Anda di halaman 1dari 176

i

THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION


AND METABOLIC UPDATE
Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice
and Future Trends

Editor : Lanny C Gultom


MF Conny Tanjung
I Gusti Lanang Sidiartha

Cetakan Pertama : 2018

Diterbitkan oleh:
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Cabang Jawa Timur

ISBN 978-602-51534-3-3

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
dengan cara dan bentuk apapun tanpa seijin penulis.

ii
Kata Pengantar

Nutrisi yang adekuat merupakan kebutuhan yang harus


dipenuhi terutama pada beberapa tahun pertama kehidupan bayi
untuk mencapai pertumbuhan dan proses perkembangan. Yang
optimal. Banyak faktor yang mempengaruhi proses kecukupan
nutrisi salah satunya apabila anak dalam kondisi sakit berat. Kondisi
sakit berat selain penyakit infeksi, penyakit non infeksi seperti
gangguan malabsorbsi, kelainan jantung kongenital, kelainan ginjal,
dan juga kelainan metabolism bawaan dapat berpengaruh terhadap
proses pertumbuhan yang berdampak pada timbulnya malnutrisi
(defisiensi makronutrien dan mikronutrien) dan gagal tumbuh. Pada
kondisi kelainan tersebut seringkali bayi dan anak dalam kondisi sakit
berat (sakit kritis) sehingga pemenuhan kebutuhan nutrisi tidak bisa
dicukupi dengan baik. Dalam kondisi penyakit kritis tersebut justru
kebutuhan nutrisi sangat diperlukan oleh tubuh untuk mencegah
katabolisme sehingga balans kebutuhan nutrisi menjad negatif yang
akan berdampak pada lamanya proses penyembuhan, timbulnya
komplikasi yang berdampak pada morbiditas maupun mortalitas.
Saat ini banyak tenaga medis yang hanya memikirkan terapi obat-
obatan tanpa menunjang kebutuhan nutrisi yang adekuat saat anak
dirawat di rumah sakit.
Kelainan metabolisme bawaan (KMB) sudah banyak ditemukan
di Indonesia, namun karena keterbatasan pengetahuan tentang
KMB, keterbatasan alat dan sarana pemeriksaan seringkali kelainan
tersebut ditemukan sudah dalam kondisi lanjut. Gejala klinis pada
KMB mempunyai spektrum klinis yang luas sehingga seringkali
mirip dengan gejala klinis penyakit kritis lainnya seperti penurunan
kesadaran, kejang, sepsis dan lain-lain dan dengan hasil laboratorium

iii
yang mirip pada kelainan kritis lain seperti asdidosis metabolik berat,
hipoglikemi, hiperamonemia dan lain-lain. Pengenalan dini gejala
klinis kelainan tersebut dapat mencegah dampak yang lebih berat.
Sebenarnya kelainan metabolisme bawaan dapat dicegah untuk
menghindari komplikasi yang berat yaitu dengan adanya skrining
bayi baru lahir (Newborn Screening) untuk kelainan metabolisme
bawaan di Indonesia. Di Asia dan Negara maju NBS sudah banyak
diterapkan, sehingga kolaborasi dengan negara-negara khususnya di
Asia dapat dilakukan deteksi sejak bayi baru lahir.
Dengan diadakannya acara NutriMet yang kedua ini diharapkan
dapat membahas semua masalah penyakit yang berhubungan
pentingnya tatalaksana nutrisi terutama pada kondisi sakit klinis
berat dan juga tatalaksana pencegahan penyakit yang bisa dideteksi
sejak dini.

iv
Kata Pengantar

Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik (UKK


NPM) bekerjasama dengan IDAI Cabang Jawa Timur, tahun ini
menyelenggarakan the 2nd Nutrition & Metabolic Update (2nd
Nutrimet) dengan tema Nutrition and Metabolic in Special Conditions:
Practice and Future Trends. Tema ini diusung mengingat banyak
sekali kondisi khusus yang memerlukan perhatian dan pengaturan
nutrisi yang spesifik. Kami mengundang para pakar dan pembicara
yang mumpuni di bidangnya dengan harapan dapat memberikan
wawasan dan meningkatkan pengetahuan serta kompetensi para
dokter spesialis anak khususnya dan dokter umum serta tenaga
kesehatan lainnya pada umumnya dalam hal tata laksana nutrisi dan
penyakit metabolik.
Selain seminar, kami juga melakukan berbagai pelatihan yang
sangat diperlukan bagi praktik sehari-hari. Topik-topik pelatihan
yang diambil merupakan topik yang sering menjadi pertanyaan
dan permintaan dokter spesialis anak dan dokter umum. Pelatihan
yang diselenggarakan ini merupakan pelatihan yang komprehensif
dan telah disesuaikan dengan perkembangan ilmu yang ada tetapi
tidak melupakan kondisi di lapangan yang seringkali tidak ideal dan
beragam.
Kami berharap, acara ilmiah ini dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kita semua. Akhir kata, selamat menimba
ilmu dan berlatih!

Ketua Unit Kerja Koordinasi Nutrisi & Penyakit Metabolik


Titis Prawitasari

v
Daftar Isi
Kata Pengantar iii
Daftar Isi vi
q Nutrition and malnutrition problems : What should we do? 1
Titis Prawitasari
q Nutrition for congenital heart disease patients: Do we need 21
to be aggressive?
Nur Aisiyah Widjaja
q Malnutrition and kidney disease: Do we need special formula? 47
Aidah Juliaty A. Baso
q Nutrition in burns patient: What nutritional management should 65
we emphasized on?
Aryono Hendarto
q Nutrition and growth assessment in special conditions: 83
The importance of right measurement
JC. Susanto
q The importance of perioperative nutrition: Points to remember 111
Julistio Djais
q Stunting prevention: Role of micronutrients 125
Endang Dewi Lestari
q Principle of dietary management of Inborn Error Metabolism: 139
First think first
Neti Nurani

vi
NUTRITION AND MALNUTRITION
PROBLEMS: WHAT SHOULD WE DO?

Titis Prawitasari

PENDAHULUAN
Berbagai macam definisi telah digunakan untuk
menjelaskan apa yang dimaksud dengan malabsorpsi, tetapi
pada prinsipnya malabsorpsi adalah semua kondisi yang
mengakibatkan terganggunya proses digesti dan absorpsi
nutrien dalam saluran cerna. Berbagai keadaan dapat
mengakibatkan malabsorpsi, antara lain: gangguan motilitas
esofagus, gangguan motilitas dan sekresi lambung, insufisiensi
eksokrin pankreas, defisiensi enzim disakaridase (contoh:
defisiensi laktase, sukrose), gangguan fungsi usus halus, serta
berkurangnya permukaan absorpsi usus seperti pada kondisi
pasca reseksi usus maupun short bowel disease.1 Manifestasi
klinis yang terjadi dapat ringan, berupa diare, konstipasi atau
sakit perut, steatorrhea, hingga gejala yang berat berupa
terganggunya penyerapan berbagai nutrien yang diperlukan
oleh tubuh.1,2

PROSES DIGESTI DAN ABSORPSI


Proses mencerna makanan, dimulai dari gerakan
mekanik di mulut dan bercampur dengan saliva kemudian
melewati esofagus lalu masuk ke dalam lambung. Di dalam

Nutrition and malnutrition problems: What should we do? 1


lambung, makanan terpajan dengan asam lambung dan enzim
(proteolitik dan lipolitik) kemudian membentuk chyme yang
akan memasuki duodenum. Duodenum merupakan bagian
awal dari usus halus, karena sesungguhnya usus halus terbagi
menjadi tiga segmen, yaitu duodenum, jejunum dan ileum.
Pada ketiga tempat tersebut, terjadi proses absorpsi mayoritas
makronutrien dan mikronutrien. Adanya banyak lipatan dan
vili maupun mikrovili pada usus halus diyakini sebagai sarana
untuk memperluas kemampuan absorpsi makanan.1,2
Makronutrien yang terdapat dalam makanan kebanyakan
dalam bentuk yang kompleks, yang memerlukan proses
hidrolisis oleh enzim spesifik sehingga dapat dicerna dan
diabsorpsi dengan baik.
1. Karbohidrat, umumnya dikonsumsi dalam bentuk
polisakarida atau starches, dalam bentuk amylopectins dan
amylose. Dalam mulut, ptyalin (enzim amilase dalam saliva)
akan menghidrolisis menjadi bentuk yang fragmen lebih
sederhana. Terjadi deaktifasi amilase di lambung karena
pajanan asam lambung, sehingga kebanyakan proses
digesti dan absorpsi karbohidrat terjadi pada segmen
usus halus. Amilase yang dihasilkan oleh enzim pankreas
dan enzim yang terdapat pada brush border enterosit
(sukrase, laktase, maltase, isomaltase) akan memecah
disakarida menjadi molekul monosakarida (glukosa,
galaktosa, fruktosa) yang selanjutnya akan melewati sel
mukosa menuju ke dalam aliran darah untuk ditransfer
ke dalam hati. Glukosa dan galaktosa diabsorpsi secara
aktif dan bergantung terhadap sodium-dependent carrier,

2 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
sedangkan fruktosa diabsorpsi perlahan berdasarkan
proses difusi yang juga diduga sodium-dependent. Dari hati,
glukosa akan diantar ke jaringan, tetapi sebagian darinya
akan disimpan dalam bentuk glikogen dalam hati dan
otot. Fruktosa dan galatosa akan mengalami perubahan
menjadi glukosa melalui proses enzimatik dalam hati. Pada
kondisi defisiensi laktase maupun konsumsi berlebihan
laktosa, fruktosa, sorbitol, mannitol dan xylitol dapat
mengakibatkan sakarida tersebut tidak terserap sempurna
sewaktu sampai di kolon, yang akan mengakibatkan
banyaknya gas dan diare. Beberapa starches dan serat
dalam makanan yang tidak terserap sempurna, akan
difermentasi dalam kolon dan memicu short chain fatty
acid (SCFA) untuk mempertahankan fungsi normal mukosa
usus dan meningkatkan absorpsi cairan dan elektrolit.1,2
2. Protein, proses digesti protein telah dimulai dalam lambung.
Dengan bantuan asam lambung, pepsinogen diaktifkan
menjadi pepsin yang selanjutnya proses pemecahan
protei ini kebanyakan terjadi pada segmen duodenum.
Bentuk makanan yang sudah lebih berair setelah melewati
lambung (bentuk chyme, semiliquid) akan menstimulasi
mukosa saluran cerna untuk melepas enterokinase
yang mengaktifkan trypsinogen menjadi tripsin dan
enzim proteolitik pankreas lainnya (chymotrypsin,
carbozypeptidase) menjadi peptida hingga asam amino.
Mekanisme absorpsi peptida dan asam amino ini terjadi
melalui proses transpor aktif, yang juga tergantung dengan
mekanisme sodium-dependent transport, seperti juga

Nutrition and malnutrition problems: What should we do? 3


glukosa. Pada segmen akhir dari jejunum, hampir 100%
protein telah terabsorpsi sempurna.1,2
3. Lemak, hampir semua proses pencernaannya terjadi pada
usus halus, walaupun sebagian kecil lemak telah dicerna
dengan enzim lipase yang ada di mulut. Lipase dalam
lambung (tributyrinase) akan menghidrolisis trigliserida
rantai pendek menjadi asam lemak dan gliserol. Selanjutnya,
adanya lemak akan memicu pelepasan cholecystokinin
(CCK) yang juga akan menstimulasi sekresi empedu dan
enzim pancreas. Gerakan peristaltis akan memecah
lemak menjadi bentuk yang lebih kecil, sedangkan cairan
empedu akan mengemulsi fragmen tersebut sehingga
dapat dicerna dengan baik oleh enzim lipase pankreas.
Hasil dari kompleks dari asam lemak bebas, monogliserida
dan asam empedu membentuk micelles yang larut dalam
air. Setelah melewati brush border, micelles akan melepas
komponen lemak dan kembali ke lumen usus. Sedangkan
asam empedu akan diserap kembali melalui sirkulasi
enterohepatik. Asam lemak dan monogliserida yang
berada dalam mukosa sel kemudian akan membentuk
trigliserida kembali dan bersama-sama dengan kolesterol
dan fosfolipid akan membentuk kilomikron. Selanjutnya
kilomikron akan dialirkan ke duktus torasikus melalui
sistim limfatik. Terdapat keistimewaan pada medium chain
triglycerides (MCT), yaitu asam lemak dengan 8-12 rantai
karbon, yang dapat langsung diabsorpsi oleh sel mukosa
tanpa adanya asam empedu maupun dalam bentuk
micelle.1,2

4 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
4. Vitamin dan mineral, kebanyakan vitamin melewati usus
halus tanpa berubah bentuk. Mikronutrien larut dalam
lemak, seperti vitamin A, D, E, K, akan mengalami defisiensi
seiring dengan adanya malabsorpsi lemak. Vitamin larut
dalam air seperti vitamin B1, B2, B6 dan vitamin C sangat
jarang mengalami defisiensi, mengingat absorpsi vitamin
tersebut terjadi sepanjang usus halus. Sedangkan proses
absorpsi mineral relatif lebih kompleks dan terbagi dalam
tiga tahapan, yaitu tahap intralumen (berupa reaksi
kimia dan interaksi dengan kandungan dalam lumen dan
pH lingkungan), tahap translokasi melewati membran
menuju mukosa sel (dapat pasif maupun aktif), dan tahap
mobilisasi. Mineral seperti kalsium, magnesium, zat
besi dan asam folat kebanyakan diabsorpsi di duodenum.
Defisiensi seng dan selenium harus dipikirkan pada
kondisi short bowel disease, yang menyebabkan disfungsi
epitel dan mesenkim sehingga memengaruhi fungsi dan
sistim kekebalan saluran cerna. Banyak mineral juga
memerlukan protein untuk dapat masuk ke dalam sel, baik
berupa protein yang spesifik (contoh: transferrin untuk
Fe) maupun albumin sebagai protein pengikat (binding
protein) berbagai mineral.1,2
5. Air, kolon dan rektum merupakan bagian saluran cerna
yang mengabsorpsi cairan yang masih tersisa setelah
melewati usus halus.1,2

Nutrition and malnutrition problems: What should we do? 5


BERBAGAI GANGGUAN GASTROINTESTINAL YANG MENYE-
BABKAN MALABSORPSI DAN TATA LAKSANA NUTRISI
1. Proses digesti yang tidak adekuat
Hipersekresi asam lambung dan insufisiensi pankreas
dapat menyebabkan malabsorpsi karena tidak normalnya
proses digesti yang terjadi. Asam lambung yang berlebihan
dapat terjadi pada beberapa kondisi, antara lain Zollinger-
Ellison syndrome, obstruksi gastric outlet karena sebab
fungsional maupun mekanikal, infeksi Helicobacter pylori.
Kondisi-kondisi tersebut dapat menyebabkan suatu peptic
ulcer disease (PUD) dan gastroesofageal refluks (GERD)
yang sering menyebabkan diare dan malabsorpsi berbagai
nutrien, khususnya vitamin B12 dan zat besi. Umumnya
dapat diperbaiki dengan pemberian obat proton pump
inhibitor dan tentu saja mengatasi etiologi utamanya.3,4
Sedangkan insufisiensi pankreas terjadi karena adanya
penurunan aktifitas enzim pankreas pada lumen usus
sehingga tidak dapat mempertahankan proses digesti
dan absorpsi dengan baik. Hal ini biasa terjadi sebagai
konsekuensi dari pankreatitis kronik dan cystic fibrosis.
Dahulu dianut pemberian diet rendah lemak untuk
mengurangi terjadinya stetorrhea. Tetapi, saat ini lebih
banyak dianut untuk tetap memberikan diet normal
dengan pemberian enzim yang diperlukan demi mencegah
adanya penurunan berat badan serta defisiensi vitamin
larut lemak yang terjadi akibat diet rendah lemak tadi.5
Lebenthal dan Lee menyatakan bahwa pada semua bayi
baru lahir sebenarnya relative mengalami insufisiensi

6 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
enzim pankreas. Tetapi hal ini dapat terkompensasi dengan
terdapatnya amilase dan lipase dalam air susu ibu (ASI).6
Berdasarkan studi terbaru yang dilakukan oleh Martin dkk.
juga memperlihatkan bahwa dibanding dengan bayi yang
mendapat ASI, bayi prematur yang mendapat formula
prematur mengalami gangguan absorpsi asam lemak
akibat belum adekuatnya produksi enzim lipase pancreas.7
2. Perubahan metabolisme empedu8
Terjadi pada kelainan hati dan saluran empedu serta
gangguan sirkulasi enterohepatik. Hati memegang peranan
penting dalam metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak serta berbagai vitamin dan mineral. Kelainan hati
dan saluran empedu akan mengganggu sintesis, sekresi
dan transportasi garam empedu yang akan mengakibatkan
malabsorpsi lemak sehingga dapat terjadi steatorrhea,
defisiensi asam lemak esensial dan vitamin A, D, E, K
dan berbagai mineral (zat besi, seng, kuprum, selenium
dan kalsium). Pemberian nutrisi yang agresif dengan
memperhatikan patofisiologi dari etiologi penyakit dapat
menjamin terjadinya tumbuh kembang yang optimal. Tata
laksana nutrisi yang dapat diberikan adalah:
l Pemberian jumlah energi yang cukup (dapat mencapai
150% dari requirement daily allowance),
l Pembatasan protein hanya dilakukan bila terdapat
ensefalopati hepatik,
l Utamakan pemberian via oral, apabila tidak dapat
memenuhi kebutuhan dibantu dengan enteral,
l Apabila perlu nutrisi parenteral total: berikan asam
amino standar, pemberian asam amino dengan

Nutrition and malnutrition problems: What should we do? 7


kandungan branch chain amino acid (BCAA) hanya
dilakukan pada kasus ensfalopati yang tidak terkontrol,
l Upayakan pemberian lemak dengan kandungan MCT
dan berikan suplementasi vitamin A, D, E, K serta
mineral.
3. Small intestine bacterial overgrowth (SIBO)9
Small intestine bacterial overgrowth (SIBO) adalah
adanya kolonisasi bakteri yang berlebihan dalam usus
halus. Penyebab SIBO dapat terjadi karena kelainan
kongenital maupun didapat, karena adanya kelainan
anatomis, kelainan pada usus halus (misalnya irritable
bowel disease), gangguan motilitas saluran cerna (terjadi
pada Crohn disease, kelainan endokrin: diabetes melitus,
hipotiroidis, iatrogenik: pasca tindakan blind loop release,
radiation enteritis, sirosis hepatis, hipertensi portal,
gagal ginjal kronik, maupun lainnya) serta penyakit
imunodefisiensi primer maupun sekunder. Hingga kini
belum ada kesepakatan mengenai definisi yang baku untuk
SIBO ini, walaupun seringkali digunakan batasan bahwa
SIBO terjadi apabila ditemukannya ≥ 100.000 colony
formation unit (CFU) per millimeter bakteri dalam aspirat
yang berasal dari usus halus. Tata laksana komprehensif
dapat meliputi terapi famakologi, nutrisi dan pembedahan,
tergantung kasus per kasus. Pemberian nutrisi ditujukan
pada penggantian nutrien yang mengalami defisiensi
serta mencegah terjadinya malnutrisi kembali. Pemberian
suplementasi vitamin larut lemak, vitamin B12 dan
beberapa mineral (tergantung kondisi) sangat dianjurkan.

8 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Walaupun hingga kini belum ada panduan baku tata
laksana nutrisi khusus pada SIBO.
4. Abnormalitas sel mukosa usus
a. Terjadi karena kelainan genetik atau biokimia,
contoh: defisiensi disakarida (defisiensi laktase,
sukrase, maltase), celiac disease, Abetaproteinemia,
malabsorpsi vitamin B1210
l Defisiensi disakarida primer sangat jarang
terjadi, yang lebih sering justru sekunder akibat
kerusakan epitel saluran cerna (karena inflamasi
maupun infeksi). Intoleransi terhadap disakarida
yang banyak ditemukan adalah intoleransi
laktosa. Pada anak hal ini sering dikaitkan dengan
adanya infeksi virus dan bakteri dalam saluran
cerna. Jika memang terdapat insufisiensi enzim
lactase (apapun penyebabnya), maka yang perlu
dilakukan adalah mengurangi produk atau bahan
makanan yang banyak mengandung laktosa. Pada
umumnya orang yang mengalami insufisiensi
enzim lactase, tidak perlu diet bebas laktosa,
tetapi cukup membatasi laktosa hingga 12 gram
(setara dengan 240 ml susu) dalam sekali minum,
dan dapat ditambahkan perlahan-lahan dalam
jangka waktu tertentu.10
l Celiac disease, merupakan enteropati akibat
gluten. Gluten merupakan peptide yang ditemukan
dalam gandum, yang menyebabkan imflamasi dan
imun respon sistemik. Pada saluran cerna, reaksi

Nutrition and malnutrition problems: What should we do? 9


ini membuat vili usus memendek dan atrofi,
area absorpsi berkurang, defisiensi disakaridase
dan peptidase sehingga mengganggu absorpsi
makronutrien dan mikronutrien. Tata laksana
nutrisi yang perlu diberikan adalah hindari sumber
makanan mengandung gluten, suplementasi
vitamin dan mineral (sesuai kebutuhan) koreksi
cairan dan elektrolit serta protein sesuai dengan
kekurangan yang terjadi.10
b. Terjadi karena adanya inflamasi atau gangguan yang
bersifat infiltratif, misalnya: Crohn’s disease, kolitis
ulseratif
Keduanya sering dikategorikan sebagai suatu
inflammatory bowel disease (IBD). Walaupun hingga
saat ini belum dapat dipastikan penyebab terjadinya,
tetapi diketahui bahwa terdapat interaksi antara
predisposisi genetik, faktor lingkungan, mikroflora usus
serta abnormalitas respon imun turut bertanggung
jawab terhadap terjadinya IBD. Pada IBD terjadi
kerusakan pada sel usus halus dan/atau hingga kolon
sehingga terjadi malabsorpsi, ulserasi dan striktur. Tata
laksana medikamentosa ditujukan untuk meredakan
inflamasi yang ada, sedangkan tata laksana nutrisi
ditujukan untuk memberikan tumbuh kembang yang
optimal. Secara prinsip, selalu mencoba menggunakan
jalur yang paling fisiologis terlebih dahulu (via oral)
dan dapat dibantu dengan pemberian enteral (tube
feeding) jika asupan tidak memenuhi kebutuhan.

10 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Pada kasus yang berat atau terdapat obstruksi, dapat
digunakan nutrisi parenteral (baik total maupun parsial)
untuk mencukupi kenutuhan nutrien. Pada IBD sangat
penting untuk memenuhi kecukupan protein, bahkan
perlu ditambahkan hingga 50%. Sewaktu terjadi
eksaserbasi atau dalam keadaan akut, perencanaan
diet sebaiknya dilakukan sesuai kebutuhan individu.
Makanan dengan minimal residu dan rendah serat,
formula yang iso-osmolar dan mengandung MCT yang
cukup tinggi akan sangat membantu mengimbangi
ketidakmampuan absorpsi akibat inflamasi yang
terjadi. Ditambah dengan koreksi dan suplementasi
vitamin dan mineral yang terjadi sesuai kebutuhan.
Pemberian probiotik diharapkan dapat memodifikasi
flora usus telah dicoba pada penelitian hewan dan
manusia dengan hasil yang belum konklusif. Sedangkan
prebiotik (oligosakarida), dapat berguna bagi bakteri di
kolon sehingga mengubah komposisi mikroflora yang
ada dan memicu perubahan gas dan SCFA sehingga
proses inflamasi pun dapat terkontrol.10
c. Kelainan saluran cerna akibat tindakan pembedahan,
termasuk kasus dengan stoma (ileostomi atau
kolostomi)
l Pembuatan stoma ini dapat sementara maupun
permanen, tergantung kasusnya. Pada anak,
pembuatan stoma ini biasanya bersifat sementara
dambil menunggu tindakan operasi selanjutnya
maupun dalam rangka proses penyembuhan
bagian distal dari saluran cerna yang terkena.

Nutrition and malnutrition problems: What should we do? 11


Keluaran dari stoma yang berasal dari ileostomi
berupa cairan, sedangkan dari kolon biasanya
lebih padat. Anak dengan ileostomy dengan
fungsi saluran cerna yang normal sangat mungkin
tidak mengalami kekurangan nutrien. Walaupun
mungkin perlu diet khusus, tetapi pada anak
dengan ileostomi tidak memerlukan perhitungan
tambahan energi. Hanya saja kemungkinan besar,
pada kasus dengan ileostomi seringkali mengalami
kekurangan vitamin C dan asam folat. Hal ini
biasanya terkait dengan kebiasaan kurangnya
asupan buah dan sayuran pada kondisi ileostomi.
Suplementasi vitamin B12 harus diberikan jika
reseksi usus yang terjadi hingga ileum terminal.10
l Short bowel syndrome dan intestinal failure
Intestinal failure (IF) merupakan kondisi yang
terjadi akibat reseksi masif dari saluran cerna
yang sering disebut short bowel syndrome (SBS).
Intestinal failure sendiri berdasarkan The American
Gastroenterological Association, adalah suatus
kondisi akibat dari obstruksi, dismotilitas, reseksi,
kelainan kongenital maupun kelainan lainnya yang
mengakibatkan hilangnya kemampuan saluran
cerna untuk melakukan absorpsi, ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mempertahankan
keseimbangan energi-protein, cairan, elektrolit
atau mikronutrien.11

12 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Etiologi: Etiologi tersering pada anak adalah
necrotizing enterocolitis (NEC), atresia intestinal,
defek dinding abdomen (gastroskisis, omfalokel),
volvulus, inflammatory bowel disease, tumor,
Hirschsprung disease, meconium ileus dan
lainnya.11
Manifestasi klinis: Gejala dan tanda yang
ditampilkan, tergantung dari beberapa faktor,
yaitu:12
1). Luas permukaan absorpsi saluran cerna yang
terkena
Bayi cukup bulan mempunyai usus halus
sepanjang 250-300 cm, yang akan bertambah
hingga 2-3 meter hingga dewasa. Rerata panjang
usus besar sewaktu bayi berkisar 30-40 cm dan
akan bertambah 1,5-2 meter sewaktu dewasa.
Setidaknya bayi harus mempunyai 10-30 cm
usus halus dengan katup ileosekal yang masih
intak untuk dapat menghindari ketergantungan
penggunaan nutrisi parenteral total jangka
panjang. Luas permukaan saluran cerna,
khususnya usus halus, sangat memengaruhi
prognosis dan manifestasi klinis yang terjadi.
2). Berkurangnya lokasi spesifik absorpsi zat tertentu
Lokasi usus yang direseksi akan memberi
konsekuensi terhadap absorpsi nutrien. Reseksi
duodenum akana menyebabkan malabsorpsi
mikronutrien folat dan zat besi. Apabila terjadi

Nutrition and malnutrition problems: What should we do? 13


reseksi pada jejunum, maka fungsi absopsi
akan mengalami penurunan yang sangat besar
mengingat jejunum mempunyai vili yang panjaang
dan besar yang akan menambah daya absopsinya.
Pada jejunum juga banyak terdapat enzim digesti
dan protein carrier, dan merupakan area digesti
dan absorpsi utama bagi kebanyakan makronutrien
dan mikronutrien. Sedangkan membuang bagian
ileum distal akan memberi konsekuensi tidak
terjadi reabsorpsi garam empedu dan absorpsi
vitamin B12, terhentinya mekanisme “ileal brake”
dan menurunnya produksi hormon/enzim saluran
cerna.
3). Tidak adanya katup ileosekal
Katup ileosekal berfungsi untuk mengatur aliran
dari lumen usus menuju kolon. Tidak adanya katup
ileosekal menyebabkan pendeknya waktu transit,
yang akan meningkatkan potensi kehilangan cairan
dan nutrien serta memicu terjadinya overgrowth
bacteri.
4). Kapasitas adaptasi dan fungsional usus halus yang
tersisa
Usus halus yang tersisa mempunyai kemampuan
adaptasi untuk mengkompensasi fungsi yang
seharusnya dijalankannya. Proses adaptasi yang
terjadi dapat berupa anatomis dan histologis,
seperti terjadi penebalan atau perpanjangan
dinding usus, penambahan kedalamanan kripti,

14 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
bertambah panjangnya vili dan proses proliferasi
lainnya. Proses ini berlangsung 24-48 jam pasca
reseksi dan terus berlangsung hingga 1 tahun
sesudahnya. Ileum mempunyai kapasitas adaptasi
yang lebih besar daripada jejunum. Faktor lain
yang turut berperan terhadap proses adaptasi
adalah: peptide dalam traktus gastrointestinal,
hormone, sitokin, imunitas, aliran darah hingga
peranan jaras persarafan. Pemberian nutrisi
enteral merupakan stimulan yang baik dalam
memicu proses adaptasi fungsional ini.
Target tata laksana nutrisi pada IF dan SBS
pada dasarnya adalah mendorong terjadinya
proses adaptasi yang optimal demi tercapainya
pertumbuhan yang normal dengan menekan
seminimal mungkin komplikasi yang terjadi.
Pada saat awal pasca reseksi usus, keseimbangan
cairan dan elektrolit menjadi target utama.
Pemberian nutrisi parenteral diberikan pada awal
tata laksana, sampai dengan proses adaptasi
saluran cerna terjadi dengan baik dan dapat
menerima nutrient via rute enteral maupun oral.
Pemberian nutrisi enteral sejak keseimbangan
cairan dan elektrolit relative stabil dan ileus pasca
operatif telah hilang. Air susu ibu (ASI) merupakan
trophic feeding yang baik bagi anak dengan SBS.
Jika ASI tidak tersedia, dapat digunakan formula
standar, apabila permukaan area saluran cerna

Nutrition and malnutrition problems: What should we do? 15


yang tersisa tidak banyak memengaruhi absorpsi
karbohidrat, protein dan lemak. Tetapi, jika
terjadi malabsorpsi dan ketidakseimbangan
elektrolit sukar diatasi (akibat high output), maka
dapat digunakan formula dengan peptide (protein
hidrolisate) maupun asam amino, bebas laktosa
serta mengandung kombinasi antara MCT dan
LCT (long chain trygliseride). Pemberian nutrisi
enteral secara kontinyu memberikan respon yang
baik dibandingkan dengan pola intermittent. Tabel
1 memperlihatkan panduan tata laksana nutrisi
pada IF dan SBS, dengan memperhatikan keluaran
dari stoma maupun feses serta gejala dan tanda
lainnya (dehidrasi atau malabsorpsi).

