Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

THAHARAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Fiqh

Dosen Pengampu :

Yunik Rahmiyati, M

Disusun oleh kelompok 1 :

Amalia Raudhahtul Azkiyah 2011101153

Hamdani 2011101139

Reza Rahman 2011101107

Rina Ariani 2011101171

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


UIN SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu. Tidak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi
Besar Muhammad SAW. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umatnya yang senantiasa
istiqomah hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Fiqh Dimana didalamnya
membahas tentang pengertian thaharah, ketentuan thaharah, alat-alat bersuci, macam-macam najis
dan cara mensucikannya, istinja’ dan adab buang air besar, macam-macam hadas dan cara
mensucikannya, tata cara wudhu, mandi, dan tayamum yang benar.

Semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak, bagi kami khususnya dan bagi teman-
teman mahasiswa pada umumnya. Kami sadar bahwa makalah ini belum sempurna dan masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak yang membaca.

Samarinda, 21 September 2021

Penyusun,

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani. Kebersihan
badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka melakukan ibadah
menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat muslim terhindari dari kotoran
atau debu yang menempel di badan sehingga secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian
ibadah kita kepada Allah SWT.

Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa bersuci itu sebatas
membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci lainnya sesuai syariat Islam.
Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah” mempunyai makna yang luas tidak hanya
berwudhu saja.

Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas dan najis menurut
syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya seorang muslim dalam mengerjakan
ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita
ambil dari fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan
kesucian

B. Rumusan masalah Dari latar belakang masalah tersebut, penyusun merumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut : 1. Jelaskan pengertian dari thaharah? 2. jelaskan ketentuan tentang
thaharah? 3. Jelaskan alat-alat untuk bersuci? 4. Jelaskan macam-macam najis dan bagaimana cara
mensucikannya? 5. Jelaskan istinja dan adab buang air besar? 6. Jelaskan macam-macam hadas dan cara
mensucikannya? 7. Jelaskan dan praktekan tata cara wudhu, mandi, dan tayamum?

C. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini agar pemateri dan pembaca dapat memahami
pengertian thaharah, ketentuan thaharah, alat-alat bersuci, macam-macam najis dan tata cara
mensucikannya, penjelasan dari istinja dan adab buang air besar, macam-macam hadas dan cara
mensucikannya, serta cara mempraktekan cara wudhu, mandi, dan tayamum yang benar.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Thaharah Thaharah berasal dari bahasa arab yakni ‫ طهرة‬-‫ يطهر‬-‫ طهر‬yang artinya bersuci.

Thaharah berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran atau bersih dan suci dari kotoran atau
najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan najis ma’nawi (yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan
kemaksiatan. Sedangkan dalam buku yang lain secara etimologi “thaharah” berarti “kebersihan” ketika
dikatakan saya menyucikan pakaian maka yang dimaksud adalah saya membersihkan pakaian. Dalam
buku Fiqh ibadah secara bahasa ath-thaharah berarti bersih dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata
maupun tidak.
Sedangkan menurut istilah atau terminologi thaharah adalah menghilangkan hadas, menghilangkan
najis, atau melakukan sesuatu yang semakna atau memiliki bentuk serupa dengan kedua kegiatan
tersebut.

Dalam buku yang lain mengatakan bahwa thaharah adalah bersih dari najis haqiqi yakni khabast atau
najis hukmi yakni hadast, devenisi yang dibuat oleh mazhab maliki dan hambali sama dengan devenisi
yang digunkan oleh ulama mazhab hanafi mereka mengatakan bahwa thaharah adalah menghilangkan
apa yang menghalangi sholat yaitu hadats atau najis dengan menggunakan air ataupun menghilangkan
hukumnya dengan tanah.

Al-Imam ibnu Qodamah al Maqdisi mengatakan bahwa thaharah memiliki 4 tahapan yakni :

Menyucikan lahir dari hadats, najis-najis, dan kotoran-kotoran.

Menyucikan anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan.

Menyucikan hati dari akhlak-akhlak tercela dan sifat-sifat buruk.

