Anda di halaman 1dari 18

ANALISA JURNAL NASIONAL DAN INTERNASIONAL ALAT

KONTRASEPSI

Disusun Oleh :

Nama : Sandra Maretha Novelinda

NPM : F0G020068

Tingkat : 2B

Dosen Pengampu : Deni Maryani, S.ST, M.Keb

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS BENGKULU

TAHUN AJARAN 2022/2023


ANALISA JURNAL NASIONAL ALAT KONTRASEPSI

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN REPRODUKSI, KEPEMILIKAN

ANAK, TEMPAT TINGGAL, PENDIDIKAN DAN STATUS BEKERJA PADA


WANITA SUDAH MENIKAH DENGAN PEMAKAIAN KONTRASEPSI
HORMONAL DI INDONESIA TAHUN 2017

1. Latar Belakang Masalah Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kemampuan


reproduksi, kepemilikan anak, tempat tinggal, pendidikan dan status bekerja pada
wanita sudah menikah dengan penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Jenis penelitian
kuantitatif menggunakan data SDKI tahun 2017 yang di analisis dengan uji korelasi
bivariat dan deskriptif ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis menunjukkan, bahwa
terdapat hubungan signifi kan antara kemampuan reproduksi, lokasi tempat tinggal,
kepemilikan jumlah anak dan pekerjaan wanita menikah dengan penggunaan
kontrasepsi hormonal, akan tetapi variabel pendidikan tidak ada hubungan.

Kontrasepsi hormonal disimpulkan sebagai jenis kontrasepsi yang efektif


mencegah kehamilan. Wanita menikah lebih banyak menggunakan kontrasepsi suntik,
kemudian pil dan implant. Wanita menikah disarankan untuk menggunakan kontrasepsi
suntik, karena efektif mencegah kehamilan, efek samping yang ringan dan mudah
penggunaannya, tetapi perlu memperoleh informasi yang benar terlebih dahulu dari
petugas kesehatan.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif, dengan desain studi cross
sectional. dan menggunakan data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2017. Populasi adalah seluruh akseptor KB yang terdapat di dalam responden SDKI
tahun 2017, sedangkan sampel adalah wanita usia subur yang sudah menikah usia 15-
49 tahu. Variabel Independent jenis KB hormonal dan variabel dependen karakteristik
akseptor KB hormonal, seperti umur, tingkat pendidikan, jumlah anak yang dimiliki
responden, lokasi tempat tinggal dan kekayaan.

3. Hasil Penelitian

Hasil analisis deskriptif dat SDKI 2017, menunjukkan, bahwa pemakaian


kontrasepsi hormonal pada WUS yang sudah menikah sebanyak 15005, terbanyak
adalah jenis suntik sebanyak 64,2% (9639 orang), disusul jenis implant sebanyak
10,4% (1555 orang) dan terendah adalah jenis PIL sebanyak 2,4% (3811 orang).
Berikut data karakteristik wanita usia subur yang sudah menikah yang menggunakan
kontrasepsi hormonal dan hasil uji korelasi. Analisis kemampuan reproduksi WUS
menikah dengan pemanfaatan kontrasepsi hormonal secara deskriptif menunjukkan,
bahwa jenis reproduksi muda (usia 15-19 tahun) lebih banyak menggunakan suntik
78% (231 orang) dan terendah menggunakan implant 5% (5 orang), sementara
reproduksi sehat usia 20-35 tahun lebih banyak menggunakan suntik 69% (5891 orang)
dan terendah menggunakan implant 10% (825 orang) dan pada reproduksi tua usia 36-
45 tahun juga lebih tinggi menggunakan suntik 57% (3517 orang) dan terendah
menggunakan implant 12% (715 orang).

