Anda di halaman 1dari 26

TUGAS

HUKUM PENGANGKUTAN

DOSEN PENGAJAR :

DODI TRI PURNAWINATA, SH, MH.

DISUSUN OLEH :

NAMA : SARAH OKTARIA

NIM : 19.061/HK

SEMESTER : 5 B

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM SERASAN


MUARA ENIM

2020/2021
BAB I
HUKUM PENGANGKUTAN DALAM SISTEM TATA HUKUM
NASIONAL

Hukum pengangkutan merupakan bagian dari hukum dagang yang


termasuk dalam bidang hukum perdata. Dilihat dari segi susunan hukum normatif,
hukum perdata merupakan sub sistem tata hukum nasional. Jadi hukum dagang
atau perusahaan termasuk dalam sub sistem tata hukum nasional. Dengan
demikian, hukum pengangkutan adalah bagian dari sub sistem hukum
nasional.Sebagai sumber hukum penerbangan di Indonesia persetujuan-
persetujuan pengangkutan. Sebagai suatu organisasi internasional, dalam mana
tergabung sebagian besar dari pada pengangkutan-pengangkutan udara seluruh
dunia angkasa besar-besar, maka IATA (International Air Transport Association)
mempunyai kekuasaan yang tidak sedikit terhadap anggota-anggotanya.
Sumber hukum terakhir ialah ilmu pengetahuan. Telah menjadi suatu
pendapat yang umum dalam dunia ilmu hukum, bahwa ilmu pengetahuan
merupakan suatu sumber hukum.
Ketentuan-ketentuan umum mengenai pengangkutan dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang dapat ditemukan di dalam beberapa pasal, yaitu sebagai
berikut:
a. Buku 1 Bab V bagian 2 dan 3, mulai dari Pasal 90 sampai dengan Pasal
98 Tentang Pengangkutan darat Dan Pengangkutan Perairan Darat;
b. Buku II Bab V Pasal 453 sampai dengan Pasal 465 Tentang Pencarteran
Kapal, Buku II Bab V A Pasal 466 sampai dengan Pasal 520 Tentang
Pengangkutan Barang, dan Buku II Bab V B Pasal 521 sampai Pasal
544a Tentang Pengangkutan Orang;
c. Buku I Bab V Bagian II Pasal 86 sampai dengan Pasal 90 mengenai
Kedudukan Para Ekspeditur sebagai Pengusaha Perantara;
d. Buku I Bab XIII Pasal 748 sampai dengan Pasal 754 mengenai Kapal-
Kapal yang melalui perairan darat.
Sedangkan ketentuan-ketentuan tentang pengangkutan di luar KUH
Dagang terdapat dalam sumber-sumber khusus, yaitu antara lain:
a) Konvensi-konvensi internasional;
b) Perjanjian bilateral atau perjanjian multilateral;
c) Peraturan perundang-undangan nasional;
d) Yurisprudensi;
e) Perjanjian-perjanjian antara
Ketentuan peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur tentang
angkutan udara, antara lain:
a) Undang-undang dan peraturan-peraturan penerbangan yang nasional
dalam arti dibuat oleh pembuat undang-undang nasional.(Undang-Undang
No 15 Tahun 1992 dan Perubahan Undang-Undang No 1 Tahun 2009
Tentang Penerbangan;
b) Ordonansi Pengangkutan Udara Stbl. No 100 Tahun 1939
(luchtervoerordonanntie) tentang tanggung jawab pengangkut udara;
c) Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2011tentang Tanggung Jawab
Pengangkutan Angkutan Udara Peraturan Pemerintah Nomor 92 tahun
2011tentang Perubahan atas peraturan Menteri Perhubungan NOMOR 77
TAHUN 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara;
d) Selain hukum positif nasional yang mengatur mengenai angkutan udara
juga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan internasional. Di dalam tata
urutan sumber hukum konvensi-konvensi internasional dan perjanjian
multilateral/ bilateral diletakkan di atas peraturan perundang-undangan
nasional.
e) Karena hukum udara termasuk di dalamnya hukum pengangkutan udara
yang lebih bersifat internasional, hukum udara dan hukum pengakutan
udara nasional di setiap negara pada umumnya telah diatur dalam hukum
internasional yang terdiri atas Konvensi Warsawa 1929, Protocol The
Hague1955, Konvensi Guadalajara 1961, Montreal Agreement Of 1966,
Guatemala City Protocol 1971, Protocol Tambahan No.1,2,3 dan 4,
Konvensi Montreal 1999, berdasarkan hukum nasional yang meliputi kitab
f) undang-undang hukum perdata(KUHPerdata), ordonansi pengangkutan
udara Stb.1939-100,Undang-undang No.1 Tahun2009 tentang
g) Penerbangan dan Undang-undang Nomor 8 Tahun1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
BAB II
LINGKUP HUKUM PENGANGKUTAN