Menyucikan hati dari selain Allah.

Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats, kebersihan dari kotoran, cara menghilangkan
dengan menghilangkan kotoran itu pada tempat ibadah, pakaian yang di pakai pada badan seseorang.
Sedangkan kebersihan dari hadats dilakukan dengan mengambil air wudhu dan mandi. Thaharah dari
hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk mandi dan
wudhu adalah air dan tanah(debu) untuk tayammum. Dalam hal ini air harus dalam keadaan suci lagi
menyucikan atau di sebut dengan air muthlak sedangkan tanah/debu harus memenuhi beberapa syarat
yang di tentukan.

B. Ketentuan Tentang Thaharah Ketentuan dalam thaharah adalah menggunakan air yang suci dan
mensucikan, debu, dan benda-benda padat yang diyakini tidak bernajis. Alat yang digunakan dalam
thaharah

Air, yang terbagi menjadi : a. Air mutlak Yaitu air yang suci lagi mensucikan terhadap lainnya. Misalnya
air hujan, air salju, air sumur, air laut, air sungai, air empang, air danau, atau air telaga. b. Air musta’mal
Yaitu air yang telah dipakai untuk berwudhu atau mandi. Hukumnya air semacam ini tetap bersuci lagi
mensucikan. c. Air suci tetapi tidak mensucikan

mensucikannya dengan mencuci sebanyak 7 kali dan salah satu dari 7 kali tersebut harus dicampur
dengan debu yang suci sampai hilang warna dan bentuk, bau dan rasanya.

E. Istinja’ dan Adab Buang Air Besar Istinja’ menurut bahasa adalah terlepas atau selamat. Sedangkan
menurt istilah adalah bersuci setelah buang air besar atau air kecil.

a. Cara istinja’ Cara beristinja’ dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: 1) Membersihkan
tempat keluarnya kotoran air besar atau air kecil dengan air sampai bersih. 2) Membersihkan tempat
keluarnya kotoran air besar atau air kecil dengan batu, kemudian dibasuh dan dibersihkan dengan air. 3)
Membersihkan tempat keluarnya kotoran air besar atau air kecil dengan batu atau benda-benda kesat
lainya sampai bersih. Batu yang dipergunakan sekurang-kurangnya tiga batu atau satu batu yang
mempunyai tiga permukaan.

Syarat-syarat istinja’ dengan menggunakan batu atau benda keras/kesat, terdiri dari enam macam:

Batu atau benda itu keras/kesat dan harus suci serta dapat dipakai untuk membersihkan najis.

Batu atau benda itu tidak termasuk yang dihormati. Misalnya, bahan makanan atau batu masjid.

Sekurang-kurangnya tiga kali usapan dan sampai bersih.

Najis yang akan disucikan belum sampai kering.

Najis itu tidak pindah dari tempat keluarnya.

Najis itu tidak bercampur dengan benda lain.

b. Alat-Alat yang digunakan untuk istinja’ Istinja’ dapat dilakukan dengan air atau benda selain air. Benda
selain air yang digunakan untuk istinja‘ ialah benda yang keras dan kesat seperti: batu, kertas, atau
daun-daun yang sudah kering.
c. Adab Buang Air 1) Mendahulukan kaki kiri pada waktu masuk WC. 2) Membaca doa ketika masuk WC
3) Mendahulukan kaki kanan sewaktu keluar dari WC. 4) Pada waktu keluar dari WC membaca doa 5)
Pada waktu buang air hendaknya memakai alas kaki. 6) Istinja‘ hendaknya dilakukan dengan tangan kiri.

d. Hal-hal yang Dilarang Ketika Buang Air 1) Buang air ditempat terbuka. 2) Buang air di air tenang,
kecuali jika air itu besar seperti danau. 3) Buang air di lubang-lubang, karena kemungkinan ada binatang.
4) Buang air di tempat yang mengganggu orang lain. 5) Buang air di bawah pohon yang sedang berbuah.
6) Bercakap-cakap ketika buang air kecuali sangat terpaksa. 7) Menghadap kiblat atau
membelakanginya. 8) Membaca ayat al-qur’an.