Faktor lokasi tempat tinggal WUS menikah juga ikut berpengaruh terhadap
pemanfaatan kontrasepsi hormonal yang digunakan oleh WUS menikah. Penggunaan
KB hormonal suntik lebih tinggi pada WUS yang tinggal di perdesaan 38% (5649
wanita) di banding di perkotaan 27% (3990 orang). Penggunaan PIL juga lebih tinggi
wanita yang tinggal di perdesaan 13% (1989 orang) di banding di perkotaan 12% (1822
orang), implant pun lebih tinggi di perdesaan 7% (1108 orang) di banding yang tinggal
di perkotaan 3 % (459 orang). Selain itu yang menggunakan PIL tertinggi terdapat pada
WUS dengan pEndidikan tamat SD 8% (1169 orang) dan terendah pada WUS yang
tidak sekolah 0,3% (44 orang). Penggunaan implant tertinggi terdapat WUS tidak tamat
SMP 3,1% (465 orang), terendah pada WUS yang tidak sekolah 0,1% (16 orang).
Penggunaan kontrasepsi suntik tertinggi terdapat pada WUS tidak tamat SMP 20,4%
(3061 orang) dan terendah terdapat pada WUS yang tidak sekolah 0,6% (95 orang).

Penggunaan kontrasepsi suntik lebih tinggi terdapat pada WUS yang


mempunyai anak ideal (sebanyak 1-2 orang anak) 66% (6780 orang) dan terendah pada
WUS dengan memiliki anak 6 orang. Penggunaan kontrasepsi pil tertinggi terdapat
pada WUS dengan memiliki anak 3 orang sebanyak 28% (885 orang) dan terendah
terdapat pada WUS yang mempunyai anak 6 sebanyak 19% (41 orang). Penggunaan
implant tertinggi pada WUS yang memiliki anak 6 orang sebanyak 27% (60 orang) dan
terendah terdapat pada ibu yang memiliki anak < α (5%), begitu pula dengan lokasi
tempat tinggal WUS juga menunjukkan hubungan signifikan P = 0,00< α (5%),
kepemilikan anak oleh WUS menikah juga menunjukkan hubungan yang signifikan P =
0,00< α (5%), pekerjaan WUS menikah juga menunjukkan ada hubungan signifikan
dengan pemilihan pemanfaatan KB hormonal, dengan nilai P 0,00< α (5%). Variabel
yang menunjukkan tidak ada hubungan adalah tingkatan pendidikan, karena hasil
analisis P 0,40 > α (5%).

4. Pembahasan

Kebijakan pemerintah, terhadap setiap WUS menikah menggunakan


kontrasepsi, ditujukan untuk memberikan kesempatan pada wanita tersebut dalam
melakukan pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera, sesuai amanat UU No. 10 tahun
1992, tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera.
Salah satu metode kontrasepsi yang digunakan adalah kontrasepsi hormonal seperti pil,
implant dan suntik. Setiap jenis kontrasepsi memiliki efektivitas dalam mencegah
kehamilan, tetapi juga memiliki efek samping yang berbeda yang dapat mengganggu
kesehatan dan keindahan tubuh, seperti kegemukan atau wajah berjerawat. Akibatnya
banyak pengguna kontrasepsi hormonal mengganti alat kontrasepsi yang sudah
digunakan ke jenis kontrasepsi yang lain. Saat ini pergantian metode kontrasepsi oleh
akseptor dalam 5 tahun terakhir meningkat, yang berganti metode kontrasepsi baru satu
kali sebanyak 48 persen dan berganti metode kontrasepsi lebih dari satu kali sebesar 18
persen (Amran dan Damayanti, 2018) .

Manfaat menggunakan alat kontrasepsi sudah dirasakan masyarakat sebagai


langkah tepat untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera dan ditandai
semakin banyak yang memiliki jumlah anak antara 1-2, khususnya wanita yang
bekerja membantu suami mencari nafkah.

5. Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji korelasi bivariat, hasilnya


menunjukkan terdapat beberapa faktor seperti kemampuan reproduksi, lokasi tempat
tinggal, kepemilikan jumlah anak dan pekerjaan WUS menikah yang mempunyai
hubungan signifikan dengan penggunaan kontrasepsi hormonal, akan tetapi faktor
pendidikan menunjukkan tidak ada hubungan dengan penggunaan kontrasepsi
hormonal.
PENGGUNAAN ALAT KB PADA WANITA KAWIN DI PERDESAAN DAN
PERKOTAAN

1. Latar Belakang Masalah Penelitian

Keluarga Berencana di Indonesia merupakan gerakan untuk membentuk


keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran yang dicanangkan tahun
1970 dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan
Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar terwujudnya
masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin
terkendalinya pertambahan penduduk. Melalui Program Keluarga Berencana membawa
Indonesia meraih penghargaan dari PBB sebagai negara yang berhasil mengendalikan
laju pertumbuhan penduduk dari 4,6% tahun 1970 menjadi 2,6% tahun 1990.

