Anda di halaman 1dari 13

MODUL 1.

LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA

1. Pendahuluan
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan
UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang
tubuh UUD 1945.
Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan
kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik
legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang seperti
ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan
negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik
penguasa pada saat itu. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang
dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam
gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara ataupun
ideologi, namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platform dalam format
dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam
menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya untuk
mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik
Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR No.
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai
satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut
mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangan untuk membudayakan
Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan
kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan
tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua
mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan obyektif.
Dampak yang cukup serius dengan dicabutnya P-4 dan asas tunggal Pancasila dalam
reformasi dewasa ini adalah banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat
beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru, sehingga
mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan Orde
Baru. Pandangan yang sinis serta upaya melemahkan peranan ideologi Pancasila pada era
refomasi dewasa ini akan sangat berakibat fatal bagi bangsa Indonesia yaitu melemahnya
kepercayaan rakyat terhadap ideologi negara yang kemudian pada gilirannya akan
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama kita bina, kita
pelihara serta kita jaga. Hal ini akibatnya sebagaimana kita saksikan dalam berbagai macam
peristiwa seperti, kekacauan di Jakarta, Tangerang, Kupang, Tragedi Ambon, Kalimantan
Barat, Poso, tragedi di Jawa Timur dengan alasan pembunuhan dukun santet dan peristiwa-
peristiwa lainnya yang menunjukkan frustrasi masyarakat,sampai pada peristiwa-peristiwa
yang menimpa masyarakat di Papua, dan lain-lain
Berdasarkan alasan serta kenyataan objektif tersebut di atas maka sudah menjadi
tanggung jawah kita bersama sebagai warga negara untuk mengembangkan serta mengkaji
Pancasila sebagai suatu hasil karya besar bangsa kita yang setingkat dengan paham atau
isme-isme besar dunia dewasa ini seperti misalnya Liberalisme, Sosialisme, Komunisme.
Upaya untuk mempelajari serta mengkaji Pancasila tersebut terutama dalam kaitannya
dengan tugas besar bangsa Indonesia untuk mengembalikan tatanan negara kita yang porak
poranda dewasa ini. Reformasi ke arah terwujudnya masyarakat dan bangsa yang sejahtera
tidak cukup hanya dengan mengembangkan dan membesar-besarkan kebencian,
mengobarkan sikap dan kondisi konflik antar infra struktur politik di Indonesia, melainkan
dengan segala kemampuan intelektual serta sikap moral yang arif demi perdamaian dan
kesejahteraan bangsa dan negara sebagaimana yang telah diteladankan oleh para pendiri
negara kita dahulu.
Jikalau kita jujur sebenarnya dewasa ini banyak tokoh serta elit politik yang kurang
memahami filsafat hidup serta pandangan hidup bangsa kita Pancasila namun bersikap
seakan-akan memahaminya. Akibatnya dalam proses reformasi dewasa ini pengertian
kebebasan memilih ideologi di negara kita semakin kabur, kemudian pemikiran apapun yang
dipandang menguntungkan demi kekuasaan dan kedudukan dipaksakan untuk diadopsi
dalam sistem kenegaraan kita. Misalnya seperti kebebasan pada masa reformasi dewasa ini
yang jelas-jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai yang kita miliki dipaksakan pada rakyat
sehingga akibatnya dapat kita lihat sendiri berbagai macam gerakan massa secara brutal
tanpa mengindahkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku melakukan aksinya, menjarah,
merusak, menganiaya bahkan menteror nampaknya dianggap sah-sah saja. Aparat keamanan
berada pada posisi yang sangat sulit bilamana ditindak tegas akan berhadapan dengan
penegak HAM dan jikalau tidak ditindak maka semakin merajalela. Bahkan anehnya banyak
tokoh-tokoh politik, elit politik dan kelompok yang menamakan Lembaga Swadaya
Masyarakat yang mendapat dukungan dana internasional bersikap membenarkan gerakan
brutal tersebut. dengan alasan rakyat sudah lama tertekan.menderita dan lain sebagainya.
Oleh karena itu kiranya merupakan tugas berat kalangan intelektual untuk mengembalikan
persepsi rakyat yang keliru tersebut ke arah cita-cita bersama dari bangsa Indonesia dalam
hidup bernegara.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada masa
lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan
bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru. Sehingga mengembangkan serta
mengkaji Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan Orde Baru. Pandangan sinis
serta upaya melemahkan ideologi Pancasila berakibat fatal yaitu melemahkan kepercayaan
rakyat yang akhirnya mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, contoh: kekacauan di
Aceh,Kalimantan, Sulawesi, Ambon , Papua, dll.
Berdasarkan alasan tsb diatas, maka tanggung jawab kita bersama sebagai warga
negara untuk selalu mengkaji dan mengembangkan Pancasila setingkat dengan
idelogi/paham yang ada seperti Liberalisme, Komunisme, Sosialisme.

