Anda di halaman 1dari 16

AL-TIKRĀR FI AL-QUR’AN

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Ulumul Qur’an II

Dosen pengampu

‘Azzah Nurin Taufiqotuzzahro’, S. Ag., M. A

Oleh:

Mohammad Bahauddin NIM: 2021.01.01.2053

Muhammad Muchdlorul Faroh NIM: 2021.01.01.2078

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-ANWAR

SARANG REMBANG

2022
A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an mukjizat agung yang di wahyukan oleh Allah Subḥānahu wa
Ta’ālā kepada nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam. Karena
merupakan sebuah mukjizat, maka al-Qur’an mengandung sisi i’jaz, yang
karenanya ia tidak dapat di tandingi oleh siapapun. Terkait dengan sisi ke i’jazan
al-Qur’an dalam aspek kebahasaan yaitu terdapat pada susunan kalimat yang
indah dan penggunaan kosa kata yang tepat.
Di samping itu, jika membacanya pada tiap lembar demi lembar, maka akan
di temukan sebuah fenomena yaitu Takrār (pengulangan) baik pengulangan itu
dari kosakata, pengulangan ayat, ataupun pengulangan dari beberapa tema khusus
dalam al-Qur’an seperti pada kisah-kisah para nabi. Oleh karena itu, pemakalah
akan mencoba memaparkan terkait pembahasan Takrār baik dari segi definisi,
macam-macam, contoh, fungsi, kaidah, serta hikmah yang ada dalam fenomena
Takrār pada al-Qur’an.
B. PENGERTIAN TAKRĀR

al-Takrār adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab. Dilihat dari
bentuk şighat kata tersebut adalah bentuk maşdar (verbal, noun) dari kata kerja

‫كرر‬
ّ .1 Takrār secara etimologi atau bahasa adalah ‫الرج وعلى الش يء‬, kembali

kepada sesuatu2. Kata ini juga bisa bermakna pengulangan atau pengembalian,

seperti halnya pada kalimat ‫رت‬


َ ‫ك ّر‬, karara disini bermakna kamu kembali

melakukan hal yang sama seperti halnya yang kamu lakukan pada kali pertama. 3
Menurut para ahli bahasa lafal karara dapat di pakai untuk menggambarkan
pengulangan yang terjadi sekali atau berkali-kali.4

1
Muhammad Yusuf dan Ismail Suardi Wekke, BAHASA ARAB-BAHASA ALQURAN,
(Deepublish: Yogyakarta, 2018), 261.
2
Jamāl al-Dīn Muhammad bin Mukarram al-Mişri, Lisān al-‘Arab, (Beirut: Dar al-Shodr, t.th),
5:135.
3
Abi al-Husain Ahmad bin Fāris bin Zakariyyā, Mu’jam Maqāyis al-Lughoh, (t.tp: Dar al-Fikr,
t.th), 5:126.
4
Yusuf, BAHASA ARAB, 262.

1
Menurut al-Zarkashī Takrār adalah maşdar dari lafal karrara yang memiliki

makna ‫ردد وأعاد‬, yang berarti mengulang-ulang. Lafal ini mengikuti wazan ‫تفعال‬,
dengan ta’nya yang berfathah. Lafal ini juga merupakan bentuk sima’ī.5

Sedangkan secara epistimologi atau istilah, ada beberapa pengertian dari para
ulama. Menurut al-Zarkashī, Takrār adalah pengulangan lafal yang sama atau
yang berbeda lafalnya namun berdekatan makna, dengan bertujuan untuk
menetapkan dan menguatkan makna, karena sangat di khawatirkan terdapat faktor
lupa terhadap yang sebelumnya telah di sebutkan, karena jarak letaknya yang
jauh.6

Khālid bin ‘Uthmān al-Sabt dalam Qawā’id al-Tafsīr, Jam’ān wa Dirāsatan


mengutip beberapa pengertian al-Takrār ,7 antara lain :

‫إعدة اللفظ أو مرادفه لتقرير معىن‬

Mengulang lafal atau yang berdekatan dengannya untuk memperjelas makna.

‫هو ذكر الشيء مرتني فصاعدا‬

Menyebutkan sesuatu banyak dua kali atau lebih.

‫داللة اللفظ على املىن مرددا‬

Petunjuk suatu lafal atas suatu makna secara berulang-ulang.

