Anda di halaman 1dari 62

MODUL AJAR SEJARAH INDONESIA

A. Informasi Umum

Nama penyusun : Sodik, S.Pd.


Asal Instansi : SMA Negeri 1 Wonosegoro
Tahun Penyusunan : 2023
Jenjang sekolah : SMA
Kelas : XI (Sebelas)
Kata Kunci : Kolonisasi dan perlawanan bangsa Indonesia
Kode Perangkat : Sej.F. LIS. 11.1
Jumlah Peserta : 36
Moda : Tatap Muka
Alokasi waktu : 2 JP x 8 pertemuan ( 720 menit)

B. Tujuan Pembelajaran

Capaian Pembelajaran Alur Tujuan Pembelajaran

- Fase F, peserta didik di Kelas XI 11.1. Menjelaskan kolonisasi dan perlawanan bangsa
dan XII mampu mengembangkan Indonesia
konsep konsep dasar sejarah untuk - 11.1.1. Menganalisis keterkaitan faktor-faktor lahirnya
mengkaji peristiwa sejarah dalam kolonialisme dan imperialisme serta kebijakan dinasti
dimensi manusia, ruang, dan Turki Usmani, pelayaran ke timur dan eksploitasi wilayah
waktu. Melalui literasi, diskusi, penghasil rempah-rempah dengan perlawanan kerajaan-
dan penyelidikan (penelitian) kerajaan lokal terhadap bangsa-bangsa Eropa seperti
berbasis proyek kolaboratif perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis, kerajaan
peserta didik mampu menjelaskan Demak terhadap Portugis, dan perlawanan Maluku
berbagai peristiwa sejarah yang terhadap Portugis.
terjadi di Indonesia dan dunia - 11.1.2. Menjelaskan strategi mendirikan kongsi dagang
meliputi Kolonialisme dan VOC sebagai cara kolaboratif untuk eksploitasi, hak
Perlawanan Bangsa Indonesia, Oktroi dan kebijakan-kebijakan gubernur jenderal dalam
Pergerakan strategi eksploitasi wilayah-wilayah penghasil rempah-
Kebangsaan rempah, serta perlawanan raja-raja lokal terhadap VOC
Indonesia, seperti Sultan Agung Hanyokrokusuma di Mataram,
Pendudukan Jepang di Indonesia, Sultan Hasanuddin di Makassar, Untung Surapati di Jawa,
Proklamasi Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, serta korupsi dan
kehancuran VOC
Kemerdekaan - 11.1.3. Menganalisis keterkaitan kebijakan Kolonial
Indonesia, Belanda dalam mengeksploitasi tanah jajahan dengan
perlawanan Sultan Hamengku Buwono II di Yogyakarta,
Perjuangan Mempertahankan Kapiten Patimura di Maluku, Sultan Mahmud Badaruddin
Kemerdekaan, Pemerintahan di Palembang, I Gusti Jelantik di Bali, Pangeran Antasari
Demokrasi Liberal dan Demokrasi di Kalimantan, Teuku Umar di Aceh, dan perlawanan
Terpimpin, Sisingamangaraja I menghadapi kebijakan kolonial
- Peserta didik di Kelas XI mampu Belanda
menggunakan sumber primer dan - 11.1.4. Menjelaskan konflik Inggris dengan Belanda
sekunder untuk melakukan
penelitian sejarah nasional dan
sejarah lokal secara diakronis atau
sinkronis kemudian
mengomunikasikannya dalam
bentuk lisan, tulisan, dan/atau memperebutkan Pulau Jawa dan perlawaanan Sultan
media lain. Selain itu mereka juga Hamengku Buwono II terhadap Inggris dalam peristiwa
mampu Geger Sepoy serta tindakan Raffles dalam mengeksploitasi
kekayaaan Hindia Belanda dengan cara melakukan
menggunakan keterampilan penelitian sejarah lokal ( penelitian dapat disesuaikan
sejarah untuk menganalisis dan dengan sejarah lokal daerah masing-masing)
mengevaluasi peristiwa sejarah - 11.1.5. Menganalisis keterkaitan lunturnya kearifan budaya
lokal dan penderitaan rakyat dengan perlawanan Tuanku
Imam Bonjol di Minangkabau dan Pangeran Diponegoro di
Jawa.
- 11.1.6. Menganalisis keterkaitan perlawanan Tuanku Imam
Bonjol di Minangkabau dan Pangeran Diponegoro di Jawa
dengan tanam paksa, serta efek positif dan negatif dari
kebijakan tanam paksa
- 11.1.7. Menganalisis keterkaitan antara kebijakan tanam
paksa dengan munculnya politik pintu terbuka, politik etis
dan keterkaitan antara politik etis dengan kesempatan
pendidikan, kesempatan berwirausaha, dan tumbuhnya
kesadaran politik
- 11.1.8. Menganalisis keterkaitan antara politik etis
dengan eksploitasi kekayaan alam Indonesia dan
penderitaan rakyat serta keterkaitan antara politik etis
dengan tumbuhnya intelektual dengan munculnya
kesadaran kebangsaan

C. Profil Pelajar Pancasila yang berkaitan:

Dengan mempelajari sejarah kolonisasi dan perlawanan bangsa Indonesia, peserta didik
diharapkan dapat:
1. Iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia
Selalu bersyukur kepada Tuhan YME atas segala kekayaan alam yang diberikan dari dahulu
sampai sekarang sehingga wajib menjaga dan melestarikan kekayaan alam sebagai anugerah
Tuhan.
2. Berkebhinekaan Global
Meneladani sikap raja-raja lokal yang bersedia bekerja sama dengan bangsa lain dalam
perdagangan atas dasar saling memberikan keuntungan
3. Mandiri
- Melakukan penelitian sejarah dengan mandiri dalam melakukan proses heuristik atau
pengumpulan sumber sejarah.
- Meneladani sikap mandiri Sultan Hamengku Buwono II dan raja-raja di Nusantara yang
mandiri menentang bangsa kolonial yang ingin menjajah Nusantara.
4. Integritas
- Menumbuhkan nilai kejujuran kepada para siswa dengan mencantumkan asal sumber
D. Sarana Prasarana
1. Jaringan internet yang memadai
2. Komputer/laptop
3. Perpustakaan, buku-buku sejarah sebagai referensi
4. Peta pelayaran Bangsa Eropa

E. Target peserta Didik


Perangkat ajar ini dapat digunakan untuk siswa reguler

F. Jumlah peserta didik


36 peserta didik/ kelas

G. Ketersediaan materi:
1. Materi pengayaan
2. Materi remedial

H. Model Pembelajaran:
PJJ daring dan luring

I. Materi ajar, alat dan bahan


1. Materi
Kolonisasi dan perlawanan bangsa Indonesia
A. Faktor-faktor Penyebab Lahirnya Kolonialisme dan Imperialisme dan Keebijakan Tuki
Ustmani
1. Faktor Utama
a. Gold (Kekayaan)
Keinginan bangsa Eropa untuk berdagang secara langsung dengan dunia Timur adalah
merengkuh kekayaan sebanyak banyaknya. Usaha mencari kekayaan ini semakin tajam setelah
di Eropa saat itu merebak semangat merkantilisme. Paham merkantilisme adalah teori
ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu negara ditentukan oleh banyaknya aset
atau modal yang dimiliki serta besarnya volume perdagangan suatu negara. Modal negara itu
dapat berupa emas, perak, dan komoditas lain yang dimiliki negara.
b. Gospel (Menyebarkan Agama)
Portugis dan Spanyol adalah negara yang dilandasi agama Katolik. Dengan mematuhi seruan
Paus sebagai pemimpin Katolik dunia agar menyebarkan iman Kristiani ke wilayah jajahan,
maka mereka merasa telah mengemban tugas sebagai orang Katolik yang taat.
c. Glory (Kejayaan)
Di tempat-tempat yang baru didudukinya, bangsa Portugis selalu menancapkan Padrao. Padrao
adalah suatu batu prasasti besar yang bergambar lambang kerajaan Portugis (sekarang
Portugal). Selain sebagai simbol tercapainya perjanjian kerja dengan penguasa lokal, Padrao
dianggap sebagai simbol kejayaan bangsa Portugis.
2. Faktor-faktor Pendukung
a. Adanya penemuan baru dalam teknologi maritim, misalnya kompas, navigasi, kartografi
(pembuatan peta).
b. Adanya semangat dan idealisme pribadi. Sejak Galileo Galilei mengatakan bahwa bumi itu
bulat, mereka tertantang untuk membuktikan teori itu. Rasa penasaran dan idealisme pribadi
ini kemudian banyak ditulis oleh mereka sebagai kisah perjalanan.
3. Faktor Pemicu
Konstantinopel (Turki) merupakan tempat bertemunya pedagang Eropa dengan pedagang dari
dunia Timur. Dagangan yang dijual misalnya emas, perak, rempah-rempah, tembikar, karpet, batu
mulia, dan lain-lain. Mereka membeli barang-barang itu kemudian dijual di Eropa dengan harga
mahal. Dari sinilah mereka secara perlahan-lahan mengenal kekayaan dari dunia Timur.
Konstantinopel dikuasai oleh Sultan Mehmed II, penguasa Ottoman.

Tahun 1453, Sultan Mehmed II melarang keras bangsa Barat berdagang di Konstantinopel
sehingga satu-satunya akses Eropa menikmati komoditas perdagangan Asia tertutup. Untuk itu,
mereka berusaha keras untuk menuju ke Asia dalam usaha berdagang lewat jalan lain. Dalam
perkembangannya, bangsa Barat, terutama bangsa Portugis, merasa keuntungan akan bertambah
besar bila berdagang secara langsung dengan sumbernya dengan tidak melalui pedagang
perantara di Konstantinopel. Mereka ingin datang sendiri ke India, Cina, Indonesia, dan lain-lain.
Untuk itulah bangsa-bangsa Barat mulai melakukan penjelajahan ke dunia Timur.

B. Perlawanan Raja-raja Lokal menghadapi Bangsa Eropa


a. Perlawanan Terhadap Portugis
Portugis merupakan salah satu negara pelopor penjelajahan samudra. Pada awalnya
kedatangan Bangsa Portugis adalah untuk mencari tempat penghasil rempah-rempah. Dari
berbagai penjelajah Portugis, pada tahun 1511 Alfonso de Albuquerque berhasil menguasai
Malaka yang menjadi tempat penting bagi perdagangan rempah-rempah. Penguasaan Portugis
terhadap Malaka kemudian memunculkan berbagai perlawanan rakyat Indonesia.
1. Perlawanan Rakyat Aceh Terhadap Portugis
Sejak kedatangan orang Portugis di Malaka pada tahun 1511, telah terjadi persaingan
yang berbuntut permusuhan antara Portugis dan Kesultanan Aceh yang pada waktu itu
diperintah oleh Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Sultan menganggap bahwa orang
Portugis merupakan saingan dalam politik, ekonomi, dan penyebaran agama. Berikut latar
belakang perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis.
a. Adanya monopoli perdagangan oleh Portugis.
b. Pelarangan terhadap orang-orang Aceh untuk berdagang dan berlayar ke Laut Merah.
c. Penangkapan kapal-kapal Aceh oleh Portugis. Oleh sebab itulah Kesultanan Aceh
tetap pada pendiriannya bahwa Portugis harus segera diusir dari Malaka. Tindakan
kapal-kapal Portugis telah mendorong munculnya perlawanan rakyat Aceh. Sebagai
persiapan, Aceh melakukan langkah-langkah antara lain sebagai berikut.
d. Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam, dan prajurit.
e. Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara, dan beberapa ahli dari Turki
pada tahun 1567.
f. Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.
Setelah berbagai bantuan berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan terhadap
Portugis di Malaka. Portugis harus bertahan mati matian di Formosa/Benteng. Portugis harus
mengerahkan semua kekuatannya sehingga serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai
tindakan balasan, pada tahun 1569 Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis
di Aceh ini juga dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.
Sejak Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636), perjuangan
mengusir Portugis mencapai puncaknya. Untuk mencapai tujuannya, Sultan Iskandar Muda
menempuh beberapa cara untuk melumpuhkan kekuatan Portugis, seperti blokade
perdagangan. Sultan Aceh melarang daerah-daerah yang dikuasai Aceh menjual lada dan
timah kepada Portugis. Cara ini dimaksudkan agar kekuatan Portugis benar-benar lumpuh
karena tidak memiliki barang yang harus dijual di Eropa.
Upaya ini ternyata tidak berhasil sepenuhnya, karena raja-raja kecil yang merasa
membutuhkan uang secara sembunyi-sembunyi menjual barang dagangannya kepada
Portugis. Gagal dengan taktik blokade ekonomi, Sultan Iskandar Muda menyerang
kedudukan Portugis di Malaka pada tahun 1629. Seluruh kekuatan tentara Aceh dikerahkan.
Namun, upaya itu mengalami kegagalan. Pasukan Kesultanan Aceh dapat dipukul mundur
oleh pasukan Portugis. Faktor penyebab kegagalan serangan Aceh terhadap Portugis di
Malaka adalah sebagai berikut.
a. Tidak dipersiapkan dengan baik.
b. Perlengkapan senjata yang digunakan masih sederhana.
c. Terjadi konflik internal di kalangan pejabat Kerajaan Aceh.

2. Perlawanan Kerajaan Demak Terhadap Portugis


Dikuasainya Malaka pada tahun 1511 oleh orang-orang Portugis merupakan ancaman
tersendiri bagi Kerajaan Demak. Pada tahun 1512, Kerajaan Demak di bawah pimpinan Pati
Unus (Pangeran Sabrang Lor) dengan bantuan Kerajaan Aceh menyerang Portugis di Malaka.
Namun, serbuan Demak tersebut mengalami kegagalan. Berikut ini penyebab kegagalan
serangan Demak ke Portugis di Malaka.
a. Serangan tersebut tidak dilakukan dengan persiapan yang matang.
b. Jarak yang terlalu jauh.
c. Kalah persenjataan.
Penyerangan dilakukan sekali lagi bersama Aceh dan Kerajaan Johor, tetapi tetap berhasil
dipatahkan oleh Portugis. Perjuangan Kerajaan Demak terhadap orang-orang Portugis tidak
berhenti sampai di situ. Kerajaan Demak selalu menyerang dan membinasakan setiap kapal
dagang Portugis yang melewati jalur Laut Jawa. Oleh sebab itulah kapal dagang Portugis yang
membawa rempah-rempah dari Maluku (Ambon) tidak melalui Laut Jawa, tetapi melalui
Kalimantan Utara.
Upaya Demak untuk mengusir Portugis diwujudkan dengan ditaklukkannya Kerajaan
Pajajaran oleh Fatahilah pada tahun 1527. Penaklukkan Pajajaran ini disebabkan Kerajaan
Pajajaran mengadakan perjanjian perdagangan dengan Portugis, sehingga Portugis
diperbolehkan mendirikan benteng di Sunda Kelapa. Ketika orang orang Portugis mendatangi
Sunda Kelapa (sekarang Jakarta), terjadilah perang antara Kerajaan Demak di bawah pimpinan
Fatahilah dengan tentara Portugis.
Dalam peperangan itu, orang-orang Portugis berhasil dipukul mundur pada 22 Juni 1527.
Kemudian, pelabuhan Sunda Kelapa diganti namanya oleh Fatahilah menjadi Jayakarta yang
berarti kejayaan yang sempurna.

3. Perlawanan Maluku Terhadap Portugis


Pada tahun 1512, bangsa Portugis berhasil menemukan kepulauan rempah- rempah,
Maluku. Saat itu, bangsa Portugis yang dipimpin oleh Antonio de Abreau mendarat di
Ternate. Kedatangan Portugis semula diterima dengan baik oleh rakyat Ternate. Sultan
Bayanull (1500-1521) mengizinkan Portugis mendirikan pos dagang di Ternate.
Sultan dan rakyat Ternate berharap Portugis dapat menjadi pembeli tetap rempah- rempah
dengan harga tinggi. Portugis juga diharapkan dapat membantu Ternate untuk mengalahkan
Tidore yang menjadi saingan dalam perdagangan rempah rempah di Maluku. Setelah
mengetahui Ternate menjadi pusat utama perdagangan rempah-rempah di Maluku, Portugis
berniat memonopoli perdagangan rempah-rempah di Ternate. Bahkan, Portugis ikut campur
dalam urusan pemerintahan di Ternate. Tindakan Portugis tersebut akhirnya memancing
kemarahan rakyat Ternate.
Pada masa pemerintahan Sultan Hairun (1534-1570), rakyat Ternate bangkit melakukan
perlawanan terhadap Portugis. Sultan Hairun mengobarkan perang mengusir Portugis dari
Ternate. Perlawanan itu telah mengancam kedudukan Portugis di Maluku. Keberadaan Aceh
dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugis di Malaka telah menyebabkan
Portugis di Maluku kesulitan mendapat bantuan. Oleh karena itu, Gubernur Portugis di
Maluku, Lopez de Mesquita, mengajukan perundingan damai kepada Sultan Hairun.
Selanjutnya, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Hairun ke Benteng Sao Paulo. Dengan
cara tersebut, Sultan Hairun berhasil ditangkap dan dibunuh oleh Lopez de Mesquita.
Peristiwa itu semakin memicu kemarahan rakyat. Bahkan, seluruh rakyat Maluku dapat
bersatu melawan Portugis. Di bawah kepemimpinan Sultan Baabullah (1570- 1583), rakyat
menyerang pos-pos perdagangan dan pertahanan Portugis di Maluku. Benteng Sao Paulo
dikepung selama lima tahun. Strategi tersebut berhasil mengalahkan Portugis. Pada tahun
1575, Portugis meninggalkan Maluku.
Setelah kepergian Portugis, Ternate berkembang menjadi kerajaan Islam terkuat di
Maluku. Sultan Baabullah berhasil membawa Ternate mencapai puncak kejayaan. Wilayah
kekuasaan Ternate membentang dari Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Timur
di bagian barat hingga Kepulauan Marshall di bagian timur, dari Filipina Selatan di bagian
utara hingga Kepulauan Kai dan Nusa Tenggara di bagian selatan.
Setiap wilayah atau daerah ditempatkan wakil sultan yang disebut sangaji. Sultan
Baabullah diberi gelar “Heer van twee en zeventig eilanden” atau “Penguasa atas 72” pulau
berpenghuni yang meliputi pulau-pulau di Nusantara bagian timur, Mindanao Selatan, dan
Kepulauan Marshall. Pulau-pulau tersebut semuanya berpenghuni dan memiliki raja yang
tunduk kepada Sultan Baabullah.

C. Berdirinya VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) Dan Hak Oktroi


1. Sejarah Lahirnya VOC
Keberhasilan Van Neck berlayar ke Indonesia pada tahun 1600 menjadikan Belanda
dalam dua tahun menjadi negara yang kaya rempah-rempah. Keuntungan yang diperoleh
berlipat-lipat sehingga banyak kongsi dagang dari Negeri Belanda dan negara Eropa lain
tergiur untuk datang ke Indonesia. Akan tetapi, banyaknya rempah- rempah menjadikan
penawaran melebihi permintaan sehingga harga rempah-rempah jatuh.
Kenyataan ini diperparah dengan bersaingnya kongsi-kongsi dagang yang berujung
saling konflik. Melihat situasi seperti itu, banyak kalangan mengusulkan agar dibentuk sebuah
organisasi dagang sehingga tahun 1602 terbentuklah serikat dagang untuk wilayah timur yang
disebut VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Lidah orang Indonesia menyebutnya
Kompeni. Pemegang sahamnya adalah pedagang- pedagang besar Belanda.
a. Tujuan berdirinya VOC
1) Menghindari persaingan tidak sehat antarkongsi dagang Belanda.
2) Memperkuat posisi Belanda menghadapi persaingan dagang dengan bangsa Eropa lain.
3) Monopoli pedagang rempah-rempah di Indonesia.
4) Membantu pemerintah Belanda yang sedang berjuang melawan pendudukan Spanyol.
b. Hak-hak istimewa (hak Oktroi) VOC VOC berkembang pesat karena pemerintah Belanda
(Hindia Belanda) memberi hak-hak istimewa (hak Oktroi), yakni:
1) Menjadi wakil sah pemerintah Belanda di Asia.
2) Melakukan monopoli perdagangan.
3) Mencetak dan mengedarkan mata uang sendiri.
4) Melakukan perjanjian dan perang dengan negara lain.
5) Memungut pajak.
6) Memiliki angkatan perang sendiri.
7) Menyelenggarakan pemerintahan sendiri.
Dengan wewenang seperti itu, perkumpulan dagang seperti VOC bertindak layaknya seperti
sebuah negara sehingga tidak heran jika dalam waktu lima tahun VOC mempunyai 15 armada
dan sangat berkuasa.