2. Pokok Bahasan
Pokok bahasan dalam modul 1 ini adalah :
Landasan dan tujuan Pendidikan Pancasila, dengan detail bahasan :
a. Pendahuluan
b. Memahami hakekat Pendidikan Pancasila.

3. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dalam modul ini sebagai berikut.
a. Mahasiswa dapat mengidentifikasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
mereka dan di masyarakat (Competence)
b. Mahasiswa dapat menemukan kebermaknaan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
mereka dan di masyarakat (Competence)
c. Mahasiswa mampu menunjukkan contoh dalam bersikap sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila di tengah arus perkembangan masyarakat global (Compassion)
d. Mahasiswa mampu meyakini Pancasila sebagai acuan nilai-nilai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Concience).

4. Perlengkapan/Bahan
Untuk membantu proses pembelajaran dan demi ketercapaian tujuan diperlukan media
pembelajaran serta berbagai bahan, antara lain :
a. Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang dipergunakan antara lain :
1) Video tentang Lunturnya Nilai Pancasila
2) Film Penerapan Nilai-Nilai Pancasila
b. Peralatan Pembelajaran
Peralatan yang diperlukan, antara lain :
1) Kertas flannel, whiteboard, spidol
2) LCD

5. Durasi/Waktu
Durasi yang diperlukan untuk proses pembelajaran tentang Landasan dan tujuan Pendidikan
Pancasila ini adalah 100 menit (2 JP)

6. Pendekatan dan Metode Pembelajaran


a. Pendekatan yang dipergunakan adalah konstruktivisme.
b. Metode yang digunakan adalah :
1) Diskusi kelompok mahasiswa
2) Curah pendapat
3) Example Non Example
4) Presentasi di depan kelas
5) Metode reflektif

7. Langkah-langkah Pembelajaran
Proses pembelajaran hendaknya memperhatikan metode-metode yang telah ditentukan untuk
dipergunakan. Tentu dalam pelaksanaannya akan terjadi berbagai pengembangan, namun
tidak keluar jauh dari yang telah ditentukan.
Langkah-langkah proses pembelajaran sebagai berikut.
a. Mahasiswa menyaksikan video tentang Lunturnya Nilai Pancasila dan film tentang
Penerapan Nilai-Nilai Pancasila
b. Berangkat dari video dan film, mahasiswa melakukan diskusi tentang :
1) Identifikasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari mereka dan di
masyarakat (Competence).
2) Mahasiswa menemukan kebermaknaan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
mereka dan di masyarakat (Competence)
3) Mahasiswa menemukan contoh dalam bersikap sesuai dengan nilai-nilai Pancasila di
tengah arus perkembangan masyarakat global (Compassion)
c. Mahasiswa melakukan presentasi hasil diskusi mereka di depan kelas.
d. Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan hasil diskusi
e. Refleksi tertulis dari mahasiswa tentang pentingnya mempelajari Pancasila.

8. Refleksi
Refleksi tertulis dari mahasiswa tentang pentingnya mempelajari Pancasila.
Refleksi ini dikumpulkan kepada dosen. Setelah dibaca oleh dosen, maka refleksi tertulis ini
dikembalikan kepada para mahasiswa untuk dapat dibukukan.