Ruang lingkup hukum pengangkutan dalam penyelenggaraanya terdapat


hubungan hukum antara pengangkut dengan penumpang atau pengirim
barang,hubungan hukum tersebut tidak lain suatu perikatan antara pengangkut dan
penumpang. Suatu perikatan dilahirkan karena undang – undang maupun karena
suatu persetujuan atau perjanjian. Dalam penyelenggaraannya, seperti halnya
penyelenggaraan kegiatan pengangkutan lainya,senantiasa menanggung resiko –
resiko yang dapat terjadi pada penumpang. Resiko tersebut dapat berupa kerugian
yang timbul akibat suatu peristiwa tertentu yang terjadi pada penumpang selama
pengangkutan. Kerugian dapat timbul karena hilangya barang bawaan penumpang
yang disimpan di bagasi.
Maka dari itu timbul beberapa permasalahan hukum yang terkait dengan
kerugian yang di derita oleh penumpang. Namun demikian, terjadinya perjanjian
pengangkutan dengan angkutan umum melalui darat, harus dipergunakan teori –
teori hukum tentang perjanjian. Dalam hal ini menurut hukum perjanjian suatau
perjanjian harus sesuai dengan suatu keabsahan. Sebagai dasar suatu perjanjian
yang dibuat para pihak harus memenuhi asas dan norma dalam hukum perdata,
yaitu tentang syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 BW.
BAB III
SUBJEK HUKUM PENGANGKUTAN

Subjek hukum pengangkutan Menurut Abdulkadir Muhammad, subjek


hukum pengangkutan adalah: “pendukung kewajiban dan hak dalam hubungan
hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam
proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan. Mereka itu adalah
pengangkut, pengirim, penumpang, penerima, ekspeditur, agen perjalanan,
pengusaha muat bongkar, dan pengusaha pergudangan. Subjek hukum
pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan bukan badan hukum,
dan perseorangan”.
1. Pengangkutan Dalam perjanjian pengangkutan barang, pihak pengangkut
yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkut an,
barang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang
telah di janjikan. Dalam perjanjian pengangkutan penumpang, pihak
pengangkut yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa
angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif ongkos
angkutan sesuai yang telah di tetapkan. KUHD tidak ada mengatur definisi
pengangkutan secara umum, kecuali dalam pengangkutan laut.Tetapi dilihat
dari pihak dalam perjanjian pengngkutan, pengangkut adalah pihak yang
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau
penumpang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
selamat.Singkatnya, pengangkut adalah pihak penyelenggara pengangkutan.
2. Pengirim consinger Sama halnya dengan pengangkut, pengirim adalah pihak
dalam perjanjian pengangkutan. Dalam KUHD juga diatur definisi pengirim
secara umum.Tetapi dilihat dari pihak perjanjian pengangkutan, pengirim
adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan.Pengirim dalam bahasa Inggris disebut “consinger”. Menurut
H. M. N Purwosutjipto, pengirim adalah “ pihak yang mengikatkan diri
untuk membayar uang angkutan serta yang memberikan muatan”. Pengirim
adalah pemilik barang, atau penjual eksportir, atau majikan penumpang

3. dalam perjanjian pengangkutan serombongan penumpang.Pemilik barang


dapat berupa manusia pribadi, atau perusahaan perseroan, atau perusahaan
persekutuan badan hukum, dan bukan badan hukum, atau perusahaan umum
Perum. Sedangkan penjual eksportir selalu berupa perusahaan persekutuan
badan hukum atau badan hukum. Majikan penumpang adalah kepala
rombongan atau ketua organisasi tertentu.
4. Penumpang Passanger Penumpang adalah pihak dalam perjanjian
pengangkutan penumpang. Penumpang mempunyai dua kedudukan, yaitu
sebagai subjek karena ia adalah pihak dalam perjanjian, sebagai objek
karena ia adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam perjanjian
pengangkutan, penumpang harus sudah dewasa atau mampu melakukan
perubahan hukum atau mampu membuat perjanjian Pasal 1320
KUHPerdata.
5. Ekspeditur dalam bahasa Inggris disebut “cargo forwader”, dinyatakan
sebagai subjek perjanjian pengangkutan karena mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan pengirim, atau pengangkut, atau penerima, walaupun ia
bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan. Ekspeditur berfungsi sebagai
“perantara”, dalam perjanjian pengangkutan, diatur dalam Buku I Bab V
bagian 2 Pasal 86 sd 90 KUHD. Menurut ketentuan Pasal 86 ayat 1 KUHD,
ekspeditur adalah “orang yang pekerjaannya mencarikan pengangkut barang
di darat atau di perairan bagi pengirim, ekspeditur adalah pihak yang
mengikatkan diri untuk membayar provisi kepada ekspeditur”. Ekspeditur
adalah pengusaha yang menjalankan perusahaan persekutuan badan hukum
dalam bidang usaha ekspedisi muatan barang, seperti Ekspedisi Muatan
Kereta Api EMKA, Ekspedisi Muatan Kapal lautEMKL, Ekspedisi Muatan
Kapal udara EMKU. Ekspeditur berfungsi sebagai pengantara dalam
perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim. Pengusaha
transpor seperti ekspeditur bekerja dalam lapangan pengangkutan barang-
barang namun dalam hal ini ia sendirilah yang bertindak sebagai pihak
pengangkut. Hal ini tampak sekali dalam perincian tentang besarnya biaya
angkutan yang di tetapkan.Seorang ekspeditur memperhitungkan atas biaya

