Analisa Jurnal Sandra Maretha Novelinda - F0G020068
Analisa Jurnal Sandra Maretha Novelinda - F0G020068
KONTRASEPSI
Disusun Oleh :
NPM : F0G020068
Tingkat : 2B
2. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif, dengan desain studi cross
sectional. dan menggunakan data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2017. Populasi adalah seluruh akseptor KB yang terdapat di dalam responden SDKI
tahun 2017, sedangkan sampel adalah wanita usia subur yang sudah menikah usia 15-
49 tahu. Variabel Independent jenis KB hormonal dan variabel dependen karakteristik
akseptor KB hormonal, seperti umur, tingkat pendidikan, jumlah anak yang dimiliki
responden, lokasi tempat tinggal dan kekayaan.
3. Hasil Penelitian
Faktor lokasi tempat tinggal WUS menikah juga ikut berpengaruh terhadap
pemanfaatan kontrasepsi hormonal yang digunakan oleh WUS menikah. Penggunaan
KB hormonal suntik lebih tinggi pada WUS yang tinggal di perdesaan 38% (5649
wanita) di banding di perkotaan 27% (3990 orang). Penggunaan PIL juga lebih tinggi
wanita yang tinggal di perdesaan 13% (1989 orang) di banding di perkotaan 12% (1822
orang), implant pun lebih tinggi di perdesaan 7% (1108 orang) di banding yang tinggal
di perkotaan 3 % (459 orang). Selain itu yang menggunakan PIL tertinggi terdapat pada
WUS dengan pEndidikan tamat SD 8% (1169 orang) dan terendah pada WUS yang
tidak sekolah 0,3% (44 orang). Penggunaan implant tertinggi terdapat WUS tidak tamat
SMP 3,1% (465 orang), terendah pada WUS yang tidak sekolah 0,1% (16 orang).
Penggunaan kontrasepsi suntik tertinggi terdapat pada WUS tidak tamat SMP 20,4%
(3061 orang) dan terendah terdapat pada WUS yang tidak sekolah 0,6% (95 orang).
4. Pembahasan
5. Kesimpulan
Namun program Keluarga Berencana pernah terlupakan dan tidak lagi menjadi
prioritas dalam pembangunan nasional, alhasil jumlah penduduk meningkat pesat
bahkan jauh lebih meningkat sebelum era reformasi. Pada tahun 2018, jumlah
penduduk sudah mencapai 265 juta jiwa bahkan diproyeksikan mencapai 284 juta jiwa
pada tahun 2025 (Bappenas, BPS, & UNFPA, 2013). Jumlah ini menempatkan
Indonesia berada pada peringkat keempat penduduk terbesar dunia, setelah Tiongkok,
India, dan Amerika Serikat. Hal ini tentunya tidak terlepas dari laju pertumbuhan
penduduk Indonesia yang belum sepenuhnya terkendali. Data BPS (2018)
menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia pada tahun 2017 sebesar 1,34%
yang berarti sekitar 3-4 juta bayi lahir setiap tahunnya. Angka ini lebih tinggi dari tahun
2015 sebesar 1,31% dan tahun 2016 sebesar 1,27%.
Selain itu, semua wanita kawin di perkotaan lebih banyak mengetahui alat KB
dibanding wanita kawin di perdesaan. Berbeda dalam pemakaian alat KB, lebih dari
separuh (60%) wanita kawin memakai alat KB modern. Wanita kawin yang tinggal di
perdesaan lebih banyak menggunakan alat KB modern sebesar 62% dan 55%, padahal
pengetahuan alat KB wanita kawin di perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan.
Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan wanita kawin, semakin menurun
pemakaian alat KB.
2. Metode Penelitian
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang dikemukakan oleh Astuti (2008,
dalam Syukaisih, 2015) yang mengemukakan bahwa pengetahuan dapat memengaruhi
tindakan seseorang dan perilaku seseorang. Seseorang yang memiliki pengetahuan baik
akan cenderung memilih alat kontrasepsi yang sesuai dan cocok digunakannya, karena
dengan pengetahuan yang baik seseorang akan lebih mudah menerima informasi.
