Pengantar Hukum Bisnis "Hukum Penyelesaian Sengketa"

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

PENGANTAR HUKUM BISNIS

“HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA”

Disusun Oleh :
Nama : Wina Priastuti
Stambuk : C 301 20 041
Kelas : Ak.5/Ak.E

Dosen Pengampu :
Dr. Suarlan Datu Palinge, S.H., M.H

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TADULAKO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Hukum
Penyelesaian Sengketa”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada bidang
mata kuliah Pengantar Hukum Bisnis. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Suarlan Datu Palinge, S.H., M.H
selaku dosen pada bidang mata kuliah Pengantar Hukum Bisnis yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Palu, 18 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................2
2.1 Pengertian Sangketa..............................................................................................................2
2.2 Pengertian Penyelesaian Sengketa........................................................................................2
2.3 Metode Penyelesaian Sengketa.............................................................................................3
2.4 Macam-Macam Penyelesaian Sengketa di Indonesia............................................................3
2.5 Contoh Kasus.........................................................................................................................6
BAB III....................................................................................................................................................8
PENUTUP...............................................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................8
3.2 Saran......................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah adalah salah satu bagian sumber daya alam yang terpenting dalam
kehidupan manusia. Indonesia adalah negara hukum yang berorientasi pada
kesehjetraan masyarakat umum. Tanah merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha
Esa, tanah juga merupakan kekayaan dan bersifat abadi. Seiring perkembangan zaman
sengketa tanah yang timbul akibat konflik tidak bisa dihindari lagi. Disebabkan
karena kebutuhan untuk tempat tinggal semakin berkurang dan bertambahnya jumlah
populasi manusia. Hal tersebut menuntut untuk perbaikan dalam bidang penataan
dalam penggunaan tanah untuk kesejahteraan masyarakat umum terutama pada
kepastian hukum. Banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mengupayakan dalam penyelesaian sengketa tanah dengan cepat untuk menghindari
konflik maupun penumpukan sengketa tanah, yang dapat merugikan berbagai macam
pihak. Oleh karena itu hukum dan penyelesaian sengketa tanah harus dikelola secara
cermat untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Masalah tanah
merupakan masalah yang paling dasar yang menyangkut pada hak rakyat maupun
masyarakat. Tanah memiliki nilai ekonomis yang berfungsi sosial, oleh karena itu
kepentingan pribadi atas tanah tersebut dikorbankan guna kepentingan umum. Hal ini
dilakukan agar pelepasan hak atas tanah dengan mendapatkan ganti rugi yang tidak
hanya berupa uang saja akan tetapi juga berbentuk tanah atau fasilitas lainnya. Selain
itu, mahasiswa dapat mengetahui prosedur yang dapat digunakan oleh masyarakat
terdahulu dalam menyelesaikan sengketa tanah seperti mengikut kebudayaan dan adat
pada masanya dan tempat-tempat tertentu yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hukum?
2. Apa yang dimaksud dengan Penyelesaian Sengketa?
3. Apa saja metode-metode Penyelesaian Sengketa yang pernah ada?
4. Apa saja macam-macam Penyelesaian Sengketa yang ada di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Dapat Memahami pengertian dari sengketa tanah.
2. Dapat menjelaskan tujuan dan asas pada penyelesaian sengketa tanah.
3. Dapat Mengetahui apa saja metode penyelesaian sengketa tanah.
4. Dapat Memahami macam-macam penyesalain sengketa tanah yang ada di
Indonesia.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sangketa
Dalam kamus Bahasa Indonesia, sengketa adalah pertentangan atau konflik.
Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi
terhadap satu objek permasalahan. Menurut Ali Achmad, sengketa adalah
pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda
tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum
antara keduanya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hukum adalah suatu
peraturan yang dibuat untuk menjaga ketertiban, tingkah laku manusia dengan adil
agar masyarakat memperoleh kesejahteraan.
2.2 Pengertian Penyelesaian Sengketa
Pengertian Sengketa Bisnis adalah perilaku pertentangan antara kedua orang
atau lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat
diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya. Dispute resolution atau
penyelesaian sengketa merupakan suatu upaya untuk menyelesaikan sengketa di luar
litigasi (non-litigasi). Berikut ini terdapat beberapa bentuk penyelesaian sengketa
diantaranya adalah:
1. konsultasi
2. negosiasi
3. mediasi
4. konsiliasi
5. arbitrase, dan lain-lain.
Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H. dalam bukunya Hukum Penyelesaian
Sengketa mengatakan bahwa secara konvensional, penyelesaian sengketa dalam dunia
bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas,
energi, infrastruktur, dan sebagainya dilakukan melalui proses litigasi. Dalam proses
litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain itu
penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium)
setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. Hal serupa juga
dikatakan oleh Rachmadi Usman, S.H., M.H. dalam bukunya Mediasi di Pengadilan,
bahwa selain melalui pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat
diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi), yang lazim dinamakan dengan
Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Bentuk penyelesaian sengketa dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Tidak dijabarkan lebih lanjut pengertian dari
masing-masing bentuk penyelesaian sengketa tersebut dalam UU No.30/1999.
Adapun, arbitrase dikeluarkan dari lingkup penyelesaian sengketa dan diberikan