16 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Tabel 1. Panduan pemberian dan laju penambahan nutrisi
enteral pada intestinal failure dan short bowel syndrome.11,12
Prinsip:
• Laju penambahan nutrisi dilakukan berdasarkan keluaran feses dan stoma
• Penilaian torelansi dilakukan maksimal 2x dalam 24 jam; peningkatan jumlah dilakukan
per 24 jam
• Target cairan: 150-200 mL/kg/hari
• Target kalori: 100-140 kcal/kg/hari
• Jika kondisi keluaran stoma atau feses tidak dapat terjadi dengan 20 kcal/oz selama 7
hari, maka dapat digunakan formula dengan densitas kalori yang lebih tinggi
• Dengan penambahan nutrisi enteral, nutrisi parenteral dapat diturunkan, dengan tetap
memperhatikan kecepatan laju kenaikan berat badan yang sesuai
Panduan peningkatan volume:
• Keluaran feses:
< 10 mL/kg/hari atau 10 kali BAB /hari ditingkatkan laju pemberian 10-20 mL/kg/
hari
10 - 20 mL/kg/hari atau 10-20 BAB/hari tidak berubah
> 20 mL/kg/hari atau > 20 BAB/hari turunkan laju pemberian atau dihentikan dalam
8 jam dan dapat dimulai lagi setelahnya dengan volume 75% dari sebelumnya
• Keluaran stoma:
< 2 mL/kg/hari ditingkatkan laju pemberian 10-20 mL/kg/hari
2- 3 mL/kg/hari tidak berubah
> 3 mL/kg/hari turunkan laju pemberian atau dihentikan dalam 8 jam dan dapat
dimulai lagi setelahnya dengan volume 75% dari sebelumnya
• Perubahan sustansi feses:
< 1% ditingkatkan tergantung dari keluaran feses atau stoma
1% tidak berubah
> 1% turunkan laju pemberian atau dihentikan dalam 8 jam dan dapat dimulai lagi
setelahnya dengan volume 75% dari sebelumnya
• Tanda dehidrasi:
Tidak ada tanda dehidrasi ditingkatkan tergantung dari keluaran feses atau stoma
Ada tanda dehidrasi turunkan laju pemberian atau dihentikan dalam 8 jam dan
dapat dimulai lagi setelahnya dengan volume 75% dari sebelumnya
• Aspirasi gastrik:
< 4 kali sebelum pemberian laju permberian dapat ditingkatkan
> 4 kali sebelum pemberian turunkan laju pemberian atau dihentikan dalam 8 jam
dan dapat dimulai lagi setelahnya dengan volume 75% dari sebelumnya
Pemberian nutrisi via oral dapat diberikan, jika:
1. Bayi telah mempunyai kemampuan minum via oral sesuai dengan tahap
perkembangannya.
2. Pemberian via oral dapat dicoba tiap 2-3 kali per hari, setelah pemberian enteral secara
kontinu dengan laju 1 jam per pemberian, selama 5 hari berturut-turut.
3. Jika masih diberikan dengan laju pemberian > 1 jam, pemberian oral dapat dicoba
setelah bayi mencapai volume maksimal dengan kenaikan berat badan yang adekuat
setelah pemberian nutrisi sesuai protokol selama 7 hari.

Nutrition and malnutrition problems: What should we do? 17


PENUTUP
Tata laksana nutrisi pada kondisi malabsorpsi sangat
dipengaruhi oleh bagian dari saluran cerna yang terkena.
Proses digesti dan absorpsi nutrien telah dimulai pada bagian
proksimal usus halus, sedangkan jejunum merupakan daerah
utama digesti dan absorpsi berbagai nutrien. Pemberian nutrisi
yang tepat dapat memberikan hasil yang baik, bahkan memicu
proses adaptasi fungsional saluran cerna sehingga kecukupan
makronutrien dan mikronutrien dapat terpenuhi serta mampu
menekan komplikasi yang mungkin terjadi.

18 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
DAFTAR PUSTAKA
1. Keller J, Layer P. The pathophysiology of malabsorption.
Viszeralmedizin 2014;30:150-4.
2. Beyer PL. Digestion, absorption, transport and excretion
of nutrients. Dalam: Mahan KM, Stump SE, penyunting.
Krause’s Food, nutrition and diet therapy. Edisi ke-11.
Philadelphia: Saunders. 2004. h. 2-19.
3. Osefo N, Ito T, Jensen RT. Gastric acid hypersecretory
states: recent insights and advances. Curr Gastroenterol
Rep. 2009 December ; 11(6): 433–41.
4. Phan J, Benhammou JN, Pisegna JR. Gastric Hypersecretory
States: Investigation and Management. Curr Treat Options
Gastroenterol. 2015;13(4):386-97.
5. Dewes AM. Diagnosis and treatment of pancreatic exocrine
insufficiency. World J Gastroenterol. 2013;19(42): 7258-66.
6. Lebenthal E, Lee PC. Development of functional responses
in human exocrine pancreas. Pediatrics. 1980;66:556-60.
7. Martin CR, Cheesman A, Brown J, Makda M, Kutner AJ,
DaSilva D, Zaman M, Freedman SD. Factors determining
optimal fatty acid absorption in preterm infants. J Pediatr
Gastroenterol Nutr. 2016;62:130-6.
8. Spinozzi NS. Hepatobiliary disease. Dalam: Hendrick KM,
Duggan C, Walker WA, penyunting. Manual of pediatric
nutrition. Edisi ke-3. Ontaro: BC DeckerInc. 2000. h. 427-
32.

Nutrition and malnutrition problems: What should we do? 19


9. Sieczkowska A, Landowski P, Kamin´ska B, Lifschitz
C.Small Bowel Bacterial Overgrowth in Children. J Pediatr
Gastroenterol Nutr. 2016;62: 196–207.
10. Beyer PL.Medical nutrition therapy for lower gastrointestinal
tract disorders. Dalam: Mahan KM, Stump SE, penyunting.
Krause’s Food, nutrition and diet therapy. Edisi ke-11.
Philadelphia: Saunders. 2004. h. 705-37.
11. Gosselin KB, Duggan C. Enteral nutrition in the management
of pediatric intestinal failure. Pediatr. 2014;165(6): 1085-
90.
12. Utter SL, Duggan C. Short bowel syndrome. Dalam:
Hendrick KM, Duggan C, Walker WA, penyunting. Manual
of pediatric nutrition. Edisi ke-3. Ontaro: BC DeckerInc.
2000. h. 529-41.

20 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
NUTRITION FOR CONGENITAL
HEART DISEASE PATIENTS :
DO WE NEED TO BE AGGRESSIVE?

Nur Aisiyah Widjaja

Pasien dengan kelainan jantung bawaan yang “survive”


saat periode neonatus maka fokus selanjutnya adalah
mempersiapkan optimalisasi pertumbuhan untuk persiapan
dilakukan tindakan pembedahan. Namun mempersiapkan
kondisi tersebut tidak mudah karena seringkali pasien
dengan kelainan jantung bawaan yang sebagian besar lahir
aterm dengan berat badan normal, akan timbul masalah
pemenuhan kebutuhan nutrisi beberapa saat setelah lahir
terutama pada pasien kelainan jantung bawaan dengan
gangguan hemodinamik.1 Sekitar 20% akan mengalami
gagal jantung pada saat minggu pertama setelah kelahiran,
dan 18% pada minggu pertama sampai minggu keempat,
serta sekitar 20% saat satu tahun pertama setelah
kelahiran.2 Secara umum penyebab timbulnya gagal tumbuh
(malnutrisi) dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu: masukan
kalori yang tidak adekuat, absorbsi dan pemanfaatan yang
tidak efisien, dan atau peningkatan kebutuhan energi/
kalori. Timbulnya masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi
tersebut berdampak pada gangguan pertumbuhan pada

Nutrition for congenital heart disease patients: 21


Do we need to be aggressive?
periode perinatal. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan
jantung bawaan tersebut seringkali mengalami gagal
tumbuh karena sering keluar masuk rumah sakit dan tidak
adekuat dalam pemenuhan kebutuhan nutrisinya. Selain itu
adanya gagal tumbuh (malnutrisi) sering disertai kelainan
kromosom, sianosis dan gagal jantung sehingga merupakan
tantangan kompleks dalam tatalaksananya. Konsekuensi
dari permasalahan tersebut secara jangka pendek dan
jangka panjang akan menggangu proses pertumbuhan
dan perkembangannya.3 Saat ini diperkirakan sekitar 8 dari
1000 kelahiran bayi mengalami kelainan jantung di Amerika
2
Di Indonesia belum ada data prevalensi. Pada beberapa
penelitian seperti penelitian multisenter di Indonesia pada
249 anak dengan kelainan jantung kongenital didapatkan
59% anak mengalami risiko gagal tumbuh terutama
yang berusia 0-36 bulan.4 Sedangkan yang usia lebih tua
didapatkan pertumbuhan normal dan sebagian besar pada
tipe sianotik.4 Data di RS Dr. Soetomo tahun 2017 pada
pasien usia 0-5 tahun didapatkan 36,84% berat badan
kurang (underweight), 36,84% berat badan sangat kurang
(severly underweight) dan hanya 26,32% yang memiliki berat
badan normal. Sekitar 15,79% anak mengalami perawakan
pendek (stunting), 21,05% anak mengalami perawakan
sangat pendek (severely stunting) dan 63,16% anak memiliki
perawakan normal.5 Pada penelitian lain di Mesir pada
159 anak dengan kelainan jantung kongenital, sebanyak
65,8% anak mengalami malnutrisi (gizi kurang, buruk),
62,5% anak mengalami underweight dan 66,4% mengalami
stunting.6 Derajat dan tipe malnutrisi berkaitan dengan

22 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
karakteristik dari kelainan jantung, seperti adanya sianosis
atau tidak, gagal jantung atau adanya hipertensi pulmonal.
Kelainan jantung dengan sianosis cenderung berpengaruh
terhadap keterlambatan pertambahan berat badan dan
panjang badan. Pasien tanpa sianosis terdapat perlambatan
percepatan berat badan dibandingkan panjang badan. Saat
ini tatalaksana tindakan pembedahan segara difokuskan
pada kelainan jantung disertai sianosis.6 Penelitian di Mesir
pada kelainan jantung tipe sianotik mendapatkan sekitar
62% anak mengalami malnutrisi, 74% anak mengalami
stunting dan 25% anak mengalami underweight. Kelainan
jantung tipe asianotik yang mengalami malnutrisi, stunting,
dan underweight ditemukan berturut-turut pada 49,5%,
63,3% dan 18,3% subjek.6
Pemberian intervensi nutrisi pada pasien dengan
kelainan jantung kongenital merupakan tatalaksana yang
kompleks yang memerlukan koordinasi dan integrasi dari
fungsi motorik dan sensorik oropharing. Abnormalitas
dalam fungsi menelan termasuk kesulitan menghisap,
koordinasi yang kurang baik antara menghisap, menelan dan
bernapas serta waktu transit dalam rongga mulut, ketidak-
mampuan dalam proses pemberian nutrisi, dan disfungsi
proses menelan akan berdampak pada kemampuan
dalam menerima makanan yang selanjutnya berpengaruh
terhadap keberhasilan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Selain itu, perhitungan yang disesuaikan antara kebutuhan
energi yang masuk dan yang dikeluarkan (intake dan
expenditure) sesuai dengan jenis dan beratnya kelainan

Nutrition for congenital heart disease patients: 23


Do we need to be aggressive?
jantung diperlukan untuk mencapai pemenuhan nutrisi,
baik kebutuhan makronutrien maupun mikronutrien yang
sesuai.7,8

ETIOLOGI MALNUTRISI (KURANG GIZI) PADA KELAINAN


JANTUNG KONGENITAL
Kelainan jantung kongenital merupakan kelainan
struktural yang melibatkan dinding jantung, katup, bilik
dan arteri atau vena di jantung yang tampak saat lahir.
Kelainan tersebut mengganggu hemodinamik normal
yang bertanggung jawab terhadap patofisiologi masukan
nutrisi yang tidak adekuat, penurunan absorbsi nutrisi, dan
peningkatan kebutuhan metabolisme. Kebutuhan energi
total pada bayi meliputi energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan metabolisme dan proses pertumbuhan.
bul Secara umum penyebab timbulnya gagal tumbuh
(malnutrisi) dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu:1,9
1. Peningkatan kebutuhan energi/kalori absorbsi dan
pemanfaatan yang tidak efisien
2. Masukan kalori yang tidak adekuat
3. Gangguan absorbsi makronutrien dan mikronutrien
Hal tersebut disebabkan adanya hipoksia dan sesak
napas yang menyebabkan masalah dalam pemenuhan
nutrisi, anoksia atau adanya kongesti vena pada saluran
pencernaan yang menyebabkan gangguan penyerapan
(malabsorbsi), dan asidosis yang menyebabkan penggunaan
nutrisi yang tidak efisien. Pada Tabel 1 dibawah dapat
dilihat secara lengkap faktor-faktor yang berperan terhadap
timbulnya gangguan malnutrisi dan dan gagal tumbuh.

24 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Tabel 1. Faktor2 yang berpengaruh terhadap malnutrisi dan
FTT (gagal tumbuh)3

Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang optimal dapat


meningkatkan luaran tindakan pembedahan, rendahnya
biaya perawatan serta dapat mencegah dampak jangka
panjang akibat kekurangan nutrisi. 1,7

Nutrition for congenital heart disease patients: 25


Do we need to be aggressive?
1. Peningkatan kebutuhan kalori (energi)
Nutrisi seringkali tidak terpenuhi karena adanya
gangguan absorpsi, penundaan pemberian nutrisi
enteral, kebutuhan metabolime yang meningkat
(katabolisme), ataupun pengeluaran energi bayi
dengan kelainan jantung kongenital lebih besar (energy
expenditure) dari yang diterima. 1,2,8 Bayi dengan kelainan
jantung bawaan yang belum dioperasi mempunyai
pengeluaran energi basal yang tinggi (resting energy
expenditure) dibandingkan pada bayi sehat. Bayi yang
sudah dilakukan tindakan pembedahan terjadi kondisi
hipermetabolik yang ditandai dengan peningkatan
volume oksigen, volume CO2 dan pengeluaran energi
(energy expenditure) selama 8 jam, serta pengeluaran
energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi
normal pada saat tidak ada aktivitas (resting energy
expenditure) akan kembali normal dalam waktu satu
minggu setelah tindakan pembedahan. Pada periode
segera setelah tindakan pembedahan, anak yang baru
saja menjalani pembedahan kelainan jantung kongenital
masih berada dalam kondisi hipermetabolisme
yang seringkali menyebabkan tidak ada kesesuaian
antara masukan kalori dan protein. Pembatasan
kalori dan protein disebabkan pembatasan cairan
pasca operasi dan perhitungan pengeluaran energi
pada kondisi istirahat (resting energy expenditure).
Jumlah energi yang diperlukan saat kondisi istirahat
menggunakan estimasi pengukuran dengan kalorimetri

26 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
indirek. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
terdapat ketidak-tepatan penggunaan prediksi yang
menggunakan persamaan (schoffield, WHO dan White)
dalam pengukuran estimasi energi yang diperlukan
setelah tindakan pembedahan. Penelitian De Wit, dkk.8
menyatakan bahwa kebutuhan kalori pada kondisi
resting energy expenditure pasien yang dirawat dengan
kondisi kritis adalah 67,8±15,4 kcal/kg/hari dengan
menggunakan kalorimetri indirek dan kebutuhan
kalori sebagian besar penderita tidak terpenuhi.
Sementara itu, pada pasien yang telah dilakukan
tindakan operasi (pasca operasi), energi expenditure
pada pasien pasca operasi kelainan jantung kongenital
dengan cardiopulmonary by pass setelah 0-7 hari
adalah sekitar 73,6±15,11 kcal/kg/hari, sedangkan
yang tidak menggunakan bypass sekitar 58,3±10,88
kcal/kg/hari. Pada penelitian ini terdapat perbedaan
yang bermakna antara pengukuran energi expenditure
antara kelompok bypass dan non-bypass, sedangkan
perhitungan estimasi energi expenditure dengan
menggunakan persamaan (schoffield, white dan WHO)
didapatkan angka rata-rata yang lebih rendah dengan
perbedaan sekitar 18,39% pada kelompok bypass
dan 36,35% pada non-bypass. Meskipun terdapat
perbedaan pada penelitian yang dilakukan oleh De
Wit, dkk.8, namun sampai saat ini pengukuran yang
dipakai untuk mementukan energy expenditure pada
anak tetap menggunakan kriteria WHO, Schoffield dan
White. Pengukuran kalorimetri indirek lebih akurat

Nutrition for congenital heart disease patients: 27


Do we need to be aggressive?
dalam menentukan kebutuhan energi pada saat
istirahat. Oleh karena biaya yang mahal dan alat yang
tidak tersedia di semua sarana kesehatan, maka banyak
klinisi menggunakan rumus Schoffield, WHO dan White
untuk menentukan energy expenditure. Anak dengan
gizi buruk pada pra-pembedahan dan menjalani
tindakan cardiopulmonary bypass saat operasi akan
membutuhkan energy expenditure yang lebih besar.8,9,10
2. Masukan dan pemanfaatan kalori yang tidak adekuat
Masukan kalori yang tidak adekuat menjadi
salah satu penyebab malnutrisi pada pasien dengan
kelainan jantung kongenital. Penelitian yang dilakukan
oleh Hansen dan Dorup10 menunjukkan bahwa terjadi
penurunan masukan kalori sekitar 76% dibandingkan
kelompok kontrol. Adanya hipoksia kronik karena
sesak napas dan peningkatan frekuensi napas saat
proses makan yang mengakibatkan kelelahan saat
proses pemberian makan menjadi salah satu penyebab
berkurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi.
Oleh sebab itu, proses pemberian makan di beberapa
RS dilakukan dengan menggunakan oral dan sonde.
Penderita kelainan jantung bawaan seringkali
mengalami keterlambatan dalam perkembangan
keterampilan makan dan gangguan fungsi saluran
cerna yang menyebabkan masukan nutrien tidak
adekuat. Hal tersebut menyebabkan penderita tersebut
memerlukan pemasangan sonde dan perawatan
lama di Rumah Sakit untuk memenuhi kekurangan
kebutuhan nutrisinya. Sebagian besar keterlambatan

28 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
keterampilan makan disebabkan koordinasi yang kurang
baik antara kemampuan oromotor dan kemampuan
fungsi menelan. Pasien dengan riwayat intubasi lama
dan berat badan yang kurang saat persiapan operasi,
trauma pada pita suara, serta adanya komplikasi
pasca pembedahan dapat dinilai dengan Risk Adjusted
Congenital Heart Surgery Score (RACHS) untuk menilai
kemampuan oral feeding saat pulang. Sebanyak 1,7%
subjek mengalami disfungsi pita suara (vocal cord) dan
89% subjek mengalami gangguan fungsi menelan akibat
tindakan pembedahan yang membutuhkan manipulasi
aortic arch atau arteri pulmonal kiri.1,12
3. Gangguan absorpsi saluran cerna
Adanya disfungsi saluran cerna yang disebabkan
penurunan aliran darah dari dan ke sirkulasi splanchnic
mengakibatkan terjadinya malabsorbsi. Hal ini yang
menyebabkan subjek dengan kelainan jantung kongenital
tidak dapat mencapai berat normal sesuai usianya
meskipun mendapatkan kalori yang cukup berdasarkan
usianya. Selain itu, adanya gagal jantung menyebabkan
penurunan cardiac output, edema dan hipoksia
kronik saluran cerna yang selanjutnya mengakibatkan
intoleransi dan kelelahan saat proses pemberian
makanan. Sekitar 50% pasien dengan gangguan sirkulasi
splanchnic mengalami malnutrisi.1,12,13

TATA LAKSANA DAN REKOMENDASI


Untuk mencegah peningkatan morbiditas dan mortalitas
yang berkaitan dengan malnutrisi pada bayi dengan

Nutrition for congenital heart disease patients: 29


Do we need to be aggressive?
kelainan jantung kongenital maka diperlukan pemberian
nutrisi yang agresif. Hal ini untuk memberikan optimalisasi
pertumbuhan dan perkembangan serta kualitas hidup
yang lebih baik pada anak. Tatalaksana pemberian nutrisi
yang komprehensif sangat diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi yang adekuat dan optimal pada anak
dengan kelainan jantung kongenital. Hal tersebut meliputi
: pemantauan dengan menggunakan grafik pertumbuhan
(growth chart) yang sesuai, penilaian risiko, pemberian
nutrisi enteral dan parenteral, tatalaksana pre-operasi,
estimasi kebutuhan energi (kalori) yang tepat dan adekuat,
serta waktu tindakan pembedahan yang tepat.2,12
1. Penggunaan grafik pertumbuhan (growth chart)
Untuk menilai pertumbuhan optimal dan
suboptimal diperlukan parameter grafik pertumbuhan.
Grafik pertumbuhan yang digunakan untuk usia
dibawah 5 tahun adalah grafik pertumbuhan WHO
2006 dengan parameter berat badan menurut usia,
tinggi badan menurut usia, berat badan menurut
tinggi badan, dan indeks massa tubuh menurut usia.
Penggunaan grafik pertumbuhan ini diperlukan untuk
menilai tren pertumbuhan atau risiko terjadinya gagal
tumbuh, perawakan dan status gizi untuk menentukan
langkah pemberian nutrisi selanjutnya.
Optimalisasi pemberian nutrisi pre-operasi
Untuk optimalisasi pemberian nutrisi pre-
operasi berdasarkan jumlah kalori yang dibutuhkan
dapat mencapai kenaikan berat badan yang optimal.

30 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Meskipun pemberian nutrisi melalui oral saat pre-
operatif tidak berkontribusi terhadap kemampuan bayi
dalam pemberian nutrisi secara oral saat pasca operasi,
namun penundaan pemberian nutrisi secara enteral
sampai pasca operasi dapat menyebabkan defisiensi
zat gizi makro dan mikro. Selain itu, penundaan
pemberian nutrisi pre-operasi akan berdampak
terhadap pertumbuhan bayi secara menyeluruh dan
kemungkinan terjadi katabolisme saat pasca operasi.
Pemberian nutrisi yang optimal meliputi:
a. Kebutuhan Kalori dan Protein (calorie and protein
requirement) 12,14
Berdasarkan beberapa konsensus dan rekomendasi
dari ahli kardiologi dan nutrisi pediatri, untuk mencegah
terjadinya katabolisme dan meminimalkan kelebihan
cairan pada bayi dan anak dengan kelainan jantung
kongenital maka diperlukan pemberian kalori yang
adekuat untuk membantu pertumbuhan jaringan dan
memelihara keseimbangan metabolisme. Rekomendasi
yang bervariasi antara kebutuhan jumlah kalori
dan protein dihasilkan dari beberapa kepustakaan
(literature review), namun pada prinsipnya kebutuhan
kalori dan protein pada bayi dan anak dengan kelainan
jantung kongenital dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok dengan kebutuhan nutrisi segera
pasca operasi dan jangka panjang. Kebutuhan kalori
dan protein pada bayi dan anak dengan kelainan
jantung kongenital segera pasca operasi diperlukan

Nutrition for congenital heart disease patients: 31


Do we need to be aggressive?
untuk pencapaian proses anabolisme terutama balans
protein. Kebutuhan kalori yang harus segera dipenuhi
adalah >55 kal/kgBB/hari dan protein >1g/kgBB/hari
pada bayi yang memerlukan tindakan pembedahan
segera. Hal ini sesuai dengan penelitian Bernhardt, dkk.
yang menyatakan kebutuhan kalori pada bayi dan anak
dengan kondisi kritis memerlukan energi >57 kal/kgBB/
hari dan protein >1,5g/kgBB/hari. Selain itu, Taixeira,
dkk. berpendapat bahwa kebutuhan minimal segera
pada bayi dan anak kondisi kritis yang memerlukan
ventilasi mekanik untuk mencapai anabolisme adalah
>55 kal/kgBB/hari dan protein >1g/kgBB/hari, bahkan
proses hipermetabolisme memerlukan protein sebesar
2,8g/kgBB/hari untuk mencapai balans nitrogen positif
yang berhubungan dengan proses anabolisme.15
Kalorimetri indirek dibutuhkan untuk menghitung
kebutuhan energi atau kalori secara tepat, namun
harga yang mahal menyebabkan tidak semua sarana
kesehatan memilikinya. Dari uraian sebelumnya diatas,
De Wit, dkk.8 menyatakan bahwa kebutuhan kalori pada
kondisi kiritis dapat menggunakan rumus Schoffield,
WHO dan White meskipun hasilnya lebih rendah dari
perhitungan kalorimetri indirek, sedangkan kebutuhan
kalori pada pasien jantung yang tidak dalam kondisi
kritis dapat menggunakan rumus sesuai rekomendasi
UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI14.
Untuk kemudahan praktik klinis, kebutuhan kalori
dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan di
bawah ini:

32 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
i. Kondisi sakit kritis (critical illness):
Kebutuhan energi = REE x faktor aktivitas x faktor
stress
ii. Kondisi tidak sakit kritis (non-critical illness)
1). Gizi baik/kurang: Kebutuhan kalori ditentukan
berdasarkan berat badan ideal dikalikan RDA
menurut usia tinggi (height age) Usia-tinggi ialah
usia bila tinggi badan anak tersebut merupakan
P50 pada grafik. Kebutuhan nutrien tertentu secara
khusus dihitung pada kondisi klinis tertentu
a). Tatalaksana Gizi Buruk menurut WHO (80 kkal x
BB aktual fase stabilisasi hari 1-2 dan dinaikkan
bertahap sampai 100 kkal/kgBB/hari pada fase
transisi minggu pertama atau
b). Berdasarkan perhitungan target BB-ideal: BB-
ideal x RDA menurut usia tinggi. Pemberian
kalori awal sebesar 50% -75% dari target untuk
menghindari sindrom refeeding.
Misalnya seorang bayi laki-laki berusia 8 bulan
dengan berat badan 4 kg dan panjang badan 60
cm Pada kurva WHO berdasarkan berat badan
dan panjang badan didapatkan status gizi buruk.
Untuk optimalisasi pemberian nutrisi pre-operasi:
Pemberian kebutuhan kalori adalah: RDA sesuai
anak 3 bulan x BBI yaitu: 120 kkal x 7 = 840 kkal.
Jumlah kalori diberikan awal 420 kkal - 630 kkal
dinaikkan bertahap sesuai toleransi.

Nutrition for congenital heart disease patients: 33


Do we need to be aggressive?
b. Kebutuhan mikronutrien (zat gizi mikro) dan
cairan
Sebagian besar pasien dengan penyakit jantung
kongenital mengalami gangguan pertumbuhan
yang berhubungan dengan tipe dan beratnya defek
pada jantung, terutama yang berhubungan dengan
peningkatan metabolism energi dan masukan nutrisi
yang tidak adekuat karena kesulitan makan. Penyakit
jantung kongenital yang kompleks seringkali disertai
dengan gagal jantung yang mengganggu jumlah
nutrisi yang masuk dan absorpsi makronutrien dan
mikronutrien. Pasien dengan kondisi tersebut akan
mengalami takipneu, takikardi dan peningkatan suhu
basal yang selanjutnya meningkatkan kebutuhan energy
expenditure di atas normal. Peningkatan kebutuhan
energy expenditure dan tidak terpenuhinya kebutuhan
energi normal akan menyebabkan energi yang masuk
tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Pembatasan
cairan saat terjadi gagal jantung, absorpsi yang tidak
adekuat di saluran cerna, penurunan kapasitas lambung,
atau timbulnya muntah berulang yang seringkali
dipicu oleh obat-obatan jantung yang mempunyai
efek samping mual dan muntah akan berkontribusi
terhadap penurunan jumlah nutrisi yang dikonsumsi.
Berkurangnya konsumsi makronutrien akan berdampak
pada berkurangnya konsumsi mikronutrien. Penelitian
tentang jumlah konsumsi mikronutrien pada penyakit
jantung kongenital menemukan defisiensi mikronutrien
seperti besi, zinc, thiamin, asam folat, calcium, vitamin

34 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
D, phosphor, potassium dan magnesium pada anak
berusia diatas 6 bulan terutama pada penyakit jantung
kongenital yang disertai gagal jantung.16,17
Untuk kebutuhan cairan pada pasien dengan
kelainan jantung kongenital, kebutuhan cairan
direstriksi 20% dari kebutuhan menurut holliday segar
bila terjadi gagal jantung berat. Kebutuhan cairan
menurut holliday segar adalah 4cc/kgbb/jam atau
96cc/kgBB/hari. Restriksi cairan juga diperlukan pada
pasien pasca pembedahan. Hal ini ditujukan untuk
mengurangi komplikasi kelebihan cairan segera setelah
tindakan pembedahan seperti retensi cairan akibat
ketidak mampuan weaning dari bantuan ventilator
mekanik dan bila ada gangguan fungsi ginjal pada
pasien pasca pembedahan jantung. Penelitian yang
dilakukan pada pasien neonatus, cairan yang diberikan
segera setelah tindakan operasi di ruang intensive care,
yaitu 96 ml/kgBB/hari, kemudian 133,5 ml/kgBB/hari
saat dipindahkan ke ruang perawatan jantung dan
147 ml/kgBB/hari pada hari saat pasien dipulangkan.
Penelitian lain pada bayi pasca pembedahan jantung
menyebutkan cairan rata-rata yang diberikan sesaat
setelah tindakan pembedahan jantung adalah 40-50
ml/kgBB/hari. Median cairan yang digunakan dalam
penelitian tersebut pada hari pertama, kedua, dan
ketiga berturut-turut adalah 43,9, 56,7, dan 66,7 ml/
kgBB/hari, sedangkan penelitian lain menggunakan
standar pemberian cairan sebesar 75-100 ml/kgBB/hari.
Kebutuhan cairan pasien kelainan jantung kongenital

Nutrition for congenital heart disease patients: 35


Do we need to be aggressive?
tanpa gejala klinis gagal jantung dan belum dilakukan
pembedahan sesuai dengan kebutuhan cairan menurut
usia tanpa dilakukan restriksi. Perlu monitor balans
cairan yang masuk dan yang dikeluarkan.