9. Bacaan/Handout
Bacaan/Handout 1 (suatu alternatif)
Pidato Pancasila oleh BJ Habibie:
Reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Mantan Presiden RI, BJ Habibie


Yth. Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono
Yth. Presiden RI ke-5, Ibu Megawati Soekarnoputri
Yth. Wakil Presiden dan Para Mantan Wakil Presiden
Yth. Pimpinan MPR dan Lembaga Tinggi Negara lainnya
Bapak-bapak dan Ibu-ibu para anggota MPR yang saya hormati
Serta seluruh rakyat Indonesia yang saya cintai,

Assalamu ‘alaikum wr wb, salam sejahtera untuk kita semua.


Hari ini tanggal 1 Juni 2011, enam puluh enam tahun lalu, tepatnya 1 Juni 1945, di depan sidang
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno
menyampaikan pandangannya tentang fondasi dasar Indonesia Merdeka yang beliau sebut
dengan istilah Pancasila sebagai philosofische grondslag (dasar filosofis) atau sebagai
weltanschauung (pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.
Selama enam puluh enam tahun perjalanan bangsa, Pancasila telah mengalami berbagai batu
ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak jaman demokrasi parlementer, era demokrasi
terpimpin, era demokrasi Pancasila, hingga demokrasi multipartai di era reformasi saat ini. Di
setiap jaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya
sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu
titik terminal sejarah.
Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut gembira munculnya fajar
reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai bidang. Namun bersamaan dengan
kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita
renungkan bersama:
Di manakah Pancasila kini berada?
Pertanyaan ini penting dikemukakan karena sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-olah
tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam
dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin
jarang diucapkan, dikutip, dibahas, dan apalagi diterapkan, baikdalam konteks kehidupan
ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. 
Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi, justru di tengah denyut kehidupan bangsa
Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.
Mengapa hal itu terjadi?
Mengapa seolah kita melupakan Pancasila?
Para hadirin yang berbahagia,
Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah “lenyap” dari kehidupan kita. Pertama,
situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regional
maupun global. Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu
-- telah mengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah pada masa
yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain:
(1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;
(2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban
asasi manusia (KAM);
(3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi
kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan
terhadap “manipulasi” informasi dengan segala dampaknya.
Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa
Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam
corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya
perubahan tersebut diperlukan reaktualisasi nilai-nilai pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi
bangsa Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan
datang, baik persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Kebelum-berhasilan kita
melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila tersebut menyebabkan keterasingan Pancasila dari
kehidupan nyata bangsa Indonesia.
Kedua, terjadinya euphoria reformasi sebagai akibat dari traumatisnya masyarakat terhadap
penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi
reformasi untuk menanggalkan segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu dan
menggantinya dengan sesuatu yang baru, berimplikasi pada munculnya ‘amnesia nasional’
tentang pentingnya kehadiran Pancasila sebagai grundnorm (norma dasar) yang mampu menjadi
payung kebangsaan yang menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat,
budaya, bahasa, agama dan afiliasi politik.
Memang, secara formal Pancasila diakui sebagai dasar negara, tetapi tidak dijadikan pilar dalam
membangun bangsa yang penuh problematika saat ini. Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan
terhadap segala hal yang berhubungan dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila
kini absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, di masa lalu memang
terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur dan massif yang tidak
jarang kemudian menjadi senjata ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham
dengan pemerintah sebagai “tidak Pancasilais” atau “anti Pancasila”1. Pancasila diposisikan
sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan dan penafsiran Pancasila yang digunakan
untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era
