Anda di halaman 1dari 60

State University of Gorontalo

Faculty of Education
Educational Management

Assignment Cover Sheet

Student Full Name : Nursanti Babuta

Student ID : 451419018

Topic Code and Name :

Day/Time of Class : Senin/ 17.00

Assignment Title : Leadership Style

Due Date : Senin / 17.00

If extension due date :

Lecture’s Name : Zulystiawati, PhD

I hereby certify that the work submitted is entirely my own work unless otherwise
acknowledged, and it has not been submitted for any other topic.

Signature

Date : 09-Mei-2022
Contact Number : 085340210136
Email Address : nrsntibabuta@gmail.com Penalty:

Zero tolerance for Plagiarism

Submit Your Work


&
Always Keep a Copy of Your
Work
 Setiap tugas yang hanya mengcopy paste dari berbagai sumber e.g. buku,
internet (plagiarism) akan mendapat penalti 95% dari nilai yang didapat
secara keseluruhan.

 Tugas yang “mirip” akan dipenalti 50% masing-masing orang atau melakukan
perulangan, perbaikan atau penggantian tulisan.
BAB I
PENDAHULUAN

Gaya kepemimpinan merupakan perilaku pemimpin yang digunakan


seseorang ketika ingin mempengaruhi orang lain. Menurut Robert House
sebagaimana dikutip oleh Robbins (2007,h.448) mengungkapkan bahwa terdapat
empat macam klasifikasi kepemimipinan path goal,yakni gaya kepemimpinan
suportif,gaya kepemimpinan partisipasi,dan gaya kepemimpinan berorientasi pada
tugas. Bermacam-macam gaya kepemimpinan dapt digunakan oleh seorang
pemimpin untuk mempengaruhi dan memotivasi bawahannya,sehingga dapat
meningkatkan kenerja bawahannya dalam melakukan pekerjaan.
Peran seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya sangatlah penting
bagi kemajuan organisasi yang dijalani tersebut. Koesmono (2007, h.30)
mengungkapkan bahwa keberadaan seorang pemimpin dalam organisasi dibutukan
untuk membawa organisasi kepada tujuan yang telah ditetapkan. Pemimpin biasanya
menerapkan gaya kepemimpinan tertentu untuk mempengaruhi kenerja bawahannya.
Kepemimpinan merupakanproses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi,memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu
juga mempengaruhi interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa para
pengikutnya,pengorganisasian,dan aktivitas-aktivitas motivasi kerja yang baik.
Akibat yang mungkin timbul dari adanya gaya kepemimpinan ini dimana gaya
kepemimpinan dan motivasi yang buruk adalah penurunan kenerja pegawai yang
akan membawa dampak pada penurunan kinerja total perusahaan.
Gaya kepemimpinan yang selama ini diteorikan lebih mengarah bagaimana
para pemimpin mampu mempengaruhi para pengikut agar depan sukarela mau
melakukan berbagai tindakan bersama yang diperintahkan oleh pemimpin tanpa
merasa bahwa dirinya ditekan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gaya Kepemimpinan