Tabel 2. Kebutuhan cairan pada bayi dan anak kelainan


jantung kongenital 22,23

1. Rute Pemberian
Untuk pencapaian kebutuhan nutrisi yang
optimal diperlukan pemberian kalori yang sesuai
kebutuhan . Pasien dengan kelainan jantung bawaan
yang belum dilakukan tindakan pembedahan sangat
berisiko mengalami kekurangan kebutuhan kalori
yang diperlukan. Berbagai kondisi penyerta seperti
keterlambatan koordinasi fungsi oromotor akibat
hipoksia berkepanjangan, gangguan malabsorbsi, dan
adanya gagal jantung akan meningkatkan kebutuhan
pemakaian oksigen, sehingga pemberian nutrisi
enteral melalui sonde untuk pemenuhan kebutuhan
nutrisinya berdasarkan kalori yang dibutuhkan (calori
requirement) diperlukan pada pasien dengan kelainan
jantung bawaan.15 Hal ini sangat penting terutama pada
pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan

36 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
untuk mencegah mortalitas akibat malnutrisi. Penelitian
Swartz, dkk. membandingkan pemberian nutrisi
yang dibutuhkan pada bayi dengan kelainan jantung
kongenital dengan menggunakan 3 metode pemberian
nutrisi secara acak, yaitu kelompok 1 mendapat nutrisi
enteral secara continuous feeding 24 jam dengan pipa
nasogastrik, kelompok 2 mendapat nutrisi enteral
dengan pipa nasogastrik selama 12 jam saat malam
hari (siang hari diberikan secara oral sesuai toleransi
bayi), dan kelompok 3 mendapat nutrisi secara oral.
Berdasarkan pengamatan selama 5 bulan diperoleh
hasil, yaitu kelompok yang mendapat nutrisi enteral
secara continuous feeding dengan pipa nasogastrik
mencapai peningkatan berat badan, panjang badan
dan lingkar lengan lebih tinggi dibandingkan dua
kelompok lainnya. Seluruh pasien dengan kelainan
jantung kongenital dan gagal jantung pada kelompok 1
tetap mendapatkan kalori sesuai kebutuhannya (calorie
requirement), sehingga kenaikan berat badan, panjang
badan dan lingkar lengan sesuai yang diharapkan,
sedangkan jumlah kalori yang masuk tetap tidak
sesuai kebutuhan yang diharapkan pada kelompok
2. Pemberian secara oral pada bayi dengan kelainan
jantung kongenital baik yang disertai gagal jantung
maupun tidak ada gagal jantung dalam kelompok
3, tidak dapat memenuhi kebutuhan kalori yang
seharusnya didapat oleh bayi (calorie requirement)
sehingga tidak tercapai pertumbuhan yang optimal.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

Nutrition for congenital heart disease patients: 37


Do we need to be aggressive?
pemberian nutrisi melalui pipa nasogastrik lebih dapat
memenuhi kalori yang dibutuhkan. Pemberian nutrisi
enteral dapat mengikuti algoritme dibawah ini :18,19,20

2. Jenis makanan yang diberikan


Jenis makanan diberikan berdasarkan usia. Pada
bayi berusia 0-6 bulan hanya diberikan makanan cair
yaitu :

38 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
a. Air Susu Ibu (ASI)
Pada bayi dengan kelainan jantung kongenital,
cara pemberian ASI secara langsung lebih
disarankan dibandingkan pemberian dengan
botol. Ada beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap pemberian ASI melalui oral, yaitu adanya
penurunan ventilasi selama proses menyusui pada
puting ibu. Secara normal pada bayi yang sehat
terjadi perubahan ventilasi selama proses menyusui
yang disebabkan adanya periode menghisap yang
berselang-seling antara menyusu secara terus
menerus dan intermiten. Penurunan ventilasi
terjadi akibat penurunan frekuensi pernapasan
selama proses menyusu yang terus menerus.
Selama proses menyusu yang terus menerus
maka rasio menghisap dan menelan adalah
satu banding satu, dan selama proses menelan
terdapat periode minimal penutupan saluran
napas. Selain itu, perubahan pola pernapasan
juga disebabkan aliran susu saat keluar dari botol
atau puting ibu. Proses menyusu dengan botol
nipple standard (tradisional) akan menghambat
penurunan frekuensi atau respirasi dan tidal
volume, sedangkan proses menyusu dengan botol
yang menggunakan nipple dengan aliran tinggi
menyebabkan penurunan fungsi pernapasan
dan volume tidal yang menonjol. Selama proses
menyusu yang terus menerus, bayi normal dapat
menahan pernapasannya selama menyusu dengan

Nutrition for congenital heart disease patients: 39


Do we need to be aggressive?
botol, namun hal tersebut dapat menyebabkan
penurunan oksigenasi yang bermakna pada bayi
dengan kelainan jantung. Penelitian Marino, dkk.
yang membandingkan pemberian ASI secara oral
dengan menyusu langsung atau melalui botol
pada bayi dengan kelainan jantung kongenital
menyatakan bahwa pemberian oral dengan botol
lebih menurunkan saturasi oksigen pada bayi
dengan kelainan jantung. Untuk dapat memenuhi
kebutuhan kalori, maka diperlukan jumlah yang
sesuai dengan perhitungan kebutuhan kalori.
Namun, kebutuhan kalori dengan ASI seringkali
tidak tercapai sesuai kebutuhan yang diperlukan
karena keterbatasan toleransi volume dan juga
tidak mampu untuk menghisap pada neonatus
dengan kelainan jantung kongenital yang disertai
gagal jantung.20
b. Formula indikasi medis khusus
1). Formula tinggi kalori
Bayi dengan kelainan jantung kongenital
mempunyai kebutuhan energy expenditure
yang tinggi dibandingkan bayi normal sebagai
konsekuensi adanya gagal jantung kongestif
dan hipertensi pulmonal. Kondisi ini akan
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan
nutrisi dibandingkan bayi yang normal.
Adanya pembatasan cairan pada pasien
kelainan jantung kongenital yang disertai
gagal jantung berat akan memberikan dampak

40 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
tidak tercukupinya kebutuhan kalori sesuai
kebutuhan bayi. Untuk memenuhi jumlah
kalori pada kelainan jantung kongenital dengan
pembatasan cairan karena gagal jantung
digunakan formula tinggi kalori. Formula tinggi
kalori mengandung kalori setara 100 kkal setiap
100 cc susu (1cc = 1 kkal) untuk usia dibawah
12 bulan dan 150 kkal setiap 100 cc untuk usia
di atas 12 bulan. Dengan penambahan kalori
tersebut kebutuhan zat gizi makro dan mikro
akan terpenuhi.19
Selain formula tinggi kalori di atas, untuk
menambah densitas kalori dapat digunakan
metode konsentrat (high density formula).
Metode ini murah dan dapat dikerjakan sendiri
dengan cara mengentalkan takaran susu. Setiap
25 cc diberikan 1 takar susu formula standar
mengandung 80 kkal setiap 100 cc. Formula
konsentrat mempunyai kalori lebih tinggi
dibandingkan ASI atau susu formula standar.
Kebutuhan zat gizi mikro juga dapat dipenuhi.
Penelitian yang dilakukan oleh Fukatsu-
Taniguchi, dkk. dengan membandingkan
pemberian susu standar dan susu konsentrat
(high density formula) pada 21 anak dengan
penyakit jantung kongenital terhadap kenaikan
berat badan, didapatkan naik satu setengah
kali lipat lebih tinggi pada susu high density
dibandingkan susu formula standar.1,19

Nutrition for congenital heart disease patients: 41


Do we need to be aggressive?
2). Formula Semi-elemental dan Elemental
Digunakan pada pasien penyakit jantung
kongenital yang mengalami sindrom malabsorpsi
dan komplikasi setelah tindakan pembedahan.
Penyakit jantung kongenital yang mengalami
komplikasi terutama setelah tindakan
pembedahan jantung (cardiac surgery), yaitu
necrotizing enterocolitis (3,3-6,8%) akibat
sekunder dari buruknya perfusi usus yang
disebabkan diastolic flow reversal pada arteri
mesenterika superior maupun hipotermi
berat saat tindakan cardiopulmonary bypass,
chylothorax (2,5-4,7%) akibat kerusakan pada
duktus torasikus selama tindakan pembedahan,
dan protein loosing enteropathy karena fontane
procedure yang ditandai dengan bocornya
protein melalui enterosit. Formula semi-
elemental ini mengandung karbohidrat bebas
laktosa, bebas gluten, protein hidrolisat (peptida)
dan MCT (medium chain triglycerides) sebesar
60-70%. Formula elemental mengandung
karbohidrat bebas laktosa, bebas gluten, asam
amino, dan MCT sebesar 50-70%. Formula
semi-elemental dan elemental mempunyai
osmolaritas antara 180-300 mOsm/l, lebih
rendah dari formula standar. Dengan komposisi
tersebut formula ini lebih mudah diserap untuk
membantu proses absorpsi pada pasen yang
disertai sindrom malabsorpsi ataupun komplikasi
pasca operasi bedah toraks.1,20,21

42 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
RINGKASAN
Malnutrisi (gagal tumbuh) sering didapatkan pada bayi
dan anak dengan kelainan jantung kongenital baik sebelum
dan sesudah tindakan pembedahan. Ada tiga penyebab
utama timbulnya kondisi malnutrisi pada bayi dan anak
dengan kelainan jantung kongenital, yaitu: peningkatan
kebutuhan kalori, jumlah masukan kalori yang tidak
adekuat, dan gangguan absorbsi saluran cerna.
Kematian pasien dengan penyakit jantung kongenital
sebelumnya banyak disebabkan kegagalan dalam
menstabilkan proses hemodinamik, namun keberhasilan
tindakan operasi koreksi pembedahan jantung dan paliatif
pada bayi dan anak sudah mengalami peningkatan saat
ini. Hal ini menyebabkan tugas kita sebagai dokter adalah
memusatkan perhatian pada dampak jangka panjang akibat
penyakit tersebut dengan mengoptimalkan pertumbuhan
dan perkembangan anak dan mencegah terjadinya gagal
tumbuh serta morbiditas dan mortalitas akibat defisiensi
makronutrien dan mikronutrien pada saat sebelum atau
sesudah prosedur pembedahan.
Selain obat-obatan dan tindakan pembedahan,
tatalaksana nutrisi yang adekuat dengan jumlah kalori dari
makronutrien dan mikronutrien sesuai kebutuhan baik pada
saat pasien dalam kondisi sakit kritis yang disertai gagal
jantung maupun sesudah dilakukan tindakan pembedahan,
jenis nutrisi yang diberikan, dan jalur pemberian secara
enteral diperlukan untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas sekunder akibat penyakit jantung kongenital
pada bayi dan anak.

Nutrition for congenital heart disease patients: 43


Do we need to be aggressive?
DAFTAR PUSTAKA
1. Rodica T. Nutritional Approach of Paediatric Patient
Diagnosed with Congenital Heart Disease. Acta Medica
Marisiensis 2013;59:121-25.
2. Vieira L, Trigo M, Alonso R,et al. Assessment of full
intake in Infants beetwen 0-24 bulan with congenital
heart disease. Arq brass cardiol 2007;89:197-202.
3. Nydegger A, Bines J. Energy metabolism in infant with
congenital heart disease. Nutrition 2006;22:697-704.
4. Marwali M, Darmanita S, Sastroasmoro S. Does
malnutrition influence ourtcome in children undergoing
congenital heart surgery in developing country?. Pediatr
Indones 2015;33:109-15.
5. Widjaja N, Roedi I, Nurul H, Boerhan H,Ardianah E.
Malnutrition in children with CHD in Soetomo Hospital.
Unpublish data 2017.
6. Habeeh N, Al Fahham M, Tawfik A, et al. Nutritional
assessment of children with congenital heart disease-
A comparative study in relation to type,operative
intervention and complication.EC paediatrics
2017;6:112-20.
7. Menon G, Poskitt M. Why does congenital heart
disease cause failure to thrive ? Archieves of disease in
childhood 1985;60:1134-39.
8. Wit B, Meyer B, Desal A, et al.Chalenge of predicting
resting energy expenditure in children undergoing
surgery for congenital heart disease. Pediatr Crit Care
Med 2010;11:496-501.
9. Peterson R, Wetzel G. Growth failure in congenital
heart disease: where are we now? Current Cardiology
2004;19:81-83.
10. Hansen R, Dorup I. Energy and Nutrient intake in
congenital heart disease. Acta Paediatr 1993; 82:66-72.

44 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
11. Okoromah C, Ekure E, Lesi F. Prevalence, profile and
predictor of malnutrition in children with congenital
heart defects: A case control and observasional study
Arch Dis Child 2011;1:1-7.
12. Hubschman L. Malnutrition in congenital herat disease.
ICAN 2013;5;170-6.
13. Schwarz S, Gewitz M, See C. Enteral Nutrition in Infants
with Congenital Heart Disease and growth failure.
Pediatrics 1990;86:368-73.
14. Asuhan Nutrisi Pediatri. Rekomendasi UKK NPM IDAI.
Sjarif DR, dkk,Penyunting. UKK NPM 2011.
15. L, Parrot JS, Mehta NM. Systematic review of the
influence of energy and protein intake on protein
balance in critically ill children. J Pediatr 2012;16:333-
39.
16. Hansson L, Ohlund I, Lind T. Dietary intake in infants with
complex congenital heart disease: a case control study
on macro and micronutrient Intake, meal frequency
and growth. Journal of human Nutrition and Dietetics
2014;1:1-7.
17. Kkeveetel C, Thomas G, Chander S. Role of micronutrient
in congestive heart failure : A Systematic review of
randomized controlled trials. Tzu chi medical journal
2016;28:163-70
18. Marino B, Brien P, LoRe H. Oxygen saturation during
breast and bottle feedings in infants with congenital
heart disease. Journal of Pediatric Nursing 1995;10:360-
64.
19. Silva P, Gros Dias P, Serelha M. Osmolality of elemental
and semielemental formula supplemented with
nonprotein energy supplements. J Hum Nutr Diet
2008;21:584-90.

Nutrition for congenital heart disease patients: 45


Do we need to be aggressive?
20. Martin L, Susan C. Enteral Feeding Practice Guidance.
Paediatric Nursing 2000;12:28-33.
21. Sahu M, Singal A, Menon R. Early enteral therapy in
congenital cardiac repair postoperatively: a randomized
control pilot study. Annal of Cardiac Anaesthesia
2016;19:654-61.
22. Fukatsu A, Matsuoka M, Amagai T. Effect of high density
formula on congenital heart disease infants. Journal of
Clinical Nutrition & metabolism 2010;5:281-83.
23. Melisa L. Defining Fluid Restriction in the Management
of Infants Following Cardiac Surgery and Understanding
the Subsequent Impact on Nutrient Delivery and Growth
Outcomes. Florida International University 2015.http://
digitalcommons.fiu.edu/etd.

46 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
MALNUTRITION AND KIDNEY
DISESASE: DO WE NEED SPECIAL
FORMULA?

Aidah Juliaty A. Baso

PENDAHULUAN
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan komponen
dasar dari kesehatan anak. Nutrisi yang adekuat merupakan
aspek yang sangat penting bagi anak dengan penyakit ginjal.
Telah terbukti bahwa dengan mempertahankan nutrisi
yang cukup pada penderita penyakit ginjal sangat esensial
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Pemantauan
nutrisi yang adekuat pada anak dengan penyakit ginjal
dapat mendeteksi lebih awal malnutrisi, defisiensi vitamin
dan mineral, mengontrol gangguan elektrolit, mengontrol
tekanan darah, dan memperlambat proses gagal ginjal.
Kondisi malnutrisi dikaitkan dengan luaran yang buruk
sehingga menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi
tatalaksana nutrisi pada anak yang menderita penyakit ginjal
kronik (PGK). Penelitian AWARE pada tahun 2014 tentang
insidens, outcome, dan faktor risiko Acute Kidney Injury
(AKI) pada pasien berusia 3 bulan hingga 25 tahun yang sakit
kritis di perawatan ICU di 32 rumah sakit di Asia, Australia,

Malnutrition and kidney disesase: 47


Do we need special formula?
Eropa, dan Amerika Utara, didapatkan insidens sebesar 26,9%.1
Data dari penelitian Italkid menunjukkan insidens PGK sebesar
12,1 kasus per tahun dengan usia rerata 8,8-13,9 tahun dan
prevalensi 74,7 per 1 juta populasi.2
Pada suatu penelitian epidemiologi di India sejak Januari
2012 hingga Januari 2013 ditemukan prevalens malnutrisi pada
pasien anak dengan penyakit ginjal adalah sebesar 60%.3 Proses
inflamasi pada CKD menyebabkan peningkatan penggunaan
energi (expenditure). Penurunan asupan kalori akibat
menurunnya selera makan menyebabkan defisit yang lebih
berat dan pada akhirnya mengganggu proses pertumbuhan.
Penyebab lain dari menurunnya selera makan penderita CKD
yaitu perubahan pengecapan, keharusan untuk mengatur
pola makan dan mengkonsumsi obat-obatan dalam jumlah
yang banyak. Kaheksia dan gangguan pertumbuhan menjadi
gambaran yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini yang
pada akhirnya dapat menyebabkan peningkatan morbiditas
seperti infeksi dan tingginya angka mortalitas.4
Komplikasi malnutrisi pada penyakit ginjal kronik yaitu
gangguan pertumbuhan sebesar 42%, penurunan massa
otot sebesar 41%, dan penurunan massa tubuh sebesar 25%,
sedangkan angka mortalitas dalam 5 tahun pada anak dengan
PGK dengan gangguan pertumbuhan sebesar 16,2%, yaitu
dengan setiap penurunan 1 standar deviasi angka mortalitas
meningkat sebesar 14%.5

ASUHAN NUTRISI PADA PENYAKIT GINJAL ANAK


Pengaturan nutrisi yang adekuat merupakan langkah awal
dalam tatalaksana yang optimal serta memperbaiki luaran anak

48 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
yang menderita penyakit ginjal. Manifestasi kelainan ginjal
dapat berupa kelainan glomerular, gangguan ginjal akut
(GgGA), PGK, kelainan tubulus, dan batu saluran kemih.
Dalam naskah ini akan dibahas nutrisi pada gangguan ginjal
akut dan penyakit ginjal kronik.
Asuhan nutrisi terdiri atas 5 langkah yakni penilaian,
penentuan kebutuhan, penentuan rute pemberian,
penentuan jenis makanan, dan pemantauan dan evaluasi.6
1. Penilaian: meliputi penentuan status gizi, manifestasi
kelainan pada ginjal. Anamnesis meliputi asupan
makan, pola makan, toleransi makan, perkembangan
oromotor, motorik halus dan motorik kasar, perubahan
berat badan, faktor sosial, budaya dan agama serta
kondisi klinis yang mempengaruhi asupan. Penentuan
status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB)
menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/
PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan
sebagai acuan adalah grafik WHO 2006 untuk anak
kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak
lebih dari 5 tahun.6 Penilaian status gizi pada anak
dengan gangguan ginjal akut maupun kronik memiliki
beberapa parameter penilaian. Menurut International
Society of Renal Nutrition and Metabolism (ISRNM),
direkomendasikan untuk menggunakan 4 kategori
kriteria diagnostik: pemeriksaan biokimia (albumin
atau pre-albumin), kehilangan berat badan, penurunan
massa otot, dan asupan kalori dan protein yang kurang.7

Malnutrition and kidney disesase: 49


Do we need special formula?
Tabel 1. Penentuan status nutrisi menurut Waterlow, WHO-
2006, dan CDC-20006
Status gizi BB/TB (% median) BB / TB WHO 2006 IMT CDC 2000
Obesitas >120 > +3 > P95
Overweight >110 > +2 hingga +3 SD P85 -95
Normal >90 -2 SD hingga +2 SD
Gizi kurang 70-90 -3 SD hingga < -2 SD
Gizi buruk <70 < -3 SD

Tujuan utama dalam menilai status nutrisi pada anak


dengan PGK adalah mencegah malnutrisi dan efeknya.
Pengaturan tatalaksana nutrisi medis pada populasi ini juga
menargetkan terpenuhinya kebutuhan vitamin dan mineral. Di
sisi lain, over-feeding akibat pemberian nutrisi melalui feeding
tube dengan perhitungan yang tidak cermat atau penggunaan
kortikosteroid yang berulang juga dapat memberikan efek yang
tidak diinginkan.8,9
Tinggi dan berat badan serta lingkar kepala merupakan
komponen yang paling sering dan mudah untuk digunakan
dalam menentukan status gizi anak, namun pengukuran ini
harus menggunakan peralatan yang sudah dikalibrasi dan
dengan teknik pengukuran yang sesuai standar.8,9
2. Penentuan kebutuhan: menghitung kebutuhan nutrisi
meliputi energi, protein, karbohidrat, lemak, vitamin,
mineral sangat penting pada anak dengan penyakit ginjal.

50 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Energi
Kebutuhan energi yang adekuat dapat diikuti
dengan peningkatan berat badan dan peningkatan
dalam pertumbuhan linier. Selain itu, terpenuhinya
kebutuhan kalori dapat mengurangi penggunaan
protein sebagai sumber energi melalui glukoneogenesis.
Anak yang menderita penyakit ginjal kronik memiliki
kecenderungan untuk mengalami short stature dan
stunting dengan prevalens sekitar 30-60%. Sebanyak
25-33% anak yang menjalani dialisis berada di bawah
rentang tinggi badan berdasarkan kelompok usia
mereka, dengan short stature dialami lebih berat pada
mereka yang mengalami PGK sejak bayi. Beberapa
faktor yang berpengaruh pada terjadinya short stature
pada PGK antara lain sodium wasting, asidosis, anemia,
hipotiroidisme, renal osteodistrofi, dan inflamasi
kronik. Proses inflamasi pada PGK menyebabkan
peningkatan penggunaan energi. Penurunan asupan
kalori akibat menurunnya selera makan menyebabkan
defisit yang lebih berat yang pada akhirnya mengganggu
proses pertumbuhan. Penyebab lain dari menurunnya
selera makan penderita PGK yaitu perubahan
pengecapan, keharusan untuk mengatur pola makan
dan mengkonsumsi obat-obatan dalam jumlah yang
banyak. Kaheksia menjadi gambaran yang sering
dijumpai pada pasien-pasien ini yang pada akhirnya
dapat menyebabkan peningkatan morbiditas seperti
infeksi dan tingginya angka mortalitas.8,10

Malnutrition and kidney disesase: 51


Do we need special formula?
Kebutuhan kalori pada GgGA diperkirakan sebesar
30-40 kkal/kg (berat kering)/hari. Berat kering adalah
berat badan terendah pada saat setelah dialisis dengan
tanda atau gejala hipovolemia atau hipervolemia yang
minimal. Untuk anak dengan PGK yang belum mendapat
terapi dialysis, maka asupan kalori yang diperlukan sesuai
kebutuhan rumatan, dengan rentang 90-100 kkal/kgBB/
hari pada anak. Sedangkan pada bayi berkisar 98-110
kkal/kgBB/hari. Untuk anak remaja laki-laki 45-55 kkal/
kgBB/hari, dan remaja perempuan 40-47 kkal/kgBB/hari.
Untuk kebutuhan energi penderita PGK derajat 2 – 5
dipertimbangkan pemberian 100% dari kebutuhan energi
berdasar atas usia tinggi badan yang disesuaikan dengan
tingkatan aktivitas dan indeks massa tubuh.11, 17

Tabel 2. Estimasi kebutuhan energi pada anak dengan berat


badan normal.12
Estimated Energy Requirement (EER)
Umur (kkal/hari) = Total Energi Expenditure + Energy Deposition
0-3 bulan EER = ( 89 x Berat Badan (kg) – 50 ) + 175
4-6 bulan EER = ( 89 x Berat Badan (kg) – 50 ) + 56
7-12 bulan EER = ( 89 x Berat Badan (kg) – 50 ) + 22
13-35 bulan EER = ( 89 x Berat Badan (kg) – 50 ) + 20
EER (Laki-Laki) = 88,5 – 61,9 x umur (tahun) + PA x (26,7 x Berat Badan
(kg) + 903 x Tinggi Badan (m)) + 20
3-8 tahun
EER (Perempuan) = 125,3 – 30,8 x umur (tahun) + PA x (10 x Berat
Badan (kg) + 934 x Tinggi Badan (m)) + 20
EER (Laki-Laki) = 88,5 – 61,9 x umur (thn) + PA x (26,7 x Berat Badan
(kg) + 903 x Tinggi Badan (m)) + 25
9-18 tahun
EER (Perempuan) = 135,3 – 30,8 x umur (thn) + PA x (10 x Berat Badan
(kg) + 934 x Tinggi Badan (m)) + 25

52 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Tabel 3. Estimasi kebutuhan energi pada anak umur 3-18
tahun dengan obesitas.12
Total Energy Expenditure (TEE) Pemeliharaan Berat Badan pada
Umur anak Berat Badan Lebih
Laki-laki: TEE = 114 – (50,9 x umur (tahun) + PA x (19,5 x Berat
Badan (kg) + 1.161,4 x Tinggi Badan (m))
3-18 tahun
Perempuan: TEE = 389 - (41,2 x umur (tahun) + PA + 15,0 x Berat
Badan (kg) + 701,6 x Tinggi Badan (m))

Tabel 4. Koefisien Physical Activity (PA) untuk anak umur


3-18 tahun.12
Physical Activity (PA)
Aktivitas Deskripsi
Laki-laki Perempuan
Tidak Aktif Aktivitas kehidupan sehari-hari 1,0 1,0
Aktivitas kehidupan sehari-hari + 30-60 1,13 1,16
Sedikit Aktif
menit aktivitas harian sedang (seperti:
berjalan 5-7 km/jam
Aktif Aktivitas kehidupan sehari-hari + ≥60 1,26 1,31
menit dari aktivitas harian sedang
Aktivitas kehidupan sehari-hari + ≥60 1,42 1,46
menit dari aktivitas harian sedang +
Sangat Aktif
tambahan 60 menit aktivitas berat atau
120 menit akitivitas sedang

Anak yang menjalani terapi kortikosteroid dosis


tinggi (seperti pada penderita sindrom nefrotik,
vaskulitis, pasca transplantasi ginjal) seringkali
mengalami peningkatan nafsu makan dan cenderung
mengalami asupan energi yang berlebih. Anak dan
pengasuhnya sebaiknya diedukasi mengenai potensi
terjadinya overweight dan obesitas dan pentingnya
untuk mengatur asupan kalori, meningkatkan
kegiatan fisik, dan mempertahankan berat badan

Malnutrition and kidney disesase: 53


Do we need special formula?
ideal. Overweight dapat pula terjadi akibat penyerapan
glukosa dari cairan dialisat. Angka kejadian ini lebih banyak
ditemukan pada bayi karena membran peritoneal mereka
lebih permiabel terhadap molekul yang berukuran kecil.
Untuk mengatasi hal ini, pemberian dialisat harus melalui
kontrol kalori yang ketat dengan mempertimbangkan
kebutuhan kalori harian.8
Protein
Untuk membantu pertumbuhan, anak memerlukan
balans nitrogen yang positif. Asupan kalori yang tidak
adekuat dapat menyebabkan penggunaan protein sebagai
sumber energi sehingga dapat meningkatkan pembentukan
ureum. Selain itu kebutuhan protein meningkat pada
kondisi tertentu seperti proteinuria, penggunaan
kortikosteroid, asidosis, kehilangan protein melalui dialisis,
peritonitis, atau adanya infeksi dan katabolisme.8 Belum
ditemukan bukti yang cukup yang mendasari pembatasan
protein dalam memperlambat progresivitas gagal ginjal
menyebabkan pembatasan asupan protein tidak lagi
direkomendasikan. Akan tetapi, asupan yang berlebih
dapat menyebabkan akumulasi produk nitrogen yang
dapat menimbulkan gejala uremia.8
Pedoman tatalaksana KDOQI merekomendasikan
asupan protein untuk anak dengan penyakit ginjal kronik
derajat 3 pada rentang 100-140% dari kebutuhan harian
berdasarkan berat badan ideal, sedangkan asupan protein
dipertahankan pada 100-120% dari kebutuhan protein
harian pada anak dengan penyakit ginjal kronik derajat

54 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
4-5. Sementara itu, anak dengan penyakit ginjal
kronik derajat 5 yang menjalani dialisis, kebutuhan
protein berada pada 100% kebutuhan protein harian
berdasarkan berat badan ideal serta menambahkan
protein dan asam amino yang hilang ke dalam cairan
dialisat. Setelah transplantasi, kebutuhan protein
meningkat hingga 50% yang dikaitkan dengan stress
pasca pembedahan dan efek katabolik dari steroid.
Kebutuhan protein akan kembali seperti normal setelah
sekitar 3 bulan pasca transplantasi.8,12,13

Tabel 5. Rekomendasi protein untuk anak dengan PGK


derajat 3-5.12
PGK derajat PGK derajat
DRI* 3 (g/kgBB/ 4-5 (g/ Hemodialisis Peritoneal
Umur (g/kgBB/ hari/) kgBB/hari) (g/kgBB/ Dialisis (g/
hari) 100 – 140% 100-120% hari) kgBB/hari)
DRI DRI

