Makalah Hukum Acara Pidana - Mentari Imanuela P
Makalah Hukum Acara Pidana - Mentari Imanuela P
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas individu tambahan pada
mata kuliah “Hukum Acara Pidana” serta untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
penulis dan pembaca terkait Penghapusan tahapan Penyelidikan dalam RUU KUHAP. Dalam
penyusunan makalah, Saya mengambil beberapa sumber dari Internet dan Jurnal Hukum. Saya
menyadari pembuatan makalah ini masih dibutuhkannya penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan kata maupun kekurangan informasi lainnya.
Saya sendiri terbuka terhadap kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih
baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,baik terkait penulisan maupun konten,
Saya memohon maaf dengan sebesar-besarnya.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu materi yang menjadi perdebatan negara kita adalah dengan ditiadakannya
penyelidikan dalam RUU KUHAP. KPK berpendapat bahwa dihapuskannya kewenangan
melakukan penyelidikan akan menghambat proses penegakan hukum kejahatan korupsi dan
kejahatan luar biasa lainnya serta “melemahkan” kewenangan KPK. Sementara, Menteri Hukum
dan HAM berpendapat bahwa RUU KUHAP merupakan lex generalis sehingga tidak
menghilangkan kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi (UU KPK) dan Hukum acara pidana yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun
2001 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (UU Tipikor), yang merupakan lex specialis.
Selain itu, menurut Menteri Hukum dan HAM, tindakan penyelidikan merupakan tindakan yang
dilakukan secara diam-diam (tindakan keintelijenan) yang bersifat undercover yang cukup diatur
di dalam SOP masing-masing.
Untuk menilai hal tersebut di atas ada baiknya melihat apa yang dimaksud dengan penyelidikan,
baik yang terdapat dalam KUHAP, UU KPK, maupun dalam RUU KUHAP, serta rekomendasi
untuk membantu menyelesaikan polemik masalah penyelidikan.
1.3 Tujuan
Dalam UU KPK tidak disebutkan definisi penyelidikan. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal
38 UU KPK, yang menyatakan: “Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum
pada Komisi Pemberantasan Korupsi”, Sehingga definisi penyelidikan yang dimaksud UU
KPK adalah definisi penyelidikan sebagaimana tercantum dalam KUHAP. Dan kini dalam
RUU KUHAP penyelidikan ditiadakan. Dengan ditiadakannya proses penyelidikan, maka
tentu saja tidak terdapat definisi tentang penyelidikan. Apakah dengan dihilangkannya
penyelidikan dalam RUU KUHAP dapat dianggap bahwa penyelidikan sudah terabsorbsi
dalam penyidikan?
Dari kedua definisi tersebut di atas, tampak bahwa penyelidikan dalam KUHAP tidak
terabsorbsi ke dalam penyidikan berdasarkan RUU KUHAP, atau dengan perkataan yang
lebih lugas, penyelidikan, baik sebagai suatu definisi maupun sebagai suatu tahapan
kegiatan, telah ditiadakan dalam RUU KUHAP. Definisi penyelidikan sebagai yang
didefinisikan dalam KUHAP, yaitu mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana adalah salah satu hal yang paling mendasar, dan paling awal yang
harus dilakukan, dalam suatu criminal justice system. Hal ini ditegaskan oleh para ahli
hukum.
Meninjau Lingkup kewenangan penyelidikan untuk menilai apakah KPK dilemahkan atau tidak
dalam RUU KUHAP. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP, Lingkup kewenangan
penyelidik dalam melakukan kegiatan penyelidikan meliputi:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
c. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri;
b. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
c. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan
tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
d. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang
diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang
terkait;
h. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan
pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;
i. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang
ditangani.
BAB III
PENUTUPAN
Daftar Pustaka
- http://www.dpr.go.id/ complorgans/baleg/prolegnas_Daftar_Prolegnas_RUU_Prioritas_
Tahun_2013.pdf
- Siregar, Bismar. Hukum Acara Pidana. Jakarta: Bina Cipta, 1983.