reformasi, muncullah demistifikasi dan dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai
simbol, sebagai ikon dan instrumen politik rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan
karena dianggap menjadi ornamen sistem politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga
membekas sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan.
Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tententu, menurut saya, merupakan
kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan
pada masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi sekelompok orang, golongan atau orde
tertentu. Pancasila adalah dasar negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan
arsitektural yang bernama Indonesia. Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila akan menyertai
perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu dan akan pergi menjadi masa
lalu, akan tetapi dasar negara akan tetap ada dan tak akan menyertai kepergian sebuah era
pemerintahan!
Para hadirin yang berbahagia,
Pada refleksi Pancasila 1 Juni 2011 saat ini, saya ingin menggarisbawahi apa yang sudah
dikemukakan banyak kalangan yakni perlunya kita melakukan reaktualisasi, restorasi atau
revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam
rangka menghadapi berbagai permasalahan bangsa masa kini dan masa datang. Problema
kebangsaan yang kita hadapi semakin kompleks, baik dalam skala nasional, regional maupun
global, memerlukan solusi yang tepat, terencana dan terarah dengan menjadikan nilai-nilai
Pancasila sebagai pemandu arah menuju hari esok Indonesia yang lebih baik.
Oleh karena Pancasila tak terkait dengan sebuah era pemerintahan, termasuk Orde Lama, Orde
Baru dan orde manapun, maka Pancasila seharusnya terus menerus diaktualisasikan dan menjadi
jati diri bangsa yang akan mengilhami setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan, dari waktu
ke waktu. Tanpa aktualisasi nilai-nilai dasar negara, kita akan kehilangan arah perjalanan
bangsa dalam memasuki era globalisasi di berbagai bidang yang kian kompleks dan rumit.
Reformasi dan demokratisasi di segala bidang akan menemukan arah yang tepat manakala kita
menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara
yang penuh toleransi di tengah keberagaman bangsa yang majemuk ini. Reaktualisasi Pancasila
semakin menemukan relevansinya di tengah menguatnya paham radikalisme, fanatisme
kelompok dan kekerasan yang mengatasnamakan agama yang kembali marak beberapa waktu
terakhir ini. Saat infrastruktur demokrasi terus dikonsolidasikan, sikap intoleransi dan
kecenderungan mempergunakan kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan, apalagi
mengatasnamakan agama, menjadi kontraproduktif bagi perjalanan bangsa yang multikultural
ini. Fenomena fanatisme kelompok, penolakan terhadap kemajemukan dan tindakan teror
kekerasan tersebut menunjukkan bahwa obsesi membangun budaya demokrasi yang beradab,
etis dan eksotis serta menjunjung tinggi keberagaman dan menghargai perbedaan masih jauh
dari kenyataan.
Krisis ini terjadi karena luluhnya kesadaran akan keragaman dan hilangnya ruang publik sebagai
ajang negosiasi dan ruang pertukaran komunikasi bersama atas dasar solidaritas warganegara.
Demokrasi kemudian hanya menjadi jalur antara bagi hadirnya pengukuhan egoisme kelompok dan
partisipasi politik atas nama pengedepanan politik komunal dan pengabaian terhadap hak-hak sipil
warganegara serta pelecehan terhadap supremasi hukum.
Dalam perspektif itulah, reaktualisasi Pancasila diperlukan untuk memperkuat paham
kebangsaan kita yang majemuk dan memberikan jawaban atas sebuah pertanyaan akan dibawa
ke mana biduk peradaban bangsa ini berlayar di tengah lautan zaman yang penuh tantangan dan
ketidakpastian? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu menyegarkan kembali pemahaman
kita terhadap Pancasila dan dalam waktu yang bersamaan, kita melepaskan Pancasila dari
stigma lama yang penuh mistis bahwa Pancasila itu sakti, keramat dan sakral, yang justru
membuatnya teraleinasi dari keseharian hidup warga dalam berbangsa dan bernegara. Sebagai
sebuah tata nilai luhur (noble values), Pancasila perlu diaktualisasikan dalam tataran praksis
yang lebih ‘membumi’ sehingga mudah diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan.
Para hadirin yang berbahagia,
Sebagai ilustrasi misalnya, kalau sila kelima Pancasila mengamanatkan terpenuhinya “keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, bagaimana implementasinya pada kehidupan ekonomi
yang sudah mengglobal sekarang ini?
Kita tahu bahwa fenomena globalisasi mempunyai berbagai bentuk, tergantung pada pandangan
dan sikap suatu Negara dalam merespon fenomena tersebut. Salah satu manifestasi globalisasi
dalam bidang ekonomi, misalnya, adalah pengalihan kekayaan suatu Negara ke Negara lain,