0-6 Bulan 1,5 1,5-2,1 1,5-1,8 1,6 1,8

7-12 Bulan 1,2 1,2-1,7 1,2-1,5 1,3 1,5

1-3 Tahun 1,05 1,05-1,5 1,05-1,25 1,15 1,3

4-13 Tahun 0,95 0.95-1,35 0,95-1,15 1,05 1,1

14-18 Tahun 0,85 0,85-1,2 0,85-1,05 0,95 1,0


*DRI = Dietary reference intake

Lemak
Lemak merupakan sumber kalori yang penting
untuk pertumbuhan anak. Pedoman KDOQI

Malnutrition and kidney disesase: 55


Do we need special formula?
merekomendasikan distribusi kalori dari lemak, protein,
dan karbohidrat pada anak dengan penyakit ginjal kronik
sama dengan populasi anak pada umumnya. Untuk anak
usia 1-3 tahun, 30-40% kalori seharusnya berasal dari
lemak. Angka ini menurun 25-35% pada anak dengan usia
> 4 tahun.10

Tabel 6. Rekomendasi asupan lemak dan karbohidrat untuk


anak dengan PGK14
Makronutrien Rekomendasi
Diet kolesterol Serendah mungkin saat mengkonsumsi makanan diet dengan
nutrisi yang memadai

Asam lemak trans Serendah mungkin saat mengkonsumsi makanan diet dengan
nutrisi yang memadai

Asam lemak jenuh Serendah mungkin saat mengkonsumsi makanan diet dengan
nutrisi yang memadai

Gula tambahan Batas maksimum asupan <25% dari total energi

Vitamin, Mineral, dan Trace Element


Anak yang menjalani dialisis memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk mengalami defisiensi vitamin dan mineral
akibat anoreksia, asupan yang tidak terjamin, restriksi
diet, gangguan metabolisme ginjal, interaksi antara obat
dan nutrien, gangguan absorbsi gastrointestinal, dan
potensi kehilangan nutrien pada saat dialisis. Pedoman
KDOQI merekomendasikan ketentuan pemberian vitamin,
tembaga, dan seng setidaknya 100% dari kebutuhan
harian. Pada anak dengan penyakit ginjal kronik yang
tidak memerlukan dialisis, sangat disarankan untuk

56 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
mengkonsumsi makanan dengan kandungan lemak
dan vitamin, seng, serta tembaga yang adekuat.
Akibat adanya gangguan fungsi ginjal, anak dengan
penyakit ginjal kronik derajat 5 mengalami peningkatan
kadar fosfat dan kalium yang terakumulasi dalam
darah. Peningkatan kadar fosfat pada anak dengan
penyakit ginjal kronik stadium 5 berkaitan erat
dengan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan
dengan kardiovaskular. Restriksi natrium umumnya
dilakukan bergantung pada produksi urin dengan
kebutuhan natrium berkisar antara 20-40 mEq/hari
pada fase oligouria. Oleh karena itu, anak dengan
PGK memerlukan formula khusus dalam upaya untuk
mempertahankan keseimbangan kadar elemen-elemen
tersebut tersebut dalam darah. Selain itu, pemberian
cairan harus direstriksi pada anak dengan PGK derajat
3-5 dengan oligouria dan anuria untuk mencegah
komplikasi berupa overload cairan. 6, 8, 15, 18
3. Penentuan cara pemberian: Pemberian nutrisi melalui
oral atau enteral merupakan pilihan utama. Pemberian
nutrisi enteral pada gagal ginjal akut dilakukan jika traktus
gastrointestinal berfungsi dan pasien tidak muntah,
sedangkan pemberian nutrisi parenteral diberikan
ketika traktus gastrointestinal tidak berfungsi atau ketika
nutrisi enteral tidak adekuat untuk mencapai target
asupan nutrisi.6,7 Konsentrat asam amino, dekstrosa,
dan lemak diberikan apabila diperlukan restriksi cairan.
Cairan asam amino standar (baik esensial maupun

Malnutrition and kidney disesase: 57


Do we need special formula?
non esensial) diberikan sesuai rekomendasi kebutuhan
protein harian berdasarkan usia. Mineral dan elektrolit
diberikan sesuai konsentasi serum yang normal, sedangkan
pemberian asetat dan klorida harus mempertimbangkan
keseimbangan asam-basa. Pemberian multivitamin dan
trace element dapat diberikan dengan mengesampingkan
efek toksik berdasarkan pertimbangan bahwa pasien ini
tidak mendapatkan sumber eksogen lainnya.7,9 Pedoman
KDOQI merekomendasikan pemberian Intra Dialysis
Parenteral Nutrition pada anak yang menjalani hemodialisis
dan tidak mampu terpenuhi kebutuhan nutrisinya melalui
oral maupun enteral. Meskipun metode ini tidak dapat
digunakan sebagai sumber satu-satunya dalam pemenuhan
nutrisi, akan tetapi sangat berperan sebagai tambahan pada
penderita yang mengalami malnutrisi. Metode ini memiliki
kelebihan dalam hal pemenuhan kalori dan protein selama
proses hemodialisis tanpa memerlukan akses vena yang
berbeda.7,9
4. Penentuan jenis makanan: Bentuk makanan harus
disesuaikan dengan usia dan kemampuan oromotor pada
pemberian makan melalui oral. Salah satu masalah yang
seringkali didapatkan pada anak dengan penyakit ginjal
kronik derajat 5 adalah peningkatan kadar fosfat dan
kalium yang terakumulasi dalam darah akibat gangguan
fungsi ginjal. Peningkatan kadar fosfat pada anak dengan
penyakit ginjal kronik stadium 5 berkaitan erat dengan
morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan
kardiovaskular.11,12-15 Karena tingginya kedua kadar unsur

58 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
ini pada anak dengan penyakit ginjal, maka diperlukan
suatu formula renal-specific yang mengandung kadar
kalium dan fosfat yang rendah. Selain modifikasi
kadar kalium dan fosfat, formula ini lebih bagus
dibandingkan formula yang telah ada sebelumnya
dalam hal kandungan kalori dan protein dengan tingkat
elektrolit yang rendah. Sebagai contoh dapat diberikan
susu formula khusus yang adekuat dibutuhkan untuk
mencegah katabolisme, mendukung sintesis protein,
dan untuk mengimbangi kehilangan kalori. Pemberian
susu sapi tidak dianjurkan karena mengandung fosfat
dan kalium yang tinggi. 7,11

Tabel 7. Formula yang direkomendasikan untuk anak dengan


penyakit ginjal.9
Karbohidrat
Protein (g/L) Lemak Na/K Ca/P mOsm/
Produsen Kkal/ml (g/L)
sumber (g/L) sumber (mEq/L) (mg/L) Kg air
sumber

Similac Ross products 16 (Whey, 38 (soya, kelapa)


PM 60/40 0,67 kasein) 69 (laktosa) 7/15 380/190 250

19 (asam 46 (minyak soya 365


Amin-aid R and D 2 amino bebas) terhidrogenasi (maltodextrin, <15/<15 - 700
laboratories parsial) sukrosa)

199
Ross product 1,8 44 (kasein) 95 ( oleat, minyak (maltodextrin, 33/28
Suplena
soya dan kesumba) sukrosa, tepung 1060/700 600
jagung)

34 (asam 82 (minyak medium


amino chain triglyseride,
Nestle esensial dan minyak kanola, 290
Renalcal
nutrition 2 non esensial, minyak jagung, lesitin (maltodextrin, - - 600
konsentrat soya) tepung jagung
protein) dimodifikasi)

Nepro 96 (minyak kesumba


Carb Ross products 1,8 81 (kasein) tinggi oleat dan 167 (sirup
Steady minyak soya) jagung, sukrosa) 46/27 1060/700 585

5. Monitoring dan evaluasi: Monitor toleransi terhadap


pemberian nutrisi enteral dan parenteral dilakukan

Malnutrition and kidney disesase: 59


Do we need special formula?
melalui pemeriksaan fisik dan laboratorium. Selain itu,
monitoring dilakukan untuk menilai status nutrisi penderita
penyakit ginjal terutama PGK. Monitoring nutrisi dilakukan
melalui metode anamnesis diet dengan food recall setiap
bulan, penghitungan berat badan rata-rata pasca dialisis
selama 1 bulan dan dinilai persentase perubahannya, dan
pemeriksaan penanda biokimia seperti albumin, kolesterol,
dan kreatinin.11

PENUTUP
Nutrisi memiliki peranan penting dalam manejemen
penyakit ginjal. Malnutrisi yang diakibatkan oleh diet dan
penyakit ginjal dapat terjadi karena pemberian nutrisi yang
tidak adekuat dan manifestasi penyakit ginjal yang tidak diobati.
Penerapan asuhan nutrisi pediatri dalam menangani malnutrisi
pada penyakit ginjal bergantung pada masing-masing individu.
Hal yang perlu dipertimbangkan antara lain pemenuhan
energi makronutrien, cairan dan elektrolit, mirkonutrien, serta
kalsium, fosfat, serta vitamin D. Keberhasilan terapi nutrisi
membutuhkan penanganan tim multidisiplin yang tidak hanya
melibatkan dokter tetapi juga dietisien dan perawat terlatih.

60 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaddourah A, Basu RK, Bagshaw SM, Goldstein SL,
Investigators A. Epidemiology of acute kidney injury
in critically ill children and young adults. N Engl J Med.
2017;376(1):11–20.
2. Ardissino G, Dacco V, Testa S, et al. Epidemiology of
chronic renal failure in children: data from the ItalKid
project. Pediatrics. 2003;111(4):382-7.
3. Gupta A, Mantan M, Sethi M. Nutritional assessment in
children with chronic kidney disease. Saudi J Kidney Dis
Transpl. 2016;27(4):733-9.
4. Wednesday Marie A. Sevilla, MD, MPH, CNSC. 2017.
Nutritional Considerations in Pediatic Chronic Disease.
American Academy of Pediatrics. Pediatrics In Review.
2017;38:343-52.
5. Rees L, Mak RH. Nutrition and growth in children with
chronic kidney disease. Nat Rev. Nephrol. 2011;(7):615-
23.
6. Sjarif DR, Nasar SS, Devaera Y, Tanjung C. Asuhan Nutrisi
Pediatrik. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011
7. Saxena A. Dietary Management in Acute Kidney Injury.
Nephrology 2012;(1):58-69.
8. Levitt R, Zaritsky J, Mak RH. Nutritional Challenges in
Pediatric Chronic Kidney Disease. Dalam: Geary DF,
Schaefer F, penyunting. Pediatric Kidney Disease. Edisi
ke-2. Berlin: Springer-Verlag. 2016.h.1477-89.

Malnutrition and kidney disesase: 61


Do we need special formula?
9. National Kidney Foundation Dialysis Outcome Quality
Initiative (KDOQI). KDOQI Clinical practice guidelines for
nutrition in children with CKD: 2008 Update. Am J Kidney
Dis. 2009;53(6 Suppl 2):S36-44.
10. Foster B, McCauley L, Mak RH. Nutrition in infants and
very young children with chronic kidney disease. Pediatr
Nephrol. 2012;25:1427-39.
11. Noer MS, Soemyarso NA, Prasetyo RV, Kurniawan MR.
Nutrisi pada anak dengan penyakit ginjal. Dalam: Rachmadi
D, Sekarwana N, Hilmanto D, Garna H. Buku Ajar Nefrologi
Anak. Edisi ke-3. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2017;(6):94-7.
12. Graf L, Nailescu C, Kaskel PJ, Kaskel FJ. Nutrition and
metabolism. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P,
Yoshikawa N, penyunting. Pediatric nephrology. Edisi ke-6.
Berlin: Springer-Verlag. 2009.h.309-13.
13. Mak RH, Cheung WW, Zhan ZY, Shen Q, Foster BJ. Cachexia
and protein-energy wasting in children with chronic kidney
disease. Pediatr Nephrol. 2012;27:173-81.
14. Huque SS, Resontoc LPR, Yeo WS, Yap HK. Recommended
Dietary Intake in Children with Chronic Kidney Disease.
Dalam: Yap HK, Liu ID, Ng KH, Editor. Pediatric Nephrology
OnThe-Go. Edisi 2. Singapore: Shaw-NKF-National
University Hospital Children’s Kidney Center, 2015.h.383-
9.
15. Block GA, Hulbert-Shearon TE, Levin NW, Port FK.
Association of serum phosphorus and calcium x phosphate

62 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
product with mortality risk in chronic hemodialysis
patients: a national study. Am J Kidney Dis. 1998;31:607-
17.
16. Levin NW, Gotch FA, Kuhlmann MK. Factors for increased
morbidity and mortality in uremia: hyperphosphatemia.
Semin Nephrol. 2004;24:396-400.
17. Kestenbaum B, Sampson JN, Rusder KD, et al. Serum
Phosphate levels and mortality risk among people with
chronic kidney disease. J Am Soc Nephrol. 2005;16:520-
8.
18. CalvoMS, Park YK. Changing phosphorus content of
the U.S. diet: potential for adverse effect on bone.
J Nutr.1996;126:S1168-S1180. National Kidney
Foundation Dialysis Outcome Quality Initiative. Clinical
practice guidelines for nutrition in chronic renal failure.
Am J Kidney Dis. 2000; 42(Suppl 2):3.
19. Taylor JM, Oladitan L, Carlson S, Hamilton-Reeves JM.
Renal formulas pretreated with medications alters the
nutrient profile. Pediat Nephrol. 2015;30(10):1815-23.
20. Gunal AI. How to determine ‘dry weight’?. Kidney Int
Suppl. 2013:3(4): 377-9.

Malnutrition and kidney disesase: 63


Do we need special formula?
64 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE
Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
NUTRITION IN BURNS PATIENT:
WHAT NUTRITIONAL
MANAGEMENT SHOULD WE
EMPHASIZED ON?
Aryono Hendarto

Luka bakar adalah cedera atau kerusakan kulit dan


jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma panas, yaitu
api, air panas, listrik, friksi, radiasi, radioaktif, atau kimia.1
Secara global pada tahun 2004, hampir 96.000 kasus anak-
anak di bawah usia 20 tahun mengalami cedera akibat luka
bakar. Angka kematian di negara dengan penghasilan rendah
dan sedang, meningkat 11 kali lebih tinggi di bandingkan di
negara dengan penghasilan yang tinggi yaitu 4,3 per 100.000
jiwa dengan 0,4 per 100.000 jiwa. Angka kematian tertinggi
terjadi di negara berkembang seperti Afrika, Asia Tenggara,
serta di negara bagian Timur Mediterania. Di negara-negara
maju, anak-anak di bawah usia lima tahun memiliki tingkat
rawat inap tertinggi dari luka bakar, diikuti oleh anak-anak
berusia 15–19 tahun. Hampir 75% luka bakar pada anak
kecil berasal dari cairan panas, air keran panas atau uap
(WHO, 2004).2 Prevalensi luka bakar di Indonesia sebesar
0,7%, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada usia 1 tahun
hingga 4 tahun sebesar 1,5% (RISKESDAS, 2013).

Nutrition in burns patient: 65


What nutritional management should we emphasized on?
Berdasarkan studi di Unit Luka Bakar (Burn Unit) Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo selama bulan Januari 2011
sampai Desember 2012, menerima 275 pasien luka bakar
dengan jumlah pasien anak sebanyak 72 pasien (26%) dan
sebanyak 78% penyebab luka bakar adalah api.3 Studi lain
di RS Hasan Sadikin, jumlah pasien masuk dengan luka
bakar sejak 2012 hingga 2015 sebanyak 205 pasien, dengan
pasien anak <14 tahun sebanyak 22,5% dan api merupakan
penyebab utama sebanyak 50,7%.4 Dari penelitian di RSUD
Dr. Soetomo Surabaya, total pasien masuk dengan luka
bakar pada tahun 2014 sebanyak 94 orang dengan jumlah
pasien anak sebanyak 19,2% dan api merupakan penyebab
terbanyak (80,8%).5

KLASIFIKASI LUKA BAKAR


Berdasarkan tingkat kedalamannya, luka bakar dibagi
menjadi: 1) Luka bakar derajat I (superfisial) hanya mengenai
bagian epidermis, dan dapat sembuh dalam waktu 3 hingga
5 hari. 2) Luka bakar derajat IIA (dangkal) yaitu mengenai
seluruh bagian epidermis dan dermis bagian atas, yang
umumnya sembuh dalam waktu 2 minggu. 3) Luka bakar
derajat IIB (dalam) yaitu mengenai seluruh epidermis dan
meluas hingga dermis bagian retikuler, umumnya luka ini
meninggalkan bekas (scar) serta memungkinkan terjadi
kontraktur. 4) Luka bakar derajat III (dalam) mengenai
seluruh epuidermis dan dermis hingga menginvasi bagian
yang lebih dalam.6

66 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Tabel.1 Klasifikasi luka bakar7.
I. Luka bakar ringan (minor)
- < 15% TBSA pada dewasa
- < 10% TBSA pada anak dan orang tua
- 2% TBSA luka bakar derajat III pada anak atau dewasa tanpa risiko kosmetik
ataupun fungsional pada mata, telinga, wajah, tangan, kaki, atau perineum
II. Luka bakar sedang (moderate)
- 15 - 25% TBSA pada dewasa dengan < 10% luka bakar derajat III
- 10 - 20% TBSA luka bakar derajat II pada anak di bawah 10 tahun dan dewasa
lebih dari 40 tahun, dengan < 10% luka bakar derajat III
- < 10% TBSA luka bakar derajat III pada anak atau dewasa tanpa risiko kosmetik
ataupun fungsional pada mata, telinga, wajah, tangan, kaki, atau perineum
III. Luka bakar berat (major)
- > 25% TBSA
- > 20% TBSA pada anak di bawah 10 tahun dan dewasa di atas 40 tahun
- > 10% TBSA luka bakar derajat III
- Semua luka bakar yang mengenai mata, telinga, wajah, kaki, atau perineum
yang kemungkinan akan mengakibatkan gangguan kosmetik atau fungsional
- Semua luka bakar listrik tegangan tinggi
- Semua luka bakar dengan komplikasi berupa trauma mayor atau trauma
irhalasi
- Semua pasien dengan risiko tinggi
TBSA : total body surface area/luas permukaan luka bakar

RESPON METABOLIK PASCA LUKA BAKAR


Luka bakar menyebabkan hipermetabolisme tubuh
akibat stimulasi sitokin-sitokin yang berlebihan sehingga
terjadi peningkatan respon stres akibat adanya proses
infeksi. Proses inflamasi umumnya meningkat segera
setelah trauma terjadi dan mampu bertahan hingga 5
minggu pasca trauma. Respon metabolisme tubuh yang
muncul pasca luka bakar antara lain peningkatan suhu
tubuh, peningkatan kebutuhan oksigen, peningkatan kadar

Nutrition in burns patient: 67


What nutritional management should we emphasized on?
glukosa, dan peningkatan kadar CO2. Komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien luka bakar yaitu, gagal napas, syok dan
infeksi sistemik yang menyebar ke berbagai organ hingga
menyebabkan kematian. Umumnya pasien luka bakar
mengalami syok akibat kehilangan banyak cairan atau sepsis,
oleh sebab itu diperlukan pemantauan hemodinamik ketat
pasca terjadinya trauma. 8,9
Respon hipermetabolik dan hiperkatabolik pasca
trauma luka bakar parah memerlukan pengganti nutrisi
yang agresif.10 American College of Chest Physicians
menyarankan bahwa nutrisi enteral harus dimulai sesegera
mungkin setelah resusitasi tertangani. Pasien luka bakar
sering mendapat nutrisi yang tidak adekuat akibat sistem
hemodinamik yang belum stabil dan ileus paralitik.
Penelitian menunjukkan pemberian nutrisi enteral dalam
24 jam pertama pasca trauma telah terbukti mengurangi
defisit kalori.11
Mediator primer dari respon hipermetabolik pasca
luka bakar adalah katekolamin, kortikosteroid, dan
sitokin inflamasi. Pasien dengan luka bakar menunjukkan
peningkatan 10 sampai 20 kali lipat pada kadar katekolamin
dan kortikosteroid, yang mungkin berlangsung hingga
12 bulan pasca trauma dan terjadi perubahan akut dari
metabolisme protein yang bertahan hingga 2 bulan
pasca trauma. Hormon katabolik ini mencegah fungsi
insulin sehingga terjadi peningkatan lipolisis, proteolisis,
glukoneogenesis, dan konsumsi energi.10,12

68 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Tabel 2. Perubahan metabolik pada luka bakar13
Fase Akut Fase Adaptasi
Faktor Kehilangan volume Peningkatan katekolamin Hormon stres
Dominan plasma Peningkatan glukagon mereda
Syok Peningkatan
Rendahnya kadar glukokortikoid
insulin plasma Normal atau peningkatan
kadar insulin
Peningkatan rasio
glukagon-insulin
Gejala Hiperglikemia Katabolisme Anabolisme
Menurunkan Hiperglikemia Kadar gula darah
konsumsi oksigen Meningkatkan laju normal
Menurunkan REE pernapasan Berkurangnya
Menurunkan meningkatkan konsumsi perputaran
tekanan darah oksigen energi
Menurunkan Hipermetabolisme Penyembuhan
cardiac output Meningkatkan suhu
Menurunkan suhu tubuh
tubuh Meningkatkan cardiac
output
Redistribusi kation
polivalen seperti: zink
dan besi
Mobilisasi cadangan
metabolik
Meningkatkan hasil
sekresi urin berupa
nitrogen, sulfur,
magnesium, fosfat, dan
pottasium
Mempercepat
gluconeogenesis
Sumber: Adaptasi dari Gottichlich MM, Alexander JW, Bower RH. Enteral nutrition in
patients with burns or trauma. In: Rombeau JL, Caldwell MD, eds. Enteral and Tube
Feeding.

RESUSITASI CAIRAN
Sesaat setelah trauma luka bakar, terjadi perubahan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan keluarnya cairan,
elektrolit dan protein. Resusitasi cairan pada anak pasca
luka bakar umumnya menggunakan rumus berikut (Tabel
3): 9,13,15,16,17

Nutrition in burns patient: 69


What nutritional management should we emphasized on?
Tabel 3. Perhitungan kebutuhan cairan resusitasi dan
rumatan anak13
Modifikasi Parkland Formula
Total cairan resusitasi [4mL x %Luas luka bakar x berat badan (kg)] +
(mL/24 jam) [Kebutuhan cairan basal (1500 x m2)]
½ perhitungan kebutuhan cairan diberikan dalam 8 jam
pertama
½ perhitungan kebutuhan cairan diberikan dalam 16
jam berikutnya
Perhitungan cairan rumatan
Total cairan rumatan (mL/ cairan basal + kehilangan evaporasi
jam) 1500 mL x m2 + (35 + % luas luka bakar) x m2
24 jam
Sumber: Courtesy of the Shriners Hospitals for Children, Cincinnati, Ohio.

Setelah dilakukan resusitasi cairan, pemantauan


keberhasilan resusitasi dinilai berdasarkan sensorium,
sirkulasi perifer, analisa gas darah, serta urine output
minimal 1mL/ kgBB/ Jam.15

DUKUNGAN NUTRISI ANAK DENGAN LUKA BAKAR


Penilaian Status Nutrisi
Pemeriksaan antropometrik pada pasien luka bakar
mungkin sulit dilakukan, hal tersebut dikarenakan adanya
balutan verban, pemasangan selang urin, akses intravena
dan posisi saat fase kritis. Mengukur panjang tempat tidur,
tinggi lutut dan lengan dapat membantu pengukuran tinggi
badan. Dari BMI yang dihitung, persentase penurunan berat
badan dan persentase kehilangan tinggi dapat dihitung.14
Berat badan yang akurat merupakan bagian penting dari
penilaian status gizi dan harus diulang setiap minggu selama
pasien tinggal di rumah sakit. Edema sekunder yang terjadi

70 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
karena resusitasi cairan luka bakar dan prostetik dapat
mempengaruhi keakuratan berat badan. Setiap faktor yang
dapat mempengaruhi akurasi berat harus didokumentasikan
bersama dengan berat sehingga dapat diinterpretasikan
dengan benar. Tinggi / panjang badan sangat penting untuk
menghitung total luas permukaan tubuh (TBSA) untuk
persamaan prediktif dan untuk menafsirkan berat badan
secara proporsional dengan tinggi badan. Berat dan tinggi/
panjang badan harus diplot pada grafik sentil di rekam
medis pasien oleh perawat atau staf medis. Luas permukaan
yang terbakar saat ini dan kedalaman luka bakar diperlukan
untuk menghitung kebutuhan nutrisi.20
Perhitungan Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi pada anak pasca luka bakar perlu
diperhitungkan dengan baik, pemberian energi yang
tidak adekuat dapat memperburuk proses pemulihan
ataupun penyembuhan luka akibat tubuh dalam
keadaan hipermetabolisme. Formula perhitungan
kebutuhan energi yang umum digunakan pada pasien
anak dengan luka bakar, antara lain:

Nutrition in burns patient: 71


What nutritional management should we emphasized on?
Tabel 4. Formula untuk menghitung kebutuhan energi pada
anak dengan luka bakar13
Referensi Usia % luas luka Kalori/hari
bakar
Curreri33 0-1 tahun < 50 Basal + (15 x % Luas luka bakar)
1-3 tahun <50 Basal + (25 x % Luas luka bakar)
4-15 tahun <50 Basal + (40 x % Luas luka bakar)
Davies dan Anak 60 W + (35 x % Luas luka bakar)
Liljedal34
Hildreth35-37 <15 tahun >30 (1800/m2 luas permukaan tubuh)
+ (2200/m2 Luas luka bakar)
Hildreth38 <12 tahun (1800/m2 luas permukaan tubuh)
+ (1300/m2 Luas luka bakar)
Mayes39 0-3 tahun 10-50 108 + 68 BB + (3.9 x % Luas luka
bakar)
818 + 37,4 BB + (9.3 x % Luas luka
bakar)

Pada prinsipnya, pemberian cairan ringer laktat


dapat diberikan pada semua golongan usia, namun
demikian pada bayi sering terjadi kondisi hipoglikemia
akibat cadangan glikogen yang sedikit, sehingga perlu
dipertimbangan untuk pemberian Dekstrosa 5%.18
Kebutuhan Karbohidrat
Beberapa saat setelah luka bakar terjadi perubahan
metabolisme, termasuk di dalamnya perubahan
metabolisme karbohidrat. Respon awal yang sering
muncul akibat luka bakar ialah glukosuria dan
hiperglikemia, respon yang sama juga ditemukan pada
pasien yang mengalami sepsis berat. Beratnya derajat
luka bakar berhubungan dengan kemungkinan terjadinya
intoleransi glukosa, fase luka bakar juga mempengaruhi

72 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
peningkatan kadar glukosa darah. Selama shock phase,
hiperglikemia terutama disebabkan oleh menurunnya
penggunaan glukosa di jaringan perifer sebagai dampak
dari kerusakan perfusi jaringan dan kadar insulin yang
rendah. Karbohidrat memegang peranan penting dalam
dukungan nutrisi pada pasien yang mengalami luka
bakar. Tampaknya, karbohidrat adalah sumber kalori
non-protein yang terpenting dalam hubungan dengan
retensi nitrogen, walaupun terdapat keterbatasan
untuk efektivitasannya sebagai sumber energi.
Peningkatan intoleransi glukosa dan deposit lemak
di hati dapat terjadi karena pemberian glukosa yang
berlebihan. Hal ini terjadi karena peningkatan produksi
karbondioksida, oleh karena itu pada semua pasien
luka bakar harus dipantau terjadinya hiperkapnia dan
hiperglikemia. Pada beberapa keadaan diperlukan
terapi insulin untuk menjaga kadar glukosa darah agar
tidak tinggi dan penelitian menunjukkan terapi insulin
ini dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas
pasien dalam kondisi kritis.11 Kontrol glikemik yang
baik berkisar 5-8 mmol/L. Saat ini, metformin dapat
digunakan sebagai alternatif insulin dalam menurunkan
kadar gula darah, akan tetapi perlu diperhatikan adanya
risiko asidosis laktat.19
Kebutuhan Protein
Pada luka bakar juga juga terjadi perubahan
metabolisme protein tubuh yaitu meningkatnya proses
proteolisis. Kebutuhan protein pada bayi dan anak

Nutrition in burns patient: 73


What nutritional management should we emphasized on?
meningkat disebabkan bertambahnya pemecahan
protein jaringan dan kehilangan cairan eksudatif selama
fase penyembuhan dan pertumbuhan. Pemantauan
pemberian protein sangat diperlukan karena jika
pemberian protein atau asam amino yang berlebihan
dapat menyebabkan azotemia, hiperamonemia, atau
asidosis. Selain itu, pemantauan ketat juga diberikan
pada bayi berusia <12 bulan oleh karena fungsi ginjal
yang belum matang. Evaluasi untuk menilai toleransi
dan pemberian protein yang adequat dapat dilakukan
dengan cara menilai status cairan tubuh, BUN (blood
urea nitrogen), plasma protein, dan keseimbangan
nitrogen.13

Tabel 5. Kebutuhan protein anak dengan luka bakar21


Kelompok Usia Kebutuhan Protein

0-12 bulan 12,5 -15 g protein/hari


2-3 g protein/kg/hari dibutuhkan untuk perbaikan
1-3 tahun
luka
3-18 tahun 1,5-2,5g protein/kg/hari

Kebutuhan Lemak
Pasca terjadinya trauma akibat luka bakar, terjadi
peningkatan katekolamin dan peningkatan glukagon
yang menstimulasi percepatan mobilisasi lemak dan
oksidan. Lemak berperan penting dalam nutrisi pada
luka bakar anak, oleh karena lemak mengandung kalori
yang tinggi, berperan dalam proses mielinisasi sel saraf
dan perkembangan otak, serta pembawa vitamin larut