Gaya kepemimpinan merupakan cara yang digunakan seorang pemimpin untuk
mempengaruhi perilaku bawahannya dimana gaya kepemimpinan ini bertujuan
untuk membimbing serta memotivasi karyawan sehingga diharapkan akan
menghasilkan produktivitas yang tinggi. Gaya kepemimpinan (leadership style)
seorang pemimpin akan sangat berpengaruh pada kinerja karyawan atau bawahan.
Pemimpin harus dapat memilih gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi yang
ada, jika gaya kepemimpinan yang diterapkan benar dan tepat maka akan dapat
mengarahkan pencapaian tujuan organisasi maupun perorangan. Sebaliknya jika
gaya kepemimpinan yang dipilih salah dan tidak sesuai dengan situasi yang ada
maka akan dapat mengakibatkan sulitnya pencapaian tujuan organisasi.
Kartono (2008:34) menyatakan gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan,
tempramen, watak dan kepribadian yang membedakan seorang pemimpin dalam
berinteraksi dengan orang lain. Thoha (2010:49) mengemukakan bahwa gaya
kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh seseorang pada
saaat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang lain atau bawahan.
Gaya kepemimpinan merupakan cara yang digunakan seorang pemimpin untuk
mempengaruhi perilaku bawahannya dimana gaya kepemimpinan ini bertujuan
untuk membimbing serta memotivasi karyawan sehingga diharapkan akan
menghasilkan produktivitas yang tinggi. Gaya kepemimpinan (leadership style)
seorang pemimpin akan sangat berpengaruh pada kinerja karyawan atau bawahan.
Pemimpin harus dapat memilih gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi yang
ada, jika gaya kepemimpinan yang diterapkan benar dan tepat maka akan dapat
mengarahkan pencapaian tujuan organisasi maupun perorangan. Sebaliknya jika
gaya kepemimpinan yang dipilih salah dan tidak sesuai dengan situasi yang ada
maka akan dapat mengakibatkan sulitnya pencapaian tujuan organisasi. Menurut
Davis dan Newstrom (1995) “Gaya kepemimpinan merupakan pola tindakan
pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan para pegawainya. Gaya
kepemimpinan mewakili filsafat, keterampilan, dan sikap pemimpin. Gaya
kepemimpinan tersebut berbeda-beda atas dasar motivasi, kuasa atau orientasi
terhadap tugas dan orang. Meskipun gaya itu secara berbeda-beda terhadap
berbagai pegawai, masing-masing gaya dibahas secara terpisah untuk menyoroti
perbedaannya.”
Gaya Kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang
pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang
ia lihat. Oleh Mitfah Thoha (2001) menjelaskan bahwa Gaya Kepemimpinan
adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam
mempengaruhi perilaku orang lain. Selain gaya kepemimpinan seorang pimpinan
mampu membangkitan motivasi karyawan sehingga karyawan
mempersembahkan yang terbaik dari dirinya untuk melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa Motivasi (Mathis &
Jackson, 2011) adalah “suatu kehendak atau keinginan yang timbul dari dalam
diri seseorang yang menyebabkan orang itu berbuat”. Dalam organisasi, motivasi
mempunyai peranan penting, karena menyangkut langsung pada unsur manusia
dalam organisasi, dimana motivasi yang tepat akan mampu memajukan dan
mengembangkan organisasi. Sedangkan unsur manusia dalam organisasi terdiri
dari manajemen (pemimpin dan pekerja). Masalah motivasi dan organisasi
menjadi tanggung jawab manajemen untuk mencipta, mengatur dan
melaksanakannya. Oleh karena itu sesuai dengan sifat motivasi yaitu rangsangan
bagi motif perbuatan orang maka manajemen harus dapat menciptakan motivasi
yang mampu menumbuhkan motif bagi orang-orang sehingga mau berbuat sesuai
dengan kehendak organisasi.
B. Tipe-tipe gaya kepemimpinan
bagaimana dikutip oleh Wirjana dan Supardo (2005, h.49), mengungkapkan
bahwa seseorang pemimpin menggunakan suatu gaya kepemimpinan yang
tergantung dari situasi :
a. Kepemimpinan Direktif Pemimpin memberikan nasihat spesifik kepada
kelompok dan memantapkan peraturan-peraturan pokok.
b. Kepemimpinan Suportif Adanya hubungan yang baik antara pemimpin
dengan kelompok dan memperlihatkan kepekaan terhadap kebutuhan anggota.
c. Kepemimpinan Partisipatif Pemimpin mengambil keputusan berdasarkan
konsultasi dengan kelompok, dan berbagi informasi dengan kelompok.
d. Kepemimpinan Orientasi Prestasi Pemimpin menghadapkan anggota-anggota
pada tujuan yang menantang, dan mendorong kinerja yang tinggi, sambil
menunjukkan kepercayaan pada kemampuan kelompok.
C. Kreitner dan Kinicki (2005, h.299) mengungkapkan bahwa kepemimpinan atau
leadership didefinisikan sebagai suatu proses pengaruh sosial dimana pemimpin
mengusahakan partisipasi sukarela dari para bawahan dalam suatu usaha untuk
mencapai tujuan organisasi. Maka kepemimpinan adalah suatu proses dimana
seseorang mempengaruhi orang lain untuk menjadi bawahan dalam mencapai
tujuan bersama.
D. Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Thoha (2010, h.42), mengungkapkan bahwa dengan mempergunakan
kepemimpinan maka pemimpin akan mempengaruhi persepsi bawahan dan
memotivasinya, dengan cara mengarahkan karyawan pada kejelasan tugas,
pencapaian tujuan, kepuasan kerja, dan pelaksanaan kerja yang efektif. Hal ini
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 7, Hal. 1268-1272| 1270 dipertegas
oleh Robbins (2007, h.432), yang mengungkapkan bahwa kepemimpinan sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sasaran.
Kemampuan karyawan untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi tersebut
merupakan pencerminan dari kinerja karyawan. Sehingga dapat disimpulkan jika
gaya kepemimpinan memiliki peran yang besar dalam meingkatkan kinerja
karyawan.
E. Menurut Robbins dalam buku Management Seven Edition yang dialih bahasa
oleh T Hermaya ada beberapa gaya atau Style kepemimpinan yang banyak
mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku
pengikut-pengikutnya, diantaranya :
1) Tipe Otokrasi/ Otoriter
Otokrasi berasal dari kata oto yang berarti sendiri dan kratos berarti
pemerintah. Jadi otokrasi adalah mempunyai pemerintah dan menentukan
sendiri. Otokrasi merupakan Pemerintahan atau kekuasaan yang dipegang
oleh seseorang yang berkuasa secara penuh dan tidak terbatas masanya.
Sedangkan yang memegang kekuasaan disebut otokrat yang biasanya dijabat
oleh pemimpin yang berstatus sebagai raja atau yang menggunakan sistem
kerajaan.
Jadi gaya otoriter, semua kebijaksanaan ditetapkan pemimpin, sedangkan
bawahan tinggal melaksanakan tugas. Semua perintah, pemberian dan
pembagian tugas dilakukan tanpa ada konsultasi dan musyawarah dengan
orang-orang yang dipimpin. Pemimpin juga membatasi hubungan dengan
stafnya dalam situasi formal dan tidak menginginkan hubungannya yang
penuh keakraban, keintiman serta ramah tamah. “Kepemimpinan otokrasi ini
mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang selalu harus dipatuhi.
Pemimpin selalu mau berperan sebagai pemain tunggal pada “one an show”.
2) Tipe Laissez-Faire
Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan
kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya.
Pemimpin sama sekali tidak member control dan koreksi terhadap pekerjaan
bawahannya. Pembagian tugas dan kerjasama diserahkan sepenuhnya kepada
bawahannya tanpa petunjuk dan saran-saran dari pemimpin. Pada gaya
kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak memimpin, sebab
ia membiarkan kelompoknya berbuat semau sendiri . Dalam rapat sekolah,
kepala sekolah menyerahkan segala sesuatu kepada para tenaga kependidikan,
baik penentuan tujuan, prosedur pelaksanaan, kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan, serta sarana dan prasarana yang akan digunakan. Kepala sekolah
bersifat pasif, tidak ikut terlibat langsung dengan tenaga pendidikan, dan tidak
mengambil inisiatif apapun.
3) Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan berdasarkan demokrasi
yang pelaksanaannya disebut pemimpin partisipasi (partisipative leadership).
“Kepemimpinan partisipasi adalah suatu cara pemimpin yang kekuatannya
terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok”. Bentuk
kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan
terpenting. Setiap orang akan dihargai dan dihormati sebagai manusia yang
memiliki kemampuan, kemauan, pikiran, minat, perhatian dan pendapat yang
berbeda antarsatu dengan yang lainnya. Oleh karena itu setiap orang harus
dimanfaatkan dengan mengikutsertakannya dalam semua kegiatan organisasi.
Keikutsertaan itu disesuaikan dengan posisinya yang masing- masing
memiliki wewenang dan tanggung jawab bagi tercapaianya tujuan bersama.
4) Gaya Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan, Secara langsung maupun tidak langsung mempunyai
pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan atau
pegawai. Hal ini didukung oleh Sinungan (1987) yang menyatakan bahwa
gaya kepemimpinan yang termasuk di dalam lingkungan organisasi
merupakan faktor potensi dalam meningkatkan produktivitas kerja. Dewasa
ini, banyak para ahli yang menawarkan gaya Kepemimpinan yang dapat
meningkatkan produktivitas kerja karyawan, dimulai dari yang paling klasik
yaitu teori sifat sampai kepada teori situasional. Dari beberapa gaya yang di
tawarkan para ahli di atas, maka gaya kepemimpinan situasionallah yang
paling baru dan sering di gunakan pemimpin saat ini. Gaya kepemimpinan
situasional dianggap para ahli manajemen sebagai gaya yang sangat cocok
untuk diterapkan saat ini.
Situational Laedership is base on an interplay among (I) the amount of
guidance and direction (task behavior) a leader give; (2) the amount of
socioemotional support (relation behavior) a leader provides; and (3) the
readiness (maturity) level that followers exhibit in performing a specific task,
function or objective. Kepemimpinan situasional didasarkan pada saling
pengaruh antara (1) sejumlah petunjuk dan pengarahan (perilaku tugas) yang
pemimpin berikan; (2) sejumlah dukungan emosional (perilaku hubungan)
yang pemimpin berikan; dan (3) tingkat kesiapsiagaan (kematangan) yang
para bawahan tunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau
sasaran. Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard, yaitu, Suatu
pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin
memahami perilaku, sifat-sifat dan situasi bawahannya sebelum ia
menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini
mensyaratkan pemimpin untuk memiliki keterampilan mendiagnostik perilaku
manusia. Hersey dan Blanchard mengemukakan pula bahwa, kepemimpinan
situasional merupakan suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian
pada para pengikutnya, dan bersifat tergantung pada tingkat kesiapan atau
kedewasaan para pengikutnya. Yang dimaksud dengan kesiapan para pengikut
adalah "sejauh mana mereka mempunyai kemampuan dan kesediaan untuk
menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab tertentu, bagi pengarahan
perilaku mereka sendiri".
5) Gaya Kepemimpinan Rasulullah
Kepemimpinan merupakan sebuah gaya yang harus dimiliki oleh para
pemimpin yang hendak menjadi pemimpin. Biasanya, masing-masing
pemimpin memiliki model mereka sendiri dalam memimpin sebuah organisasi
baik formal maupun non-formal atau organisasi yang sangat besar. Model
kepemimpinan dibagi menjadi 5 gaya kepemimpinan, yaitu Otokratis,
Militeristis, Paternalistis, Kharismatik, dan Demokratis. Dari kelima model
kepemimpinan di atas masing-masing ada penganutnya. Rasulullah sebagai
pemimpin merupakan anugrah tersendiri, atau keistimewaan yang diberikan
Allah kepada Rasulullah SAW. Karena pada dasarnya Rasulullah adalah
utusan terakhir untuk seluruh umat manusia yang secara juga pemimpin umat
manusia. Rasulullah SAW adalah contoh pemimpin sempurna yang pernah
ada selama ini. Karena beliau mengkombinasikan antara akhlakul karimah
dengan model kepemimpinan yang ada. Kekuatan akhlak yang Rasulullah
miliki mampu menciptakan kekuatan baru yang sangat luar biasa. Dengan
kekuatan itu, Rasulullah menjadi mampu menegakan dan menyebarkan
ajarannya keseluruh penjuru dunia. Walaupun begitu, karena kemuliaannya
tadi, tidak ada rasa sombong, ujub atau membanggakan diri sedikitpun yang
timbul pada diri Rasulullah SAW.
F. Di samping itu, kepemimpinan memiliki beberapa teori yang sering digunakan
antara lain sebagai berikut :
a) Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin
ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu.
Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang
pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi
pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang
dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
b) Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang
individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah
pencapaian tujuan.
c) Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri
kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan
situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan
memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang
berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P.
Siagian adalah
1) Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas
2) Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan
3) Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan
4) Norma yang dianut kelompok
5) Rentang kendali
6) Ancaman dari luar organisasi
7) Tingkat stress
8) Iklim yang terdapat dalam organisasi.
G. TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan yang efektif dan efisien akan terwujud apabila dijalankan
berdasarkan fungsi dan tujuan yang telah ditetapkan. Seorang pemimpin harus
berusaha menjadi bagian dari situasi kelompok atau organisasi yang dipimpinnya
(Northouse, 2018). Dalam mewujudkan tujuan dan fungsi kepemimpinan secara
internal maka akan berlangsung suatu aktifitas kepemimpinan dan aktifitas
tersebut akan dipilah-pilah maka akan terlihat secara jelas kepemimpinan dengan
pola masing-masing. Pemimpin sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai karakter
yang berbeda-beda dapat menentukan jalannya sendiri. Organisasi yang
dipimpinnya dapat digotongkan da1am berbagai tipe atau bentuk yang
dikemukakan oleh beberapa pendapat dari para ahli sebagai berikut :
a. Tipe Otoritas (Autocrat)
Otokrat berasal dari perkataan "utus" (sendiri) dan "kratos" (kekuasaan) jadi
otokrat berarti penguasaan obsolut. Kepemimpinan otoritas berdasarkan diri
pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak yang harus dipatuhi (Siagian,
2007). Dimana setiap perintah dan kebijakan yang ditetapkan tanpa
berkonsultasi dengan bawahannya dan harus dilakukan. Seorang pemimpin
yang autokratik adalah seorang yang sangat egois, egoisme yang sangat besar
akan mendorongnya memutarbalikan kenyataan yang sebenarnya sehingga
sesuai dengan keinginannya apa yang secara subjektif diinterprestasikan
sebagai kenyataan.
Menurut Terry, pemimpin yang bertipe otoriter biasanya bekerja secara
sungguhsungguh, teliti dan cermat. Dimana pemimpin bekerja menurut
peraturan kebijakan yang berlaku, meskipun sedikit kaku dan segala
intruksinya harus dipatuhi oleh para bawahan (Siswanto dan Hamid, 2017).
Para bawahan tidak berhak untuk mengomentari apa yang dilakukan oleh
seorang pemimpin karena pemimpin menganggap bahwa dialah yang
bertindak sebagai pengemudi yang akan bertanggung jawab atas segala
kompleksitas organisasi.
b. Tipe Peternalistik
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam
kehidupan organisasi dapat diwarnai oleh harapan para pengikutnya. Harapan
itu pada umumnya terwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu
berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layaknya dijadikan
sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk. Ditinjau dari segi
nilai organisasi yang dianut biasanya seorang pemimpin yang peternalistik
mengutamakan nilai kebersamaan, dalam organisasi yang dipimpin oleh
seorang pemimpin yang peternalistik kepentingan bersama dan perlakuan
terlihat sangat menonjol. Artinya seorang pemimpin yang bersangkutan
berusaha untuk memperlakukan semua orang yang terdapat dalam organisasi
seadil dan serata mungkin.
c. Tipe Kharismatik
Tipe pemimpin kharismatik ini memiliki kekuatan energi daya tarik yang bisa
untuk mempengaruhi orang lain. Sehingga ia mempunyai pengikut yang besar
jumlahnya (Kartono, 2010). Seorang pemimpin yang kharismatik adalah
seorang pemimpin yang di kagumi oleh orang banyak pengikut tersebut tidak
