Anda di halaman 1dari 16

ISLAM, KARAKTERISTIK, DAN AJARAN-AJARAN

POKOKNYA

Rahmat Husein Siregar

0602183068

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Huseinrahmat86@gmail.com

PENDAHULUAN

Kajian tentang Islam tidak hanya terkait dengan persoalan ketuhanan atau keimanan saja,
akan tetapi juga mencakup tentang sejarah kebudayaan Islam, masyarakat sosial Muslim dan
kajian-kajian kebudayaan bercorak Islam lainnya. Kajian ilmiah tentang Islam dapat dibedakan
antara Islam yang merupakan sebagai sumber dan Islam sebagai pemikiran serta Islam dalam
pengalaman penganutnya.1

Agama Islam, disamping sebagai keyakinan yang dianut oleh manusia dengan corak
spiritualnya, juga harus dipelajari sebagai objek kajian ilmiah yang menarik. Alasannya adalah
karena selain agama dapat memengaruhi semangat kerja, semangat juang, dan berkorban bagi
pemeluknya, Islam juga merupakan budaya bahkan sejak lama telah menjelma menjadi budaya,
Islam mempunyai masyarakat. Bila Islam adalah budaya dan mempunyai masyarakat maka ia
layak dikaji ilmiah dengan berbagai pendekatan.

Islam sebagai ajaran agaknya menjadi topik yang menarik dikaji, baik oleh kalangan
intelektual Muslim sendiri maupun sarjana-sarjana Barat, mulai tradisi Orientalis sampai dengan
Islamolog (ahli pengkaji keislaman). Dalam konteks kesarjanaan, maka pendekatan yang dikaji
disini adalah pendekatan yang digunakan oleh para Orientalis sebagai outsider (pengkaji dari luar
penganut Islam) dan insider (pengkaji dari kalangan Muslim sendiri). Pada tahap awal, kajian
keislaman dikalangan intelektual Muslim lebih mengutamakan pola transmisi, sementara kajian

1
Chuzaimah Batubara dkk, Handbook Metodologi Studi Islam (Jakarta: Prenadamedia Grup), hlm. 35.
keislaman Orientalis lebih mengedepankan kajian kritis atas ajaran, masyarakat, dan institusi
yang ada di dunia Islam.

Pada dasarnya kajian keislaman lebih merupakan usaha kritis terhadap teks, sejarah,
doktrin, pemikiran dan institusi keislaman dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu
yang secara popular di kalangan akademik dianggap ilmiah. Menurut Jacques Waardenburg
dalam bukunya yang berjudul Islamic Studies dikatakan bahwa studi Islam adalah kajian tentang
agama Islam dan aspek-aspek dari kebudayaan dan masyarakat Muslim.2 Berbeda dengan kajian
yang biasa dilakukan dalam perspektif pemeluk Islam pada umumnya, Islamic Studies
menurutnya tidak bersifat normatif. Dalam hal ini, Islam dipandang sebagai ajaran suatu agama
yang sudah membentuk komunitas dan budaya, dilepaskan dari keimanan dan kepercayaan.
Dengan demikian, Islamic Studies menjadi kajian kritis dan menggunakan analisis yang bebas
sebagaimana berlaku dalam tradisi ilmiah tanpa beban teologis atas ajaran dan fenomena
keagamaan yang dikajinya.

ISLAM

A. Pengertian Agama Islam

Din al-Islami, sering diterjemahkan sebagai “agama Islam”. Menerjemahkan “din” dengan
agama sebenarnya kurang tepat jika tidak dikatakan salah, mengingat bahwa secara historis
istilah “agama” melekat pada ajaran Hindu dan Buddha. Sehingga makna yang terkandung
dalam istilah “agama” mencakup makna dalam istilah “din”. Akan tetapi sebagai sebuah istilah
teknis, maka penerjemahan din dengan agama tidak seluruhnya salah , mengingat bahwa
sebelum masyarakat Nusantara mengenal istilah din al-Islam, mereka telah lebih dahulu
mengenal Hindu dan Buddha sebagai sebuah agama. Jadi, ketika ada ajaran ritual baru (din al-
Islam) yang dikenalkan kepada mereka, maka mereka menyebutnya sebagai agama.

