Anda di halaman 1dari 2

Nama : Geraldo Denis Monding

Nim : 044174658
1.Bagaimana keterkaitan antara otonomi daerah dengan desentralisasi fiskal dan pemungutan
pajak daerah?

Jawaban

Hal ini diperlukan untuk mengetahui pengaruh penambahan jenis pajak tersebut dan penerapan
sistem closed list dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah di dua kabupaten tersebut terhadap pelaksanaan otonomi daerah dan konsep
desentralisasi fiskal di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif empiris. Data sekunder dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara
studi kepustakaan yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier, sedangkan data primer dalam penelitian hukum empiris dilakukan dengan cara wawancara.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Pengalihan atau penyerahan
kewenangan pemungutan dan pengelolaan PBB-P2 di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulon
Progo berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu, pengalihan PBB-
P2 juga memberikan kewenangan penuh kepada daerah untuk meningkatan pelayanan PBB,
pemutakhiran data objek dan subjek PBB atau dengan kata lain, daerah mampu melaksanakan
intesifikasi dan ekstensifikasi PBB-P2 yang sebelumnya tidak dapat dilaksanakan karena masih
dikelola oleh pemerintah pusat. Pendaerahan PBB-P2 kepada pemerintah daerah kabupaten/kota
merupakan langkah yang tepat dalam konteks devolusi perpajakan mengingat sifat dan
karakterisitik objek PBB-P2 serta merangsang kepekaan pemerintah daerah dalam menangkap dan
memecahkan permasalahan yang terjadi di daerahnya. Menilai keotonomian daerah tidak hanya
dapat dilihat melalui besaran PAD. Kebijakan desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk mendorong
kemandirian keuangan daerah sehingga penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat berjalan
secara otonom. Desentralisasi fiskal harus dibarengi dengan adanya pergeseran taxing power atau
kekuasaan perpajakan dari pemerintah nasional ke pemerintah daerah.

2.Apa hal-hal yang melatarbelakangi perubahan kebijakan pemerintah mengenai pergantian dari
open list system menjadi close list system?
Jawaban

Open list system merupakan pengertian dari kebijakan pemerintah daerah yang diberi
kewenangan untuk menetapkan dan memungut jenis pajak baru selain dari yang disebutkan oleh
undang-undang apabila dibutuhkan. Berbeda dengan close list system yang bermakna
sebaliknya, yaitu pemerintah daerah hanya diperbolehkan memungut pajak yang telah diatur di
dalam undang-undang.

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa pajak merupakan pungutan yang biasanya
berbentuk uang dan wajib dibayarkan oleh masyarakat sebagai sumbangan wajib kepada negara.

3.Apa yang dimaksud dengan open list system dan close list system?

Jawaban

Open list system mengandung arti bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan menetapkan
dan memungut jenis pajak baru selain dari yang disebutkan oleh undang-undang bilamana
diperlukan.

Sedangkan close list system bermakna sebaliknya, yakni pemerintah daerah hanya boleh
memungut jenis-jenis pajak yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Open list system memberikan kewenangan yang sangat besar dan luas kepada pemerintah daerah
untuk menentukan jenis pajak sesuai kondisi dan kemampuan daerahnya. Di satu sisi, sistem ini
dapat lebih efektif untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah. Namun di sisi lain, sistem ini
mengorbankan aspek kepastian hukum dan bisnis yang lebih luas.

Sementara close list system, akan membuat pemerintah daerah tampak kurang kreatif dan
kemungkinan kehilangan peluang untuk berinovasi meningkatkan penerimaan daerahnya.
Namun sistem ini memberikan kepastian hukum dan berusaha yang lebih besar karena
ketundukannya kepada pemerintah pusat.

Anda mungkin juga menyukai