selalu menjelaskan secara kongkrit mengapa tipe pemimpin yang kharismatik
sangat dikagumi. Orang cenderung mengatakan bahwa orang-orang tertentu
yang memiliki "kekuatan ajaib" dan menjadikan orang-orang tertentu di
pandang sebagai pemimpin kharismatik. Dalam anggota organisasi atau
instansi yang di pimpin oleh orang kharismatik, tidak mempersoalkan nilai-
nilai yang dianut, sikap perilaku dan gaya yang digunakan oleh pemimpin
yang kharismatik mengunakan otokratik para bawahan tetap mengikuti dan
tetap setia pada seorang pemimpin yang kharismatik.
d. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Kepemimpinan demokratis
menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasihat dan sugesti
bawahan. Seorang pemimpin yang berdemokratis dihormati dan disegani
bukan ditakuti karena perilaku pemimpin demokratis dalam kehidupan
organisasional mendorong pada bawahannya menumbuh kembangkan daya
inovasi dan kreativitasnya.
e. Tipe Militeristis
Banyak mengunakan sistem perintah, sistem komando dari atasan ke bawahan
yang sifatnya keras, sangat otoriter dan menghendaki bawahan agar selalu
patuh. Tipe ini sifatnya kemiliteran, hanya gaya warnanya yang mencontoh
gaya kemiliteran tetapi dilihat lebih seksama tipe ini mirip dengan tipe otoriter
(Kartono, 2010).
H. GAYA-GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya kepemimpinan atau style of leadership merupakan cara seorang pemimpin
melaksanakan fungsi kepemimpinannya atau menjalankan fungsi managemennya
dalam memimpin bawahanannya. Adapun gaya-gaya kepemimpinan yaitu sebagai
berikut :
a. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah suatu kemampuan dalam
mempengaruh orang lain agar dapat bersedia untuk bekerja sama dalam
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dengan berbagai cara atau kegiatan
yang dapat dilakukan dimana ditentukan bersama antara bawahan dan
pimpinan. Gaya tersebut terkadan disebut sebagai gaya kepemimpinan yang
terpusat pada anak buah, kepemimpinan dengan adanya kesederajatan,
kepemimpinan partisipatif atau konsultatif. Pemimpin yang berkonsultasi
kepada anak buahnya dalam merumuskan suatu tindakan putusan bersama.
Adapun ciri-ciri dari gaya kepemimpinan demokratis ini yaitu memiliki
wewenang pemimpin yang tidak mutlah, pimpinan bersedia dalam
melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan, kebijakan dan keputusan
itu dibuat bersama antara bawahan dan pimpinan, komunikasi dapat
berlangsung dua arah dimana pimpinan ke bawahan dan begitupun
sebaliknya, pengawasan terhadap (sikap, perbuatan, tingkah laku atau
kegiatan) kepada bawahan dilakukan dengan wajar, prakarsa bisa datang dari
bawahan atau pimpinan, bawahan memiliki banyak kesempatan dalam
menyampaikan saran atau pendapat dan tugas-tugas yang diberikan kepada
bawahan bersifat permintaan dengan mengenyampingkan sifat instruksi, dan
pimpinan akan memperhatikan dalam bertindak dan bersikap untuk
memunculkan saling percaya dan saling menghormati.
b. Gaya Kepemimpinan Delegatif
Gaya kepemimpinan delegatif memiliki ciri-ciri yaitu pemimpin akan jarang
dalam memberikan arahan, pembuat keputusan diserahkan kepada bawahan,
dan anggota organisasi tersebut diharapkan bisa menyelesaikan segala
permasalahannya sendiri. Gaya kepemimpinan delegatif ini memiliki ciri khas
dari perilaku pemimpin didalam melakukan tugasnya sebagai pemimpin.
Dengan demikian, maka gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan sangat
dipengaruhi adanya karakter pribadinya. Kepemimpinan delegatif merupakan
sebuah gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pimpinan untuk
bawahannya yang mempunyai kemampuan, agar bisa menjalankan
aktivitasnnya yang untuk sementara waktu tak bisa dilakukan oleh pimpinan
dengan berbagai macam sebab. Gaya kepemimpinan delegatif ini sangat
cocok dilakukan kalau staff yang dimiliki ternyata mempunyai motivasi dan
kemampuan yang tinggi. Dengan demikian pimpinan tak terlalu banyak dalam
memberikan perintah kepada bawahannya, bahkan pemimpin akan lebih
banyak dalam memberikan dukungan untuk bawahannya.
c. Gaya Kepemimpinan Birokratis
Gaya kepemimpinan birokratis ini dilukiskan dengan pernyataan "Memimpin
berdasarkan adanya peraturan". Perilaku memimpin yang ditandai dengan
adanya keketatan pelaksanaan suatu prosedur yang telah berlaku untuk
pemimpin dan anak buahnya. Pemimpin yang birokratis, secara umum akan
membuat segala keputusan itu berdasarkan dari aturan yang telah berlaku dan
tidak ada lagi fleksibilitas. Segala kegiatan mesti terpusat pada pemimpin dan
sedikit saja diberikan kebebasan kepada orang lain dalam berkreasi dan
bertindak, itupun tak boleh melepaskan diri dari ketentuan yang sudah
berlaku. Adapun beberapa ciri gaya kepemimpinan birokratis ialah Pimpinan
akan menentukan segala keputusan yang berhubungan dengan seluruh
pekerjaan dan akan memerintahkan semua bawahan untuk bisa
melaksanakannya; Pemimpin akan menentukan semua standar tentang
bagaimana bawahan akan melakukan tugas; Adanya sanksi yang sangat jelas
kalau seorang bawahan tidak bisa menjalankan tugas sesuai dengan standar
kinerja yang sudah ditentukan.
d. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Gaya ini akan mendorong kemampuan anggota dalam mengambil inisiatif.
Kurang interaksi dan kontrol yang telah dilakukan oleh pemimpin, sehingga
gaya tersebut hanya dapat berjalan jika bawahan mampu memperlihatkan
tingkat kompetensi dan keyakinan dalam mengejar tujuan dan sasaran
yangcukup tinggi. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali
dalam menggunakan kekuasaannya atau sama sekali telah membiarkan anak
buahnya untuk berbuat dalam sesuka hatinya.
e. Gaya Kepemimpinan Otoriter/ Authoritarian
Adalah gaya pemimpin yang telah memusatkan segala keputusan dan
kebijakan yang ingin diambil dari dirinya sendiri dengan secara penuh. Segala
pembagian tugas dan tanggung jawab akan dipegang oleh si pemimpin yang
bergaya otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya sekedar
melaksanakan tugas yang sudah diberikan.
f. Gaya Kepemimpinan Kharismatik
Kelebihan dari gaya kepemimpinan karismatis ini ialah mampu menarik
orang. Mereka akan terpesona dengan cara berbicaranya yang akan
membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan memiliki gaya
kepribadian ini akan visionaris. Mereka sangat menyenangi akan perubahan
dan adanya tantangan. Mungkin, kelemahan terbesar dari tipe kepemimpinan
model ini dapat di analogikan dengan peribahasa Tong Kosong yang Nyaring
Bunyinya. Mereka hanya mampu menarik orang untuk bisa datang kepada
mereka. Setelah beberapa lama kemudian, orang-orang yang datang tersebut
akan kecewa karena adanya ketidak-konsistenan. Apa yang telah diucapkan
ternyata tidak dilakukan. Ketika diminta dalam pertanggungjawabannya, si
pemimpin akan senantiasa memberikan alasan, permintaan maaf, dan janji.
g. Gaya Kepemimpinan Diplomatis
Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini terdapat di penempatan
perspektifnya. Banyak orang seringkali selalu melihat dari satu sisi, yaitu pada
sisi keuntungan dirinya. Sisanya, melihat dari sisi keuntungan pada lawannya.
Hanya pemimpin dengan menggunakan kepribadian putih ini yang hanya bisa
melihat kedua sisi dengan jelas, Apa yang dapat menguntungkan dirinya dan
juga dapat menguntungkan lawannya.
h. Gaya Kepemiminan Moralis
Kelebihan dari gaya kepemimpinan moralis seperti ini ialah pada umumnya
Mereka hangat dan sopan untuk semua orang. Mereka mempunayi empati
yang tinggi terhadap segala permasalahan dari para bawahannya, juga sabar,
murah hati Segala bentuk kebajikan-kebajikan ada dalam diri pemimpin
tersebut.
i. Gaya Kepemimpinan Administratif
Gaya kepemimpinan tipe ini akan terkesan kurang inovatif dan telalu kaku
dalam memandang aturan. Sikapnya sangat konservatif serta kelihatan sekali
takut di dalam mengambil resiko dan mereka cenderung akan mencari aman.
j. Gaya kepemimpinan analitis (Analytical)
Dalam gaya kepemimpinan tipe ini, biasanya untuk pembuatan keputusan
didasarkan pada suatu proses analisis, terutama analisis logika dari setiap
informasi yang didapatkan. Gaya ini akan berorientasi pada hasil dan akan
lebih menekankan pada rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka
panjang. Kepemimpinan model ini sangatlah mengutamakan logika dengan
menggunakan beberap pendekatan-pendekatan yang masuk akal serta
kuantitatif.
k. Gaya kepemimpinan entrepreneur
Gaya kepemimpinan ini sangatlah menaruh perhatian pada kekuasaan dan
hasil akhir serta kurang mengutamakan untuk kebutuhan akan kerjasama.
Gaya kepemimpinan model ini biasanya akan selalu mencari pesaing dan akan
menargetkan standar yang tinggi.
l. Gaya Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan visioner merupakan pola kepemimpinan yang ditujukan untuk
bisa memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dijalankan secara bersama-
sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberikan arahan dan
makna pada suatu kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkandengan visi
yang jelas.
m. Gaya Kepemimpinan Situasional
Inti dari teori kepemimpinan situational ialah bahwa suatu gaya
kepemimpinan seorang pemimpin akan dapat berbeda-beda, tergantung dari
seperti apa tingkat kesiapan para pengikutnya. Pemahaman fundamen dari
teori kepemimpinan situasional ialah mengenai tidak adanya gaya
kepemimpinan yang paling terbaik. Teori kepemimpinan situasional akan
bertumpu pada dua konsep yang fundamental yaitu tingkat kesiapan/
kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut dan gaya
kepemimpinan.
n. Kepemimpinan Militeristik
Tipe pemimpin seperti ini sangatlah mirip dengan tipe pemimpin yang otoriter
yang merupakan tipe pemimpin yang senantiasa bertindak sebagai diktator
terhadap para anggota kelompoknya. Adapun sifat-sifat dari tipe
kepemimpinan militeristik yaitu lebih banyak dalam menggunakan sistem
perintah atau komando, keras dan sangat begitu otoriter, kaku dan seringkali
untuk kurang bijaksana; menghendaki adanya kepatuhan yang mutlak dari
bawahan; sangat menyenangi suatu formalitas, upacara-upacara ritual dan
tanda-tanda kebesaran yang terlalu berlebihan; menuntut adanya sebuah
disiplin yang keras dan kaku dari para bawahannya; tidak menghendaki
adanya saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya; dan
komunikasi hanya dapat berlangsung searah.
I. Pengukuran Gaya Kepemimpinan
Untuk mengukur gaya kepemimpinan, dipergunakan indikator sebagai berikut
(Gibson, 2004) :
a. Charisma
Adanya karisma dari seorang pemimpin akan mempengaruhi bawahan untuk
berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan pimpinan.
b. Ideal influence (pengaruh ideal) Seorang pemimpin yang baik harus mampu
memberikan pengaruh yang positif bagi bawahannya.
c. Inspiration Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menjadi sumber
inspirasi bagi bawahannya, sehingga bawahan mempunyai inisiatif agar dapat
berkembang dan memiliki kemampuan seperti yang diinginkan oleh
pemimpinnya.
d. Intellectual stimulation Adanya kemampuan secara intelektualitas dari
seorang pemimpin akan dapat menuntun bawahannya untuk lebih maju dan
berpikiran kreatif serta penuh inovasi untuk berkembang lebih maju.
e. Individualized consideration (perhatian individu) Perhatian dari seorang
pemimpin terhadap bawahannya secara individual akan mempengaruhi
bawahan untuk memiliki loyalitas tinggi terhadap pemimpinnya.
J. Gaya Kepemimpinan yang Efektif
Gaya kepemimpinan yang mana yang sebaiknya dijalankan oleh seorang
pemimpin terhadap organisasinya sangat tergantung pada kondisi anggota
organisasi itu sendiri. Pada dasarnya tiap gaya kepemimpinan hanya cocok untuk
kondisi tertentu saja. Dengan mengetahui kondisi nyata anggota, seorang
pemimpin dapat memilih model kepemimpinan yang tepat. Tidak menutup
kemungkinan seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda untuk divisi atau
seksi yang berbeda.
Gaya setiap pemimpin tentunya berbeda-beda, demikian juga dengan para
pengikutnya. Ini merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa situasi-situasi
tertentu menuntut satu gaya kepemimpinan tertentu, sedangkan situasi lainnya
menuntut gaya yang lain pula. Gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh
seseorang berbeda satu sama lain.
K. Faktor-faktor Gaya Kepemimpinan
Menurut H. Jodeph Reitz dalam Widya Ratnaningrum (2016, p23),
mengemukakan bahwa faktor-faktor gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1. Kepribadian (personality). Pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal
ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan
mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
2. Karakteristik. Harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa
gaya kepemimpinan.
3. Kebutuhan tugas. Setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya
pemimpin.
4. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
L. kepemimpinan seseorang dalam tipe-tipe kepemimpinan tertentu yang masing-
masing memiliki ciri-ciri tersendiri. Menurut Bangun (2012:352), ada empat gaya
kepemimpinan berdasarkan model jalur-sasaran yang terdiri dari:
a. Kepemimpinan Direktif (directive leadership), bawahan mengetahui apa yang
diharapkan dari mereka, dan pemimpin memberi pengarahan yang spesifik
dalam menyelesaikan tugas.
b. Kepemimpinan Suportif (Supportive leadership), pemimpin dengan sikap
ramah, dan menunjukkan perhatian besar kepada para bawahannya.
c. Kepemimpinan Partisipatif (partisipative leadership), pemimpin berkonsultasi
dan menggunakan saran dari bawahan sebelum mengambil keputusan.
d. Kepemimpinan berorientasi pada prestasi (the achievment-oriented
leadership), pemimpin menetapkan serangkaian sasaran yang menantang dan
mengharapkan mereka bisa mengerjakan dengan hsil yang baik.
M. Menurut Bass (dalam Yulk 2008: 11) menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan
dibagi menjadi dua, yaitu gaya kepemimpinan tranformasional dan gaya
kepemimpinan transaksional :
a. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan dimana nilai-
nilai moral dari pengikut dengan tujuan meningkatkan kesadaran dari mereka
tentang masalah etis dan untuk memobilisasi energy dan sumber daya
manusia untuk mereformasi institusi
b. Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional adalah mendasarkan diri pada prinsip transaksi
atau pertukaran antara pemimpin dan bawahan. Dimana ada memberian
imbalan atau penghargaan tertentu kepada bawahan jika bawahan mampu
memenuhi harapan pemimpin.
N. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan
1. Holistik Atau Humanis
Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang
berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu
merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa
ada stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik atau humanisme
menjelaskan mekanisme perilaku individu dalam konteks what (apa), how
(bagaimana), dan why (mengapa). What (apa) menunjukkan kepada tujuan
(goals/incentives/purpose) apa yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How
(bagaimana) menunjukkan kepada jenis dan bentuk cara mencapai tujuan
(goals/incentives/pupose), yakni perilakunya itu sendiri. Sedangkan why
(mengapa) menunjukkan kepada motivasi yang menggerakan terjadinya dan
berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber dari diri individu itu sendiri
(motivasi instrinsik) maupun yang bersumber dari luar individu (motivasi
ekstrinsik)
2. Motivasi Individu
Motivasi adalah kondisi psikologis yang menimbulkan, mengarahkan, dan
mempertahankan tingkah laku tertentu (Pitrinch & Schunk, dalam Sukadji &
Singgih-Salim, 2001). Winkel (1996) menyatakan bahwa motivasi belajar
adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan
memberikan arahan pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan. Motivasi
merupakan syarat mutlak untuk belajar dan mempengaruhi arah aktivitas yang
dipilih serta intensitas keterlibatan seseorang dalam suatu aktivitas.
3. Bentuk Perilaku Individu
Bentuk-be ntuk perilaku individu tidak terlepas dari kepribadian yang
dimilikinya. Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kepribadian ini
terdiri dari tiga elemen, yaitu id, ego, dan superego. Ketiga kepribadian inilah
yang bekerja sama untuk menciptakan bentuk-bentuk perilaku manusia yang
kompleks.
O. Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan Thoha (2010, h.42)