Lazimnya, setiap agama diberi nama sesudah berlalu masa orang yang mengembangkannya.
Nama agama-agama biasanya dinisbatkan kepada nama pendiri agama tersebut atau kepada suku
bangsa tempat agama tersebut lahir. Misalnya, agama Buddha dinisbatkan kepada nama
pendirinya yakni Sidharta Gautama. Buddha adalah gelar bagi Sidharta yang dianggap mendapat

2
Didik Ahmad Supadie dkk, Pengantar Studi Islam (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA), hlm. 69.
penerangan. Zoroaster kepada Zarahustra, Kong Hu Chu kepada Kong Fu Tse. Yahudi
(Judaisme) dinisbatkan kepada nama kaum yang menganut ajaran Nabi Musa a.s, yaitu Yuda
(Jews). Agama Hindu dinisbatkan kepada tempat berkembangnya ajaran dan adat dalam agama
tersebut, yakni India (Hindustan). Agama Kristen dinisbatkan kepada pengajarnya atau yang
dipuji yakni “Jesus Christ”. Orang Islam menyebutnya dengan Nasrani dinisbatkan kepada
tempat kelahiran Nabi Isa a.s, yaitu Nazareth (Jesus of Nazareth).

Agama Islam tidak seperti agama-agama tersebut di atas, Islam adalah agama yang namanya
diambil dari hakikat atau substansi ajaran yang terkandung di dalamnya. Jika agama-agam yang
lain namanya baru ada setelah pembawa ajarannya telah tiada, maka nama “Islam” sudah ada
sejak kelahirannya. Uniknya, Allah sendiri yang memberikan nama risalah yang dibawa oleh
Nabi Muhammad Saw. banyak ayat Al-Quran yang menyebutkan hal tersebut. Seperti (QS Ali
Imran [3]: 19, QS Ali Imran [3]: 65, QS Al Maidah [5]: 3).3

Oleh karena itu penyebutan orang-orang Barat terhadap Islam sebagai Moehamedanism dan
Moehamadan, bukan saja tidak tepat tetapi secara prinsip (Nasrudin Razak, 1985: 55). Istilah ini
mengandung arti Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad,
sebagaimana perkatana kristen dan kekristenan yang mengandung arti pemujaan terhadap
kristus.

Nama Islam memiliki perbedaan yang luar biasa dengan nama agama lainnya. Kata Islam
tidak memiliki hubungan dengan orang tertentu atau, golongan manusia tertentu, atau suatu
negeri tertentu.

Secara generik kata Islam berasal dari basaha Arab terambil dari kata ”salima” yang berarti
selamat sentosa. Dari kata ini dibentuk kata ”aslama” yang berarti “menyerah, tunduk, patuh, dan
taat”. Kata “aslama” menjadi pokok kata Islam, mengandung segala arti yang terkandung dalam
arti pokoknya, sebab itu orang yang melakukan ”aslama” atau masuk Islam dinamakan Muslim.
Berarti orang itu telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt.
Dengan melakukan aslama maka orang terjamin keselamatannya di dunia dan di akhirat.
Selanjutnya dari kata “salima” juga terbentuk kata “salimun” dan “salamun” yang berarti damai.
Maka Islam dipahami sebagai ajaran yang cinta damai. Karenanya seorang yang menyatakan

3
Ibid, hlm. 70.
dirinya Muslim adalah harus damai dengan Allah dan dengan sesama manusia (Muhammad Ali
1980).

Meskipun Islam secara bahasa adalah aktivitas penyerahan diri kepada Tuhan, tetapi Islam
disini juga adalah nama agama. Maka pada Din al-Islam inilah terdapat titik pertemuan antara
musamma (hakikat) penyerahan diri, dan ism (nama) yang diberikan.Hikmah penamaan Islam itu
pula, karena bentuk dan cara penyerahan yang diatur oleh agama ini bersesuaian dan bertepatan
dengan hakikat tauhid yang sebenarnya, yaitu hanya bisa diambil dari wahyu, bukan dari tradisi
kesuku-bangsaan atau kebudayaan tertentu, ataupun dari pencampuran antara tradisi kesuku-
bangsaan dan kebudayaan tertentu di satu sisi dengan kitab sucinya di sisi yang lain. Cara
penyerahan yang benar dan sesuai dengan tauhid inilah yang menjadi hikmah kepada penamaan
Islam itu sendiri.

