Dasar, Edisi II. Trans Info Media. Jakarta Timur.

Prabowo, A.Y., Estiasih, T., Purwantiningrum, I. 2014. Umbi Gembili


(Dioscorea Esculenta L.) Sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa
Bioaktif : Kajian Pustaka Jurnal Pangan dan Agroindustri 2 (3) : 129–135.

Rasyaf, M. 2003. Memelihara Burung Puyuh. Yogyakarta: Kanisius.

Sardesai, V. (2003). Introduction to clinical nutrition. CRC Press.

Setyono, H., Kusriningrum., Nurhajati, T., Sidik, R., Al-Arief, A., Lamid, M.,
dan Lokapirnasari, WP. 2013. Buku Ajar Teknologi Pakan Hewan.
Surabaya: Airlangga University Press.
Slamet, W. 2014. Beternak & Berbisnis Puyuh 3,5 Bulan Balik Modal. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
SNI (Standar Nasional Indonesia). 2006a. Ransum Puyuh Dara Petelur (Quail
Starter).
SNI (Standar Nasional Indonesia). 2006b. Ransum Puyuh Dara Petelur (Quail
Grower).
SNI (Standar Nasional Indonesia). 2006c. Ransum Puyuh Dara Petelur (Quail
Layer).
Tarwoto & Wartomeh, (2008), Keperawatan medikal bedah: gangguan sistem
hematologi, Trans Info Media Jakarta, pp. 9- 21.

Trustinah dan A. Kasno, 2013 Uwi-uwian (Dioscorea) : Pangan Alternatif yang


Belum Banyak Diekspoitasi di indonesia
35

Vali, N. 2008. The japanese quail: A Review. Int. J. Poultry Sci. 7 (9): 925-931

Wheindrata. 2014. Panduan Lengkap Beternak Puyuh Petelur. Yogyakarta : lily


Publisher.

Guyton, A. C. dan J. E. Hall. 1997. Sel Darah Merah, Anemia, dan


Poloisitemia. Didalam Fisiologi Kedokteran. Terjemahan: dr. Irawati, dr.
L. M. A. Ken Arita Tengadi dan dr. Alex Santoso. Penerbit Buku
Kedokteran, E. G. C, Jakarta.

Jain, N. C. 1993. Essential of Veterinary Hematology: Lea and Febiger,


Philadelpia.

Jayanti, A. M. 2011. Pengaruh Konsumsi Protein dan Mineral Besi (Fe) terhadap

Profil Darah Puyuh yang Diberi Tepung Daun katuk dan Murbei Dalam
Pakan. Skripsi. Fakultas institut pertanian bogor, bogor

Swenson .1984. Duke’s Phisiology of Domestic Animals. Tenth edition. Cornel


university Press, London.
Rastogi, S. C. 1977. Essentials of Animal Physiology. Wiley Eastern Limited,
New Delhi.

Sturkie, P. D. and P. Griminger. 1976. Blood : physical characteristics, formed


elements, hemoglobin and coagulation. Dalam: Sturkie, P. D. (Editor).
Avian Physiology. 3rd Edition. Springer-Verlag NewYork, Inc,
Heidelberg, Berlin.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Ke-4 Terjemahan: B.


Srigandono dan Koen Praseno. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Ganong, W. 1996. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-17. Terjemahan: P Andianto


EGC, Jakarta

Hassan, S. M., M. E. Mady, A. L. Catwright, H. M. Sabri, and M. S.


Mobarak. 2003. Effect feeding time on the reproductive performance of
Japanese quail (Coturnix coturnix japonica). Poult. Sci., 82 : 1188-1192.

Jain, N. C. (1993). Essential of Veterinary Hematology. Philadelpia: Lea and


Febiger.

Schalm. (1975). Veterinary Hematology, 3th ed. Philadelphia : Lea and Febriger.

Adriani L, E. Hernawan, K. A. Kamil, dan A. Mushawir. (2010). Fisiologi


Ternak. Bandung : Widya Padjajaran
36

Dawson, W. R., and G. C. Whittow. (2000). Regulation of Body Temperature.


