Anda di halaman 1dari 6

PEMAKSAAN PENGESAHAN CIPTA KERJA, RAKYAT SEMAKIN RESAH

Indonesia disebut sebagai negara republik. Dalam perjalanannya, Indonesia banyak


memiliki peraturan atau yang kerap disebut hukum. Hukum merupakan suatu hal yang
mutlak. Hal ini menyebabkan hukum sudah seharusnya ditaati oleh seluruh lapisan
masyarakat. Banyak peraturan dan undang-undang yang dibuat di Indonesia. Baik itu
yang sudah disahkan maupun tidak. Namun, akhir-akhir ini mencuat banyak
problemika sebuah peraturan yang ditetapkan oleh presiden. Peraturan tersebut adalah
Perppu yang saat ini disahkan menjadi Omnibus Law UU Cipta Kerja.

RUU Cipta Kerja terbentuk pada tahun 2020 dan disahkan menjadi Omnibus Law UU
Cipta Kerja pada tanggal 5 Oktober 2020 dengan dasar kesepakatan rapat paripurna
yang digelar di Gedung DPR. Naskah UU Cipta Kerja, meskipun sudah disahkan tetapi
masih banyak yang direvisi padahal pada saat itu (5 oktober 2020) Omnibus Law UU
Cipta Kerja sudah disahkan. Omnibus Law UU Cipta Kerja ini berjalan menjadi Perppu
Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang pada nyatanya sebelum menjadi Perppu
ini sudah disahkan pada 30 Desember 2022 menggantikan UU No.11 Tahun 2020 dan
telah diuji secara formil oleh Mahkamah Konstitusi.

Adanya dalil dari 13 serikat buruh yang menyatakan bahwa Perppu ini tidak memenuhi
syarat pembentukan undang-undang. Pangaribuan juga menyebutkan ada 55 pasal yang
terdapat pada Perppu tersebut menghilangkan hak konstitusional para buruh yang telah
dijamin dalam UUD 1945 dan UU 13/2003. Dengan adanya penolakan oleh serikat
buruh dan bahkan di dalam sarangnya sendiri masih terdapat konflik mengenai UU
Cipta Kerja ini, tetapi faktanya UU ini tetap disahkan pada tanggal 21 Maret 2023 oleh
“mereka” yang mewakili “Rakyat” melalui sidang paripurna ke-19.

Menurut data yang tercantum pada Lampiran II UU 12/2011 RUU Cipta Kerja tidak
memenuhi ketentuan dikarenakan terlalu banyak Peraturan pelaksanaan yang perlu
untuk dibentuk sebanyak 535 peraturan pelaksanaan. Sehingga pelaksanaan dari RUU
Cipta Kerja setelah dilakukan pengesahan menjadi UU menimbulkan banyak
kemungkinan untuk selesai dalam kurun waktu satu hingga dua tahun sesuai dengan
UU 12/2011.
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau
yang lebih dikenal dengan UU Cipta Kerja, sejatinya UU ini sudah mendapat
pertentangan dari Ketua Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan bahwa "pembentukan
UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan
dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”, ujar Anwar Usman dalam
sidang putusan yang digelar pada Kamis (25/11/2021) siang.

Pada sidang putusan pengujian UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Mahkamah
Konstitusi menyatakan bahwa UU Cipta Kerja dinilai cacat secara formil karena tidak
dibuat berdasarkan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak memenuhi
asas pembentukan peraturan perundang-undangan, tidak melibatkan partisipasi publik
yang luas, serta norma yang telah ditetapkan bersama oleh DPR dan Pemerintah
mengalami perubahan dan pergantian ketika melalui tahap perundangan-undangan.
Dalam amar putusannya, Mahkamah Konstitusi juga menyatakan UU Cipta Kerja
inkonstitusional bersyarat dan harus direvisi dalam waktu 2 tahun. Amanat MK Untuk
merevisi UU Cipta Kerja dengan tenggang dua tahun terhitung sejak 2 september 2021
kian cenderung diabaikan. Padahal masih tersisa waktu yang cukup untuk dilakukan
revisi dengan metode normal. Metode tersebut dilaksanakan dengan tujuh bulan
sebelum UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional permanen. Kebijakan menerbitkan
Perppu Cipta Kerja pun makin menegaskan bahwa “presiden tidak patuh terhadap
Konstitusi" .