D. Kebijakan-Kebijakan VOC di Indonesia


1) Memberlakukan dua jenis pajak kepada rakyat. Pertama, pajak contingenten, yaitu pajak hasil
bumi yang langsung dibayarkan kepada VOC. Pajak ini diterapkan terhadap jajahan langsung,
misalnya Batavia. Kedua, pajak verplichete leverente, yaitu penyerahan wajib hasil bumi
dengan harga yang telah ditentukan VOC. Pajak ini diterapkan terhadap daerah jajahan yang
secara tidak langsung dikuasai, misalnya Kerajaan Mataram Islam.
2) Menyingkirkan pedagang-pedagang lain, baik pedagang negara Eropa lain maupun pedagang
Jawa, Cina, Arab, dan Melayu. Hal ini dilakukan untuk monopoli rempah- rempah.
3) Menentukan luas areal penanaman rempah-rempah. Kebijakan ini diterapkan di Maluku.
4) Melakukan kebijakan ekstirpasi, yakni penebangan kelebihan jumlah tanaman rempah- rempah
agar harga tetap dipertahankan. Untuk melindungi kebijakan tersebut, Belanda melakukan
pelayaran Hongi, yakni pelayaran menggunakan perahu kecil (kora-kora) untuk patroli
terhadap penyelundupan rempah-rempah.
5) Mewajibkan kerajaan-kerajaan untuk menyerahkan upeti setiap tahun kepada VOC.
6) Mewajibkan rakyat menanam tanaman tertentu, misalnya kopi, dan hasilnya dijual kepada
VOC dengan harga yang sudah ditentukan oleh VOC.
Langkah-langkah VOC Dalam rangka mendukung kebijakan-kebijakan, VOC melakukan dua hal
sebagai berikut.
1) Menggunakan cara kekerasan
Bila ada raja atau sultan yang menolak berdagang dengan syarat-syarat yang telah ditentukan
VOC, maka raja tersebut ditangkap dan diasingkan ke daerah lain. Selanjutnya, VOC
mengangkat raja atau sultan baru yang menuruti kemauan VOC.
2) Taktik jitu devide et impera
Devide et impera secara harfiah artinya “pecah belah dan kuasai”. Salah satu bentuknya
adalah dengan mencampuri urusan dalam negeri setiap kerajaan. Caranya, apabila ada konflik
internal di suatu kerajaan atau dengan kerajaan lain, VOC akan mendatangi salah satu
kerajaan untuk menawarkan bantuan. Ketika tawaran bantuan tersebut diterima, VOC akan
membantu mengalahkan kerajaan lain dengan berbagai syarat atau perjanjian. Isinya imbalan
monopoli perdagangan atau mendapatkan sebagian wilayah yang dikalahkan. Monopoli
perdagangan adalah VOC mengharuskan para petani menjual rempah-rempahnya kepada
VOC dan tidak boleh kepada kongsi dagang lain dengan harga yang sudah ditentukan sendiri
oleh VOC.
Dengan cara itu, pada tahun 1669, VOC merupakan perusahaan dagang terkaya
sepanjang sejarah. VOC memiliki 150 kapal dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja,
10.000 tentara, dan pembayaran deviden (sistem pembagian keuntungan) sebanyak 40%.
Seorang filsuf dari Jerman yang bernama Karl Marx (1818-1883) menulis dalam bukunya
yang berjudul Das Salam Historia VOC merupakan perusahaan
internasional pertama di dunia. Anggota kongsi ini tidak hanya orang-orang Belanda, tetapi
juga ada orang Spanyol, Portugis, dan Inggris. Yang mengejutkan, mereka kebanyakan
merupakan bekas-bekas penjahat yang kemudian bergabung dengan VOC sehingga tidak
mengherankan bila VOC hancur akibat korupsi yang merajalela. Das Capital menyebut VOC
sebagai salah satu korporasi pertama dalam sejarah dunia yang paling jahat dan rakus.
Sejarawan Onghokham pernah mengatakan bahwa kolonialisme di Jawa bukan dengan
operasi militer, melainkan lebih banyak dengan melakukan perjanjian dengan raja atau
pangeran setempat. Jumlah tentara VOC dan Hindia Belanda tidaklah terlalu besar, tetapi
hanya kuat secara finansial.

E. Perlawanan Raja-Raja Lokal Terhadap VOC


Setelah VOC menancapkan pengaruhnya dengan tujuan menguasai kerajaan-kerajaan dan
melakukan monopoli perdagangan, banyak kerajaan lokal yang menentang dan melakukan
perlawanan. Berikut ini perlawanan perlawanan terhadap VOC.
1. Sultan Agung Hanyokrokusumo di Mataram (1628–1629) Kerajaan Mataram mencapai
puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645).
Daerah kekuasaannya meliputi hampir seluruh Pulau Jawa. Hanya Jawa Barat yang belum
masuk wilayah Mataram. Pada mulanya, hubungan antara Mataram dengan VOC berjalan
baik. Dibuktikan dengan diperbolehkannya VOC mendirikan kantor dagang di wilayah
Mataram tanpa membayar pajak. Namun, akhirnya VOC menunjukkan sikap yang tidak baik,
ingin memonopoli perdagangan di Jepara.
Tuntutan VOC tersebut ditolak oleh Bupati Kendal bernama Baurekso, yang bertanggung
jawab atas wilayah Jepara. Namun, penolakan itu tidak menyurutkan keinginan VOC.
Persekutuan dagang VOC tetap melaksanakan monopoli perdagangannya. Hal ini
membangkitkan kemarahan rakyat Mataram sehingga kantor VOC diserang. Gubernur
Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen, membalasnya dengan memerintahkan pasukannya
untuk menembaki daerah Jepara. Menyikapi peristiwa tersebut, Sultan Agung bertekad
menyerang Kota Batavia. Penyerangan Sultan Agung terhadap VOC di Kota Batavia
dilakukan sebanyak dua kali.
Serangan pertama dilakukan tahun 1628. Pada pertengahan bulan Agustus 1628, secara
tiba-tiba armada Mataram muncul di perairan Kota Batavia. Mereka segera menyerang
benteng VOC. Berikut ini panglima-panglima Sultan Agung. a. Tumenggung Baurekso. b.
Tumenggung Sura Agul-agul. c. Kyai Dipati Manduro- Rejo. d. Kyai Dipati Uposonto.
Dalam perlawanan tersebut, Tumenggung Baurekso gugur beserta putranya. Pasukan
Sultan Agung menggunakan taktik perang yang tinggi, antara lain dengan membendung
sungai Ciliwung, (seperti waktu penyerangan di Surabaya).
Namun, penyerangan kali ini mengalami kegagalan. Akhirnya, pasukan Sultan Agung
terpaksa mengundurkan diri. Meskipun gagal, tetapi tidak membuat Sultan Agung dan
pasukannya, para bangsawan serta rakyatnya patah semangat. Kemudian, disusunlah strategi
baru untuk persiapan serangan kedua.
Serangan kedua dilaksanakan pada tahun 1629 dengan perencanaan yang lebih sempurna,
antara lain sebagai berikut. a. Persenjataan dilengkapi dengan senjata api
dan meriam. b. Pasukan berkuda dan beberapa gajah. c. Persediaan makanan yang cukup dan
pengadaaan lumbung lumbung padi di Tegal dan Cirebon.
Serangan kedua ini berhasil menghancurkan Benteng Hollandia dan menewaskan
J.P. Coen sewaktu mempertahankan Benteng Meester Cornellis. Karena banyak pasukan
yang tewas, daerah itu dinamakan Rawa Bangke. Rupanya, VOC dapat mengetahui tempat
lumbung padi di Tegal dan Cirebon. Kemudian, lumbung lumbung itu dibakar.
Akhirnya, serangan kedua ini juga mengalami kegagalan. Kedua serangan yang gagal ini
tidak membuat Sultan Agung putus asa. Dia telah memikirkan untuk serangan selanjutnya.
Namun, sebelum rencananya terwujud, Sultan Agung mangkat (1645). Kegagalan yang
menyebabkan kekalahan itu, antara lain sebagai berikut. a. Pasukan lelah karena jarak
Mataram (sekarang Yogyakarta) menuju Batavia (Jakarta) sangat jauh. b. Kekurangan
persediaan makanan (kelaparan). c. Kalah dalam persenjataan. d. Banyak yang meninggal
akibat penyakit malaria.
Setelah Sultan Agung mangkat (wafat) pada tahun 1645, kedudukan sultan digantikan
oleh putranya yang bergelar Sunan Amangkurat I. Sunan Amangkurat I dalam menjalankan
politik pemerintahannya melakukan kerja sama dengan VOC. Pada tahun 1646 diadakan
perjanjian bilateral antara Mataram dengan VOC. Isi perjanjian itu sangat merugikan
Mataram. Adapun isi perjanjian sebagai berikut. a. Mataram mengakui kekuasaan VOC di
Batavia dan VOC mengakui kekuasaan Amangkurat I di Mataram. b. Apabila ada utusan
Mataram yang akan bepergian ke luar negeri akan diangkut oleh kapal-kapal VOC. c. Kapal-
kapal Kesultanan Mataram diperbolehkan melintasi Selat Malaka dengan seizin VOC. d.
Mataram tidak diperkenankan mengadakan hubungan dagang dengan Maluku. e. Apabila
terjadi peperangan, masing-masing tidak akan saling membantu musuh. Dengan
ditandatanganinya perjanjian ini, maka Mataram di bawah Amangkurat I mengakui
kedaulatan VOC.

2. Perlawanan Sultan Hasanuddin dari Makassar (1666 - 1667)


Pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil seperti Gowa,
Tallo, Sopeng, dan Bone. Di antara kerajaan itu yang paling kuat secara ekonomi dan militer
adalah kerajaan Gowa atau Makassar. Adapun kondisi yang membuat Makassar menjadi
kerajaan yang penting karena hal-hal berikut.
a. Letak Makassar yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan, yakni Malaka-
Batavia-Maluku.
b. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat saudagar-saudagar Arab, India, dan
Melayu berpindah ke Makassar.
c. Posisi Makassar sebagai pelabuhan transit yang berasal dari Kesultanan Banjar
(Banjarmasin).
mulanya, hubungan VOC dengan Makassar berjalan dengan baik. Posisi strategis
Makassar memperkuat hubungan tersebut. Setelah VOC menerapkan kebijakan monopoli
perdagangan di Goa, hubungan mereka menjadi retak. VOC ingin menguasai perdagangan
Malaka-Batavia-Maluku. Sebagai balasannya, Makassar selalu menerobos monopoli VOC
yang memicu ketegangan yang berujung pada
peperangan. Perang diawali dengan perampasan armada VOC di Maluku oleh pasukan
Hasanuddin. Tindakan ini memicu perang yang kemudian dikenal dengan Perang Makassar
(1666-1669). Dalam perang itu, VOC bersekutu dengan Aru Palaka, Raja Bone yang sedang
berseteru dengan Kerajaan Gowa. Karena kalah persenjataan, maka Kesultanan Gowa dapat
dikalahkan dan Sultan Hasanuddin tunduk pada Perjanjian Bongaya (1667) yang sangat
merugikan Kerajaan Gowa. Isi perjanjian itu adalah:
a. Gowa harus mengakui monopoli perdagangan VOC.
b. Pedagang dari Barat kecuali VOC harus meninggalkan Gowa.
c. Gowa harus membayar kerugian perang.
d. VOC akan membangun banteng-benteng di Makassar.
e. Gowa harus mengakui kedaulatan Kesultanan Bone.
3. Untung Suropati di Jawa (1685 - 1706)
Suropati melawan VOC terjadi pada tahun 1685-1706. Nama lengkapnya adalah Untung
Surapati atau Untung Suropati. Ia adalah bekas seorang budak yang berasal dari Bali. Setelah
menjadi orang bebas, ia masuk dinas militer VOC. Karena kecakapan dan kepribadiannya
yang kuat, ia dapat mencapai pangkat letnan.
Kemudian, ia mendapat tugas mengadakan operasi militer di daerah Banten dan
Priangan. Dalam operasi itu, Suropati berhasil menangkap Pangeran Purbaya. Pangeran
Purbaya menyerahkan kerisnya kepada Untung Suropati. Namun secara kesatria, Suropati
mengembalikan keris itu kepada Pangeran Purbaya. Wakil Suropati, seorang pembantu letnan
bangsa Belanda bernama Kuffeler, tidak menyetujui kebijakan Suropati itu.
Dengan sombong, ia menghina Suropati sebagai atasannya, karena Suropati seorang
pribumi. Maka, terjadilah perselisihan antara keduanya. Dalam perselisihan itu, Kuffeler mati
terbunuh. Sejak itulah Suropati keluar dari dinas tentara VOC, kemudian mengadakan
perlawanan di daerah Priangan.
Ketika VOC mengirimkan pasukan untuk menangkapnya, ia telah menyingkir ke
Kartasura. Kemudian, VOC mengirimkan pasukan ke Kartasura di bawah pimpinan Kapten
Tack. Dalam pertempuran di Kartasura, Kapten Tack dan sebagian besar anak buahnya
terbunuh oleh pasukan Surapati. Kemudian, Suropati dan anak buahnya bergerak ke Jawa
Timur dan mendirikan kerajaan kecil di Pasuruan. Sementara itu, di Mataram terjadi
pergantian takhta. Sunan Amangkurat II wafat pada tahun 1703. Ia digantikan oleh putranya,
Sunan Amangkurat III, yang juga terkenal dengan sebutan Sunan Mas.
Dari tindakan-tindakannya, tampaklah bahwa Sunan Mas memihak perjuangan Suropati.
Oleh sebab itu, VOC mencalonkan Pangeran Puger sebagai raja baru. Dengan dukungan
VOC, Pangeran Puger dapat menggeser kedudukan Sunan Mas.
Setelah naik takhta, Pangeran Puger bergelar Paku Buwono I. Namun, ia harus
menandatangani perjanjian dengan VOC pada tahun 1705. Sementara itu, setelah
kedudukannya tergeser, Sunan Mas menggabungkan diri dengan Untung Suropati di Jawa
Timur. Pada tahun 1706, VOC mengirimkan tentara yang kuat ke Jawa Timur
untuk menyerang Suropati. Dengan gagah berani, Suropati memimpin perlawanan terhadap
VOC, tetapi ia gugur dalam pertempuran di Bangil.

3. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682)


Pada tahun 1651 sampai dengan 1682, Banten diperintah oleh Pangeran Surya dengan
gelar Pangeran Ratu Ing Banten dan setelah kembali dari Mekah mendapat gelar Sultan
Abdulfatah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Sebelumnya, Banten
diperintah oleh kakek dari Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Sultan Abdulmafakhir Mahmud
Abdulkadir. Sultan Ageng Tirtayasa merupakan anak dari Sultan Abul Ma’ali Ahmad.
Pada waktu itu Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar perdagangan
internasional. Oleh karena itu, sejak semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi tidak
pernah berhasil. Akhirnya, VOC membangun bandar di Batavia pada tahun 1619. Hal ini
menyebabkan timbulnya persaingan antara Banten dan Batavia untuk memperebutkan posisi
sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu, rakyat Banten sering melakukan
serangan-serangan terhadap VOC.
Sultan Ageng Tirtayasa berusaha memulihkan posisi Banten sebagai bandar perdagangan
internasional sekaligus menandingi perkembangan perdagangan di Batavia. Beberapa yang
dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa adalah sebagai berikut. a. Mengundang para pedagang dari
Eropa lain seperti Inggris, Prancis, Denmark, dan Portugis. b. Mengembangkan hubungan
dagang dengan negara-negara Asia seperti Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan Cina.
VOC sangat tidak menyukai perkembangan di Banten. Oleh karena itu, untuk
melemahkan peran Banten sebagai bandar perdagangan, VOC sering melakukan blokade,
yaitu kapal-kapal dagang dari Maluku dilarang meneruskan perjalanan ke Banten. Sebagai
balasan, Sultan Ageng mengirimkan beberapa pasukannya untuk mengganggu kapal-kapal
dagang VOC dan membuat kekacauan di Batavia.
Dalam rangka memberi tekanan dan melemahkan kedudukan VOC, rakyat Banten juga
melakukan perusakan terhadap beberapa bibit tanaman milik VOC. Akibatnya, hubungan
Banten dengan Batavia semakin memburuk.
Untuk menghadapi tentara Banten, VOC terus memperkuat Kota Batavia dengan
mendirikan benteng-benteng pertahanan seperti Benteng Noorwijk dengan harapan VOC
mampu bertahan dari berbagai serangan dari luar. Sementara itu, untuk kepentingan
pertahanan, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan untuk membangun saluran irigasi yang
membentang dari Sungai Untung Jawa sampai Pontang. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan produksi pertanian dan memudahkan transportasi perang. Karena jasanya
itulah, maka Sultan diberi gelar Tirtayasa (“tirta” artinya air).
Pada tahun 1671, Sultan Ageng mengangkat putra mahkota Abdul Nazar Abdulkahar
sebagai sultan pembantu yang kemudian lebih dikenal dengan nama Sultan Haji. Sebagai raja
pembantu, Sultan Haji bertanggung jawab pada urusan dalam negeri, sedangkan Sultan
Ageng beserta putranya yang lain, yakni Pangeran Arya Purbaya, bertanggung jawab atas
urusan luar negeri.
Pemisahan urusan pemerintahan ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten, yakni W.
Caeff. Ia kemudian mendekati dan menghasut Sultan Haji agar urusan
pemerintahan di Banten tidak dipisah-pisahkan dan jangan sampai kekuasaan jatuh di tangan
Arya Purbayasa. Hingga akhirnya, Sultan Haji mencurigai ayahnya dan saudaranya serta
membuat persengkongkolan dengan VOC. Untuk merebut tanah Kesultanan Banten, maka
timbullah pertentangan yang begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa.
Dalam persengkongkolan tersebut, VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk merebut
Kesultanan Banten, tetapi dengan empat syarat, yakni:
a. Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC.
b. Monopoli ada di Banten, dikuasai dan dipegang VOC.
c. Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila mengingkari janji.
d. Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan segera ditarik
kembali.
Isi perjanjian tersebut disetujui oleh Sultan Haji. Pada tahun 1681, VOC dengan atas
nama Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan Banten dan menguasai Istana Surosawan.
Sultan Ageng Tirtayasa kemudian membangun istana yang baru dan berpusat di Tirtayasa.
Sultan Ageng pun berusaha merebut Banten kembali.
Pada tahun 1682, pasukan Sultan Ageng berhasil mengepung Istana Surosawan.
Kemudian, Sultan Haji meminta bantuan pasukan VOC di bawah pimpinan Francos Tack.
Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipukul mundur dan terdesak hingga ke Benteng
Tirtayasa. Sultan Ageng Titayasa akhirnya meloloskan diri bersama putranya, Pangeran Arya
Purbaya, ke Hutan Lebak. Mereka masih melancarkan serangan walaupun dengan bergerilya.
Tentara VOC terus mencari Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya yang kemudian
bergerak ke arah Bogor. Baru setelah melalui tipu muslihat, pada tahun 1683 Sultan Ageng
Tirtayasa berhasil ditangkap dan ditawan di Batavia sampai meninggal pada tahun 1692.