Ada juga pendapat dari Ibn Abi al-aşbā’ mendefinisikan Takrār adalah
seorang pembicara (mutakallim) mengulangi penyebutan terhadap suatu lafal
tertentu, yang bertujuan menguatkan sifat, memuji, mencela, mengintimidasi, atau
hanya untuk memberi peringatan.8

5
Badru al-Dīn bin Muhammad bin ‘Abdullah al- al-Zarkashī, al-Burhān fī ‘ulūm Al-Qur’an, (t.tp:
Dar al-Turaţ, t.th), 3:8.
6
Ibid., 3:7.
7
Khālid bin ‘Uthmān al-Sabt, Qawā’id al-Tafsīr, Jam’ān wa Dirāsatan, (t.tp: Dar Ibn ‘Affān, t.th),
701.
8
Muhammad Lutfil Anshori, “Al-Takrar fi Al-Qur’an”, al-Itqan, 1 (Februari-Juli, 2015), 61.

2
Kita dapat mengambil kesimpulan dari beberapa definisi di atas bahwa al-
Takrār fī al-Qur’an merupakan pengulangan yang terdapat dalam al-Qur’an baik
berupa lafal, ayat, maupun topik tertentu dengan tujuan tertentu. Takrār ini juga
merupakan salah satu bentuk dari kemukjizatan al-Qur’an dalam segi gaya bahasa
dan kandungan maknanya.9

C. MACAM-MACAM TAKRĀR

Takrār fi al-Qur’an (pengulangan dalam al-Qur’an dibagi menjadi dua


macam, yaitu pengulangan secara lafal dan makna (Takrār al-lafal wa al-ma’nā)
dan pengulangan makna saja tanpa disertai lafal (Takrār al-ma’nā dūna al-
lafal).10

1. Takrār al-lafal wa al-ma’nā

Pengulangan lafal dan makna disini berarti arti pengulangan suatu lafal, ayat
maupun ungkapan dengan redaksi yang sama, begitu juga makna yang serupa di
beberapa tempat dalam al-Qur’an. Pengulangan jenis ini terbagi lagi menjadi dua
macam, yaitu mauşul (yang tersambung) dan mafşul (yang terputus atau terpisah).

a. Mauşul (Pengulangan yang tersambung)


1) Pengulangan lafal yang terdapat di dalam satu ayat dan disebutkan di
awal ayat contoh :

‫ون‬
َ ‫وع ُد‬ ِ ‫ه ي ه ات ه ي ه‬
َ ُ‫ات ل َم ا ت‬
َ َ َْ َ َ َْ
jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu itu.
2) Pengulangan lafal yang terletak di akhir suatu ayat dan disebutkan lagi di
awal ayat setelahnya contoh:

‫وها‬ ٍ ِ ِ ِ ٍ ‫اف َعلَْي ِهم بِـانِي ٍة ِّمن فِض ٍَّة وَأ ْكو‬
ِ ْ َ‫اب َكان‬
َ ‫َّر‬
ُ ‫ َق َوار َيرا من فضَّة قَد‬15 ‫ت َق َوار َيرا‬ َ َ ََ ُ َ‫َويُط‬

16 ‫َت ْق ِد ًيرا‬
Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang
bening laksana kaca. (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah
diukur mereka dengan sebaik-baiknya.

9
Ibid., 62.
10
Ibid., 63.

3
3) Pengulangan lafal yang terdapat dalam satu ayat dan disebutkan di
belakang, contoh :
ِ
‫ض َد ًّكا َد ًّكا‬ ْ ‫َكاَّل ِإ َذا ُد َّكت‬
ُ ‫اَأْلر‬
Jangan berbuat (demikian). Apabila bumi diguncangkan berturut-turut.
4) Pengulangan dua ayat yang beredaksi hampir sama secara berturut-turut
contoh:

‫فَِإ َّن َم َع ٱلْعُ ْس ِر يُ ْسًرا ِإ َّن َم َع ٱلْعُ ْس ِر يُ ْسًرا‬


Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya
bersama kesulitan itu ada kemudahan.

b. Mafşul (yang terputus atau terpisah)


Pengulangan ini adalah pengulangan terpisah baik dalam satu surah
tertentu, maupun terjadi di dalam al-Qur’an secara keseluruhan.
1) Pengulangan yang terjadi dalam satu surah, seperti dalam surah asy-
Syu’ara:
ِ َّ ‫ك هَل و ٱلْع ِزيز‬
‫يم‬
ُ ‫ٱلرح‬ ُ َ َُ َ َّ‫َوِإ َّن َرب‬
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Penyayang.
Ayat ini, disebutkan dalam surah as-syu’ara sebanyak delapan kali.
2) Pengulangan terpisah yang terjadi dalam satu-kesatuan al-Qur’an
contoh:

‫ني‬ِ ِ ‫وي ُقولُو َن م هـٰ َذا ٱلْوع ُد ِإن ُكنتم‬


َ ‫صـٰدق‬
َ ُْ ْ َ َ ٰ ‫َىَت‬ ََ

Mereka mengatakan: "Bilakah (datangnya) ancaman itu, jika memang kamu


orang-orang yang benar?"