Namun program Keluarga Berencana pernah terlupakan dan tidak lagi menjadi
prioritas dalam pembangunan nasional, alhasil jumlah penduduk meningkat pesat
bahkan jauh lebih meningkat sebelum era reformasi. Pada tahun 2018, jumlah
penduduk sudah mencapai 265 juta jiwa bahkan diproyeksikan mencapai 284 juta jiwa
pada tahun 2025 (Bappenas, BPS, & UNFPA, 2013). Jumlah ini menempatkan
Indonesia berada pada peringkat keempat penduduk terbesar dunia, setelah Tiongkok,
India, dan Amerika Serikat. Hal ini tentunya tidak terlepas dari laju pertumbuhan
penduduk Indonesia yang belum sepenuhnya terkendali. Data BPS (2018)
menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia pada tahun 2017 sebesar 1,34%
yang berarti sekitar 3-4 juta bayi lahir setiap tahunnya. Angka ini lebih tinggi dari tahun
2015 sebesar 1,31% dan tahun 2016 sebesar 1,27%.

Laju pertumbuhan penduduk yang masih tergolong tinggi disebabkan angka


kelahiran total (TFR) yang masih cukup tinggi. Data dari hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan angka kelahiran total (TFR)
sebesar 2,4 anak per wanita, artinya setiap penduduk wanita rata-rata melahirkan 2,4
anak selama hidupnya (BKKBN, 2018).
Perencanaan keluarga melalui penggunaan alat-alat KB merupakan cara merencanakan
kelahiran dan juga merupakan salah satu program KKBPK. Ukuran keberhasilan
program KKBPK yang dapat dilihat di Provinsi Gorontalo sebagaimana yang ada di
dalam hasil SDKI 2017 adalah informasi mengenai pengetahuan dan pemakaian
alat/cara KB. Hal yang menarik yang terjadi di Provinsi Gorontalo terkait pengetahuan
dan pemakaian alat KB yang menunjukkan 10% wanita kawin mengetahui semua alat
KB dan hanya 5% pria kawin yang mengetahui alat KB, artinya pria kawin lebih
banyak tidak mau tahu tentang alat KB.

Selain itu, semua wanita kawin di perkotaan lebih banyak mengetahui alat KB
dibanding wanita kawin di perdesaan. Berbeda dalam pemakaian alat KB, lebih dari
separuh (60%) wanita kawin memakai alat KB modern. Wanita kawin yang tinggal di
perdesaan lebih banyak menggunakan alat KB modern sebesar 62% dan 55%, padahal
pengetahuan alat KB wanita kawin di perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan.
Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan wanita kawin, semakin menurun
pemakaian alat KB.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kontribusi tingkat pendidikan,


pengetahuan, umur, pekerjaan, pemberian informasi, dan sumber pelayanan terhadap
penggunaan alat KB pada wanita kawin di perdesaan dan perkotaan, penentu
penggunaan alat KB pada wanita perdesaan dan perkotaan, serta pemaparan tentang
strategi intervensi untuk meningkatkan penggunaan alat KB di perdesaan dan perkotaan
di provinsi Gorontalo, berdasarkan kajian pustaka.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kajian pustaka atau library research.