Islam merupakan wahyu dan pada sisi lain ada bagian dari Islam yang merupakan produk
sejarah. Kedua-duanya dapat dijadikan sebagai sasaran penelitian.4 Dalam perjalanan sejarah ada
dua bentuk agama sebelum bentuk agama yang dibawa Nabi Muhammad Saw., yang kedua-
duanya merujuk kepada bentuk agama Nabi Ibrahim. Kedua bentuk agama itu diberi nama oleh
orang-orang diluar mereka sebagai Yahudi (Judaism) dan Kristen (Christianity). Pemeluknya
disebut sebagai orang Yahudi (Jew) dan orang Kristen (Christian) masing-masingnya.

Oleh sebab itu, ketika orang-orang Yahudi dan Nasrani mengajak kepada agama mereka,
nabi Muhammad Saw. diperintahkan untuk menolak ajakan itu sambil menyatakan bahwa yang
sepatutnya adalah mengikuti millah Ibrahim.

Pemahaman Islam secara normative bersifat doktiner5, yaitu bahwa agama Islam sebagai
objek studi diyakini sebagai sesuatu yang suci dan merupakan doktrin-doktrin yang berasal dari
ilahi yang mempunyai nilai(kebenaran) absolut, mutlak, uiversal

Jadi siapakah yang paling betul ikutannya terhadap millah Ibrahim ini di antara dua bentuk
agama yang terdahulu? Jawabannya adalah bukan di antara keduanya, melainkan orang-orang

4
Faisar Ananda dkk, Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam. (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO),
hlm. 132.
5
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Depok: PT RAJA GRAFINDO PUTRA UTAMA), hlm.34.
yang benar-benar mengikutinya dan dalam hal ini sudah tentu nabi Muhammad Saw. itu sendiri
dan para pengikutnya.

B. Karakteristuk Islam
1. Karakteristik Umum
a. Islam sebagai agama prophetic, revealed religion, mission religion, agama wahyu, agama
samawi, merupakan kontinuitas, penyempurnaan, penutup risalah para nabi.6
b. Islam sebagai sebuah din dan tamaddun sekaligus, bersifat eternal, universal, mencakup
semua sendi kehidupan manusia baik dimensi vertikal maupun horizontal.
c. Islam adalah agama yang mengakui adanya pluralitas, keanekaragaman keyakinan,
kepercayaan, agama, manusia. Sehingga Islam mengakui eksistensi agama lain. Akan tetapi,
Islam menolak paham prularisme yang menganggap bahwa di dalam pluralitas agama
terdapat hakikat yang sama, yakni sama-sama pasrah, patuh, dan tunduk sepenuhnya kepada
Tuhan. Pluralisme adalah paham yang mengajarkan adanya kesadaran akan satu Tuhan,
banyak jalan. Untuk menuju pada Tuhan yang satu, terdapat berbagai jalan. Islam melihat
bahwa pasrah dan tunduk Tuhan harus melalui cara yang ditentukan oleh Allah Swt., yang
dalam hal ini telah terangkum dalam din al-Islam. Segala bentuk kepatuhan kepada Tuhan,
yang tidak sesuai dengan car-cara dalam Islam merupakan sebuah jalan yang sesat.
d. Islam merupakan agama yang terbuka, bisa dikaji dalam berbagai keilmuan. Sehimgga bagi
umat Islam Al-Qur‟an yang merupakan sumber utama ajaran Islam, merupakan sebuah grand
theory, dalam pengbangunan ilmu pengetahuan.
2. Karakteristik Khusus
a. Bidang Akidah
1) Akidah Islam adalah aqidah tauqifiyyah, artinya akidah Islam dijelaskan secara terperinci.
Mana perbuatan-perbuatan yang masuk kedalam kategori tauhid dan syirik disebutkan
secara jelas, tanpa ada sedikitpun yang tercecer. Hal ini disebabkan bahwa akidah
merupakan bagian yang terpenting dalam ajaran Islam.7
2) Akidah Islam adalah aqidah ghaibiyyah, artinya ajarannya berpangkal dari keyakinan dan
kepercayaan terhadap adanya yang ghaib, Allah, Malaikat, dan hari Akhir. Walaupun
demikian, bukan berarti ajaran Islam tidak bisa dicerna oleh akal dan pancaindra.