Dalam G. C. Whittow: Sturkie’s Avian Physiology. New York : Academic
Press, pages 343–379.

Praseno, K. (2005). Respon eritrosit terhadap perlakuan mikromineral Cu, Fe dan


Zn pada ayam (Gallus gallus domesticus). J. Indo. Trop. Anim. Agric. 30
(3): 179-185.

Wardhana, A.H., Kencanawati, E, Nurmawati, Rahmaweni, & Jatmiko. C.B.


(2001). Pengaruh pemberian sediaan Patikan Kebo (Euphobia hirta L)
terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit pada
ayam yang diinfeksi dengan Eimeria tenella. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner, 6(2),126-133.

Hoffbrand, A.V, dan J.E. Pettit. 2007. Kapita Selekta Hematologi. Bina Rupa
Aksar. Jakarta.

WebMD Medical Reference from Healthwise,2014. http://www.webmd.com/


hwpopup/hemoglobin-7998. (Online) Diakses pada tanggal 8 Juli 2014.

Suripto, 1998. Hematologi klinik Ed ke-2. Bandung (ID): AlumniSujoyo 1991.


Pengaruh pemberian pakan konsentrat dan urea molases blok (UMB)
terhadap hematokrit sapi potong.Jurnal Ilmu dan Industri Perternakan. 2
(3): 1-6.

Soeharsono CMS., Lestari, E., Purbowati Purnomoadi. A. 2010.Parameter darah


sapi jawa yang diberikan pakan dengan tingkat protein pakan yang
berbeda. Dalam Prodising Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Hal.243-248.

Junguera, L. C. 1977. Basic histology. Edisi Kedelapan. McGraw-Hill, New


York.

Nordenson, N. J. 2002. White Blood Cell Count and Differential. http://www.


Lifesteps .com/gm. Atoz/ency /white_blood_cell_count_and_di fferential.
jsp. [April 2015].

Guyton AC, Hall JE. 2006. Medical Physiology Edisi 11. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Kasthama IGP, Marhaeniyanto E. 2006. Identifikasi Kadar Hemoglobin Darah


Kambing Peranakan Etawah Betina dalam Keadaan Birahi. Buana Sains
6(2): 189-193..
LAMPIRAN

Lampiran 1. Rerata Eritrosit


Ulangan
Perlakuan JUMLAH RERATA
5
1 2 3 4

P0 3,725 3,513 3,450 3,423 3,560 17,671 3,534

P1 3,295 3,165 3,169 3,234 3,198 16,061 3,212

P2 3,132 3,106 3,197 3,092 3,129 15,656 3,131

P3 3,111 3,076 3,093 3,098 3,087 15,465 3,093

Grand Total 13,263 12,860 12,909 12,847 12,974 64,853 3,243

TABEL ANOVA

F TABEL
SK DB JK KT FH
0.05 0.01

Perlakuan 3 0.6037 0.2012 42.488 3.23 5.29

Galat 16 0.0757 0.0047

Total 19 0.6795
Keterangan : Sangat Nyata
Koefisien Keragaman (KK) = 0,021%
Dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) karena KK kecil (dibawah 5%)
kondisi homogen (RAL)

Simbol Nilai
KTG 0,0047
r (ulangan) 5
Sy 0,0153
p (jumlah perlakuan 4
v (derajat bebas galat) 16
Q 0.05 (p.v) 4,05
Q 0.01 (p.v) 5,19
W 0.05 0,062325
W0.01 0,07906
36

Perlakuan Rerata Eritrosit Notasi Uji BNJ

P3 3.093 A

P2 3.131 A

P1 3.212 B

P0 3.534 C

Lampiran 2. Rerata Hemoglobin


Ulangan JUMLAH RERATA
Perlakuan
5
1 2 3 4

P0 11,845 12,575 12,100 12,345 12,560 61,425 12,285

P1 10,663 10,475 10,652 10,453 10,734 52,977 10,595

P2 10,406 10,399 10,453 10,363 10,395 52,016 10,403

P3 10,130 10,282 10,498 10,367 10,254 51,531 10,306

Grand Total 43,044 43,731 43,703 43,528 43,943 217,949 10,897

TABEL ANOVA

F TABEL
SK DB JK KT FH
0.05 0.01

Perlakuan 3 13.0519 4.3506 130.86 3.23 5.29

Galat 16 0.5319 0.0332

Total 19 13.583

Keterangan : Sangat Nyata

Koefisien Keragaman (KK) = 0,0167%


37

Dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) karena KK kecil (dibawah 5%)
kondisi homogen (RAL)