Dalam penelitian ini, peneliti dihadapkan langsung dengan data angka atau teks, bukan
pengetahuan langsung dari lapangan. Peneliti tidak terjun langsung ke lapangan, karena
peneliti berhadapan langsung dengan sumber data yang sudah tersedia. Berdasarkan hal
tersebut, maka pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan menelaah
dokumen-dokumen hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun
2017 nasional dan Provinsi Gorontalo, serta menelaah berbagai jurnal ilmiah dan
sumber-sumber lainnya yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Aktivitas
dalam analisis data dalam penelitian kepustakaan meliputi reduksi data, display data,
dan gambaran kesimpulan.
3. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang dikemukakan oleh Astuti (2008,
dalam Syukaisih, 2015) yang mengemukakan bahwa pengetahuan dapat memengaruhi
tindakan seseorang dan perilaku seseorang. Seseorang yang memiliki pengetahuan baik
akan cenderung memilih alat kontrasepsi yang sesuai dan cocok digunakannya, karena
dengan pengetahuan yang baik seseorang akan lebih mudah menerima informasi.
Notoatmodjo (2003, dalam Syukaisih, 2015) menambahkan bahwa pengetahuan yang
baik merupakan faktor yang menentukan seseorang untuk menggunakan alat
kontrasepsi. Hasil penelitian menunjukkan wanita kawin lebih banyak menggunakan
alat/cara KB dibanding dengan alat/cara KB tradisional.

Seiring bertambahnya umur wanita kawin menurun pula penggunaan alat KB,
baik alat KB modern maupun tradisional. Hal ini juga terjadi pada wanita kawin yang
tinggal di perdesaan dan yang tingal di perkotaan. Penggunaan alat KB menurun seiring
bertambahnya umur wanita kawin. Penggunaan alat/cara KB pada wanita kawin yang
tinggal di perdesaan berdasarkan tingkat umum tidak sejalan dengan teori-teori
penelitian terdahulu. Teori dan penelitian terdahulu hanya menjustifikasi wanita secara
keseluruhan tanpa melihat wilayah tempat tinggal, seperti yang dikemukakan oleh
Nursalam (2001, dalam Syukaisih, 2015) bahwa ada pengaruh antara umur dengan
pemilihan kontrasepsi.

Kematangan individu dapat dilihat langsung secara objektif dengan periode


umur, sehingga berbagai proses pengetahuan, keterampilan, terkait dengan
bertambahnya umur individu. Namun penelitian ini didukung dari hasil penelitian
Marbun (2010) yang mengemukakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
umur terhadap pemilihan kontrasepsi. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak
selamanya umur menunjukkan kedewasaan dan matangnya seseorang dalam menyerap
pengetahuan.

4. Pembahasan

Berdasarkan analisis data sekunder laporan SDKI (2017) Provinsi Gorontalo


menunjukkan bahwa proporsi wanita pada tingkat pendidikan teratas di Provinsi
Gorontalo meningkat signifikan dari 15% pada SDKI 2012 menjadi 20%. Proporsi ini
juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan pria yang hanya 12%. Berdasarkan daerah
tempat tinggal, proporsi wanita kawin pada kelompok pendidikan teratas atau
perguruan tinggi lebih tinggi dari pria kawin. Di perkotaan, tingkat pendidikan
perguruan tinggi wanita kawin sebesar 30% sedangkan pada pria kawin sebesar 20%,
Begitupun dengan wanita kawin yang tinggal di pedesaan, tingkat pendidikan
perguruan tinggi sebesar 15% sedangkan pada pria kawin hanya sebesar 8%.

Hasil analisis laporan SDKI 2017 Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa sumber
pelayanan alat KB pada wanita kawin di provinsi Gorontalo diperoleh dari dua sumber,
yakni pemerintah dan swasta. Saat ini, sumber pelayanan alat KB tertinggi masih
disediakan oleh pemerintah (61%). Hal ini dikarenakan penyediaan alat KB dari
pemerintah kebanyakan tidak berbayar. Meskipun begitu, penggunaan alat KB berbayar
pun masih banyak yang bersumber dari layanan pemerintah (39%). Tiga jenis alat KB
modern yang umum digunakan oleh wanita kawin adalah suntik KB, susuk KB, dan pil,
tetapi metode KB yang paling banyak digunakan adalah suntik KB (39%). Kebutuhan

5. Kesimpulan

Dari beberapa dimensi yang digunakan dalam menganalisis penggunaan


alat/cara KB pada wanita kawin yang tinggal di perdesaan dan perkotaan dalam kajian
ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian informasi, khususnya sumber informasi
melalui contact person berperan besar dalam penggunaan alat KB pada wanita yang
tinggal di perdesaan dibandingkan dengan aspek lainnya. Sementara itu, rendahnya
penggunaan alat/cara KB pada wanita kawin yang tinggal di perkotaan dikarenakan
terbatasnya sumber pelayanan, akibat adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan
alat/cara KB dengan ketersediaan alat KB.

KESESUAIAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI BERDASARKAN


PERMINTAAN KB PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI KECAMATAN
PUGER KABUPATEN JEMBER

1. Latar Belakang Masalah Penelitian

Kabupaten Jember tahun 2013, memiliki jumlah PUS sebesar 528.528 dan
jumlah akseptor KB sebesar 387.705 akseptor. Kecamatan yang memiliki jumlah PUS
dan akseptor KB terbanyak adalah Kecamatan Puger. Pemakaian alat kontrasepsi di
Kecamatan Puger juga masih didominasi dengan metode suntik dan pil yang termasuk
dalam non MKJP, sebagaimana hasil survei pada tingkat nasional maupun propinsi.
Banyaknya PUS yang masih memakai alat kontrasepsi dengan metode non MKJP yang
tidak disesuaikan dengan permintaan KB akan berdampak pada peningkatan fertilitas.
Maka, pemilihan alat kontrasepsi yang digunakan oleh akseptor hendaknya disesuaikan
dengan permintaan KB agar tujuan ber-KB terpenuhi dan mencapai efektifitas yang
tinggi. Oleh karena itu, peneliti ingin berinisiatif untuk menganalisis hubungan faktor
demografi, sosio ekonomi dan akses pelayanan dengan permintaan KB dan kesesuaian
penggunaan alat kontrasepsi, serta menganalisis permintaan KB dengan kesesuaian
penggunaan alat kontrasepsi.

2. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian analitik observasional dengan


pendekatan cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 87 PUS. Teknik pengambilan
sampel secara systematic random sampling. Tempat penelitian di Kecamatan Puger
Kabupaten Jember. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah PUS yang mengikuti
program KB dan tercatat di register peserta KB. Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer pada penelitian ini
meliputi tentang umur, paritas, jumlah anak yang diinginkan, jumlah anak hidup,
pendidikan, pendapatan, sumber pelayanan KB, biaya ber-KB, permintaan KB dan alat
kontrasepsi yang digunakan responden.

3. Hasil Penelitian
Hasil analisis bivariabel pada Tabel 1. menunjukkan bahwa uji chi-square
signifikan pada variabel umur, paritas, jumlah anak hidup, pendidikan, sumber
pelayanan dan biaya berKB dikarenakan keenam variabel tersebut menunjukkan p-
value kurang dari α=0,05. Namun, variabel jumlah anak yang diingingkan

4. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dengan permintaan
KB. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hennink et
al (2001), yang menyatakan bahwa variabel umur mempunyai hubungan yang
bermakna dengan permintaan KB.Adanya hubungan variabel umur dengan permintaan
KB disebabkan karena PUS yang berusia kurang dari 30 tahun cenderung untuk
menjarangkan kelahiran, terutama yang berusia di bawah 25 tahun.

Hasil analisis menunjukkan bahwa antara permintaan KB dan kesesuaian


penggunaan alat kontrasepsi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hasil
penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2011), yang
menyebutkan bahwa pola pemakaian MKJP di wilayah Indonesia, jika dilihat
berdasarkan permintaan KB terlihat sudah sesuai yaitu efektif, efisien dan rasional.
PUS yang menggunakan MKJP dominan pada mereka yang bertujuan ikut ber-KB
untuk mengakhiri kelahiran .