74 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
lemak. Sebagai tambahan, asam lemak linoleat esensial
menyediakan komponen vital untuk membran sel dan
sebagai prekursor untuk sintesis dienoic prostaglandin.
Kebutuhan minimal asam linoleat untuk mencegah
defisiensi omega-6 asam lemak dibutuhkan sekitar
2-3% dari jumlah kebutuhan kalori.13 Pemberian lemak
dapat di mulai dengan 0,5 g / kgBB selama 12 jam
dengan volume sasaran 1,0-1,5 g lemak / kgBB / hari.
Intralipid tidak diberikan dalam dosis > 3,6 g / kgBB /
hari.21
Kebutuhan Mikronutrien
Defisiensi vitamin dan mineral dapat menghambat
proses penyembuhan yang optimal. Beberapa vitamin
dan mineral ini sangat direkomendasikan, antara lain:
Ø Tiamin, riboflavin, niasin, folat, biotin, vitamin K,
magnesium, fosfat, krom yang berperan sebagai
faktor pembantu pembentukan energi
Ø Kebutuhan akan piridoksin erat kaitannya dengan
metabolisme protein
Ø Vitamin B12, fosfat, zink berperan sebagai faktor
pembantu untuk sintesis kolagen
Ø Vitamin D diperlukan untuk mengurangi risiko
fraktur akibat demineralisasi tulang
Saat ini, tingginya insiden hipovitamin D banyak
di publikasikan pada anak dengan luka bakar. Berbagai
bukti juga telah menunjukan tingkat demineralisasi
tulang yang tinggi dan meningkatkan faktor resiko
fraktur pada fase akut pasca luka bakar. Selain itu

Nutrition in burns patient: 75


What nutritional management should we emphasized on?
disarankan juga untuk konsumsi multivitamin dan
suplemen vitamin A, C, D, dan zink untuk meningkatkan
sistem imunitas tubuh.13
Tabel 6. Rekomendasi vitamin dan mineral13
Anak dan Remaja (>3 tahun)
1. Luka bakar berat
l 800 IU vitamin D3 perhari
l 500 mg Asam askorbat 2x/hari
l 10.000 IU vitamin A perhari
l Satu dosis multivitamin perhari
l 220 mg zinc sulfat perhari
2. Luka bakar ringan (<20%) atau pasien rekonstruktif
l Satu multivitamin perhari
Anak (kurang dari 3 tahun)
1. Luka bakar berat
l Satu multivitamin anak perhari
l 250 mg asam askorbat 2x/hari
l 5000 IU vitamin A perhari
l 100 mg zinc sulfat perhari
l 1600 IU vitamin D3 perhari
2. Luka bakar ringan (<20%) atau pasien rekonstruktif
l Satu multivitamin perhari

RUTE PEMBERIAN NUTRISI


1. Rute oral
Indikasi pemberian nutrisi melalui jalur oral antara
lain luas luka bakar < 20% total luas permukaan tubuh,
tidak ada luka bakar daerah mulut, wajah, inhalasi, dan
tidak ada masalah gangguan psikologis. Jika jalur oral
tidak dapat dilakukan, maka pemberian jalur enteral
harus diberikan dalam waktu <24 jam pasca trauma.11
Pemberian nutrisi melalui jalur oral perlu dilakukan

76 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
pencatatan dan pengawasan yang ketat oleh orangtua
atau perawat untuk menilai kecakupan gizi.21 Secara
umum dapat diberikan nutrisi melalui oral dengan diet
tinggi protein dan tinggi kalori. Di antara jadwal makan
utama, harus diberikan makanan selingan (snack).13
2. Rute Enteral
Jalur enteral merupakan jalur makan yang aman,
hemat biaya, dan merupakan jalur makanan yang
mudah dilakukan. Selain itu, jalur enteral telah terbukti
mengurangi tingkat katabolisme tubuh. Jalur ini
mempertahankan integritas struktural dan fungsional
usus, merangsang aliran darah, dan mempertahankan
pemberian nutrisi melalui jalur utama ke hepar. Jalur
enteral juga mengurangi translokasi bakteremia dan
sepsis, menurunkan kejadian pneumonia dan infeksi,
serta mendukung produksi IgA pada immunosit yang
terkait dengan usus.10

Tabel 7. Pedoman klinis untuk menunda pemberian nutrisi


enteral22
Penundaan Pemberian Nutrisi Mulai Pemberian Nutrisi
Kesulitan resusitasi atau saat onset Hemodinamik stabil
sepsis
Kebutuhan tinggi terhadap vasopressin Tahap pengurangan kebutuhan
(dopamine: 10-20 mcg/kg/min; vasopresor
epinefrin: 0.5 mg/kg/min)
Tampak distensi abdomen Abdomen supel, tidak distensi
Gastric output > 200 mL/ hari Gastric output mulai berkurang

Nutrition in burns patient: 77


What nutritional management should we emphasized on?
Tabel 8. Jenis nutrisi enteral berdasarkan usia20
Kelompok Usia Jenis Makanan Energi Protein
kkal/100ml grams/100ml
0-12 bulan ASI perah (expressed 67 kkal/100ml 1,3g/100ml
breast milk) atau susu
formula
0-12 bulan Susu formula tinggi kalori 91 kkal/100ml 2g
100 kkal/100ml 2,6 g/100ml
1-6 tahun (8-20 kg) Makanan cair 100 kkal/100ml 2,8g/100ml
150 kkal/100ml 4,0 g/100ml
>7 tahun (20-45 kg) Makanan cair 100 kkal/100ml 3,3 g/100ml
150 kkal/100ml 4,9 g/100ml
>45 kg Makanan cair 100 kkal/100ml 4,0 g/100ml
150 kkal/100ml 6,0 g/100ml

Pemilihan dukungan nutrisi enteral untuk pasien


yang mengalami luka bakar, bukan saja dapat diberikan
melalui pipa nasogastrik tetapi pada keadaan tertentu
dapat pula diberiakan melalui pipa nasojejunal, bahkan
bila nutrisi enteral direncanakan diberikan untuk jangka
waktu panjang, maka dapat melalui percutaneous
endoscopic gastrotomy. Gambar di bawah ini dapat
dijadikan paduan untuk memilih dukungan nutrisi
enteral sesuai dengan kondisi pasien.

Gambar 1. Alternatif Jalur Enteral14

78 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
3. Rute Parenteral
Pada umumnya, dukungan nutrisi parenteral
diberikan pada pasien yang mengalami luka bakar
derajat berat dan luas. Pemberian jalur parenteral
direkomendasikan pada pasien luka bakar dengan
kondisi antara lain: 1) Dalam 24 jam tidak akan
mendapat nutrisi enteral 2) pasien luka bakar yang
disertai ileus obstruksi, 3) pasien luka bakar yang
mengalami malabsorpsi, dan intoleransi terhadap
nutrisi enteral. Terdapat beberapa efek samping yang
telah terbukti akibat pemberian jalur parenteral, antara
lain meningkatkan kelainan fungsi hati, merusak respon
imun sebagaimana terlihat adanya penurunan sel T
helper, dan terjadi peningkatan mortalitas.10,20

Tabel 9. Standar sediaan parenteral anak22


Nutrien Konsentrasi Rasional
(meq/L)
Asam amino (clinisol 74 g/L Non-protein kalori: N rasio 85:1
15%)
Dextrose 200 g/L
Natrium (Na acetate: 2 100 Tinggi kandungan natrium untuk
mequiv.: NaCl: 4 mequiv.) menurunkan suplementasi natrium
dengan sodium leaching dari luka
Kalium (Kphos: 3mM: 50 Peningkatan kalium untuk
KCL: 2 mequiv.) menurunkan kebutuhan suplementasi
Kalsium (Ca Gluc: 10% 9
mequiv.)
Magnesium (MgSO4 :20% 18 Maksimal
mequiv.)
Fosfat 15 Maksimal
Asetat 120 Maksimal untuk menurunkan asidosis

Nutrition in burns patient: 79


What nutritional management should we emphasized on?
Klorida 70.65
Asam Askorbat 500 mg/L
Multivitamin 5mL/L M.V.I.-12
Trace elements 0.5 mL/L Mikronutrien : Zn = 2500 mcgram: Cu
= 500 mcgram: Selenium = 30 mcgram

Terdapat beberapa kriteria untuk rujuk ke ahli


nutrisi, antara lain: 1) Anak dengan luka bakar >10%
total luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar; 2)
Luka bakar pada anak usia<1 tahun; dan 3) Luka bakar
yang mengenai area mulut dan tangan.14

RINGKASAN
Kasus luka bakar anak telah menjadi permasalahan
global yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas.
Penanganan resusitasi yang tepat dan cepat mempengaruhi
hasil akhir pemulihan pasien. Pemberian nutrisi yang
agresif dan tepat yakni <24 jam pasca trauma telah terbukti
mengurangi defisit kalori akibat proses hipermetabolik
dan hiperkatabolik. Pasien anak luka bakar memiliki
penilaian nutrisi dan protokol perlakuan yang unik,
sehingga dibutuhkan penghitungan yang akurat serta
menimbang berbagai macam kemungkinan yang membantu
mempercepat proses penyembuhan. Dukungan nutrisi pada
luka bakar anak meliputi penghitungan kebutuhan kalori,
makronutrien dan mikronutrien yang presisi.

80 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
DAFTAR PUSTAKA
1. Klein MB. Thermal, chemical and electrical injuries. In:
Thorne CH, editor. Grabb and Smith’s Plastic Surgery.
17th ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins;
2014. P127-41.
2. Children and burns: World Health Organization. www.
who.int/violence_injury_prevention/child/en/. 2004.
[accessed February 20th, 2018].
3. Martina NR, Wardhana A. Mortality analysis of adult
burn patients. Jurnal Plastik Rekonstruksi. 2013; 96-100.
4. Bowo SA, Putri AC. Bacterial pathogens and antibiotic
sensitivity pattern in burn unit of Hasan Sadikin Hospital
(RSHS) from January 2012-December 2015. Jurnal
Plastik Rekonstruksi. 2016; 2: 32-39.
5. Suharjono, Annura S, Saputro ID, et al. Evaluasi
penggunaan albumin pada pasien luka bakar di RSUD
DR. Soetomo. Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah
Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016. e-ISSN: 92-8.
6. Lumbuun RFM, Wardhana A. Peran eksisi dini dan skin
graft pada luka bakar dalam. CDK-251. 2017; 44(4):
249-54.
7. Hartford CE. Care of outpatient burns. In: Herndon DN,
editor. Total burn care. 4th ed. USA: Elsevier Saunders;
2012. p. 92.
8. Dzulfikar. Penanganan luka bakar di ruang perawatan
intensif anak. Majalah Kedokteran Terapi Intensif. 2012;
2(2): 79-84.
9. JF. Hansbough W. Pediatric burns. Pediatrics in Review.
1999; 20(4): 117-23.
10. Rodriguez NA, Jeschke MG, Williams FN et al. Nutrition
in burns: Galveston contributions. 2011; 35(6): 704-14.
11. Machado MN, Gragnani A, Ferreira LM. Burns, metabolism

Nutrition in burns patient: 81


What nutritional management should we emphasized on?
and nutritional requirements. Nutr Hosp. 2011; 26(4):
692-700.
12. Krishnamoorthy V, Ramaiah R, Bhananker SM. Pediatric
burn injuries. IJCHS. 2012; 2(3): 128-134.
13. Gottschlich MM, Mayes T. Nutrition for the burned
pediatric patient. In: Handbook of pediatric nutrition.
3rd ed. US: Samour PQ, King K; 2005; 23: 483.
14. Nattarajan M, Sekhar R. Nutrition in burns patient.
IOSR-JDMS. 2015; 14: 40-2.
15. Sharma RK, Parashar A. Special consideration in
pediatric burn patients. Indian J Plast Surg. 2010; 43-50.
16. Boulger C, Retzinger A, Werman H, et al. Pediatric burns:
current standard for assessment and management.
Relias Formerly AHC Media. 2013.
17. Reed JL, Pomerantz WJ. Emergency management of
pediatric burns. Pediatric Emergency Care. 2005; 21(2):
118-29.
18. Romanowski KS, Palmieri TL. Pediatric burn resuscitation:
past, present, and future. BMC. 2017; 5: 26.
19. Rahardja MA. Tatalaksana nutrisi pada pasien luka
bakar mayor. CDK. 2014; 41(12): 951.
20. Cronshaw A. Guideline for the management of nutrition
in the burn injured child. Nottingham University
Hospital. 2016; 1-19.
21. Sparnon MA, Kirby C, Khurana S, et al. Guidelines for
the management of paediatric burns. Women’s and
children hospital. 2010; 36.
22. Prelack K, Dylewski M, Shediran RL. Practical guidelines
for nutritional management of burn injury and recovery.
Elsevier. 2007; 33: 14-24.

82 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
NUTRITION AND GROWTH
ASSESSMENT IN SPECIAL
CONDITIONS: THE IMPORTANCE OF
RIGHT MEASUREMENT

JC. Susanto

PENDAHULUAN
Ciri khas seorang anak adalah tumbuh kembang. Pada awal
kehidupan, pertumbuhan anak sangat cepat dan selanjutnya
melambat dengan bertambahnya usia, namun pertumbuhan
sedikit meningkat di usia remaja. Di awal pertumbuhan, anak
tumbuh secara hiperplasi atau pembelahan sel, dan di usia
dewasa yang terjadi adalah pembesaran sel. Pertumbuhan
terjadi jika terdapat nutrien esensial yang lengkap dengan
difasilitasi oleh beberapa hormon. Nutrien esensial ini
dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok nutrien
esensial tipe I dan nutrien esensial tipe II. Jika keduanya sudah
lengkap, semuanya berjumlah lebih dari 40 macam, barulah
terbentuk jaringan, atau terjadi pertumbuhan.
Berbagai pola pertumbuhan telah ditemukan dengan
pengukuran antropometri seperti grafik pertumbuhan menurut
Morley, WHO NCHS, CDC, dan WHO child growth standard.
Grafik pertumbuhan WHO child growth standard disebut
standar karena diambil dari populasi yang ideal, yaitu lahir

Nutrition and growth assessment in special conditions: 83


The importance of right measurement
cukup bulan, mendapat ASI eksklusif, dan tidak terpapar rokok,
yang berasal dari 6 negara yaitu Brasil, Amerika Serikat, Ghana,
India, Norwegia dan Oman.
Oleh karena itu, jika orang tua menginginkan anaknya
tumbuh seperti pertumbuhan WHO Child Growth Standard,
haruslah mengikuti pola hidup mereka. Hal tersebut
merupakan jalur yang harus dilalui, sehingga dapat diartikan
sebagai ‘Bagaimana seharusnya anak itu tumbuh (How should
they growth)’. Di dalam WHO child growth standard, indeks
antropometri yang digunakan adalah BB/U, BB/PB, PB/U,
IMT/U, LILA/U dan LIKA/U. Pertumbuhan dapat dinilai dari
pengukuran antropometri yang dilakukan secara serial. Anak
tumbuh normal jika grafik pertumbuhan sejajar dengan garis
baku, atau tumbuh pada standard deviasi (SD) yang sama.
Grafik pertumbuhan yang ada, seperti WHO Child Growth
Standard maupun CDC adalah grafik pertumbuhan untuk
anak normal. Grafik pertumbuhan tersebut dapat digunakan
untuk menentukan status gizi, memantau pertumbuhan,
menentukan kebutuhan nutrisi maupun untuk memprediksi
pertumbuhan di usia dewasa. Akan tetapi terdapat beberapa
anak yang tidak dapat menggunakan grafik pertumbuhan
normal karena tubuhnya menderita kelainan, sehingga harus
menggunakan grafik pertumbuhan khusus, seperti (1) Trisomy
21/Down syndrome (Cronk, 1988), (2) Prader Willy Syndrome
(Holm, 1995), (3) William syndrome (Morris, 1998), (4) Cornelia
de Lange syndrome, (Kline, 1993), (5) Turner syndrome (Ranke,
1983; Lyon, 1985), (6) Rubinstein-Taybi syndrome, (7) Marfan
syndrome (Pyeritz, 1983; Pyeritz, 1985), dan (8) Achondroplasia
(Horton, 1978). Dengan menggunakan grafik pertumbuhan

84 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
khusus ini, maka dapat diketahui potensi pertumbuhan anak
yang mengalami kelainan tertentu.

ANTROPOMETRI UNTUK MENENTUKAN STATUS GIZI,


PERTUMBUHAN, DAN KEBUTUHAN ENERGI
1. Antropometri dasar
a. Berat badan
Indeks antropometri BB/U, BB/PB, BMI, BB/PB3
b. Panjang badan
Indeks antropometri PB/U
c. Lingkar kepala
d. Lingkar lengan atas (MUAC dan MAMC)
LILA menurut umur, MAMC menurut umur
Cara menentukan panjang/tinggi badan

Nutrition and growth assessment in special conditions: 85


The importance of right measurement
2. Antropometri tambahan
a. Knee Height
Cara mengukur Knee Height

Rumus Knee Height

b. Tibial Height

86 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Cara mengukur Tibial Height


Rumus Tibial Height
Menurut Stevenson  H = (3,26 x TL) + 30.8
c. Arm Span
Cara mengukur Arm Span


Rumus Mengukur tinggi badan dengan arm span
TB laki-laki (cm) : 118,24 + (0.2 x arm span) – (0,07
x usia) cm
TB perempuan (cm) : 63,18 + (0.63 x arm span) – (0,17
x usia) cm
Cara menentukan derajat kekurusan/kegemukan

Nutrition and growth assessment in special conditions: 87


The importance of right measurement
Menggunakan Pita Lila MUAC, MAMC dan Triceps Skin
Fold
l Mid upper arm circumference


Standard adult values
(helps interpret the above body compositional
measurements)
Mid upper arm circumference (cm)
Male 29,3
Female 28,5

l Triceps Skin Fold Measurement


Triceps Skin Fold Measurement (cm)

88 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Male 12,5
Female 16,5

l Mid-arms muscle circumference measurement


Mid-arms muscle circumf. (cm)
Male 25,3
Female 23,2
MAMC (cm) = MAC – (3,14 x TSF (cm))

Nutrition and growth assessment in special conditions: 89


The importance of right measurement
90 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE
Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Berikut contoh pasien :
Asites Kolestasis

Edema anasarka
Gaucher Disease

MENENTUKAN BERAT BADAN IDEAL


Menggunakan grafik pertumbuhan CDC atau WHO BB/TB
Plot hasil pengukuran BB dan PB berdasarkan usia anak ke
dalam grafik pertumbuhan
Contoh : anak perempuan, 18 bulan BB = 10 kg, PB = 80 cm

Nutrition and growth assessment in special conditions: 91


The importance of right measurement
Dari titik panjang badan menurut usia, tarik garis lurus ke
persentil 50 berat badan, maka didapatkan BB ideal 11 kg

BERBAGAI GRAFIK PERTUMBUHAN YANG DIGUNAKAN


Berbagai grafik pertumbuhan untuk anak berkebutuhan
khusus sudah banyak tersedia. Grafik pertumbuhan tersebut
mempunyai beberapa keterbatasan, diantaranya adalah :
jumlah sampel sedikit, sebagian data sudah lama didapat, tidak
menggambarkan status gizi dan tidak mewakili etnis ataupun

92 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
ras. Oleh karena itu, grafik pertumbuhan yang lebih baik dengan
sampel yang lebih besar seperti WHO maupun CDC dianjurkan
untuk tetap digunakan.
Grafik pertumbuhan tersebut antara lain:
1. Grafik pertumbuhan Down Syndrome untuk anak berusia
0 – 36 bulan.
BB menurut usia TB menurut usia

Lingkar kepala menurut usia BB menurut TB

Grafik pertumbuhan Down Syndrome untuk anak berusia

Nutrition and growth assessment in special conditions: 93


The importance of right measurement
2-20 tahun
BB menurut usia TB menurut usia

2. Grafik pertumbuhan Cerebral Palsy


BB menurut usia TB menurut usia

94 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
IMT menurut usia

3. Grafik pertumbuhan Prader Willy Syndrome


BB menurut usia TB menurut usia

Nutrition and growth assessment in special conditions: 95


The importance of right measurement
Lingkar kepala menurut usia BB menurut TB


4. Grafik pertumbuhan Achondroplasia
BB menurut usia

96 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
TB menurut usia

Lingkar kepala menurut usia BB menurut TB

Nutrition and growth assessment in special conditions: 97


The importance of right measurement
5. Grafik pertumbuhan Turner Syndrome
BB menurut usia TB menurut usia



Lingkar kepala menurut usia IMT menurut usia

98 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
6. Grafik pertumbuhan Marfan Syndrome


7. Grafik pertumbuhan William Syndrome

Nutrition and growth assessment in special conditions: 99


The importance of right measurement
8. Grafik pertumbuhan Cornelia De Lange Syndrome

100 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
9. Grafik pertumbuhan Fenton


Bayi dengan BBL <1000 g membutuhkan rerata waktu
antara 14-17 hari untuk mendapatkan penambahan berat
badan, sehingga pada akhirnya bayi prematur mengalami
kesulitan untuk mencapai berat badan normal, indeks
antropometri ataupun komposisi tubuh yang sesuai
dengan usia kehamilan. Pemberian diet yang adekuat pada
bayi prematur dapat menghindarkan bayi dari gangguan
perkembangan di masa mendatang.

Nutrition and growth assessment in special conditions: 101


The importance of right measurement
Lafeber, HN Timing of nutritional interventions in very low birth weight
infants: optimal neurodevelopment compared with the onset of the
metabolic syndrome. Am J Clin Nutr 2013: 98 (suppl) : 5560s

PENGHITUNGAN ENERGI
1. Dengan EER (Estimated Energy Requirement)
a. EER = Total energy expenditure + Energy deposition
Usia EER (Kkal/day)
0 – 3 tahun (89x BB (kg) – 100) + 75
4 – 6 bulan (89x BB (kg) – 100) + 56
7 – 12 bulan (89x BB (kg) – 100) + 22
13 – 35 bulan (89x BB (kg) – 100) + 20

102 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
b. EER = BMR X PAL (Physical Activity Level) × DF (Diseases
Factor)
m BMR/Basal Metabolic Rate (Harris Benedict)

Laki – laki: 66 + ( 13,7 x BB dalam Kg) + (5 x TB


dalam cm) – (6,8 x umur dalam tahun)
Wanita: 655 + (9,6 x BB dalam Kg) + (1,8 xTB dalam
cm) – ( 4,7 x umur dalam tahun)
Usia Jenis Kelamin BMR
<3 tahun Laki-laki BMR = 0,249BB – 0,127
Perempuan BMR = 0,244BB – 0,130
3 – 10 tahun Laki-laki BMR = 0,095BB – 2,110
Perempuan BMR = 0,085BB – 2,033
10 – 18 tahun Laki-laki BMR = 0,074BB + 2,754
Perempuan BMR = 0,056BB + 2,898

m PAL = Physical Activity Level (faktor aktivitas)


Faktor aktivitas Laki-laki dan perempuan
Bed rest (berbaring di tempat 1,2
tidur)
Very sedentary (tidak aktif) 1,4
Light (kurang aktif) 1,6
Moderate (sedang) 1,8
Heavy (aktif) 2,0
Vigorous (sangat aktif) 2,2

Nutrition and growth assessment in special conditions: 103


The importance of right measurement
m DF = disease factor
w Luka bakar 1,5 -2,0
w Penyakit jantung 1,2
w Cystic fibrosis 1,2-1,5
w Penyakit hati 1,3
w Malabsorbsi 1,2-1,5
w Minor surgery 1,2
w Neurologi 1,1- 1,3
w Keganasan 1,3
w Respirasi Akut: 1,5;
Kronik: 1,2-1,5
w Sepsis ≤ 1,5
w Skeletal trauma 1,35
2. Dengan RDA (Requirement Daily Allowances)

Kkal = RDA (kkal/kg) for usia TB* x BB Ideal**



* Usia tinggi aktual pada persentil 50
** Berat badan ideal menurut tinggi badan
Usia (year) RDA (kkal/kgBB)
0–1 100 – 120
1–3 100
4–6 90
7–9 80
10 – 12 Laki-laki : 60 – 70
Perempuan: 50 – 60
12 – 18 Laki-laki : 50 – 60
Perempuan : 40 – 50

104 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
REKOMENDASI NUTRISI PADA KONDISI TERTENTU
Kondisi Masalah Rekomendasi
pasien
Cerebral Problem Oral / Motor, - Meningkatkan kalori
palsy (CP) tidak mampu makan - Kebutuhan energi pada cerebral palsy
sendiri, gangguan Ambulatory : 14 kkal/cm
menelan (disfagia) Non Ambulatory : 11 kkal/cm
mempunyai risiko untuk Athetoid : 6000 kkal/day
terjadi aspirasi - Kebutuhan energi anak CP berat yang
menggunakan kursi roda memerlukan
energi 60-70% kebutuhan energi anak-
anak sehat yang sedang tumbuh
- Untuk mencapai catch up growth
diperlukan asupan protein 2 gr/kgBB/
hari dan tambahan 20% kalori
- Merubah tekstur dapat dipotong,
dibuat puree atau dihaluskan
- Penggunaan alat makan khusus
- Memposisikan pasien dengan tepat
untuk meningkatkan kemampuan
mengunyah dan menelan
- Formula yang dikentalkan
Sindrom Ketidak-mampuan - Pemberian makanan rendah kalori
Down menetek dengan baik, untuk anak dengan gizi lebih
ketidak-mampuan (overweight)
menelan/berpindah ke - Modifikasi tekstur untuk mengatasi
tekstur yang lebih kasar masalah mengunyah dan menelan
- Penggunaan alat makan khusus
Prade Willi Ketidak-mampuan - Kalori diturunkan
Syndrome menetek, membutuhkan - Pengawasan dalam pemilihan
lingkungan yang dapat makanan
mengontrol pemberian
makan
Spina Bifida/ Anak tidak mampu - Makanan rendah kalori dan tinggi
meningocele mengontrol BAB serat
Gizi buruk Perubahan kondisi, - Kalori diberikan hingga 200 kkal/
akseptabilitas diet kg dengan protein 2 g/kg, hati-hati
pemberian cairan dalam jumlah
banyak saat kondisi perburukan, dapat
memperparah kondisi pasien

Nutrition and growth assessment in special conditions: 105


The importance of right measurement
Bayi Asupan tidak adekuat, Prinsip penting dalam pemberian nutrisi
prematur organ pendukung belum agresif pada bayi baru lahir :
siap - Pemenuhan metabolik dan nutrisi
tidak boleh berhenti saat lahir
- Pemenuhan kebutuhan metabolik
dan nutrisi pada bayi baru lahir sama
atau bahkan lebih tinggi dibandingkan
dengan fetus pada usia kehamilan
yang sama
- Cadangan nutrisi endogen pada bayi
prematur sangat terbatas
- Jam (bukan hari) adalah hitungan
waktu terlama bagi bayi prematur
yang tidak mendapatkan nutrisi baik
secara parenteral ataupun enteral
- Pemberian nutrisi parenteral
diindikasikan ketika kebutuhan
metabolik secara normal tidak bisa
terpenuhi baik secara enteral dan atau
dari cadangan nutrisi endogen

106 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
PILIHAN RUTE PADA KONDISI TERTENTU
r Oral

r Nutrisi Enteral (nasogastrik, orogastrik, stoma / gastrotomi)


r Nutrisi Parenteral (perifer dan sentral)

Nutrition and growth assessment in special conditions: 107


The importance of right measurement
DAFTAR PUSTAKA
1. Hay WW. Aggressive nutrition of preterm infant. Curr
Pediatr Rep. 2014;1(4):1-17.
2. Kuperminc MN, Gottrand F, Samson-Fang L, Arvedson J,
Bell K, Craig GM, et al. Nutritional management of children
with cerebral palsy: a practical guide. European Journal of
Clinical Nutrition. 2013;67:S21-3.
3. Bell KL, Samson-Fang L. Nutritional management of
children with cerebral palsy. European Journal of Clinical
Nutrition. 2013;67:S13-6.
4. Lefeber HN, Lagemaat MV, Rotteveel J, Weissenbrunch
MV. Timing of nutritional interventions in very-low-birth-
weight infants : optimal neurodevelopment compared
with the onset of the metabolic syndrome. The American
Journal of Clinical Nutrition. 2013;98(2):S556-60.
5. Pash CR. Nutritional assessment and Intervention in
cerebral palsy. Pratical Gastroenterology. 2011;92:16-21.
6. Bell, Davies PS. Prediction of height from knee height in
children with cerebral palsy and non-disabled children.
Ann Hum Biol. 2006;33(4):493-9.
7. Mehta MN,Corkins MR, Lyman B, Malone A, Goday
PS, Carney L, et al. Defining Pediatric Malnutriotion: A
Paradigm Shift Toward Etiology-Related Definitions. JPEN J
Parenter Enteral Nutr. 2013;37:460-81.
8. Uauy R. Linear Growth Retardation (stunting) and nutrition.
The 4th annual George G Graham Lectureship. 2010.

108 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
9. Hoover-Fong JE, McGready J, Schulze KJ, Barnes H, Scott CI.
Weight age for age charts for children with achondroplasia.
Am Journal of Med Genetics 2007: Part A 143A:2227-35.
10. Horton WA, Rotter JI, Rimoin DL, Scott CI, Hall JG. Standard
growth curves for achondroplasia. J Pediatr 1978;93:435-
8.
11. Myrelid A, Gustafsson J, Ollars B, Anneren G. Growth charts
for Down’s syndrome from birth to 18 years of age. Arch
Dis Child 2002 Aug;87(2):97-103.
12. Erkula G, Jones KB, Sponseller PD, Dietz HC, Pyeritz RE.
Growth and maturation in Marfan Syndrome. Am J Med
Genetics 2002;109:100-14.
13. Holm VA. Growth charts for Prader-Willi syndrome. In:
Greenswag LR and Alexander RC, editors. Management of
Prader-Willi Syndrome, 2nd ed. New York: Springer-Verlag;
1995. Appendix B.
14. Frias JL, Davenport ML. Health Supervision for Children
with Turner Syndrome. Pediatarics 111(3):692-702, March
2003.
15. Williams Syndrome Growth Charts. Williams Syndrome
Association. Retrieved August 17, 2009.
16. Branca F,  Ferrari M. Impact of micronutrient deficiencies
on growth: the stunting syndrome. Ann Nutr
Metab. 2002;46(Suppl 1):8-17.
17. Golden M. Specific deficiencies versus growth failure: type
I and type II nutrients . HSCN News. 1995;(12):10-4.

