Anda di halaman 1dari 19

PENGARUH BUDAYA TERHADAP EMOSI

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah bimbingan dan konseling lintas
budaya

Dosen Pengampu : Nuraini, M.Pd.Kons

Disusun Oleh:

1. Syafira Ghaisani Zaman 2001015151

2. Ajeng Wahyuningtyas 2001015206

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahamatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadiran tuhan yang masa esa karena
akan berkat rahmat dan anugrahnya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Bimbingan dan konseling lintas budaya. Makalah yang berjudul Pengaruh budaya
terhadap emosi ini kami buat dalam rangka menyesuaikan tugas yang diberikan
oleh Nuraini, M.Pd.Kons.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan


makalah ini, khusnya kepada dosen mata kuliah ini selaku pembimbing,teman
teman yang telah memberikan inspirasi dengan semua orang yang telah kami
sebutkan satu persatu. Kami sadar makalah ini jauh dari kata sempurna ,oleh karena
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar kedepannya
makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk kami khususnya dan bagi para pembaca.

Jakarta, 11 Maret 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I ...................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 5

1.3 Tujuan ............................................................................................................... 5

BAB II ..................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6

2.1 Hakikat dan fungsi emosi .................................................................................. 6

2.2 Pengertian dan bentuk budaya .......................................................................... 9

2.3 Perbedaan budaya dalam mendefinisikan dan memahami emosi ................... 12

2.4 Pengaruh budaya terhadap emosi individu ..................................................... 13

BAB III.................................................................................................................. 18

PENUTUP ............................................................................................................. 18

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 18

3.2 Saran................................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial, yang dimana dalam setiap diri individu
memiliki emosi untuk menyatakan bahwa semua kebahagian maupun kesedihan
yang dialami individu memberikan arti bagi individu itu sendiri. Emosi memberi
tahu individu tentang seperti apa diri mereka sebenarnya seperti apa kualitas
hubungan kita dengan seseorang dan seperti apa kita sebaiknya berperilaku.

Hidup tanpa emosi dan perasaan, sukacita dan kesedihan datang silih
berganti mewarnai kehidupan seseorang. Sukacita merayakan kemenangan,
kebahagiaan dicintai dan mencintai, sukacita melakukan aktivitas yang
menyenangkan bersama teman dan keluarga. Sebaliknya, perasaan negative atau
tidak menyenangkan menghampiri individu dalam kehidupannya, seperti kesedihan
ketika berpisah dengan orang yang kita cintai, kematian anggota keluarga,
kemarahan yang dirasakan ketika disakiti oleh orang lain, ketakutan ketika
menghadapi situasi yang tidak diinginkan atau rasa bersalah dan malu yang
dirasakan ketika berbuat kesalahan

Perasaan dan emosi dapat menjadi aspek penting dalam kehidupan manusia.
Setiap individu akan berbeda dalam mengemas dan mengelola emosi, serta
mengekspresikan emosi ke dunia luar. Namun meskipun berbeda, terdapat beberapa
emosi yang diekspresikan secara universal. Persamaan dan perbedaan dalam
mengekspresikan emosi dapat dipengaruhi oleh faktor budaya. Setiap kebudayaan
memiliki stereotip emosi yang berbeda-beda dan cara yang berbeda pula dalam
menanggapi emosi yang ditunjukkan orang lain. Perbedaan budaya dapat
menimbulkan perbedaan dalam mempersepsikan emosi, menilai dan mengevaluasi
emosi sehingga budaya memberikan pengaruh dalam kehidupan emosi manusia.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakikat dan fungsi emosi dalam individu?