6
Ibid. hlm. 97.
7
Ibid, hlm. 98.
3) Akidah Islam adalah aqidah syumuliyyah, artinya di dalam ajarannya terdapat integritas
antara dimensi substansi dan aplikasi, teori dan praktik, ilmu, iman, dan amal. Disamping
itu, akidah Islam memiliki persepsi yang integral tentang masalah-masalah kemanusiaan
universal, seperti Tuhan, manusia, dan alam.
b. Bidang Ibadah dan Muamalah
1) Islam tidak mengenal konsep dikotomis tentang ibadah. Ibadah dalam Islam meliputi segi
kehidupan manusia yang dibagi menjadi dua bagian, yakni ibadah mahdhah dan ibadah
ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang jenis dan tata cara pelaksanaannya
telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain.
Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang mencakup semua aspek
kehidupan manusia, seperti sosial, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknik, seni,
dan filsafat (cultural universal). Semua itu dapat bernilai ibadah apabila dalam
pelaksanaannya diniati karena Allah, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Allah dan
Rasul-Nya, dan tidak meninggalkan ibadah mahdhah.
2) Islam memandang ibadah merupakan konsekuensi tauhid, sehingga ibadah merupakan
realisasi dari ketauhidan seseorang. Orang yang menyatakan bahwa Tuhan yang
menciptakan dan memelihara alam semesta adalah Allah, konsekuensinya ia harus
beribadah hanya kepada Allah. Maka di dalam Islam, tauhid dibagi menjadi dua, yaitu
tauhid teoretis (tauhid rububiyyah) dan tauhid praktis (tauhid uluhiyyah). Tauhid teoretis
tidak ada maknanya sama sekali tanpa diikuti oleh tauhid praktis. Orang yang percaya
bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang menciptakan alam semesta beserta segala
isinya, tidak akan ada maknanya kalau dia tidak beribadah.
3) Konsep ibadah di dalam Islam bersifat humanisme teosentris, artinya semua bentuk
ibadah hanya ditunjukkan kepada Allah, tetapi manfaat atau hikmahnya untuk manusia
sendiri. Misalnya, ibadah shalat hikmahnya harus bisa mencegah seseorang dari
perbuatan keji dan munkar.Ibadah puasa, harus bisa menumbuhkan solidaritas sosial, dan
lain-lain. Intinya, peningkatan kualitas ibadah ritual seorang Muslim, harus meningkatkan
kesalehan sosial. Seorang dinyatakan memiliki kepalsuan dalam beragama, kalau tidak
memiliki kepedulian terhadap anak yatim dan tidak mau memberi makan fakir miskin
(Qardhawi, 1994).
c. Bidang Akhlak
1) Akhlak Islam adalah akhlak rabbaniyyah, artinya ia menjadikan ajaran Tuhan (Al-Qur‟an
dan Hadits) sebagai sumber nilai untuk menentukan baik dan buruk. Ukuran baik buruk
dalam Islam bukan berasal dari pemikiran seseorang, atau adat-istiadat suatu masyarakat,
sebagaimana yang menjadi ukuran baik dan buruk dalam etika sekuler, akan tetapi dari
Al-Qur‟an dan Hadits. Dalam hal ini Fazlur Rahman (1989: 116) menyatakan bahwa Al-
Qur‟an pada dasarnya merupakan dokumen keagamaan dan etika.8
2) Akhlak Islam adalah akhlak insani, artinya ajaran-ajaran akhlak Islam sejalan dengan
tuntunan fitrah manusia, meletakkan akal dan naluri sesuia dengan proporsi dan
profesinya masing-masing.
3) Akhlak Islam adalah akhlak universal, artinya mencakup semua aspek kehidupan
manusia, baik sebagai makhluk pribadi, makhluk sosial, maupun makhluk Tuhan.
4) Akhlak Islam adalah akhlak keseimbangan, yakni menghayalkan manusia sebagai
malaikat yang suci dan manusia sebagai binatang (pada sifat keburukan).
5) Akhlak Islam adalah akhlak realistik. Disamping memiliki idealisme yang tinggi, tetap
memperhatikan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kelemahan, sehingga di
dalam akhlak Islam terdapat rukhshah (keringanan) dan darurat.
6) Akhlak Islam menjadikan iman sebagai sumber motivasi. Artinya segala perbuatan baik
harus dilaksanakan atas kesadaran keimanan kepada Allah Swt. (Amin Syukur, 1984).
3. Pokok-Pokok ajaran Islam