F. Macam-macam Hadas dan Cara Mensucikannya Para ulama sepakat untuk membagi hadats menjadi
dua, yaitu hadats kecil dan hadats besar. Masing-masing terjadi bila terjadi hal-hal tertentu, yang nanti
akan dijelaskan dalam bab-bab berikutnya.

Hadats kecil adalah kondisi hukum dimana seseorang sedang tidak dalam keadaan berwudhu'. Entah
memang karena asalnya belum berwudhu' atau pun sudah berwudhu' tetapi sudah batal lantaran
melakukan hal-hal tertentu. a. Hal-hal yang bisa mengakibatkan hadats kecil adalah ada beberapa hal,
diantaranya adalah keluarnya sesuatu lewat lubang kemaluan, tidur, hilang akal, menyentuh kemaluan,
dan menyentuh kulit lawan jenis.

Hadats besar adalah kondisi hukum dimana seseorang sedang dalam keadaan janabah. Dan janabah
itu adalah status hukum yang tidak berbentuk fisik. Maka janabah tidak identik dengan kotor. a. Hal-hal
yang bisa mengakibatkan hadats besar antara lain adalah keluar mani, bertemunya dua kemaluan,
meninggal dunia, mendapat haidh, nifas dan melahirkan bayi.

Tata Cara Tata cara mengangkat hadats atau mensucikan diri dari hadats ada tiga macam. a. Pertama
dengan cara berwudhu. Ritual ini tujuan dan fungsinya khusus untuk mensucikan diri dari hadats kecil
saja. b. Kedua adalah mandi janabah. Ritual untuk berfungsi untuk mensucikan diri dari hadats besar,
juga sekaligus berfungsi untuk mengangkat hadats kecil juga. Sehingga seseorang yang sudah melakukan
mandi janabah, pada dasarnya tidak perlu lagi berwudhu’. c. Ketiga adalah tayammum. Ritual ini hanya
boleh dikerjakan tatkala tidak ada air sebagai media untuk berwudhu’ atau mandi janabah. Tayammum
adalah bersuci dengan menggunakan media tanah, berfungsi mensucikan diri dari hadats kecil dan juga
hadats besar.

G. Wudhu, Mandi, dan Tayamum 1. Wudhu a. Pengertian Wudhu 1) Bahasa Kata wudhu' dalam bahasa
Arab berasal dari kata al-wadha'ah .Kata ini bermakna al-hasan ‫( الحسن‬yaitu kebaikan, dan juga sekaligus
bermakna an-andzafah ‫ النظافة‬yaitu kebersihan. 2) Istilah Sedangkan kata wadhuu' bermakna air yang
digunakan untuk berwudhu'. Wudhu' adalah sebuah ibadah ritual untuk mensucikan diri dari hadats
kecil dengan menggunakan media air. Yaitu dengan cara membasuh atau mengusap beberapa bagian
anggota tubuh menggunakan air sambil berniat di dalam hati dan dilakukan sebagai sebuah ritual khas
atau peribadatan. Bukan sekedar bertujuan untuk membersihkan secara fisik atas kotoran melainkan
sebuah pola ibadah yang telah ditetapkan tata aturannya lewat wahyu dari langit dari Allah SWT.

2. Mandi

a. Pengertian Mandi

Mandi dalam bahasa Arab disebut dengan istilah al-ghusl. Kata ini memiliki makna yaitu menuangkan air
ke seluruh tubuh.

a. Pengertian

Secara bahasa tayammum itu maknanya adalah bermaksud. Sedangkan secara syar’i maknanya adalah
bermaksud kepada tanah atau penggunaan tanah untuk bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar.