2
definisi tersendiri dalam UU No.30/1999 yakni “cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. Alternative Dispute Resolution
(ADR) atau alternatif penyelesaian sengketa (APS) merupakan istilah yang pertama
kali dimunculkan di Amerika Serikat. Konsep ini merupakan jawaban atas
ketidakpuasan yang muncul di masyarakat Amerikat Serikat terhadap sistem
pengadilan mereka. Ketidakpuasan tersebut bersumber pada persoalan waktu yang
sangat lama dan biaya mahal, serta diragukan kemampuannya menyelesaikan secara
memuaskan. Pada intinya ADR/APS dikembangkan oleh praktisi hukum maupun
pada akademisi sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih memiliki akses
keadilan.
Penyelesaian Sengketa Litigasi /Pengadilan Non Litigasi
1. Peradilan Umum
a) Pengadilan Negeri
b) Penadilan Tinggi (Banding)
c) Mahkamah Agung (Kasasi)
d) Peninjauan Kembali (PK)
2. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
3. Pengadilan Agama
4. Pengadilan TIPIKOR
5. Pengadilan Militer
6. Pengadilan HAM
2.3 Metode Penyelesaian Sengketa
Mekanisme atau cara utama penyelesaian sengketa boleh digambarkan melalui
garis waktu dari proses negosiasi hingga ajudikasi. Dalam proses negosiasi,
penglibatan adalah secara sukarela dan para pihak yang bersengketa menyusun
penyelesaian untuk diri mereka. Seterusnya dalam garis waktu adalah mediasi,
dimana pihak ketiga membantu menawarkan penyelesaian dan setidaknya membantu
para pihak dalam mendapat suatu kesepakatan secara suka sama suka. Pada ujung
yang satu lagi dari garis waktu adalah ajudikasi (keduanya secara yudisial dan
administrastif), dimana para pihak dipaksa untuk ikut serta, kasus tersebut diputuskan
oleh seorang hakim, para pihak diwakili oleh pengacara masing-masing, prosedur-
prosedur tersebut bersifat formal, dan hasil yang didapatkan dikuatkuasakan dengan
hukum. Yang mendekati ajudikasi adalah arbitrase, dimana ianya lebih tidak formal
dan dimana putusan atau hasil boleh atau tidak boleh mengikat. Negosiasi, mediasi,
dan arbitrase merupakan komponen-komponen prinsip dari apa yang dinyatakan
sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) dalam kelompok atau kebiasaan ahli
hukum. Faktanya, ternyata terdapat beberapa bukti dimana firma-firma hukum berasa
kurang enak dengan tersebar luasnya penggunaan tujuan alternatif ini karena padanya
penghematan waktu dan uang bagi para pihak bisa diperkirakan apabila kemampuan
litigasi kurang meyakinkan.
2.4 Macam-Macam Penyelesaian Sengketa di Indonesia
1. Negosiasi

3
Negosiasi adalah cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui diskusi
(musyawarah) secara langsung antara pihak-pihak yang bersengketa yang
hasilnya diterima oleh para pihak tersebut. Dari pengertian tersebut, Anda dapat
merasakan bahwa negosiasi tampak lebih sebagai suatu seni untuk mencapai
kesepakatan daripada ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari.