Dalam Islam, akidah ialah iman atau kepercayaan. Sumbernya yang asasi ialah Al-Qur‟an.
Iman ialah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk
dipercaya dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh keraguan. 9 Tegaknya
aktivitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa
orang itu memiliki akidah atau menunjukkan kualitas iman yang ia miliki. Karena iman itu
bersegi teoritis dan ideal yang hanya dapat diketahui dengan bukti lahiriah dalam hidup dan
kehidupan sehari-hari.

Manusia hidup atas dasar kepercayaannya. Tinggi rendahnya nilai kepercayaan memberikan
corak kepada kehidupan atau dengan kata lain, tinggi rendahnya nilai kehidupan manusia

8
Ibid. hlm. 100.
Nasruddin Razak, Dienul Islam (Bandung: PT ALMA‟ARIF, 1989), hlm. 119-120
9
tergantung pada kepercayaan yang dimilikinya. Sebab itulah kehidupan pertama dalam Islam
dimulai dengan iman.

a. Akidah

Akidah berasal dari kata „aqada-ya‟qidu-„aqdan yang berarti simpul, ikatan, dan perjanjian
yang kokoh dan kuat. Setelah terbentuk „aqidatun adalah bahwa keyakinan itu tersimpul dan
tertambat dengan kokoh dalam hati, bersifat mengikat, dan mengandung perjanjian. Makna
akidah secara etimologis ini akan lebih jelas apabila dikaitkan dengan pengertian
terminologisnya, seperti diungkapkan oleh Syekh Hasan Al-Banna dalam Majmu‟ar Rasaail:

“Aqaid (bentuk jamak dari „aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak
tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan”.

Dikemukakan pula oleh Abu Bakar Al-Jazairi dalam kitab Aqidah Al-Mukmin: yang dinukil
oleh Tim Depag RI, Pendidikan Agama Islam, 2000: 102 bahwa “Aqidah adalah sejumlah
kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, (yang
didengar), dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati dan ditolak dengan segala sesuatu
yang bertentangan dengan kebenaran itu”.

Dari dua pengertian tersebut ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam memahami
akidah secara tepat dan jelas, yaitu:

1. Setiap manusia memiliki fitrah untuk mengakui kebenaran dengan potensi yang
dimilikinya, indra dan akal digunakan untuk memahami dan mengerti kebenaran,
sedangkan wahyu menjadi pedoman untuk menentukan mana yang baik dan man yang
buruk. Dalam berakidah hendaknya manusia menempatkan fungsi alat tersebut pada
posisinya masing-masing. Sejalan dengan hal ini Allah Swt. berfirman:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, supaya kamu
bersyukur”. (QS. An-Nahl [16]:78).10

Alqur‟an, 16 (An-Nahl): 78.