Salah satu pertimbangan utama Mahkamah Konstitusi memutus UU Cipta Kerja


Inkonstitusional bersyarat karena pembentuk undang-undang tidak memberikan ruang
bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara maksimal. Bukannya memperbaiki dengan
memberikan ruang partisipasi masyarakat yang bisa menyampaikan hak aspirasi
suaranya secara menyeluruh, namun pemerintah justru memilih menerbitkan Perppu
Cipta Kerja yang proses pembentukannya sama sekali tidak mengikutsertakan
partisipasi masyarakat. Beranjak dari hal tersebut, proses pembentukan UU Cipta kerja
dinilai telah bertentangan dengan asas keterbukaan sebagaimana diatur pada Pasal 5
huruf G Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP).

Penolakan UU Cipta kerja diperkuat pula dalam pertimbangan hukum yang dibacakan
oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo yang menyatakan bahwa "Pembentukan UU Cipta
Kerja bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan,
maka Mahkamah berpendapat proses pembentukan UU 11/2020 adalah tidak
memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945, sehingga harus dinyatakan cacat formil.
Selain itu, pasal 170 pada Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang
menyatakan Pemerintah dapat mengubah ketentuan dalam undang-undang melalui
peraturan pemerintah (PP) dinilai bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.
Pasal tersebut jelas melanggar pasal 20 ayat (1) UUD 1945 bahwa yang berwenang
membentuk UU adalah DPR. Ini merupakan pengambilalihan kewenangan oleh
presiden. Selain itu, terdapat beberapa poin penting yang mendapat penolakan dari
pekerja dan buruh dalam klaster ketenagakerjaan diantaranya:

1. Alih Daya
Pasal 64 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No
2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, berbunyi “Perusahaan dapat menyerahkan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian
alih daya yang dibuat secara tertulis”. Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah
menghapus pasal 64 dalam UU Cipta Kerja yang dianggap inkonstitusional
bersyarat sebagaimana yang telah dicantumkan pada UU Ketenagakerjaan.
Dalam pasal ini, pemerintah kembali mengizinkan perusahaan melakukan alih
daya (outsourcing) agar perusahaan dapat meminjam lebih banyak tenaga kerja.
Pemerintah menegaskan jenis dan jumlah pekerjaan yang boleh dan tidak
dialihdayakan. Tidak adanya lagi batasan yang jelas dalam UU Cipta Kerja
menyebabkan kebingungan dan ketidakpastian hukum kepada pekerja, baik dari
jenis pekerjaan dan beban kerja maupun jaminan atas gaji, asuransi, jaminan
kerja, kesehatan, dan tunjangan lainnya.
2. Waktu Kerja
Pasal 79 ayat (2) huruf b Perppu No 2 Tahun 2022 berbunyi “b. Istirahat
mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu”. Pasal
79 menyebabkan berkurangnya hak pekerja terhadap waktu istirahat, karena
pekerja hanya mendapatkan waktu istirahat selama sehari per minggu. Dalam
Perppu ini juga tidak terlihat adanya aturan mengenai istirahat maupun cuti
panjang. Dalam pasal 79 Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,
ketentuan mengenai cuti panjang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Cuti panjang juga hanya ditujukan untuk pekerja di perusahaan tertentu saja,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 79 ayat (5) dan (6) Perppu No 2 Tahun
2022. Perppu ini juga tidak mewajibkan pengusaha untuk memberikan cuti dua
hari dalam seminggu, meskipun batas waktu 8 jam kerja/hari telah terpenuhi.
Pengusaha “nakal” bahkan dapat memanfaatkan kebijakan ini untuk
kepentingan mereka sendiri, dengan cara menerapkan 6 hari kerja/minggu
namun dengan waktu kurang ditambah.
3. Sistem Upah
Seperti yang tertuang dalam pasal 88C Perppu No 2 Tahun 2023 tentang Cipta
Kerja, pemerintah diberikan kewenangan untuk menetapkan Upah Minimum
Sektoral (UMS) sebagai pengganti Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Meskipun UMS dinilai lebih fleksibel daripada UMK, tetapi tidak dapat
menjamin untuk upah minimum yang layak bagi para pekerja. Pemerintah dapat
menetapkan UMS yang lebih rendah daripada UMK, sehingga dapat
mengurangi perlindungan upah minimum para pekerja.
Selanjutnya, pasal 88D ayat 2 mengatur mengenai pemberian upah yang
ditetapkan dengan memberikan pertimbangan variabel seperti pertumbuhan
ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu sehingga dalam situasi krisis ekonomi atau
bencana alam mengancam pemberian upah murah yang merugikan pekerja,
tanpa memperhatikan kebutuhan hidup layak bagi para pekerja. Dalam pasal ini,
tertuang pula klausul “indeks tertentu” yang dinilai semakin memuluskan
pemberian upah murah.
Kemudian, pasal 88F memperbolehkan oknum pemerintah yang bekerja sama
dengan kontraktor untuk menetapkan upah minimum dengan formula tertentu
yang menguntungkan sekelompok orang dan membahayakan kesejahteraan
pekerja dengan menghitung upah minimum menggunakan formula yang tidak
berdasar apapun. Dalam situasi darurat, pemerintah dapat mengubah formula
penghitungan upah minimum yang memberikan tekanan dan ketidakpastian
bagi buruh dalam mempertahankan kesejahteraan hidup mereka sehari-hari.
Ketiga pasal tersebut menjadi perhatian khusus bagi para pekerja karena
dianggap mengambil hak-hak pekerja terhadap upah. Penetapan UMS
memberikan keleluasaan kepada para pengusaha untuk menetapkan upah yang
lebih rendah dari biasanya, sehingga memberi beban keuangan yang lebih berat
kepada para pekerja.
Penulis : Ali, Danan, Gek Cindy, Mardika, Manizha, Alika

Penyunting : Maritya

Daftar Pustaka

Tresna, N. (2021). Inkonstitusional Bersyarat, UU Cipta Kerja Harus Diperbaiki dalam


Jangka Waktu Dua Tahun. https://www.mkri.id/index.php?
page=web.Berita&id=17816. (Diakses Pada 12 April 2023)

Ramadhan, A. (2020). Pasal 170 Omnibus Law Cipta Kerja Dinilai Bertentangan dengan
UUD 1945. https://tinyurl.com/Omnibus-Law-Cipta-Kerja. (Diakses Pada 11 April
2023)

Mariska, M. (2023). UU Cipta Kerja Cacat Formil! Bagaimana Nasib Perizinan Usahanya?
https://kontrakhukum.com/article/uu-cipta-kerja-izin-usaha/. (Diakses Pada 13 April
2023)

Rizky Bayu Kencana, M. (2023). Buruh: Perppu Cipta Kerja Bolehkan Pekerja Outsourcing
dan Aturannya Tidak Jelas. https://www.merdeka.com/uang/buruh-perppu-cipta-kerja-
bolehkan-pekerja-outsourcing-dan-aturannya-tidak-jelas.html. (Diakses pada 13 April
2023)

Ryan Aditya, R. (2023). Perppu Cipta Kerja Belum Akomodasi Istirahat Panjang Pekerja,
Akan Diatur lewat PP.
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/01/22072481/perppu-cipta-kerja-belum-
akomodasi-istirahat-panjang-pekerja-akan-diatur. (Diakses pada 14 April 2023)

Anda mungkin juga menyukai