Dalam praktik, negosiasi dilakukan karena 2 (dua) alasan, yaitu: (1) untuk
mencari sesuatu yang baru yang tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya
dalam transaksi jual beli, pihak penjual, dan pembeli saling memerlukan untuk
menentukan harga (di sini tidak terjadi sengketa); dan (2) untuk memecahkan
perselisihan atau sengketa yang timbul di antara para pihak.

Negosiasi didalam persengketaan terjadi apabila para pihak yang bersengketa


berusaha untuk menyelesaikan kesepakatan mereka tanpa melibatkan pihak
ketiga. Negosiasi adalah pengelolaan atau kesepakatan antara dua pihak dimana
para pihak yang bersengketa berusaha untuk membujuk antara satu sama lain,
menemukan titik dasar untuk diskusi, dan menjiwai jalan mereka melalui proses
give-and-take ke arah mencari penyelesaian.

2. Mediasi
Pengertian mediasi antara lain adalah upaya penyelesaian sengketa dengan
melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil
keputusan, yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian
(solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.

Jika diperhatikan pengertian mediasi tersebut, sebenarnya mediasi sulit


didefinisikan karena pengertian tersebut sering digunakan oleh para pemakainya
dengan tujuan yang berbeda-beda, sesuai dengan kepentingan mereka masing-
masing. Misalnya, di beberapa negara karena pemerintahnya menyediakan dana
untuk lembaga mediasi bagi penyelesaian sengketa komersial, banyak lembaga
lain menyebut dirinya sebagai lembaga mediasi. Jadi, di sini mediasi sengaja
dirancukan dengan istilah lainnya, misalnya konsiliasi, rekonsiliasi, konsultasi,
atau bahkan arbitrase.

Mediasi pula merupakan satu metode penyelesaian sengketa yang melibatkan


campur tangan pihak ketiga yang bersifat netral, yaitu mediator, antara pihak
yang bersengketa. Tidak sama dengan litigasi, dimana putusan akhir diputuskan
oleh oleh hakim, mediator tersebut tidak berwenang membuat apa-apa putusan.
Daripada jika penyelesaian itu diupayakan secara sendiri antara pihak-pihak yang
bersengketa. Ianya bisa jadi suatu jalan yang efektif dalam menyelesaikan
berbagai persengketaan jika kedua pihak saling berminat untuk mencari titik temu
dalam persengketaan mereka. Peran mediator dalam persengketaan tersebut
adalah sebagai pembimbing, pembantu dan pemangkin. Seseorang mediator boleh
dipilih oleh para pihak yang bersengketa. atau ditunjuk oleh seseorang yang
berwenang. Seorang mediator bisa jadi dipilih berdasarkan statusnya,
kedudukannya, kehormatannya, kewenangan yang dimilikinya, harta, atau

4
kekuasaan yang sah untuk mengenakan sanksi bagi pihak Tuhan atau yang
lainnya daya manusia yang berkuasa. Mediasi secara asasnya berintikan
mempengaruhi para pihak untuk saling bersepakat dengan membujuk kepada
kepetingan masing-masing. Mediator bisa menggunakan berbagai teknik untuk
merealisasikan objektif ini.