F. Sebab-sebab Kehancuran VOC


Setelah berkuasa kurang dari 200 tahun, VOC tidak lagi dapat mempertahankan hegemoni
perdagangannya. Tahun 1799, VOC dibubarkan oleh Belanda. Sebab-sebab VOC dibubarkan
adalah sebagai berikut.
a. Faktor Internal
Persaingan dagang dan korupsi di semua tingkatan, menjadi penyebab hancurnya VOC yaitu.
1) Menyunat keuntungan yang menjadi hak VOC.
2) Menyunat uang kas dan anggaran.
3) Menggelembungkan anggaran agar kelebihan masuk ke kantong sendiri.
4) Dalam mengangkat bupati melakukan pungutan liar.
5) Melakukan penyuapan untuk duduk di jabatan-jabatan 19 VOC.
6) Memaksa penduduk menyerahkan upeti.
7) Sengaja membiarkan pedagang liar beroperasi sehingga mendapatkan sumber pungutan
liar.
8) Memaksa rakyat menyerahkan hasil bumi lebih dari ketentuan.
9) Apabila menjadi karyawan VOC harus menyuap pejabat VOC.
10) Sebagai pejabat VOC berdagang rempah-rempah untuk dirinya sendiri, bukan atas nama
VOC.
11) Perdagangan gelap merajalela karena difasilitasi pejabat VOC yang korup karena mereka
mendapat setoran pungutan liar.
12) Anggaran penggajian pegawai semakin besar sedangkan penghasilan VOC semakin
menipis.
13) Biaya perang untuk menghadapi perlawanan raja/sultan sangat besar sehingga utang VOC
terus menumpuk. 1). Adanya persaingan dagang dari Eropa lain seperti Inggris dan Prancis.
2). Pemasukan kecil serta utang menumpuk menyulitkan VOC memberikan bagi hasil
kepada pemegang saham VOC.

b. Faktor Eksternal
Belanda di Eropa dikuasai oleh Prancis tahun 1795 di bawah pimpinan Napoleon
Bonaparte yang kemudian mengganti namanya menjadi Republik Bataaf (1795-1806).
Perubahan politik ini memengaruhi VOC karena pemerintahan di bawah Napoleon
menyerukan “republikanisme-kebebasan kesetaraan”. Kebijakan VOC menurut Napoleon
bertentangan dengan kebebasan dan kesetaraan. Untuk itu, VOC harus dibubarkan. VOC pun
dibubarkan pada tahun 1799.

G. Kolonialisme Belanda di Indonesia


a. Indonesia Pasca-VOC
Ketika VOC dibubarkan pada tahun 1799, terjadi kekosongan kekuasaan di Nusantara.
Sementara itu, Inggris mengincar Nusantara untuk dikuasai. Saat itu antara Belanda dengan
Prancis menjadi sekutu di Eropa untuk menghadapi Inggris. Jawa merupakan daerah koloni
Belanda-Perancis yang belum dikuasai Inggris. Untuk itu, Belanda-Prancis mengangkat
seorang gubernur jenderal agar Inggris tidak bisa masuk ke Jawa.
Tugas berat gubernur jenderal ini adalah menghadapi serangan Inggris secara tiba-tiba.
Dengan demikian, dalam kurun waktu 1806-1811, Nusantara menjadi jajahan Prancis karena
sekutu Belanda-Prancis dipimpin oleh Prancis walaupun pejabat yang memerintah masih
didominasi orang-orang Belanda. Adapun pejabat tersebut adalah sebagai berikut.

1. Herman Willem Daendels (1808-1811)


Daendels memegang dua tugas, yaitu mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke
tangan Inggris dan memperbaiki tanah jajahan dari pengaruh korupsi. Untuk itulah kekuasaan
periode ini tidak semata-mata memperoleh keuntungan ekonomi, tetapi mempertahankan
hegemoni selama mungkin. Daendels menyadari bahwa sekutu Prancis-Belanda tidak akan
mampu menandingi kekuatan armada Inggris. Untuk itu, Daendels menerapkan kebijakan
sebagai berikut.
a. Membangun jalan raya dari Anyer (ujung barat Jawa) sampai Panarukan (ujung timur
Jawa) agar tentaranya dapat bergerak dengan cepat. Selain itu juga untuk mengangkut kopi
dari pedalaman Priangan ke Pelabuhan Cirebon. Dalam pembangunan itu, Daendels
menerapkan kebijakan menghidupkan lagi kerja wajib (verplichte diensten) serta kebijakan
wajib penyerahan hasil bumi (verplichte leverantie).
b. Membangun benteng pertahanan, contohnya Benteng Lodewijk di Surabaya.
c. Membangun pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung Kulon.
d. Mendirikan pabrik senjata di Surabaya.
Daendels tidak menyukai raja-raja Jawa karena semangatnya yang anti feodalis. Dia
memang pengagum Napoleon Bonaparte yang menyebarkan paham republikanisme,
kebebasan, kesetaraan. Kebijakan yang antifeodal tampak pada sikapnya terhadap Raja Solo
dan Raja Yogyakarta, yakni:
a. Semua Raja Jawa harus mengakui Raja Belanda, junjungannya.
b. Mengangkat pejabat Belanda dengan sebutan minister.
c. Jika di VOC seorang residen Belanda ketika menghadap raja diperlakukan sama seperti
seorang bupati dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat
kepada Raja 22 Jawa, maka minister tidak diperlakukan seperti itu. Minister duduk sejajar
dengan raja dan tidak perlu mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat.
d. Ketika minister datang ke keraton harus disambut raja.
e. Ketika bertemu di jalan dengan raja, minister tidak perlu turun dari kereta, tetapi cukup
membuka jendela.
Melihat tindakan Daendels seperti itu, Sultan Hamengkubuwono II membangkang dan
akhirnya Daendels menyerbu Yogyakarta lalu menurunkan Sultan Hamengkubuwono II dan
menggantikannya dengan Sultan Hamengkubuwono III yang masih kecil.
Sikap yang kedua ialah terhadap Raja Banten. Daendels mengasingkan Raja Banten
karena menentang pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Karena otoriter, Daendels dipanggil
ke Belanda. Ada dua versi sebab Daendels dipanggil, yakni tenaganya diperlukan untuk
memimpin tentara Prancis menghadapi Rusia atau hubungannya yang buruk dengan raja-raja
Jawa dikhawatirkan merugikan Belanda jika Inggris menyerbu Jawa.

2. Jan Willem Janssen (1811-1811)


Pada masa Janssen menjabat (20 Februari sampai 18 September 1811), Inggris menyerbu
Jawa melalui darat dan laut sehingga Janssen menyerah di Tuntang (Jawa Tengah) dengan
membuat perjanjian Tuntang yang isinya sebagai berikut. a. Pulau Jawa dan sekitarnya jatuh
ke tangan Inggris. b. Tentara yang dahulu anak buah Daendels menjadi tentara Inggris. c.
Orang-orang Belanda dapat dipekerjakan oleh Inggris. Dengan penjanjian Tuntang ini, berarti
Nusantara jatuh ke tangan pemerintahan Inggris.

H. Perlawanan Raja-raja Lokal terhadap Kolonialisme Belanda


Pascapembubaran VOC, perlawanan rakyat Indonesia terhadap kolonial Belanda tidak surut,
bahkan semakin luas. Dengan berbagai kelicikan dan tipu muslihat, pejabat kolonial Belanda
berhasil menangkap para pahlawan tersebut. Untuk lebih jelasnya, berikut perlawanan terhadap
Hindia Belanda
1. Sultan Hamengku Buwono II dan Raja Banten
Daendels tidak menyukai raja-raja Jawa karena semangatnya yang anti feodalis. Dia
memang pengagum Napoleon Bonaparte yang menyebarkan paham republikanisme,
kebebasan, kesetaraan. Kebijakan yang antifeodal tampak pada sikapnya terhadap Raja Solo
dan Raja Yogyakarta, yakni:
a. Semua Raja Jawa harus mengakui Raja Belanda, junjungannya.
b. Mengangkat pejabat Belanda dengan sebutan minister.
c. Jika di VOC seorang residen Belanda ketika menghadap raja diperlakukan sama seperti
seorang bupati dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat
kepada Raja 22 Jawa, maka minister tidak diperlakukan seperti itu. Minister duduk sejajar
dengan raja dan tidak perlu mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat.
d. Ketika minister datang ke keraton harus disambut raja.
e. Ketika bertemu di jalan dengan raja, minister tidak perlu turun dari kereta, tetapi cukup
membuka jendela.
Melihat tindakan Daendels seperti itu, Sultan Hamengkubuwono II membangkang dan
akhirnya Daendels menyerbu Yogyakarta lalu menurunkan Sultan Hamengkubuwono II dan
menggantikannya dengan Sultan Hamengkubuwono III yang masih kecil.
Sikap yang kedua ialah terhadap Raja Banten. Daendels mengasingkan Raja Banten
karena menentang pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Karena otoriter, Daendels dipanggil
ke Belanda. Ada dua versi sebab Daendels dipanggil, yakni tenaganya diperlukan untuk
memimpin tentara Prancis menghadapi Rusia atau hubungannya yang buruk dengan raja-raja
Jawa dikhawatirkan merugikan Belanda jika Inggris menyerbu Jawa

2. Perlawanan Kapitan Pattimura di Maluku (1817).


Menurut Konvensi London (1814), Kepulauan Maluku merupakan salah satu wilayah
kekuasaan Inggris yang harus diserahkan kepada Belanda. Pascapenyerahan, pemerintah
Belanda segera menunjuk Van Middelkoop sebagai gubernur di Kepulauan Maluku.
Kembalinya Belanda ke Maluku menimbulkan kekecewaan sekaligus kemarahan dari
rakyat Maluku. Mengapa rakyat Maluku marah? Pertama, kolonial Belanda diduga akan
membebani rakyat dengan berbagai kewajiban yang memberatkan. Hal yang serupa ini
memang telah terjadi pada masa kekuasaan VOC. Kedua, rakyat takut Belanda akan
memonopoli perdagangan. Karena tidak ingin kembali menderita akibat penguasaan Belanda,
maka rakyat Maluku pun bersiap melakukan gerakan perlawanan.
Pada 9 Mei 1817, rakyat Saparua mengangkat Thomas Matulessy sebagai pemimpin
gerakan perlawanan. Thomas Matulessy juga diberikan gelar Pattimura. Pattimura dipilih
karena dianggap mempunyai kecakapan bidang militer serta kemampuan memimpin.
Kemampuan Pattimura atau Thomas Matulessy ini sudah tidak diragukan lagi. Ia
memiliki pengalaman yang cukup dalam memimpin pasukan militer. Pada masam pemerintah
Inggris di Maluku, Pattimura bekerja di dinas militer. Ia juga memiliki pangkat terakhir
sebagai mayor. Ketika dilaksanakan suatu pertemuan, para pejuang Maluku bertekad untuk
merebut Benteng Duurstede dan mengusir semua penghuninya.
Aksi perlawanan untuk merebut Benteng Duurstede tersebut dimulai pada 15 Mei 1817.
Kala itu, rakyat Maluku melakukan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda, dimulai
dari 56 perampasan perahu-perahu pos yang berada di Pelabuhan Porto. Pascaperampasan
tersebut, mereka mulai menyerang benteng. Pada saat itu, banyak serdadu Belanda yang
ditangkap dan dibunuh. Hal yang sama dialami juga oleh Residen Porto, Van den Berg. Saat
itu juga, Benteng Duurstede jatuh ke tangan rakyat Maluku.
Gubernur Van Middelkoop terkejut mendengar kabar mengenai kejadian tersebut. Ia lalu
segera mengirimkan pasukan dari Ambon di bawah pimpinan Mayor Beetjes. Pasukan ini
didaratkan di Saparua pada 20 Mei 1817. Begitu pasukan Belanda mendarat, rakyat Saparua
dengan segera menyambutnya dengan serentetan tembakan. Akibatnya, dengan terpaksa
pasukan Beetjes memutar haluan dan membelokkannya ke sebuah tikungan teluk yang terletak
di sebelah kiri benteng.
Di tempat ini, lagi-lagi pasukan Beetjes kembali disambut dengan serangan yang semakin
gencar. Pasukan Beetjes pun menjadi kacau-balau. Sebaliknya, rakyat Maluku semakin
bersemangat dalam melakukan penyerangan terhadap Belanda. Pasukan Belanda berusaha
untuk mundur, tetapi pasukan Pattimura terus-menerus mengejarnya. Di dalam pertempuran
ini, Mayor Beetjes akhirnya tewas.
Sebagai pembalasan atas kekalahannya, Belanda lalu segera menempatkan kapal- kapal
perangnya di wilayah perairan Saparua. Serangan segera dilancarkan dengan menembakkan
meriam ke arah Duurstede yang dilakukan secara terus-menerus. Pada 2 Agustus 1817,
pasukan Belanda berhasil menduduki Benteng Duurstede. Namun, mereka gagal menangkap
Pattimura. Oleh karena itu, Belanda segera melancarkan politik adu domba.
Belanda mengumumkan kepada masyarakat tentang tawaran hadiah sebesar
1.000 gulden. Hadiah tersebut akan diberikan bagi siapa pun yang dapat menginformasikan
keberadaan Pattimura. Ternyata, jeratan yang dibuat Belanda ini betul mengenai sasaran. Raja
Boi adalah orang yang memberitahukan tempat persembunyian Pattimura kepada pihak
Belanda.
Setelah mengetahui lokasi persembunyian Pattimura, Belanda dengan segera
mengerahkan pasukannya. Ia membawa pasukan besar-besaran demi menangkap Pattimura
yang bersembunyi 57 di Bukit Boi. Pada 16 Desember 1918, Pattimura pun dijatuhi dengan
hukuman gantung di Benteng Nieuw Victoria di Kota Ambon. Penangkapan Pattimura ini pun
menjadi tanda berakhirnya perjuangan rakyat Maluku terhadap Belanda.

3. Perlawanan Sultan Mahmud Badaruddin di Palembang (1817 - 1821)


Sultan Mahmud Badaruddin II lahir di Palembang pada tahun 1767. Ia adalah pemimpin
Kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813 dan 1818-1821) setelah
masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin (1776- 1803). Nama aslinya
sebelum menjadi Sultan adalah Raden Hasan Pangeran Ratu.
Sejak hasil tambang timah ditemukan di Bangka pada pertengahan abad ke-18, Palembang
menjadi incaran Inggris dan Belanda. Demi menjalin kontrak dagang, bangsa Eropa berniat
menguasai Palembang. Karena timbul persaingan antara Belanda dan Inggris, maka Inggris
melalui Raffles berusaha membujuk Sultan Mahmud Badaruddin ll agar mengusir Belanda
dari Palembang.
Sultan Mahmud menolak permintaan Raffles karena tidak ingin terlibat dalam pertikaian
Inggris dan Belanda. Namun, akhirnya terjalin kerja sama Inggris dan Palembang dengan
pihak Palembang lebih diuntungkan.
a. Peristiwa Loji Sungai Aur (1811).
Pada 14 September 1811, terjadi pembantaian di Loji Sungai Aur. Pihak Belanda
yang disalahkan atas pembataian tersebut. Namun, Belanda beranggapan bahwa
Inggris sengaja melakukannya agar Kesultanan Palembang mengusir Belanda dari
Palembang. Karena merasa terpojok, Inggris di bawah pimpinan Raffles mengadakan
perundingan dengan Sultan Mahmud Badaruddin II dan berharap mendapatkan jatah
Pulau Bangka yang saat itu masuk wilayah Kesultanan Palembang. Pulau tersebut
juga merupakan penghasil timah yang diperebutkan Belanda dan Inggris. Namun,
permintaan Inggris jelas ditolak oleh Sultan Mahmud Badaruddin II.
b. Penyerbuan Inggris ke Palembang tahun 1812.
Hubungan Sultan Mahmud Badaruddin II dengan Raffles cukup baik sebelum
takluknya Belanda dari Inggris. Namun, pada 12 Maret 1812, Inggris mengirim
ekspedisi militer di bawah pimpinan Gillespie ke Palembang dan memerangi
Palembang dengan alasan menghukum Sultan Mahmud Badaruddin atas
penolakannya menyerahkan wilayah Pulau Bangka.
Dalam pertempuran itu, Inggris berhasil menduduki Palembang. Sultan Mahmud
Badaruddin pun menyingkir ke Muara Rawas di hulu Sungai Musi. Pada 1811,
Inggris mengalahkan Belanda dan memaksa Belanda menandatangani Perjanjian
Tuntang yang isinya sebagai berikut. 1) Pemerintah Belanda menyerahkan Indonesia
kepada Inggris di Kalkuta (India). 2) Semua tentara Belanda menjadi tawanan perang
Inggris. 3) Orang Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris.
Dengan demikian, Palembang jatuh ke tangan Inggris. Setelah menguasai
Palembang, Inggris mengangkat Pangeran Adipati yang merupakan adik kandung
Sultan Mahmud Badaruddin ll sebagai Sultan Palembang setelah menandatangani
perjanjian dengan syarat-syarat yang menguntungkan Inggris.
Inggris mengambil alih Pulau Bangka dan mengganti namanya menjadi Duke of
York’s Island dan menempatkan Meares sebagai residennya. Sementara itu, Sultan
Mahmud Badaruddin yang melarikan diri ke Muara Rawas mulai menghimpun
kekuatan dan mendirikan kubu di Muara Rawas untuk menghadapi serangan dari
Meares yang ingin menangkapnya.
Pada 28 Agustus 1812, terjadi pertempuran di Buay Langu yang menyebabkan
Meares tertembak dan tewas setelah dibawa ke Mentok. Kedudukan residen
kemudian diambil alih oleh Mayor Robinson. Dalam upaya menangkap Sultan
Mahmud Badaruddin, Mayor Robinson mengadakan perundingan damai dengan
Sultan Mahmud Badaruddin. Melalui serangkaian perundingan, Sultan Mahmud
Badaruddin kembali ke Palembang dan naik takhta pada Juli 1813 sebelum kembali
dilengserkan pada Agustus 1813.
Sementara itu, Mayor Robinson ditahan dan dipecat oleh Raffles karena mandat
yang diberikan tidak dijalankan dengan baik. Perlawanan Sultan Mahmud
Badaruddin bersama rakyat yang menggunakan stategi perang bergerilya dengan
ketangkasan dan kecerdasannya serta pemahaman terhadap medan perang akhirnya
mampu memaksa Inggris untuk mundur dan kalah. Inggris pun mengakui kedaulatan
Palembang sebagai kesultanan.
Konflik Sultan Mahmud Badaruddin ll dengan Belanda dimulai sejak
ditandatangani Perjanjian London antara Belanda dan Inggris yang membuat Inggris
menyerahkan daerah koloni di Nusantara, termasuk Palembang, kepada Belanda.
Serah terima dilakukan dua tahun kemudian, tepatnya pada 19 Agustus 1816 oleh
Jhon Fendall sebagai pengganti Raffles.
Setelah serah terima kekuasaan, Belanda mengangkat Herman Warner
Muntinghe sebagai komisaris di Palembang. Tindakan pertama yang dilakukannya
adalah mendamaikan kedua sultan, Sultan Mahmud Badaruddin II dan Husin
Diauddin. Tindakannya berhasil. Sultan Mahmud Badaruddin II berhasil naik takhta
kembali pada 7 Juni 1818. Sementara itu, Husin Diauddin yang pernah bersekutu
dengan Inggris berhasil dibujuk oleh Muntinghe ke Batavia sebelum akhirnya
dibuang ke Cianjur.
Mutinghe melakukan penjajahan ke pedalaman wilayah Kesultanan Palembang
dengan alasan untuk inventarisasi wilayah, karena pada dasarnya hanya untuk
menguji kesetiaan Sultan Mahmud Badaruddin ll dan karena ketidakpercayaan
Mutinghe kepada Sultan Mahmud Badaruddin ll. Akan tetapi, di daerah Muara
Rawas, Mutinghe dan pasukannya diserang oleh pengikut Sultan Mahmud
Badaruddin ll.
Setelah kembali, Mutinghe bermaksud memaksa Kesultanan Palembang agar
menyerahkan putra mahkota sebagai jaminan agar Kesultanan Palembang selalu setia
terhadap pemerintah Belanda. Namun, sampai habis batas penyerahannya,
Kesultanan Palembang tidak menyerahkan putra mahkota dan Sultan Mahmud
Badaruddin menyerang Belanda yang didasari oleh sikap Belanda yang terlalu
mencampuri urusan kesultanan dan mengekang kesultanan agar tunduk kepada
Belanda. Sikap inilah yang menyebabkan Sultan Mahmud Badaruddin dan
Kesultanan Palembang beserta rakyat menyatakan perang terhadap Belanda.
c. Perang Palembang I (1819)
Pertempuran Belanda melawan Kesultanan Palembang pecah pada 12 Juni 1819.
Perlawanan itu dikenal dengan Pertempuran Menteng yang merupakan pertempuran
terdahsyat karena banyak korban berjatuhan dari pihak Belanda.
Pertempuran terus berlanjut, akan tetapi karena kuatnya pertahanan Palembang yang
sulit ditembus dan banyaknya korban di pihak Belanda, maka Belanda memutuskan
kembali ke Batavia dengan membawa kekalahan.
d. Perang Palembang II (1819)
Sekembalinya ke Batavia dan memberitahukan keadaaan peperangan ke
pemerintah di Batavia, Gubernur Jenderal Belanda saat itu, Van der Capellen,
mengadakan perundingan dengan Laksamana Constantijn Johan Wolterbeek dan
Mayjend. Hendrik Markus de Kock yang membahas tentang Kesultanan Palembang
yang sangat sulit ditaklukkan oleh Belanda. Akhirnya, diputuskan untuk kembali
menyerang Palembang.
Oleh karena itu, Belanda mengirimkan ekspedisi ke Palembang dengan kekuatan
penuh dengan tujuan menggulingkan Sultan Mahmud Badaruddin ll dan menguasai
Palembang secara penuh, serta mengganti Sultan Mahmud Badaruddin dengan
Pangeran Jayadiningrat yang didukung oleh Belanda. Sebab, Belanda beranggapan
bahwa selama Sultan Mahmud Badaruddin masih berkuasa, maka Palembang tidak
akan pernah bisa dikuasai seluruhnya dan itu berarti Belanda tidak bisa menjangkau
jalur perdagangan di Pulau Bangka yang menjadi wilayah dari Kesultanan
Palembang.
Kabar bahwa Belanda mengirimkan pasukan ekspedisi ke Palembang telah
didengar oleh Sultan Mahmud Badaruddin ll. Karena ia telah mengira akan ada
serangan balik, maka ia mempersiapkan pertahanan yang tangguh di beberapa tempat
di Sungai Musi sebelum masuk ke Palembang dengan dibuat benteng-benteng
pertahanan yang dikomandani oleh keluarga sultan.
Pada 21 Oktober 1819, pecah pertempuran di Sungai Musi antara Belanda yang
dipimpin oleh Wolterbeek dengan Kesultanan Palembang yang dipimpin sendiri oleh
Sultan Mahmud Badaruddin. Terjadi tembak-menembak meriam di kedua belah
pihak hingga Wolterbeek menghentikan pertempuran dan memutuskan kembali ke
Batavia.
e. Perang Palembang III (1821)
Setelah pertempuran pada 21 Oktober 1819, Sultan Mahmud Badaruddin ll
mengangkat anaknya, Pangeran Ratu, menjadi sultan di Kesultanan Palembang
dengan gelar Ahmad Najamuddin lll. Hal ini dilakukan karena Sultan Mahmud
Badaruddin ll hanya ingin terfokus untuk melawan Belanda dan mengusirnya dari
Tanah Palembang dan tidak diganggu oleh urusan Kesultanan Palembang.
Namun, persiapan benteng dan pertahanan Sultan Mahmud Badaruddin ll di
Sungai Musi sudah diketahui oleh Belanda melalui mata-matanya yang ternyata
adalah dari kalangan bangsawan dan orang Arab di Palembang. Hal ini menyebabkan
Belanda mempersiapkan pasukan yang besar dalam rangka menghadapi Kesultanan
Palembang.
Pada 16 Mei 1821, Belanda di bawah pimpinan De Kock memasuki sungai Musi
dan pertempuran baru terjadi pada 11- 20 Juni 1821. Belanda kembali mengalami
kekalahan, akan tetapi hal ini tidak menyurutkan semangat Belanda. Belanda kembali
menyusun strategi dalam menghadapi
Kesultanan Palembang. Hingga akhirnya pada 24 Juni 1821, yang pada saat itu
bertepatan dengan bulan Ramadan, Belanda menyerang Palembang pada dini hari.
Terjadilah pertempuran hebat antara pemerintah Belanda dengan rakyat
Palembang. Akibat serangan fajar tersebut, Palembang dapat dilumpuhkan, tetapi
belum dapat dikuasai sepenuhnya. Baru pada 25 Juni 1821, Palembang jatuh ke
tangan Belanda. Maka, resmilah kolonialisme Belanda di Palembang.
Setelah melakukan perlawanan dan menderita kekalahan akibat serangan tiba-
tiba dari Belanda, Palembang pun dapat dikuasai oleh Belanda. Sementara itu, Sultan
Mahmud Badaruddin ll dan keluarganya menjadi tawanan Belanda. Pada 13 Juli
1821, Sultan Mahmud Badaruddin dan keluarganya dikirim ke Batavia sebelum
dipindahkan ke Ternate pada 26 September 1821 sampai Sultan Mahmud Badaruddin
ll meninggal di Ternate pada 26 September 1852.
Sebagian keluarga sultan yang tidak tertangkap mengasingkan diri ke Marga
Sembilan sambil melanjutkan perlawanan atas Belanda waluapun tidak sehebat
Sultan Mahmud Badaruddin ll. Karena banyaknya perlawanan Kesultanan
Palembang kepada Belanda, maka Belanda membekukan Kesultanan Palembang.