muatan dari pihak pengangkut jumlah biaya dan provisi sebagai upah untuk
pihaknya sendiri, yang tidak dilakukan oleh pengusaha transpor,
berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui kriteria ekspeditur menurut
ketentuan Undang-Undang yaitu :
a. Perusahaan pengantara pencari pengangkut barang
b. Bertindak untuk dan atas nama pengirim,
c. Menerima provisi dari pengirim.
6. Biro perjalanan Dalam perjanjian pengangkutan penumpang, pihak yang
encarikan pengangkut bagi penumpang adalah biro perjalanan travel agent,
ia bertindak atas nama penumpang, yang menjadi pihak adalah penumpang.
Seperti halnya ekspeditur, pengusaha biro perjalanan juga menjalankan
perusahaan persekutuan, ada yang badan hukum dan ada yang bukan badan
hukum, dalam bidang muatan penumpang. Perusahaan biro perjalanan
dalam bahasa Inggrisnya disebut “travel agency”.Damardjati menjelaskan
biro perjalanan adalah “perusahaan yang khusus mengatur dan
menyelenggarakan perjalanan dan persinggahan orang-orang termasuk
kelengkapan perjalanannya, dari suatu tempat ke tempat lain, baik di dalam
negri, dari dalam negri, keluar negeri atau dalam negri itu sendiri”.
7. Pengatur muat bongkar stevedoring Travel agency sangat besar peranannya
dalam memajukan parawisata.Pada umumnya turis manca negara
berhubungan dengan travel agency untuk memperoleh tiket penumpang.
Pengatur muatan adalah orang yang menjalankan usaha dalam bidang
pemuatan barang ke kapal dan pembongkaran dari kapal.Pengatur muatan
adalah orang-orang yang ahli dan pandai menempatkan barang-barang
dalam ruangan kapal yang terbatas itu sesuai dengan sifat barang, ventilasi
yang dibutuhkan, dan barang-barang tidak mudah bergerak. Demikian juga
membongkar barang-barang dari kapal diperlukan keahlian, sehingga dapat
ditangani secara mudah, efisien dan tidak merugikan atau menimbulkan
kerusakan. Pengatur muatan adalah perusahaan yang berdir sendiri, atau
dapat juga merupakan bagian dari perusahaan pelayaran
pengangkut.Perusahaan pengatur muatan sering juga bergabung dengan

perusahaan pengangkutan pelabuhan, yang menyelanggarakan pengngkutan


dengan tongkang dan kapal tunda, muatan kapal yang dimuat kemudian
dibongkar dari kapal yang terlambat atau berlabuh diluar dermaga.
Berlabuhnya kapal diluar dermaga pelabuhan tidak selalu karena menunggu
giliran terlambat, melainkan karena biaya yang sangat mahal jika bertambat
di dermaga dan melakukan kergiatan muat bongkar disitu.
8. Perusahaan Pergudangan werehousing Menurut Pasal 1 alinea kedua
Peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 1969, perusahaan pergudangan
adalah “perusahaan yang bergerak di bidang usaha penyimpanan barang-
barang di dalam gudang pelabuhan selama barang yang bersangkutan
menunggu muatan kapal, atau menunggu pengeluarannya dari gudang yang
berada dibawah pengawasan Dinas Bea cukai”. Dalam sebuah pelabuhan
terdapat tiga macam gudang, yaitu gudang bebas, gudang enterpot bounded
warehouse, dan gudang pabean. Dalam rangka pengapalan, gudang pabean
ini adalah yang terpenting karena barang barang yang baru saja diturunkan
dari kapal atau barang-barang yang segera akan dimuat ke kapal dismpan
dalam gudang pabean ini.
9. Penerima consignee Dalam perjanjian pengangkutan, penerima mungkin
penerima sendiri mungkin juga pihak ketiga yang berkepentingan.Dalam hal
penerima adalah pengirim, maka peneirima adalah pihak dalam perjanjian
pengangkutan.Dalam hal penerima adalah pihak ketiga yang
berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan,
tetapi tergolong juga sebagai subjek hukum pengangkutan.Kenyataannya,
penerima adalah pengirim yang dapat diketahui dari dokumen
pengangkutan.Selain itu, juga dari dokumen pengangkutan dapat diketahui
bahwa penerima adalah pembeli importir, jadi sebagai pihak ketiga yang
berkepentingan. Penerima adalah pihak yang memperoleh kuasa untuk
menerima barang yang dikirimkannya kepadanya. Jadi, penerima berposisi
atas nama pengirim. Pengirim yang berposisi sebagai importir selalu
pengusaha yang menjalankan perusahaan badan hukum atau bukan badan
hukum.
BAB IV
OBJEK HUKUM PENGANGKUTAN