10
2. Keyakinan itu harus bulat dan penuh, tidak berbaur dengan kesamaran dan keraguan.
Oleh karena itu, untuk sampai kepada keyakinan, manusia harus memiliki ilmu sehingga
ia dapat menerima kebenaran dengan sepenuh hati setelah mengetahui dalil-dalilnya,
Allah Swt., berfirman:
“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al-Qur‟an
itulah yang haq dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka
kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang
beriman kepada jalan yang lurus”. (QS. Al-Hajj [22]: 54).11
3. Akidah harus mampu mendatangkan ketentraman jiwa kepada orang yang meyakininya.
Untuk itu diperlukan adanya keselarasan antara keyakinan lahiriyah dan batiniah.
Pertentangan antara kedua hal tersebut akan melahirkan kemunafikan. Sikap munafik ini
akan mendatangkan kegelisahan. Allah Swt., berfirman:
“Diantara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan hari
kemudian”. Padahal metreka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman”.
(QS. Al-Baqarah [2]: 8).12
4. Apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, maka konsekuensinya ia harus
sanggup membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan kebenaran yang
diyakininya itu.

Akidah Islamiyah berisikan ajaran tentang apa saja yang harus dipercayai, diyakini, dan
diimani oleh setiap orang Islam. Karena agama Islam bersumber kepada kepercayaan dan
keimanan kepada Tuhan, maka akidah merupakan sistem kepercayaan yang mengikat manusia
kepada Islam. Seorang manusia disebut Muslim jika dengan penuh kesadaran dan ketulusan
bersedia terikat dengan sistem kepercayaan Islam karena itu akidah merupakan ikatan dan simpul
Islam yang pertama dan utama.

Akidah Islamiyah dibangun di atas enam dasar keimanan yang lazim disebut dengan
rukun Iman. Rukun iman itu meliputi iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat Allah,

Alqur‟an, 22 (Al-Hajj): 54.


11

Alqur‟an, 2 (Al-Baqarah): 8.
12
iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada rasul-rasul Allah, dan iman kepada hari akhir serta
iman kepada qadha‟ dan qadar.13 Berdasarkan firman Allah Swt.,:

“Wahai orang-orang yang beriman, tetplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada
kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (QS. An-Nisa‟
[4]: 136).14

5. Ruang lingkup pembahasan akidah meliputi beberapa aspek, sebagai berikut:


1. Ilahiyyah, yaitu pembahasan tentang sesuatu yang berhubungan dengan ilah
(Tuhan) seperti wujud Allah Swt., dan lain-lain.
2. Nubuwwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
Nabi dan Rasul termasuk permbicaraan mengenai kitab-kitab Allah Swt.,
mukjizat dan sebagainya.
3. Ruhaniyyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan, dan roh.
4. Sam‟iyyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui
melalui sam‟i yakni dalil naqli berupa Al-Qur‟an dan As-Sunnah, seperti alam
5. barzakh, akhirat, azab kubur, dan sebagainya.

Disamping sistematika di atas, pembahasan akidah bisa juga mengikuti sistematika rukun
iman. Yaitu iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab
Allah, iman kepada rasul-rasul Allah, dan iman kepada hari akhir serta iman kepada qadha‟ dan
qadar.

b. Syari’ah
1. Pengertian Syari‟ah

Syara‟a-Yasyra‟u-Syar‟an artinya membuat undang-undang, menerangkan rute


perjaanan, adat kebiasaan, jalan raya. Syara‟a-Yasyra‟u-Syuruu‟an artinya masuk ke dalam
air memulai pekerjaan, jalan ke air, layar kapal, dan tali panah.

13
Muhammad Syahrur, Islam dan Iman: Aturan-aturan Pokok (Yogyakarta: Jendela, 2002), hlm. 26.
Alqur‟an, 4 (An-Nisa‟): 136.
14
Syari‟ah menurut asal katanya berarti jalan menuju air, syariat Islam berarti jalan yang
harus ditempuh seorang muslim. Sedangkan menurut istilah, Syari‟ah berarti aturan atau
undang-undang yang diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan alam
semesta atau dengan pengertian lain, Syari‟ah adalah suatu tatacara pengaturan tentang
perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhaan Allah Swt.