2. Bagaiman pengertian dan bentuk budaya?
3. Apa Perbedaan budaya dalam mendefinisikan dan memahami Emosi?
4. Bagaimana pengaruh budaya terhadap emosi individu?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui hakikat dan fungsi emosi dalam individu


2. Untuk mengetahui pengertian dan bentuk budaya
3. Untuk mengetahui perbedaan budaya dalam mendefinisikan dan memahami
emosi
4. Untuk mengetahui pengaruh budaya terhadap emosi individu

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hakikat dan fungsi emosi

Emosi atau dalam bahasa Inggris emotion berasal dari bahasa Latin
“emovere”. “E” berarti keluar, dan “movere” berarti bergerak. Secara harfiah,
movere berarti bergerak menjauh yang menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal yang mutlak dalam emosi (Goleman, 1995). OSHO
(2008) menambahkan bahwa emosi berasal dari kata “motion” yang artinya tak
pernah diam dan tak pernah akan menjadi permanen, ia akan terus selalu berubah
dari situasi ke situasi oleh karena seluruh emosi, sentimen, dan pikiran telah
dimanipulasi dari luar.

Perasaan (pikiran) adalah sebuah mekanisme untuk merekam pengalaman-


pengalaman dari luar (kumpulan kesan), mereaksi dan merespon sesuai dengan
stimulus yang muncul yang merupakan perwujudan dari totalitas kesadaran
kemanusiaan. Emosi merupakan sebuah kesatuan mental dan fisik yang dibangun
oleh berbagai variasi perasaan, pikiran, dan tingkah laku yang menentukan
kepekaan subjektif yang mendorong dan mengontrol gagasan dan kecenderungan
bertindak dalam berbagai aktivitas manusia.

Pada hakikatnya emosi merupakan gambaran dari perasaan manusia saat


menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang berbeda. Hal itu wajar, karena emosi
ini merupakan reaksi alamiah manusia terhadap berbagai kondisi yang nyata, maka
sejatinya tidak ada emosi yang baik ataupun emosi yang buruk. Dalam buku
psikologi yang ditulis Atkinson (1983) yang membahas mengenai masalah emosi,
dijelaskan bahwa ada 2 jenis emosi, yaitu emosi yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan. Martin (2003), menyatakan bahwa emosi baik atau buruknya itu
hanya bergantung pada dampak yang akan ditimbulkan baik bagi diri maupun bagi
orang lain yang ada di sekitarnya.Sedangkan menurut Silvan Tomkins, beliau
menggolongkan emosi ke dalam hal yang cukup sederhana. Menjadi delapan
golongan emosi, iaitu malu, khawatir, sedih, jijik, marah, terkejut, gembira, dan

6
senang. Dan The Li Chi pun menggolongkan emosi yang lebih rinci, hal ini pun
diungkapkan oleh Prinz (2004). Menggolongkan emosi ke dalam sembilan
golongan, yaitu kasih sayang, rangsangan, jijik, menderita, cemas, panik, dan
enggan puas.

Dalam memahami emosi, ada empat penggolongan emosi dasar, yaitu:

1. Emosi Senang

Hal ini merupakan emosi yang memberikan gambaran tentang rasa senang yang
dialami oleh seseorang, hal ini terjadi dari bermacam-macam jenis perasaan senang,
yaitu: bahagia, gembira, cinta, dan riang.

2. Emosi Sedih

Emosi ini memiliki gambaran mengenai perasaan yang tidak senang yang dialami
oleh seseorang dalam menghadapi suatu kondisi tertentu. Macam-macam perasaan
dalam kondisi ini, yaitu malu, hampa, kecewa, dan duka.

3. Emosi Takut

Hal ini merupakan kondisi yang mana ada gambaran rasa tidak senang yang dijalani
oleh seseorang, baik itu terhadap hal yang berasal dari luar diri maupun yang ada
di dalam diri sendiri. Untuk emosi rasa takut yang berasal dari hal di luar diri
misalnya takut akan perampok, takut pada hewan buas, dan begal. Sedangkan,
untuk perasaan takut yang berasal dari hal yang ada dalam diri sendiri, misalnya
takut tidak naik kelas, takut untuk mencoba dan lain-lain..

4.Emosi Marah.