Objek hukum pengangkutan Objek hukum pengangkutan, yang diartikan


sebagai “objek hukum” segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan
hukum, yang diartikan dengan objek hukum pengangkutan adalah segala sesuatu
yang digunakan mencapai tujuan hukum pengangkutan. Tujuan hukum
pengangkutan adalah terpenuhinya kewajiban dan hak pihak-pihak dalam
pengangkutan, maka yang menjadi objek hukum pengangkutan adalah sebagai
berikut:
1. Muatan barang Muatan barang lazim disebut dengan barang saja.Barang
yang dimaksud adalah yang sah menurut Undang-Undang.Dalam pengertian
barang termasuk juga hewan.Barang diangkut dari satu tempat ketempat
tujuan dengan menggunakan alat pengangkutan. Barang terdiri dari berbagai
jenis menurut keperluan atau kegunaannya:
a. Barang sandang, misalnya tekstil, sarung, baju
b. Barang pangan, misalnya beras, gula, buah-buahan
c. Barang perlengkapan rumah tangga, misalnya mebel
d. Barang perlengkapan buku, misalnya buku-buka
e. Barang cair, misalnya minyak, gas alam
f. Barang insdustri, misalnya zat kimia, carbide, semen
g. Hewan, misalnya sapi potong, sapi ternak, ikan hias.
Pengangkutan barang yang memiliki sifat berbahaya mengandung resiko
besar karena besar akan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian.
Karena itu pengangkut perlu mendapat keterangan lengkap mengenai sifat
bahaya dari itu, sehingga pengangkut sedapat mungkin berusaha
menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan.
2. Muatan penumpang Muatan penumpang lazim disebut penumpang saja.
Sama halnya dengan barang, penumpang juga tidak ad definisinya dalam
undang-undang. Tetapi dilihat dari perjanjian pengangkutan selaku objek
perjanjian, penumpang adalah setiap orang yang berada dalam alat
pengangkutan yang memiliki tiket penumpang, yang diangkut dari satu
tempat ke tempat tujuan. Setiap penumpang yang diangkut memperoleh
pelayanan yang wajar dari pengangkut, bergantung dari jenis pengangkutan,
jarak pengangkutan, jumlah biaya pengangkutan.Pelayanan trutama terdiri
dari hiburan dan bacaan selama dalam perjalanan.
3. Alat pengangkutan Sebagai pengusaha pengangkutan, pengangkut memiliki
alat pengangkutan sendiri, atau menggunakan alat pengangkutan orang lain
dengan perjanjian sewa. Alat pengangkutan darat adalah kendaraan
bermotor adalah kendaraan yang di jalankan oleh pengemudi sopir.Alat
pengangkutan yang menggunakan rel adalah kereta api yang dijalankan oleh
masinis, alat pengangkutan laut atau kapal di kemudikan oleh nahkoda, alat
pengangkutan udara adalah pesawat udara yang di jalankan oleh pilot.
4. Biaya pengangkutan Dalam KUHD tidak diatur secara umum mengenai
biaya pengangkutan. Tetapi dilihat dari perjanjian pengangkutan, biaya
pengangkutan adalah kontra prestasi terhadap penyelenggaraan
pengangkutan yang di bayar oleh pengrim atau penerima atau penumpang
kepada pengangkut. Dalam pengangkutan barang, biaya pengangkutan dapat
di bayar lebih dahulu oleh pengririm, atau dibayar kemudian oleh penerima.
Dalam pengangkutan penumpang Pasal 533 KUHD menentukan bahwa
biaya pemeliharaan penumpang selama peengangkutan termasuk dalam
biaya pengangkutan, dengan demikian, biaya pengangkutan trdiri dari dua
unsur, yaitu:
a. kontra prestasi penyelenggaraan pengangkutan
b. biaya pemeliharaan yang meliputi makan dan minum selama
pengangkutan. Menurut Pasal 533 KUHD biaya pengangkutan
penumpang harus dibayar terlebih dahulu.
BAB V
HUBUNGAN HUKUM PENGANGKUTAN