Ayat di atas disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 6 kali, antara lain


pada surah Yunus: 48; al-Anbiya’ : 38 ; an-Naml :71; saba’: 29; yasin:
48; dan almulk; 25.11

2. Takrār al-ma’nā dūna al-lafal


11
Anshori, Al-Takrar, 64-65.

4
Pengulangan jenis ini banyak terdapat pada ayat-ayat yang
bercerita tentang kisah para nabi beserta kaumnya, ayat-ayat tentang hari
kiamat, surga dan neraka, juga terdapat pada ayat-ayat yang terkait al-
wa’du wa al-wā’id. Seperti halnya yang terdapat dalam surah al-Baqarah
ayat 25-37 dan surah al-A’raf ayat 19-20. Baik dalam surah al-Baqarah
ayat 25-37 maupun surah al-araf ayat 19-20 sama-sama membahas kisah
tentang nabi Adam di surga dan larangan untuk mendekati suatu pohon
tertentu.

Selain dua jenis pengulangan yang telah dijelaskan di atas, terdapat juga jenis
pengulangan lain yang terjadi dalam al-Qur’an. Yaitu adanya pengulangan yang
terdapat pada turunnya ayat atau surah. Dalam hal ini al-Suyūţī menjelaskan
adanya beberapa ayat atau surah dalam al-Qur’an yang turun 2 kali, seperti halnya
ayat-ayat terakhir surah an-Nahl, awal surah al-Rum, dan surah al-Fatihah.12

D. FAEDAH TAKRĀR

Dalam kitab al-Burhān fī ‘ulūm Al-Qur’an karya al-Zarkashī, di dalamnya


dijelaskan beberapa fungsi Takrār13. Diantaranya:

1. li al-Taqrīr, sebagai penetapan.


Ini merupakan fungsi besar daripada takrār. Seperti dalam maqālah Arab:
‫تقرر‬
ّ ‫تكرر‬
ّ ‫الكالم إذا‬
Sebagai contoh dalam surah al-anam ayat 19.

ِ ‫َأى َشى ٍء َأ ْكبر َش ٰه َد ًة قُ ِل ٱللَّه َش ِهي ٌد بيىِن وبينَ ُكم و‬


‫ُأوح َى ِإىَلَّ َٰه َذا ٱلْ ُق ْرءَا ُن‬ َ ْ ْ َ َ َْ ُ َ ُ َ ْ ُّ ‫قُ ْل‬
‫ُأخَر ٰى قُل اَّل َأ ْش َه ُد قُ ْل ِإمَّنَا ُه َو‬ ‫ِ هِل‬ ِ
َّ ‫ُأِلنذ َر ُكم بِِهۦ َو َمن َبلَ َغ َأِئنَّ ُك ْم لَتَ ْش َه ُدو َن‬
ْ ً‫َأن َم َع ٱللَّه ءَا َة‬
‫ِإٰلَهٌ َٰو ِح ٌد َوِإنَّىِن بَِرىءٌ مِّمَّا تُ ْش ِر ُكو َن‬

Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?" Katakanlah: "Allah".


Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al Quran ini diwahyukan
kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada
12
Abdurraḥ mān bin Abū Bakar Jalāluddīn al-Suyūṭī, al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur`ān (Kairo: al-
Hay`ah al-Maṣriyah al-‘Āmmah, 1974), 1:108.
13
al-Zarkashī, al-Burhān, 11.

5
orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu
mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?" Katakanlah: "Aku
tidak mengakui". Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha
Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan
(dengan Allah)".

Pengulangan jawaban dalam ayat di atas merupakan penetapan kebenaran


tidak adanya Tuhan selain Allah.

2. Li al-Ta’kid (sebagai penguat).

Ta’kid di sini adalah menguatkan perkara yang diperintah dengan


pengulangan tulisan. al-Zarkashī mengatakan Takrār itu lebih bāligh
daripada ta’kid. Faedah ini menjadi faedah yang bersifat dasar dalam al
Takrār fi al-Qur’an. Karena ta’kid sendiri menetapkan suatu makna awal
Dan membuang yang sifatnya melebih-lebihkan.