Caranya dengan menepuk-nepuk kedua tapak tangan ke atas tanah lalu diusapkan ke wajah dan kedua
tangan dengan niat untuk bersuci dari hadats. Tayammum berfungsi sebagai pengganti wudhu’ dan
mandi janabah sekaligus. Dan itu terjadi pada saat air tidak ditemukan atau pada kondisi-kondisi lainnya
yang akan kami sebutkan. Maka bila ada seseorang yang terkena janabah tidak perlu bergulingan di atas
tanah melainkan cukup baginya untuk bertayammum saja. Karena tayammum bisa menggantikan dua
hal sekaligus yaitu hadats kecil dan hadats besar.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah, merupakan masalah yang sangat penting
dalam beragama dan menjadi pangkal dalam beribadah yang menghantarkan manusia berhubungan
dengan Allah SWT. Tidak ada cara bersuci yang lebih baik dari pada cara yang dilakukan oleh syarit Islam,
karena syariat Islam menganjurkan manusia mandi dan berwudlu. Walaupun manusia masih dalam
keadaan bersih, tapi ketika hendak melaksanakan sholat dan ibadah-ibadah lainnya yang mengharuskan
berwudlu, begitu juga dia harus pula membuang kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan
mensucikannya karena kotoran itu sangat menjijikkan bagi manusia

Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari mungkin terdapat kekurangannya. Untuk itu penulis
menerima setiap saran yang membangun dari pembaca agar makalah ini jadi lebih baik.

Sedangkan secara istilah para ulama menyebutkan definisinya yaitu :

Adapun kata janabah dalam bahasa Arab bermakna jauh lawan dari dekat. Secara

istilah fiqih, kata janabah menurut Al-Imam AnNawawi rahimahullah berarti :

Janabah secara syar'i dikaitkan dengan seseorang yang keluar mani atau

melakukan hubungan suami istri disebut bahwa seseorang itu junub karena dia

menjauhi shalat masjid dan membaca Al-Quran serta dijauhkan atas hal-hal

tersebut.

Mandi janabah sering juga disebut dengan istilah 'mandi wajib'. Mandi ini

merupakan tatacara ritual yang bersifat ta’abbudi dan bertujuan menghilangkan

hadats besar.

b. Hal-hal Yang Mewajibkan Mandi Janabah

Para ulama menetapkan paling tidak ada 6 hal yang mewajibkan seseorang

untuk mandi janabah. Tiga hal di antaranya dapat terjadi pada laki-laki dan

perempuan. Tiga lagi sisanya hanya terjadi pada perempuan.

1. Keluar Mani

Keluarnya air mani menyebabkan seseorang mendapat janabah, baik

dengan cara sengaja seperti jima’ atau masturbasi, maupun dengan cara tidak

sengaja, seperti mimpi atau sakit.

2. Bertemunya Dua Kemaluan

Yang dimaksud dengan bertemunya dua kemaluan adalah kemaluan laki-


laki dan kemaluan wanita. Istilah ini disebutkan dengan maksud persetubuhan

(jima').

3. Meninggal

Seseorang yang meninggal dunia membuat orang lain wajib untuk

memandikan jenazahnya.

4. Haidh

Haidh atau menstruasi adalah kejadian alamiyah yang wajar terjadi pada

seorang wanita dan bersifat rutin bulanan. Keluarnya darah haidh itu justru

menunjukkan bahwa tubuh wanita itu sehat.

5. Nifas

Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah

melahirkan. Nifas itu mewajibkan mandi janabah, meski bayi yang dilahirkannya

itu dalam keadaan mati. Begitu berhenti dari keluarnya darah sesudah persalinan

atau melahirkan maka wajib atas wanita itu untuk mandi janabah. Hukum nifas

dalam banyak hal lebih sering mengikuti hukum haidh. Sehingga seorang yang

nifas tidak boleh shalat puasa thawaf di baitullah masuk masjid membaca Al-

Quran menyentuhnya bersetubuh dan lain sebagainya.

6. Melahirkan

Seorang wanita yang melahirkan anak meski anak itu dalam keadaan mati

maka wajib atasnya untuk melakukan mandi janabah. Bahkan meski saat

melahirkan itu tidak ada darah yang keluar. Artinya meski seorang wanita tidak

mengalami nifas namun tetap wajib atasnya untuk mandi janabah lantaran

persalinan yang dialaminya.