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Hukum pengangkutan


adalah hukum yang mengatur perjanjian timbal balik antara pengangkut dan
pengirim , dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak
lain nya (Pengirim-Penerima atau PengirimPenumpang) berkeharusan untuk
menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum pengangkutan
adalah hukum yang mengatur perjanjian timbal balik antara pengangkut dan
pengirim , dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri dengan membayar
ongkos pengiriman / pengangkutan
Adapun arti hukum pengangkutan bila ditinjau dari segi keperdataan,
dapat kita tunjuk sebagai keseluruhannya peraturanperaturan, di dalam dan di
luar kodifikasi (KUH Perdata; KUHD) yang berdasarkan atas dan bertujuan
untuk mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit karena keperluan
pemindahan barang-barang dan/atau orang-orang dari suatu ke lain tempat untuk
memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari segi perjanjian-perjanjian tertentu,
termasuk juga perjanjian-perjanjian untuk memberikan perantaraan.
Hubungan hukum adalah suatu wewenang yang dimiliki oleh seseorang
sehingga dapat menguasai sesuatu dari orang lain, dan kewajiban dari orang lain
untuk berperilaku sesuai dengan wewenang yang ada. Isi dari wewenang dan
kewajiban tersebut ditentukan oleh hukum.120 Hubungan hukum adalah
hubungan kewajiban dan hak secara bertimbal balik, yang timbul karena
dilakukannya peristiwa hukum berupa perbuatan, kejadian, atau keadaan.
Peristiwa hukum tersebut dapat berasal dari perjanjian atau ketentuan undang-
undang.
Hubungan hukum dalam pengangkutan adalah hubungan hak dan
kewajiban secara timbal balik yang timbul karena adanya perbuatan, keadaan,
atau kejadian dalam proses pengangkutan. Hak dan kewajiban yang dimaksud
dalam kegiatan pengangkutan adalah hak dan kewajiban para pihaknya yakni
hak dan kewajiban pengangkut, pengirim, maupun penerima. Dalam perjanjian
pengangkutan, pada umumnya hak dan kewajiban para pihak telah dirumuskan
dalam perjanjian yang mereka buat. Namun dalam praktik, hak dan kewajiban
para pihak biasanya tertulis pada dokumen angkutan. Apabila dalam dokumen
angkutan tidak dirumuskan, maka yang diikuti adalah ketentuan yang ada pada
undang-undang pengangkutan terkait. Namun jika dalam undang-undang
pengangkutan juga tidak dapat ditemukan, maka mengikuti kebiasaan umum
dalam pengangkutan.
1. Hak dan Kewajiban Pengangkut
Pengangkut sebagai pihak dalam kegiatan pengangkutan umumnya
memiliki hak untuk mendapatkan bayaran dari pengirim atas kegiatan
angkutan yang dilaksanakannya, juga termasuk haknya untuk menuntut
pemenuhan pembayaran apabila pengirim belum melaksanakan sepenuhnya
kewajibannya.
Pengangkut juga berhak untuk menolak mengangkut barang yang
diserahkan kepadanya, misalanya barang yang diminta untuk diangkut adalah
barang berbahaya atau termasuk sebagai barang yang dilarang menurut
undang-undang. Penolakan oleh pengangkut harus beralasan yang jelas,
karena jika alasan penolakan tidak jelas maka penolakan pengangkut tersebut
sudah merupakan wanprestasi.
Dengan perjanjian yang dibuat pengangkut dengan pengirim maka
pengangkut mengikatkan diri untuk mengangkut muatan yang diserahkan
kepadanya, selanjutnya menyerahkan kepada orang yang ditunjuk sebagai
penerima serta menjaga keselamatan barang muatan tersebut.
Dalam Pasal 91 KUHD dinyatakan bahwa pengangkut berkewajiban
mengangkut barang-barang yang diserahkan kepadanya ke tempat tujuan
yang telah ditentukan. Selain itu, pengangkut juga berkewajiban
menyerahkan kepada penerima tepat pada waktunya dan dalam keadaan
seperti pada waktu diterimanya barang tersebut.
2. Hak dan Kewajiban Pengirim
Pengirim yang juga merupakan pihak dalam pengangkutan berhak untuk
mendapatkan pelayanan pengangkutan barang oleh pengangkut yakni
diangkut barang-barangnya ke tempat tujuan yang ditentukan.
Hak lain yang dimiliki pengirim adalah menuntut ganti rugi apabila terjadi
kehilangan atau kerusakan terhadap barangnya selama dalam pengangkutan
tersebut. Selain hak, pengirim juga merupakan pihak yang menyandang
kewajiban.
Kewajiban pengirim adalah membayar biaya angkutan kepada pengangkut
atas dilaksanakannya angkutan barang milik pengirim. Namun dalam praktek,
terkadang pembayaran ini dilakukan di tempat tujuan yakni penerimalah yang
akan membayarnya, hal ini sesuai dengan pasal 491 KUHD, kewajiban
membayar uang angkutan ada pada penerima, setelah barang-barang
diterimanya.
Terkait metode pembayaran ini dapat diperjanjikan sebelumnya sesuai
kesepakan para pihak. Selain kewajiban tersebut, pengirim juga berkewajiban
untuk memberikan informasi atau keterangan yang benar dalam dokumen
angutan terkait barang yang dikirimnya.
3. Hak dan Kewajiban Penerima
Menurut pasal 1317 ayat (2) KUHPer, sejak penerima menyatakan
kehendaknya untuk menerima barang-brang yang dikirim oleh pengirim,
maka sejak saat itulah penerima mulai mendapatkan haknya sesuai dengan
janji khusus dalam perjanjian pengangkutan yang dibuat oleh pengirim
dengan pengangkut. Pada saat penerima mulai mendapatkan haknya maka
pengirim tidak berwenang lagi mengubah tujuan pengirimannya.
Kewajiban penerima akan timbul setelah penerima mendapatkan haknya
untuk menerima barang angkutan, oleh karena itu penerima adalah sebagai
pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan. Akibatnya berlakulah
ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pengangkutan, misalnya kewajiban
membayar biaya angkutan, kecuali diperjanjikan lain dalam perjanjian
pengangkutannya.
BAB VI
PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN

Penyelenggaraan pengangkutan dimulai dengan diadakan perjanjian


pengangkutan antara pihak pengangkut dengan pemakai jasa angkutan. Dalam
hal pengangkutan barang maka perjanjian pengangkutan ini dilakukan oleh
pihak pengangkut dengan pihak pengirim barang. Secara teoritis perjanjian
pengangkutan barang dibuat berdasarkan kesepakatan antara pihak pengangkut
dengan pihak pengirim barang, tetapi dalam praktek penyelenggaraan
pengangkutan dengan pesawat udara menunjukkan bahwa ketentuanketentuan
didalam perjanjian pengangkutan disusun oleh pihak pengangkut, atau
merupakan permintaan syarat perjanjian dari pengangkut, sedang pihak pengirim
barang yang membutuhkan jasa pengangkut untuk mengangkut barang-
barangnya, hanya menyetujui atau menolak ketentuan-ketentuan yang terdapat
pada perjanjian pengangkutan tersebut. Kalau menolak berarti pengirim tidak
jadi menggunakan jasa angkutan udara tersebut.
Pengangkutan barang merupakan rangkaian kegiatan (peristiwa)
pemindahan barang atau penumpang dari satu tempat pemuatan ke tempat tujuan
sebagai tempat penurunan pembongkaran barang muatan. 3 Adapun peristiwa
hukum pengangkutan meliputi tiga pokok kajian,4 yaitu meliputi:
1. Serangkaian perbuatan hukum mengenai cara terjadi perjanjian
pengangkutan;
2. Saat terjadinya perjanjian pengangkutan;
3. Pembuktian dengan dokumen pengangkutan. Peristiwa penyelenggaraaan
pengangkutan barang terjadi ka rena adanya perjanjian.
Terjadinya perjanjian pengangkutan didahului oleh serangkaian perbuatan
penawaran (ofter) dan penerimaan (acceptance) yang dilakukan oleh pengangkut
dan pengirim secara timbal balik. Serangkaian perbuatan tersebut dilakukan atas
“persetujuan” bersama antara pengangkut dan pengirim. Muhammad
memperjelas keterangannya bahwa perjanjian pengangkutan niaga adalah
persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan penumpang atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan
tertentu dengan selamat dan pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya
angkutan. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan tetapi didukung
oleh dokumen pengangkutan yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi.
Salah satu jenis perjanjian dalam pengangkutan barang dapat dilakukan
dengan dengan jasa sarana perekeretapian. Perjanjian pengangkutan barang
dapat dilakukan oleh suatu pihak yaitu pengirim barang dengan perusahaan
kereta api. Dapat juga terjadi perjanjian pengangkutan yang melibatkan tiga
pihak, yaitu pihak perusahaan jasa , pihak pengirim, dan pihak perusahaan kereta
api. Dalam perjanjian pengangkutan barang yang terjadi dua pihak atau tiga
pihak yang terlibat melakukan perjanjian pengangkutan.
Bagi pihak perusahaan jasa pengangkutan dan perusahaan kereta api
terjadi perjanjian sewa-menyewa. Perjanjian sewa-menyewa: suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada
pihak yang lain suatu kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu
dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir
disanggupi pembayarannya (Pasal 1548 KUH Perdata). Dijelaskan dalam Pasal
155 Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dijelaskan
bahwa tarif angkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1)
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Adanya perjanjian (sewa-penyewa sarana pengangutan) menimbulkan
terjadinya hak dan kewajiban. Kewajiban pokok perusahaan pengangkut
penumpang atau barang adalah mengangkut penumpang atau barang serta
menerbitkan dokumen angkutan, sebagai imbalan haknya perusahaan angkutan
memperoleh biaya angkutan dari penumpang atau pengirim barang. Lebih
jelasnya, khususnya dalam pengangkutan barang perusahaan jasa atau
pengangkut memiliki kewajiban lainnya.
Kewajiban tersebut di antaranya merawat, menjaga, dan memelihara
barang yang diangkut dengan sebaik- baiknya dan menyerahkan barang yang
diangkut kepada penerima dengan utuh, lengkap, tidak rusak, atau terlambat.
Kewajiban tersebut di atas termuat pada Pasal 158 Undang-Undang No. 23
Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, dengan bunyi lengkapnya sebagai berikut:
1. Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh pengirim barang karena barang hilang, rusak, atau musnah yang
disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api.
2. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang
diterima oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sampai dengan
diserahkannya barang kepada penerima.
3. Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian
yang nyata dialami, tidak termasuk keuntungan yang akan diperoleh dan
biaya jasa yang telah digunakan.
4. Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian
yang disebabkan oleh keterangan yang tidak benar dalam surat angkutan
barang. Pengirim barang berhak:
a. Memperoleh pelayanan sesuai tingkat pelayanan yang disepakati dalam
karcis atau surat angkutan,
b. Memperoleh pelayanan dalam batas-batas kelayakan sesuai kemampuan
badan penyelenggara selama menunggu keberangkatan apabila terjadi
keterlambatan, dan
c. Memperoleh pengembalian biaya angkutan apabila terjadi pembatalan
keberangkatan.
Tanggung jawab KAI sebagai sarana transportasi adalah menjaga
keselamatan penumpang atau barang, mulai dari penumpang atau barang
tersebut masuk ke kereta api. Keselamatan penumpang dan barang dianggap
penting, maka pemerintah menurunkan Instruksi Menteri Perhubungan Nomor
IM 2 Tahun 2007 tentang Peningkatan Keselamatan Pengoperasian Kereta Api.
Untuk mewujudkan keselamatan penumpang dan barang dalam perkeretapian
tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Nomor KM.25 Tahun tentang Badge
Komite Nasional Keselamatan Transportasi. Seperti halnya perusahaan jasa
angkutan PT Bimaputra Express yang menerima jasa pengiriman barang melalui
kereta api. Perusahaan jasa angkutan PT Bimaputra Express yang bertanggung
mengurus dokumendokumen yang diperlukan saat dilakukan pengangkutan,
pihak kereta api sebagai pelaksana pengiriman barang, pengirim barang
bertanggung jawab membayar semua biaya sesuai dengan kesepakatan bersama
antara pengirim dan perusahaan pengangkut barang.
BAB VII
BERAKHIRNYA PENGANGKUTAN