yang setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk-produk ke
manca negara, sedemikian rupa sehingga rakyat harus “membeli jam kerja” bangsa lain. Ini
adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita, suatu
“VOC (Verenigte Oostindische Companie) dengan baju baru”.
Implementasi sila ke-5 untuk menghadapi globalisasi dalam makna neo-colnialism atau “VOC-
baju baru” itu adalah bagaimana kita memperhatikan dan memperjuangkan “jam kerja” bagi
rakyat Indonesia sendiri, dengan cara meningkatkan kesempatan kerja melalui berbagai
kebijakan dan strategi yang berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sejalan
dengan usaha meningkatkan “Neraca Jam Kerja” tersebut, kita juga harus mampu meningkatkan
“nilai tambah” berbagai produk kita agar menjadi lebih tinggi dari “biaya tambah”; dengan
ungkapan lain, “value added” harus lebih besar dari “added cost”. Hal itu dapat dicapai dengan
peningkatan produktivitas, daya saing dan lapangan kerja untuk SDM di Indonesia dengan
mengembangkan serta menerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didorong oleh
kebutuhan pasar global dan domestik. Pasar domestik nasional harus menjadi pendorong utama.
Dalam forum yang terhormat ini, saya mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya
para tokoh dan cendekiawan di kampus-kampus serta di lembaga-lembaga kajian lain untuk
secara serius merumuskan implementasi nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam lima
silanya dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks masa kini dan masa depan. Yang
juga tidak kalah penting adalah peran para penyelenggara Negara dan pemerintahan untuk
secara cerdas dan konsekuen serta konsisten menjabarkan implementasi nilai-nilai Pancasila
tersebut dalam berbagai kebijakan yang dirumuskan dan program yang dilaksanakan. Hanya
dengan cara demikian sajalah, Pancasila sebagai dasar Negara dan sebagai pandangan hidup
akan dapat ‘diaktualisasikan’ lagi dalam kehidupan kita.
Memang, reaktualisasi Pancasila juga mencakup upaya yang serius dari seluruh komponen
bangsa untuk menjadikan Pancasila sebagai sebuah visi yang menuntun perjalanan bangsa di
masa datang sehingga memposisikan Pancasila menjadi solusi atas berbagai macam persoalan
bangsa. Melalui reaktualisasi Pancasila, dasar negara itu akan ditempatkan dalam kesadaran
baru, semangat baru dan paradigma baru dalam dinamika perubahan sosial politik masyarakat
Indonesia.
Para hadirin yang saya hormati,
Oleh karena itu saya menyambut gembira upaya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang
akhir-akhir ini gencar menyosialisasikan kembali empat pilar kebangsaan yang fundamental:
Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Keempat pilar itu sebenarnya telah lama
dipancangkan ke dalam bumi pertiwi oleh para founding fathers kita di masa lalu. Akan tetapi,
karena jaman terus berubah yang kadang berdampak pada terjadinya diskotinuitas memori
sejarah, maka menyegarkan kembali empat pilar tersebut, sangat relevan dengan problematika
bangsa saat ini. Sejalan dengan itu, upaya penyegaran kembali juga perlu dilengkapi dengan
upaya mengaktualisasikan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam keempat pilar kebangsaan
tersebut.
Marilah kita jadikan momentum untuk memperkuat empat pilar kebangsaan itu melalui
aktualisasi nilai- nilai Pancasila sebagai weltanschauung, yang dapat menjadi fondasi, perekat
sekaligus payung kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan membumikan nilai-nilai
Pancasila dalam keseharian kita, seperti nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan,
nilai permusyawaratan dan keadilan sosial, saya yakin bangsa ini akan dapat meraih kejayaan di
masa depan. Nilai-nilai itu harus diinternalisasikan dalam sanubari bangsa sehingga Pancasila
hidup dan berkembang di seluruh pelosok nusantara.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi gerakan nasional yang terencana dengan baik
sehingga tidak menjadi slogan politik yang tidak ada implementasinya. Saya yakin, meskipun kita
berbeda suku, agama, adat istiadat dan afiliasi politik, kalau kita mau bekerja keras kita akan
menjadi bangsa besar yang kuat dan maju di masa yang akan datang.
Melalui gerakan nasional reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, bukan saja akan menghidupkan
kembali memori publik tentang dasar negaranya tetapi juga akan menjadi inspirasi bagi para
penyelenggara negara di tingkat pusat sampai di daerah dalam menjalankan roda pemerintahan
yang telah diamanahkan rakyat melalui proses pemilihan langsung yang demokratis. Saya
percaya, demokratisasi yang saat ini sedang bergulir dan proses reformasi di berbagai bidang
yang sedang berlangsung akan lebih terarah manakala nilai-nilai Pancasila diaktualisasikan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian yang bisa saya sampaikan. Terimakasih atas perhatiannya.