Mengungkapkan bahwa dengan mempergunakan kepemimpinan maka pemimpin


akan mempengaruhi persepsi bawahan dan memotivasinya, dengan cara
mengarahkan karyawan pada kejelasan tugas, pencapaian tujuan, kepuasan kerja,
dan pelaksanaan kerja yang efektif. Hal ini dipertegas oleh Robbins (2007, h.432),
yang mengungkapkan bahwa kepemimpinan sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sasaran. Kemampuan
karyawan untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi tersebut merupakan
pencerminan dari kinerja karyawan. Sehingga dapat disimpulkan jika gaya
kepemimpinan memiliki peran yang besar dalam meingkatkan kinerja karyawan.

 Ciri-Ciri Gaya Kepemimpinan Demokratis


Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan demokratis menempatkan dirinya
sebagai moderator ataupun koordinator. Berikut ada beberapa ciri-ciri gaya
kepemimpinan demokratis menurut Robbins (2003:168):
a. Semua kebijakan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil
dengan dorongan dan bantuan pemimpin.
b. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan
kelompok dibuat dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis, pemimpin
menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.
c. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan
pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
d. Lebih memperhatikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.
e. Menekankan dua hal yaitu bawahan dan tugas.
4. 1. Kelebihan Gaya Kepemimpinan Demokratis
Melansir Very Well Mind, peneliti menemukan bahwa kepemimpinan
demokratis adalah salah satu gaya yang paling efektif.Pasalnya, cara ini
meningkatkan produktivitas kerja setiap anggota secara drastis, kontribusi
yang lebih baik dari anggota kelompok, dan juga peningkatan moral
kelompok.Style leadership ini mendorong kreativitas dan menghargai suara
setiap anggota.Mereka cenderung mudah berkomitmen dan terinspirasi untuk
berkontribusi karena mempunyai sense of belonging dalam kelompok yang
lebih kuat.Selain itu, gaya kepemimpinan ini melibatkan penilaian umpan
balik antara pemimpin dan bawahan. Pemimpin dapat menilai kinerja
anggotanya, begitupun sebaliknya.
2. Kekurangan Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis juga memiliki kekurangan.Jalannya diskusi
untuk mengambil keputusan akan berubah runyam jika setiap anggota
kelompoknya tidak bisa berkomunikasi dengan baik.Dalam satu grup dengan
banyak suara, bukan mustahil penyampaian ide dan pendapat akan saling
tumpang tindih gaduh.Alih-alih produktif, pemimpin jadinya harus lebih aktif
berperan sebagai “wasit” untuk menengahi setiap pihak agar semua suara
dapat terdengar.Selain itu, proses pengambilan keputusan juga mungkin
terhambat jika setiap anggotanya, termasuk pemimpin, tidak memiliki
keterampilan problem solving yang baik.Bukannya cepat mencapai solusi,
debat kusir malah semakin memperumit dan memperpanjang diskusi.Dalam
beberapa kasus, anggota kelompok mungkin juga tidak memiliki pengetahuan
atau keahlian yang diperlukan untuk memberikan kontribusi berkualitas bagi
proses pengambilan keputusan.
O. Tips Efektif Menerapkan Kepemimpinan Demokratis
Agar meeting lancar dan produktif, berikut adalah beberapa hal yang perlu
diperhatikan leader dengan gaya  kepemimpinan demokratis:
1. Jaga komunikasi tetap terbuka
Jika diskusi akan digelar, pastikan semua orang merasa cukup nyaman
untuk menyampaikan ide-ide mereka sepanjang waktu. Gaya kepemimpinan
demokratis tumbuh subur ketika semua opsi dijabarkan langsung dan
terang-terangan untuk dibahas semua orang.
2. Fokuskan topik diskusi
Sulit untuk membuat diskusi yang tidak terstruktur menjadi produktif.Maka,
sudah menjadi tugas pemimpin untuk menyeimbangkan pengeluaran ide-ide
sambil tetap menjaga alur pembahasan tidak keluar dari topik.Jika diskusi
mulai menyimpang, selalu ingatkan semua anggota tentang fokus
awalnya.Pastikan untuk mencatat komentar di luar topik dan usahakan
kembali membahas hal tersebut ketika waktunya tepat.
3. Siap untuk berkomitmen
Dalam gaya kepemimpinan demokratis, kamu akan dihadapkan dengan
begitu banyak kemungkinan dan saran yang bisa sangat muluk dan sulit
diwujudkan.Sebagai pemimpin, kamu harus memilih mana yang
menurutmu paling benar dan logis untuk dilakukan, dan pilih dengan
keyakinan.Tim kamu tergantung pada mandat yang jelas dan tidak ambigu
untuk bisa berkomitmen menunaikan tugas mereka.
4. Hormati ide-ide
Kamu dan tim mungkin tidak selalu setuju dengan setiap ide. Tidak
masalah.Namun, penting bagimu sebagai pemimpin untuk menciptakan
lingkungan diskusi yang sehat. Perlakukan semua ide sama berharganya
untuk dipertimbangkan dan dibahas, seremeh apa pun itu.Jika tidak, alur
diskusi akan loyo dan malah terhenti sama sekali karena ada anggota yang
merasa tidak dianggap.
5. Jangan minta maaf
Kamu sebaiknya berikan pengertian untuk para pihak yang idenya tidak
lolos. Akan tetapi, pada akhirnya kamu memiliki alasan kuat untuk memilih
solusi berbeda.
 Hubungan Antar Variabel
1. Gaya Kepemimpinan Demokratis terhadap Kinerja Karyawan
Dari penelitian terdahulu oleh Yugusna, Fathoni dan Andi T.H (2016)
mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan demokratis berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan hasil penelitian
terdahulu oleh Mardiana (2014) menunjukan bahwa gaya kepemimpinan
demokratis yang terdiri dari indikator pemimpin dan bawahan sama-sama
terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, hubungan
dengan bawahan terjalin dengan baik, motivasi yang diberikan kepada
bawahan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai
yang terdiri dari indikator ketepatan hasil kerja, ketelitian hasil kerja, dan
kerapian hasil kerja.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis terhadap Kepuasan Kerja
Penelitian terdahulu oleh Anitha D.A, Muhammad Syaharudin dan Markus
Apriono (2015) menemukan bahwa gaya kepemimpinan demokratis,
lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja psikis dan motivasi berpengaruh
signifikan secara parsial dan simultan terhadap kepuasan kerja karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ruslan Rusady (2014) mengemukakan hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel gaya kepemimpinan otokratis,
demokratis, dan bebas berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. dan
variabel yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap kepuasan kerja
adalah gaya kepemimpinan demokratis. Athanasios dan Belias (2014) juga
mengatakan bahwa gaya kepemimpinan demokratis berpengaruh positif
terhadap kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan pada perawat di pusat
pelayanan kesehatan menunjukkan adanya pengaruh yang negatif antara
gaya kepemimpinan demokratis dan kepuasan kerja (Wong, 2007).
3. Pengaruh budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan
Penelitian Yuwalliatin (2006), menunjukkan budaya organisasi, motivasi,
dan komitmen berpengaruh langsung terhadap kinerja karyawan.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif oleh Adriyanti (2014) hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi memiliki pengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Arif (2010) mengatakan budaya
organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, artinya apabila
budaya organisasi meningkat, maka kinerja karyawan akan meningkat.
4. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja
Berdasarkan penelitian oleh Koesmono (2005) dapat disimpulkan bahwa
budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi dan kepuasan kerja serta
kinerja pada karyawan. Berdasarkan penelitian oleh Ida dan Suprayetno
(2008) menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
5. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Dalam penelitian Chaterina (2012), membuktikan bahwa terdapat pengaruh
yang searah antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan oleh
karyawan, maka semakin tinggi tingkat kinerja karyawannya. Indikator
kepuasan kerja yang paling mendominasi adalah kepuasan terhadap rekan
kerja, dimana hal ini menunjukkan bahwa ketika seorang karyawan merasa
puas terhadap rekan kerja mereka, maka ketika itu pula karyawan
memandang pekerjaannya sebagai sesuatu yang menyenangkan dan
cenderung memiliki kinerja yang baik.
P. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya kepemimpinan sebelumnya dapat dilihat melalui karakter pemimpin,
DuBrin (2010) telah melakukan observasi pada karakter yang biasanya
dimiliki oleh pemimpin, ada 8 karakter dalam pemimpin yang efektif :
1. Self-Confidence :
Rasa yang dimiliki oleh pemimpin perempuan bisa terpancar melalui
perilakunya pada saat wawancara beliau dengan tanggap tanpa keraguan
menjawab pertanyaan-pertanyaan, dan juga dengan melihat cara berjalan
beliau yang tegap dan selalu memandang kedepan, ini membuktikan
bahwa pemimpin perempuan mempunyai rasa percaya diri yang kuat
dalam dirinya. Tanggapan manajer tentang kepercayaan diri dari
pemimpin perempuan adalah dengan melihat sikap tegas dan tegar yang
dipunyainya, kepercayaan diri ini juga membawa dampak sikap optimis
kepanda karyawan-karyawan yang dibawahinya.
2. Humility :
Untuk melihat sifat kerendahan hati peneliti mengobservasi dengan
melihat cara berpakaian dan berbicara dengan bawahan, pakaian yang
telah dipakai oleh pemimpin perempuan juga seragam dengan karyawan
lainnya artinya tidak memakai pakaian yang terlihat glamour.Incumbent
mengatakan bahwa pemimpin perempuan memang orangnya tidak “neko-
neko” dan sangat sederhana. Tanggapan manajertentang kerendahan hati
dari pemimpin perempuan adalah ketika dia membuat kesalahan dalam
pengambilan keputusan, beliau tidak segan-segan untuk langsung meminta
maaf dan langsung mencari solusinya bersama-sama.
3. Trustworthiness :
Manajer mengatakan bahwa sebagai pemimpin tentunya bisa dipercaya
karena itu adalah tanggung jawab pemimpin untuk menunjukan dirinya
bisa diandalkan dan bisa dipercaya oleh karyawannya, agar karyawannya
juga tidak ragu dalam menjalani pekerjaannya. Dan kepercayaan suksesor
bisa dipegang oleh pihak luar dan dalam perusahaan, contohnya adalah
beliau juga selalu konsisten memberi informasi perkembangan di luar
kepada karyawannya agar karyawan mengetahui perkembangan diluar
sebagai acuan dasar karyawan bekerja, dari pihak luar terlihat ketika
suksesor berhasil mendapatkan konsumen-konsumen baru dari luar negeri.
4. Authenticity :
Pemimpin perempuan mengakui bahwa belum sepenuhnya bisa jujur
terhadap nilai dan keyakinannya artinya beliau kadang juga masih ragu
atas tindakan yang telah dipilih tetapi semua pilihannya disertai dengan
tanggung jawab.
5. Extraversion :
Pemimpin perempuan belum mempunyai sifat keterbukaan dengan orang
lain, beliau lebih bisa berelasi dengan orang yang sudah dikenalnya.
6. Assertiveness :
Pemimpin perempuan sudah mempunyai sikap yang tegas dan beliau
selalu menegur apabila ada karyawannya yang mau dan hampir
melakukan kesalahan
7. Enthusiasm, Optimism and Warmth :
Pemimpin perempuan mengatakan bahwa belum sepenuhnya antusias
terhadap pekerjaan karena beliau juga mempunyai tanggung jawab
keluarganya, namun sifat optimis dan kehangatan sudah dimilikinya agar
karyawan juga ikut optimis dan rekat, ini didukung oleh pernyataan dari
manajer bahwa pemimpin perempuan selalu optimis dapat melihat
peluang-peluang dan tidak mudah menyerah ini membuat karyawannya
termotivasi dan semangat.
8. Sense of Humor :
Pemimpin perempuan belum sepenuhnya mempunyai rasa humoris
terhadap karyawannya seperti yang dikatakan oleh manajer bahwa dalam
hal tertentu saja beliau bisa diajak bercanda tawa karena beliau juga tipe
yang task oriented sehingga hubungan dengan pemimpin kepada
karyawannya lebih memfokuskan pada pekerjaan tetapi ini juga
tergantung situasi, pemimpin mengatakan bahwa lebih bisa humoris ketika
ada meeting dengan pihak lubar untuk mencairkan suasana.
Q. Menurut David T. Foster III, et. al., pola orientasi kepemimpinan yang
pengimplementasiannya terkait dengan gaya atau perilaku kepemimpinan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan yang mengutamakan pelaksanaan tugas (task
oriented)
Orientasi kepemimpinan ini mengutamakan efektivitas organisasi melalui
pelaksanaan tugas/pekerjaan secara tepat/benar, tanpa membuat kesalahan.