Berakhirnya Perjanjian Pengangkutan Untuk mengetahui kapan dan


dimana perjanjian pengangkutan berakhir perlu dibedakan dua keadaan yaitu:
1. Keadaan dimana proses pengangkutan berjalan dengan lancar dan selamat,
maka perbuatan yang dijadikan ukuran berakhirnya perjanjian pengangkutan
adalah pada saat penyerahan dan pembayaran biaya angkutan di tempat
tujuan yang disepakati.
2. Keadaan dimana terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka
perbuatan yang dijadikan ukuran berakhirnya perjanjian pengangkutan
adalah pada saat pemberesan kewajiban membayar ganti kerugian.
Berakhirnya perjanjian pengangkutan tidak sama dengan berakhirnya
pengangkutan, hal ini tergangtung dari isi kesepakatan yang ditulis dalam surat
muatan. Pengertian tempat tujuan tidak selalu sama dengan terminal, stasiun,
pelabuhan laut, dan bandara. Dalam perjanjian pengangkutan memungkinkan
tempat tujuan bukan hanya pada tempattempat tersebut, tetapi ada tempat lain
yang disepakati sebagai tempat tujuan pengangkutan, sehingga tujuan tersebut
yang menjadi ukuran berakhirnya perjanjian pengangkutan.
BAB VIII
PERKEMBANGAN HUKUM PENGANGKUTAN

Pengangkutan yang ada di Indonesia terdiri dari pengangkutan darat, laut


dan udara. Pengangkutan udara dalam Ordonansi pengangkutan Udara (OPU)
dipergunakan suatu istilah pengangkut sebagai salah satu pihak yang
mengadakan perjanjian pengangkutan. Dalam konvensi Warsawa 1929,
menyebut pengangkut udara dengan istilah carrier, akan tetapi konvensi
Warsawa tidak memberitahu suatu batasan atau definisi tertentu tentang istilah
pengangkut udara atau carrier ini.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa definisi pengangkutan udara
adalah orang atau badan hukum yang mengadakan perjanjian angkutan untuk
mengangkut penumpang dengan pesawat terbang dan dengan menerima suatu
imbalan. Pengangkutan udara diatur dengan undang-undang No 15 Tahun 1992
Tentang Penerbangan. Angkutan udara diadakan dengan perjanjian antara pihak
pihak. Tiket penumpang atau tiket bagasi merupakan tanda bukti telah terjadi
perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya angkutan.
Saat ini dalam kehidupan bermasyarakat telah mengalami perkembangan
yang cukup pesat, dengan perkembangan yang semakin maju tersebut,
kebutuhan masyarakat atas jasa dari angkutan udara semakin dibutuhkan. Hal ini
terutama terkait dengan adanya akses dengan mudah menuju keberbagai kota
dengan cepat, mudah yang tentunya dengan harga yang bersahabat.
Jasa angkutan udara ini merupakan salah satu bidang kegiatan yang vital
dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan berbagai faktor yaitu antara
lain keadaan geografis Indonesia berupa daratan yang terdiri dari beribu-ribu
pulau besar dan kecil, dan berupa perairan yang terdiri dari sebagaian besar laut
dan sungai serta danau memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat,
perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah negara. Pengangkutan
merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkutan dengan
pengumpang/pengiriman barang, dimana pengangkutan mengikatkan diri untuk
menyenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke
tempat tertentu dengan selamat sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk
membayar angkutan. Pada dasarnya fungsi pengangkutan adalah untuk
memindahkan barang atau orang dari suatu tempat yang lain dengan maksud
untuk meningkatkan daya guna dan nilai.
Salah satu alat angkut modern saat ini yaitu dengan angkutan udara yang
mengalami perkembangan. Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan
menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau
pos untuk satu perjalanan dari satu bandar ke bandar udara yang lain atau
beberapa bandar udara. Pengangkutan udara memainkan peranan- peranan
penting dalam perkembangan perekonomian suatu negara karena pesawat
terbang merupakan alat transpotasi yang efisien, dinamis, dan cepat. Pesawat
terbang juga merupakan transportasi yang secara keamanan dan kenyamanan
sangat berkualitas dalam hal pelayanan kepada penumpang jika aturan dan
standar operasional prosedur dari hukum penerbangan benar-benar dilakukan
sesuai prosedur yang berlaku.
Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memegang peranan yang
penting, pentingnya pengangkutan tercermin pada semakin meningkatnya
kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang di dalam negeri, dari
dan keluar negeri, serta berperan sebagai pendorong dan penegak bagi
pertumbuhan daerah dan pengembangan wilayah. Menyadari peran transportasi
tersebut penyelanggaraan penerbangan ditata dalam suatu kesatuan sistem
transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa
transportasi yang seimbang dan dengan tingkat kebutuhan yang aman, efektif
dan efisien.
Di era modern ini penerbangan merupakan modal masal yang sangat
penting bagi kehidupan manusia khusunya di Republik Indonesia karena negara
ini merupakan negara kepulauan yang membutuhkan model transportasi seperti
pesawat terbang (selain kapal laut) untuk menghubungkan penumpang dari
pulau yang satu ke pulau yang lainnya karena pengangkutan melalui udara
menjadi salah satu pilihan dalam mengangkut penumpang antar kota maupun
antar negara, dengan pertimbangan yang relatif lebih tinggi dari jasa angkut
lainnya. Mengingat hal tersebut maka maskapai penerbangan di Indonesia makin
banyak bermunculan, terdapat 15 maskapai penerbangan terjadwal dan 44
maskapai penerbangan tidak terjadwal yang ada di Indonesia.
Mulai bertambahnya jumlah maskapai penerbangan di Indonesia yang
semakin banyak dan diiringi dengan sarana angkutan udara yang cukup canggih
tidaklah menutup kemungkinan akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan
selama perjalanan. Canggihnya sarana angkutan udara tetap merupakan hasil
karya manusia yang selalu tidak sempurna, sehingga tentu saja hal-hal yang
tidak diinginkan tersebut bias terjadi, misalnya kerusakaan pesawat udara
maupun kecelakaan pesawat. Dalam mengangkut penumpang dari tempat
datangnya penumpang sampai dengan tibanya penumpang ditempat tujuan yang
dikehendaki tidak lepas dari bahaya-bahaya yang mungkin terjadi yang akan
menyebabkan kecelakaan penumpang.
Penggunaan transportasi udara yang tinggi tersebut mendorong lahirnya
suatu aturan hukum penerbangan yang diharapkan mampu memberikan
keseimbangan hak dan kewajiban antara penyedia jasa angkutan dan juga
kepada penumpang. Timbulnya perjanjian pengangkutan antara pengangkutan
dan penumpang maka tentulah timbul hak dan kewajiban dari para pihak yang
bersangkutan, di mana penumpang mempunyai kewajiban membayar biaya
pengangkutan yang merupakan hak bagi perusahaan penerbangan, sebaliknya
perusahaan penerbangan wajib mengangkut penumpang dengan selamat sampai
di tempat tujuan yang merupakan hak bagi penumpang, karena itu bilamana
penumpang tidak selamat sampai di tempat tujuan, maka perusahaan
penerbangan bertanggung jwab mengganti kerugian-kerugian. Oleh karena itu
pentingnya melaksanakan kewajiban dari para pihak sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati sangatlah dibutuhkan agar tidak terjadi konflik antara para
pihak.
Perusahaan penerbangan dalam menjalankan usahanya, kemungkinan akan
menimbulkan kerugian terhadap penumpang akibat kecelakaan pesawat atau
peristiwa lain yang terjadi dalam penyelenggaraan penerbangan akan
berpengaruh baik terhadap penumpang/korban maupun ahli waris atau pihak
yang berhak memperoleh ganti kerugian tersebut. Dengan itu penyelenggaraan
pengangkutan udara tidak dapat dilepaskan dari segala resiko akibat kecelakaan
pesawat atau peristiwa lain yang menimbulkan kerugian terhadap penumpang
sebagai konsumen. Risiko bagi penumpang pesawat adalah meninggal dunia
atau cacat/menderita luka-luka akibat kecelakaan atau peristiwa lain yang data
menimbulkan kerugin dalam pengangkutan udara.
Ada beberapa alasan konsumen menggunakan jasa transportasi udara,
diantaranya untuk kepentingan bisnis, kepentingan parwisata, dan berbagai
urusan lainnya. Perusahaan-perusahaan penerbangan bersaing untuk menarik
penumpang sebanyak-banyaknya dengan menawarkan tarif yang lebih murah
atau menawarkan berbagai bonus. Namun terkadang dengan tarif yang murah
sering menurunkan kualitas pelayanan. Dalam penyelenggaraan penerbangan
ternyata banyak hak-hak penumpang yang tidak dipenuhi sebagaimana mestinya
oleh perusahan penerbangan seperti banyak kasus kecelakaan yang berakibat
kematian atau luka-luka seperti kasus kecelakaan Adam Air penerbangan 574,
kehilangan barang dan keterlambatan penerbangan. Sehubungan dengan itu
diperlukan adanya pengaturan-pengaturan secara hukum untuk menentukan
tanggung jawab pengangkut angkutan udara sehingga kepentingan penumpang
terlindungi.
BAB IX
CONTOH KASUS PENGANGKUTAN