Wassalamu ‘alaikum wr wb.

Jakarta 1 Juni 2011

Bacharuddin Jusuf Habibie


Bacaan/Handout 2 (suatu alternatif)

LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA

A. Landasan Pendidikan Pancasila


Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia harus mempelajari,
mendalami, menghayati, dan mengamalkannya dalam segala bidang kehidupan.
Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dalam perjalanan
sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia telah mengalami persepsi dan intrepetasi sesuai dengan
kepentingan rezim yang berkuasa. Pancasila telah digunakan sebagai alat untuk memaksa rakyat
setia kepada pemerintah yang berkuasa dengan menempatkan Pancasila sebagai satu-satunya
asas dalam kehidupan bermasyarakat.
Nampak pemerintahan Orde Baru berupaya menyeragamkan paham dan ideologi
bermasyarakat dan bernegara dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang bersifat pluralistik.
Oleh sebab itu, MPR melalui sidang Istimewa tahun 1998 dengan Tap. No.XVII/MPR/1998
tentang Pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dan menetapkan
Pancasila sebagai dasar Negara. Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945
adalah dasar Negara dari Negara kesatuan RI harus dilaksanakan secara konsisten dalam
kehidupan bernegara
1. Landasan Historis
Berdasarkan landasan historis, Pancasila dirumuskan dan memiliki tujuan yang
dipakai sebagai dasar Negara Indonesia. Proses perumusannya diambil dari nilai-nilai
pandangan hidup masyarakat. Setiap bangsa mempunyai ideologi dan pandangan hidup
berbeda-beda yang diambil dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam bangsa itu
sendiri. Pancasila digali dari bangsa Indonesia yang telah tumbuh dan berkembang semenjak
lahirnya bangsa Indonesia.
2. Landasan Kultural
Pancasila merupakan salah satu pencerminan budaya bangsa, sehingga harus
diwariskan kegenerasi penerus. Secara kultural unsur-unsur Pancasila terdapat pada adat
istiadat, tulisan, bahasa, slogan, kesenian, kepercayaan, agama, dan kebudayaan pada negara
Indonesia secara umum.
Pandangan hidup pada suatu bangsa adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan
dengan kehidupan bangsa itu sendiri. Suatu bangsa yang tidak mempunyai pandangan hidup
adalah bangsa yang tidak mempunyai kepribadian dan jati diri sehingga bangsa itu mudah
terombang ambing dari pengaruh yang berkembang dari luar negerinya.
3. Landasan Yuridis
Pancasila secara yuridis konstitusional telah secara formal menjadi dasar negara
sejak dituangkannya rumusan Pancasila dalam pembukaan UUD 1945. Didalam UU No. 2
Th 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional digunakan sebagai dasar penyelenggaraan
pendidikan tinggi, Pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa isi kurikulum pada setiap jenis,
jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan
Pendidikan Kewarganegaraan → Kurikulum Bersifat Nasioanal.
4. Landasan Filosofis
Pembahasan di dalam Pancasila berwujud dan bersifat filosofis secara praktis nilai-
nilai tersebut berupa pandangan hidup (filsafat hidup) berbangsa. Mempengaruhi alam
pikiran manusia berupa filsafat hidup, filsafat negara, etika, logika dan sebagainya, sehingga
memberikan watak (kepribadian dan identitas) bangsa. Berdasarkan filosofis dan objektif,
nilai-nilai yang tertuang pada sila-sila Pancasila merupakan Filosofi bangsa Indonesia
sebelum mendirikan Negara Republik Indonesia. Pancasila yang merupakan filsafat Negara
harus menjadi sumber bagi segala tindakan para penyelenggara Negara, menjadi jiwa dari
perundang-undangan yang berlaku bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu
dalam menghadapi tantangan kehidupan bangsa yang memasuki globalisasi, bangsa
Indonesia harus tetap mempunyai nilai-nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber nilai dalam