ُ‫ ) یَا َق ْوِم ِإمَّنَا َه ِذ ِه احْلَیَاة‬38 ( ‫الر َش ِاد‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ


َ ‫َوقَ َال الذي آَ َم َن یَا َق ْوم اتَّبعُون َْأهد ُك ْم َسب‬
َّ ‫یل‬

)39 ( ‫الد ْنیَا َمتَاعٌ َوِإ َّن اآْلَ ِخَرةَ ِه َي َد ُار الْ َقَرا ِر‬
ُّ

Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah Aku, aku akan menunjukkan
kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, Sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah kesenangan (sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang
kekal.

3. Memberikan penegasan dan menghilangkan tuduhan dan keraguan dalam


suatu perkara.14 Seperti halnya pada surah Ghafir ayat 38-39

‫الر َش ِاد‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ
َ ‫َوقَ َال الذ ۤى اٰ َم َن ٰي َقوم اتَّبعُون اَهد ُكم َسب‬
َّ ‫يل‬

Dan orang yang beriman itu berkata, "Wahai kaumku! Ikutilah aku, aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang benar.

‫وم اِمَّنَا ٰه ِذ ِه احلَٰيوةُ الدُّنيَا َمتَاعٌ َّواِ َّن ا ٰال ِخَر َة ِه َى َد ُار ال َقَرا ِر‬
ِ ‫ٰي َق‬

14
al-Zarkashī, al-Burhān, 13.

6
Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan
(sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.

4. Sebagai ta‘ẓim (menggambarkan agung dan besarnya satu perkara),15


seperti dalam surah al-Qari’ah ayat 1-2

2 ُ‫ َما ال َقا ِر َع ‌ة‬1 ُ‫اَل َقا ِر َعة‬

Hari Kiamat, Apakah hari Kiamat itu?


5. Ta'ajub (pengaguman)16 seperti dalam Surah al-muddathir ayat 19-20

‫َّر‬ ِ
َ ‫يف قَد‬
َ ‫َف ُقت َل َك‬

maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?

‫َّر‬ ِ
َ ‫يف قَد‬
َ ‫مُثَّ قُت َل َك‬

Sekali lagi, celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?

E. KAIDAH TAKRĀR

Dalam kitab Qawā’id al-Tafsīr, Jam’ān wa Dirāsatan, Khālid bin ‘Uthmān al-
Sabt menjelaskan kaidah yang berkaitan dengan Takrār dalam al-Qur’an sebagai
berikut:

1. Kaidah Pertama:

‫قد يردالتكرار لتع ّدد املتعلق‬


“Terkadang Adanya pengulangan karena banyaknya hal yang berkaitan
dengannya (maksud yang ingin disampaikan).”17
Pengulangan yang terdapat dalam beberapa ayat, kalimat, dan
sebagian nama surah yang beragam dalam al-Qur’an, telah memberi
pertanyaan di benak sebagian ulama’ sekaligus menjadi bahan perdebatan
di kalangan mereka. Al-Qur’an oleh beberapa orang dinilai kacau dalam

15
al-Zarkashī, al-Burhān, 17.
16
Ibid., 18.
17
al-Sabt, Qawā’id al-Tafsīr, 702.

7
sistematikanya, karena dari realitas metode al-Qur’an sendiri yang dalam
penjelasanya terkesan singkat dan padat saat mendefinisikan sesuatu.
Namun, pertanyaan ini telah dijawab oleh para ilmuan Islam,
bahwa bentuk dari pengulangan dalam Al-Quran adalah bukan suatu hal
yang sia-sia dan tidak memiliki arti. Bahkan menurut mereka setiap lafal
yang berulang memiliki kaitan erat dengan lafal sebelumnya. Sebagai
contoh ayat-ayat dalam surah Al-Rahman ayat 13,16,18 dan seterusnya :
ِ ‫َأي آاَل ِء ربِّ ُكما تُ َك ِّذب‬
١٣﴿ ‫ان‬ ِّ ِ‫﴾فَب‬
َ َ َ
Dalam surah di atas terdapat ayat yang berulang-ulang lebih dari
30 kali yang semuanya menuntut adanya ikrar dan pernyataan rasa syukur
manusia atas berbagai nikmat yang telah diberikan Allah. Jika dilihat, tiap
pengulangan ayat ini didahului dengan penjelasan berbagai jenis nikmat
yang Allah berikan kepada hambanya.
2. Kaidah Kedua