Notoatmodjo (2003, dalam Syukaisih, 2015) menambahkan bahwa pengetahuan yang
baik merupakan faktor yang menentukan seseorang untuk menggunakan alat
kontrasepsi. Hasil penelitian menunjukkan wanita kawin lebih banyak menggunakan
alat/cara KB dibanding dengan alat/cara KB tradisional.
Seiring bertambahnya umur wanita kawin menurun pula penggunaan alat KB,
baik alat KB modern maupun tradisional. Hal ini juga terjadi pada wanita kawin yang
tinggal di perdesaan dan yang tingal di perkotaan. Penggunaan alat KB menurun seiring
bertambahnya umur wanita kawin. Penggunaan alat/cara KB pada wanita kawin yang
tinggal di perdesaan berdasarkan tingkat umum tidak sejalan dengan teori-teori
penelitian terdahulu. Teori dan penelitian terdahulu hanya menjustifikasi wanita secara
keseluruhan tanpa melihat wilayah tempat tinggal, seperti yang dikemukakan oleh
Nursalam (2001, dalam Syukaisih, 2015) bahwa ada pengaruh antara umur dengan
pemilihan kontrasepsi.
4. Pembahasan
Hasil analisis laporan SDKI 2017 Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa sumber
pelayanan alat KB pada wanita kawin di provinsi Gorontalo diperoleh dari dua sumber,
yakni pemerintah dan swasta. Saat ini, sumber pelayanan alat KB tertinggi masih
disediakan oleh pemerintah (61%). Hal ini dikarenakan penyediaan alat KB dari
pemerintah kebanyakan tidak berbayar. Meskipun begitu, penggunaan alat KB berbayar
pun masih banyak yang bersumber dari layanan pemerintah (39%). Tiga jenis alat KB
modern yang umum digunakan oleh wanita kawin adalah suntik KB, susuk KB, dan pil,
tetapi metode KB yang paling banyak digunakan adalah suntik KB (39%). Kebutuhan
5. Kesimpulan
Kabupaten Jember tahun 2013, memiliki jumlah PUS sebesar 528.528 dan
jumlah akseptor KB sebesar 387.705 akseptor. Kecamatan yang memiliki jumlah PUS
dan akseptor KB terbanyak adalah Kecamatan Puger. Pemakaian alat kontrasepsi di
Kecamatan Puger juga masih didominasi dengan metode suntik dan pil yang termasuk
dalam non MKJP, sebagaimana hasil survei pada tingkat nasional maupun propinsi.
Banyaknya PUS yang masih memakai alat kontrasepsi dengan metode non MKJP yang
tidak disesuaikan dengan permintaan KB akan berdampak pada peningkatan fertilitas.
Maka, pemilihan alat kontrasepsi yang digunakan oleh akseptor hendaknya disesuaikan
dengan permintaan KB agar tujuan ber-KB terpenuhi dan mencapai efektifitas yang
tinggi. Oleh karena itu, peneliti ingin berinisiatif untuk menganalisis hubungan faktor
demografi, sosio ekonomi dan akses pelayanan dengan permintaan KB dan kesesuaian
penggunaan alat kontrasepsi, serta menganalisis permintaan KB dengan kesesuaian
penggunaan alat kontrasepsi.
2. Metode Penelitian
3. Hasil Penelitian
Hasil analisis bivariabel pada Tabel 1. menunjukkan bahwa uji chi-square
signifikan pada variabel umur, paritas, jumlah anak hidup, pendidikan, sumber
pelayanan dan biaya berKB dikarenakan keenam variabel tersebut menunjukkan p-
value kurang dari α=0,05. Namun, variabel jumlah anak yang diingingkan
4. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dengan permintaan
KB. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hennink et
al (2001), yang menyatakan bahwa variabel umur mempunyai hubungan yang
bermakna dengan permintaan KB.Adanya hubungan variabel umur dengan permintaan
KB disebabkan karena PUS yang berusia kurang dari 30 tahun cenderung untuk
menjarangkan kelahiran, terutama yang berusia di bawah 25 tahun.