pelaksanaan kenegaraan yang menjiwai pembangunan nasional dalam bidang politik,
ekonomi, social-budaya dan pertahanan serta keamanan.
B. Tujuan Pancasila
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia dan merupakan pedoman pedoman bagi
bangsa ini. Sebelum kita mengetahui tujuan Pancasila, kita harus tau isi yang tertera dari
Pancasila tersebut. Berikut adalah bunyi atau isi yang tertera pada Pancasila :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Inidonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Berdasarkan bunyi dari ayat ayat diatas kita sebagai rakyat Indonesia perlu memahami dan
mengamalkan Pancasila sebab semua ayat-ayat yang terkandung diatas sangat baik dilakukan
sebagai petunjut diri ini untuk melakukan semua kebaikan. Dengan mempelajari pendidikan
Pancasila seseorang akan memndapatkan ketenangan hidup yang mengikuti perkembangan
jaman saat ini yang semakin maju dan berkembang. Melalui   Pendidikan Pancasila warga
negara Indonesia diharapkan mampu memahami,   menganalisa dan menjawab masalah-masalah
yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-
cita dan tujuan nasional
1. Tujuan Pendidikan Pancasila
Rakyat Indonesia melalui majelis perwakilannya menyatakan, bahwa pendidikan
nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan kebudayaa
bangsa Indonesia, diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat
bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri, sehingga mampu membangun
dirinya dan masyarakat sekelilingnya, serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan
nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan
agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku kebudayaan, dan
beraneka ragam kepentingan perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan. Dengan demikian,
perbedaan pemikiran, pendapat, atau kepentingan diatasi melalui keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2. Tujuan Nasional
Tujuan sebagaimana ditegaskan pembukaan tersebut diwujudkan melalui
pelaksanaan penyelenggaraan Negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan Pancasila dan undang-undang
dasar 1945.
3. Tujuan pendidikan nasional
Berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan
dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Pendidikan
Pancasila sebagai salah satu dari mata kuliah pengembangan kepribadian, memiliki misi dan
visi yang sama dengan mata dengan lainnya, yaitu sebagai berikut.
4. Misi pendidikan Pancasila
Misi pendidikan Pancasila menjadi sumber nilai dan pedoman bagi penyelenggaraan
program studi dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan kepribadiannya.
5. Visi pendidikan Pancasila
Bertujuan agar mahasiswa mampu mewujudkan nilai dasar agama dan kebudayaa
serta kesadaran berbangsa dan bernegara dalam menenrapkan ilmu pengetahuan, teknologi.
6. Kompetensi pendidikan Pancasila
Mencakup unsur filsafat Pancasila, dengan kompetnsinnya bertujuan menguasai
kemampuan berpikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas. Adapun
kompetensi yang diharapkan adalah sebagai berikut.
a. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang
bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya.
b. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan
kesejahteraan, serta cara pemecahannya.
Melalui pendidikan Pancasila , warga Negara Indonesia diharapkan mampu
memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat
bangsanya sevara berkesinabungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional,
seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945, sehingga dapat menghayati filsafat
dan ideologi Pancasila, serta menjiwai tingkah lakunya selaku warga negar republik
Indonesia dala melaksanakan profesinya.
7. Dasar substansi kajian pendidikan Pancasila
Berdasarkan landasan pendidikan Pancasila sebagaimna yang diuraikan di atas, maka