4. Perlawanan I Gusti Ketut Jelantik di Bali (1846 - 1849)


I Gusti Ketut Jelantik adalah putra dari I Gusti Nyoman Jelantik Raya. Ia diangkat
sebagai patih di Kerajaan Buleleng pada tahun 1828 dan meninggal pada tahun 1849. I Gusti
Ketut Jelantik dikenal luas karena keberaniannya dalam melawan penjajah Belanda pada saat
itu. Sikap dan tindakannya dinilai berani karena menolak tuntutan Belanda dalam sebuah
perundingan yang menuntut agar Kerajaan Buleleng mengganti kerugian kapal yang dirusak
dan mengakui kedaulatan pemerintah Hindia Belanda. Pada saat perundingan itu, pihak
Belanda diwakili oleh JPT Mayor Komisaris Hindia Belanda, sedangkan Kerajaan Buleleng
diwakili oleh Raja Buleleng, I Gusti Ngurah Mada Karangasem, dan Patih Agung, I Gusti
Ketut Jelantik.
I Gusti Ketut Jelantik marah besar dengan tuntutan pihak Belanda agar kerajaannya
tunduk kepada kolonial Belanda. Oleh sebab itu, ia berucap, “Tidak bisa menguasai negeri
orang lain hanya dengan sehelai kertas saja, tapi harus diselesaikan di atas ujung keris.
Selama saya hidup, kerajaan ini tidak akan pernah mengakui kedaulatan Belanda.”
Belanda terus mencoba mencari celah untuk melawan I Gusti Ketut Jelantik, salah
satunya dengan memanfaatkan Raja Klungkung. Dalam pertemuan yang berlangsung pada
12 Mei 1845, Belanda menuntut agar Buleleng mengganti rugi kapal dan menghapuskan hak
“tawan karang”, yakni merampas perahu yang terdampar di kawasan Buleleng. I Gusti Ketut
Jelantik marah dengan tuntutan Belanda itu, bahkan ia menghunuskan sebilah keris pada
kertas perjanjian.
Pada 27 Juni 1846, Belanda melakukan serangan ke Kerajaan Buleleng. Akhirnya,
Kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda pada 29 Juni 1846. Kemudian,
Rraja Buleleng dan Patih I Gusti Ketut Jelantik mundur ke Desa Jagaraga untuk menyusun
kekuatan. Patih I Gusti Ketut Jelantik adalah seseorang yang ahli strategi perang dan menjadi
sosok yang disegani oleh raja-raja lain karena sikapnya yang teguh pendirian. Hal ini
ditunjukkan ketika mempertahankan Desa Jagaraga, Patih I Gusti Ketut Jelantik terus
memperkuat pasukannya dan mendapat bantuan dari kerajaan lain seperti Klungkung,
Karangasem, Badung, dan Mengwi.
Pada 6-8 Juni 1848, pihak Belanda melakukan serangan kedua dengan mendaratkan
pasukannya di Sangsit. Bali yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik mengerahkan pasukan
Benteng Jagaraga yang merupakan benteng terkuat bila dibandingkan dengan empat benteng
lainnya. Sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh Jendral Van Der Wijck. Namun, pihak
Belanda gagal menembus benteng yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik dan hanya
mampu merebut satu benteng saja, yakni benteng sebelah timur Sangsit yang berada dekat
Bungkulan.
Adanya kekalahan ini semakin mengangkat semangat raja-raja lainnya untuk semakin
mengerahkan kekuatan dalam melawan Belanda. Pasukan Patih Jelantik ini menggegerkan
parlemen Belanda yang kemudian melancarkan serangan besar- besaran yang dipimpin oleh
Jendral Michiels pada 31 Maret 1849. Belanda menyerang Bali dengan menembakkan
meriam-meriamnya.
Pada 7 April 1849, Raja Buleleng dan Patih Jelantik bersama 12 ribu prajurit berhadapan
dengan Jendral Michiels. Karena kalah persenjataan, Bali terdesak dan mundur sampai
Pegunungan Batur Kintamani. Jagaraga akhirnya jatuh ke tangan Belanda pada 16 April
1849. I Gusti Ketut Jelantik gugur pada serangan di Karangasem oleh Belanda yang
didatangkan dari Lombok dan menyerang hingga ke Pegunungan Bale Punduk. Gugurnya I
Gusti Ketut Jelantik membuat perlawanan raja-raja Bali mulai mengalami kemunduran.
Daerah Bali dapat dengan mudah dikuasai. Hanya tersisa Bali Selatan yang masih melakukan
perlawanan.

5. Perlawanan Pangeran Antasari di Kalimantan (1859 - 1862)


Pangeran Antasari lahir pada tahun 1797 di Banjar. Ayahnya bernama Pangeran
Masohut (Mas’ud). Ayahnya merupakan anak dari Pangeran Amir yang merupakan anak dari
Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang gagal naik takhta pada tahun 1785. Ibunya
bernama Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman. Semasa muda, Pangeran Antasari mempunyai
nama Gusti Inu Kartapati. Pangeran Antasari memiliki tiga putra dan delapan putri. Ia
memiliki saudara perempuan yang bernama Ratu Antasari yang menikah dengan Sultan
Muda Abdurrahman bin Sultan Adam, tetapi meninggal setelah melahirkan calon pewaris
Kesultanan Banjar yang diberi nama Rakhmatillah, yang juga meninggal semasa masih bayi.
Penjajahan kolonial Belanda ketika menduduki wilayah Kalimantan tepatnya berada di
Banjar. Strategi yang mereka jalankan dikenal dengan nama politik divide et impera, yang
berarti membagi, memecah belah, dan menguasai atau yang dikenal dengan istilah “politik
adu domba”. Hal tersebut bertujuan untuk menguasai kerajaan di Banjar. Pada tahun 1859,
Sultan Tamjid diangkat menjadi Sultan Kerajaan Banjar, padahal yang berhak naik takhta
adalah Pangeran Hidayat. Sultan Tamjid tidak disukai oleh rakyat karena terlalu memihak
kepada Belanda. Belanda sengaja
memberikan dukungannya kepada Sultan Tamjid. Hal ini menunjukkan campur tangan
Belanda sudah sangat meresahkan, bahkan dalam pengangkatan seorang sultan pun
merekalah yang menentukan.
Sebagai salah seorang keturunan Raja Banjarmasin yang dibesarkan di luar istana,
Pangeran Antasari merasa prihatin dengan situasi tersebut. Walaupun ia keluarga Sultan
Banjar, tetapi tidak pernah hidup dalam lingkungan istana. Karena dibesarkan di tengah-
tengah rakyat biasa, Antasari menjadi dekat dengan rakyat, mengenal perasaan, dan
mengetahui penderitaan mereka. Pada waktu itu, kekuasaan kolonial Belanda sedang
berusaha untuk melemahkan Kerajaan Banjar.
Belanda mengadu domba golongan-golongan yang ada di dalam istana sehingga mereka
terpecah-pecah dan bermusuhan. Maka, Antasari pun berinisiatif untuk mengusir penjajah
dari Kerajaan Banjar tanpa kompromi. Pangeran Antasari berusaha membela hak Pangeran
Hidayat, lalu bersekutu dengan kepala-kepala daerah Hulu Sungai, Martapura, Barito,
Pleihari, Kahayan, Kapuas, dan daerah lain. Mereka semuanya bertekad untuk mengangkat
senjata mengusir Belanda dari Kerajaan Banjar. Sikap anti terhadap Belanda muncul akibat
pergantian kekuasaan di istana yang menimbulkan keresahan di antara rakyat.
Pada 25 April 1859, Perang Banjar terjadi saat Pangeran Antasari beserta dengan sekitar
6.000 pasukan menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron. Berawal dari
peperangan tersebut, peperangan demi peperangan terjadi di seluruh wilayah Kerajaan
Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari yang dibantu dengan para panglima dan
pasukannya. Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai,
Riam Kanan, Tabalong, Tanah Laut, dan Sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
Pertempuran yang terjadi antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda
berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang mendapat bantuan dari Batavia
menang dalam persenjataan sehingga berhasil membuat mundur pasukan Khalifatul
Mukminin dan memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Pangeran Antasari berhasil mengerahkan tenaga rakyat dan mengobarkan semangat
mereka sehingga Belanda menghadapi kesulitan. Karena hebatnya perlawanan, maka
Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, tetapi ia tetap pada pendiriannya. Ini
dijelaskan dalam surat yang ditulisnya untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijk di
Banjarmasin tanggal 20 Juli 1861, “... dengan tegas kami terangkan kepada tuan: kami tidak
setuju terhadap usul minta ampun dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka
(kemerdekaan) ”
Pada 14 Maret 1862, Pangeran Antasari diangkat sebagai pimpinan pemerintahan
tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan
Amiruddin Khalifatul Mukminin di hadapan para kepala suku Dayak dan adipati penguasa
wilayah Dusun Atas, Kapuas, dan Kahayan, yaitu Tumenggung Surapati/Tumengung Yang
Pati Jaya Raja. Pangeran Antasari juga merupakan pemimpin Suku Bakumpai, Kutai,
Maanya, Murung, Ngaju, Pasir, Siang, Sihong, dan beberapa suku yang berdiam di kawasan
dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito.
Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari
pewaris Kesultanan Banjar, untuk mengukuhkan kedudukannya sebagai pemimpin
perjuangan umat Islam tertinggi di Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka
pada 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan,
“Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah.” Seluruh rakyat Banjar mengangkat Pangeran
Antasari menjadi Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminini, yaitu pemimpin
pemerintahan, panglima perang, dan pemuka agama tertinggi.
Dalam keadaan sangat terjepit, Pangeran Hidayat akhirnya menyerah kepada Belanda.
Kepala-kepala daerah lain pun banyak pula yang menyerah. Pangeran Antasari tetap
melanjutkan perjuangan. Baginya, pantang untuk berdamai dengan Belanda, apalagi
menyerah. Ia terus melanjutkan perjuangannya dengan berperang di kawasan Kalimantan
Selatan dan Tengah. Pada Oktober 1862, suatu serangan besar- besaran telah direncanakan.
Pasukan telah disiapkan, wabah penyakit cacar menyerang dan melemahkan pasukan ini
beserta Antasari juga terkena wabah tersebut. Pangeran Antasari meninggal dunia pada 11
Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang. Perjuangannya dilanjutkan oleh
putranya yang bernama Muhammad Seman.