3. Konsiliasi
Konsiliasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan jalan damai dengan cara
mempertemukan pihak-pihak yang berselisih untuk mencari jalan tengah
penyelesaian konflik yang disepakati oleh pihak-pihak yang berselisih.
Hal yang menarik mengenai konsiliasi adalah konsiliasi pada dasarnya hampir
sama dengan mediasi, mengingat terdapat keterlibatan pihak ke-3yang netral
(yang tidak memihak) yang diharapkan dapat membantu para pihak dalam upaya
penyelesaian sengketa mereka, yaitu konsiliator. Namun demikian, Anda perlu
perhatikan bahwa konsiliator pada umumnya memiliki kewenangan yang lebih
besar daripada mediator, mengingat ia dapat mendorong atau “memaksa” para
pihak untuk lebih kooperatif dalam penyelesaian sengketa mereka. Konsiliator
pada umum dapat menawarkan alternatif-alternatif penyelesaian yang digunakan
sebagai bahan pertimbangan oleh para pihak untuk memutuskan. Jadi, hasil
konsiliasi, meskipun merupakan kesepakatan para pihak, adalah sering datang
dari si konsiliator dengan cara “mengintervensi”. Dalam kaitan itu, konsiliasi
dalam banyak hal mirip dengan mediasi otoritatif di mana mediator juga lebih
banyak mengarahkan para pihak.
4. Arbitrase
Pada dasarnya, arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa di luar peradilan,
berdasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak, dan dilakukan
oleh arbiter yang dipilih dan diberi kewenangan mengambil keputusan. Arbitrase
merupakan pilihan yang paling menarik, khususnya bagi kalangan pengusaha.
Bahkan, arbitrase dinilai sebagai suatu "pengadilan pengusaha" yang independen
guna menyelesaikan sengketa yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
mereka.

Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (untuk selanjutnya disingkat UU No. 30
Tahun 1999) disebutkan bahwa: “Sengketa yang dapat diselesaikan melalui
arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum
dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa.” Dengan demikian, sengketa seperti kasus-kasus keluarga atau
perceraian, yang hak atas harta kekayaan tidak sepenuhnya dikuasai oleh masing-
masing pihak, tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase.

Arbitrase merupakan suatu jalan lain dalam melibatkan pihak ketiga didalam
persengketaan. Tidak seperti mediasi, dimana pihak ketiga itu membantu para
pihak yang bersengketa dalam menemukan solusi mereka, arbitrase
membutuhkan putusan akhir dan perikatan dibuat keatas para pihak yang
bersengketa oleh pihak ketiga. Kedua para pihak yang bersengketa bersetuju di

5
awalnya mengenai masuknya pihak ketiga yang netral dan terhadap putusan
akhirnya nanti. Tidak seperti di peradilan, prosiding didalam arbitrase tetap bisa
secara privat dan para peserta bisa memilih untuk kemudahan dan tidak formalan.
Arbitrase dan cara bukan yudisial lain cenderung untuk mengurangkan biaya
yang dikenakan dalam penyelesaian sengketa karena kurangnya kesempatan
untuk mempengaruhi putusan arbitrator dan terutamanya apabila pengacara tidak
dibayar (diupah). Ianya juga lebih cepat ketimbang ajudikasi karena para peserta
bisa saja melanjutkan kapan pun jika mereka sudah sedia daripada harus
menunggu tanggal persidangan diatur.
5. Ajudikasi
Adalah penyelesaian masalah melalui jalur pengadilan. Keputusan dari ajudikasi
sangat mengikat. Jalan ini ditempuh jika kedua belah pihak saling bersikukuh
bahwa keduanya sama - sama benar tidak ada yang mau mengalah.