Dalam emosi marah terdapat gambaran mengenai perasaan terhadap sesuatu suatu
objek, misalnya keadaan lingkungan, hubungan sosial, perilaku orang, dan
peristiwa. Berbagai emosi yang sejenis ini berasal dari masing-masing emosi dasar
dan hal ini tidak yang bersifat universal, tidak bersifat khusus, yang dalam
pengertiannya bahwa katas emosi hanya ada di dalam suatu golongan atau

7
kelompok tertentu saja yang sesuai dengan budaya golongan atau kelompok
tertentu.

Dalam bentuknya emosi mempunyai suatu karakteristik. Karakteristik tersebut


antara lain, yaitu:

1. Temperamen atau kepribadian, proses epigenetik, evolusi budaya merupakan


hal-hal yang dapat mempengaruhi emosi. Dalam hal ini membuat emosi
tanggap akan rangsangan yang berlaku.
2. Proses bio-evolusi merupakan asal muasal dari emosi.
3. Awalnya emosi diaktifkan oleh sebuah rangkaian dari proses persepsi yang
sederhana.
4. Apabila emosi merupakan urutan yang pertama, maka emosi memiliki regulasi
yang khas untuk memandu tindakan dan kognisi.
5. Fase dari proses neurobiologis merupakan komponen dari motivasi dan
komponen perasaan yang unik dan khas.
6. Emosi pada dasarnya menyiapkan sumber untuk terus-menerus memotivasi dan
memberikan informasi yang menjadi panduan dalam kognisi dan tindakan
bekerja.

Emosi memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Pembangkit Energi (energizer) emosi membangkitkan dan memobilisasi energi


kita, marah menggerakkan kita untuk menyerang, takut menggerakkan kita
untuk lari, dan cinta mendorong kita untuk mendekat dan bermesraan.
2. Pembawa Informasi (messenger) :jika marah, kita mengetahui bahwa kita
dihambat atau diserang orang lain; sedih berarti kita kehilangan sesuatu yang
kita senangi; bahagia berarti memperoleh sesuatu yang kita senangi; atau
berhasil menghindari apa yang kita benci.
3. Mempertahankan hidup (survival) kita mendambakan kesehatan dan
mengetahuinya ketika kita merasa sehat walafiat, kita mencari keindahan dan
mengetahui bahwa kita memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan
estetis dalam diri kita.

8
4. Pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal pembicara yg menyertakan
seluruh emosi dlm pidato dipandang lebih hidup, lebih dinamis dan lebih
meyakinkan.

Emosi memiliki dampak positif (baik) dan negatif (buruk) pada diri manusia.
Berikut adalah keterangan mengenai penjelasan dampak emosi positif dan dampak
emosi negatif, yaitu:

a.Dampak Emosi Positif

Dalam dampak ini yang biasanya terjadi pada diri manusia berwujud pada
perasaan bahagia, ceria, damai, senang, dan adanya rasa syukur. Hal ini
biasanya menjelaskan sebuah evaluasi diri atau perasaan yang menyenangkan
dan menguntungkan.

b.Dampak Emosi Negatif

Dampak dari emosi negatif biasanya perasaan menangis, marah, kecewa, sedih,
benci, dan lain-lain. Biasanya emosi ini menunjukkan sebuah evaluasi diri atau
adanya perasaan yang merugikan.

2.2 Pengertian dan bentuk budaya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya memiliki arti akal budi,
secara umum, budaya dapat diartikan sebagai suatu cara hidup yang terdapat pada
sekelompoh manusia, yang telah berkembang dan diturunkan dari generasi ke
generaasi dari sesepuh kelompok tersebut. Menurut Koentjaraningrat, budaya
adalah semua sistem ide, gagasan, rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan oleh
manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang nantinya dijadikan klaim manuaia
dengan cara belajar.

9
Menurut (Kluckhohn, 1989), ada tujuh unsur yang membentuk suatu budaya
atau kebudayaan, yaitu:

1. Bahasa, yaitu mencakup bahasa lisan mapun tulisan yang memiliki fungsi
sebagai cara berinteraksi, dan merupakan salah satu tanda adanya budaya pada
suatu peradaban.