Syariah Islam mengatur pula tata hubungan seseorang dengan dirinya sendiri untuk
mewujudkan sosok individu yang shaleh. Islam mengakui manusia sebagai makhluk sosial,
sehingga syariah mengatur tata hubungan antara manusia dengan manusia dalam bentuk
muamalah, sehingga terwujud kesholehan sosial. Kesholehan sosial merupakan bentuk
hubungan yang harmonis antara individu dengan lingkungan sosial sehingga dapat dilahirkan
bentuk masyarakat yang saling memberikan perhatian dan kepedulian yang dilandasi oleh
rasa kasih sayang. Dalam hubungan dengan alam, syari‟ah Islam meliputi aturan dalam
mewujudkan hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam untuk mendorong saling
memberi manfaat sehingga terwujud lingkungan alam yang subur dan makmur.

2. Ruang Lingkup Syari‟ah


a. Ibadah yaitu beberapa peraturan yang mengatur hubungan vertical (hablum
minAllah), terdiri dari: syahadat, salat, puasa, zakat, haji bagi yang mampu.
Tharahah (mandi, wudhu, tayammum), qurban, shodaqoh, dan lain-lain.15
b. Muamalah yaitu suatu peraturan yang mengatur seseorang dengan lainnya dalam hal
tukar menukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya: perdagangan, simpan
pinjam, sewa-menyewa, penemuan, warisan, wasiat, nafkah, dan lain-lain.
c. Munakahat yaitu peraturan masalah hubungan berkeluarga, seperti: meminang,
pernikahan, mas kawin,pemeliharaan anak, perceraian, berbela sungkawa, dan lain-
lain.
d. Jinayat yaitu peraturan yang menyangkut masalah pidana, seperti qishah, diyat,
kifarat, pembunuhan, perzinahan, narkoba, murtad, khianat dalam berjuang,
kesaksian, dan lain-lain.
e. Siyasah yaitu masalah politik yang intinya adalah amar ma‟ruf nahi munkar.
Misalnya: persaudaraan (ukhuwah), keadilan („adalah), tolong-menolong (ta‟awun),

15
Habanakah, Pokok-pokok Akidah Islam, hlm. 550.
toleransi (tasamuh), persamaan (musyawarah), kepemimpinan (dzi‟amah), dan lain-
lain.

C. Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Akhlak adalah kondisi mental, hati, batin seseorang yang mempengaruhi perbuatan dan
perilaku lahiriyah. Apabila kondisi batin seseorang baik dan teraktualisasikan dalam ucapan,
perbuatan, dan perilaku yang baik dengan mudah, maka hal ini disebut dengan akhlakul karimah
atau akhlak yang terpuji (mahmudah). Jika kondisi batin itu jelek yang teraktualisasikan dalam
perkataan, perbuatan, dan tingkah laku yang jelek pula, maka dinamakan akhlak yang tercela
(akhlak madzmumah).16

Jadi orang yang tidak berakhlakul karimah adalah laksana jasmani tanpa rohani atau
sama dengan orang yang sudah mati atau disebut dengan mayat yang berasal dari kata maitatun
yang artinya bangkai, sedangkan bangkai lambat laun akan menimbulkan penyakit.

Demikian dengan orang yang tidak berakhlakul karimah, lambat laun akan merusak
dirinya dan merusak lingkungan. Sehingga Nabi diutus oleh Allah semata-mata untuk
menyempurnakan akhlak, (HR. Bukhari). Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin
dari pada jiwa seseorang, karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan
seseorang. Sebab keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari.

Dapat disimpulkan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari
akidah dan syari‟ah yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila akidah telah
memotivasi implementasi syari‟ah Islamiyah akan lahir akhlakul karimah, maksudnya adalah
akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syari‟ah Islamiyah telah diaplikasikan
bertendensi akidah.