Ajudikasi pula merupakan cara formal dan publik dalam penyelesaian konflik dan
yang terbaik dicontohkan oleh peradilan. Peradilan mempunyai kewenangan
untuk campur tangan dalam persengketaan sama ada diinginkan atau tidak oleh
para pihak dan untuk mewartakan putusan serta untuk memaksakan tindakan
selanjutnya dari putusan tersebut. Di dalam ajudikasi, penekanannya adalah pada
kebenaran di mata hukum ditanggungjawab para pihak, ketimbang pengaruh-
pengaruh atau sebab-sebab atau kepuasan antara dua pihak yang terlibat.
2.5 Contoh Kasus
Kegiatan eksplorasi di Batu Hijau dilakukan sejak kontrak karya disetujui
antara PT. Newmont Nusa Tenggara dengan Pemerintah Indonesia. Dalam
praktiknya, kontrak ini menimbulkan sengketa antara masyarakat etnis Samawa dan
pemerintah Indonesia melawan PT. Newmont Nusa Tenggara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya sengketa antara lain adalah belum
dipenuhinya permintaan ganti rugi, masalah ketenagakerjaan, serta adanya pihak
ketiga yang masuk dalam kontrak. Masyarakat menginginkan penyelesaian secara
adat melalui negosiasi atau mediasi tetua adat. Faktor penyebab terjadinya sengketa
antara masyarakat etnis Samawa dengan PT. Newmont Nusa Tenggara dan antara
Pemerintah Indonesia dengan PT.Newmont Nusa Tenggara bervariasi. Faktor-faktor
tersebut, meliputi belum dipenuhinya permintaan ganti rugi oleh PT. Newmont
NusaTenggara (83%) belum jelasnya status hukum wilayah Kecamatan Ropang,
Kabupaten Sumbawa (12%). Penyebab utama timbulnya sengketa antara masyarakat
Desa Ropang, Kecamatan Ropang Kabupaten Sumbawa dengan PT. Newmont Nusa
Tenggara adalah karena tidak dipenuhinya permintaan masyarakat terhadap proposal
yang diajukan oleh masyarakat Desa Ropang, Kecamatan Ropang, Kabupaten
Sumbawa kepada PT. Newmont Nusa Tenggara (100%). Nilai proposal yang diajukan
oleh masyarakat Desa Ropang sebanyak Rp10milyar. Faktor penyebab timbulnya
sengketa divestasi saham antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa
Tenggara adalah karena tidak konsistennya PT. Newmont Nusa Tenggara dalam
melaksanakan kontrak karya (57%) dan adanya pihak ketiga (43%).Persepsi
masyarakat tentang. cara atau pola untuk mengakhiri atau menyelesaikan sengketa
antara masyarakat etnis Samawa dengan PT. Newmont Nusa Tenggara dan antara

6
Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara, meliputi hukum Negara
(4%), hukum adat (86%), dan arbitrase internasional (10%). Pola penyelesaian
sengketa yang paling dominan adalah menggunakan hukum adat. Cara-cara itu,
meliputi (1) tumaq barema atau tumaq basuan, dan (2)saling basabalong atau basasai
atau yasasapah

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan secaraLitigasi
atau penyelesaian sengketa di muka pengadilan. Selain melalui caraligitasi juga ada
cara yaitu melalui metode non litigasi. Cara yang dimaksudadalah melalui Arbitrase,
Negosiasi, Mediasi dan Konsoliasi. Penyelesaiansengketa secara litigasi tetap
dipergunakan manakala penyelesaian secaranonlitigasi tersebut tidak membuahkan
hasil. Jadi penggunaan metode nun ligitasiadalah sebagai salah satu mekanisme
penyelesaian sengketa diluar pengadilandengan mepertimbangkan segala bentuk
efesiensinya dan untuk tujuan masa yangakan datang sekaligus menguntungkan bagi
para pihak yang bersengketa.
3.2 Saran
Berakhirnya uraian penulis terhadap pembahasan terkait hukum penyelesaian
sangketa, maka penulis menyarankan kepada pembaca secara umum mahasiswa untuk
dapat lebih banyak mencari dan mengumpulkan referensi literatur dan sumber-sumber
lainnya membahas masalah yang sehingga pemahaman dan wawasan kita lebih
mendalam dan tepat.

8
DAFTAR PUSTAKA

Kansil, Prof. Drs. C.S.T., S.H Dan Charistine S.T. Kansil, S.H., M.H. Pengantar Ilmu
Hukum Indonesia. Jakarta:Rineka Cipta, 2014.
Kapindha, Ros Angesti Anas, Salvatia Dwi M, and Winda Rizky Febrina, “Efektivitas
dan Efisiensi Alternative Dispute Resolution (ADR) Sebagai Salah Satu Penyelesaian
Sengketa Bisnis Di Indonesia”. Privat Law 1 2. No. 4 (2014).
Santosa, Ahmad. Alternative Dispute Resolution (ADR) di Bidang Lingkungan Hidup.
Jakarta. 1995.
Soemartono, Dr. R.M. Gatot P., S.E., S.H., M.M. LL. M. Mengenal Alternatif
Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase,
Vago, Steven. Law and Society, New Jersey : Printice-Hall. 1988.

Anda mungkin juga menyukai