2. Sistem pengetahuan, yaitu mencakup pengetahuan mengenai berbagai macam


hal seperti perilaku sosial, organ manusia, flora dan fauna, waktu, dan lain
sebagainya.

3. Sistem religi, yaitu mencakup aliran kepercayaan yang dianut oleh masyarakat.
Kegiatan unsur kebudayaan sistem religi misalnya upacara atau tradsi kepercayaan
tertentu.

4. Sistem mata pencaharian manusia, yaitu mencakup metode masyarakat untuk


bertahan hidup, seperti bercocok tanam, berdagang, bertani, dan lain sebagainya.
5. Sistem teknologi manusia, yaitu mencakup peralatan produksi, transportasi,
proses distribusi, dan komunikasi, serta tempat-tempat untuk menyimpan beda dan
atau manusia. Rumah, senjata, dan perkakas merupakan unsur kebudayaan yang
diciptakan oleh peradaban manusia.

6. Sistem kemasyarakatan, yaitu mencakup sistem keluarga, organisasi,


kekerabatan, komunitas, hingga negara. Sejak lahir manusia telah menjadi bagian
organisasi, yaitu keluarga dan terikat dalam kegiatan keagaman.

7. Kesenian, yaitu mencakup berbagai bentuk seni, seperti seni musik, seni tari,
seni lukis, sastra, arsitektural, dan lain-lain. Setiap karya manusia yang
mengandung seni merupakan unsur budaya.

10
ciri-ciri dari budaya itu sendiri yang memiliki beberapa poin. Diantaranya adalah:

a) Budaya merupakan sebuah simbol, simbol ini kemudian bisa digunakan


untuk menyimbolkan atau menyebutkan dan menjelaskan suatu daerah atau
mungkin suatu kelompok masyarakat.
b) 2.Budaya merupakan warisan dan bawaan yang meskipun demikian tetap
harus dipelajari dan diketahui oleh para generasi penerus agar tetap lestari
dan dikenal dunia.
c) Budaya bisa dan seringnya memang diwariskan secara turun temurun,
bahkan tanpa dituangkan dalam bentuk tulisan atau dokumentasi lain proses
mewariskan budaya tetap bisa terjadi.
d) Budaya bisa tersebar atau wariskan maupun diperkenalkan melalui kegiatan
komunikasi. Baik itu komunikasi antar kelompok, antar individu, maupun
antar generasi.
e) Budaya memiliki sifat dinamis, meskipun seringnya tidak mudah berubah
namun budaya bisa berubah seiring dengan perubahan zaman.
f) Budaya juga diketahui memiliki pola selektif yang hanya diterapkan dan
diwariskan kepada kelompok masyarakat tertentu di sebuah daerah atau
wilayah.
g) Antara berbagai unsur dari budaya maka akan terbentuk sebuah hubungan
yang saling mempengaruhi, melengkapi, dan juga berkaitan sangat erat satu
sama lain.
h) Budaya memiliki sifat etnosentrik, sehingga setiap kelompok masyarakat
yang memiliki sebuah budaya akan menganggapnya sebagai budaya yang
terbaik diantara budaya lainnya.
i) Budaya kemudian diketahui bisa mengalami perubahan dengan adanya
globalisasi. Sehingga ada lebih banyak budaya yang menyatu dan kemudian
saling melengkapi, penerapannya kemudian saling beriringan oleh suatu
masyarakat.

11
2.3 Perbedaan budaya dalam mendefinisikan dan memahami emosi

1. Konsep dan definisi emosi

Banyak studi yang menyatakan bahwa hampir setiap kebudayaan memiliki


suatu konsep tentang emosi.Tapi tidak semua budaya yang ada di dunia memiliki
konsep emosi.Levy (1973- 1983) menyatakan bahwa orang Tahiti tidak mempunyai
kata untuk emosi.Lutz, (1983) juga menyatakan orang ifaluk dari kepulawan
Mikronesia tidak memiliki kata untuk emosi.dengan demikian kata dan konsep
emosi adalah sesuatu yang khas untuk budaya-budaya tertentu.