6. Perlawanan Teuku Umar di Aceh (1873-1899)


Teuku Umar dilahirkan di Meulaboh, Aceh Barat, pada tahun 1854. Ia anak seorang
uleebalang (hulubalang) bernama Teuku Achmad Mahmud dari perkawinannya dengan adik
perempuan Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang saudara perempuan dan tiga
saudara laki-laki.
Nenek moyang Umar adalah Datuk Makhudum Sati yang berasal dari Minangkabau. Dia
merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang merupakan perwakilan Kesultanan
Aceh pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Pariaman. Salah seorang keturunan
Datuk Makhudum Sati pernah berjasa terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam
oleh seorang Panglima Sagi yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasanya tersebut,
orang itu diangkat menjadi Uleebalang VI Mukim dengan gelar Teuku Nan Ranceh. Teuku
Nan Ranceh mempunyai dua orang putra, yaitu Teuku Nanta Setia dan Teuku Ahmad
Mahmud. Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Teuku Nanta Setia menggantikan kedudukan
ayahnya sebagai Uleebalang VI Mukim. la mempunyai anak perempuan bernama Cut Nyak
Dhien.
Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang suka
berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang
menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapatkan
pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas,
dan pemberani.
Ketika Perang Aceh meletus pada 1873, Teuku Umar ikut serta berjuang bersama
pejuang-pejuang Aceh lainnya. Ketika itu, umurnya baru menginjak 19 tahun. Mulanya ia
berjuang di kampungnya sendiri, kemudian dilanjutkan ke Aceh Barat.
Pada umur yang masih muda ini, Teuku Umar sudah diangkat sebagai keuchik gampong
(kepala desa) di daerah Daya Meulaboh.
Pada usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang
Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi
dengan Nyak Malighai, putri dari Panglima Sagi XXV Mukim. Pada tahun 1880, Teuku
Umar menikahi janda Cut Nyak Dhien, putri pamannya, Teuku Nanta Setia. Suami Cut Nya
Dien, yaitu Teuku Ibrahim Lamnga meninggal dunia pada Juni 1878 dalam peperangan
melawan Belanda di Gle Tarun. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan
serangan terhadap pos-pos Belanda.
Teuku Umar kemudian mencari strategi untuk mendapatkan senjata dari pihak Belanda.
Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek Belanda. Belanda berdamai dengan
pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud
memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh.
Teuku Umar kemudian masuk dinas militer. Ketika bergabung dengan Belanda, Teuku
Umar menundukkan pos-pos pertahanan Aceh. Hal tersebut dilakukan Teuku Umar secara
pura-pura untuk mengelabuhi Belanda agar Teuku Umar diberi peran yang lebih besar.
Taktik tersebut berhasil. Sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu, permintaan Teuku
Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pang
Laot (Panglima Laut) sebagai tangan kanannya, dikabulkan.
Tahun 1884, Kapal Inggris “Nicero” terdampar. Kapten dan awak kapalnya disandera
oleh Raja Teunom. Raja Teunom menuntut tebusan senilai 10 ribu dolar tunai. Oleh
pemerintah kolonial Belanda, Teuku Umar ditugaskan untuk membebaskan kapal tersebut,
karena kejadian tersebut telah mengakibatkan ketegangan antara Inggris dengan Belanda.
Teuku Umar menyatakan bahwa merebut kembali Kapal “Nicero” merupakan pekerjaan
yang berat. Sebab, tentara Raja Teunom sangat kuat, sehingga Inggris sendiri tidak dapat
merebutnya kembali. Namun, ia sanggup merebut kembali asal diberi logistik dan senjata
yang banyak sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu
74 yang lama. Dengan perbekalan perang yang cukup banyak, Teuku Umar berangkat
dengan Kapal “Bengkulen” ke Aceh Barat dengan membawa 32 orang tentara Belanda dan
beberapa panglimanya.
Tidak lama, Belanda dikejutkan berita yang menyatakan bahwa semua tentara Belanda
yang ikut dibunuh di tengah laut. Seluruh senjata dan perlengkapan perang lainnya dirampas.
Sejak itu, Teuku Umar kembali memihak pejuang Aceh untuk melawan Belanda. Teuku
Umar juga menyarankan Raja Teunom agar tidak mengurangi tuntutannya.
Teuku Umar membagikan senjata hasil rampasan kepada tentara Aceh dan memimpin
kembali perlawanan rakyat. Teuku Umar juga berhasil merebut kembali daerah 6 Mukim
dari tangan Belanda. Nanta Setia, Cut Nyak Dhien, dan Teuku Umar kembali ke daerah 6
Mukim dan tinggal di Lampisang, Aceh Besar, yang juga menjadi markas tentara Aceh.
Dua tahun setelah insiden Nicero, pada 15 Juni 1886 merapatlah ke Bandar Rigaih Kapal
“Hok Canton” yang dinakhodai pelaut Denmark bernama Kapten Hansen, dengan maksud
menukarkan senjata dengan lada. Hansen bermaksud menjebak Umar untuk naik ke
kapalnya, menculiknya, dan membawa lari lada yang bakal dimuat ke Pelabuhan Ulee Lheu
dan diserahkan kepada Belanda yang telah menjanjikan imbalan sebesar $ 25 ribu untuk
kepala Teuku Umar.
Umar curiga dengan syarat yang diajukan Hansen dan mengirim utusan. Hansen berkeras
Umar harus datang sendiri. Teuku Umar lalu mengatur siasat. Pagi dini hari, salah seorang
panglima bersama 40 orang prajuritnya menyusup ke kapal. Hansen tidak tahu kalau dirinya
sudah dikepung. Paginya, Teuku Umar datang dan menuntut pelunasan lada sebanyak $ 5
ribu. Namun, Hansen ingkar janji dan memerintahkan anak buahnya menangkap Umar.
Teuku Umar sudah siap dan memberi isyarat kepada anak buahnya. Hansen berhasil
dilumpuhkan dan tertembak ketika berusaha melarikan diri. Nyonya Hansen dan John Fay
ditahan sebagai sandera, sedangkan awak kapal dilepas. Belanda sangat marah karena
rencananya gagal. Perang pun berlanjut. Pada tahun 1891, Teungku Chik Di Tiro dan Teuku
Panglima Polem VIII Raja Kuala (ayah dari Teuku Panglima Polem IX Muhammad Daud)
gugur dalam pertempuran. Belanda sebenarnya pun sangat kesulitan karena biaya perang
terlalu besar dan lama.
Teuku Umar sendiri merasa perang ini sangat menyengsarakan rakyat. Rakyat tidak bisa
bekerja sebagaimana biasanya, petani tidak dapat lagi mengerjakan sawah ladangnya. Teuku
Umar pun mengubah taktik dengan cara menyerahkan diri kembali kepada Belanda.
September 1893, Teuku Umar menyerahkan diri kepada Gubernur Deykerhooff di Kutaraja
bersama 13 orang panglima bawahannya setelah mendapat jaminan keselamatan dan
pengampunan. Teuku Umar dihadiahi gelar “Teuku Johan Pahlawan Panglima Besar
Nederland”.
Istrinya, Cut Nyak Dhien, sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan suaminya itu.
Umar suka menghindar apabila terjadi percekcokan. Teuku Umar menunjukkan kesetiaannya
kepada Belanda dengan sangat meyakinkan. Setiap pejabat yang datang ke rumahnya selalu
disambut dengan menyenangkan. Ia selalu memenuhi setiap panggilan dari gubernur Belanda
di Kutaraja dan memberikan laporan yang memuaskan sehingga ia mendapat kepercayaan
yang besar dari gubernur Belanda.
Kepercayaan itu dimanfaatkan dengan baik demi kepentingan perjuangan rakyat Aceh
selanjutnya. Sebagai contoh, dalam peperangan, Teuku Umar hanya melakukan perang pura-
pura dan hanya memerangi Uleebalang yang memeras rakyat (misalnya Teuku Mat Amin).
Pasukannya disebarkan bukan untuk mengejar musuh, melainkan untuk menghubungi para
pemimpin pejuang Aceh dan menyampaikan pesan rahasia.
Pada suatu hari di Lampisang, Teuku Umar mengadakan pertemuan rahasia yang dihadiri
para pemimpin pejuang Aceh untuk membicarakan rencana Teuku Umar untuk kembali
memihak Aceh dengan membawa lari semua senjata dan perlengkapan perang milik Belanda
yang dikuasainya. Cut Nyak Dhien pun sadar bahwa selama ini suaminya telah bersandiwara
di hadapan Belanda untuk mendapatkan keuntungan demi perjuangan Aceh. Bahkan, gaji
yang diberikan
Belanda secara diam-diam dikirim kepada para pemimpin pejuang untuk membiayai
perjuangan. Pada 30 Maret 1896, Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda dengan
membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kilogram amunisi,
dan uang 18.000 dolar.
Berita larinya Teuku Umar menggemparkan pemerintah kolonial Belanda. Gubernur
Deykerhooff dipecat dan digantikan oleh Jenderal Vetter. Tentara baru segera didatangkan
dari Pulau Jawa. Vetter mengajukan ultimatum kepada Umar untuk menyerahkan kembali
semua senjata kepada Belanda. Umar tidak mau memenuhi tuntutan itu. Maka, pada 26 April
1896, Teuku Johan Pahlawan dipecat sebagai Uleebalang Leupung dan Panglima Perang
Besar Gubernemen Hindia Belanda.
Teuku Umar mengajak uleebalang-uleebalang yang lain untuk memerangi Belanda.
Seluruh komando perang Aceh mulai tahun 1896 berada di bawah pimpinan Teuku Umar. la
dibantu oleh istrinya, Cut Nyak Dhien, dan Panglima Pang Laot serta mendapat dukungan
dari Teuku Panglima Polem Muhammad Daud. Pertama kali dalam sejarah Perang Aceh,
tentara Aceh dipegang oleh satu komando.
Pada Februari 1898, Teuku Umar tiba di wilayah VII Mukim Pidie bersama seluruh
kekuatan pasukannya lalu bergabung dengan Panglima Polem. Pada 1 April 1898, Teuku
Panglima Polem bersama Teuku Umar dan para Uleebalang serta para ulama terkemuka
lainnya menyatakan sumpah setianya kepada Raja Aceh Sultan Muhammad Daud Syah. Pada
Februari 1899, Jenderal Van Heutsz mendapat laporan dari mata-matanya mengenai
kedatangan Teuku Umar di Meulaboh dan segera menempatkan sejumlah pasukan yang
cukup kuat di perbatasan Meulaboh. Malam menjelang 11 Februari 1899, Teuku Umar
bersama pasukannya tiba di pinggiran Kota Meulaboh. Pasukan Aceh terkejut ketika pasukan
Van Heutsz mencegat. Posisi pasukan Umar tidak menguntungkan dan tidak mungkin
mundur. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan pasukannya adalah bertempur.
Dalam pertempuran itu, Teuku Umar gugur terkena peluru musuh yang menembus
dadanya. Jenazahnya dimakamkan di Mesjid Kampung Mugo di Hulu Sungai Meulaboh.
Mendengar berita kematian suaminya, Cut Nyak Dhien sangat bersedih. Namun, itu bukan
berarti perjuangan telah berakhir. Dengan gugurnya suaminya tersebut, Cut Nyak Dhien
bertekad untuk meneruskan perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda. Ia pun mengambil
alih pimpinan perlawanan pejuang Aceh.
7. Perlawanan Sisingamangaraja (1878 - 1907)
Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845, meninggal di Dairi, 17 Juni
1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di Negeri Toba, Sumatra Utara dan pejuang
yang berperang melawan Belanda. Sebelumnya, ia dimakamkan di Tarutung Tapanuli Utara,
lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.
Nama kecil Sisingamangaraja XII adalah Patuan Bosar, yang kemudian digelari Ompu
Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu. Ia naik takhta pada tahun
1876 untuk menggantikan ayahnya, Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon.
Selain itu, ia juga disebut juga sebagai Raja Imam.
Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di Negeri Toba bersamaan dengan
dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam
mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia Belanda. Ia tidak mau menandatangani
Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatra, terutama Kesultanan Aceh dan Toba
karena kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainnya. Di sisi
lain, Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut.
Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli
yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.
Sisingamangaraja adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh Raja Pagaruyung
yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling Sumatra Utara untuk menempatkan
pejabat-pejabatnya. Dalam sepucuk surat kepada Marsden bertahun 1820, Raffles menulis
bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya mengenai Sisingamangaraja yang
merupakan keturunan Minangkabau dan bahwa di Silindung terdapat sebuah arca batu
berbentuk manusia sangat kuno yang diduga dibawa dari Pagaruyung. Sampai awal abad ke-
20, Sisingamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin
Minangkabau melalui perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya kepada
pemimpin Pagaruyung.
Tahun 1877, para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada
pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian,
pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas
Sisingamangaraja XII di Bakara, tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Pada 6 Februari 1878, pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman penginjil
Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian, beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai
penerjemah, pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng
pertahanan. Namun, kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja
XII yang kemudian mengumumkan pulas (perang) pada 16 Februari 1878 dan penyerangan
ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.
Pada 14 Maret 1878, datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin
oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada 1 Mei 1878, Bakkara,
pusat pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878,
seluruh Bakkara dapat ditaklukkan. Namun, Sisingamangaraja XII beserta pengikutnya dapat
menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di
Bakara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada
dalam kedaulatan pemerintah Hindia Belanda.
Walaupun Bakara telah ditaklukkan, Sisingamangaraja XII terus melakukan perlawanan
secara gerilya. Namun, sampai akhir Desember 1878, beberapa kawasan seperti Butar, Lobu
Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, serta Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan
kolonial Belanda. Di antara tahun 1883-1884, Sisingamangaraja XII berhasil melakukan
konsolidasi pasukannya. Kemudian, bersama pasukan bantuan dari Aceh, secara ofensif
menyerang kedudukan Belanda, di antaranya Uluan dan Balige pada Mei 1883 serta Tangga
Batu pada tahun 1884.
Sisingamangaraja XII meninggal pada 17 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran dengan
Belanda di pinggir Bukit Lae Sibulbulen, di suatu desa yang bernama Si Ennem Kodn, di
perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang. Sebuah peluru
menembus dadanya akibat tembakan pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Hans
Christoffel. Menjelang napas terakhir, ia tetap berucap, “Ahu (aku) … Sisingamangaraja.”
Turut gugur pada waktu itu dua putranya, Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta
putrinya, Lopian. Sementara itu, keluarganya yang tersisa ditawan di Tarutung.
Sisingamangaraja XII sendiri kemudian dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni
1907 di Silindung setelah sebelumnya mayatnya diarak dan dipertontonkan kepada
masyarakat Toba. Makamnya kemudian dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di
Soposurung, Balige sejak 14 Juni 1953.

I. Konflik Inggris Dengan Belanda Memperebutkan Pulau Jawa


Pada bulan Mei 1811 Daendels dipanggil Kaisar Napoleon untuk kembali ke Belanda.
Kedatangan gubernur jenderal yang baru pengganti Daendels membawa angin segar bagi
raja-raja Jawa. Karakter gubernur jenderal yang baru ini berbanding terbalik dengan
Daendels sehingga cepat mendapatkan simpati di lingkungan yang dipimpinnya. Jan Willem
Janssens memang mempunyai karakter yang jujur, kebapakan, dan sabar.
Janssens memerintah sejak tanggal 6 Mei 1811 dan tidak lagi memusatkan perhatian
kepada raja-raja Jawa tetapi pada mempersiapkan strategi dan infrastruktur pertahanan Jawa
dalam rangka menghadapi invansi pasukan Inggris yang sudah semakin dekat.
Karena hubungan yang baik dengan raja-raja Jawa Janssens meminta bantuan militer kepada
raja-raja Jawa, termasuk juga Kesultanan Yogyakarta. Selain bantuan militer Janssens tidak
meminta bantuan dalam bentuk apa pun. Sikap Janssens ini dipertahankan sampai ia
menandatangani Kapitulasi Tuntang pada 18 September 1811 dan menyerahkan wilayah
koloni Jawa kepada Inggris.
Untuk menghadapi Belanda di Jawa, Inggris sudah bersiap di Malaka dengan kekuatan
12.000 serdadu terlatih yang didatangkan langsung dari resimen-resimen garis depan,
batalion-batalion Sepoy Benggala dan pasukan artileri berkuda dari Madras.
Inggris di bawah komando Raffles berkirim surat kepada raja-raja Jawa yang isinya
Inggris siap membantu mereka untuk mengakhiri segala sesuatu yang berkaitan antara raja-
raja Jawa dengan rezim Perancis-Belanda. Bukan itu saja, Raffles juga berkirim surat kepada
Sultan Sepuh dan berjanji akan memulihkan martabatnya dan mengembalikan kekuasaannya
sebagai raja. Para raja Jawa itu juga diminta membatalkan atau tidak membuat perjanjian apa
pun dengan rezim Belanda dan menunggu saja kedatangan Inggris. Dengan janji Raffles itu
seakan-akan Inggris berbeda dengan Belanda yang kejam dan serakah. Dengan adanya surat
itu pupus sudah harapan Rezim Belanda di bawah kekuasaan Janssens untuk meminta
bantuan raja-raja Jawa, walaupun hanya berupa tentara untuk melawan Inggris.
Untuk menghadapi tentara Inggris, rezim Belanda menyiapkan 17.774 tentara warisan
Daendels. Tentara sejumlah itu merupakan jerih payah Daendels untuk mengorganisasi
pertahanan militer yang semula hanya berjumlah 7.000 tentara. Pada 3 Agustus 1811 tentara
Inggris yang dipimpin oleh Kolonel (kelak Mayor Jenderal Sir) Samuel Gibbs melakukan
pendaratan besar-besaran. Sejumlah kapal dikerahkan untuk menggempur rezim Belanda di
Jawa. Ada 81 kapal baik kapal angkut maupun kapal perang mendarat di pantai Batavia, di
Cilincing, dan pada 8 Agustus 1811 Kota Tua (Batavia) berhasil direbut Raffles.
Janssens berusaha mempertahankan kekuasaannya bersama dengan tentaranya di Meester
Cornelis (sekarang Jatinegara), akan tetapi gelombang tentara Inggris yang dahsyat tidak
dapat dibendung Janssens. Dalam pertempuran itu, tentara Belanda dibuat berantakan
sehingga 50 persen serdadu Eropa dan Ambon tewas. Tentara bantuan dari Jawa dan Madura
juga 80 persen tewas.
Pertempuran tidak seimbang itu kelak diabadikan di daerah sekitar Jatinegara sebagai
nama daerah Rawabangke atau Rawaangke tempat di mana para korban pertempuran mati di
rawa-rawa secara bertumpuk-tumpuk.
Meester Cornelis (Jatinegara) jatuh pada 26 Agustus 1811 dan mengakibatkan 500
serdadu korban tewas di pihak Inggris. Janssens kemudian memindahkan pusat pertahanan
dan pemerintahan ke Semarang. Di sana ia menyusun lagi kekuatan militernya. Tetapi karena
ia sudah banyak kehilangan tentara di Meester Cornelis (Jatinegara), maka gempuran Inggris
yang mendaratkan pasukannya pada 12 September 1811 sebanyak 1.600 yang dikomandani
Kolonel Samuel Gibbs membuat Janssens tidak berdaya.
Akhirnya, empat hari setelah pendaratan tentara Inggris di Semarang, tepatnya di
Jatingaleh dekat Srondol di daratan tinggi Semarang, Janssens dan sekutu-sekutu Jawanya
(prajurit Kesunanan dan Mangkunegaran) dapat dikalahkan dengan telak, karena sebagian
besar dari tentara campuran itu melarikan diri. Tapi Janssens tidak begitu mudah menyerah.
Ia mundur ke Salatiga untuk kembali menyusun kekuatan kembali. Ketika tentara Inggris
mendarat di Semarang Pangeran Notokusumo dan putranya disuruh Raffles pergi ke
Surabaya dan berada di sana.
Tentara Inggris yang beringas itu terus merangsek ke depan menghancurkan sisa- sisa
tentara Belanda. Akhirnya pada 18 September 1811 di atas Jembatan Kali Tuntang Janssens
dengan terpaksa menandatangani surat pernyataan menyerah. Isi perjanjian Tuntang yaitu:
1. Jawa dan semua pangkalannya (Madura, Palembang, Makassar, dan Sunda Kecil)
diserahkan kepada Inggris.
2. Militer-militer Belanda menjadi tawanan Inggris.
3. Pegawai-pegawai sipil yang ingin bekerja, dapat bekerja terus dalam pemerintahan
Inggris. Engelhard tetap menjadi minister walaupun dia orang Belanda.
Setelah Janssens menyerah, pemerintahan Raffles mengambil kebijakan bahwa semua
pejabat sipil dalam pemerintahan Prancis-Belanda diizinkan untuk terus bekerja demi
melayani pemerintahan yang baru, yakni Inggris. Dari orang-orang inilah agaknya Raffles
mendapatkan informasi bahwa Sultan Sepuh adalah raja Jawa yang suka membangkang
terhadap kekuasaan asing di Jawa. Sementara itu para
pejabat militer yang menjadi tawanan perang dan dikirim ke Benggala. Sejak saat itu, rezim
Inggris menancapkan hegemoninya di tanah Jawa di bawah komando Raffles.

J. Geger Sepoy (1812)


Sultan Hamengku Buwono II atau dikenal dengan Sultan Sepuh memang tokoh yang
tidak mengenal kompromi dengan pihak asing yang bertujuan menginjak-injak harga diri dan
martabat kesultanan Yogyakarta. Untuk itulah dia berkali kali turun tanhta. Mengikuti
pergolakan dan perang di Eropa maka pihak asing di tanah Jawa pada akhir tahun 1700-an
dan awal tahun 1800-an berkutat pada tiga negara yaitu Perancis, Belanda dan Inggris.
Sultan Sepuh diturunkan dari takhtanya pertama kali pada tahun 1810 pada saat Daendels
sebagai wakil Perancis dan gubernur jenderal yang berkuasa. Penyebabnya adalah Sultan
Sepuh tidak mau tunduk pada aturan Daendels yang ingin menjadikan Kesultanan
Yogyakarta sebagai bawahannya. Sultan Sepuh tetap memegang tradisi, budaya dan adat
istiadat keraton yang akan diubah Dendels menjadi keraton yang berhaluan liberalisme
misalnya tempat duduk raja harus sejajar dengan residen Yogyakarta atau sejajar dengan
tempat duduk gubernur jenderal di Batavia. Karena Sultan Sepuh menentang maka Daendels
mengirim tentara sebanyak 3.200 tentara untuk menggempur Yogyakarta. Akhirnya Sultan
sepuh bersedia diturunkan dari takhtanya dari pada banyak korban di pihak rakyat.
Kesultanan kemudian diserahkan kepada Putra Mahkota sebagai “Pangeran Wali” yaitu
Pangeran Surojo. Tetapi saat itu walaupun Sultan Sepuh turun takhta tetap diperbolehkan di
keraton sehingga segala keputusan keraton masih dikendalikan oleh Sultan Sepuh. Ketika
Inggris datang ke tanah Jawa merebut Jawa dari tangan kekuasaan Perancis-Belanda maka
Sultan Sepuh naik takhta lagi menggantikan Putra mahkota.
Ketika Inggris menguasai Jawa dan Sultan Sepuh naik takhta kembali, Sultan Sepuh juga
tidak mau tunduk kepada aturan yang diberlakukan oleh Inggris di bawah Raffles. Tempat
duduk Sultan Sepuh harus lebih tinggi dari residen Inggris di Yogyakarta dan tempat duduk
Raffles sendiri apabila mereka bertemu dalam sebuah perundingan. Cara meninggikan
tempat duduk itu dengan mengganjal kursi dengan kursi kecil di bawahnya sehingga tampak
lebih tinggi. Hal itu kemudian membuat Raffles memutuskan menurunkan Sultan sepuh dan
diganti dengan Putra mahkota yang naik takhta.
Akhirnya Raffles mengultimatum Sultan Sepuh dengan membawa tentara Sepoy dan
Inggris agar Sultan Sepuh turun takhta dan kedudukan raja digantikan Putra Mahkota.
Apabila tidak turun takhta maka keraton Yogyakarta akan diserang Inggris. Karena Sultan
Sepuh tidak menuruti perintah Inggris maka pada tanggal 18, 19 dan 20 Juni 1812 Keraton
Yogyakarta diserang tentara Sepoy dan Inggris yang berjumlah 1200 tentara. Serangan itu
disebut Geger Sepoy karena tentara Inggris membawa prajurit Sepoy dari India sebagai
tentara bayaran.
Setelah Keraton Yogyakarta kalah dalam penyerbuan, Sultan Sepuh ditangkap dan
diputuskan dibuang ke Pulau Penang (sekarang wilayah Malaysia). Sedangkan harta milik
keraton Yogyakarta dijarah habis oleh tentara Sepoy dan tentara Inggris.
Harta itu berupa uang, emas, berlian, keris dan lain sebagainya. Tidak itu saja Kekayaan
intelektual milik keraton Yogyakarta baik berupa manuskrip, arsip keraton, gamelan juga
turut dirampas oleh tentara Inggris dan Sepoy.
Raffles kemudian mengangkat Pangeran Surojo sebagai Putra Mahkota naik takhta
menjadi Sultan Hamengku Buwono III dan sejak itu Kesultanan Yogyakarta menjadi
kekuasaan Inggris hingga Inggris pergi dari tanah Jawa karena hasil perjanjian London yang
mengharuskan Inggris pergi dari Jawa dan diganti dengan kolonial Belanda menguasai
Indonesia.