“Peristiwa kecelakaan Kereta Api Argo Bromo Anggrek jurusan dari


Jakarta - Semarang yang menabrak kereta api Senja Utama di Stasiun
Petarukan, Pemalang”
Kecelakaan terjadi pada hari Sabtu 2 Oktober 2010 dini hari sekitar pukul
02.45 WIB. Kereta apiArgo Bromo Anggrek yang memasuki stasiun Petarukan
menabrak gerbong bagian belakang kereta api Senja Utama yang berada pada
jalur 3 (tiga). Dugaan sementara kecelakaan tersebut terjadi karena masinis
mengantuk sehingga tidak memperhatikan lampu sinyal masuk berwarna merah
pertanda kereta api harus berhenti. Akibat kecelakaan tersebut , 34 (tiga puluh
empat) orang penumpang meninggal dunia serta 35 (tiga puluh lima) luka-luka
dan langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Ashari Pemalang
yang dekat dengan lokasi kejadian.
Terjadinya kerugian pada saat penyelenggaraan pengangkutan
menggunakan kereta api seperti contoh kasus diatas, sudah jelas menjadi
tanggung jawab PT. KAI sebagai penyelenggara sarana perkeretaapian.Hal ini
sesuai dengan Pasal 157 ayat (1) UU Perkeretaapian bahwa :
“Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna
jasa yang mengalami kerugian, luka-luka, atau meninggal dunia yang
disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api.”
Pada kasus diatas, belum menjelaskan bagaimana bentuk pertanggung
jawaban PT. KAI sebagai penyelenggara sarana pengangkutan kepada
penumpang atas kerugian yang dialami akibat peristiwa kecelakaan tersebut.
Karena pada Pasal 157 UU Perkeretaapian menyebutkan bahwa PT. KAI
bertanggung jawab terhadap pengguna jasanya yang mengalami kerugian selama
penyelenggaraan pengangkutan berlangsung. Kecuali jika pengangkut dapat
membuktikan bahwa kerugian tersebut terjadi diluar kesalahannya.

Anda mungkin juga menyukai