2. Perbedaan Makna Emosi Bagi Orang Dan Dalam Prilaku Lintas Budaya

Menurut psikologi Amerika, emosi mengandung makna personal yang amat


kental karna psikologi amerika mengandung perasaan batin (inner feeling), dalam
budaya lain emosi memiliki peran yang berbeda, misanya banyak budaya yang
menganggap emosi sebagai pernyataan-pernyataan tentang hubungan antara orang
dan lingkungannya, bagi orang Ifaluk di Mikronesia (Lutz,1982) maupun orang
Tahiti (Levy,1984) emosi merupakan pernyataan mengenai hubungan- hubungan
sosial dan lingkungan fisik. Sedangkan konsep jepang menunjukan pada hubungan
ketergantungan antara dua orang.

3. Perubahan pada tubuh saat terjadi emosi

Terutama pada emosi yang kuat, seringkali terjadi juga perubahan


perubahan pada tubuh kita yaitu:

a. Reaksi elektris pada kulit: mengingat bila terpesona.

b. Peredaran darah: bertambah cepat bIla marah:

c. Denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut.

d. Pernafasan: bernaas panjang kalau kecewa.

e. Pupil mata: membesar bila sakit atau marah.

f. Liur: mongering atau takut atau tegang.

12
4. Menggolongkan Emosi

Membedakan satu emosi dari emosi lainnya dan menggolongkan emosi-


emosi yang sejenis kedalam suatu golongan atau satu tipe sangat sukar dilakukan
hal-hal berikut ini:

Emosi yang sanat mendalam (misalnya sangat marah, atau sangat takut)
menyebabkan aktifitasa badan sangat tinggi sehingga seluruh tubuh aktif, dan
dalam keadaan seprti ini sukar menentukan apakah seseorang sedang takut atau
sedang marah.Satu orang dapat menghayati satu macam emosi dengan berbgai cara
misalnya kalau marah ia bergetar ditempat, tetapi lain kali ia memaki maki atau
mungkin lari.Nama yang umumnya diberikan kepada berbagai jenis emosi biasanya
didasarkaan pada sifat rangsangnya, bukan padakeadaan emosinya sendiri.Jadi
takut adalah emosi yang timbul terhadap sesuau yang bahaya adalah emosi yang
timbul terhadap sesuatu yang menjengkelkan.Pengenalan emosi secara subjektif
dan introspektif di lakukan karena selalu saja ada pengaruh dari lingkungan.

2.4 Pengaruh budaya terhadap emosi individu

Beberapa ahli berpendapat bahwa emosi merupakan hasil manifestasi dari


keadaan fisiologis dan kognitif manusia, dan juga merupakan cermin dari pengaruh
kultur budaya dan sistem sosial (Barret & Fossum, 2001). Kultur dan sistem sosial
tempat individu tinggal dan menetap akan membatasi dan mengatur kepada siapa,
kapan dan di mana saja seseorang boleh memperlihatkan dan merahasiakan emosi-
emosi tertentu, serta dengan cara seperti apa emosi tersebut akan dimunculkan
melalui perilaku nonverbal dan ekspresi wajah (Ekman, 1992). Hal itu akan
dipelajari oleh individu sebagai nilai-nilai dalam budaya di lingkungan sosial yang
ditinggali (Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 1999).

Ditinjau dari perspektif multibudaya, ekspresi emosi akan memberikan


perbedaan meskipun ekspresi emosi tertentu tampak universal pada semua budaya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekspresi emosi dapat disebabkan karena
pembawaan biologis individu sejak lahir. Oleh karena itu, penting untuk memiliki
pemahaman yang kuat tentang dasar biologis emosi yang mungkin dimiliki oleh

13
semua manusia terlepas dari pengaruh budaya. Menurut Darwin (dalam Matsumoto
& Juang, 2013), manusia mengekspresikan emosi di wajah mereka persis dengan
cara yang sama di seluruh dunia, terlepas dari ras atau budaya.