Hal tersebut disesbabkan karena pasangan yang tidak menginginkan anak lagi
memiliki kemungkinan untuk menilai keefektifan metode lebih dari kemudahan
penggunaan. Sebaliknya, seorang wanita yang menginginkan menunda kelahiran
mungkin lebih menilai kenyamanan dan kemudahan penggunaan daripada keefektifan
metode. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa pasangan yang tidak menginginkan anak
lagi, mereka akan cenderung menggunakan alat kontrasepsi yang memiliki keefektifan
tinggi untuk membatasi kelahirannya.
5. Kesimpulan
Terdapat hubungan yang signifikan antara umur, paritas, jumlah anak hidup,
pendidikan, sumber pelayanan dan biaya ber-KB dengan permintaan KB; sementara variabel
paritas, jumlah anak hidup, sumber pelayanan dan biaya ber-KB mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kesesuaian penggunaan alat kontrasepsi. Serta, terdapat hubungan yang
signifikan antara permintaan KB dengan kesesuaian penggunaan alat kontrasepsi
ANALISA JURNAL INTERNASIONAL ALAT KONTRASEPSI
1. LATAR BELAKANG
the National Family Planning Program in Indonesia is encouraging the use of LARCs to
control population growth. Pameungpeuk is a region which has the second largest
population, with the highest total fertility rate in South-West Java. The proportion of
active users of LARCs inPameungpeuk is very low (10.66%). This study aimed to
analyze factors associated with the utilization of LARCs among family planning clients
at the Pameungpeuk Rural Hospital.
2. METODE PENELITIAN
This study design was cross-sectional with systematic random sampling. The sample group
in this study was 84 family planning clients. We performed statistical analyses using
chi-square test.
3. HASIL
We found significant associations between the age of women (p=0.024), the cost of
contraception (p=0.022), knowledge (p=0.042),beliefs (p=0.002), skill of health
workers (p=0.008) and support from health workers (p=0.014). However, education
(p=0.212), family income (p=0.087), attitude (p=0.593), exposure to information on
LARCs (p=0.378), support from partners (p=0.094), support from friends (p=0.414)
and the support of community leaders (p=0.367) had no significant association with the
utilization of LARCs.
4. PEMBAHASAN
This study reveals a relationship between maternal age and LARC utilization. At <20
years or
The results of this study are also consistent with research conducted by Wa Ode in
Pasarwajo, Buton, Indonesia, which found no relationship between the level of
education and contraceptive useThe income of a family is closely related to their
attitude towards contraceptive use; a family’s income is one of the factors that
influences their acceptance towards, and the decision to use, new contraceptive
innovations. Our results showed that respondents who used LARC and non-LARC
contraceptive methods were mainly low-income.
5. KESIMPULAN
These findings highlight a critical need for improved education among family
planning clients at the Pameungpeuk rural hospital regarding the use of LARCs for
both medical and elective reasons
1. LATAR BELAKANG
Studies show a gap in addressing the reproductive health goals of younger women
whose inconsistent use of contraception is high in spite of their great need for it. The
women aged 15- 24 present high potential for unintended pregnancy and increase the
challenge for retention of users which is key in maintaining and pushing up the current
gains in contraceptive prevalence rate (CPR).
2. METODE PENELITIAN
The study used data from KDHS of 2003, 2008/9 and 2014 in descriptive analysis and
logistic regression to determine the socio economic variables that influence the choice
of contraceptive methods for young women.
3. HASIL
Results showed a general shift in use towards long term modern contraceptives with the
shift being more pronounced among young women with primary education, from rural
areas, lower wealth households, and low contraceptive use regions. Women with
secondary education and higher wealth status are shifting towardsshort term
methods.Findings confirmed socio- demographic factors of age, education, wealth
status and type of region as predictors of contraceptive use.