‫ﻢﻟ ﯾﻘﻊ ﻲﻓ ﻛﺘﺎب ﷲ ﺗﻜﺮارﺑﻦ ﻣﺘﺠاﻮرين‬

“Tidak terjadi pengulangan antara dua hal yang berdekatan/berdampingan dalam


kitabullah”.18

Seperti halnya pada lafal “‫اهلل‬ ‫ "بسم‬dengan surah al Fatihah ayat 6:

‫ٱلر ِحي ِم‬


َّ ‫محَ ِن‬
ٰ ‫ٱلر‬
َّ

3. Kaidah Ketiga :
ِ َ‫الَ خُي الِف ب اَأللْ َفاظ ااَّل اِل ختِال‬
‫ف امل َعايِن‬
َ َ ‫َ ُ َنْي‬

“Tidak ada perbedaan lafal kecuali adanya perbedaan makna”. 19

Seperti yang terjadi dalam surah al- Kafirun ayat 2-4:

٤﴿ ْ‫﴾ َواَل َأنَا َعابِ ٌد َّما َعبَدمُّت‬٣﴿ ‫َأعبُ ُد‬


ْ ‫﴾ َواَل َأنتُ ْم َعابِ ُدو َن َما‬٢﴿ ‫َأعبُ ُد َما َت ْعبُ ُدو َن‬
ْ ‫﴾اَل‬
18
al-Sabt, Qawā’id al-Tafsīr, 703.
19
Ibid., 705.

8
Lafal ‫َأعبُ ُد َما َت ْعبُ ُدو َن‬
ْ ‫ اَل‬kalau dilihat secara sepintas tidak berbeda dengan lafal

ْ‫ َواَل َأنَ ا َعابِ ٌد َّما َعبَ دمُّت‬tapi pada hakikatnya memiliki perbedaan makna yang

mendalam. Lafal ‫َأعبُ ُد َم ا َت ْعبُ ُدو َن‬


ْ ‫ اَل‬yang menggunakan betuk mudāri‘

mengandung arti bahwa Nabi Muhammad tidak menyembah berhala pada


masa tersebut dan masa yang akan datang.

Adapun lafal ْ‫ َواَل َأنَ ا َعابِ ٌد َّما َعبَ دمُّت‬dengan bentuk mādī mengandung

makna pada masa lampau. Kabarnya bahwa sebelum kedatangan islam para
orang musyrik menganut paham politheisme atau menyembah banyak tuhan.
Oleh karena itu lafal ini mengandung maksud bahwa pada masa lampau-pun
Nabi Muhammad tidak pernah menyembah apa-apa yang mereka sembah.

4. Kaidah Keempat

ِ ِ
ُ‫الشُئ يف اِإل ْست ْف َه ِام ِإ ْستْب َع ًادا لَه‬
َ ‫ب تَ َكَّر َر‬
ُ ‫العَر‬
َ

“Orang Arab senantiasa mengulangi sesuatu dalam bentuk pertanyaan untuk


menunjukan mustahil terjadinya hal tersebut”.20

Sudah menjadi kebiasaan pada bangsa arab dalam menyampaikan suatu hal
yang mustahil atau kemungkinan kecil yang akan terjadi pada diri seseorang.

Maka bangsa arab menggunakan bentuk ( ‫ام‬ ‫)إﺳﺘﻔه‬ pertanyaan tanpa

menyebutkan maksud secara langsung untuk menyampaikan hal tersebut.


Oleh sebab itu, digunakanlah pengulangan untuk menolak dan menjauhkan
terjadinya hal seperti itu.

Seperti yang dicontohkan dalam surah al Mukminun ayat 35:

٣٥﴿ ‫ُّم َو ُكنتُ ْم ُتَرابًا َو ِعظَ ًاما َأنَّ ُكم خُّمَْر ُجو َن‬ ِ ‫ِإ‬ ِ
ْ ‫﴾َأيَع ُد ُك ْم َأنَّ ُك ْم َذا مت‬

Kalimat " ‫"َأيَعِ ُد ُك ْم َأنَّ ُك ْم‬ kemudian diikuti oleh kalimat " ‫"َأنَّ ُكم خُّمَْر ُج و َن‬
mengandung arti, mustahilnya kebangkitan setelah kematian. Ayat ini
20
al-Sabt, Qawā’id al-Tafsīr, 709.