Nutrition and growth assessment in special conditions: 109


The importance of right measurement
18. Uauy, R. Improving Linear Growth without Excess Body Fat
Gain in Women and Children. Food and Nutrition Bulletin.
2013;34:259-62.
19. Sotan FG. Arm span and knee height as proxy indicator for
height. FNRI 2013.
20. Gibson, RS. Principles nutritional assessment 2nd ed.
2005.h.299-392.
21. Ekvall, SW. Pediatric nutrition in chronic diseases and
developmental disorders: prevention, assessment and
treatment 2nd ed. Part II.h.87-135.

110 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
THE IMPORTANCE OF
PERIOPERATIVE NUTRITION:
POINTS TO REMEMBER

Julistio Djais

Dukungan nutrisi setelah tindakan operasi dan kondisi


status gizi saat akan dilakukan tindakan operasi merupakan
dua faktor yang dapat memberi pengaruh besar terhadap
keberhasilan operasi pasien anak. Karena itu penting untuk
melakukan asesmen nutrisi yang seksama dalam upaya
mengidentifikasi apakah pasien berisiko gizi sebelum
dilakukan tindakan operasi, sehingga status gizi dapat
dioptimalkan sebelum prosedur tindakan dan hasil yang
suboptimal dapat dihindari.1 Ini bukan saja penting untuk
mendapatkan perbaikan dan penyembuhan luka yang
sesuai, namun juga untuk menjamin pertumbuhan anak
yang normal di masa depannya.
Dukungan nutrisi setelah tindakan operasi pada anak
sangat krusial. Kondisi lean body mass yang terbatas
pada bayi dan anak membuat mereka khususnya berada
dalam kondisi rentan terhadap katabolisme yang diinduksi
oleh kerusakan. Early oral feeding merupakan metode
pemberian makan pilihan untuk pasien pasca operasi,
untuk menghindari risiko kurang gizi terutama pada anak

The importance of perioperative nutrition: 111


Points to remember
yang menjalani operasi besar. Hal yang esensial dalam
pemberian makan anak yang dioperasi mencakup:
1. Kapan memberikan dukungan gizi,
2. Berapa jumlah energi dan zat gizi yang dibutuhkan,
3. Rute pemberian gizi yang sesuai, dan
4. Jenis makanan atau formula yang sesuai.2
Pendekatan gizi yang komprehensif penting dilakukan
pada pasien bedah anak, dengan melaksanakan manajemen
nutrisi perioperatif, mulai dari pasien masuk ke rumah sakit
sampai pulang setelah tindakan operasi mencakup asesmen
preoperatif, dukungan nutrisi preoperatif dan dukungan
nutrisi pasca operasi.2

DUKUNGAN NUTRISI DAN METABOLIK


Dalam merencanakan manajemen nutrisi perioperatif
perlu mempertimbangkan perubahan metabolik yang
terjadi pada pasien, yang disebabkan oleh penyakit yang
mendasarinya dan diperberat oleh tindakan operasi.
Operasi akan meningkatkan proses inflamasi sejalan
dengan luasnya trauma operasi dan mengakibatkan
respons stres metabolik akut (SMA). Karena itu, dukungan
nutrisi pasca operasi dilaksanakan sesuai dengan konsep
dasar penanganan nutrisi anak dengan sakit kritis. Respons
SMA dimulai dengan aktivasi kaskade sitokin. Sitokin akan
memulai respons hiperinflamasi. Keluarnya sitokin segera
diikuti dengan perubahan dalam sistem hormonal. Terjadi
peningkatan konsentrasi hormon katekolamin, glukagon,
dan kortisol dalam serum yang dikenal sebagai counter-

112 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
regulatory hormones. Peningkatan hormonal ini berdampak
pada terjadinya resistensi insulin karena efeknya berlawanan
dengan efek anabolik dari insulin. Walaupun konsentrasi
insulin mungkin meningkat saat SMA, namun efek anabolik
seperti tumbuh akan dihambat.3,4
Sebagai konsekuensi dilepaskannya counter-regulatory
hormone dan terjadinya resistensi insulin, maka terjadi suatu
rangkaian perubahan metabolisme protein, karbohidrat
dan lipid khususnya di hati dan juga pada protein visceral,
otot skelet, usus dan jaringan adiposa. Respons ini bersifat
katabolik. Peningkatan asam amino bebas terutama alanin
dan glutamin yang berasal dari otot dan usus dialirkan ke
hati untuk proses glukoneogenesis dan sintesis protein fase
akut (seperti C-reactive protein, CRP). Sebagai akibat, CRP
akan meningkat sementara protein visceral seperti pre-
albumin dan lainnya menurun. Dalan perjalanan pasien
selanjutnya, seiring dengan proses penyembuhan terjadi
perbaikan dari respons SMA ditandai dengan menurunnya
konsentrasi protein fase akut CRP dan peningkatan serum
protein visceral dan tubuh akan kembali ke metabolisme
anabolik.3,4

The importance of perioperative nutrition: 113


Points to remember
Pemakaian energi total anak sehat mencakup untuk
basal metabolic rate, thermic effect of food, aktivitas fisik,
termoregulasi, dan tumbuh. Pada anak pasca operasi,
dengan adanya respons SMA maka kebutuhan energi ini
akan berubah. SMA menginduksi respons katabolik sejalan
dengan derajat, jenis dan lamanya stres. Pada periode
respons katabolik ini maka proses pertumbuhan pada anak
tidak terjadi. Anak dengan sakit kritis level aktivitas fisiknya
tentunya sangat berkurang, sehingga juga akan menurunkan
kebutuhan energi. Secara keseluruhan, pemakaian energi
total akan berkurang, sehingga bila anak diberi sejumlah
energi berdasarkan prediksi kebutuhan anak sehat maka
dapat terjadi overfeeding. Dengan memperhitungkan
perubahan metabolisme energi ini, maka kebutuhan
energi yang sesuai adalah hanya memberikan kebutuhan
energi basal. Sejalan dengan terjadinya proses perbaikan,

114 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
dimana SMA telah menurun maka pemberian kalori dapat
ditingkatkan untuk pencapai pemulihan pertumbuhan
kembali. Pemberian energi dengan metode ini bermanfaat
dalam optimalisasi pemulihan pertumbuhan tanpa
terjadinya overfeeding saat fase akut dari respons SMA.4
Overfeeding saat SMA terjadi bila pemberian kalori dan
zat gizi melebihi kebutuhan untuk memelihara homeostasis
metabolik. Stres metabolik tidak dapat diperbaiki dengan
memberi makanan berlebih ketika anak sakit kritis.
Overfeeding justru akan memberikan dampak negatif dengan
meningkatkan risiko hiperglikemia, dan menambah beban
kerja dari sistem pernafasan dan hati. Pemberian kalori
yang berlebih terbukti dalam penelitian akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Anak yang lebih muda akan lebih
terkena dampaknya, karena itu penting untuk menjamin
tidak memberi asupan kalori berlebih selama periode SMA
pada bayi dan anak.

ASESMEN DAN DUKUNGAN GIZI PREOPERATIF


Gizi kurang dapat disebabkan oleh asupan nutrien yang
kurang, meningkatnya kebutuhan akan nutrien, kehilangan
nutrien yang berlebih, dan/ perubahan utilisasi nutrien.
Kondisi ini harus diupayakan dikoreksi sebelum tindakan
operasi. Kurang gizi jangka pendek akan mempengaruhi
berat badan anak, sedang kurang gizi jangka panjang dapat
mempengaruhi berat dan tinggi badan anak. Penilaian
status gizi dapat menggunakan pengukuran antropometri
dengan melihat indeks berat badan/tinggi atau BMI untuk
umur. Nilai Z score antara -2 dan – 3 adalah gizi kurang

The importance of perioperative nutrition: 115


Points to remember
sedang, dan z score di bawah – 3 adalah gizi kurang berat.
Selain itu, growth velocity, penurunan berat badan, asupan
nutrien yang inadekuat, dan lingkaran lengan atas (LLA) juga
dapat menunjukkan adanya keadaan gizi kurang. Untuk
anak usia 6 bulan – 60 bulan, nilai LLA < 115 mm dapat
dipertimbangkan sebagai gizi kurang yang berat.2,5
Dalam upaya koreksi status gizi anak gizi kurang berat
yang akan dioperasi, pencapaian Z score berat/tinggi badan
diatas -2 atau penambahan berat badan 9% atau lebih
dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan perbaikan
gizi. Tujuan dukungan gizi preoperatif adalah mencegah
keadaan starvasi dan meminimalkan balans protein
negative, menjaga masa otot dan sistem imun, dan tujuan
ahirnya meningkatkan perbaikan dan mengembalikan pada
fungsi normal.

GIZI MENJELANG AKAN DI OPERASI


Pembatasan semua makanan dan minuman (puasa) dari
malam hari dimana keesokannya akan dilakukan anestesi
umum untuk suatu prosedur operasi telah menjadi praktek
yang umum dilakukan. Pengosongan isi lambung dilakukan
untuk menghindari terjadinya aspirasi. Pasien seringkali
dipuasakan 6 sampai 12 jam pre-operatif, dan dilanjutkan
tetap nil per os (NPO) sampai bising usus kembali terdengar,
yang dapat terjadi dalam waktu beberapa jam sampai hari
setelah operasi.6
Berbagai penelitian di dewasa menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat sampai 6 jam sebelum di
operasi dan minuman cair (clear liquid) sampai 2 jam

116 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
sebelum di operasi cukup aman. Pemberian minuman cair
mengandung karbohidrat terbukti memberi dampak positif
dalam hal mengurangi rasa haus, lapar, dan kenyamanan.
Pemberian makan dini (early feeding) setelah operasi juga
terbukti mempercepat proses penyembuhan.2

DUKUNGAN GIZI PASCA OPERASI


Berbagai aspek dukungan gizi pasca operasi dapat
berpengaruh dalam mengurangi terjadinya komplikasi dan
memperbaiki proses penyembuhan, termasuk pemberian
energi, protein, dan mikronutrien yang sesuai, memantau
kadar glukosa darah, dan pemberian makan enteral atau
parenteral bila asupan oral tidak memungkinkan bagi pasien.
Bila makan per oral tidak memungkinkan, maka pemberian
makan enteral atau parenteral harus sudah di mulai dalam
waktu 24 – 48 jam setelah operasi. Estimasi kebutuhan
energi tergantung kondisi medis, umur, jenis kelamin,
berat badan, tinggi badan dan mobilitas pasien.2 Juga
perlu dipertimbangkan trauma operasi yang ditimbulkan
yang mempengaruhi terjadinya SMA. Selain itu, juga
penting mempertimbangkan tidak terjadinya overfeeding.
Dalam keadaan pasien mengalami SMA, maka energi yang
diberikan sesuai energi basal (Resting Energy Expenditure
= REE). Ukuran pemakaian energi yang sesuai sebaiknya
dilakukan dengan menggunakan kalorimetri indirek karena
pemakaian REE equation dapat terjadi kesalahan, namun
kalorimetri indirek umumnya tidak tersedia di rumah sakit.7
Beberapa REE equation untuk anak antara lain dari FAO/
WHO/UNU equation dan Schofield equation.1

The importance of perioperative nutrition: 117


Points to remember
FAO/WHO/UNU equation untuk estimasi REE (kcal/hari).4

y: year, wt weight (kg)

Schofield equation untuk estimasi REE (kcal/hari).4,9

y: year, wt weight (kg), Ht height (meter)

Direkomendasikan menggunakan berat badan aktual, baik


untuk anak underweight maupun overweight. Setelah
kondisi pasien membaik dan SMA berkurang, pada pasien
dapat diperhitungkan pemberian energi yang mencakup
basal metabolic rate, thermic effect of food, aktivitas fisik,
termoregulasi, dan tumbuh. Anjuran supaya tidak terjadi
overfeeding, tetap memberikan sesuai REE sampai kadar
C-reactive protein <2 mg/dl.4

118 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Estimasi kebutuhan energi untuk anak sampai 36 bulan:

Estimasi kebutuhan energi untuk anak 3 sampai 8 tahun:9

The importance of perioperative nutrition: 119


Points to remember
Estimasi kebutuhan energi untuk anak 9 sampai 18 tahun:

Kebutuhan protein anak sehat:


Kelompok Umur Kebutuhan
0 – 6 bulan 1,52 g/KgBB/hari
7 – 12 bulan 1,20 g/KgBB/hari
1 – 3 tahun 1,05 g/KgBB/hari
4 – 13 tahun 0,95 g/KgBB/hari
14 – 18 tahun 0,85 g/KgBB/hari
Dalam kondisi stress metabolik, kebutuhan protein
ditingkatkan:
Kelompok Umur Kebutuhan
0 – 2 tahun 2 – 3 g/kg/hari
2 – 13 tahun 1,5 – 2 g/kg/hari
13 – 18 tahun 1,5 g/kg/hari

120 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Kebutuhan Cairan per hari9

ETABOLIC CONDITIONING SUPPLEMENT

Trauma operasi menyebabkan terjadinya respons SMA


yang ditandai dengan resistensi insulin dan meningkatnya
proses katabolisme. Berbagai penelitian memperlihatkan
manfaatnya suplemen nutrien seperti glutamine, L-carnitine,
vitamin C, vitamin E, and selenium dalam mempercepat
tubuh mengatasi stres.2

RUTE PEMBERIAN GIZI


Early oral feeding merupakan metoda pemberian
makan pilihan untuk pasien pasca operasi. Upayakan
pemberian nutrisi dengan energi sedekat mungkin pada
resting energy expenditure untuk menghindari kekurangan
energi. Terdapat bukti bahwa pemberian kalori yang kurang
lebih baik dari pemberian kalori yang berlebih, berkaitan
dengan kejadian hiperglikemia dan komplikasi yang lebih
jelek. Bila pemberian dengan rute oral tidak mencukupi,
nutrisi enteral sebaiknya menjadi rute pemberian
makan pilihan karena merupakan rute normal konsumsi
nutrien yang dibutuhkan untuk homeostasis sirkulasi dan
hormonal, menjaga dan memperbaiki integritas saluran

The importance of perioperative nutrition: 121


Points to remember
gastrointestinal, dan mengurangi insidens kegagalan multi
organ. Walaupun nutrisi enteral lebih baik dari parenteral,
namun jika terjadi kontraindikasi pemberian rute enteral
atau tidak toleran, maka pemberian nutrisi parenteral perlu
dilakukan.8

KESIMPULAN
Untuk mendapat keberhasilan tindakan operasi
yang maksimal, keadaan malnutrisi sebelumnya penting
diidentifikasi dan dikoreksi. Hindarkan melakukan puasa
terlalu lama sebelum tindakan, Pasca operasi, pemberian
nutrisi diupayakan dengan energi sedekat mungkin pada
kebutuhan energi basal. Setelah terjadi perbaikan respons
stres metabolik akut, pemberian kalori dapat ditingkatkan
untuk pencapai pemulihan pertumbuhan kembali.
Kebutuhan protein perlu ditingkatkan dalam kondisi
stres metabolik. Selain pentingnya pemberian dukungan
nutrisi dengan kandungan zat gizi mikro dan makro yang
sesuai, pemberian metabolic conditioning supplement
berdampak positif dalam mempercepat tubuh kembali
pada metabolisme normal. Early oral feeding merupakan
metode pemberian makan pilihan. Apabila makan per oral
tidak memungkinkan, maka pemberian makan enteral atau
parenteral harus sudah di mulai dalam waktu 24 – 48 jam
setelah operasi.

122 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasina K, Enayet SMS, Hanif A. Perioperative Nutrition in
Pediatric Surgical Patients. J Paediatr Surg Bangladesh.
2016;5(2):64–7.
2. Weimann A, Braga M, Carli F, Higashiguchi T, Hübner
M, Klek S, et al. ESPEN guideline: Clinical nutrition in
surgery. Clin Nutr. Elsevier Ltd; 2017;36(3):623–50.
3. Akbarzadeh M, Eftekhari MH, Shafa M, Alipour S,
Hassanzadeh J. Effects of a New Metabolic Conditioning
Supplement on Perioperative Metabolic Stress and
Clinical Outcomes: A Randomized, Placebo-Controlled
Trial. Iran Red Crescent Med J. 2016;18(1):1–10.
4. Goday S P, Mehta NM. Pediatric Critical Care Nutrition.
United States: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2015.
5. Canada NL, Mullins L, Pearo B, Spoede E. Optimizing
perioperative nutrition in pediatric populations. Nutr
Clin Pract. 2016;31(1):49–58.
6. Kotze V, Genetics H. Perioperative nutrition : what do
we know ? South African J Clin Nutr. 2011;24(3):19–22.
7. Mehta NM, Skillman HE, Irving SY, Coss-Bu JA, Vermilyea
S, Farrington EA, et al. Guidelines for the Provision
and Assessment of Nutrition Support Therapy in the
Pediatric Critically Ill Patient: Society of Critical Care
Medicine and American Society for Parenteral and
Enteral Nutrition. Vol. 41, Journal of Parenteral and
Enteral Nutrition. 2017. 706-742 p.
8. Lamm AW, Weiland AR. Nutrition in the Pediatric Surgical
Patient. Nurs Care Pediatr Surg Patient. 2013;31–56.
8. Koletzko B, Goulet O, Hunt J, Krohn K, Shamir R. Energy.
ESPEN/ESPGHAN. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2005;9.
November: S5–11.

The importance of perioperative nutrition: 123


Points to remember
124 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE
Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
STUNTING PREVENTION:
ROLE OF MICRONUTRIENTS

Endang Dewi Lestari

Stunting merupakan masalah nutrisi terbesar di dunia.


Menurut WHO, sekitar 162 juta anak balita mengalami
stunting dan diperkirakan tahun 2025 terdapat 127 juta
anak balita akan mengalami stunting.1 Dalam rangka
mencegah hal tersebut terjadi, WHO membuat program
World Health Assembly (WHA) Global Nutrition Targets
dengan mentargetkan penurunan sebesar 40% dari
stunted.1 Di dunia, Indonesia menduduki peringkat ke-5
kejadian stunting setelah India, Nigeria, Pakistan dan China.
Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas 2013 angka
kejadian dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan
tahun 2013 sebesar 37,2%.2 Hasil Pemantauan Status Gizi
(PSG) tahun 2016 persentase balita perawakan pendek
sebesar 27,5% terdiri atas sangat pendek sebesar 8,5% dan
pendek sebesar 19,0%.3
Masalah stunting memiliki dampak buruk terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Dampak jangka pendek antara lain
peningkatan mortalitas dan morbiditas, penurunan fungsi
kognitif, motorik, bahasa dan biaya kesehatan anak sakit
yang meningkat. Konsekuensi jangka panjang pada stunting

Stunting prevention: Role of micronutrients 125


berupa penurunan tinggi saat dewasa, peningkatan obesitas
dan komorbidnya, dan penurunan kesehatan reproduksi,
penurunan performa sekolah dan kapasitas belajar, serta
penurunan produktivitas kerja.4
Proses terjadinya stunting pada anak diawali oleh
adanya perlambatan pertumbuhan (growth faltering). Data
WHO berdasarkan data survei nasional 39 studi, growth
faltering terjadi ketika pada 18 bulan pertama rata-rata
BB menurut umur (BB/U) dan panjang badan menurut
umur (PB/U) terletak antar 1 dan 2 standar deviasi (SD)
sedangkan rata-rata BB menurut PB (BB/PB) sekitar -0,6 SD
(Gambar 1).5 Pada 3 bulan pertama, meskipun BB/U tetap
secara horizontal dan sejajar dengan referensi tetapi PB/U
mengalami penurunan. Hal tersebut menjelaskan mengapa
perlambatan pertumbuhan tinggi badan terjadi ketika
pertumbuhan berat badan terlihat normal. Sehingga adanya
perlambatan pertumbuhan khususnya pertumbuhan
panjang/tinggi badan berlanjut menjadi stunting apabila
diberikan intervensi yang tidak adekuat.5
Stunting dapat terjadi mulai pada massa konsepsi dan
berlanjut paling tidak pada 2 tahun pertama kehidupan.
Periode mulai dari konsepsi sampai usia 2 tahun (1000
hari pertama kehidupan) merupakan periode kritis untuk
intervensi pada stunting. Rerata nilai z-score TB/U pada
bayi baru lahir di negara berkembang sekitar -0,5 dan terus
menurun setelah kelahiran mencapai titik puncak sekitar
-2,0 pada usia 18-24 bulan. Faktor ibu saat kehamilan
yang berpengaruh terhadap stunting adalah diet yang
tidak adekuat, infeksi intrauterin, infeksi sistemik dan/atau

126 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
inflamasi sistemik, dan polusi udara. Pada periode 2 tahun
pertama, faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting
antara lain: tidak diberikan ASI eksklusif, pemberian MP
ASI yang buruk, air, sanitasi dan higienis yang buruk dan
berhubungan dengan diare, infeksi berulang, paparan
mikotoksin, arsenik, bahan bakar; stimulasi dan asuhan bayi
yang buruk dan depresi pada ibu.6

Gambar 1. Rerata nilai z-score antropometri menurut usia pada 39


studi berdasarkan referensi NCHS (0-59 bulan)5

Saat ini semakin banyak fokus intervensi nutrisi


pada kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan.
Periode ini diterima secara luas sebagai a window of
opportunity dimana intevensi pada periode tersebut akan
mempengaruhi pertumbuhan anak.6 Sehingga intervensi
nutrisi merupakan hal yang banyak diteliti khususnya
mikronutrien yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

Stunting prevention: Role of micronutrients 127


linear. Namun pengaruh mikronutrien pada usia > 2 tahun
juga banyak dilakukan penelitian terhadap baik percepatan
pertumbuhan (growth velocity) maupun pertumbuhan
linear (linear growth).
Intervensi nutrisi dalam rangka mencegah dan
menanggulangi stunting disesuaikan dengan periodenya
terutama 2 tahun pertama kehidupan. Manajemen
nutrisi terutama 2 tahun pertama sangat mempengaruhi
pertumbuhan pada massa anak-anak dan dewasa. Intervensi
nutrisi untuk tumbuh kejar lebih dari usia > 2 tahun akan
berakibat terjadinya komplikasi metabolik seperti obesitas,
hipertensi, dan diabetes mellitus.
Penelitian Golden (1996) melakukan penelitian
mengenai pengaruh berbagai zat gizi terhadap pertumbuhan
linear dan membaginya menjadi zat gizi tipe I dan tipe II.
Defisiensi zat gizi tipe 2 mempengaruhi secara langsung
dengan menyebabkan retardasi pertumbuhan linear.7
Kegagalan pertumbuhan merupakan tanda klinis yang khas
untuk defisiensi protein, seng, magnesium, fosfor, kalium,
dan lain sebagainya. Penurunan seluler turn over akan
mempengaruhi sistem imunitas dan defisiensi imunitas
tersebut dapat terjadi dengan meningkatnya prevalensi
penyakit menular. Hal ini sejalan dengan pengamatan bahwa
kegagalan pertumbuhan berkorelasi dengan penurunan
respons imunitas. Dampak adanya kekurangan cadangan
zat gizi tipe II ketika menyebabkan keseimbangan negatif
untuk salah satu zat gizi. Di bawah ini (Tabel 1) merupakan
klasifikasi defisiensi zat gizi tipe I dan tipe II berdasarkan

128 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan dikutip dari
Golden (1996).7
Tabel 1. Zat gizi tipe I dan II dengan karateristik respons
defisiensi7
Tipe I Tipe II
A. Klasifikasi nutrisi menurut apakah respons terhadap defisiensi berupa
penurunan konsentrasi di jaringan dan tanda klinis spesifik (tipe I) atau
tingkat pertumbuhan yang rendah dengan tanda yang tidak spesifik
Besi Kalium
Tembaga Natrium
Mangan Magnesium
Selenium Seng
Iodin Fosfor
Selenium Protein:
Kalsium Nitrogen
Fluorin Treonin
Tiamin Lisiin
Riboflavin Sulfur
Asam nikotin Oksigen
Piridoksin Air
Asam folat Energi
Kobalamin
Asam askorbat
Vitamin A
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K

Stunting prevention: Role of micronutrients 129


B. Perbedaan antara respons defisiensi pada nutrisi I dan II yang tipikal
Pertumbuhan berlanjut pada fase Respons pertama pertumbuhan
awal yang terlambat
Tanda klinis tidak spesifik
Tanda klinis spesifik Konsentrasi di jaringan terjaga
Konsentrasi di jaringan menurun dengan defisiensi
Tidak terdapat di jaringan tertentu
Terkonsentrasi pada jaringan Efek umum pada metabolisme
tertentu Respons umum biasanya anoreksia
Mempengarui enzim spesifik Konsentrasi jaringan tergantung
Biasanya tidak ada anoreksia atas semua nutrisi tipe II
Konsentrasi di jaringan tergantung Konsentrasi jaringan bisa berubah
pada nutrisi tipe I lainnya dengan keadaan metabolik
Konsentrasi jaringan dijaga pada Perbandingan pada makanan tidak
keadaan metabolik yang berbeda begitu bervariasi
Sumber makanan sangat bervariasi Tidak memberikan kelainan
biokimia
Didiagnosis dengan tes biokimia Didiagnosis oleh abnormalitas
Abnormalitas antropometri hanya antropometri
terjadi pada kondisi defisiensi lama

Penelitian pengaruh zat gizi terhadap pertumbuhan


linear dan/atau stunting berkembang pesat. Protein
merupakan zat gizi yang memiliki pengaruh positif terhadap
pertumbuhan linear anak. Berbagai penelitian mikronutrien
memiliki efek positif dan efek negatif terhadap pertumbuhan
linear pada anak. Mikronutrien yang memiliki pengaruh
positif terhadap pertumbuhan linear pada anak adalah seng,
vitamin A, dan multimikronutrien.8 Penelitian mikronutrien
lain seperti zat besi, asam folat, dan kalsium juga banyak
diteliti pengaruhnya terhadap pertumbuhan linear. Namun
banyak penelitian dari zat mikronutrien tersebut tidak
memiliki efek positif terhadap pertumbuhan linear.8 Di
bawah ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai penelitian-

130 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
penelitian zat gizi mikronutrien terhadap pertumbuhan
linear.