Dengan cara tersebut teori ini berpendapat tujuan organisasi dapat dicapai
secara maksimal. Kepemimpinan dengan orientasi ini memiliki
kecerendungan pada pengimplementasian gaya atau perilaku yang termasuk
dalm tipe kepemimpinan otoriter. Pemimpin berasumsi bahwa tugas-tugas
dan cara melaksanakannya yang sudah diatur dan ditetapkan, tidak
memerlukan partisipasi anggota organisasi untuk memperbaiki atau
mengubahnya meskipun dengan maksud untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitasnya dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Gaya kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama (relationship
oriented)
Kepemimpinan dengan orientasi ini dalam mewujudkan pekerjaan
mengutamakan interkasi timbal balik antara pimpinan dengan anggota
organisasi/bawahan berdasarkan hubungan manusiawi yang hormat
menghormati dan saling menghargai satu dengan yang lain. Pemimpin
dengan orientasi ini sangat terbuka pada partisipasi anggota organisasi, yang
selaras dengan Tipe Kepemimpinan Demokratis. Partisipasi anggota
dilakukan dengan memberikan kesempatan yang luas pada anggota
organisasi dalam menyampaikan kreativitas, inisiatif, pendapat, saran, dan
kritik. Orientasi kepemimpinan ini dalam implementasi gaya atau perilaku
kepemimpinan yang bersifat manusiawi karena dilaksanakan dengan
mengahargai dan mampu menyalurkan perbedaan anggota organisasi yang
berbeda kemampuannya dalam bekerja.
3. Gaya kepemimpinan yang mengutamakan hasil (goal oriented)
Kepemimpinan dengan orientasi ini menuntut hasil kerja yang sesuai standar
dari setiap anggota organisasinya, yang akan berdampak pada hasil
keseluruhan organisasi yang harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian berarti juga hasil yang dicapai setiap anggota organisasi
merupakan bagian atau harus mampu mendukung pencapaian tujuan
organisasi. Dalam kondisi itu pemimpin cenderung tidak mempersoalkan cara
mencapai tujuan organisasi, antara lain apakah hasil kerja individu atau hasil
kerjasama di dalam tim kerja (team work), apakah menggunakan sedikit atau
banyak bahan, dll. Orientasi kepemimpinan ini terfokus pada hasil maksimal
yang dapat dicapai, karena pemimpin memiliki ambisi yang kuat dalam
menuntut prestasi kerja terbaik dari setiap anggota organisasi tanpa
mempersoalkan cara mencapainnya
4. Gaya Kepemimpinan dalam Persektif Islam
Gaya Kepemimpinan dalam perspektif Islam disebut juga dengan ulul  amri
adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan orang lain.
Dengan kata lain, pemimpin itu adalah orang yang mendapat amanah untuk
mengurus urusan rakyat. Dalam suatu organisasi atau perusahaan, jika ada
pemimpin yang tidak mengurus kepentingan perusahaannya, maka itu bukan
seorang pemimpin. Dalam Al-qur’an surat an-Nisaa’ ayat 59
disebutkan:Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya."
Kepemimpinan sering disebut juga khodimul ummah  (pelayan umat).
Menurut istilah itu, seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi
sebagai pelayan masyarakat (pelayan perusahaan). Seorang pemimpin
perusahaan harus berusaha berfikir cara-cara agar perusahaan yang
dipimpinnya maju, pegawaisejahtera, serta masyarakatnya atau
lingkungannya menikmati kehadiran perusahaan itu. Menurut
Widjajakusuma, seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong
dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalam suatu entitas
atau kelompok, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas
ataupun hingga skala Negara, untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas
kemampuan yang dimiliki. Pemimpin harus dapat memfasilitasi anggotanya
dalam mencapai tujuannya.
6. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Seorang pemimpin bukanlah hanya seseorang yang dapat memimpin saja,
tetapi harus memiliki kekuatan, semangat untuk mengubah sikap sehingga
pegawai menjadi conform dengan pemimpin.
Berikut ini beberapa dimensi kepemimpinan demokratis menurut Robbins
(2009:187):
a. Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas.
b. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber
kepada penerima atau dari pimpinan kepada bawahan dan sebaliknya dengan
maksud untuk mengubah tingkah laku penerima.
c. Kemampuan
Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan suatu
aktivitas.
d. Kualitas
Kualitas adalah suatu nilai yang melekat pada seseorang.
e. Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah pengembangan potensi diri dan kepribadian
seseorang untuk tujuan tertentu yang ingin dicapai.
R. TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan yang efektif dan efisien akan terwujud apabila dijalankan
berdasarkan fungsi dan tujuan yang telah ditetapkan. Seorang pemimpin harus
berusaha menjadi bagian dari situasi kelompok atau organisasi yang
dipimpinnya (Northouse, 2018). Dalam mewujudkan tujuan dan fungsi
kepemimpinan secara internal maka akan berlangsung suatu aktifitas
kepemimpinan dan aktifitas tersebut akan dipilah-pilah maka akan terlihat
secara jelas kepemimpinan dengan pola masing-masing. Pemimpin sebagai
mahluk Tuhan yang mempunyai karakter yang berbeda-beda dapat menentukan
jalannya sendiri. Organisasi yang dipimpinnya dapat digotongkan da1am
berbagai tipe atau bentuk yang dikemukakan oleh beberapa pendapat dari para
ahli sebagai berikut :
a. Tipe Otoritas (Autocrat)
Otokrat berasal dari perkataan "utus" (sendiri) dan "kratos" (kekuasaan) jadi
otokrat berarti penguasaan obsolut. Kepemimpinan otoritas berdasarkan diri
pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak yang harus dipatuhi (Siagian, 2007).
Dimana setiap perintah dan kebijakan yang ditetapkan tanpa berkonsultasi
dengan bawahannya dan harus dilakukan.Seorang pemimpin yang autokratik
adalah seorang yang sangat egois, egoisme yang sangat besar akan
mendorongnya memutarbalikan kenyataan yang sebenarnya sehingga sesuai
dengan keinginannya apa yang secara subjektif diinterprestasikan sebagai
kenyataan. Menurut Terry, pemimpin yang bertipe otoriter biasanya bekerja
secara sungguh-sungguh, teliti dan cermat. Dimana pemimpin bekerja menurut
peraturan kebijakan yang berlaku, meskipun sedikit kaku dan segala
intruksinya harus dipatuhi oleh para bawahan(Siswanto dan Hamid, 2017).
Para bawahan tidak berhak untuk mengomentari apa yang dilakukan oleh
seorang pemimpin karena pemimpin menganggap bahwa dialah yang bertindak
sebagai pengemudi yang akan bertanggung jawab atas segala kompleksitas
organisasi.
Berdasarkan nilai-nilai demikian, seorang pemimpin yang otoriter akan
menujukan berbagai sikap yang menonjolkan "kekuasaan" antara lain:
(1) kencenderungan dalam memperlakukan para bawahan sama dengan alat-
alat lain dalam organisasi atau instansi lain;
(2) pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa
mengkaitkan pelaksana tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para
bawahan;
(3) pengabaian peran bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
b. Tipe Peternalistik
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam
kehidupan organisasi dapat diwarnai oleh harapan para pengikutnya. Harapan
itu pada umumnya terwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu
berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layaknya dijadikan
sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk. Ditinjau dari segi
nilai organisasi yang dianut biasanya seorang pemimpin yang peternalistik
mengutamakan nilai kebersamaan, dalam organisasi yang dipimpin oleh
seorang pemimpin yang peternalistik kepentingan bersama dan perlakuan
terlihat sangat menonjol. Artinya seorang pemimpin yang bersangkutan
berusaha untuk memperlakukan semua orang yang terdapat dalam organisasi
seadil dan serata mungkin.
b. Tipe Kharismatik
Tipe pemimpin kharismatik ini memiliki kekuatan energi daya tarik yang bisa
untuk mempengaruhi orang lain. Sehingga ia mempunyai pengikut yang besar
jumlahnya (Kartono, 2010). Seorang pemimpin yang kharismatik adalah
seorang pemimpin yang di kagumi oleh orang banyak pengikut tersebut tidak
selalu menjelaskan secara kongkrit mengapa tipe pemimpin yang kharismatik
sangat dikagumi. Orang cenderung mengatakan bahwa orang-orang tertentu
yang memiliki "kekuatan ajaib" dan menjadikan orang-orang tertentu di
pandang sebagai pemimpin kharismatik. Dalam anggota organisasi atau
instansi yang di pimpin oleh orang kharismatik, tidak mempersoalkan nilai-
nilai yang dianut, sikap perilaku dan gaya yang digunakan oleh pemimpin yang
kharismatik mengunakan otokratik para bawahan tetap mengikuti dan tetap
setia pada seorang pemimpin yang kharismatik.
c. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Kepemimpinan demokratis
menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasihat dan sugesti
bawahan. Seorang pemimpin yang berdemokratis dihormati dan disegani
bukan ditakuti karena perilaku pemimpin demokratis dalam kehidupan
organisasional mendorong pada bawahannya menumbuh kembangkan daya
inovasi dan kreativitasnya. Dengan sungguh-sungguh pemimpin demokratis
mendengarkan pendapat, saran bahkan kritik dari orang lain, terutama dari
bawahannya. Tipe kepemimpinan demokratis merupakan faktor manusia
sebagai faktor utama yang terpenting dalam setiap kelompok atau organisasi.
Tipe demokrasi ini lebih menunjukan dominasi perilaku sebagai pelindung
dan penyelamat serta perilaku menunjukan dan mengembangkan organisasi
atau kelompok. Seorang pemimpin mengikut sertakan seluruh anggota
kelompok dalam mengambil keputusan. Pemimpin perusahaan yang bersifat
demikian akan selalu menghargai pendapat atau kreasi bawahannya.
Pemimpin memberikan sebagian para bawahannya turut bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan program yang akan dicapai.
d. Tipe Militeristis
Banyak mengunakan sistem perintah, sistem komando dari atasan ke bawahan
yang sifatnya keras, sangat otoriter dan menghendaki bawahan agar selalu
patuh. Tipe ini sifatnya kemiliteran, hanya gaya warnanya yang mencontoh
gaya kemiliteran tetapi dilihat lebih seksama tipe ini mirip dengan tipe otoriter
(Kartono, 2010).
S. Teori-Teori Gaya Kepemimpinan
Adapun teori gaya kepemimpinan menurut Veithzal Rivai (2014, p. 150) adalah
sebagai berikut :
1. Teori Otokratis
Gaya kepemimpinan menurut teori ini didasarkan atas perintah-perintah
pemaksaan dan tindakan yang agak arbitrer dalam hubungan antara pemimpin
dengan pihak bawahan. Pemimpin disini cenderung mencurahkan perhatian
sepenuhnya pada pekerjaan, ia melaksanakan pengawasan seketat mungkin
dengan maksud agar pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan rencana.
Pemimpin otokratis menggunakan perintah-perintah yang biasanya diperkuat
oleh adanya sanksi-sanksi diantara mana, disiplin adalah yang terpenting.
2. Teori Psikologis
Approach ini terhadap gaya kepemimpinan menyatakan bahwa fungsi seorang
pemimpin adalah mengembangkan sistem motivasi terbaik. Pemimpin
merangsang bawahannya untuk bekerja ke arah pencapaian sasaran-sasaran
organisatoris maupun untuk memenuhi tujuan-tujuan pribadi mereka. Gaya
Kepemimpinan yang memotivasi sangat memperhatikan hal-hal seperti
misalnya pengakuan, kepastian emosional dan kesempatan untuk
memperhatikan keinginan dan kebutuhannya.
3. Teori Sosiologis
Teori ini menganggap bahwa gaya kepemimpinan terdiri dari usaha-usaha
yang melancarkan aktivitas para pemimpin dan yang berusaha untuk
menyelesaikan setiap konflik organisasi antara para pengikut. Pemimpin
menetapkan tujuan-tujuan dengan mengikutsertakan para pengikut dalam
pembuatan keputusan terakhir. Identifikasi tujuan kerap kali memberikan
petunjuk yang diperlukan oleh para pengikut. Mereka mengetahui hasil-hasil
apa, kepercayaan apa, dan kelakuan apa yang diharapkan dari mereka.
4. Teori Supportif
Teori ini menyatakan bahwa pihak pemimpin beranggapan bahwa para
pengikutnya ingin berusaha sebaik-baiknya dan bahwa ia dapat memimpin
dengan sebaiknya melalui tindakan membantu usaha-usaha mereka. Untuk
maksud itu pemimpin menciptakan suatu lingkungan kerja yang membantu
mempertebal keinginan pada setiap pengikut untuk melaksanakan pekerjaan
sebaik mungkin bekerja sama dengan pihak lain, serta mengembangkan
skillnya serta keinginannya sendiri.Saran-saran mengenai bagaimana
melaksanakan pekerjaan lebih baik, perbaikan-perbaikan apa dapat dicapai
pada kondisi-kondisi kerja dan ide-ide baru apa harus dicoba, perlu
dikembangkan.