4. PEMBAHASAN
The study has shown use of modern methods among women aged 15–24 years has been
increasing from 2003 but more so from 2008/09. Proportions using modern methods
increased almost sixfold between 2008 and 2014. Use of modern methods has been
increasing globally and in Kenya in recent years for all women of reproductive age, but
more so among those aged 15–24 years, where there are huge numbers of sexually
active youth who are initiating contraception. The findings are collaborated by the
annual FP2020 reports for Kenya. Other studies had reported rising use of modern
methods and more so injectables earlier Use of long- term methods increased by around
four times between 2008/09 and 2014.
As shown in the trend analysis for individual modern methods, implants are the new
contraception frontier for women aged 15–24. Other studies have shown implants as
increasing their acceptance among young women as efforts to promote them increase.
A study in Kenya to promote LARCs among young women showed a major upsurge of
implants between 2008 and 2014 with use doubling in the 15–19 age category and
increasing by six times among the 20–24-year-old age group
5. KESIMPULAN
The study has identified the prediCtors of contraceptive use among young girls as age,
education,household wealth and type of region, and detailed how these factors are changing
with time. This information is useful for managers of youth reproductive health programs and
could guide interventions to help reduce unintended pregnancies among young girls in Kenya
so that girls can stay in school longer and complete their education to desired levels.The
results for the young women, 15–24 years of age, conform to the general shift towards long-
term methods for all women of reproductive age, as seen in the recent studies35,36. Kenya
is an example of family planning policy success but the journey towards replacement level
fertility cannot be complete if the 15–24 age group is left behind. More investment towards
successful adolescent and youth reproductive health are needed.
1. Latar Belakang
This study aims to learn the demographic and surgical characteristics of patients who
underwent no-scalpel vasectomy inIndonesia and to compare patient’s demographic
characteristics before and after legal pronouncement/fatwa issued by Indonesia Ulema
Council in July 2012.
2. METODE PENELITIAN
This is a retrospective study that collected data from the vasectomy medical records of
patients who underwent no-scalpel vasectomy between January 2010 and May 2017. A
total of 1497 patients were included in this study.
3. HASIL
The study found that patients’ age of 40-49 years old (42.8%),wives’ age of ≥ 35 years
old (65.0%), having three children (34.3%),being Moslem (85.8%), high school
graduated for patients (32.3%) andjunior high school graduated for patients’ wives
(25.7%), casual laborer (40.7%), and guided by family planning program officer
(40.6%) were the most frequent characteristics found in patients undergoing no scalpel
vasectomy. There was a significant difference in certain characteristics before and after
fatwa issuance, namely wives’ age,number of children, religion, patients’ and wives’
educational background and the person who guided patients to undergo vasectomy
procedure. All no-scalpel vasectomy procedures were don using “Dr. Li’s three finger
technique” with local infiltration anesthesia.
PEMBAHASAN
No-scalpel vasectomy is a vasectomy procedure that is widely used today, due to its
advantages over scalpel vasectomy; it is considered the safest and most inexpensive
method for male sterilizationHowever, it only contributes to a small percentage of the
contraceptive methods used in Indonesia. This might be because the majority of
Indonesian men (70.4%) have never heard about men sterilization, and among men who
were aware of male sterilization methods, 77.4% never considered to undergo
sterilizationThere were many factors found to affect the selection of vasectomy as a
contraception method, such as lack of knowledge and negative attitudes toward
vasectomy among patients and providers, education level, age, occupation, number of
children, spousal support and social norms Indonesia is a country with the largest
Moslem population in the world. There are still controversies regarding vasectomy
proce- dures among Moslems in Indonesia.
5. KESIMPULAN
Despite its limitations, this study provides a depiction of the characteristics of patients
undergoing no-scalpel vasectomy in Jakarta. Even though there were significant
proportional difference in some characteristics, this study considers that the fatwa
was not the only factor that affects a patient’s choice of no-scalpel vasectomy. This
study also found that no-scalpel vasectomy was considered an easy procedure to
perform and caused minimal complications.