Simbol Nilai
KTG 0,0332
r (ulangan) 5
Sy 0,040771
p (jumlah perlakuan 4
v (derajat bebas galat) 16
Q 0.05 (p.v) 4,05
Q 0.01 (p.v) 5,19
W 0.05 0,16512
W 0.01 0,21160

Perlakuan Rerata Hemoglobin Notasi Uji BNJ


P3 10.306 A
P2 10.403 B
P1 10.595 B
P0 12.285 C

Lampiran 3. Rerata Hematokrit


Ulangan JUMLAH RERATA
Perlakuan
5
1 2 3 4
33,41
P0 33,755 33,255 33,265 33,235 33,560 167,070 4
31,15
P1 31,294 30,929 31,110 31,243 31,198 155,774 5
30,75
P2 30,877 30,836 30,765 30,654 30,632 153,764 3
30,39
P3 30,294 30,380 30,465 30,432 30,387 151,958 2
31,42
Grand Total 126,220 125,400 125,605 125,564 125,777 628,566 8
38

TABEL ANOVA

F TABEL
SK DB JK KT FH
0.05 0.01

Perlakuan 3 27.744 9.24809 407.98 3.23 5.29

Galat 16 0.3627 0.02267

Total 19 28.107

Keterangan : Sangat Nyata

Koefisien Keragaman (KK) = 0,0047%

Dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) karena KK kecil (dibawah 5%)
kondisi homogen (RAL)

Simbol Nilai
KTG 0,02267
r (ulangan) 5
Sy 0,03367
p (jumlah perlakuan 4
v (derajat bebas galat) 16
Q 0.05 (p.v) 4,05
Q 0.01 (p.v) 5,19
W 0.05 0,136347
W0.01 0,174726

Perlakuan Rerata Hematokrit Notasi Uji BNJ


P3 30.392 A
P2 30.753 A
P1 31.155 B
P0 33.414 C

Lampiran 4. Rerata Leukosit


39

Ulangan
Perlakuan JUMLAH RERATA
5
1 2 3 4

P0 9,957 10,035 10,320 10,232 10,350 50,894 10,179

P1 8,796 8,141 8,445 8,343 8,310 42,035 8,407

P2 8,652 8,173 8,403 8,325 8,429 41,982 8,396

P3 8,318 8,329 8,463 8,490 8,499 42,099 8,420

Grand Total 35,723 34,678 35,631 35,390 35,588 177,010 8,851

TABEL ANOVA

F TABEL
SK DB JK KT FH
0.05 0.01

Perlakuan 3 11.7639 3.921304 122.51 3.23 5.29

Galat 16 0.512 0.0320

Total 19 12.276
Keterangan : Berbeda Nyata
Koefisien Keragaman (KK) = 0,020%
Dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) karena KK kecil (dibawah 5%)
kondisi homogen (RAL)

Simbol Nilai
KTG 0,0320
r (ulangan) 5
Sy 0,0400
p (jumlah perlakuan 4
v (derajat bebas galat) 16
Q 0.05 (p.v) 4,05
Q 0.01 (p.v) 5,19
W 0.05 0,1620
W 0.01 0,207619

Perlakuan Rerata Leukosit Notasi Uji BNJ


P2 8.3964 A
P1 8.4070 A
40

P3 8.4198 A
P0 10.1788 B

Lampiran 5. Hasil laboratorium

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian


41

Gambar 1. Tabung EDTA yang berisi darah puyuh dan jel

Gambar 2. Pengambilan darah menggunakan pisau karter


42

Gambar 3. Temperatur suhu

Anda mungkin juga menyukai