2. Ruang Lingkup Akhlak

16
Sudirman, Pilar-pilar Islam; Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Muslim (Malang: UIN MALIKI
PRESS, 2012), 245.
Pembahasan seputar akhlak ini sangat luas, namun penulis membatasinya, yakni
berakhlak kepada Allah, kepada diri sendiri, kepada keluarga, kepada masyarakat, dan
berakhlak kepada alam (lingkungan). Berakhlak kepada Allah: mentauhidkan Allah Swt,
bertaqwa kepada-Nya, beribadah kepada-Nya, berdo‟a kepada-Nya, berdzikir kepada-Nya,
bertawakal kepada-Nya, tawadlu‟ kepada Allah. Berakhlak kepada diri sendiri: bersabar
karena Allah, bersyukur kepada Allah, bersikap benar, bersikap amanah, bersikap qana‟ah
(menerima apa adanya).17

a. Berakhlak kepada keluarga: berbakti kepada kedua orang tua, adil terhadap saudara,
mendidik dan membina keluarga, pendidikan akhlak di lingkungan keluarga.
b. Berakhlak kepada masyarakat: mempertahankan persaudaraan, saling tolong-
menolong, bersikap adil, pemurah, penyantun, pemaaf, menepati janji,
bermusyawarah.
c. Berakhlak kepada alam (lingkungannya): memelihara ciptaan Allah, memanfaatkan
alam dengan benar, memakmurkan alam.

Pokok-pokok ajaran Islam ada tiga, yang pertama iman atau akidah yaitu keyakinan atau
percaya, yang kedua syari‟ah adalah suatu tatacara pengaturan atau undang-undang tentang
perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhaan Allah Swt, yang ketiga akhlak kondisi mental,
hati, batin seseorang yang mempengaruhi perbuatan dan perilaku lahiriyah, jika kondisi batin
yang baik maka akan teraktualisasikan menjadi akhlak mahmudah, jika kondisi mental yang
buruk maka akan teraktualisasikan menjadi akhlak yang mazmumah.

PENUTUP

Islam merupakan agama yang terakhir sebagai penutup semua agama yang telah ada,
Islam merupakan agama rahmatan lil „alamin untuk semua umat. Islam itu dibawakan oleh Nabi
Muhammad Saw. yang mendapat wahyu dari Allah Swt. dengan perantara malaikat Jibril as. Din
Al-Islam, sering diterjemahkan dengan agama “Islam”. Agama Islam tidak seperti agama-agama
tersebut di atas, Islam adalah agama yang namanya diambil dari hakikat atau substansi ajaran
yang terkandung di dalamnya. Jika agama-agam yang lain namanya baru ada setelah pembawa
ajarannya telah tiada, maka nama “Islam” sudah ada sejak kelahirannya. Uniknya, Allah sendiri
17
Ibid, hlm. 250.
yang memberikan nama risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. banyak ayat Al-Quran
yang menyebutkan hal tersebut. Seperti (QS Ali Imran [3]: 19, QS Ali Imran [3]: 65, QS Al
Maidah [5]: 3).

Karakteristik Islam terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Karakteristik Umum
2. Karakteristik Khusus
Karakteristik khusus terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Bidang Akidah.
b. Bidang Ibadah dan Muamalah.
c. Bidang Akhlak.

Pokok-pokok Ajaran Islam meliputi:

1. Akidah.
2. Syari‟ah.
3. Akhlak.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 2012, Depok: PT RAJAGRAFINDO PUTRA UTAMA

Al-Qur‟anul Karim.

Batubara, Chuzaimah, Dkk, 2018, Handbook Metodologi Studi Islam, Jakarta: Prenadamedia
Group.

Ananda, Faisar, 2015, Metode Studi Islam:Jalan Tengah Memahami Islam, Jakarta: PT
GRAFINDO PERSADA

Habanakah, 1998, Pokok-pokok Akidah Islam, Jakarta: Gema Susani.

Razak, Nasruddin, 1989, Dienul Islam, Bandung: PT. ALMA‟ARIF.

Sudirman, 2012, Pilar-pilar Islam; Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Muslim, Malang: UIN
MALIKI PRESS.
Supadie, Didik Ahmad, 2011, Pengantar Studi Islam, Jakarta: PT. RAJA GRAFINDO
PERSADA.

Syahrur, Muhammad, 2002, Islam dan Iman: Aturan-aturan Pokok, Yogyakarta: Jendela.

Anda mungkin juga menyukai