K. Perlawanan Tuanku Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1838)


Muhammad Shahab atau lebih dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol adalah seorang
ulama dan pemimpin yang memiliki peran penting dalam melawan Belanda ketika Perang
Padri yang terjadi pada 1803-1838. Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat
pada 1772. Ia merupakan anak dari pasangan Bayanuddin dan Hamatun. Ayahnya adalah
seorang alim ulama dari Sungai Rimbang, Suliki. Sebagai anak seorang alim ulama, Imam
Bonjol dididik dan dibesarkan secara Islami.
Sejak 1800 hingga 1802, Imam Bonjol menimba dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam
di Aceh. Usai menuntaskan masa pendidikannya, ia pun mendapat gelar Malin Basa, yakni
gelar untuk tokoh yang dianggap besar atau mulia. Ia adalah sosok yang ingin menegakkan
kebenaran. Perjalanan Tuanku Imam Bonjol dalam menegakkan kebenaran terbagi dalam
beberapa periode sebagai berikut.
a. Periode 1803-1821.
Ketika itu kaum Padri, yang di dalamnya juga termasuk Imam Bonjol, hendak
membersihkan dan memurnikan ajaran Islam yang cukup banyak diselewengkan.
Kala itu, kalangan ulama di Kerajaan Pagaruyung menghendaki Islam yang
berpegang teguh pada Alquran serta sunah-sunah Rasulullah SAW. Dalam proses
perundingan dengan kaum adat, tidak didapatkan sebuah kesepakatan yang dirasa
adil untuk kedua belah pihak. Seiring dengan macetnya perundingan, kondisi pun
kian bergejolak hingga akhirnya kaum Padri di bawah pimpinan Tuanku Pasaman
menyerang Pagaruyung pada 1815. Pertempuran pun pecah di Koto Tangah, dekat
Batu Sangkar.
b. Periode 1821-1825.
Pada Februari 1821, kaum adat yang tengah digempur menjalin kerja sama dengan
Hindia Belanda untuk membantunya melawan kaum Padri. Sebagai imbalannya,
Hindia Belanda mendapatkan hak akses dan penguasaan atas wilayah Darek
(pedalaman Minangkabau). Salah satu tokoh yang menghadiri perjanjian dengan
Hindia Belanda kala itu adalah Sultan Tangkal Alam Bagagar, anggota keluarga
dinasti Kerajaan Pagaruyung. Meskipun dibantu oleh kekuatan dan pasukan kolonial
dalam peperangan, kaum Padri tetap sulit ditaklukkan. Oleh karena itu, Hindia
Belanda melalui Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mengajak pemimpin
kaum Padri, yang kala itu telah
diamanahkan kepada Imam Bonjol, untuk berdamai. Tanda dari perjanjian damai
tersebut adalah dengan menerbitkan maklumat Perjanjian Masang pada 1824.
c. Periode 1825-1830.
Pada tahun 1825, di Pulau Jawa sedang terjadi Perang Diponegoro. Belanda
menghadapi kesulitan. Mereka harus mengerahkan kekuatan militernya ke Pulau
Jawa. Oleh karena itu, Belanda bermaksud mengadakan perjanjian damai dengan
Imam Bonjol. Pada 29 Oktober 1825, Belanda berhasil mengadakan perjanjian
damai dengan kaum Padri yang terkenal dengan sebutan Perjanjian Padang. Isi
perjanjian tersebut adalah kedua belah pihak sepakat mengadakan gencatan senjata.
Setelah perjanjian itu, selama empat tahun Tanah Minangkabau aman, tidak ada
peperangan antara kaum Padri dengan Belanda.
d. Periode 1830-1838.
Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830, pasukan Belanda dialihkan untuk
menyerang Imam Bonjol. Pada pertengahan tahun 1832, Belanda mengirimkan
pasukannya ke Sumatra Barat. Benteng Padri berhasil direbut Belanda. Namun, pada
tahun 1833, benteng itu dapat direbut kembali oleh pasukan Imam Bonjol dari
tangan Belanda. Belanda terus berusaha menundukkan Iman Bonjol. Kemudian,
Belanda menggunakan siasat benteng. Pasukan Belanda dipimpin Jenderal Michiels.
Ketika itu, kaum Padri sudah bersatu dengan kaum adat untuk bersama-sama
melawan Belanda.
Pada tahun 1833, kondisi peperangan pun berubah. Kaum adat akhirnya
bergabung dan bahu-membahu dengan kaum Padri melawan pasukan kolonial.
Bersatunya kaum adat dan Padri ini dimulai dengan adanya kompromi yang dikenal
dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah. Dari sana lahirlah sebuah
konsensus adat basandi syarak, yakni adat berdasarkan agama. Bergabungnya kaum
adat dan kaum Padri tentu semakin menyulitkan pasukan Hindia Belanda. Kendati
sempat melakukan penyerangan bertubi-tubi dan mengepung benteng kaum Padri di
Bonjol pada Maret hingga Agustus 1837, hal tersebut tak mampu menundukkan
perlawanan kaum Padri. Hindia Belanda bahkan tiga kali mengganti komandan
perangnya untuk menaklukkan benteng kaum Padri tersebut.
Sadar bahwa taktik dan strategi perangnya kalah oleh kaum Padri, pemerintah
Hindia Belanda pun mengambil jalan pintas. Pada tahun 1837, mereka mengundang
Imam Bonjol sebagai pemimpin kaum Padri ke Palupuh untuk kembali
merundingkan perdamaian. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Hindia Belanda
memanfaatkan momen perundingan untuk menjerat Imam Bonjol. Sesampainya di
Palupuh, Imam Bonjol ditangkap. Tak hanya ditangkap, pemimpin kaum Padri itu
pun diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat.
Perjalanan pengasingan Imam Bonjol tak berhenti di sana. Dia sempat dibuang
ke Ambon. Pengasingannya terhenti di Lotak, Minahasa, dekat Manado, Sulawesi
Selatan. Di tempat pengasingannya yang terakhir itu Imam Bonjol mengembuskan
napas terakhirnya pada 8 November 1864. Setelah
Imam Bonjol tertangkap, akhirnya seluruh Sumatra Barat jatuh ke tangan Belanda.
Itu berarti, seluruh perlawanan dari kaum Padri berhasil dipatahkan oleh Belanda.

L. Perlawanan Pangeran Diponegoro di Jawa (1825-1830)


Belanda di Surakarta dan Yogyakarta semakin bertambah pengaruhnya pada permulaan
abad ke-19. Khususnya di Yogyakarta, campur tangan Belanda telah menjadikan
kekecewaan di kalangan kerabat keraton yang kemudian menjadikan perlawanan di bawah
pimpinan Pangeran Diponegoro.
Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwano III, seorang raja Mataram di
Yogyakarta. Ia Lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan
(selir, istri non permaisuri) bernama R.A. Mangkarawati yang berasal dari Pacitan. Sultan
Hamengkubuwano III menghendaki Pangeran DiponegoroPerlawanan Pangeran Diponegoro
di Jawa (1825-1830) Belanda di Surakarta dan Yogyakarta semakin bertambah pengaruhnya
pada permulaan abad ke- 19.
Khususnya di Yogyakarta, campur tangan Belanda telah menjadikan kekecewaan di
kalangan kerabat keraton yang kemudian menjadikan perlawanan di bawah pimpinan
Pangeran Diponegoro. Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwano III, seorang raja
Mataram di Yogyakarta. Ia Lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa
ampeyan (selir, istri non permaisuri) bernama R.A. Mangkarawati yang berasal dari Pacitan.
Sultan Hamengkubuwano III menghendaki Pangeran Diponegoro menjadi raja karena selain
berstatus putra tertua, ia juga cakap, ahli agama, dan dianggap mampu melaksanakan cita-
cita leluhurnya.
Bahkan, Inggris menyarankan kepada Sultan Hamengkubuwano III untuk mengangkat
Diponegoro menjadi putra mahkota. Namun, Diponegoro tidak mau dengan alasan bukan
putra dari permaisuri (garwa padmi). Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas
Mustahar, lalu diubah namanya oleh Hamengkubuwono III tahun 1805 menjadi Bendoro
Raden Mas Ontowiryo.
Sebab-sebab perlawanan Diponegoro, antara lain sebagai berikut.
a. Adanya kekecewaan dan kebencian kerabat istana terhadap tindakan Belanda yang
makin intensif mencampuri urusan keraton melalui Patih Danurejo (kaki tangan
Belanda).
b. Adanya kebencian dari rakyat pada umumnya dan para petani pada khususnya karena
tekanan pajak yang sangat memberatkan.
c. Adanya kekecewaan di kalangan para bangsawan, karena hak haknya banyak yang
dikurangi.
d. Sebagai alasannya, secara khusus ialah adanya pembuatan jalan oleh Belanda yang
melewati makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo.
Pertempuran pertama meletus pada 20 Juli 1825 di Tegalrejo. Setelah pertempuran di
Tegalrejo, Pangeran Diponegoro dan pasukannya menyingkir ke Dekso. Di kawasan Plered,
pasukan Diponegoro dipimpin oleh Kertapengalasan yang memiliki kemampuan yang cukup
kuat.
Kabar mengenai pecahnya perang melawan Belanda segera meluas ke banyak daerah.
Dengan dikumandangkannya perang sabil, di Surakarta oleh Kiai Mojo, di Kedu oleh Kiai
Hasan Besari, dan di daerah-daerah lain, maka pada pertempuran tahun 1825- 1826 pasukan
Belanda banyak terpukul dan terdesak.
Melihat kenyatan ini, kemudian Belanda menggunakan usaha dan tipu daya untuk
mematahkan perlawanan, antara lain sebagai berikut. a. Siasat benteng stelsel yang dilakukan
oleh Jenderal de Kock mulai tahun 1827. 67 b. Siasat bujukan agar perlawanan menjadi reda.
c. Siasat dukungan hadiah sebesar 20.000 ringgit kepada siapa saja yang dapat menangkap
Pangeran Diponegoro. d. Siasat tipu muslihat, yaitu usul berunding dengan Pangeran
Diponegoro dan akhirnya ditangkap.
Dengan banyak sekali tipu daya, akhirnya satu per satu pemimpin perlawanan
tertangkap dan menyerah, antara lain Pangeran Suryamataram dan Ario Prangwadono
(tertangkap pada 19 Januari 1827), Pangeran Serang serta Notoprodjo (menyerah pada 21
Juni 1827), Pangeran Mangkubumi (menyerah pada 27 September 1829), dan Alibasah
Sentot Prawirodirdjo (menyerah pada 24 Oktober 1829). Semua itu merupakan pukulan yang
berat bagi Pangeran Diponegoro.
Melihat situasi yang demikian, pihak Belanda ingin menyelesaikan perang secara cepat.
Jenderal de Kock melaksanakan tipu muslihat dengan mengajak berunding Pangeran
Diponegoro. De Kock berjanji, apabila perundingan gagal, maka Diponegoro diperbolehkan
kembali ke pertahanan.
Atas dasar komitmen tersebut, Diponegoro mau berunding di rumah Residen Kedu,
Magelang, pada 28 Maret 1830. Namun, De Kock ingkar janji sehingga Pangeran
Diponegoro ditangkap saat perundingan mengalami kegagalan. Pangeran Diponegoro
kemudian dibawa ke Batavia, dipindahkan ke Manado, dan pada tahun 1834 dipindahkan ke
Makassar sampai wafatnya pada 8 Januari 1855.

M. Tanam Paksa Dan Politik Pintu Terbuka


Pada masa Van den Bosch (1830-1870) sebagai gubernur jenderal yang baru diberi tugas
menyelamatkan keuangan Negeri Belanda. Untuk tugas itu, Van den Bosch menerapkan
kebijakan sebagai berikut. Bosch menghapus sistem sewa tanah peninggalan Raffles dan
menggantinya dengan sistem yang disebut cultuurstelsel. Secara harfiah, cultuurstelsel
berarti sistem budaya. Oleh bangsa Indonesia, sistem itu disebut Tanam Paksa atau TP,
karena dalam praktiknya rakyat dipaksa menanam tanaman ekspor seperti kopi, tarum (nila),
tebu, tembakau, kayu manis, dan kapas.
Kebijakan tanam paksa adalah sebagai berikut. 1) Mewajibkan setiap desa menyisakan 20
persen tanah untuk ditanami kopi, tebu, dan nila. Hasilnya dijual kepada pemerintah dengan
harga yang sudah ditentukan. Tanah yang digunakan untuk tanam paksa bebas dari pajak. 2)
Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian wajib mengerjakan tanah pertanian milik
pemerintah selama 66 hari. 3) Waktu mengerjakan tanaman tidak boleh melebihi waktu
tanam padi, yakni tiga bulan. 4) Kelebihan hasil produksi akan dikembalikan kepada rakyat.
5) Kerugian tanaman akibat bencana alam atau serangan hama sehingga gagal panen akan
ditanggung oleh pemerintah. 6) Pengawasan dalam penggarapan tanam paksa dilakukan oleh
para kepala desa.
Dalam pelaksanaannya, ternyata tanam paksa berbeda jauh dari konsep awalnya, yaitu
sebagai berikut. 1) Tanah milik petani digunakan seluruhnya untuk tanam paksa. 2) Tanah
yang digunakan tanam pajak tetap dikenakan pajak. 3) Warga yang tidak mempunyai tanah
tetap bekerja di tanah pertanian pemerintahan selama satu tahun penuh.
Bagi pemerintah Hindia Belanda, sistem TP berhasil dengan luar biasa. Kas Belanda
menjadi surplus sehingga Bosch dipuja-puja sebagai tokoh yang memakmurkan dan
menyejahterakan Negeri Belanda. Atas “jasanya” itu, Bosch diberi gelar bangsawan de
Graaf. Gelar ini diberikan untuk orang-orang yang berjasa kepada negara. Namun demikian,
Sistem TP banyak mendapat kritik dari berbagai pihak, termasuk orang-orang Belanda
sendiri karena dianggap lebih kejam dari zaman VOC.
Salah satu pengkritik yang paling keras adalah Eduard Douwes Dekker. Kritiknya ditulis
dalam sebuah buku (novel) berjudul Max Havelaar dengan menggunakan nama samaran
Multatuli. Isi buku (novel) itu menjelaskan kisah petani yang menderita karena kebijakan
sewenang-wenang Belanda dan bertentangan dengan moral Eropa saat itu yang menjunjung
tinggi semangat Revolusi Perancis: kesamaan, kebebasan, dan persaudaraan. Sistem TP
kemudian dihapus pada tahun 1870 setelah dikeluarkan Undang-undang Agraria dan
Undang-undang Gula.
Tujuan dikeluarkan Undang-undang Agraria adalah sebagai berikut. 1) Melindungi hak
milik petani dari penguasa dan modal asing. Hal ini reaksi dari pemerintah Belanda yang
mengambil alih tanah rakyat dalam TP. 2) Pemodal asing dapat menyewa tanah rakyat
seperti halnya di Inggris, Amerika, Jepang, dan Cina. 3) Membuka kesempatan rakyat untuk
bekerja menjadi buruh perkebunan.
Sementara itu, Undang-undang Gula memberi kesempatan kepada para pengusaha gula
untuk mengambil alih pabrik gula milik pemerintah Belanda. Penerapan kedua undang-
undang itu melatarbelakangi para pengusaha swasta untuk menanamkan modalnya di
Indonesia sehingga era liberalisasi ekonomi dimulai di Indonesia.
Politik Pintu Terbuka (1870-1900) 28 Tahun 1850, partai liberal di Belanda
memenangkan pemilu sehingga partai ini menjalankan pemerintahan. Perkembangan
liberalisme di Belanda dipicu oleh semangat Revolusi Perancis dan revolusi industri Inggris.
Dampak dari kemenangan partai liberal adalah diterapkannya sistem ekonomi liberal,
termasuk di negeri jajahan (Indonesia). Karena tergantung kepada modal individu dan swasta
untuk menggerakkan perekonomian, maka sistem ini disebut sistem kapitalisme.
1) Penerapan Sistem Pintu Terbuka.
Di Indonesia, sistem ekonomi liberal diwujudkan dalam bentuk kebijakan pintu
terbuka. Hal tersebut sesuai dengan maksud utama kebijakan ini, yaitu membuka
ruang (pintu) seluas-luasnya bagi swasta untuk melakukan kegiatan ekonomi.
Kebijakan ini berhasil menarik minat banyak pengusaha, baik dari asing maupun dari
etnis Tionghoa untuk menanamkan modalnya secara besar- besaran. Tidak hanya
dalam bidang perkebunan, tetapi juga pertambangan. Berikut ini contoh perkebunan
milik swasta asing yang ada di Indonesia. 1. Perkebunan tembakau di Deli (Sumatra
Utara), Kedu, Klaten, dan lain-lain. 2.
Perkebunan tebu di Cirebon dan Semarang. 3. Perkebunan kina di Jawa Barat.
4. Perkebunan karet di Palembang dan Sumatra Timur. 5. Perkebunan kelapa sawit di
Sumatra Utara. 6. Perkebunan teh di Jawa Barat. 7. Bersamaan dengan itu, para
pengusaha juga mendirikan pabrik teh, tembakau, gula, rokok, dan pabrik cokelat.
Sementara itu, pertambangan berkembang di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan.
Batubara di Sumatra Barat dan Selatan, sedangkan timah di Pulau Bangka.
2) Dampak Kebijakan Pintu Terbuka.
dampak dari Kebijakan Pintu terbuka? Bagi Belanda dan penguasa asing berdampak
pada peningkatan kesejahteraan mereka, sedangkan bagi rakyat berdampak pada
kesengsaraan dan penderitaan. Kebijakan ini menjadi tempat 29 eksploitasi baru yang
tidak berbeda dengan TP. Eksploitasi tersebut adalah eksploitasi manusia dan
eksploitasi agraria.
1. Eksploitasi Manusia.
Eksploitasi manusia ialah pengerahan tenaga manusia yang diwarnai tipu daya
dan paksaan, ketidakadilan, serta kesewenang-wenangan yang mereka alami di
perkebunan. Contohnya adanya hukuman cambuk terhadap para kuli yang
melakukan pelanggaran selama bekerja di perkebunan tembakau di Deli,
Sumatra. Bagi yang melarikan diri mendapat hukuman denda, disekap, kerja
tanpa upah, bahkan dibunuh. Kebijakan ini juga ditandai dengan pengiriman
secara besar-besaran dan secara paksa tenaga kerja dari Jawa untuk dipekerjakan
di perkebunan perkebunan Belanda di tanah jajahannya yang lain seperti di
Suriname dan Guyana. Sekitar tahun 1890-an, orang Jawa dari Jawa Tengah dan
Jawa Timur yang dikirim ke Suriname mencapai 32.965 orang. Setelah
kemerdekaan, mereka hanya sebagian kecil yang kembali ke Indonesia.
Perhitungan tahun 1972 sebanyak 57.688 keturunan Jawa berada di Suriname dan
pada tahun 2004 berjumlah 71.879.
2. Eksploitasi Agraria.
Eksploitasi agraria tampak dalam bentuk penggunaan lahan-lahan produktif yang
sedang dikerjakan rakyat maupun lahan-lahan kosong yang masih berupa hutan
untuk dijadikan perkebunan serta areal pertambangan. Pemanfaatan lahan
produktif umumnya di Jawa, sedangkan perkebunan di Sumatra, dengan
menggunakan lahan-lahan yang masih kosong. Ada beberapa dampak negatif
dari kebijakan pintu terbuka bagi masyarakat Jawa, yakni sebagai berikut. 3. Para
priayi dan birokrat kesultanan menyewakan tanah lungguhnya kepada para
pengusaha perkebunan swasta asing karena lebih menguntungkan daripada
disewakan kepada para petani penggarap. 4. Di lahan-lahan perkebunan tenaga
kerjanya dari rakyat 30 Jawa dan sistem pengupahannya tidak adil karena sangat
murah.
5. Sebagian dari rakyat Jawa dikirim ke Suriname untuk bekerja di perkebunan
Belanda. 6. Para bupati di 18 wilayah keresidenan di Jawa ikut menyewakan
sebagian tanahnya kepada pengusaha perkebunan asing dan memaksa rakyat di
18 keresidenan tersebut bekerja diperkebunan-
perkebunan tersebut. 7. Reaksi Terhadap Kebijakan Pintu Terbuka. Kebijakan
tersebut sebagai tempat untuk mengeksploitasi rakyat sehingga Belanda semakin
makmur. Hal ini membuat kaum humanis bersuara lantang. Sudah berabad-abad
rakyat menderita demi kemakmuran Belanda sehingga sudah sepantasnya
Belanda membalas budi dengan memajukan bangsa Indonesia, bukannya
menyengsarakannya. Itulah gagasan dasar yang mendorong lahirnya politik etis.
Salah satu penggagas munculnya politik etis adalah Van Deventer. Menurutnya,
pemerintah Belanda harus melakukan sesuatu demi kesejahteraan kaum pribumi.

