Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ardiansyah Iqbal Hakim

Nim : 042784119
Matkul : HPI

Uraikanlah perjanjian internasional yang menjadi sumber hukum untuk


mencegah dan menindak kejahatan perdagangan manusia!
Jawab :
Perjanjian internasional yang menjadi sumber hukum untuk mencegah dan menindak
kejahatan perdagangan manusia adalah Protokol Palermo. Protokol Palermo disahkan
oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2000 sebagai bentuk
tanggapan terhadap meningkatnya masalah perdagangan manusia di seluruh dunia.
Protokol Palermo bertujuan untuk mencegah, menindak dan memberantas
perdagangan manusia melalui identifikasi, penuntutan dan pengadilan terhadap pelaku
kejahatan perdagangan manusia, serta melindungi korban perdagangan manusia.

Protokol Palermo mengatur tentang hak asasi manusia dan tidak memperbolehkan
adanya perdagangan manusia, baik untuk tujuan eksploitasi seksual, pekerjaan paksa,
perdagangan organ, atau kegiatan ilegal lainnya. Protokol Palermo juga mengatur
tentang hubungan antar negara dalam menangani kejahatan perdagangan manusia dan
penegakan hukum internasional atas pelaku kejahatan tersebut.

Selain itu, protokol ini juga memberikan definisi yang jelas tentang apa itu perdagangan
manusia, korban perdagangan manusia, serta mengatur tindakan untuk perlindungan
korban perdagangan manusia, termasuk pemulangan mereka ke negara asal. Protokol
Palermo mendorong kerja sama internasional dalam pencegahan dan penyelesaian
kasus perdagangan manusia, termasuk pertukaran informasi, pelatihan, dan bantuan
teknis, serta memperkuat kerja sama internasional antara negara yang terkait dalam
memberikan penanganan secara serius atas kejahatan perdagangan manusia.

• a) Jelaskan indikator unwilling (ketidakmauan) Pengadilan Nasional


dalam mengadili pelanggaran HAM Berat!
Jawab : Berdasarkan pasal 17 ayat (2) Statuta Roma suatu negara dikatakan tidak mau
(unwilling) untuk mengadili pelaku kejahatan internasional didasarkan oleh beberapa
pertimbangan yaitu :
a. Langkah-langkah hukum sudah atau sedang dilakukan atau keputusan nasional
diambil untuk tujuan melindungi orang yang bersangkutan dari tanggungjawab pidana
atas kejahatan yang berada dibawah yurisdiksi mahkamah sebagaimana tercantum
dalam pasal 5;
b. Ada suatu penangguhan yang tidak dapat dibenarkan dalam langkah- langkah hukum
yang dalam keadaan itu tidak sesuai dengan maksud untuk membawa orang yang
bersangkutan ke depan mahkamah;
c. Langkah-langkah hukum dulu atau sekarang tidak dilakukan secara mandiri atau
tidak memihak, dan langkah-langkah tersebut dilakukan dengan cara dimana, dalam hal
itu tidak sesuai dengan maksud untuk membawa orang yang bersangkutan ke depan
mahkamah.
Akan tetapi meskipun Statuta Roma memberikan kriteria mengenai dalam keadaan
seperti apa suatu negara dapat dikatakan tidak mau (unwilling) oleh ICC untuk
mengadili suatu kejahatan, statuta roma tidak memberikan penjelasan lebih lanjut
terhadap kriteria-kriteria tersebut.
Pertama, mengenai Yurisdiksi Nasional “melindungi” pelaku kejahatan internasional
dari tanggung jawab pidana. Pada prinsipnya Statuta Roma sendiri tidak menjelaskan
secara spesifik keadaan-keadaan yang seperti apa suatu negara dapat dikatakan
“melindungi” pelaku kejahatan internasional dari tanggung jawab pidana.
Kedua, mengenai Yurisdiksi Nasional melakukan penundaan proses peradilan yang
tidak dapat dijustifikasi. Statuta roma juga tidak memberikan penjelasan lebih lanjut
mengenai penundaan seperti apa yang dimaksud di sini.
Ketiga, mengenai Yurisdiksi nasional melakukan proses peradilan tidak secara
independen dan imparsial. Di sini, statuta roma juga tidak memberikan penjelasan lebih
lanjut mengenai tolak ukur suatu peradilan dikatakan tidak independen dan imparsial.
M. Cherif Bassiouni menyatakan bahwa yang dimaksud dengan proses peradilan yang
independen adalah tingkat independensi dari badan judicial, badan penuntut dan badan
penyelidikan.
• b) Jelaskan indikator unable (ketidakmampuan) Pengadilan Nasional
dalam mengadili pelanggaran HAM Berat!
Jawab : Pasal 17 ayat (3) Statuta Roma, dinyatakan bahwa “Untuk menentukan
ketidakmampuan atau unable suatu negara, ICC mempertimbangkan apakah
disebabkan oleh keruntuhan menyeluruh atau sebagian besar dari pengadilan
nasionalnya, Negara tersebut tidak mampu menghasilkan tertuduh atau terbukti dan
kesaksiannya perlu atau sebaliknya tidak dapat melaksanakan langkah-langkah
hukumnya”. Ketentuan pasal tersebut dapat diketahui bahwa, kriteria bahwa suatu
negara dinyatakan tidak mampu atau unable oleh ICC ialah ketika suatu negara tidak
mampu untuk menangkap tersangka, memperoleh bukti dan kesaksian yang
dibutuhkan atau melaksanakan peradilan karena tidak tersedianya atau karena tidak
berfungsinya secara total atau sebagian dari pada sistem judicial nasionalnya.
Keadaan seperti ini biasanya terdapat atau bisa kita lihat pada negara-negara yag baru
mengalami konflik, yang mana infrastruktur sumber dayanya telah hancur atau tidak
tersedia. Akan tetapi terhadap standar poin yang diberikan oleh Pasal 17 ayat (3)
Statuta Roma tersebut tidak begitu spesifik. Artinya penjelasan yang terdapat dalam
pasal tersebut masih menimbulkan pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh statuta
roma, misalnya mengenai berapa jangka waktu sehinga suatu negara dikategorikan
tidak mampu menangkap tersangka, memperoleh bukti dan lain sebagainya.