SENG
Seng merupakan mikronutrien paling penting
untuk berbagai macam proses enzim, transkripsi, dan
pembentukan struktur protein. Seng memiliki peran kritis
pada proses biologis seperti pertumbuhan sel, diferensiasi
dan metabolisme. Defisiensi seng ini mengganggu
pertumbuhan anak-anak dan menurunkan resistensi
terhadap infeksi.9 Banyak studi yang menyatakan bahwa
suplementasi seng memiliki hubungan positif terhadap
pertumbuhan linear pada anak-anak.
Penelitian meta-analisis oleh Joseph dan Aryeh (2017)
menyatakan bahwa suplementasi seng dapat meningkatkan
penambahan tinggi badan dan PB/U (mean effect size: 0,15;
IK 95%:0,06;0,24).8 Penelitian tersebut mengandung studi-
studi yang dilakukan di Asia Selatan, Afrika, Amerika Latin,
dan Timur Tengah dengan rentang dosis harian 5 – 40 mg/
hari selama 2 sampai 12 bulan.8 Penelitian meta-analisis
lainnya menunjukkan bahwa pemberian suplementasi seng
tunggal dengan dosis seng 10 mg/hari selama 24 minggu
menyebabkan penambahan tinggi sebesar 0,37 cm pada
anak yang mendapatkan suplementasi seng dibandingkan
dengan anak yang tidak mendapatkan suplementasi
seng.10 Hasil lain pada penelitian tersebut didapatkan efek
positif pemberian suplementasi seng tunggal terhadap
pertumbuhan linear (effect size: 0.13 (95% CI 0.04, 0.21) di
negara berkembang.10 Penelitian Sanguansak dan Lakkana

Stunting prevention: Role of micronutrients 131


(2017) menunjukkan pemberian suplementasi seng pada
usia sekolah dapat meningkatkan tinggi badan (5.6±2.4
vs 4.7±1.4 cm, p=0.009) dan tinggi z-score (0.45±0.37 vs
0.37±0.27, p=0.048) pada kelompok terapi dibandingkan
kontrol.11 Pada penelitian tersebut pemberian suplementasi
seng sebesar 15 mg per hari selama 6 bulan.
Pemberian seng sebagai ajuvan pada pemberian
vitamin A dosis tunggal memiliki pengaruh positif dalam
meningkatkan pertumbuhan linear dan menurunkan risiko
infeksi pada anak dengan perawakan pendek. Penelitian
tersebut menggunakan suplementasi kombinasi vitamin
A dosis tunggal dan seng 6 hari seminggu selama 6 bulan
pada anak usia 48-60 bulan. Dosis suplementasi vitamin
A 200.000 iu dan 0,37mg elemental seng.12 Berdasarkan
penelitian di atas, pemberian seng baik tunggal maupun
kombinasi dengan mikronutrien lainnya memiliki pengaruh
positif terhadap pertumbuhan linear. Sumber seng dapat
ditemukan pada makanan terutama ikan laut, bunga
matahari, biji labu, gandum, hati, kuning telur, bawang, dan
teh.13 WHO/FAO (2004) memberikan batas atas konsumsi
seng pada anak sebesar 23-28 mg/hari (350-430 mmol/
hari).14

VITAMIN A
WHO merekomendasikan suplementasi vitamin A
pada bayi dan anak usia 6-59 bulan.14 Hal ini dilakukan
untuk menurunkan angka kejadian dan kematian akibat
keparahan penyakit seperti diare dan menurunnya sistem
imunitas tubuh untuk melawan infeksi penyakit. Penelitian

132 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
meta-analisis terbaru yang dilakukan di Sudan, Tanzani,
Cina dan Indonesia menyatakan bahwa pemberian vitamin
A memiliki efek positif terhadap pertumbuhan linear pada
anak dengan rentang usia 2-12 tahun.8 Penelitian tersebut
menggunakan dosis vitamin A antara 5.000 – 206.000 IU
dan lama suplementasi 3-17 bulan. Salah satu studi dalam
meta-analisis tersebut adalah penelitian RCT di Indonesia.
Penelitian Hadi, dkk. (2000) menilai suplementasi vitamin
A pada anak usia pre-sekolah terhadap penambahan tinggi
dan berat badan berdasarkan usia dan status menyusui.15
Suplementasi vitamin A dosis tinggi meningkatkan
pertumbuhan linear pada anak sebesar 0,16 cm/4 bulan
terutama pada anak dengan kadar retinol < 0,35 umol/L.
Sumber vitamin A hampir banyak ditemukan secara
ekslusif pada produk hewani seperti susu manusia, daging
kelenjar, hati, dan minyak hati ikan terutama kuning telur,
susu utuh, dan produk susu lainnya. Vitamin A juga digunakan
untuk fortifikasi makanan olahan, antara lain: gula, sereal,
bumbu, lemak dan minyak. Provitamin A karotenoid
ditemukan pada sayuran berdaun hijau (misalnya bayam,
dsb.), sayuran kuning (misalnya labu-labu, wortel), jeruk
nipis, mangga, dan pepaya.14

BESI, KALSIUM, DAN IODIN


Penelitian di Eropa, pemberian suplementasi besi pada
anak usia 5-12 tahun dengan status besi normal (kadar
hemoglobin, MCV dan feritin) memiliki hubungan positif
terhadap perlambatan pertumbuhan linear terutama pada
anak laki-laki.15 Pada penelitian tersebut terutama adanya

Stunting prevention: Role of micronutrients 133


status besi berupa kadar MCV dan feritin yang memiliki
hubungan terhadap perlambatan pertumbuhan linear pada
anak.16 Pengaruh suplementasi besi terhadap pertumbuhan
linear pada usia di bawah 2 tahun diteliti oleh Joseph
dan Aryeh tahun 2017. Pada penelitian meta-analisis
(14 studi) menyatakan bahwa suplementasi besi tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan linear.8 Sedangkan
pemberian zat besi pada pasien anemia defisiensi besi pada
5 tahun pertama mempengaruhi pertumbuhan linear dan
penambahan berat badan secara reversibel.17 Penelitian di
Indonesia, pemberian terapi zat besi pada anak usia sekolah
dengan anemia defisiensi besi tidak berpengaruh terhadap
percepatan pertumbuhan dan hanya berpengaruh terhadap
pertambahan tinggi badan.18
Mikronutrien lainnya seperti kalsium juga tidak memiliki
pengaruh terhadap pertumbuhan linear pada anak.
Penelitian meta-analisis (12 studi) tahun 2017 menyatakan
bahwa kalsium tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
linear pada 2 tahun pertama kehidupan.8 Hal ini sejalan
dengan penelitian Winzenberg dkk. (2007) ditemukan efek
yang tidak signifikan pada suplementasi besi terhadap
pertambahan berat dan tinggi badan pada anak usia < 18
tahun.19
Lestari, dkk (2009) melakukan penelitian pada anak SD
dengan berat badan kurang di Surakarta dengan memberikan
suplementasi susu yang telah difortifikasi dengan
penambahan campuran zat besi 3,1mg dan seng 0,9mg pada
27g susu dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan

134 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
penambahan zat besi 0,01mg dan seng 0,05mg pada 27g susu
selama 6 bulan.20.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
setelah 6 bulan pemberian susu, prevalensi stunting pada
populasi anak SD tersebut menurun pada kedua kelompok,
yaitu masing-masing 40,6% menjadi 35,5% pada kelompok
uji dan dari 38,8% menjadi 35,4% pada kelompok kontrol.20
Hasil tersebut menunjukkan bahwa efek pemberian protein
susu lebih memberikan dampak positif dibanding dengan
efek pemberian campuran mikronutrien seng dan zat besi.
Iodin merupakan komponen esensial pada hormon
tiorid yang digunakan untuk pertumbuhan skeletal. Pada
penelitian meta-analsis dari 2 studi yang ada menunjukkan
suplementasi iodin tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan linear. Sedangkan suplementasi iodium pada
anak usia ≥ 2 tahun terhadap tinggi badan masih terbatas.8

SIMPULAN
Pemberian protein yang adekuat merupakan nutrisi
penting untuk mencegah stunting pada anak. Berbagai
mikronutrien banyak diteliti pengaruhnya terhadap
pertumbuhan linear pada anak. Mikronutrien berupa seng
dan vitamin A memiliki efek positif terhadap pertumbuhan
linear. Sedangkan zat besi, kalsium, dan iodin tidak memiliki
efek terhadap pertumbuhan linear. Intervensi nutrisi dalam
rangka mencegah dan menanggulangi stunting pada anak
memerlukan penanganan yang komprehensif berdasarkan
periodenya. Hal ini dapat menunjang penanganan stunting
yang optimal sehingga pertumbuhan dan perkembangan
anak dapat tercapai secara optimal.

Stunting prevention: Role of micronutrients 135


DAFTAR PUSTAKA
1. Weise AS. WHA global nutrition targets 2025: stunting
policy brief. Diunduh dari: http://www.who.int/
nutrition/topics/globaltargets_stunting_policybrief.pdf
(Diakses pada 4 Desember 2017).
2. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. h.203-230.
3. Kementerian Kesehatan RI. Hasi pemantauan status
gizi (PSG) dan penjelasannya tahun 2016. Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI. Diunduh
dari: http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/
upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Buku-Saku-Hasil-
PSG-2016_842.pdf (Diakses pada 7 Maret 2018).
4. Stewart CP, Iannotti L, Dewey KG, Michaelsen KF,
Onyango AW. Contextualising complementary feeding
in a broader framework for stunting prevention.
Maternal and child nutrition. 2013;9(Suppl.2):27-45.
5. Shrimpton R, Victora CG, de Onis M, Costa Lima R,
Blossner M, Clugston G. Worldwide timing of growth
faltering: implications for nutritional interventions.
Pediatrics. 2001;107(5):1-7.
6. Prendergast A dan Humphrey JH. The stunting syndrome
in developing countries. Paediatrics and International
Child Health. 2014;34(4):250-65.
7. Golden MHN. Specific deficiencies versus growth
failure: type I and type II nutrients. Journal of nutritional
& environmental medicine. 1996;6:301-308.

136 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
8. Roberts JL1, Stein AD. The impact of nutritional
interventions beyond the first 2 years of life on linear
growth: a systematic review and meta-analysis. Adv
Nutr. 2017;8(2):323-336.
9. Darnton-Hill I. Zinc supplementation and growth in
children. E-library of evidence for nutrtion actions
(eLENA). Juli 2013. Diunduh dari: http://www.who.
int/elena/bbc/zinc_stunting/en/ (Diakses pada 20
Desember 2017).
10. Imdad A, Bhutta ZA. Effect of preventive zinc
supplementation on linear growth in children under 5
years of age in developing countries: a meta-analysis of
studies for input to the lives saved tool. BioMed Central
Public Health. 2011;11(Suppl. 3):S22.
11. Rerksuppaphol S dan Rerksuppaphol L. Zinc
supplementation enhances linear growth in school-
aged children: A randomized controlled trial. Pediatr
Rep. 2017;9(4):7294.
12. Adriani M dan Wirjatmadi B. The effect of adding zinc to
vitamin A on IGF-1, bone age and linear growth (H/A) in
stunted children. Journal of trace elements in medicine
and biology. 2014;1:1-9.
13. Lestari ED. Seng. Dalam: Full-day workshop and
symposium: a new concept in pediatric clinical practice.
IDAI Cabang DKI Jakarta. 2016. Jakarta: IDAI Cabang DKI
Jakarta. h.75-80.
14. World Health Organization/Food and Agriculture
Organization. Vitamin and mineral requirements
in human nutrtion. Edisi ke-2. China: World Health
Organization. h.17-27.

Stunting prevention: Role of micronutrients 137


15. Hadi H, Stoltzfus RJ, Dibley MJ, Moulton LH, West Jr KP,
dkk. Vitamin A supplementation selectively improves
the linear growth of Indonesian preschool children:
results from a randomized controlled trial. Am J Clin
Nutr. 2000;71:507–13.
16. Perng W, Plazas MM, Marin C, Villamor E. Iron status
and linear growth: a prospective study in school-age
children. Eur J Clin Nutr. 2013;67(6):646-51.
17. Ibrahim A, Atef A, Magdy RI, Farag MA. Iron therapy
and anthropometry: A case-control study among
iron deficient preschool children. Egyptian Pediatric
Association Gazette. 2017;65:95-100.
18. Lyfia D, Deliana M, Hakimi, Rosdiana H, Lubis B. Growth
velocity in elementary school children with iron
deficiency anemia after iron therapy. Paediatr Indones.
2009;49:249-52.
19. Winzenberg T, Shaw K, Fryer J, Jones G. Calcium
supplements in healthy children do not affect weight
gain, height, or body composition. Obesity (Silver
Spring). 2007;15:1789–98.
20. Lestari ED, Bardosono S, Lestarina L, Salimo H. Effect
of iron-zinc fortified milk on iron status and functional
outcomes in underweight children. Paediatr Indones.
2009;49:139-148.

138 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
PRINCIPLE OF DIETARY
MANAGEMENT OF INBORN ERROR
OF METABOLISM: FIRST THINK
FIRST

Neti Nurani

Skrining bayi baru lahir merupakan langkah preventif


untuk mengetahui secara dini Kelainan Metabolisme
Bawaan (KMB) pada bayi baru lahir. Terapi diet yang
diberikan sedini mungkin dengan makanan tertentu
merupakan terapi utama pada KMB. Individu dengan KMB
memerlukan diet dengan pendekatan individual. Hal-hal
yang perlu dipertimbangkan meliputi kondisi klinis pasien,
toleransi individu, stabilitas metabolik, usia, kemampuan
perkembangan dan hasil prognostik. Penilaian terhadap
asupan nutrisi, antropometri, tanda-tanda klinis defisiensi
nutrisi dan biomarker biologis penting untuk tindak lanjut
tatalaksana nutrisi. Pada kondisi dekompensasi metabolik
akut, diet ketat sangatlah penting. Edukasi yang baik pada
keluarga dan pasien sangat penting untuk memastikan
manajemen diet yang sukses.1
Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
managemen diet berbagai kelainan metabolisme bawaan,
termasuk pembatasan nutrisi pada kondisi tersebut,
kontroversi tentang perlu atau tidaknya penambahan zat
nutrisi tertentu, perlu tidaknya pemeriksaan laboratorium

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 139


First think first
zat gizi tertentu, perbedaan penghitungan kalori pada
kondisi tertentu, dan hal-hal terbaru mengenai pemenuhan
kebutuhan kebutuhan makro dan mikronutrien pada kondisi
ini.
Kelainan metabolik bawaan ini dibagi menjadi 3 kategori,
terdiri dari gangguan intoksikasi, gangguan metabolisme
energi, dan gangguan kompleks molekul. Kelainan ini juga
memiliki tingkat keparahan yang bervariasi. Pada beberapa
gangguan metabolisme energi dan intoksikasi, tatalaksana
diet yang spesifik berperan dalam meminimalisir komplikasi
metabolik. Tatalaksana diet tersebut dapat dibagi menjadi
3 cara:
1. Memberikan asupan substrat yang mengalami defisiensi
(contohnya: Tambahan glukosa pada penderita GSDs/
Glycogen Storage Disease).
2. Mencegah akumulasi substrat hingga level toksik
(contohnya: membatasi konsumsi makanan yang
mengandung phenylalanine pada penderita
phenylketonuria (PKU)).
3. Memberikan energi yang cukup dan mencegah
katabolisme sebab katabolisme dapat menyebabkan
akumulasi zat toksik bahkan pada pasien dengan
restriksi diet yang cukup.2

MANAJEMEN DIET JANGKA PENDEK (KEADAAN AKUT)


Penderita KMB berisiko mengalami keadaan
dekompensasi metabolik akut. Hal ini bisa dicetuskan oleh
adanya infeksi, nafsu makan berkurang, pembedahan,
trauma dan puasa berkepanjangan. Dalam keadaan

140 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
emergensi perlu diberikan sumber energi eksogen
(polimer glukosa oral atau glukosa IV) untuk menurunkan
produksi metabolit toksik atau mencegah hipoglikemia
dan meningkatkan anabolisme. Komposisi regimen sangat
penting dimana karbohidrat efektif dalam mengembalikan
keseimbangan nitrogen dan membatasi ekskresi nitrogen.

Tabel 1. Emergency feeding (mengandung glukosa polimer


dan emulsi lemak) untuk feeding bebas protein
Usia Konsentrasi Emulsi Kcal Energi Energi Asupan Frekuensi
Polimer lemak per 100 (kJ) per Harian yang pemberian
Glukosa (% (% ml dari 100 ml direkomendasikan makanan
Karbohidrat) Lemak) Karbohidrat
dan Lemak
Hingga 10 3.5 72 302 120-150 ml/kg Pemberian
12 bulan secara oral
setiap 2-3
1-2 15 5 105 441 1200 ml/hari jam dan
tahun malam,
2-9 20 5 125 525 Sesuai indikasi atau
tahun melalui
NGT
>10 25 5 145 609 Sesuai indikasi
tahun
Anak < 10 kg regimen kebutuhan cairan 100 ml/kg; 11–20 kg: 100 ml/kg untuk 10 kg
pertama, ditambah 50 ml/kg untuk 10 kg berikutnya, >20 kg: 100 ml/kg untuk 10
kg pertama, ditambah 50 ml/kg untuk 10 kg berikutnya ditambah 25 ml/kg sampai
maksimum of 2,500 ml/hari (adapted from E-IMD UCD) 3 dan MMA/PA 4
NB: Jika lemak tidak toleran/kontraindikasi, polimer glukosa diberikan dengan
konsentrasi yang sama

MANAJEMEN DIET JANGKA PANJANG


Berikut ini adalah PRINSIP terapi nutrisi yang bisa
digunakan sendiri-sendiri maupun kombinasi.
1. Mengurangi atau menghilangan substansi. Hal ini
berguna untuk mengurangi konsentrasi zat beracun
dalam jaringan dan plasma. Contohnya: Phenilalanine
dalam Phenylketonuria (PKU), galaktosa dalam

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 141


First think first
galaktosemia, dan asam amino rantai cabang dalam
MSUD.
2. Menentukan nutrisi yang esensial pada kondisi tertentu.
Substansi tertentu perlu ditambahkan terutama pada
kondisi deaktivasi enzimatik. Contohnya: tirosin dalam
PKU, arginine/citrulline dalam gangguan siklus urea,
dan phenylalanine dalam tyrosinemia, karena adanya
restriksi dalam diet.
3. Mencari sumber energi alternatif. Contoh: Penggunaan
trigliserida rantai medium dalam gangguan oksidasi
asam lemak rantai panjang (LC-FAODs), atau
memberikan glukosa dan tepung jagung yang tidak
dimasak pada GSD (Glycogen storage disease).
4. Menghindari puasa berkepanjangan untuk mencegah
akumulasi zat metabolit yang bersifat toksik, atau
mencegah defisiensi substansi tertentu. Contoh:
peningkatan acylcarnitines/asam lemak bebas dalam
LC-FAOD, peningkatan asam lemak rantai tunggal pada
propionic academia (PA) dan kurangnya glukosa dalam
GSD.1
Pemantauan status nutrisi diperlukan pada manajemen
jangka panjang meliputi penilaian terhadap intake nutrien,
antropometri, tanda-tanda klinis defisiensi nutrient serta
biomarker untuk mendeteksi subklinis kelebihan atau
defisiensi mikronutrien. Defiensi yang paling sering terjadi
adalah defisiensi asam amino atau protein. Pada pasien
dengan restriksi diet, pemantauan biokimia status vitamin
dan mineral penting dilakukan, termasuk hemoglobin, zat
besi, ferritin, zink, selenium, vitamin D dan vitamin B12,

142 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
minimal diperiksa setahun sekali. Pemeriksaan kuantitatif
asam amino, pre-albumin, gula darah puasa juga dilakukan.
Pada penderita dengan diet restriksi lemak, dilakukan
pemeriksaan status asam lemak dan status vitamin
larut lemak. Pada individu dengan galaktosemia dan
homosisteinuria diperlukan pemeriksaan densitas mineral
tulang.

MANAJEMEN DIET PADA BERBAGAI KONDISI KELAINAN


METABOLIK BAWAAN
A. Gangguan Metabolisme Asam Amino
Jenis Penyakit: PKU (phenylalanine), homosistinuria
(HCU) (methionine), MSUD (valine, leucine, dan
isoleucine), dan pada tirosinemia tipe 1 (HT1) (tirosin
dan phenylalanine).Prinsip manajemen diet 5:
1. Menghindari makanan dengan kandungan tinggi
protein untuk mencegah akumulasi kelebihan
substansi asam amino dalam tubuh. Makanan
seperti daging, ikan, telur, keju, kacang-kacangan,
dan biji-bijian tidak diperbolehkan kecuali pada
gangguan dengan fenotip ringan.
2. Jumlah protein dari bahan alami dibatasi untuk
menjaga kadar asam amino dalam darah sesuai
dengan target terapi. Kuantitas asam amino
dalam produk alami bervariasi, pada fenotip
klasik biasanya toleransi protein dari produk alami
di bawah 10 g per hari. Namun, terlalu banyak
membatasi protein juga akan menyebabkan
defisiensi yang mengganggu pertumbuhan.

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 143


First think first
3. Pemberian suplemen L-asam amino yang bebas
substrat asam amino juga perlu diberikan. Dosis
yang diberikan harus sesuai dengan batas aman.
Pada mayoritas individu dengan kelainan klasik,
pemberian suplementasi L-asam amino akan
memenuhi >75% kebutuhan harian total protein.
L-asam amino diserap dan dioksidasi lebih cepat
dibandingkan dengan asam amino yang berasal
dari digesti protein, sehingga pemeberiannya
direkomendasikan melebihi kebutuhan protein.
4. Sebagian besar suplemen L-asam amino
mengandung vitamin, mineral, dan trace mineral
tambahan. Beberapa juga mengandung asam
lemak esensial, omega-3 LC-PUFAs seperti asam
dekoksahexanoat. Jika tidak mengandung zat
tersebut, berarti mikronutrisi lain, vitamin, mineral,
dan elemen lain harus ditambahkan.
5. Asam amino yang mengalami defisiensi akibat
tidak aktifnya enzim tertentu harus ditambahkan.
Contohnya: Pemberian phenylalanine pada HT1,
sistin pada HCU.
6. Menjaga asupan energi normal dengan
meningkatkan konsumsi makanan tinggi
kalori rendah protein seperti roti dan pasta.
Asupan makanan berenergi akan mengurangi
katabolisme jaringan yang berpotensi mengganggu
keseimbangan metabolisme. Buah-buahan,
sayuran rendah protein, dan sereal rendah protein
ditambahkan dengan gula dan lemak.

144 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
7. Katabolisme dan dekompensasi metabolik harus
dihindari pada pasien yang sakit, terutama
penderita MSUD. Pemberian suplementasi L-asam
amino dan minuman tinggi karbohidrat dianjurkan
pada pasien yang mengalami infeksi, untuk
mengurangi kehilangan protein.1

Tabel 2. Toleransi individual substrat asam amino 5


PKU MSUD HTI HCU
Usia Phe Leucine Valine Isoleucine Tyrosine Methionine
Mg/kg/
hari
0-6 25-60 80-110 Berikan suplementasi 40-50 15-60
bulan hingga konsentrasi plasma
antara 200 – 400 umol / l
7-12 25-40 40-50 12-43
40-50
bulan
Mg/
hari
1-10 200-700 400-600 Berikan suplementasi 150-500 Median 230
tahun hingga konsentrasi plasma
antara 200 – 400 umol / l
11-16 220- 400-600
tahun 1000 500-700 250-750

Phenylketonuria (PKU)
Terapi utama PKU adalah restriksi makanan yang
mengandung protein yang akan dimetabolisme menjadi
phenylalanine, dan memenuhi kebutuhan protein tubuh
melalui makanan medis yang mengandung campuran
asam amino sintetik.6 Phenylalanine adalah asam amino
esensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh dan
harus didapatkan dari sumber makanan. Pemberian
sumber makanan yang mengandung phenylalanine

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 145


First think first
yang adekuat untuk pertumbuhan dan perkembangan
penting dipertahankan, disamping membatasi asupan
berlebih yang dapat meracuni tubuh.7 Di negara maju,
pasien PKU didiagnosis pada usia 2 minggu setelah
dilakukannya skrining bayi baru lahir. Diet PKU yang
biasa diberikan adalah diet semi sintetik yang terdiri
dari:
- Sejumlah kecil protein alami yang mengandung
jumlah Phe yang cukup untuk pertumbuhan dan
proses regenerasi protein. Toleransi Phe tiap
individu tergantung pada jumlah aktivitas enzim
PAH yang tersisa dan jumlah pertukaran harian
yang dinilai berdasarkan kadar Phe dalam darah.
- Campuran asam amino bebas Phe (atau protein
substitusi) yang mengandung total protein dalam
batas aman untuk dikonsumsi.
- Makanan sangat rendah protein, yang bisa berasal
dari alam (beberapa buah-buahan dan sauran)
atau sintesis (roti rendah protein, pasta, biskuit,
pengganti susu, dan sebagainya, yang diperoleh
dengan resep dokter di Inggris).
- Suplementasi vitamin dan mineral, yang
digabungkan dengan protein substitusi.2
Rencana diet untuk penderita PKU dikembangkan
dengan pendekatan individu.7 Perencanaan diet
tersebut selalu mengalami perubahan seiring dengan
status kesehatan dan stase hidup individu. Langkah-
langkah untuk menyusun perencanan diet adalah
sebagai berikut:

146 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
1. Menentukan jumlah phenylalanine (Phe) yang
dapat ditoleransi individu tersebut setiap hari
berdasarkan guideline 8,9 dan asupan diet Phe yang
menjaga kadar Phe dalam darah agar berada dalam
rentang terapi yang diinginkan.
2. Memperkirakan kebutuhan protein total harian,
biasanya 30% lebih tinggi berdasarkan rekomendasi
spesifik berdasarkan usia dan jenis kelamin pada
populasi umum, agar menjaga status protein yang
adekuat untuk individu dengan PKU.9
3. Menentukan kebutuhan kalori harian berdasarkan
usia dan jenis kelamin individu yang mendukung
pertumbuhan dan berat badan yang sesuai.
4. Mengkonversi jumlah total Phe yang dapat
ditoleransi menjadi jumlah Phe yang dapat
dikonsumsi melalui sumber makanan, melalui
sistem penghitungan Phe 8,10
5. Mengkoreksi perbedaan antara jumlah protein
utuh yang dapat ditoleransi per hari dan total
protein harian yang dibutuhkan, menggunakan diet
medis yang mengandung protein dengan jumlah
Phe yang sangat kecil atau tidak ada sama sekali.
6. Menghitung jumlah makanan medis yang
dibutuhkan berdasarkan kandungan protein pada
produk per gram, yang bervariasi pada masing-
masing produk.
7. Mengurangi total kalori yang terkandung dalam
sumber protein utuh dan makanan medis yang
mengandung protein dari total kalori harian yang
dibutuhkan.

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 147


First think first
8. Memberikan tambahan apabila asupan kalori
masih kurang, menggunakan makanan rendah
protein dan makanan bebas protein, atau bahan
makanan seperti minyak sayuran dan gula.
9. Agar distribusi makanan merata sepanjang hari,
bagi makanan dengan Phe yang dapat ditoleransi,
makanan medis dengan protein, makanan modifikasi
rendah protein, dan makanan bebas protein menjadi
makanan utama dan makanan ringan.
10. Menilai apakah total nutrisi yang didapatkan
individu sudah adekuat menggunakan Software
analisis nutrisi yang tersedia.
Jumlah diet Phe yang dapat ditoleransi individu
bervariasi, berdasarkan observasi klinis, sebagian besar
anak, remaja, dan dewasa dengan PKU mentoleransi
sekitar 250-450 mg diet Phe per hari, dimana jumlah
tersebut setara dengan jumlah Phe dalam 5 hingga 9
gram protein utuh. 11
Mapple Syrup Urine Disease (MSUD)
Terapi nutrisi memegang peranan yang penting
dalam memperbaiki dan mempertahankan homeostasis
metabolik pada MSUD. Risiko terjadi dekompensasi
metabolik selama trauma, pembedahan, sakit, atau
intake yang tidak adekuat. Target : monitor biokimia
secara ketat dan status klinis, mencegah katabolisme dan
akumulasi BCAA dan BCKA endogen dan menyediakan
protein eksogen bebas BCAA yang adekuat, energi,
cairan dan VAL serta ILE untuk memacu anabolisme.
Ketika kondisi metabolik sudah stabil, kebutuhan LEU

148 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
bisa didapatkan dari protein secara utuh.
Rekomendasi diet pada penderita MSUD
Tatalaksana Diet Akut 12
1. Mensuplai energi yang cukup, asupan protein
bebas BCAA, cairan, dan elektrolit, serta insulin
jika dibutuhkan. Suplai energi bertujuan untuk
mencegah katabolisme dan mendukung proses
anabolisme. Asupan energi biasanya hingga 150%
dari asupan energi biasanya. Pemberian cairan
dapat dilakukan hingga 150mL/kg dengan monitor
elektrolit dan kemungkinan edema serebri. (B.1)
2. Memonitor BCAA, keseimbangan asam basa,
urine alpha ketoasid, glukosa darah, dan gejala
klinis dengan ketat selama kondisi sakit. Apabila
dilakukan dialysis atau hemofiltrasi, pemeriksaan
gas darah, hematocrit, total protein, sodium,
kalsium, fosform, urea, dan kadar kreatinin perlu
dimonitor (B.I).
3. Tambahkan ILE dan VAL, walaupun kadar dalam
tubuh sudah 200-400 µmol/L. Hal ini bertujuan
untuk menurunkan kadar plasma LEU pada kadar
terapi.
4. Berikan protein utuh (atau campuran asam amino
lengkap) ketika kadar plasma LEU meningkat hingga
batas atas terapi; 200 µmol/L untuk bayi dan anak-
anak ≤ 5 tahun, dan 300 µmol/L untuk individu > 5
tahun (B.I).
5. Air Susu Ibu dipertimbangkan untuk diberikan (rata-
rata konsentrasi LEU 1 mg/mL) sebagai sumber

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 149


First think first
protein utuh dan BCAA bila produksi ASI ibu adekuat
disertai dengan pemeriksaan antropometri,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan labolatorium.
(D.I)
6. Pada pasien yang sakit, asupan protein utuh
diturunkan 50-100% dalam waktu 24-48 jam dengan
menggantinya dengan makanan medis bebas
BCAA, hidrasi yang adekuat, dan menambahkan
sumber energi bebas protein. (D.II).
Rekomendasi untuk mencapai kadar BCAA dalam
darah sesuai dengan target terapi.12
1. Mempertahankan konsentrasi plasma LEU antara
75-200 µmol/L untuk bayi dan anak-anak kurang
dari 5 tahun dan antara 75-300 µmol/L untuk
individu dengan usia >5 tahun, untuk mencapai
fungsi kognitif yang baik (B.I)
2. Mempertahankan konsentrasi plasma ILE dan VAL
antara 200-400 µmol/L pada semua individu untuk
mencegah gangguan metabolisme dan defisiensi
BCAA (B.I)
3. Menggunakan manajemen diet spesifik untuk
MSUD untuk mempertahankan kadar BCAA sesuai
dengan rekomendasi (A.I).
4. Mempertahankan plasma BCAA dalam kadar yang
direkomendasikan seumur hidupnya. (C.I)
Rekomendasi Suplementasi Thiamin 12
1. Lakukan thiamin challenge pada semua individu
dengan MSUD kecuali pada penderita yang telah

150 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
diketahui memiliki mutasi homozigot 1312T>A,
atau mutasi lain yang menyebabkan aktivitas enzim
BCKD kurang dari 3%. (B.II)
2. Mulai thiamine challenge dengan dosis 50-200 mg/
hari. (C.I)
3. Evaluasi respons thiamine challenge selama lebih
dari 1 bulan untuk menilai toleransi plasma BCAA
pada pemberian diet BCAA. (D.II).
4. Pertahankan suplementasi thiamine dan batasi
diet BCCA dalam kadar yang sesuai, pada penderita
yang responsif terhadap thiamin. (D.II)
Tabel 4. Recommended daily nutrient intake BCAA, Protein,
energi dan cairan untuk pasien MSUD dalam keadaan sehat
Nutrient
LEU ILE VAL Protein Energi Cairan
mg/kg mg/kg mg/kg g/kg Kcal/kg mL/kg
0 - 6 bulan 40-100 30-90 40-95 2.5-3.5 95-145 125-160
7 - 12 bulan 40-75 30-70 30-80 2.5-3.0 80-135 125-145
1 - 3 tahun 40-70 20-70 30-70 1.5-2.5 80-130 115-135
4 - 8 tahun 35-65 20-30 30-50 1.3-2.0 50-120 90-115
9 - 13 tahun 30-60 20-30 25-40 1.2-1.8 40-90 70-90
14 - 18 tahun 15-50 10-30 15-30 1.2-1.8 35-70 40-60
19 + tahun 15-50 10-30 15-30 1.1-1.7 35-45 40-50

B. Organic Acidemia
Propionic Acidemia (PA) dan Methylmalonic aciduria
(MMA)
Strategi tatalaksana nutrisi:
1. Restriksi asam amino dari sumber protein alami
(bertujuan untuk memenuhi asupan protein dalam
batas yang aman).