Hal tersebut disesbabkan karena pasangan yang tidak menginginkan anak lagi
memiliki kemungkinan untuk menilai keefektifan metode lebih dari kemudahan
penggunaan. Sebaliknya, seorang wanita yang menginginkan menunda kelahiran
mungkin lebih menilai kenyamanan dan kemudahan penggunaan daripada keefektifan
metode. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa pasangan yang tidak menginginkan anak
lagi, mereka akan cenderung menggunakan alat kontrasepsi yang memiliki keefektifan
tinggi untuk membatasi kelahirannya.
5. Kesimpulan
Terdapat hubungan yang signifikan antara umur, paritas, jumlah anak hidup,
pendidikan, sumber pelayanan dan biaya ber-KB dengan permintaan KB; sementara variabel
paritas, jumlah anak hidup, sumber pelayanan dan biaya ber-KB mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kesesuaian penggunaan alat kontrasepsi. Serta, terdapat hubungan yang
signifikan antara permintaan KB dengan kesesuaian penggunaan alat kontrasepsi
ANALISA JURNAL INTERNASIONAL ALAT KONTRASEPSI

FACTORS ASSOCIATED WITH THE UTILIZATION OF LONG-ACTING


REVERSIBLE CONTRACEPTIVES AMONG FAMILY PLANNING CLIENTS
AT THE PAMEUNGPEUK RURAL HOSPITAL, INDONESIA

1. LATAR BELAKANG

the National Family Planning Program in Indonesia is encouraging the use of LARCs to
control population growth. Pameungpeuk is a region which has the second largest
population, with the highest total fertility rate in South-West Java. The proportion of
active users of LARCs inPameungpeuk is very low (10.66%). This study aimed to
analyze factors associated with the utilization of LARCs among family planning clients
at the Pameungpeuk Rural Hospital.

2. METODE PENELITIAN

This study design was cross-sectional with systematic random sampling. The sample group
in this study was 84 family planning clients. We performed statistical analyses using
chi-square test.

3. HASIL

We found significant associations between the age of women (p=0.024), the cost of
contraception (p=0.022), knowledge (p=0.042),beliefs (p=0.002), skill of health
workers (p=0.008) and support from health workers (p=0.014). However, education
(p=0.212), family income (p=0.087), attitude (p=0.593), exposure to information on
LARCs (p=0.378), support from partners (p=0.094), support from friends (p=0.414)
and the support of community leaders (p=0.367) had no significant association with the
utilization of LARCs.
4. PEMBAHASAN

This study reveals a relationship between maternal age and LARC utilization. At <20
years or

>30 years, family planning participants generally prefer high-effectiveness


contraceptives such as the IUD, pill, or injections. These findings are consistent with
previous research conducted by Tunnisa et al. and by Soppeng et al. in Pangkep, who
found a relationship between maternal age and type of contraceptive use

The results of this study are also consistent with research conducted by Wa Ode in
Pasarwajo, Buton, Indonesia, which found no relationship between the level of
education and contraceptive useThe income of a family is closely related to their
attitude towards contraceptive use; a family’s income is one of the factors that
influences their acceptance towards, and the decision to use, new contraceptive
innovations. Our results showed that respondents who used LARC and non-LARC
contraceptive methods were mainly low-income.

5. KESIMPULAN

These findings highlight a critical need for improved education among family
planning clients at the Pameungpeuk rural hospital regarding the use of LARCs for
both medical and elective reasons

TRENDS AND DETERMINANTS OF CONTRACEPTIVE METHOD


CHOICE AMONG WOMEN AGED 15-24 YEARS IN
KENYA

1. LATAR BELAKANG

Studies show a gap in addressing the reproductive health goals of younger women
whose inconsistent use of contraception is high in spite of their great need for it. The
women aged 15- 24 present high potential for unintended pregnancy and increase the
challenge for retention of users which is key in maintaining and pushing up the current
gains in contraceptive prevalence rate (CPR).

2. METODE PENELITIAN

The study used data from KDHS of 2003, 2008/9 and 2014 in descriptive analysis and
logistic regression to determine the socio economic variables that influence the choice
of contraceptive methods for young women.

3. HASIL

Results showed a general shift in use towards long term modern contraceptives with the
shift being more pronounced among young women with primary education, from rural
areas, lower wealth households, and low contraceptive use regions. Women with
secondary education and higher wealth status are shifting towardsshort term
methods.Findings confirmed socio- demographic factors of age, education, wealth
status and type of region as predictors of contraceptive use.