• c) Jika pelaku pelanggaran HAM telah diadili oleh Pengadilan Nasional


setempat, apakah Pengadilan Internasional Ad-hoc memiliki yurisdiksi
untuk mengadili orang tersebut? Jelaskan!
Jawab : ICC adalah badan peradilan independen yang memiliki jurisdiksi terhadap
individual yang diduga melakukan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan,
dan/atau kejahatan perang.
ICC dibentuk berdasarkan Statuta Roma 2002. Pasal 5 ayat (1) Statuta Roma 2002
menegaskan bahwa jurisdiksi tindak pidana yang menjadi kewenangan ICC adalah:
1. Genosida;
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan;
3. Kejahatan perang;
4. Agresi.
Pelaksanaan Jurisdiksi ICC
Pasal 17 ayat (1) huruf a Statuta Roma 2002 berbunyi:
Having regard to paragraph 10 of the Preamble and article 1, the Court shall determine
that a case is inadmissible where:
• The case is being investigated or prosecuted by a State w hich has jurisdiction
over it, unless the State is unwilling or unable genuinely to carry out the
investigation or prosecution;
Sesuai ketentuan tersebut, ICC akan menyatakan perkara tertentu tidak dapat diterima,
salah satunya, jika perkara tersebut sedang diinvestigasi atau dituntut oleh negara yang
memiliki jurisdiksi untuk menanganinya, kecuali negara tersebut memang tidak
berkeinginan (unwilling) atau tidak mampu (unable) untuk melakukan investigasi atau
penuntutan
Jadi dapat disimpulkan, apabila pelaku tersebut sudah diadili, maka tidak dapat diadili
lagi secara internasional, kecuali negara tersebut memang menyatakan tidak mau atau
tidak mampu mengadilinya.

Silahkan dianalisis kasus di atas kemudian kemukakan argumen dalam kaitannya


dengan yurisdiksi internasional? nelayan asing masuk dan menyerang
Jawab : Tentu kasus tersebut merupakan illegal fishing, melanggar ketentuan hukum.
Adapun pengaturan terkait Illegal Fishing menurut Hukum Internasional antara lain
yaitu:
a. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 Konvensi Perserikatan
Bangsa- Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut Tahun 1982.
b. Food and Agreeculture Organication Compliance Agreement 1993.
c. United Nations Implementing Agreement 1995 Pada intinya UNIA 1995.
d. Code of Conduct For Responsible Fisheries 1995.
e. International Plan of Action to Prevent, Deter and Elimination Illegal, Unrefortet and
Unregulated Fishing 2001 (IPO on IUU Fishing 2001).

Anda mungkin juga menyukai