Menurut Kurniawan dan Hasanat (2007), pada budaya kolektif seperti


kebanyakan kultur negara-negara Asia, maka pesan yang disampaikan ketika
berkomunikasi lebih banyak secara implisit, sehingga banyak perilaku terkadang
belum tentu sesuai dengan maksud yang sebenarnya. Perbedaan persepsi tersebut
tentunya akan memengaruhi kondisi emosional masing-masing individu yang
saling berkomunikasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang dari budaya
yang berbeda setuju terhadap pesan emosi yang paling menonjol yang disampaikan
dalam ekspresi wajah universal. Yrizarry, Matsumoto, dan Wilson-Cohn (dalam
Matsumoto & Juang, 2013) melaporkan bahwa ketika menilai ekspresi marah,
orang Amerika dan Jepang sepakat bahwa kemarahan adalah emosi yang paling
menonjol yang digambarkan dalam ekspresi wajah.

Namun, orang Amerika lebih menunjukkan ekspresi marah bila sedang


merasakan disgust dan penghinaan, sedangkan orang Jepang lebih menunjukkan
ekspresi marah jika sedang mengalami kesedihan. Senyum adalah tanda umum dari
ucapan, pengakuan, atau penerimaan. Senyuman dapat diartikan bermacam-
macam. Senyum dapat digunakan untuk menutupi emosi dan masing-masing
budaya memiliki perbedaan dalam menggunakan senyuman. Misalnya ketika
individu sedang mengalami kegelisahan atau kesedihan, maka ketika sedang
berkomunikasi sedikit mungkin akan menyembunyikan perasaan aslinya dengan
tetap menampilkan senyum. Matsumoto dan Kudoh (dalam Matsumoto & Juang,
2013) memperoleh tingkat perbandingan senyum dan non senyum (netral) pada
orang Jepang dan orang Amerika berkaitan dengan kecerdasan, daya tarik, dan
sosialisasi.

Wajah tersenyum Amerika dinilai lebih cerdas daripada wajah netral orang
Jepang. Orang Amerika dan Jepang keduanya diketahui memiliki wajah tersenyum
yang lebih ramah daripada wajah netral, tetapi perbedaannya lebih besar pada orang
Amerika. Perbedaan ini menunjukkan bahwa display rules menyebabkan orang

14
Jepang dan orang Amerika memiliki atribut yang berbeda dalam tersenyum, dan
berfungsi sebagai penjelasan yang baik untuk merasakan perbedaan besar dalam
gaya komunikasi di lintas budaya. Lebih lanjut, dipaparkan bahwa perbedaan
budaya yang ditemukan dalam beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan
emosi.

Sebagai contoh, (Scherer, dkk. dalam Matsumoto & Juang, 2013)


melakukan penelitian dengan menguji perbedaan antara orang Eropa, Amerika, dan
Jepang mengenai frekuensi kemunculan emosi. Hasil penelitian menemukan bahwa
dibandingkan orang Amerika dan Eropa, orang Jepang dilaporkan lebih sering
mengalami emosi senang, sedih, takut, dan marah. Dibandingkan orang Eropa,
orang Amerika dilaporkan lebih sering bahagia dan marah. Orang Amerika
merasakan emosi untuk jangka waktu yang lebih lama dan dengan intensitas yang
lebih besar daripada orang Eropa atau Jepang. Lusiana (2010) meneliti konsep malu
dan bersalah pada orang Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa munculnya
emosi malu dan bersalah pada orang Jepang terjadi dalam konteks sosial, dalam
pengertian selalu melibatkan orang lain. Orang Jepang memiliki kedekatan
emosional di mana individu menjadi bagian dari anggotanya, dan memiliki ikatan
emosional di antara anggota.