5. Teori Laissez Faire


Berdasarkan teori ini, seorang pemimpin memberikan kebebasan seluas-
luasnya kepada para pengikutnya dalam hal penentuan aktivitas mereka. Ia
tidak berpartisipasi, atau apabila hal itu dilakukannya, maka partisipasi
tersebut hampir tidak berarti. Approach ini merupakan kebalikan langsung
daripada pihak pimpinan. Kelompok-kelompok “laissez faire”membentuk
pemimpin informal.
6. Teori Kelakuan Pribadi
Approach ini melakukan apa yang dilakukan oleh pemimpin dalam hal
memimpin. Salah satu sumbangsih penting teori ini menyatakan bahwa
seorang pemimpin melakukan tindakan-tindakan identikdalam setiap situasi
yang dihadapi olehnya.
7. Teori Sifat
Sudah banyak usaha dilakukan orang mengidentifikasi sifat-sifat pemimpin
yang dipergunakan untuk menerangkan dan meramalkan kesuksesan dalam
bidang memimpin. Diantara sifat-sifat yang dianggap harus dimiliki oleh
seorang pemimpin dapat disebut intelegensi, inisiatif, energik atau
rangsangan, kedewasaan emosional, persuasive, skill komunikatif,
kepercayaan pada diri sendiri, perseptif, kreativitas, partisipasi sosial.
7. Gaya Kepemimpinan yang Memiliki Kecenderungan Paling Tinggi
terhadap Kinerja Karyawan
1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil uji Simultan (f) pada pengolahan SPSS yang bertujuan
untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel gaya kepemimpinan secara
simultan atau bersama-sama terhadap variabel kinerja karyawan. Didapat
hasil bahwa nilai F hitung Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan
adalah sebesar 10,492 untuk F tabel adalah sebesar 2,510. Berdasarkan hasil
perhitungan tersebut diperoleh bahwa sebesar 10,492 > sebesar 2,510 dan
nilai Sig. 0,000 lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 atau sig. 0,05 > 0,000,
dengan demikian model regresi antara gaya kepemimpinan direktif, suportif,
partisipatif, dan berorientasi pada prestasi secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Kinerja Karyawan. Dengan adanya hasil tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa apabila variabel gaya kepemimpinan direktif,
suportif, partisipatif serta pemimpin yang berorientasi pada prestasi diuji
secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan, maka hasil dari pengaruh
gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan itu sendiri cenderung lebih
tinggi di bandingkan hanya menerapkan satu gaya kepemimpinan saja yang
telah diuji secara parsial dimana gaya kepemimpinan cenderung tinggi
terdapat pada variabel gaya kepemimpinan suportif sebesar 3,709. Dengan
adanya hal tersebut, Pemimpin dari PT Nindya Karya (persero) dapat
mempertahankan gaya kepemimpinan yang suportif tersebut karena
berdasarkan hasil pengolahan bahwa kinerja karyawan dari PT Nindya
Karya (Persero) Palembang lebih besar dipengaruhi gaya kepemimpinan
yang suportif. Namun, PT Nindya Karya (persero) Palembang juga dapat
menerapkan seluruh gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi yang
dihadapi oleh seorang pemimpin, karena pada dasarnya gaya setiap
pemimpin tentunya berbeda-beda, demikian juga dengan para karyawannya.
Ini merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa situasi-situasi tertentu
menuntut seorang pemimpin untuk menerapkan satu gaya kepemimpinan
tertentu, sedangkan situasi lainnya menuntut gaya kepemimpinan yang lain
pula. Maka seorang pemimpin haruslah dapat menyesuaikan gaya
kepemimpinan seperti apa yang tepat digunakan pada situasi tertentu.
2. Penerapan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada karyawan PT
Nindya Karya Palembang bahwa pemimpin bersikap ramah terhadap
karyawannya, memberi perhatian terhadap pekerjaan karyawannya serta
terbuka terhadap karyawannya yang dapat menciptakan keharmonisan antara
hubungan pimpinan dan karyawan. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara
yang telah dilakukan terhadap pimpinan dari PT Nindya Karya Palembang
sendiri bahwa informasi secara umum dari karyawannya tersebut mengenai
gaya kepemimpinan yang diterapkannya kurang lebih seperti itu, karena
pimpinan berusaha bersikap baik dengan memperhatikan pekerjaan yang
dilakukan karyawannya, namun pimpinan tetap memiliki komitmen
tersendiri secara tegas bahwa setiap karyawan harus dapat menyelesaikan
pekerjaannya dengan tepat waktu apapun alasannya. Jadi, hasil dari
wawancara dengan pimpinan dan karyawan tersebut memiliki kesamaan
terhadap penerapan gaya kepemimpinan yang dilakukannya, dimana
penerapan mengenai gaya kepemimpinan dari pimpinan PT Nindya Karya
merupakan ciri-ciri gaya kepemimpinan yang suportif. Hal tersebut sejalan
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa yang memberikan
pengaruh terhadap kinerja paling besar adalah kepemimpinan suportif
sebesar 3,709. Pemimpin dari PT Nindya Karya (persero) Palembang
sebaiknya tetap mempertahankan kepemimpinan yang suportif, karena telah
diketahui bahwa pemimpin suportif memiliki pengaruh yang besar terhadap
kinerja karyawan.
e. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis (H1) telah membuktikan terdapat
pengaruh antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Melalui hasil
perhitungan yang telah dilakukan diperoleh taraf signifikansi hasil sebesar 0,000
tersebut < 0,05 dan t hitung 2,092 t tabel 1,672, dengan demikian Ha diterima
dan Ho ditolak. Pengujian ini secara statistik membuktikan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin baik gaya kepemimpinan maka
semakin baik pula kinerja karyawan.
Menurut Thoha (2010:303) gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang
diterapkan oleh seseorang saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain. Semakin baik perilaku dan gaya seorang pemimpin perusahaan
terhadap karyawan maka akan semakin besar pula kontribusi mereka untuk
memberikan kinerja terbaiknya karena karyawan beranggapan bahwa perilaku
pempimpin yang baik maka karyawan akan merasa bahwa perusahaan akan
mempercayai dan menghargai kinerjanya, sehingga karyawan berusaha
meningkatkan kinerjanya seoptimal mungkin.Hasil penelitian ini sama halnya
dengan hasil penelitian Ari Cahyo Suminar (2015) yang menyatakan gaya
kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan PT.
Essentra Indonesia, Sidoarjo.
f. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis (H2) telah membuktikan terdapat
pengaruh antara motivasi terhadap kinerja karyawan. Melalui hasil perhitungan
yang telah dilakukan diperoleh taraf signifikansi hasil sebesar 0,041 tersebut <
0,05 dan t hitung 2,092 > t tabel 1,672, dengan demikian Ha diterima dan Ho
ditolak. Pengujian ini secara statistik membuktikan bahwa motivasi berpengaruh
positif signifikan terhadap kinerja karyawan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
semakin baik motivasi, maka semakin baik pula kinerja karyawan.Menurut
Yusuf (2015:264) motivasi adalah proses mempengaruhi atau mendorong dari
luar terhadap seseorang maupun kelompok kerja supaya mau melakukan sesuatu
yang telah ditetapkan.Hasil penelitian ini sama halnya dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Yulisa Andrayani (2013) yang menyatakan motivasi
berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Bumipalma
Lestari Persada, Indragiri Hilir.
g. Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik terhadap Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis (H3) telah membuktikan bahwa
lingkungan kerja fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan. Melalui hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh taraf
signifikansi hasil sebesar 0,001 tersebut < 0,05 dan t hitung 3,366 > t tabel
1,672, dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak. Pengujian ini secara
statistik membuktikan bahwa lingkungan kerja fisik berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil ini dapat diartikan bahwa semakin
baik lingkungan kerja fisik maka semakin baik pula kinerja
karyawan.Lingkungan kerja fisik menurut Afandi (2016;51) adalah sesuatu yang
terdapat pada lingkungan pekerja yang bias mempengaruhi dirinya pada saat
menjalankan pekerjaanya, misalnya temperatur, kelembapan, ventilasi,
penerangan, kegaduhan, tempat kerja yang bersih dan memadai atau tidaknya
peralatan dan perlengkapan kerja.Hasil penelitian ini sama halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh Oktafiana Nanda Budi Lestari (2015) yang
menyatakan lingkungan kerja fisik berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja karyawan PT. Luxindo Nusantara, Semarang.
h. Gaya Kepemimpinan, Motivasi, dan Lingkungan Kerja Fisik terhadap Kinerja
Karyawan.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis (H4) diperoleh taraf signifikansi hasil
sebesar 0,000 tersebut <0,05 dan F hitung F 11,001 > F tabel 2,77, dengan
demikian Ha diterima dan Ho ditolak. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
secara simultan gaya kepemimpinan, motivasi, dan lingkungan kerja fisik
berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dengan demikian menunjukkan bahwa
adalah gaya kepemimpinan, motivasi, dan lingkungan kerja fisik dapat
menjelaskan kinerja karyawan sebesar 33,7% dan sisanya yaitu 66,3%
dijelaskan variabel lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini. Dari ketiga
variabel yaitu gaya kepemimpinan, motivasi, dan lingkungan kerja fisik yang
paling dominan terhadap kinerja karyawan adalah gaya kepemimpinan dengan
nilai beta sebesar 0,530.
 Tujuan Penilaian Kinerja adalah sebagai berikut :
Mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan.Sebagai dasar perencanaan
bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu,
dan hasil kerja. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan
seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan ke jenjang karier, kenaikan
pangkat, dan kenaikan jabatan. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik
yang sehat antara atasan dan bawahan. Mengetahui kondisi organisasi secara
keseluruhan dari kepegawaian khususnya kinerja karyawan dalam
bekerja.Karyawan mengetahui kekuatan dan kelemahannya, sehingga dapat
memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan
dan mengenal bawahannya, sehingga dapat lebih memotivasi karyawannya.

i. Indikator Gaya Kepemimpinan


Robbins (2012 : 448) mengidentifikasikan empat gaya kepemimpinan yang
dibedakan sebagai berikut :
1. Kepemimpinan direktif
Menurut Robbins (2012:448) kepemimpinan direktif yaitu gaya
kepemimpinan yang mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan dan
harapan bawahan. Atasan sering memberikan perintah atau tugas khusus
(otokrasi). Sedangkan Davis dan Newstrom (2012:164) menyatakan
kepemimpinan direktif adalah pemimpin yang memusatkan kuasa dan
pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, pemimpin menata situasi kerja
ynag rumit bagi para pegawai, yang melakukan apa saja yang
diperintahkannya. Pemimpin berwenang penuh dan memikul tanggung jawab
sepenuhnya. Pemimpin yang mempunyai gaya seperti ini pada umumnya
sering memberikan perintah atau tugas khusus pada bawahannya, membuat
keputusan-keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaanya.
Semua kegiatan terpusat pada pemimpin. Pada dasarnya gaya direktif adalah
gaya otoriter.
2. Kepemimpinan suportif
Menurut Robbins (2012:448) kepemimpinan suportif, yaitu kepemimpinan
yang selalu bersedia menjelaskan segala permasalahan pada bawahan, mudah
didekati dan memuaskan hati para karyawan. Sedangkan menurut Winardi
(2000:63) menyatakan kepemimpinan suportif adalah pemimpin yang
menciptakan suatu lingkungan kerja yang membantu mempertebal keinginan
pada setiap pengikut untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin,
bekerjasama dengan pihak lain, serta mengembangkan skillnya dan
keinginannya sendiri. Kepemimpinan suportif juga dikenal dengan istilah
perilaku penyokong atau perhatian, dalam gaya ini pemimpin bersedia
menjelaskan segala permasalahan pada bawahan, mudah didekati dan
memuaskan kinerja para karyawan. dengan cara membimbing pengikut atau
karyawan dengan sebaik-baiknya, menciptakan suatu lingkungan kerja yang
membantu keinginan pada setiap pengikut untuk melaksanakan pekerjaan
sebaik mungkin, bekerjasama dengan pihak lain, serta mengembangkan
skillnya dan keinginannya sendiri.
3. Kepemimpinan partisipatif
Menurut Robbins (2012:448) kepemimpinan partisipatif adalah gaya
kepemimpinan yang meminta dan menggunakan saran-saran bawahan dalam
rangka mengambil keputusan. Sedangkan menurut Nawawi (2013:91) gaya
kepemimpinan ini ditujukan dengan memberikan kesempatan pada anggota
organisasi atau bawahan ikut serta dalam menetapkan tujuan, membuat
keputusan dan mendiskripsikan perintah. Menurut pendapat tokoh-tokoh
tersebut dalam gaya ini pemimpin cenderung meminta pendapat karyawan dan
menggunakan saran serta gagasannya sebelum mengambil keputusan dan
menggunakan metode karyawan tersebut terhadap pemecahan masalah dan
mengambil keputusan tersebut jika dianggap sesuai oleh pemimpin. Selain itu
pemimpin juga memberikan pada karyawan ikut serta dalam menetapkan
tujuan, membuat keputusan dan mendiskripsikan perintah.
4. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi.
Menurut Robbins (2012:448) kepemimpinan yang berorientasi prestasi, yaitu
kepemimpinan yang mengajukan tantangan yang menarik bagi bawahan dan
merangsang untuk mencapai tujuan, serta melaksanakan dengan baik. Makin
tinggi orientasi pemimpin akan prestasi, maka makin banyak bawahan yang
percaya akan menghasilkan pelaksanaan kerja yang efektif. Menurut pendapat
tokoh tersebut dalam gaya ini menetapkan tujuan yang menantang dan
merangsang para karyawan, mengharapkan karyawan untuk berprestasi
setinggi mungkin, percaya pada kemampuan karyawan untuk mencapainya,
dan terus menerus mencari peningkatan hasil karya atau kerja.