9
merupakan jawaban dari pengingkaran orang-orang kafir terhadap adanya hari
akhir.

5. Kaidah Kelima

‫ﻹﻋﺘِﻨَﺎء‬ِ ُ ‫اﻟﺘِﻜَْﺮ ُار يد‬


ْ ‫ﱡل ﻋﻠَﻲ ا‬

“Pengulangan menunjukkan perhatian atas hal tersebut”. 21

Sudah menjadi hal yang lumrah, bahwa sesuatu yang penting sering disebut-
sebut bahkan ditegaskan berulang kali. Seperti yang kita ketahui bahwa salah
satu faidah dari takrār yaitu sebagai ta’kid (penegasan). Seperti dalam surah
an-Naba' ayat 1-5 :

﴿ ‫﴾ َكاَّل َسَي ْعلَ ُمو َن‬٣﴿ ‫﴾ الَّ ِذي ُه ْم فِ ِيه خُمْتَلِ ُفو َن‬٢﴿ ‫﴾ َع ِن النَّبَِإ الْ َع ِظي ِم‬١﴿ ‫َع َّم َيتَ َساءَلُو َن‬

٥﴿ ‫﴾ مُثَّ َكاَّل َسَي ْعلَ ُمو َن‬٤﴾

Surah diatas bercerita tentang hari kiamat yang waktu terjadinya

diperdebatkan banyak orang. Dalam surah tersebut lafal ‫ َكاَّل َس َي ْعلَ ُمو َن‬diulang
dua kali menunjukkan bahwa hal yang diperdebatkan tersebut benar-benar
tidak akan pernah bisa diketahui tepatnya.

6. Kaidah keenam

‫ خبالف املعرفة‬, ‫النكرة إذا تكررت دلّت علي التع ّدد‬

“Jika hal yang berbentuk nakirah (umum/tidak diketahui) mengalami pengulangan


maka ia menunjukkan berbilang (serba ragam), berbeda dengan hal yang bentuknya
ma‘rifah (khusus/diketahui)”.22

Ketika Isim disebutkan dua kali atau berulang, maka akan ada empat
kemungkinan:

a. Keduanya adalah isim al-Nakirah,

21
al-Sabt, Qawā’id al-Tafsīr, 709.
22
al-Sabt, Qawā’id al-Tafsīr, 711.

10
ٍ ِ ِ ٍ ‫ض ْع‬ ِ ِ ٍ ‫ض ْع‬ ِ
‫ض ْع ًفا‬
َ ‫ف ُق َّوةً مُثَّ َج َع َل من َب ْعد ُق َّوة‬ َ ‫ف مُثَّ َج َع َل من َب ْعد‬ َ ‫اللَّـهُ الَّذي َخلَ َق ُكم ِّمن‬
٥٤ ‫يم الْ َق ِد ُير‬ِ
ُ ‫َو َشْيبَةً خَي ْلُ ُق َما يَ َشاءُ َو ُه َو الْ َعل‬
Lafal ‫ ضعف‬pada ayat diatas terulang tiga kali dalam bentuk nakirah yang

menurut kaidah bila terdapat dua isim al-Nakirah yang terulang dua kali
maka yang kedua pada hakekatnya bukanlah yang pertama. Dengan
demikian, ketiga lafal dha‘if memiliki makna yang berbeda-beda.

b. Keduanya isim al-Ma’rifah.

Seperti dalam surah Al-Fatihah ayat 6-7

ِ ‫ض‬ ِ َّ ِ ِ ِّ ‫ْاه ِدنَا‬


َ ِّ‫وب َعلَْي ِه ْم َواَل الضَّال‬
٧ ‫ني‬ ُ ‫ت َعلَْي ِه ْم َغرْيِ الْ َم ْغ‬
َ ‫ين َأْن َع ْم‬
َ ‫ صَرا َط الذ‬٦ ‫يم‬
َ ‫الصَرا َط الْ ُم ْستَق‬

Lafal surah yang terdapat pada ayat di atas terulang dua kali, pertama
dalam bentuk isim al-ma’rifat yang ditandai dengan memberi alif lam pada

lafal ‫ اﻟﺼﺮاط‬dan kedua dalam bentuk ma’rifat juga, yang ditandai dengan
susunan idāfah pada ‫ﺻﺮاط اﻟﺬين‬ maka isim yang disebut kedua sama

dengan yang pertama.23

c. Pertama isim al-Nakirah dan kedua isim al-Ma‘rifah,

Seperti dalam

ِ ِ
َ ‫﴾ َف َع‬١٥﴿ ‫ِإنَّا َْأر َس ْلنَا ِإلَْي ُك ْم َر ُسواًل َشاه ًدا َعلَْي ُك ْم َك َما َْأر َس ْلنَا ِإىَل ٰ فْر َع ْو َن َر ُسواًل‬
‫ص ٰى‬