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 151


First think first
2. Menjaga asupan energi optimal.
3. Penggunaan zat tambahan untuk mengurangi
metabolit toksik (contoh: Carnitine) atau untuk
meningkatkan aktivitas defisiensi enzim (contoh:
vitamin B12 dalam MMA)
4. Hidrasi yang cukup.
Pada kondisi MMA dan PA yang berat, menghindari
puasa yang berkepanjangan (dengan overnight tube
feeding) diperlukan untuk untuk mengurangi produksi
propionate melalui pembatasan oksidasi asam lemak
rantai tunggal yang dibebaskan dari trigliserida selama
lipolisis. Dekompensasi metabolik yang disebabkan oleh
stres katabolik (misalnya dari muntah dan penurunan
asupan oral) memerlukan intervensi cepat dengan
rejimen darurat, sebab meningkatkan risiko stroke
ganglia basal.
Isovaleric Acidemia (IVA)
IVA adalah kelainan metabolisme bawaan
yang disebabkan oleh defisiensi enzim mitokondria
isovaleryl-CoA dehydrogenase yang berdampak pada
akumulasi isovaleryl-CoA dan metabolitnya termasuk
asam isovalerat bebas, 3-hydroxyisovalerate and
N-isovalerylglycine. Tujuan utama tatalaksana IVA
adalah untuk mengurangi produksi dan ekskresi
isovaleryl-CoA. Hal ini dapat dicapai dengan:
1. Membatasi asupan leusin melalui restriksi protein
2. Meningkatkan jalur metabolik alternative
menggunakan karnitin, dan glisin yang berkonjugasi

152 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
dengan isovaleryl-CoA untuk memproduksi
senyawa non-toksik isovalericglycine dan
isovalerylcarnitine;
3. Mengaplikasikan protokol tatalaksana kegawat-
daruratan pada waktu stress metabolik (contoh:
saat sakit dan puasa).13
Beberapa pusat studi menyarankan batasan
jumlah yang dikonsumsi lebih rendah daripada batas
kadar aman WHO/FAO/UNU 2007 14 dan menggunakan
suplementasi leucine-free L-amino acid. 13
Pada pasien yang simptomatis, tujuan terapi
adalah mengurangi produksi isovaleryl-CoA dari leusin
melalui pembatasan asupan protein dan meningkatkan
jalur metabolik alternatif. Peningkatan tersebut dapat
menggunakan agen konjugasi karnitin dan glisin
yang memproduksi senyawa non-toksik yang siap
diekskresikan. Berdasarkan rekomendasi WHO, hanya
dibutuhkan restriksi protein sedang agar asupan
protein cukup di dalam batas aman.14, 15 Suplementasi
menggunakan L-asam amino bebas leusin tidak
diperlukan. Asupan energi pada individu IVA harus
terpenuhi untuk menghindari katabolisme protein yang
dapat berpengaruh terhadap produksi asam isovalerat
pada isovaleric academia.1
Guideline IVA E-IMD15 merekomendasikan bahwa
asupan protein dari sumber makanan harus dibatasi
untuk mengurangi kadar asam isovalerat. Namun,
asupan protein harus tetap dipertahankan dalam kadar

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 153


First think first
yang aman, agar tidak mengganggu keseimbangan
metabolisme tubuh dan menghindari katabolisme.
Leusin adalah asam amino esensial, komponen
tersebut perperan dalam regulasi metabolisme,
meningkatkan sinyal sintesis protein global,
meningkatkan translasi, mendorong pelepasan insulin,
dan menghambat degradasi prtein autofagi. Restriksi
yang berlebihan akan menyebabkan penurunan
nafsu makan, lipolisis trigliserida, penurunan berat
badan, dan ketidakseimbangan asam amino. Leusin
terkandung dalam 10% protein hewani, tetapi hanya
6% protein nabati. Pada penelitian ini, hampir sepertiga
pusat layanan kesehatan hanya menggunakan sumber
makanan yang mengandung protein dalam jumlah
sedikit. Hal ini berpotensi menimbulkan defisiensi
leusin, seperti yang dilaporkan pada kasus anak IVA.
Secara umum pada penderita IVA, menjaga asupan
protein sehingga asupan energi dan restriksi protein
menjadi seimbang adalah strategi utama. Berdasarkan
penelitian Millington et al. (1987), akumulasi sintesis
metabolit toksis lebih disebabkan oleh turnover
protein endogen dibandingkan dengan asupan protein.
Supresi katabolisme endogen dianggap lebih efektif
dibandingkan dengan membatasi asupan protein harian.
Oleh sebab itu, fokus yang diberikan pada pasien yang
stabil dan selama stress metabolik adalah memberikan
asupan energi yang cukup. Tatalaksana IVA bergantung
pada kelompok usia dan tingkat keparahan penyakit. 13

154 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
C. Urea Cycle Disorders (UCD)
UCD adalah kelainan metabolisme bawaan pada
metabolisme hepatik yang disebabkan oleh hilangnya
aktivitas enzimatik yang memediasi transfer nitrogen
dari ammonia ke urea. Kelainan ini menyebabkan
kondisi hiperammonema dan hiperglutaminemia yang
besifat letal.16,17 Siklus urea adalah jalur terakhir ekskresi
zat sisa nitrogen dalam tubuh mamalia.
Hiperammonemia sangat umum terjadi pada
defisiensi enzim arginase, yang dipresentasikan dengan
displasia spastik. Semua gangguan dalam siklus urea
diturunkan melalui autosom resesif kecuali defisiensi
omithine transcarbamylase (OTC), yang merupakan
kelaian metabolisme bawaan terkait dengan kromosom
X. Penegakkan diagnosis gangguan siklus urea pada
neonatus sering terlewat karena gejala dan tandanya
mirip dengan sepsis atau distress respirasi.
Tujuan dari terapi adalah mengurangi atau
mencegah hiperamnionemia dan meyakinkan bahwa
kebutuhan metabolik terpenuhi. Strategi yang dilakukan
meliputi mengurangi asupan protein (khususnya
menggunakan formulasi khusus CYCLINEX I dan II, UCD
1 dan 2), menstimulasi jalur alternatif untuk ekskresi
nitrogen dan menggantikan defisiensi nutrisi. Jumlah
asupan protein yang direkomendasikan bervariasi pada
tiap pasien.
TATALAKSANA
Tujuan terapi jangka panjang adalah mengurangi
konsentrasi ammonia dengan membatasi asupan protein,

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 155


First think first
menyediakan nitrogen yang cukup untuk pertumbuhan
optimal dan me-nyediakan energi bebas protein untuk
meminimalisir katabolisme protein. Tatalaksana diet
digunakan dalam kombinasi dengan obat dan arginine/
sitrulin, yang berguna untuk meningkatkan flux melalui
siklus urea dan berperan sebagai substrat untuk produksi
metabolit arginine.
Manajemen episode hiperamnionemia pada kelainan
ini dicapai dengan cara restriksi diet protein, manajemen
suportif mencegah katabolisme, dan penggunaan senyawa
yang bisa memindahkan pembuangan nitrogen ke jalur
alternatif. Jalur alternatif tersebut meliputi penggunaan
sodium phenylacetate/benzoate (Ucephan) atau
sodiumphenylbutyrate (Buphenyl) untuk menstimulasi
ekskresi nitrogen sebagai phenylacetylglutamine dan asam
hipurat (pada Ucephan).17
Beberapa kondisi yang menyebabkan hiperamonemia
antara lain sirosis hati dan hipertensi portal idiopatika
yang berhubungan dengan penurunan kadar BCAA Hal
ini menunjukkan bahwa hiperamnionemia dan deplesi
glutamate intraseluler berkontribusi terhadap defisiensi
BCAA melalui stimulasi transaminase BCAA sehingga
suplementasi BCAA dapat meningkatkan asupan protein
pada manajemen diet pasien UCD. 17
Kombinasi sodium phenylbutyrate dan sodium
phenylacetate/benzoate digunakan dalam manajemen
klinis anak dengan gangguan siklus urea sebagai glutamine
trap, yang mengalihkan ekskresi urea melalui jalur lain.
Studi dahulu menunjukkan bahwa BCAA berperan penting
terhadap sintesis protein pada otot skeletal. Penelitian

156 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
lebih lanjut menunjukkan bahwa leusin adalah BCAA yang
paling poten untuk meningkatkan translasi mRNA. Untuk
mengimbangi restriksi protein, suplementasi asam amino
rantai cabang dapat diberikan pada pasien UCD yang berada
dalam lingkup pengobatan.17
Toleransi protein mencapai titik tertinggi hingga 6
bulan pertama kehidupan ketika bayi tumbuh dengan cepat
dan mengeluarkan jumlah diet nitrogen yang lebih rendah.
Restriksi protein yang berlebihan berhubungan dengan
ketidakseimbangan asam amino, termasuk defisiensi
asam amino rantai cabang, dan bisa memicu katabolisme
dan hiperamonemia. Suplementasi asam amino esensial,
vitamin B 12, dan zink direkomendasikan ketika asupan
melalui makanan kurang.1
Gangguan Metabolisme Karbohidrat
Galaktosemia
Terapi glaktosemia melalui restriksi diet jangka
panjang. Skrining neonatus sangat diperlukan untuk
menghentikan pemberian ASI dan menggantikannya
dengan formula bebas laktosa, biasanya berupa formula
bayi kedelai. Bahan makanan yang mengandung laktosa
dan galaktosa baik yang terdapat dalam susu, keju,
buah-buahan, dan sayuran harus dihindari. Pemberian
makanan berprotein dan berenergi dengan rendah
galaktosa harus diberikan untuk menghindari adanya
gangguan pada tumbuh kembang. Suplementasi
kalsium dan vitamin D sebaiknya diberikan karena
restriksi susu menyebabkan defisiensi mineral penting
untuk pertumbuhan tulang.1

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 157


First think first
Terapi Diet Galaktosemia
Eliminasi diet laktosa merupakan tatalaksana
utama galaktosemia. Pembatasan asupan galaktosa
dan laktosa dalam makanan pada pasien galaktosemia
berperan penting dalam mencegah kejadian ikterus,
penyakit liver, disfungsi tubulus renal, dan katarak.18
Pemberian diet tersebut dimulai sejak bayi meliputi
pemberian casein hydrolysate, Lactose free, dan
produk turunan kacang kedelai. Terapi diet juga
mencakup pembatasan sayuran dan buah-buahan yang
mengandung galaktosa. Namun, restriksi dalam jangka
panjang ternyata tidak memberikan perbedaan yang
signifikan terhadap terjadinya gangguan kognitif di
masa dewasa.19,20,21 Komplikasi gangguan sistem saraf
pusat yang ditemukan berupa keterlambatan berbicara,
tremor, tanda cerebellum, dan abnormalitas perilaku.
IQ penderita galaktosemia juga tetap rendah walaupun
sudah diberikan terapi diet yang dini dan cukup.18
Temuan ini dikonfirmasi oleh penelitian retrospektif
pada 134 penderita galaktosemia yang lahir antara
tahun 1955 dan 1989 di Jerman.18
Rekomendasi Nutrisi pada Pasien Galaktosemia
Diet restriksi galaktosemia bervariasi dan
dibutuhkan rekomendasi berbasis bukti untuk membuat
terapi standar manajemen galaktosemia. Penelitian
minireview van Calcar22 merekomendasikan pada
pasien galaktosemia tetap diberikan buah-buahan,
sayur-sayuran, kacang-kacangan, produk kedelai yang
tidak difermentasi, keju, dan kasein.

158 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
Rekomendasi nutrisi pada pasien Galaktosemia
1. Pada bayi baru lahir dengan galaktosemia, hentikan
pemberian ASI dan susu formula dengan segera,
berikan formula bayi berbasis kedelai.
2. Semua bentuk formula berbasis kedelai diper-
bolehkan, termasuk sumber konsentrat atau
makanan siap konsumsi yang mengandung karegan.
3. Formula berbasis kedelai tidak direkomendasikan
pada bayi prematur, susu formula elemental
direkomendasikan untuk bayi prematur dengan
galaktosemia klasik.
4. Buah-buahan, sayur-sayuran, jus, kacang-kacangan,
dan produk olahan kedelai non fermentasi bisa
dimasukkan dalam diet.
5. Bahan makanan tambahan berbasis susu dan keju
spesifik, kalsium, dan sodium caseinate boleh
dikonsumsi.
6. Selama masa bayi, makanan dan bahan-bahan
diperkenalkan pada usia yang tepat saat bayi
bisa mengkonsumsi makanan. Tidak perlu untuk
menunggu usia anak-anak berusia lebih tua untuk
mengenalkan makanan.
7. Individu dengan galaktosemia yang tidak
mengkonsumi kalsium dan vitamin D yang adekuat
dari diet harian membutuhkan suplementasi
minimal sesuai dengan rekomendasi asupan
harian. Pemberian serum 25-hydroxyvitamin D
harus dimonitor minimal setahun sekali.

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 159


First think first
Rekomendasi Diet Selama Masa Bayi
Penelitian review sistematik menunjukkan bukti
yang kuat terkait dengan restriksi galaktosa dalam diet
selama masa bayi akan mengurangi tingkat keparahan
penyakit. Skrining pada masa neonatus sangat
bermanfaat untuk memberikan inisial terapi yang lebih
dini.23,24 Penelitian ini merekomendasikan diet yang
paling awal diberikan adalah formula bayi berbasis
kedelai yang mengandung isolat protein kedelai sebagai
sumber protein. 8,22
Formula berbasis kasein hidrolisat mengandung
galaktosa yang agak tinggi 8,22 Formula elemental
berbasis asam amino (tidak mengandung galaktosa).
Belum ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan
penggunaan formula bayi elemental secara rutin
untuk neonatus dengan galaktosemia klasik. Formula
berbahan dasar kedelai tidak disarankan untuk
bayi prematur karena penelitian telah menemukan
konsentrasi serum fosfor yang lebih rendah dan
konsentrasi alkalin fosfatase yang lebih tinggi pada
bayi prematur menyebabkan peningkatan insidensi
osteopenia.25 Hal ini perlu menjadi petimbangan
dalam rekomendasi tatalaksana bayi prematur dengan
galaktosemia klasik.
Re-evaluasi diet
Evaluasi ulang diet untuk galaktosemia sangat
penting, untuk memeriksa kadar eritrosit galaktosa-1-
fosfat dan/ atau konsentrasi galaktitol urin. Meskipun
sensitivitas biomarker ini terbatas, namun dapat
menjadi nilai untuk didemonstrasikan bahwa asupan

160 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
tambahan kecil galaktosa tidak berdampak pada kontrol
metabolik.22
Fruktosemia Herediter
Pada penderita fruktosemia herediter, terdapat
akumulasi fruktosa-1-fosfat yang menyebabkan inhibisi
pemecahan glikogen dan sintesis glukosa. Inhibisi
sintesis glukosa menyebabkan kondisi hipoglikemia
setelah asupan fruktosa. Kelainan ini diterapi dengan
eksklusi diet fruktosa, sukrosa, dan sorbitol yang sangat
ketat. Batas asupan fruktosa dalam diet berbeda-
beda, berkisar antara 40-250 mg/kg/hari, beberapa
menyebutnya setara dengan 1500 mg/hari. Jumlah
fruktosa rata-rata yang dikonsumsi pada populasi Barat
adalah 1-2 g/kg/hari.
Fruktosa terdapat dalam buah-buahan dan sayuran.
Sayuran yang dimasak memiliki kandungan fruktosa
yang berkurang dibandingkan dengan sayuran mentah.
Sebagai bahan pemanis, sebaiknya digunakan glukosa
sebagai pengganti dari fruktosa, walaupun sebagian
besar dari penderita tidak menyukai makanan manis.
Individu dengan fruktosa herediter berisiko mengalami
defisiensi vitamin C dan asam folat karena restriksi
sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung
zat tersebut, sehingga suplemen tambahan yang
mengandung vitamin C dan asam folat diperlukan.
Hepatic Glycogen Storage Disease (GSD’s Type I and
Type III)
Tujuan dari terapi adalah untuk mempertahankan
normoglikemia dengan memberikan karbohidrat
eksogen untuk mengkompensasi produksi glukosa

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 161


First think first
endogen yang kurang efektif dan mencegah
abnormalitas biokimia sekunder. Target lainnya adalah
mempertahankan pertum-buhan normal dengan
indeks masa tubuh yang sesuai.1
GSD Type Ia
Selama masa bayi, normoglikemia dipertahankan
melalui pemberian makan secara berkala (setiap
2 jam), menggunakan formula bebas laktosa, yang
disuplementasikan dengan maltodextrin jika perlu
untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Pada usia 4-6
bulan, kebutuhan glukosa naik berkisar 0,5 g/kg/hari,
tetapi kebutuhan karbohidrat menurun. Pemenuhan
glukosa dilakukan melalui pemberian makanan melalui
NGT atau pemberian UCSS sejak usia 6 bulan, walaupun
toleransinya berkurang karena rendahnya aktivitas
enzim amylase pankreas. Dosis pemberian UCCS sesuai
dengan laju produksi glukosa basal (2 g/kg/hari pada
anak-anak dan menurun menajdi 1 g/kg/hari pada
dewasa). MCT (mediun chain triglycerides) diberikan
sebagai sumber energi pada beberapa kasus GSD tipe
I. Penggunaan MCT dapat menurunkan kebutuhan
karbohidrat dengan meningkatkan badan keton dan
menurunkan konsentrasi trigliserida.1
GSD Type Ib
Tatalaksana diet mirip seperti GSD Tipe Ia, hanya saja
sering disertai dengan IBD kronis yang menyebabkan
ulserasi di perioral dan anal. Pada pendeita dengan
status nutrisi rendah, intoleransi terhadap UCCS dan
makanan enteral lainnya ditandai dengan diare. Karena

162 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
neutropenia dan peningkatan infeki, gastrostomi
dikontraindikasikan.
GSD Type III
Prinsip utama diet adalah untuk menjaga
normoglisemia dengan memenuhi kebutuhan makanan
yang mengandung karbohidrat, UCCS, dan asupan
tinggi protein. Suplementasi protein berperan sebagai
substrat pada glukoneogenesis selama kondisi puasa,
membantu perbaikan miopati dan gagal tumbuh.
Tidak ada konsensus dalam pemberian protein.
Surplus karbohidrat atau UCCS dapat menyebabkan
kardiomiopati, sebuah deposisi dan akumulasi glikogen
yang abnormal di hati. Selama masa bayi tidak
diperlukan susu formula khusus sebab pada penderita
GSD tipe III dapat mencerna fruktosa dan galaktosa. 1
D. Gangguan Oksidasi Asam Lemak
Jenis: LCHADD, Defisiensi protein trifugsional
mito-kondria (mTFPD), verylong-chain acyl-CoA
dehydrogenase defi ciency (VLCADD), dan CPT2D
(carnitine palmitoyl-CoA transferase 2 defi ciency).
Kelainan ini disebabkan oleh gangguan jalur konversi
asam lemak rantai panjang menjadi energi yang
kemudian menyebabkan defisiensi energi pada
mitokondria pada waktu olahraga dan puasa.1
Tatalaksana
Menghindari puasa dalam jangka waktu lama
merupakan terapi utama dari semua penyakit LC-
FAOD. Memenuhi kebutuhan energi yang adekuat dan
menghindari puasa berkepanjangan bertujuan untuk

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 163


First think first
meminimalisir lipolisis dan mengurangi akumulasi
hidroksikarnitin. Hal lain yang perlu diperhatikan
adalahasupan karbohidrat dan suplementasi MCT
yang adekuat sebagai substrat energi, memastikan
pertumbuhan normal, dan menghindari defisiensi
nutrisi. MCT mengandung caprylic acid (C8) dan capric
acid (C10). Substitusi MCT untuk asam lemak rantai
panjang memperbaiki kondisi kardiomiopati pada bayi
dengan LC-FAOD. Transport MCT ke mitokondria melalui
tidak bergantung pada karnitin dan membutuhkan
esterifikasi menjadi kilomikron sehingga cepat
dilepaskan ke dalam serum. MCT juga berpotensi
menjadi bentuk badan keton karena melewati proses
oksidasi asam lemak. Suplementasi MCT mampu
menurunkan produksi long-chain acylcarnitine
terhidroksilasi dari LCHADD atau TFP-deficient cultured
skin fibroblasts. MCT juga menurunkan hidroksikarnitin
dalam plasma pada anak dengan LCHAAD baik dalam
kondisi istirahat maupun krisis metabolik akut.
Penambahan suplemen triheptanoin mampu
menurunkan tingkat rawat inap pasien, memperbaiki
kardiomiopati dan memperbaiki kekuatan otot pada
sebagian kecil pasien. Triheptanoin merupakan
substansi yang terdiri dari gliserol yang berikatan dengan
tiga molekul asam heptanoat (C7), dan bertanggung
jawab terhadap kelainan kompleks TFP termasuk
LCHADD. Diperkirakan 30-35% asupan energi disuplai
oleh triheptanoin. Contohnya, 60 mg per hari pada
anak dengan berat <20kg, dan 120 mg per hari pada

164 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
anak dengan berat badan >20 kg. Asupan triheptanoin
memiliki efek samping berupa penambahan berat badan
berlebih dan gejala gastrointestinal. Suplementasi
tambahan vitamin larut lemak seperti vitamin A, D, dan
KK juga diperlukan.
Pada masa bayi setelah dilakukannya skrining
neonatus yang ditandai dengan peningkatan
transaminase atau kreatinin kinase, pemberian ASI
dan susu formula harus dihentikan, digantikan dengan
formula bayi kaya MCT yang memiliki kandungan
karbohidrat dan asam lemak esensial yang mirip dengan
susu formula biasa. Pemberiannya harus regular dan
tidak boleh puasa.
Manajemen olahraga pada pasien gangguan oksidasi
asam lemak perlu diperhatikan karena oksidasi asam
lemak meningkat pada kondisi olahraga. Komplikasi
dari olahraga yang berlebihan pada pasien adalah
terjadinya rhabdomiolisis. Suplementasi rutin MCT (0,5
g per kg berat masa dan karbohidrat diberikan dengan
cepat sebelum olahraga, akan mampu meningkatkan
toleransi melalui perbaikan metabolit setelah olahraga
dan menurunkan detak jantung.1
E. MCADD (Medium Acyl-CoA Dehydrogenase Deficiency)
Restriksi lemak tidak diperlukan kecuali meghindari
produk tinggi MCT. Tatalaksana terdiri dari menghindari
puasa berkepanjangan dan menghindari penggunaan
regimen glucose polymer-based emergency. Berikut ini
adalah tabel waktu puasa pada penderita kelaianan ini.1

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 165


First think first
Tabel 5. MCADD UK (2007) “batas maksimum lama puasa
pada anak dalam keadaan baik”
Usia Waktu (JAM)
Hingga 4 bulan 6
4-8 bulan 8
8-12 bulan 10
>12 bulan 12

Take Home Messages


l Terapi diet seharusnya selalu disesuaikan dengan
kebutuhan spesifik masing-masing pasien dengan
mempertimbangkan tingkat kelainan/gangguan dan
toleransi makanannya.
l Follow-up nutrisi yang sistematis dan ketat, dengan
monitoring yang teratur dari pengendalian faktor
biokimiawi, sangat penting untuk menghindari
defisiensi nutrisi dan mengidentifikasi gejala-gejala
awal dari masalah ketaatan. Tindakan pencegahan yang
dilakukan secara dini dapat meningkatkan kualitas diet,
kontrol metabolik, dan luaran jangka panjang.

166 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
DAFTAR PUSTAKA
1. Bertini, E., Bonafe, L., Burgard, P., Burlina, A., Burlina,
A.P., Celato, A., et al., 2017, Hoffman, G.F., Zschocke,
J., Nyhan, W.L. (ed.), Principles of Dietary Management
(21), Inherited Metabolic Disease: A Clinical Approach
2nd ed., Springer, Berlin, ebook doi 10.1007/978-3-662-
49410-3
2. Jameson, E., & Morris, A.A.M., 2011.Nutrition in
Metabolic Disease, Paediatrics and Child Health, 21:9
3. Häberle, J., Boddaert, N., Burlina, A., Chakrapani,
A., Dixon, M., Huemer, M., et al., 2012, Suggested
guidelines for the diagnosis andmanagement of urea
cycle disorders, Orphanet Journal of Rare Diseases,
7:32
4. Baumgartner RM., Horster F, Dionisi-Vici C., Haliloglu
G., Karall D.,Chapman AK et al.2014. Review Proposed
guidelines for the diagnosis and management of
methylmalonic and propionic acidemia. Journal of Rare
Diseases.9:130
5. Mac Donald A. 2017. G.F. Hoffmann et al (eds.),
Inherited Metabolic Diseases. DOI 10.1007/978-3-662-
49410-3_21
6. Ney, D.M. & Etzel, M.R., 2017, Designing medical
foods for inherited metabolic disorders: why intact
protein is superior to amino acids, Current Opinion in
Biotechnology, 44:39–45.
7. Camp, K.M., Lloyd-Puryear, M.A., Huntungton, K.L.,
2012, Nutritional treatment for inborn errors of
metabolism: Indications, regulations, and availability
of medical foods and dietary supplements using

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 167


First think first
phenylketonuria as an example, Molecular Genetics
and Metabolism, 107: 3–9.
8. Acosta, P.B., Yannicelli, S., 2001, The Ross Metabolic
Formula System, Nutrition Support Protocols, Ross
Products Division, Division of Abbott Laboratories,
Columbus, Ohio.
9. Macleod, E.L., and Ney, D.M., 2010, Nutritional
management of phenylketonuria, Ann. Nestle Eng. 68:
58–69.
10. Schuett, V.E., 2010, Low protein food list for PKU,
CreateSpace.
11. Parisi, M., and Levy, H., 2012, In: NIH PKU Conference
Report: State of the Science and Future.
12. Frazier, D.M., Allgeier, C., Homer, C., Marriage, B.J.,
Ogata, B., Rohr, F., et al., 2014, Nutrition management
guideline for maple syrup urine disease: An evidence-
and consensus-based approach, Molecular Genetics
and Metabolism 112: 210–217.
13. Pinto, A., Daly, A., Evans, S., Almeida, M.F., Assoun, M.,
Belanger-Quintana, A., et al., 2017, Dietary practices
in isovaleric acidemia: A European survey, Molecular
Genetics and MetabolismReports, 12:16–22.
14. WHO, 2007, Protein and amino acid requirements in
human nutrition, World Health OrganizationTechnical
Report series, pp. 1–265 (back cover).
15. European Registry and network for introduction type
metabolic diseases (E-IMD),Isovaleric Acidemia: Quick
Reference Guide, 2014 http://www.e-imd.org/rc/e-
imd/htm/Article/2014/e-imd-20140716-085102 95/
src/htm_fullText/en/IVA%20guideline, Quick%20

168 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends
reference%20guide_Ensenauer_201408.pdf (accessed
27.01.17).
16. Shchelochkov, O.A., Dickinson, K., Scharschmidt, B.F.,
Lee, B., Marino, M., Mons, C.L., 2016, Barriers to drug
adherence in the treatment of urea cycle disorders:
Assessment of patient, caregiver and provider
perspectives, Molecular Genetics and Metabolism
Reports, 8: 43–47.
17. Scaglia, F., Carter, S., Brien, W.E.O., Lee, B., 2004,
Effect of alternative pathway therapy on branched
chain amino acid metabolism in urea cycle disorder
patients,Molecular Genetics and Metabolism 81 (2004)
S79–S85
18. Prasad, C., Dalton, L., and Levy, H., 1998, Role of Diet
Therapy in Management of Gereditary Metabolic
Diseases, Nutr Res., 18(2): 391-402.
19. Fridovich-Keil, J., Walter, J.H., 2008, Galactosemia, in:
D. Valle (Ed.), Online metabolic and molecular basis
of disease, MacGraw-Hill, (http://www.ommbid.com
(Accessed March 2018)).
20. Jumbo-Lucioni, P.P., Garber, K., Kiel, J., Baric, I., Berry,
G.T., Bosch A, et al., 2012, Diversity of approaches to
classic galactosemia around the world: a comparison of
diagnosis, intervention, and outcomes. J Inherit Metab
Dis., 35:1037-49.
21. Shield, J.P., Wadsworth, E.J., MacDonald, A., Stephenson,
A., Tyfield, L., Holton, J.B., et al., 2000, The relationship
of genotype to cognitive outcome in galactosemia. Arch
Dis Child., 83: 248-50.

Principle of dietary management of inborn error of metabolism: 169


First think first
22. van Calcar, 2014, A re-evaluation of life-long severe
galactose restriction for the nutrition management of
classic galactosemia, Mol. Genet. Metab., http://dx.doi.
org/10.1016/j.ymgme.2014.04.004
23. Fridovich-Keil, J.L., Gubbels, C.S., Spencer, J.B., Sanders,
R.D., Land, J.A., Rubio-Gozalbo, E., 2011, Ovarian
function in girls and women with GALT-deficiency
galactosemia, J Inherit Metab Dis., 34:357–366. DOI
10.1007/s10545-010-9221-4.
24. Berry, G.T., Walter, J.H., 2012, Disorders of galactose
metabolism, in: J.M. Saudubray, G. van der Berghe,
J.H.Walter (Eds.), Inbornmetabolic diseases — diagnosis
and treatment, Fifth edition, Springer-Verlag, Inc., New
York, NY, pp. 141–149.
25. Bhatia, J. F., Greer, 2008, Committee on Nutrition,
American Academy of Pediatrics. Use of soy protein-
based formulas in infant feeding, Pediatrics 121:1062–
1068.

170 THE 2ND PEDIATRIC NUTRITION AND METABOLIC UPDATE


Nutrition and Metabolic in Special Condition: Practice and Future Trends

Anda mungkin juga menyukai