T. Dimensi Gaya Kepemimpinan Demokratis


Seorang pemimpin bukanlah hanya seseorang yang dapat memimpin saja, tetapi
harus memiliki kekuatan, semangat untuk mengubah sikap sehingga pegawai
menjadi conform dengan pemimpin. Berikut ini beberapa dimensi kepemimpinan
demokratis menurut Robbins (2009:187):
a. Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas.
b. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber
kepada penerima atau dari pimpinan kepada bawahan dan sebaliknya dengan
maksud untuk mengubah tingkah laku penerima.
c. Kemampuan
Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan suatu
aktivitas
d. Kualitas
Kualitas adalah suatu nilai yang melekat pada seseorang.
e. Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah pengembangan potensi diri dan kepribadian
seseorang untuk tujuan tertentu yang ingin dicapai.

Motivasi Kerja

Pengertian Motivasi Kerja

Istilah motivasi berasal dari bahasa latin, yakni movere yang berarti “menggerakkan”.
Motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi
seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entuatisme dan persistensi
dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Motivasi juga didefinisikan
sebagai dorongan dari dalam diri individu berdasarkan mana dari berperilaku dengan
cara tertentu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya.

Menurut Chung dan Meggison dalam buku Irham Fahmi, mendefinisikan motivasi :
Motivasi sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan
tingkat usaha yang dilakukan seseorang dalam mengejar suatu tujuan. Motivasi
berkaitan erat dengan kepuasan dan performansi pekerjaan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Barelson dan Steiner yang mendefinisikan motivasi
sebagai berikut :

Motivasi diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang
memberikan energi, mendorong kegiatan dan mengerakkan dan mengarah atau
menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau
mengurangi ketidakseimbangan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa motivasi merupakan suatu penggerak yang memberikan dorongan kepada
manusia dan senantiasa mengarahkan manusia ke arah yang lebih baik dalam usaha
mencapai tujuan yang diinginkannya. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude)
karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan. Motivasi merupakan
kondisi atau energi yang menggerakkan diri seorang karyawan secara terarah untuk
mencapai tujuan perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap
situasi kerja merupakan modal untuk memperkuat motivasi kerjanya dalam mencapai
kinerja yang maksimal. Pada dasarnya motivasi merupakan alat untuk memacu
semangat kerja karyawan dalam mencapai tujuan yang mereka inginkan. Jika
semangat kerja karyawan semakin meningkat, maka produktivitas kerja karyawan
juga akan meningkat. Hal ini akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan
perusahaan. Motivasi merupakan salah satu hal yang harus dilakukan oleh seorang
manajer untuk meningkatkan kinerja (performance) bawahannya karena kinerja
tergantung dari motivasi, kemampuan, dan lingkungannya. Motivasi sebagai
pendorong atau penggerak perilaku ke arah pencapaian tujuan merupakan suatu siklus
yang terdiri dari tiga macam elemen, yaitu adanya kebutuhan (needs), dorongan untuk
berbuat dan bertindak (drives), dan tujuan yang diinginkan (goals). Dorongan ini
berupa arah perilaku (kerja untuk mencapai tujuan) dan kekuatan perilaku (seberapa
kuat usaha individu dalam bekerja mencapai tujuan). Kebutuhan merupakan suatu
keinginkan yang dirasa kurang oleh seseorang pada waktu tertentu. Akibat
kekurangan itu, maka muncullah usaha seseorang untuk memenuhinya.

Dengan demikian, Stokes mengemukakan konsep motivasi kerja sebagai berikut :

Motivasi kerja adalah sebagai pendorong bagi seseorang untuk melakukan


pekerjaannya dengan lebih baik, juga merupakan faktor yang membuat perbedaan
antara sukses dan gagalnya dalam banyak hal dan merupakan tenaga emosional yang
sangat penting untuk sesuatu pekerjaan baru. Jadi yang dimaksud dengan motivasi
kerja adalah suatu penggerak atau pendorong yang ada dalam diri seseorang, yang
mendorongnya untuk mau bekerja lebih baik lagi dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya yang diberikan kepadanya. Tujuan pemberian motivasi kerja kepada
karyawan adalah pertama, untuk mengubah perilaku karyawan sesuai dengan
keinginan/apa yang dibutuhkan oleh perusahaan. Kedua, meningkatkan gairah dan
semangat kerja. Ketiga, meningkatkan disiplin kerja. Keempat, meningkatkan prestasi
kerja. Kelima, meningkatkan rasa tanggung jawab. Keenam, meningkatkan
produktivitas dan efisiensi, dan ketujuh, menumbuhkan loyalitas karyawan pada
perusahaan.

Motivasi memiliki beberapa jenis yang dibedakan sebagai berikut :

a. Jenis motivasi ditinjau dari perannya dibedakan menjadi dua macam yaitu
motivasi positif dan motivasi negatif. Motivasi positif adalah motivasi yang
menimbulkan harapan yang sifatnya menguntungkan/menggembirakan.
Sedangkan motivasi negatif adalah motivasi yang menimbulkan rasa takut
(ancaman, tekanan, dan sejenisnya).
b. Jenis motivasi ditinjau dari segi perwujudannya dibedakan menjadi dua macam
yaitu motivasi materiil dan motivasi non materiil. Motivasi yang berupa materiil
adalah uang, kertas berharga/barang-barang yang menjadi daya tarik. Sedangkan
motivasi yang non materiil adalah motivasi yang mempunyai daya tarik lebih
besar daripada motivasi materiil/fisik, misalnya motivasi/landasan agama atau
keyakinan sehingga tanpa berpikir keduniaan orang akan berbuat sesuatu yang
bermanfaat bagi orang lain semata-mata karena dorongan agamanya.

Prinsip-prinsip dalam Motivasi

Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan, antara lain :

a. Prinsip partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, karyawan perlu diberikan kesempatan untuk ikut
berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin suatu
organisasi.
b. Prinsip komunikasi
Pemimpin harus mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan
usaha pencapaian tujuan dengan informasi yang jelas. Sehingga pegawai akan
lebih mudah termotivasi dalam bekerja.
c. Prinsip mengakui andil bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahannya mempunyai andil di dalam usaha
pencapaian tujuan. Dengan adanya pengakuan tersebut, karyawan akan lebih
merasa dihargai dan akan lebih mudah diberikan motivasi.
d. Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin yang memberikan wewenang kepada karyawannya untuk sewaktu-
waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan
membuat karyawan lebih termotivasi dalam upaya mencapai tujuan yang
diharapkan oleh pemimpin.
e. Prinsip memberi perhatian
Apabila pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang dibutuhkan oleh
karyawannya, maka karyawan juga akan termotivasi memberikan apa yang
menjadi harapan dari pemimpinnya.

Teori-teori Motivasi
Berikut teori motivasi menurut beberapa ahli :

a. Teori Maslow
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan di dalam kenyataan
yang harus dipenuhi. Hierarki kebutuhan manusia menurut teori ini adalah
sebagai berikut :
1) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan
fisik, bernafas. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau
disebut pula kebutuhan yang paling dasar.
2) Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman
bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup.
3) Kebutuhan untuk rasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh
kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta
dicintai.
4) Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai
orang lain.
5) Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk
menggunakan kemampuan, skill, dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat
dengan mengemukakan ide-ide memberi penilaian dan kritik terhadap
sesuatu.
b. Teori Herzberg
Frederick Herzberg mengembangkan sebuah teori yang disebut dengan teori dua
faktor. Teori ini menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya.
Teori dua faktor adalah suatu teori yang mengaitkan faktor-faktor intrinsik
dengan kepuasan kerja dan menghubungkan faktor ekstrinsik dengan
ketidakpuasan kerja. Teori dua faktor ini disebut juga dengan teori motivasi murni
(motivational-hygiene theory). Menurut teori ini, motivational factors adalah
faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang/faktor yang
bersifat intrinsik, yang berasal dari dalam diri seseorang seperti perasaan puas
dalam melakukan pekerjaan.38 Motivational factors disebut juga sebagai satisfier,
yang berarti faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan.39 Menurut Herzberg,
yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain pekerjaan seseorang,
keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karir dan
pengakuan dari orang lain.
Sedangkan hygiene factors adalah faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan
hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman. Hygiene factors disebut
juga sebagai dissatisfier, yang berarti faktor yang menyebabkan ketidakpuasan
dan ketidakcukupan.42 Faktor pemeliharaan ini meliputi gaji, kondisi kerja,
kebijakan perusahaan, hubungan dengan pengawas, keamanan kerja, dan
macammacam tunjangan lainnya. Hilangnya faktor pemeliharaan ini dapat
menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya karyawan, bahkan dapat
menyebabkan banyak karyawan yang keluar.
c. Teori Clayton Alderfer
Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan yang dikemukakan oleh
Abraham Maslow. Teori Alderfer ini dikenal dengan akronim “ERG”, yang
merupakan akronim dari huruf pertama dari tiga istilah yang dikemukakannya
yaitu E (Existence), R (Relatedness), dan G (Growth). Terdapat tiga kelompok
kebutuhan yang utama dalam teori Alderfer, yaitu :
1) Kebutuhan akan Keberadaan (Existence Needs), berhubungan dengan
kebutuhan dasar termasuk di dalamnya kebutuhan fisiologis dan kebutuhan
akan rasa aman dari Maslow.
2) Kebutuhan akan Afiliasi (Relatedness Needs), menekankan akan pentingnya
hubungan antar-individu dan juga bermasyarakat. Kebutuhan ini berkaitan
dengan kebutuhan akan rasa memiliki dan kebutuhan akan harga diri.
3) Kebutuhan akan Kemajuan (Growth Needs), yaitu keinginan intrinsik dalam
diri seseorang untuk maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya.

Perbedaan teori Alderfer dengan teori Maslow adalah :


1) Teori ini menyatakan bahwa lebih dari satu kebutuhan dapat bekerja pada saat
yang bersamaan artinya tidak selalu harus berjenjang seperti yang dikemukakan
Maslow.
2) Teori ini menyatakan jika untuk mencapai pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi
sulit dicapai, maka keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih rendah
menjadi meningkat.

Teori McClelland

Menurut Prof. Dr. David C. McClelland, dalam teori motivasinya mengemukakan


bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus mental” yang ada pada
dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu
mencapai prestasi kerjanya secara maksimal. Virus mental yang dimaksud terdiri dari
tiga dorongan kebutuhan, yaitu :

1) Need of achievement (kebutuhan untuk berprestasi).