‫﴾و‬١٦﴿ ‫َأخ ًذا َوبِياًل‬


ْ ُ‫َأخ ْذنَاه‬
َ َ‫ول ف‬ َّ ‫فِْر َع ْو ُن‬
َ ‫الر ُس‬

Menurut M. Quraish Shihab, dalam ayat ini Allah memberitahukan kepada


kaum Quraish bahwa ia telah mengutus Muhammad untuk menjadi saksi atas
mereka sebagaimana Allah mengutus kepada Fir’aun seorang rasul. Pada
penyebutan kedua adalah sama dengan yang pertama, yaitu nabi musa. Jadi

23
al-Sabt, Qawā’id al-Tafsīr, 711.

11
makna nabi pada ayat 15 yang diutus kepada Fir’aun adalah juga nabi yang
diingkarinya pada ayat setelahnya.

d. Pertama isim al-Ma‘rifah dan kedua isim al-Nakirah.

Seperti dalam surah Al-Rum ayat 55:

ِ
َ ‫اع ٍة َك َٰذل‬
٥٥ ‫ك َكانُوا يُْؤ فَ ُكو َن‬ ِ
َ ‫اعةُ يُ ْقس ُم الْ ُم ْج ِر ُمو َن َما لَبِثُوا َغْيَر َس‬
َ ‫الس‬
َّ ‫وم‬
ُ ‫َو َي ْو َم َت ُق‬

Lafal (‫ )اﻟﺴﺎﻋﺔ‬pada ayat di atas terulang sebanyak dua kali, yang pertama

menunjukkan isim ma‘rifah sedang kedua menunjukkan isim nakirah. Dalam


kasus ini lafal kedua pada hakikatnya bukanlah yang pertama. Pengertian ini

dapat diketahui dari Shiyāq al-Kalām dimana yang pertama berarti ‫اﺤﻟﺴﺎب‬ ‫ﯾﻮم‬
(hari kiamat) sedangkan yang kedua lebih terkait dengan waktu.

7. Kaidah Ketujuh

‫اذا اﺤﺗﺪ اﻟﺸﺮط واﺠﻟﺰاء ﻟﻔﻈﺎ دل ﻋﻠﻰ اﻟﻔﺨﺎﻣﺔ‬

“Jika ketetapan dan jawaban (keterangan) bergabung dalam satu lafal maka hal itu
menunjukkan keagungan (besarnya) hal tersebut” 24

Menurut penulis, maksud dari kaidah diatas kembali kepada lafal yang
dimaksud, jika terjadi pengulangan dengan lafal yang sama penyebutan yang
pertama sebagai satu ketetapan sedang penyebutan yang kedua sebagai
jawaban (keterangan) dari ketetapan tersebut, maka itu menunjukkan
besarnya hal yang dimaksud. Sebagai contoh surah Al-Haqqah ayat 1-2:

٢﴿ ُ‫﴾ َما احْلَاقَّة‬١﴿ ُ‫﴾احْلَاقَّة‬

Mubtada dan keterangan (khabar) adalah lafal yang sama. Kata “‫” اﺤﻟﺎﻗﺔ‬

diulang dan bukan menggunakan lafal “ ‫”ﻣﺎهي؟‬, pengulangan lafal mubtada


disini berkedudukan sebagai jawaban atau keterangan.

24
al-Sabt, Qawā’id al-Tafsīr, 715.

12
F.HIKMAH TAKRĀR

Syekh Muhammad bin Şālih dalam Tafsir Juz ‘Amma menyebut ada
beberapa hikmah pengulangan ayat atau kalimat dalam Al-Qur’an. Pertama,
pengulangan dilakukan sebagai bentuk penjelasan mengenai urgensi masalah.
Pengulangan yang terjadi pada konteks ini menunjukkan bahwa masalah tersebut
sangatlah penting, sebagaimana halnya pengulangan dalam surah Ar Rahman.