3. Tayammum

8
a. Pengertian

Secara bahasa tayammum itu maknanya adalah bermaksud. Sedangkan

secara syar’i maknanya adalah bermaksud kepada tanah atau penggunaan tanah

untuk bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar.

Caranya dengan menepuk-nepuk kedua tapak tangan ke atas tanah lalu

diusapkan ke wajah dan kedua tangan dengan niat untuk bersuci dari hadats.

Tayammum berfungsi sebagai pengganti wudhu’ dan mandi janabah sekaligus.

Dan itu terjadi pada saat air tidak ditemukan atau pada kondisi-kondisi lainnya

yang akan kami sebutkan. Maka bila ada seseorang yang terkena janabah tidak

perlu bergulingan di atas tanah melainkan cukup baginya untuk bertayammum

saja. Karena tayammum bisa menggantikan dua hal sekaligus yaitu hadats kecil

dan hadats besar.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah, merupakan

masalah yang sangat penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam

beribadah yang menghantarkan manusia berhubungan dengan Allah SWT.

Tidak ada cara bersuci yang lebih baik dari pada cara yang dilakukan oleh

syarit Islam, karena syariat Islam menganjurkan manusia mandi dan

berwudlu. Walaupun manusia masih dalam keadaan bersih, tapi ketika hendak

melaksanakan sholat dan ibadah-ibadah lainnya yang mengharuskan

berwudlu, begitu juga dia harus pula membuang kotoran pada diri dan tempat

ibadahnya dan mensucikannya karena kotoran itu sangat menjijikkan bagi

manusia
Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari mungkin terdapat

kekurangannya. Untuk itu penulis menerima setiap saran yang membangun

dari pembaca agar makalah ini jadi lebih baik.

10

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Karim

Az zuhaili,Prof .Dr. Wahbah.2010.Fiqih Imam Syafi’I. Jakarta. Almahira

Az Zuhaili Prof. Dr .Wahbah. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Depok. Gema Insani.

Darajat, Prof. Dr. Zakiyah.1995. Ilmu Fiqih. Jakarta. dana bakti wakaf.

Drs.Babudin.S.Ag dan Tim Penyusun Kementrian Agama Republik Indonesia.

2005.Fiqih Untuk X madrasah aliyah, Jakarta. intimedia ciptanusantara

H.Abd.Kholiq Hasan. 2008. Tafsir Ibadah. Yogyakarta. Pustaka Pesantren.

Imam An-Nawawi, Majmu’ Syarah Al Muhadzab,Pustaka Azzam, Jakarta , 2009

Al-Imam ibnu Qudamah Al Maqdisi. 2012Mukhtasar Minhajul Qasidin. Jakarta. Darul

Haq.

Imam An-Nawawi, Majmu’ Syarah Al Muhadzab,Pustaka Azzam, Jakarta , 2009, hlm

234

[2] Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema Insani,Depok,2010,

hlm 202

[3] Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Almahira, Jakarta,2010 hlm 86

[4] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed

Hawwas, Fiqh Ibadah,Amzah, Jakarta,2010, hlm 3

Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Almahira, Jakarta,2010 hlm 86


[8] Khabats adalah adalah sesuatu yang kotor menurut syara’ adapun hadats adalah sifat

syara’ yang melekata pada anggota tubuh dan dapat dihilangkan thaharah(kesucian)

[9] Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema Insani,Depok,2010,

hlm 203

[10] Al-Imam ibnu Qudamah Al Maqdisi, Mukhtasar Minhajul Qasidin, Darul Haq,

Jakarta, 2012, hlm 14

[11] Prof. Dr. Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, dana bakti wakaf, jakarta, 1995, hlm 10

[12] Prof. Dr. Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, dana bakti wakaf, jakarta, 1995, hlm 10

[13] DRS. Lahmuddin Nasution, M.Ag, fiqh 1, logos, hlm 9

Sarwat, Ahmad.2011.Seri Fiqih Kehidupan (2) : Thaharah, Jalan Karet Pedurenan no. 53

Kuningan

Setiabudi Jakarta Selatan 12940: DU Publishing

Anda mungkin juga menyukai