substansi kajian pendidikan Pancasila meliputi pokok-pokok bahasan sebagai berikut.
a. Pancasila sebagai filsafat
b. Pancasila sebagai etika politk
c. Pancasila sebagai ideologi Pancasila
d. Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia.
C. Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila
Mahasiswa dapat memahami latar belakang historis kuliah pendidikan Pancasila, dengan
memahami fakta budaya dan filsafat hidup bersama dalam suatu negara, dengan cara
mendiskusikannya diantara mereka, untuk itu harus didasari dengan pemahaman dasar-dasar
yuridis tujuan pendidikan nasional, pendidikan Pancasila serta kompetensi yang diharapkan dari
perkuliahan pendidikan Pancasila.
1. Pancasila Dalam Kontek Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Mahasiwa mengetahui kronologis sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yang
meliputi kejayaan zaman Sriwijaya Majapahit dan kerajaan lainnya. Menghayati perjuangan
bangsa melawan penjajah sebelum abad XX, serta perjuangan nasional. Memahami proses
perumusan dan pengesahan Pancasila dasar Negara Indonesia yang meliputi, kronologis
perumusan Pancasila dan UUD 1945, kronologi pengesahan Pancasila dan UUD 1945.
Memahami dinamika aktualisasi Pancasila sebagai dasar negara, serta dinamika
pelaksdanaan UUD 1945.
2. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Memberikan dasar-dasar ilmiah Pancasila sebagai suatu kesatuan sistematis dan
logis. Untuk memahami dasar kesatuan perlu didasari oleh pengertian teori sistem.
3. Pancasila Sebagai Etika bangsa
Proses pembelajaran mahasiswa diharappkan untuk memahami dan mengahayati
pengertian etika sebagai salah satu cabang filsafat praktis. Berikutnya menjelaskan
pengetian etika politik dan berdasarkan rincian nilai-nilai yang bterkandung di dalam
Pancasila, agar mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan untuk menerapkan norma-
norma etika yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan keraryaan, kemasyarakatan,
kenegaraan.
4. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Mahasiswa dapat menjelaskan ideologi umum menjelaskan makna ideologi bagi
bangsa dan negara. Menjelaskan pengertian macam-macam ideologi yang meliputi ideologi
terbuka, ideologi tertutup, ideologi komperehensif dan ideologi partikular.
5. Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan Indonesia
Mahasiswa juga diharapkan juga untuk memiliki kemampuan untuk menjelaskan isi
pembukaan UUD 1945, pembukaan sebagai “staasfundamentalnom”, menjelaskan
hubungan UUD 1945 dengan Pancasila dan pasal-pasal UUD 1945.
Sumber :
Kaelan, 2001, Edisi Reformasi, 2001, Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit  Paradigma.
Pranarka, A.M.W. 1985. Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila. Jakarta : CSIS
Subakti, YR, ed, 2013, Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: MPK USD
Sumber web :
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/389/jbptunikompp-gdl-dewitriwah-19403-1-%28pertemu-
a.pdf
http://gatot_sby.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/17755/BAB+I.pdf
http://www.unhas.ac.id/lkpp/Pancasila.pdf

Bacaan Anjuran
Habibie, B.J., 2011,” Reaktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”.
Republika, Rabu, 01 Juni 2011.
Kaelan, 2001, Edisi Reformasi, 2001, Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit  Paradigma.
Pranarka, A.M.W. 1985. Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila. Jakarta : CSIS
Subakti, YR, ed., 2013, Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: MPK USD

Sumber web :
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/389/jbptunikompp-gdl-dewitriwah-19403-1-%28pertemu-a.pdf
http://gatot_sby.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/17755/BAB+I.pdf
http://www.unhas.ac.id/lkpp/Pancasila.pdf

Anda mungkin juga menyukai