4. PEMBAHASAN

The study has shown use of modern methods among women aged 15–24 years has been
increasing from 2003 but more so from 2008/09. Proportions using modern methods
increased almost sixfold between 2008 and 2014. Use of modern methods has been
increasing globally and in Kenya in recent years for all women of reproductive age, but
more so among those aged 15–24 years, where there are huge numbers of sexually
active youth who are initiating contraception. The findings are collaborated by the
annual FP2020 reports for Kenya. Other studies had reported rising use of modern
methods and more so injectables earlier Use of long- term methods increased by around
four times between 2008/09 and 2014.

As shown in the trend analysis for individual modern methods, implants are the new
contraception frontier for women aged 15–24. Other studies have shown implants as
increasing their acceptance among young women as efforts to promote them increase.
A study in Kenya to promote LARCs among young women showed a major upsurge of
implants between 2008 and 2014 with use doubling in the 15–19 age category and
increasing by six times among the 20–24-year-old age group
5. KESIMPULAN

The study has identified the prediCtors of contraceptive use among young girls as age,
education,household wealth and type of region, and detailed how these factors are changing
with time. This information is useful for managers of youth reproductive health programs and
could guide interventions to help reduce unintended pregnancies among young girls in Kenya
so that girls can stay in school longer and complete their education to desired levels.The
results for the young women, 15–24 years of age, conform to the general shift towards long-
term methods for all women of reproductive age, as seen in the recent studies35,36. Kenya
is an example of family planning policy success but the journey towards replacement level
fertility cannot be complete if the 15–24 age group is left behind. More investment towards
successful adolescent and youth reproductive health are needed.

CHARACTERISTICS OF NO-SCALPEL VASECTOMY PATIENTS IN


JAKARTA, INDONESIA

1. Latar Belakang

This study aims to learn the demographic and surgical characteristics of patients who
underwent no-scalpel vasectomy inIndonesia and to compare patient’s demographic
characteristics before and after legal pronouncement/fatwa issued by Indonesia Ulema
Council in July 2012.

2. METODE PENELITIAN

This is a retrospective study that collected data from the vasectomy medical records of
patients who underwent no-scalpel vasectomy between January 2010 and May 2017. A
total of 1497 patients were included in this study.

3. HASIL

The study found that patients’ age of 40-49 years old (42.8%),wives’ age of ≥ 35 years
old (65.0%), having three children (34.3%),being Moslem (85.8%), high school
graduated for patients (32.3%) andjunior high school graduated for patients’ wives
(25.7%), casual laborer (40.7%), and guided by family planning program officer
(40.6%) were the most frequent characteristics found in patients undergoing no scalpel
vasectomy. There was a significant difference in certain characteristics before and after
fatwa issuance, namely wives’ age,number of children, religion, patients’ and wives’
educational background and the person who guided patients to undergo vasectomy
procedure. All no-scalpel vasectomy procedures were don using “Dr. Li’s three finger
technique” with local infiltration anesthesia.

PEMBAHASAN

No-scalpel vasectomy is a vasectomy procedure that is widely used today, due to its
advantages over scalpel vasectomy; it is considered the safest and most inexpensive
method for male sterilizationHowever, it only contributes to a small percentage of the
contraceptive methods used in Indonesia. This might be because the majority of
Indonesian men (70.4%) have never heard about men sterilization, and among men who
were aware of male sterilization methods, 77.4% never considered to undergo
sterilizationThere were many factors found to affect the selection of vasectomy as a
contraception method, such as lack of knowledge and negative attitudes toward
vasectomy among patients and providers, education level, age, occupation, number of
children, spousal support and social norms Indonesia is a country with the largest
Moslem population in the world. There are still controversies regarding vasectomy
proce- dures among Moslems in Indonesia.

5. KESIMPULAN

Despite its limitations, this study provides a depiction of the characteristics of patients
undergoing no-scalpel vasectomy in Jakarta. Even though there were significant
proportional difference in some characteristics, this study considers that the fatwa
was not the only factor that affects a patient’s choice of no-scalpel vasectomy. This
study also found that no-scalpel vasectomy was considered an easy procedure to
perform and caused minimal complications.

Anda mungkin juga menyukai