Kedekatan emosional pada budaya Jepang disebut dengan uchi. Setiap


individu memiliki uchi-nya sendiri, tergantung pada kelompok mana ia menjadi
anggota atau kuat tidaknya ikatan emosional. Pada individu berlatarbelakang
budaya Jepang, perasaan malu muncul pada saat orang lain mengevaluasi diri kita.
Di sini terlihat bagaimana pengaruh kelompok sosial dalam membentuk perilaku
individu tersebut dan masyarakat Jepang menyenangi berkehidupan sebagai sebuah
kelompok. Berdasarkan penelitian-penelitian yang diuraikan di atas, dalam
pandangan ini, budaya membentuk emosi karena budaya yang berbeda memiliki
realitas yang berbeda pula dan mereka menghasilkan perbedaan kebiasaan dalam
mengalami emosi. Hal ini disebut dengan "konstruksi budaya emosi". Ditinjau dari
anteseden emosi, yaitu peristiwa atau situasi yang memicu atau menimbulkan
emosi, sejumlah ilmuwan berpendapat bahwa anteseden emosi harus sama di lintas

15
budaya, setidaknya untuk emosi yang universal, karena emosi ini secara budaya
sama dan semua manusia mengalami ekspresi tersebut. Banyak penelitian yang
mendukung universalitas anteseden emosi (Scherer, dkk. dalam Matsumoto &
Juang, 2013) menemukan banyak kesamaan dan perbedaan ekspresi emosi ditinjau
dari anteseden emosi. Acara kebudayaan, kelahiran anggota keluarga baru, dan
situasi yang berhubungan dengan prestasi merupakan anteseden sukacita bagi orang
Eropa dan Amerika daripada Jepang.

Dibandingkan orang Jepang, kematian anggota keluarga atau teman dekat,


perpisahan dengan orang yang dicintai, dan berita meninggal dunia lebih sering
memicu kesedihan daripada orang Eropa dan Amerika, namun permasalahan
tentang hubungan atau relasi dengan orang lain menghasilkan kesedihan yang lebih
mendalam bagi orang Jepang daripada orang Amerika atau Eropa. Bertemu dengan
orang asing atau orang yang tidak dikenal dan situasi yang berhubungan dengan
prestasi menimbulkan rasa takut yang berlebihan bagi orang Amerika, sedangkan
situasi baru, perjalanan, dan hubungan dengan orang lain menjadi elisitor yang lebih
sering ditakuti bagi orang Jepang. Akhirnya, situasi yang melibatkan orang asing
menjadi elsitor emosi marah bagi orang Jepang daripada orang Amerika atau Eropa.
Situasi yang melibatkan relationship lebih banyak memunculkan amarah bagi orang
Amerika daripada Jepang. Temuan ini memperjelas bahwa situasi atau peristiwa
yang sama tidak akan selalu memicu emosi yang sama pada orang di seluruh
kebudayaan.

Mulyana (dalam Kurniawan & Hasanat, 2007) pada umumnya di Indonesia


masih sering terdengar stereotip-stereotip kesukuan yang menunjukkan
karakteristik pengungkapan emosi suatu kultur tertentu dalam proses interaksi
sosial. Misalnya, orang-orang Jawa dan Sunda beranggapan bahwa mereka halus
dan sopan, dan orang-orang Batak kasar dan nekat, berwajah sangar, dan suka
berbicara dengan intonasi keras. Orang Batak sendiri menganggap bahwa orang
Jawa dan Sunda lebih halus dan spontan, namun lemah dan tidak suka terus terang.

16
Apa yang orang Jawa dan Sunda anggap sebagai kekasaran, bagi orang
Batak justru kejujuran. Apa yang orang Jawa dan Sunda anggap kehalusan, bagi
orang Batak adalah kemunafikan dan kelemahan. Kurniawan dan Hasanat (2007)
melakukan penelitian tentang perbedaan ekspresi emosi pada beberapa tingkat
generasi suku Jawa di Yogyakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan ekspresi emosi


universal pada semua golongan usia suku Jawa di Yogyakarta. Tingkat
pengekspresian emosi terhadap emosi universal berada pada kategori sedang.
Ditinjau dari cara mengungkap ekspresi emosi pada ketujuh jenis ekspresi emosi,
yaitu marah, muak, jijik, takut, sedih, bahagia, dan terkejut, ke dalam 6 kategori
cara ekspresi emosi, yaitu: diam tidak melakukan apa-apa,
pergi/menjauh/menghindar situasi, mengabaikan perasaan, mencari penyebab
timbulnya perasaan, membatalkan niat/aktivitas yang akan dilakukan, mencari
teman dan berteriak.