N. Politik Etis
Kebijakan politik etis menyangkut dua bidang, yakni politik dan ekonomi. Dalam bidang
politik adalah diberlakukannya kebijakan desentralisasi, yaitu memberikan ruang, peran,
serta Salam Historia Dari orang-orang Belanda ternyata ada yang peduli terhadap
penderitaan rakyat, yakni Eduard Douwes Dekker (Multatuli). Dialah yang menghentikan
praktek jahat Tanam Paksa karena karya novelnya yang berjudul “Akulah yang Menderita”
atau Max Havelaar. Sikap kritis terhadap pemerintah Belanda rupanya menurun pada
cucunya yang bernama Ernest Francois Eugene Dekker alias Ernest Douwes Dekker
(Danudirja Setyabudi), pendiri Indische Partij yang tergabung dalam kelompok tiga
serangkai bersama Ki Hadjar Dewantara dan Cipto Mangunkusuma. kesempatan bagi orang-
orang Indonesia untuk memikirkan nasib dan masa depannya sendiri dengan melibatkan
mereka di dewan-dewan lokal, yaitu sebuah dewan rakyat (masuk dalam pemerintahan) yang
dikenal dengan Volksraad (Dewan Rakyat). Dewan ini semacam Dewan Perwakilan Rakyat.
Melalui dewan ini, aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-wakilnya yang duduk di dewan
ini.
1) Rencana Politik Etis.
Dalam bidang ekonomi diberlakukan Trias van Deventer, yaitu: 1. Irigasi (pengairan)
yaitu membangun dan memperbaiki pengairan dan bendungan untuk keperluan
pertanian. 2. Migrasi yaitu mengajak rakyat untuk bertransmigrasi sehingga terjadi
keseimbangan jumlah penduduk. 3. Edukasi yaitu menyelenggarakan pendidikan
dengan memperluas bidang pengajaran dan pendidikan.
2) Penyimpangan Politik Etis.
Sekilas gagasan van Deventer sangat mulia, tetapi pada kenyataanya tidak seindah
gagasannya. Penyimpangan tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Irigasi. Perairan
hanya dialirkan kepada tanah-tanah perkebunan swasta, bukan tanah-tanah pertanian
rakyat. 2. Migrasi. Rakyat yang diberangkatkan ke luar Pulau Jawa ternyata hanya
untuk bekerja di perkebunan milik pengusaha Belanda dan asing. Rakyat yang ikut
program ini dijadikan kuli kontrak seperti di Lampung dan Sumatra Utara. Karena
tidak sesuai dengan tujuan awal, banyak rakyat melarikan diri dan kembali ke daerah
asal. Bagi yang melarikan diri dan tertangkap akan diberi hukuman dan dikembalikan
untuk bekerja lagi. 3. Edukasi. Pengajaran hanya untuk anak-anak pegawai
negeri, bangsawan, dan orang-orang mampu dengan bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar. Rakyat biasa hanya diberi pelajaran membaca, menulis, dan berhitung
sampai kelas 2 dengan pengantar bahasa Melayu. Politik etis dalam bidang
pengajaran juga tidak mengakomodasi orang asing seperti Cina dan Arab. Untuk itu,
orang Cina mendirikan pendidikan Tiong Hoa Hak Tong dan Arab mendirikan
madrasah. Pelaksanaan pendidikan yang tidak merata mendorong munculnya sekolah
nonpemerintah seperti Taman Siswa, Perguruan Muhammadiyah, dan pendidikan
kaum perempuan yang digagas
R.A. Kartini.
3) Dampak Politik Etis.
Terlepas dari segala penyimpangan, ternyata politik etis membawa efek positif bagi
pendidikan di Indonesia. Salah satu orang dari kelompok etis yang bernama Mr.
Abendanon (sahabat R.A. Kartini) berjasa mendirikan sekolah- sekolah, baik untuk
priayi maupun rakyat biasa. Kian terbukanya sekolah- sekolah untuk pribumi
menjadikan pemuda Indonesia berilmu, tetapi juga berwawasan luas dan sadar politik
sehingga lahirlah Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, sampai pada tokoh sentral
seperti Ir. Sukarno.

2. Alat dan bahan


- komputer/laptop
- internet
- Power Point

K. Kegiatan pembelajaran Utama:

Pengaturan Peserta didik Meto


de
Berkelompok - Diskusi
- Project (penelitian sejarah lokal)
- Ceramah
- Debat
- Bermain peran

L. Asesmen:

Individ Berkelompo
u k
- Test tertulis PG atau Essay - Diskusi kelompok
- Sikap peserta didik selama - Presentasi
mengikuti kegiatan pembelajaran
- Produk laporan penelitian
(mengkomunikasikan laporan dalam
bentuk tulisan/tulisan/ media lain)
M. Persiapan Pembelajaran:

N Langkah Persiapan Pembelajaran Wakt


o u
1 Membuat maind maping materi kolonisasi dan 15 menit
perlawanan bangsa Indonesia
2 Mencari informasi materi dan membuat pemaparan power 90 menit
point
3 Membuat tekhnis kegiatan project penelitian peserta didik 15 menit
4 Membuat assesmen 30 menit

N. Urutan kegiatan pembelajaran dalam1 sesi pembelajaran:

Pertemuan ke-1

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa bersama-sama dipimpin
salah satu peserta didik
- Kesepakatan aturan dalam
kegiatan pembelajaran pada hari
ini
- Apersepsi tentang pembelajaran
hari ini
Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit
pemantik: Mengapa orang-orang
Eropa berlomba-lomba melakukan
pelayaran ke Timur?
- Menyajikan informasi awal materi
tentang keterkaitan faktor-faktor
lahirnya kolonialisme dan
imperialisme serta kebijakan dinasti
Turki Usmani, pelayaran ke timur
dan eksploitasi wilayah penghasil
rempah-rempah dengan perlawanan
kerajaan-kerajaan lokal terhadap
bangsa-bangsa Eropa seperti
perlawanan rakyat Aceh terhadap
Portugis, kerajaan Demak terhadap
Portugis, dan perlawanan Maluku
terhadap Portugis dengan media
power point
- Guru memberikan kesempatan
berdiskusi tentang keterkaitan
kebijakan dinasti Turki Usmani,
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
pelayaran ke timur dan eksploitasi
wilayah penghasil rempah-rempah
dengan perlawanan kerajaan-
kerajaan lokal terhadap bangsa-
bangsa Eropa seperti perlawanan
rakyat Aceh terhadap Portugis,
kerajaan Demak terhadap Portugis,
dan perlawanan Maluku terhadap
Portugis.
Penutup - Penguatan guru tentang keterkaitan 10 menit
antara perlawanan raja-raja lokal
dengan eksploitasi bangsa Eropa
- Kesimpulan tentang materi hari itu
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi tentang kelebihan dan
kelemahan pembelajaran hari ini

Pertemuan ke-2
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa bersama-sama dipimpin
salah satu peserta didik
- Kesepakatan aturan dalam
kegiatan pembelajaran pada hari
ini
- Apersepsi tentang pembelajaran
hari ini

Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit


pemantik: Mengapa para pedagang
Eropa dari Belanda mendirikan
sebuah organisasi dagang yang
bernama VOC? Apa latar
belakangnya?
- Menyajikan informasi awal untuk
membuka wawasan tentang strategi
mendirikan kongsi dagang VOC
sebagai cara kolaboratif untuk
eksploitasi, hak Oktroi dan
kebijakan-kebijakan gubernur
jenderal dalam strategi eksploitasi
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
wilayah-wilayah penghasil rempah-
rempah, serta perlawanan raja-raja
lokal terhadap VOC seperti Sultan
Agung Hanyokrokusuma di
Mataram, Sultan Hasanuddin di
Makassar, Untung Surapati di Jawa,
Sultan Ageng Tirtayasa di Banten,
serta korupsi dan kehancuran VOC
dengan media power point
- Guru menerapkan metode bermain
peran misalnya tentang “Terbunuhnya
kapten Tack oleh Surapati”. (Guru
silahkan memilih perlawanan tokoh
lain) dengan menunjuk peserta didik
ada yang berperan sebagai Surapati,
Kapten Tack, Sunan Amangkurat II,
pasukan kapten Tack, pasukan
Surapati dan sebagainya. Guru sudah
memberi naskah yang kemudian
dibagikan pada peserta didik alur
ceritera terbunuhnya Kapten Tack.

Penutup - Penguatan guru tentang keterkaitan 10 menit


antara perlawanan raja-raja lokal
dengan eksploitasi bangsa Eropa
- Kesimpulan tentang materi hari itu
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi tentang kelebihan dan
kelemahan pembelajaran hari ini

Pertemuan ke-3
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Pendahuluan - Presensi tentang kehadiran peserta 10 menit
didik hari ini
- Berdoa secara bersama-sama
sesuai agama dipimpin satu orang
peserta didik
- Kesepakatan aturan dalam
kegiatan pembelajaran pada hari
ini
- Apersepsi tentang materi yang
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
dipelajari hari ini

Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit


pemantik: Mengapa raja-raja lokal
melakukan perlawanan terhadap
pedagang Belanda yang
dipersenjatai?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang keterkaitan kebijakan
Kolonial Belanda dalam
mengeksploitasi tanah jajahan dengan
perlawanan Sultan Hamengku
Buwono II di Yogyakarta, Kapiten
Patimura di Maluku, Sultan Mahmud
Badaruddin di Palembang, I Gusti
Jelantik di Bali, Pangeran Antasari di
Kalimantan, Teuku Umar di Aceh,
dan perlawanan Sisingamangaraja I
menghadapi kebijakan kolonial
Belanda dengan power point
- Guru menerapkan metode bermain
peran tentang perlawanan Teuku
Umar (guru bisa memilih tokoh lain)
agar peserta didik semakin
memahami perlawanan raja-raja lokal
terhadap kolonialisme Belanda
Penutup - Evaluasi kegiatan pembelajaran 10 menit
hari ini
- Refleksi kekurangan dan kelebihan
pembelajaran hari ini

Pertemuan ke-4
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa sesuai agama dan
keyakinan masing-masing
- Mengingatkan kembali
kesepakatan aturan dalam kegiatan
pembelajaran pada hari ini
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit
pemantik: Mengapa kita harus
melakukan penelitian sejarah? apa
manfaatnya?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang penelitian sejarah lokal (bisa
menyesuiakan dengan daerah
masing-masing) bisa juga tentang
konflik Inggris dengan Belanda
memperebutkan Pulau Jawa dan
perlawaanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris dalam
peristiwa Geger Sepoy serta tindakan
Raffles dalam mengeksploitasi
kekayaaan Hindia Belanda dengan
media power point
- Guru memberikan penjelasan singkat
termasuk pembentukan kelompok
kerja sesuai bidang penelitian masing-
masing tentang penelitian sejarah
lokal (bisa menyesuiakan dengan
daerah masing-masing) bisa juga
tentang konflik Inggris dengan
Belanda memperebutkan Pulau Jawa
dan perlawaanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris dalam
peristiwa Geger Sepoy serta tindakan
Raffles dalam mengeksploitasi
kekayaaan Hindia Belanda.
- Membentuk 5 kelompok dalam 1
kelas dengan tentang perlawanan
Sultan Hamengku Buwono II
terhadap Inggris dalam peristiwa
Geger Sepoy atau peristiwa-
peristiwa sejarah lokal di daerah
masing-masing perlawanan
terhadap kolonial dalam bidang:
1. politik
2. sosial
3. budaya
4. ekonomi
5. teknologi
- Guru menjelaskan tekhnis
pelaksanaan kegiatan project
penelitian sejarah sederhana
dalam bentuk laporan penelitian
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
atau vlog yang akan dilakukan
para siswa secara berkelompok
untuk kunjungan perpustakaan/
museum/ tempat yang relevan
dengan informasi perlawaanan
Sultan Hamengku Buwono II
terhadap Inggris dalam peristiwa
Geger Sepoy atau peristiwa-
peristiwa sejarah lokal di daerah
masing-masing perlawanan
terhadap kolonial (bidang politik,
sosial, budaya, ekonomi,
teknologi).
- Memberikan ruang untuk setiap
kelompok merencanakan kegiatan
proyeknya
Penutup - Penguatan dari guru tentang materi 10 menit
yang baru saja didiskusikan
- Kesepakatan pengumpulan hasil
penelitian sejarah lokal
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi terhadap kelebihan dan
kekurangan pembelajaran hari ini

Pertemuan ke-5

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama dan
keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang peserta
didik
- Mengingatkan kembali
kesepakatan aturan dalam kegiatan
pembelajaran pada hari ini
- Apersepsi untuk menjelaskan
pentingnya pokok bahasan hari ini
bagi kehidupan peserta didik

Kegiatan Inti - Peserta didik siberi pertanyaan 70 menit


pemantik: Mengapa terjadi
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
perlawanan dari Tuanku Imam
Bonjol? Mengapa Diponegoro
melakukan perlawanan terhadap
belanda? Apa akibatnya dari
perlawanan itu terhadap rakyat?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang keterkaitan lunturnya
kearifan budaya lokal dan
penderitaan rakyat dengan
perlawanan Tuanku Imam Bonjol
di Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa.
- Guru menerapkan metode diskusi
tentang keterkaitan lunturnya
kearifan budaya lokal dan
penderitaan rakyat dengan
perlawanan Tuanku Imam Bonjol
di Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa.
Penutup - Penguatan dari guru tentang materi 10 menit
yang baru saja didiskusikan
- Kesimpulan secara bersama-sama
antara guru dan peserta didik
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi terhadap kekurangan dan
kelebihan pembelajaran hari ini

Pertemuan ke-6

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama dan
keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang peserta
didik
- Mengingatkan kembali
kesepakatan aturan dalam kegiatan
pembelajaran pada hari ini
- Apersepsi untuk menjelaskan arti
pentingnya pembelajaran hari ini
bagi nilai-nilai kehidupan
Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
pemantik: Mengapa perlawanan
Tuanku Imam Bonjol dan perlawanan
Diponegoro mengakibatkan adanya
tanam paksa?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang keterkaitan perlawanan
Tuanku Imam Bonjol di
Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa dengan tanam
paksa, serta efek positif dan negatif
dari kebijakan tanam paksa
- Guru menerapkan metode debat
dengan membentuk dua kelompok
tentang tema “Dampak yang terjadi
terhadap perlawanan Diponegoro
terhadap rakyat”. Pihak kelompok
satu menyoroti dari pihak Belanda
yang harus melunasi hutang-hutang
Belanda akibat Perang Jawa. Pihak
kelompok lain menyoroti dari pihak
Indonesia yang harus melakukan
tanam paksa untuk menutup hutang-
hutang Belanda.
Penutup - Penguatan dari guru tentang materi 10 menit
yang baru saja didiskusikan
- Kesimpulan
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi dari proses pembelajaran
hari ini

Pertemuan ke-7

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama dan
keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang peserta
didik
- Guru memberikan informasi
tentang kesepakatan aturan dalam
kegiatan pembelajaran pada hari
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
ini
- Apersepsi untuk menjelaskan arti
pentingnya pembelajaran hari ini
bagi nilai-nilai kehidupan
Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit
pemantik: Mengapa kebijakan
politik etis memunculkan
kesempatan berwirausaha, dan
pendidikan bagi pribumi?
- Guru menyajikan informasi awal
sebagai pembuka wawasan tentang
keterkaitan antara kebijakan tanam
paksa dengan munculnya politik
pintu terbuka, politik etis dan
keterkaitan antara politik etis dengan
kesempatan pendidikan, kesempatan
berwirausaha.
- Guru menerapkan diskusi kelompok
tentang dampak tanam paksa
terhadap munculnya politik etis dan
dampak politik etis terhadap
kesempatan pendidikan.
Penutup - Penguatan dari guru tentang materi 10 menit
yang baru saja didiskusikan
- Kesimpulan bersama-sama antara
guru dan peserta didik pelajaran
hari ini
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi dari proses pembelajaran
hari ini

Pertemuan ke-8

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama dan
keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang peserta
didik
- Guru memberikan informasi
tentang kesepakatan aturan dalam
kegiatan pembelajaran pada hari
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
ini
- Apersepsi untuk menjelaskan arti
pentingnya pembelajaran hari ini
bagi nilai-nilai kehidupan
Kegiatan Inti 70 menit
- Peserta didik diberi pertanyaan
pemantik: Mengapa politik etis
(eksploitasi kekayaan alam)
menimbulkan penderitaan rakyat dan
menumbuhkan kesadaran nasional?
- Menyajikan informasi awal materi
tentang keterkaitan antara politik etis
dengan eksploitasi kekayaan alam
Indonesia dan penderitaan rakyat
serta keterkaitan antara politik etis
dengan tumbuhnya intelektual dengan
munculnya kesadaran kebangsaan.
- Guru menerapkan metode diskusi
tentang keterkaitan antara politik etis
dengan meningkatkan kesadaran
nasional bagi pribumi setelah mereka
berpendidikan.

Penutup - Penguatan dari guru tentang materi 10 menit


yang baru saja didiskusikan
- Kesimpulan bersama-sama antara
guru dan peserta didik pelajaran
hari ini
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi dari proses pembelajaran
hari ini

O. Refleksi guru
- Apakah guru yakin bahwa semua siswa memahami pelajaran yang diberikan?
- Apakah penanaman karakter dari guru dapat diimplementasikan oleh para peserta didik?
- Guru harus memahami kesulitan yang dialami peserta didik selama proses pembelajaran.
- Apa langkah yang perlu dilakukan guru untuk memperbaiki proses belajar?
- Guru harus memastikan agar seluruh peserta didik mengikuti pelajaran dengan baik.
A. Kriteria untuk mengukur ketercapaian Tujuan Pembelajaran dan asesmennya
(asesmen formatif)
1. Penilain Individu
a. Penilaian Tertulis
Kisi-kisi Soal:

C AT Indikator Soal Nonor


P P Soal/
Bentuk
Soal
- Pada Fase F, - 11.1.1. Menganalisis Disajikan peta 1 /PG
peserta didik keterkaitan faktor-faktor tentang perdagangan (Penggunaa
di Kelas lahirnya kolonialisme dan internasional, n visual/
XI dan XII imperialisme serta peserta didik dapat peta/
mampu kebijakan dinasti Turki menentukan daerah gambar)
mengembangkan Usmani, pelayaran ke Konstantinopel yang
konsep-konsep timur dan eksploitasi ditutup oleh Turki
dasar sejarah wilayah penghasil Usmani
untuk mengkaji rempah-rempah dengan
peristiwa sejarah perlawanan kerajaan-
kerajaan lokal terhadap
dalam bangsa-bangsa Eropa
dimensi seperti perlawanan rakyat
manusia, Aceh terhadap Portugis,
ruang, dan waktu. kerajaan Demak terhadap
Melalui Portugis, dan perlawanan
literasi, Maluku terhadap Portugis.
diskusi,
dan
penyelidikan
(penelitian) - 11.1.2. Menjelaskan Disajikan beberapa 2/PG
berbasis strategi mendirikan hak-hak VOC di
kongsi dagang VOC Hindia Belanda
proyek kolaboratif sebagai cara kolaboratif peserta didik dapat
peserta didik untuk eksploitasi, hak mengidentifikasi
Oktroi dan kebijakan- hak-hak oktroi
mampu kebijakan gubernur yang
menjelaskan jenderal dalam strategi diberikan
berbagai peristiwa eksploitasi wilayah- pemerintah Belanda
sejarah wilayah penghasil di Eropa
yang
terjadi di
Indonesia dan
dunia meliputi
Pemerintahan
Orde Baru,
Pemerintahan
Reformasi,
serta
Revolusi
Besar
C AT Indikator Soal Nonor
P P Soal/Bentu
k
Soal
Dunia, rempah-rempah, serta
Perang perlawanan raja-raja lokal
Dunia I dan terhadap VOC seperti
II, Perang Sultan Agung
Dingin, dan Hanyokrokusuma di
Peristiwa Mataram, Sultan
Kontemporer Hasanuddin di Makassar,
Dunia Untung Surapati di Jawa,
sampai Sultan Ageng Tirtayasa di
abad-21. Banten, serta korupsi dan
- Peserta didik di kehancuran VOC
Kelas XII mampu
menggunakan
sumber - 11.1.3. Menganalisis Disajikan ilustrasi 3/PG
sekunder keterkaitan kebijakan tentang perlawanan
dan sumber primer Kolonial Belanda dalam terhadap
untuk mengeksploitasi tanah kolonialisme
jajahan dengan Belanda, peserta
melakukan perlawanan Sultan didik dapat
penelitian Hamengku Buwono II di menentukan sebab-
sejarah Yogyakarta, Kapiten sebab perlawanan
nasional, Patimura di Maluku, Sultan Hamengku
sejarah Sultan Mahmud Buwono II
dunia, Badaruddin di Palembang, terhadap Belanda
dan/atau I Gusti Jelantik di Bali, (Daendels)
sejarah Pangeran Antasari di
Kalimantan, Teuku
tematis Umar di Aceh, dan
secara perlawanan
Sisingamangaraja I
sinkronis menghadapi kebijakan
atau kolonial Belanda
- 11.1.4. Menjelaskan Disajikan beberapa 4/PG
diakronis konflik Inggris dengan pernyataan tentang
kemudian Belanda memperebutkan pertempuran
mengomunikasika Pulau Jawa dan Inggris dengan
nnya dalam perlawaanan Sultan Belanda, peserta
bentuk lisan, Hamengku Buwono II didik dapat
tulisan, terhadap Inggris dalam mengidentifikasi
dan/atau peristiwa Geger Sepoy sebab-sebab
media serta tindakan Raffles Inggris ingin
lain. Selain dalam mengeksploitasi menguasai tanah
itu mereka kekayaaan Hindia Jawa
Belanda.
juga
mampu
menggunakan
keterampilan
sejarah
untuk
menganalisis
peristiwa
sejarah
dari
berbagai
perspektif
dan
mengaktualisasika
n minat bakatnya
dalam
bidang
sejarah

melalui studi
lanjutan atau
kegiatan
kesejarahan diluar
sekolah.
C AT Indikator Soal Nonor
P P Soal/Bentu
k
Soal
- 11.1.5. Menganalisis Peserta didik 5/PG
keterkaitan lunturnya mengkaji ulang (HOT
kearifan budaya lokal dan permasalahan- S)
penderitaan rakyat dengan permasalahan
perlawanan Tuanku yang
Imam Bonjol di menyebabkan
Minangkabau dan perlawanan
Pangeran Diponegoro di Diponegoro
Jawa.
- 11.1.6. Menganalisis Disajikan beberapa 6/PG
keterkaitan perlawanan pernyataan tentang
Tuanku Imam Bonjol di tanam paksa,
Minangkabau dan peserta didik dapat
Pangeran Diponegoro di mengidentifikasi
Jawa dengan tanam paksa, kebijakan tanam
serta efek positif dan paksa
negatif dari kebijakan
tanam paksa
Disajikan ilustrasi 7/PG
- 11.1.7. Menganalisis tentang kritikan
keterkaitan antara Douwes Dekker
kebijakan tanam paksa tentang tanam
dengan munculnya politik paksa, peserta didik
pintu terbuka, politik etis dapat menentukan
dan keterkaitan antara tujuan dikeluarkan
politik etis dengan undang- undang
kesempatan pendidikan, agraria menuju
kesempatan berwirausaha, politik pintu
dan tumbuhnya kesadaran terbuka.
politik
- 11.1.8. Menganalisis Disajikan 8/PG
keterkaitan antara politik beberapa
etis dengan eksploitasi pernyataan
kekayaan alam Indonesia tentang politik
dan penderitaan rakyat etis, peserta didik
serta keterkaitan antara dapat
politik etis dengan mengidentifikasi
tumbuhnya intelektual penyimpangan
dengan munculnya politik etis
kesadaran kebangsaan
C AT Indikator Soal Nonor
P P Soal/Bentu
k
Soal
- 11.1.8. Menganalisis Disajikan ilustrasi 9/PG
keterkaitan antara politik tentang latar
etis dengan eksploitasi belakang
kekayaan alam Indonesia munculnya politik
dan penderitaan rakyat etis, peserta didik
serta keterkaitan antara dapat menentukan
politik etis dengan bidang garapan
tumbuhnya intelektual politik etis
dengan munculnya
kesadaran kebangsaan
- 11.1.8. Menganalisis Disajikan 10/PG
keterkaitan antara politik beberapa
etis dengan eksploitasi pernyataan
kekayaan alam Indonesia dampak politik
dan penderitaan rakyat etis, peserta didik
serta keterkaitan antara dapat
politik etis dengan mengidentifikasi
tumbuhnya intelektual efek positif bagi
dengan munculnya kesadaran
kesadaran kebangsaan kebangsaan

2. Penilain Berkelompok

a. Penilaian Diskusi Kelompok Dan Debat


Rubrik Penilaian:
N Aspek Penilaian Sk
o or
0 1 2 3
1 Keaktifan diskusi/ debat
a. Aktif memberi
masukan pemikiran
b. mendengarkan
pendapat orang lain

2 Kreatifitas diskusi/ debat


a. Kreatif dan inovasi dalam
diskusi/ debat
b. Ide/gagasan adalah original

Kualitas hasil diskusi/ debat


3 a.hasil runtut dan logis
b.Pengumpulan hasil diskusi/
debat

Indikator Rubrik Penilaian

N Indikator Rubrik
o
1 Aktif memberi masukan 2 = aktif
pemikiran berpendapat 1.=
kurang aktif
0 = tidak aktif
2 Mendengarkan pendapat orang 1 = Mendengarkan pendapat
lain 0 = Tidak mendengar
pendapat

3 Kreatifitas dalam diskusi/ 3 = Sangat kreatif


debat 2 = Kreatif
1 = Kurang kreatif
0 = Tidak kreatif
4 Origionalitas gagasan 3 = gagasan sangat orisionil
2 = gagasan orisionil
1 = gagasan kurang orisionil
0 = gagasan tidak orisionil
4 Hasil diskusi runtut dan logis 2 = Sangat runtut dan logis
1 = Runtut dan logis
0 = tidak runtut dan tidak logis
5 Pengumpulan hasil diskusi/ 3 = lebih awal
debat tepat waktu 2 = tepat
waktu 1=
terlambat
0 = tidak dilaksanakan
Jumlah Skor 25

Nilai = Jumlah perolehan skor Jumlah


X 100 %
skor maksimum

b. Penilaian Presentasi dan diskusi Rubrik


Penilaian :

N Aspek Penilaian Sk
o or
0 1 2 3
1 Kelengkapan
materi
2 Penulisan materi
3 Kemampuan
presentasi
4 Keaktifan selama
kegiatan presentasi
5 Sikap
menghargai dan
menghormati
pendapat orang lain

Indikator rubrik penilaian:

N Indikator Rubrik
o
1 Kelengkapan materi 2 = lengkap
1 = kurang
lengkap 0 = tidak
ada
2 Penulisan materi 2 = sesuai dengan rambu-
rambu yang diberikan
1 = tidak sesuai rambu-rambu
yang diberikan
0 = tidak ada
3 Kemampuan presentasi 2 = Komunikatif
1 = Kurang komunikatif
0 =Tidak Komunikatif
Keaktifan selama kegiatan 3 = Sangat
presentasi aktif 2 = Cukup
aktif 1 =
Kurang aktif
0 = Tidak aktif
4 Kreatifitas media presentasi 2 = Menggunakan kreasi
digital lebih dari
1(animasi/paint/ video/ dll)
1 = Menggunakan 1 kreasi
digital (animasi/paint/ video/
dll)
0 = Tidak menggunakan kreasi
digital

5 Sikap menghargai dan 1 = Sikap menghargai dan


menghormati pendapat orang menghormati pendapat orang
lain lain
0 = Tidak Sikap menghargai
dan menghormati pendapat
orang lain
Jumlah Skor 20
Nilai = Jumlah perolehan skor Jumlah
X 100 %
skor maksimum

c. Penilaian Project Penelitian Sejarah


Petunjuk kegiatan project:
- Bentuklah 5 kelompok dalam kelas!
- Pembagian tema penelitian setiap kelompok: Perlawanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris dalam peristiwa Geger Sepoy, dalam:
1. Bidang politik
2. Bidang sosial
3. Bidang budaya
4. Bidang ekonomi
5. Bidang Teknologi
- Buatlah perencanan kegiatan kunjungan perpustakaan atau tempat yang relevan dengan
tema perlawanan Sultan Hamengku Buwono II di Yogyakarta (guru dapat menyesuikan
dengan sejarah lokal di daerahnya yang berkaitan antara sejarah lokal dengan sejarah
nasional)
- Laporan kegiatan project penelitian sejarah setiap temanya harus memperhatikan:
1. Metodologi penelitian sejarah
2. Cara berfikir sinkronis dan atau diakronis dalam penulisan
3. Terdapat unsur manusia, ruang dan waktu
4. Menampilkan latar belakang, proses peristiwa dan pengaruh peristiwa sejarah dalam
masa kini dan masa yang akan datang
5. Menampilkan refleksi nilai-nilai profil pelajar Pancasila

- Laporan diketik dalam kertas A4 dan dikirim melalui link aplikasi belajar online.
- Laporan yang sudah dinilai setelah diperbaiki dapat di upload ke blog atau link
medsos setiap anggota kelompok

Rubrik Penilaian:
N Aspek Penilaian Sk
o or
0 1 2 3
1 Format laporan
a. Pendahuluan
b. Isi
c. Penutup

2 Kreatifitas
c. Kreatif dan inovasi dalam
mengembangan laporan
d.Ide/gagasan adalah original

Kesesuaian isi dengan tema


3 waktu pengumpulan laporan
penelitian sejarah

Indikator Rubrik Penilaian

N Indikator Rubrik
o
1 Format laporan 2 = lengkap
Pendahulua 1.= kurang
n Isi lengkap 0 = tidak
penutup lengkap

2 Kreatifitas 3 = laporan digital dan non


a. Kreatif dan inovasi dalam digital serta original
mengembangan laporan 2 = laporan digital atau non
b. Ide/gagasan adalah original digital saja serta original
1 = laporan manual serta
original
0 = laporan plagiat

3 Kesesuaian isi dengan tema 1 = sesuai dengan tema


0 = Tidak sesuai
Data dan sumber informasi 3 = menggunakan sumber
primer dan sekunder
2 = menggunakan sumber
sekunder
1 = menggunakan sumber
tersier
0 = tidak
menggunakan sumber

4 Analisis dan simpulan 2 = berfikir sejarah dan


konsep sejarah
1 = berfikir sejarah atau
berfikir konsep sejarah saja 0
= tidak berfikir sejarah dan
berfikir konsep sejarah

5 waktu pengumpulan laporan 3 = lebih awal


penelitian sejarah 2 = tepat
waktu 1=
terlambat
0 = tidak dilaksanakan
Jumlah Skor 25
Nilai = Jumlah perolehan skor Jumlah
X 100 %
skor maksimum
B. Pertanyaan refleksi untuk peserta didik
- Apakah peserta didik sudah mengerjakan tugas penelitian dengan baik?
- Apakah penanaman karakter yang diberikan guru dapat dipahami oleh para oeserta didik?
- Kesulitan apa yang dialami para peserta didik selama proses pembelajaran?
- Peserta didik harus menentukan langkah agar dapat memahami materi pelajaran.
- Apakah seluruh peserta didik mengikuti pelajaran dengan baik?

C. Daftar pustaka

Carey, Peter 2011. Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa Jilid I.
Jakarta: Gramedia
Carey, Peter 2011. Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa Jilid II.
Jakarta: Gramedia
Hannigan, Tim. 2015. Raffles dan Invansi Inggris Ke Jawa, Jakarta: Gramedia
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana
Lilik Suharmaji. 2019. Sejarah Indonesia Modern, Dari Imperialisme Kuno Sampai Pengakuan
Kedaulatan RI, Yogyakarta: Lingkar Antarnusa
Lilik Suharmaji, 2020. Geger Sepoy Sejarah Kelam Perseteruan Inggris Dengan Keraton
Yogyakarta (1812-1815). Yogyakarta: Araska.
Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Ricklefs,
MC. 2008. Sejarah Indonesia Baru 1200-2008, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Sartono
Kartodirdjo, 2017. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emperium
Sampai Imperium, Yogyakarta: Ombak
William Thorn, Mayor. 2015. Sejarah Penaklukkan Jawa, Yogyakarta: Indoliterasi

Link Literasi: https://id.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Konstantinopel


https://www.donisetyawan.com/akibat-jatuhnya-kota-konstantinopel/
https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2-perlawanan-rakyat-terhadap- bangsa-
eropa-di-nusantara https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2- perlawanan-
rakyat-terhadap-bangsa-eropa-di-nusantara https://www.berpendidikan.com/2019/10/hak-
istimewa-voc-hak-oktroi-voc.html https://ngeblogbersama.wordpress.com/2012/03/13/sebab-
sebab-runtuhnya-voc/ https://www.dosenpendidikan.co.id/pemerintahan-daendels/
https://scholarhub.ui.ac.id/hubsasia/vol12/iss1/4/
https://daerah.sindonews.com/read/88352/707/keturunan-hb-ii-minta-inggris-kembalikan- harta-
rampasan-geger-sepehi-1593673652
https://daerah.sindonews.com/read/88352/707/keturunan-hb-ii-minta-inggris-kembalikan- harta-
rampasan-geger-sepehi-1593673652
D. Lembar kerja peserta didik
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK
(Project Penelitian Sejarah)

Materi : Perlawanan Sultan Hamengku Buwono II terhadap Inggris dalam peristiwa


Geger Sepoy (sejarah lokal di daerahnya yang berkaitan antara sejarah lokal dengan
sejarah nasional)

Petunjuk Kegiatan Project:


- Bentuklah 5 kelompok dalam kelas!
- Pembagian tema penelitian setiap kelompok: Perlawanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris dalam peristiwa Geger Sepoy dalam:
1. Bidang politik
2. Bidang sosial
3. Bidang budaya
4. Bidang ekonomi
5. Bidang teknologi
- Buatlah perencanan kegiatan kunjungan ke perpustakaan atau tempat yang
relevan sesuai dengan tema besar
- Selama kegiatan proyek di luar sampai tahap historiografi atau penulisan
sejarah , kalian harus mengerjakan secara kolaboratif dalam kelompok masing-
masing.
- Laporan kegiatan proyek penelitian sejarah setiap temanya harus
memperhatikan:
1. Metodologi penelitian sejarah
2. Cara berfikir sinkronis dan atau diakronis dalam penulisan
3. Terdapat unsur manusia, ruang dan waktu
4. Menampilkan latar belakang, proses peristiwa dan pengaruh
peristiwa sejarah dalam masa kini dan masa yang akan datang
5. Menampilkan refleksi nilai-nilai profil pelajar Pancasila
E. Bahan bacaan siswa
Buku- buku:

Carey, Peter 2011. Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa Jilid I.
Jakarta: Gramedia
Carey, Peter 2011. Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa Jilid II.
Jakarta: Gramedia
Hannigan, Tim. 2015. Raffles dan Invansi Inggris Ke Jawa, Jakarta: Gramedia
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana
Lilik Suharmaji. 2019. Sejarah Indonesia Modern, Dari Imperialisme Kuno Sampai Pengakuan
Kedaulatan RI, Yogyakarta: Lingkar Antarnusa
Lilik Suharmaji, 2020. Geger Sepoy Sejarah Kelam Perseteruan Inggris Dengan Keraton
Yogyakarta (1812-1815). Yogyakarta: Araska.
Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Ricklefs,
MC. 2008. Sejarah Indonesia Baru 1200-2008, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Sartono
Kartodirdjo, 2017. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emperium
Sampai Imperium, Yogyakarta: Ombak
William Thorn, Mayor. 2015. Sejarah Penaklukkan Jawa, Yogyakarta: Indoliterasi

Link Literasi: https://id.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Konstantinopel


https://www.donisetyawan.com/akibat-jatuhnya-kota-konstantinopel/
https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2-perlawanan-rakyat-terhadap-
bangsa-eropa-di-nusantara https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2-
perlawanan-rakyat-terhadap-bangsa-eropa-di-nusantara
https://www.berpendidikan.com/2019/10/hak-istimewa-voc-hak-oktroi-voc.html
https://ngeblogbersama.wordpress.com/2012/03/13/sebab-sebab-runtuhnya-voc/
https://www.dosenpendidikan.co.id/pemerintahan-daendels/
https://scholarhub.ui.ac.id/hubsasia/vol12/iss1/4/
https://daerah.sindonews.com/read/88352/707/keturunan-hb-ii-minta-inggris-kembalikan- harta-
rampasan-geger-sepehi-1593673652 https://daerah.sindonews.com/read/88352/707/keturunan-hb-
ii-minta-inggris-kembalikan- harta-rampasan-geger-sepehi-1593673652

F. Bahan bacaan guru

Buku-buku:
Carey, Peter 2011. Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa Jilid I.
Jakarta: Gramedia
Carey, Peter 2011. Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa Jilid II.
Jakarta: Gramedia
Hannigan, Tim. 2015. Raffles dan Invansi Inggris Ke Jawa, Jakarta: Gramedia
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana
Lilik Suharmaji. 2019. Sejarah Indonesia Modern, Dari Imperialisme Kuno Sampai Pengakuan
Kedaulatan RI, Yogyakarta: Lingkar Antarnusa
Lilik Suharmaji, 2020. Geger Sepoy Sejarah Kelam Perseteruan Inggris Dengan Keraton
Yogyakarta (1812-1815). Yogyakarta: Araska.
Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Ricklefs,
MC. 2008. Sejarah Indonesia Baru 1200-2008, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Sartono
Kartodirdjo, 2017. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emperium
Sampai Imperium, Yogyakarta: Ombak
William Thorn, Mayor. 2015. Sejarah Penaklukkan Jawa, Yogyakarta: Indoliterasi

Link Literasi: https://id.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Konstantinopel


https://www.donisetyawan.com/akibat-jatuhnya-kota-konstantinopel/
https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2-perlawanan-rakyat-terhadap- bangsa-
eropa-di-nusantara https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2- perlawanan-
rakyat-terhadap-bangsa-eropa-di-nusantara https://www.berpendidikan.com/2019/10/hak-
istimewa-voc-hak-oktroi-voc.html https://ngeblogbersama.wordpress.com/2012/03/13/sebab-
sebab-runtuhnya-voc/ https://www.dosenpendidikan.co.id/pemerintahan-daendels/
https://scholarhub.ui.ac.id/hubsasia/vol12/iss1/4/
https://daerah.sindonews.com/read/88352/707/keturunan-hb-ii-minta-inggris-kembalikan- harta-
rampasan-geger-sepehi-1593673652 https://daerah.sindonews.com/read/88352/707/keturunan-hb-
ii-minta-inggris-kembalikan- harta-rampasan-geger-sepehi-1593673652
G. Materi pengayaan
Link literasi; https://id.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Konstantinopel
https://www.donisetyawan.com/akibat-jatuhnya-kota-konstantinopel/
https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2-perlawanan-rakyat-terhadap-
bangsa-eropa-di-nusantara https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2-
perlawanan-rakyat-terhadap-bangsa-eropa-di-nusantara

Tugas Pengayaan :
- Hanya untuk peserta didik yang memiliki nilai formatif individu minimal = 85
- Setelah membaca link literasi dan link youtube di atas, peserta didik membuat analisis dan evaluasi
terhadap materi jatuhnya Konstantinopel oleh Turki Ustnami dan dampaknya bagi pedagang
rempah-rempah Eropa, dan perlawanan raja dan rakyat terhadap bangsa-bangsa Eropa di
Nusantara
- berdasarkan informasi-informasi lain yang relevan
- Tugas bisa tertulis atau lisan dengan media digital atau non digital

H. Materi untuk peserta didik yang kesulitan belajar


Link literasi:

https://www.berpendidikan.com/2019/10/hak-istimewa-voc-hak-oktroi-voc.html
https://ngeblogbersama.wordpress.com/2012/03/13/sebab-sebab-runtuhnya-voc/
https://www.dosenpendidikan.co.id/pemerintahan-daendels/
https://scholarhub.ui.ac.id/hubsasia/vol12/iss1/4/

Tugas Remedial :
- Hanya untuk peserta didik yang nilainya kurang dari Kriteria Minimal
- Setelah melihat link yang diberikan, peserta didik menjelaskan hak-hak oktroi, sebab-sebab
runtuhnya VOC, dan pemerintahan Daendels di Indonesia
- Tugas bisa tertulis atau lisan dengan media digital atau non digital.

Wonosamodro, 5 Juni 2023

Anda mungkin juga menyukai