Kedua, pengulangan dilakukan agar pesan yang disampaikan lebih meresap


ke dalam hati manusia. Pengulangan, baik secara redaksi atau masalah, bertujuan
agar manusia lebih mampu meresapi kandungan maknanya. Hal ini dapat dilihat
dalam surah Al Fatihah, pada ayat pertama berbunyi “Dengan nama Allah Yang
Maha pengasih, Maha penyayang”. Lalu pada ayat ketiga terdapat pengulangan
lafal yang sama dengan ayat pertama. Pengulangan ayat di atas terjadi pada
redaksinya saja, namun tidak terjadi pengulangan pada hakikat maknanya.
Sehingga, pengulangan ini bertujuan agar manusia lebih dapat meresapi betapa
besar kasih sayang Allah kepada manusia.

Terakhir, pengulangan dalam Al-Qur’an menunjukkan kebenaran bahwa Al-


Qur’an merupakan wahyu yang berasal dari Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Ada
beberapa hal yang diulang dalam Al-Qur’an, khususnya yang berkaitan dengan
kisah. Pengulangan dalam satu kisah menggunakan redaksi yang berbeda dan
tidak ada kontroversi di dalamnya. Syekh Muhammad bin Salih berpendapat
dalam Tafsir Juz ‘Amma bahwa hal ini sangat mustahil dapat dilakukan oleh
manusia, kecuali bagi Yang Maha mengetahui.25

G. KESIMPULAN

al-Takrār fī al-Qur’an merupakan pengulangan yang terdapat dalam al-


Qur’an baik berupa lafal, ayat, maupun topik tertentu dengan tujuan tertentu.
Takrār fi al-Qur’an (pengulangan dalam al-Qur’an dibagi menjadi dua macam,
yaitu pengulangan secara lafal dan makna (Takrār al-lafal wa al-ma’nā) dan
pengulangan makna saja tanpa disertai lafal (Takrār al-lafal dūna al-ma’nā).

25
Agus Sasongko, “Rahasia Di Balik Pengulangan Ayat Dalam al-Qur’an” dalam
https://www.republika.co.id/berita/r6pfeo313/rahasia-di-balik-pengulangan-ayat-dalam-al-Qur’an-
part2, diakses (13 Desember 2022).

13
Faidah Takrār antara lain, al-Taqrīr, al-Ta’kid, Memberikan penegasan dan
menghilangkan tuduhan dan keraguan dalam suatu perkara, ta‘ẓim, dan Ta'ajub.
Adapun Takrār memiliki tujuh kaidah seperti yang telah dijelaskan. Hikmah
mempelajari ilmu Takrār adalah pengulangan dilakukan sebagai bentuk
penjelasan mengenai urgensi masalah, pengulangan dilakukan agar pesan yang
disampaikan lebih meresap ke dalam hati manusia, pengulangan dalam Al-Qur’an
menunjukkan kebenaran bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu yang berasal dari
Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur`an.
al-Misri, Jamāl al-Dīn Muhammad bin Mukarram, Lisān al-‘Arab, Beirut:
Dar al-Sadr, t.th.
al-Sabt, Khālid bin ‘Uthmān, Qawā’id al-Tafsīr, Jam’ān wa Dirāsatan, t.tp:
Dar Ibn ‘Affān, t.th.
al-Suyūṭī, Abdurraḥ mān bin Abū Bakar Jalāluddīn, al-Itqān fī ‘Ulūm al-
Qur`ān Kairo: al-Hay`ah al-Maṣriyah al-‘Āmmah, 1974.
al-Zarkashī, Badru al-Dīn bin Muhammad bin ‘Abdullah, al-Burhān fī ‘ulūm
Al-Qur’an, t.tp: Dar al-Turaţ, t.th.
Anshori, Muhammad Lutfil, “Al-Takrar fi Al-Qur’an”, al-Itqan, 1 (Februari-
Juli, 2015).
Yusuf, Muhammad dan Ismail Suardi Wekke, BAHASA ARAB-BAHASA
ALQURAN, Deepublish: Yogyakarta, 2018.
Zakariyyā, Abi al-Husain Ahmad bin Fāris bin, Mu’jam Maqāyis al-Lughoh,
t.tp: Dar al-Fikr, t.th.
Sasongko, Agus,“Rahasia Di Balik Pengulangan Ayat Dalam al-Qur’an” dalam
https://www.republika.co.id/berita/r6pfeo313/rahasia-di-balik-
pengulangan-ayat-dalam-al-Qur’an-part2, diakses (13 Desember 2022).

15

Anda mungkin juga menyukai