Merupakan suatu dorongan untuk berprestasi, untuk suatu pencapaian yang
berhubungan dengan serangkaian standar, dan berusaha untuk berhasil meraihnya.
Ciri-cirinya adalah a) orang yang memiliki kebutuhan prestasi tinggi memiliki
rasa tanggung jawab terhadap pelaksanaan suatu tugas, sehingga ia akan selalu
berupaya menyelesaikan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya; b) orang yang
memiliki kebutuhan prestasi tinggi akan memiliki keinginan yang besar untuk
berhasil dalam menyelesaikan pekerjaannya; c) orang yang memiliki kebutuhan
prestasi tinggi akan memiliki sebuah keinginan bekerja keras guna memperoleh
tanggapan atas pelaksanaan tugasnya, karena ia selalu berkeinginan untuk
memperbaiki kinerjanya di masa yang akan datang.

2) Need of affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan).


Merupakan suatu keinginan untuk hubungan yang penuh persahabatan dan
interpersonal yang dekat. Ciri-cirinya adalah a) mereka memiliki suatu keinginan
dan mempunyai perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan di mana mereka
bekerja; b) mereka cenderung berusaha membina hubungan sosial yang
menyenangkan dan rasa saling membantu dengan orang lain; c) mereka memiliki
suatu perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perasaan orang lain.
3) Need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu).
Merupakan kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dengan cara yang
tidak akan bisa dilakukan tanpa dirinya. Ciricirinya adalah a) keinginan untuk
memengaruhi secara langsung terhadap orang lain; b) keinginan untuk
mengadakan pengendalian terhadap orang lain; c) adanya suatu upaya untuk
menjaga hubungan antara pimpinan dan bawahan; d) mereka pada umumnya
berusaha mencari posisi pimpinan.

Kinerja Karyawan

Pengertian Kinerja Karyawan

Kinerja (performance) berasal dari akar kata to perform. Arti kata performance
merupakan kata benda (noun) di mana salah satu artinya adalah thing done (sesuatu
hasil yang telah dikerjakan). Kinerja terjemahan dari performance yang berarti
perbuatan, pelaksanaan pekerjaan, prestasi kerja, pelaksanaan pekerjaan yang berdaya
guna, pencapaian/prestasi seseorang berkenaan dengan tugas yang diberikan
kepadanya.Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Kinerja
merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai
hasil kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja.

Definisi kinerja karyawan yang dikemukakan Bambang Kusriyanto adalah :


“perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu
(lazimnya per jam)”.

Selanjutnya, A.A. Anwar Prabu Mangkunegara mendefinisikan kinerja karyawan


sebagai berikut : “Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kinerja karyawan (SDM) adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik kualitas
maupun kuantitas yang telah dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya pada periode waktu
tertentu.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya faktor


lingkungan, faktor-faktor pegawai, dan faktor perilaku kerja pegawai. Faktor
lingkungan yang mampu mempengaruhi kinerja karyawan meliputi ekonomi, politik,
sosial budaya masyarakat, agama/spiritualitas, kompetitor, visi dan misi, manajemen
SDM, kompensasi, hubungan industrial, budaya organisasi, iklim organisasi,
kepemimpinan, tim kerja, sumber daya finansial, sumber daya fisik, sumber daya
teknologi, dan fasilitas kerja. Untuk faktor-faktor pegawai yang mampu
mempengaruhi kinerja karyawan meliputi umur, pendidikan, kompetensi,
pengalaman kerja, kesehatan fisik, kesehatan jiwa, kreativitas dan inovasi, serta
talenta. Sedangkan untuk faktor perilaku kerja pegawai yang mampu mempengaruhi
hasil kinerja karyawan meliputi etos kerja, disiplin kerja, semangat kerja, sikap kerja,
keterlibatan kerja, kepuasan kerja, stres kerja, loyalitas, komitmen organisasi dan
motivasi kerja.
REFERENSI

1. Robbins (2007, h.448) mengungkapkan bahwa terdapat empat macam. klasifikasi


kepemimpinan Path Goal, yakni gaya kepemimpinan direktif, gaya.
2. Koesmono (2007, h.30) mengungkapkan bahwa keberadaan seorang pemimpin
dalam organisasi dibutuhkan untuk membawa organisasi kepada tujuan yang.
3. Thoha, Miftah.2010. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: PT. Raja.
Grafindo Persada. Tjokroamidjojo, Bintoro. 1994. Pengantar Administrasi
Pembangunan.Manajemen Sumber Daya Manusia. oleh Diana Angelica, Robert L
. Mathis . John H . Jackson Terbitan: Salemba Empat, 2011.
4. Kreitner dan Kinicki (2005: 299) kepemimpinan adalah mempengaruhi karyawan
untuk secara sukarela mengejar tujuan organisasi.
5. Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.
6. Daft. Richard L., 2001. Manajemen Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
7. Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi, Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
8. Ghozali. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Edisi 3.
Semarang: Badan Penerbit Univeristas Diponegoro.
9. Griffin. 2003. Manajemen Jilid 2 Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga.
10. Handoko, Tani. 2003. Manajemen. Yogyakarta: BPFEYogyakarta.
11. Hasibuan, Malayu. 2011. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
12. Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta:
Erlangga.
13. Wibowo. 2013. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
14. Wirjana, Bernardine dan Susilo Supardo. 2005. Kepemimpinan. Yogyakarta:
Andi Offset. Yusi, Syahirman dan Umiyati Idris. 2009. Metodologi Penelitian
Ilmu Sosial Pendekatan Kuantitatif. Palembang: Citrabooks Indonesia.
15. Germano, M. (2011). Library leadership that creates and sustains innovation.
Library Leadership and Management, 25(1), 1-14. Harmoko, S. (2017). Gaya
kepemimpinan transformasional pada perpustakaan perguruan tinggi riset. Jurnal
Perpustakaan, 8(1), 21-28.
16. Hidayat, R., Patras, Y. E., Hardhienata, S., & Agustin, R. A. (2020). The effects
of situational leadership and self-efficacy on the improvement of teachers' work
productivity using correlation analysis and SITOREM. COUNS-EDU: The
International Journal of Counseling and Education, 5(1), 6-14.
17. Jyoti, J., & Dev, M. (2015). The impact of transformational leadership on
employee creativity: The role of learning orientation. Journal of Asia Business
Studies, 9(1), 78- 98.
18. Kristina. (2015). Urgensi kepemimpinan transformatif bagi perpustakaan
perguruan tinggi. Pustakaloka, 7(1), 55-78.
19. Kumar, R. (2011). Research methodology: A step-by-step guide for beginners,
3rd Edition.London: SAGE Publications.
20. Martin, J. (2015, Maret 25-28). Leadership in academic libraries: Exploratory
research on the use of transformational and transactional leadership styles. ACRL
Proceedings (hal. 391-397). Portland,
21. Setyorini, R. W. (2018). The effect of situational leadership style and
compensation to employee performance with job satisfaction as intervening
variable at PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Denpasar Branch.
International Journal of Contemporary Research and Review, 9(8), 20974-20985.
22. Alfatih, M. I., & Wijayanti, L. (2017). Kepemimpinan di perpustakaan umum:
Studi kasus di Perpustakaan Umum Tenteram. Record and Library Journal, 3(1),
50-62.
23. Aslam, M. (2019). Leadership in challenging times of academic libraries. Global
Knowledge, Memory and Communication, 69(3), 135-149.
24. Bodenheimer, L. (2018). Leadership reflections: resiliency in library
organizations. Journal of Library Administration, 58(4), 364-374.
25. Rahmad, Randy. 2006.Pengaruh Penerapan Gaya Kepemimpinan Kontingensi
dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Kecamatan Jarai Kabupaten Lahat
26. Bryanjohannes. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Terrhadap Kinerja
Karyawan Pada Pt. Bank Negara Indonesia, Tbk., 2014.
27. Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif. EdisiKedua. Jakarta:
Kencana, 2013.
28. Firana, Y., & Abbas, A. “Dimensi Keadilan dalam Partisipasi Penyusunan
Anggaran dan Kinerja Manajerial Rumah Sakit”. Jesya (Jurnal Ekonomi &
Syariah), Vol 3 No. 2, (2020): 99-110.
29. Lensufiie, T. (2010). Leadership Untuk Professional dan Mahasiswa. Jakarta:
Erlangga.
30. Pramudyo., A. (2013). Implementasi Manajemen Kepemimpinan dalam
Pencapaian Tujuan Organisasi. JBMA, 1(2), 50.
31. Raras TS, A. (2008). Menjadi Manager Sukses : Melalui Empat Aspek
Perusahaan. (Bandung: Alfabeta.
32. Anggraeni, Y., Santosa, T. Elisabeth Cintya. 2013. “Pengaruh Kepemimpinan
Transformasional Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan”. Jurnal Dinamika
Ekonomi & Bisnis Vol. 10 No. 1 Maret 2013. Anikmah. 2008. “Pengaruh
Kepemimpinan Transformasional dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan (Survey Pada PT. Jati Agung Arsitama Grogol Sukoharjo)”.
Surakarta : UMS
33. Kartono, Kartini. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
34. Luthans, F., Avolio, B. J., Walumbwa, F. O., & Li, W. 2005. The psychological
capital of Chinese work-ers: Exploring the relationship with performance.
Management and Organization Review, 1: 247-269.
35. Mahesa, Deewar. 2010. “Analisis Pengaruh Motivasi Dan Kepuasan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Lama Kerja Sebagai Variabel Moderating”.
Skripsi. Universitas Diponegoro.
36. Natsir, Syahrir. 2004. Ringkasan Disertasi: Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Terhadap Perilaku Kerja dan Kinerja Karyawan Perbankan di Sulawesi Tengah.
Disertasi, Universitas Airlangga Surabaya.
37. Pareke, F.J. 2004. “Kepemimpinan Transformasional dan Perilaku Kerja
Bawahan: Sebuah Agenda Penelitian”. Fokus Ekonomi, Vol. 3, 2.
38. Mangkunegara, A.A.A.P. (2001). Manajemen Sumber daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
39. Maulizar, Musnadi, S., Yunus, M. 2012. “Pengaruh Kepemimpinan Transaksional
dan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan Bank Syariah Mandiri Cabang
Banda”. Jurnal Manajemen Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Volume 1,
No.1, Agustus 2012.
40. Mas’ud, Fuad. 2004. Survei Diagnosis Organisasional (Konsep dan Aplikasi), BP
Universitas Diponegoro, Semarang.
41. Mondiani, Tria. 2012. “Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kompensasi
Terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (PERSERO) UPJ SEMARANG”. Jurnal Administrasi
Bisnis Volume I Nomor 1 September 2012.
42. Muhdianto. 2006. “Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja yang
Dimoderasi Kecerdasan Emosional (Studi Empiris di Kantor DPRD Kota dan Kabupaten
Magelang)”.
43. Muhdiyanto. 2011. “Kepemimpinan Tranformasional dan Komitmen Organisasional:
Pemberdayaan sebagai Variabel Mediasi”. Seminar Nasional Ilmu Ekonomi Terapan
Fakultas Ekonomi UNIMUS 2011.
44. Cote, R. (2017). A comparison of leadership theories in an organizational
environment. International Journal of Business Administration, 8(5), 28-35.
45. Martin, J. (2016). Perceptions of transformational leadership in academic
libraries. Journal of Library Administration, 56(3), 266-284.
46. Martin, J. (2017). Personal relationship and professional result: The positive
impact of transformational leaders on academic librarians. The Journal of
Academic Librarianship, 1-8.
47. Northouse Northouse, P. G. (2018). Leadership: Theory and practice. New York:
SAGE Publications.
48. Latiar, H., & Husna, N. (2020). Analisis gaya kepemimpinan kepala Perpustakaan
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Jurnal Pustaka B u d a y a , 7 ( 1 ) , 4 7 - 5
5 .Le, B. P. (2015). Academic library leadership in the digital age. Library
Management, 36(4/5), 300-314.
49. Martin, J. (2015, Maret 25-28). Leadership in academic libraries: Exploratory
research on the use of transformational and transactional leadership styles. ACRL
Proceedings (hal. 391-397). Portland,
50. Walengko, Y.M., 2013. Manajemen Rantai Pasokan Guna Meningkatkan
Efisiensi Distribusi Motor Honda Pada PT. Daya Adicipta Wisesa. Jurnal EMBA
1241 Vol.1 No.3 September 2013.

Anda mungkin juga menyukai