Dari ketujuh respons emosi tersebut perilaku pergi menjauh atau


menghindari situasi adalah jawaban yang paling banyak diberikan oleh subjek
penelitian. Penelitian mengenai emosi pada beberapa budaya di Indonesia juga
dilakukan oleh Minauli, Desriani, dan Tuapattinaya (2006) yang meneliti tentang
perbedaan penanganan kemarahan pada situasi konflik dalam keluargas suku Jawa,
Batak, dan Minangkabau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan
dengan perempuan, laki-laki lebih peaceful dalam menangani kemarahan dalam
situasi konflik dalam keluarga suku Jawa, Batak, dan Minangkabau. Laki-laki suku
Minangkabau memiliki rasio peaceful yang paling tinggi dibandingkan dua suku
lainnya, disusul dengan suku Jawa dan suku Batak. Demikian pula perempuan suku
Minangkabau ternyata lebih peaceful kemudian disusul perempuan suku Batak dan
suku Jawa.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Emosi merupakan sebuah kesatuan mental dan fisik yang dibangun oleh
berbagai variasi perasaan, pikiran, dan tingkah laku yang menentukan kepekaan
subjektif yang mendorong dan mengontrol gagasan serta kecenderungan untuk
bertindak dalam berbagai aktivitas manusia. Emosi jarang diungkap melalui kata-
kata, namun lebih sering diungkap melalui isyarat. Kunci untuk memahami
perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal, yang meliputi nada
bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya. Perbedaan budaya memainkan
peran dalam mempersepsikan emosi sehingga berpengaruh terhadap bagaimana
individu dalam mengekspresikan emosi tersebut. Sekalipun beberapa ekspresi
emosi universal pada semua budaya, namun beberapa penelitian studi lintas budaya
yang telah diuraikan di depan menunjukkan bahwa situasi atau peristiwa yang sama
tidak akan selalu memicu emosi yang sama pada individu di seluruh kebudayaan,
sehingga perbedaan budaya akan menimbulkan perbedaan dalam ekspresi emosi.

3.2 Saran

Dengan adanya makalah tentang Pengaruh budaya terhadap emosi ini,


pembaca dapat memahami kondisi emosi seseorang dan bisa lebih menghargai
perbedaan budaya pada setiap orang. Makalah ini jauh dari kesempurnaan, kritik
dan masukan dari pembaca dapat menambah kesempurnaan dari makalah
ini.mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi
penulis.

18
DAFTAR PUSTAKA

Matsumoto,D.2008.Pengantar Psikologi Lintas Budaya.Yogyakarta:Pustaka


Belajar

Minauli, I., Desriani, N., & Tuapattinaya, Y.MR. (2006). Perbedaan penanganan
kemarahan pada situasi konflik dalam keluarga suku Jawa, Batak, dan
Minangkabau. Psikologia, 2(1), 1-6.

OSHO. 2008. Emotional learning. Terj. Ahmad Kahfoi. Jogjakarta: Baca.

Dayasikindan Yuniardi. 2012. Budaya dan emosi. Diakses tanggal 11 Maret 2023
https://www.academia.edu/31916146/Budaya_dan_Emosi

Wade, C., & Tavris, C. (2008). Psychology. New Jersey: Prentice Hall.

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000)

Prosiding Seminas Nasional Psikologi Indigenous Indonesia 2016“Kebhinekaan


dan Masa Depan Indonesia: Peran Ilmu Sosial dala Masyarakat”Universitas
Negeri Malang

19

Anda mungkin juga menyukai