Modul Yanfar PKM 21 Juli 2017
Modul Yanfar PKM 21 Juli 2017
PELAYANAN
KEFARMASIAN DI
PUSKESMAS
1
POKOK BAHASAN 1
SISTEM KESEHATAN NASIONAL
1. Deskripsi
Pelayanan Kefarmasian merupakan bagian integral dari Sistem Kesehatan Nasional
dalam rangka mendukung terwujudnya tujuan pembangunan kesehatan nasional.
2. Tujuan Pembelajaran
a. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta latih mampu menjelaskan Kebijakan
Pelayanan Kefarmasian dalam Sistem Kesehatan Nasional.
b. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta latih:
1) Mampu menjelaskan peran tenaga kefarmasian dalam Sistem Kesehatan
Nasional untuk mendukung tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional.
2) Mampu menjelaskan kaitan antara peran tenaga kefarmasian dengan peran
tenaga kesehatan lain dalam sub sistem puskesmas dan Dinas Kesehatan
Kab/Kota dalam Sistem Kesehatan Nasional
3. Sasaran
a. Peserta latih mampu merumuskan kembali kerangka konsep peran tenaga
kefarmasian dalam Sistem Kesehatan Nasional
b. Peserta latih mampu membuat diagram kaitan antara peran tenaga kefarmasian
dengan tenaga kesehatan lain dalam sub sistem Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kab/Kota dalam Sistem Kesehatan Nasional.
4. Kurikulum Pelatihan
a. Materi : Kebijakan Pelayanan Kefarmasian dalam Sistem Kesehatan Nasional
b. Waktu : 1 JPL
c. Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan :
1. Konsep Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
1) Pengertian Sistem Kesehatan Nasional
2) Tujuan SKN
3) Fungsi Sistem Kesehatan Nasional
4) Pelayanan Kefarmasian sebagai Sub Sistem Kesehatan Nasional
2
2. Kebijakan Pelayanan Kefarmasian
1) Filosofi Pelayanan Kefarmasian
2) Definisi Pelayanan Kefarmasian
3) Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan No.74/2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
4) Peran Apoteker dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
5. Uraian Materi
1. Konsep Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
1) Pengertian Sistem Kesehatan Nasional
Sistem Kesehatan Nasional, yang selanjutnya disingkat SKN adalah
pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa
Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan, seluruh unsur penyusun
dalam SKN merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan saling terkait satu
sama lain dalam.
2) Tujuan SKN
Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua
komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta
secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.
3) Fungsi SKN
a. Kebijakan dan regulasi
b. Manajemen dan administrasi
c. Pemberdayaan dan informasi kesehatan
d. Tata hubungan antar sub sistem dan lingkungan
3
4) Pelayanan Kefarmasian sebagai unsur dari Sub Sistem Kesehatan Nasional
Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan adalah tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
yang terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk
obat dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pelayanan kefarmasian ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu di semua
fasilitas pelayanan kesehatan dengan mengikuti kebijakan yang ditetapkan.
Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan terdiri dari:
a. komoditi;
b. sumber daya;
c. pelayanan kefarmasian;
d. pengawasan; dan
e. pemberdayaan masyarakat
Apoteker sebagai pelaksana pelayanan kefarmasian di Puskesmas, berperan
penting dalam menjamin ketersediaan obat yang aman, berkhasiat dan
bermutu serta memberikan pelayanan obat disertai pemberian informasi yang
tepat dan akurat dalam rangka mewujudkan efektifitas terapi dan peningkatan
keselamatan pengobatan pasien sebagai bagian dari keselamatan pasien.
POKOK PEMBAHASAN 2
KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN
4
d. Memberikan hasil yang pasti
e. Meningkatkan mutu kehidupan pasien
5
MATERI DASAR II : KEBIJAKAN OBAT NASIONAL
6
POKOK BAHASAN 1
1. Deskripsi
Kebijakan Obat Nasional dimaksudkan untuk meningkatkan ketersediaan,
keterjangkauan, pemerataan obat secara berkelanjutan dalam rangka mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya .
2. Tujuan Pembelajaran
a. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta latih mampu menjelaskan tujuan Kebijakan
Obat Nasional.
b. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta latih:
1) Mampu menjelaskan peran tenaga kefarmasian dalam Sistem Kesehatan
Nasional untuk mendukung tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional.
2) Mampu menjelaskan kaitan antara peran tenaga kefarmasian dengan peran
tenaga kesehatan lain dalam sub sistem puskesmas dan Dinas Kesehatan
Kab/Kota dalam Sistem Kesehatan Nasional
3. Sasaran
a. Peserta latih mampu merumuskan kembali kerangka konsep peran tenaga
kefarmasian dalam Sistem Kesehatan Nasional
b. Peserta latih mampu membuat diagram kaitan antara peran tenaga kefarmasian
dengan tenaga kesehatan lain dalam sub sistem Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kab/Kota dalam Sistem Kesehatan Nasional.
4. Kurikulum Pelatihan
a. Materi : Kebijakan Pelayanan Kefarmasian dalam Sistem Kesehatan Nasional
b. Waktu : 1 JPL
c. Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan :
1) Konsep Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
2) Pengertian Sistem Kesehatan Nasional
3) Tujuan SKN
4) Fungsi Sistem Kesehatan Nasional
7
5) Pelayanan Kefarmasian sebagai Sub Sistem Kesehatan Nasional
MATERI INTI 1 :
8
POKOK BAHASAN 1
PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT
1. Deskripsi
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan
untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan
Puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat untuk Puskesmas setiap periode
dilaksanakan oleh Tim Pengelola Obat dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas.
2. Tujuan Pembelajaran
a. Tujuan Pembelajaran Umum
Peserta mampu melakukan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan sesuai
kebutuhan Puskesmas, sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan obat
dan penggunaan obat secara rasional
b. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta latih dapat:
1) Melakukan kompilasi usulan kebutuhan obat bersama dengan tim
perencanaan obat dan perbekalan kesehatan terpadu.
2) Menghitung kebutuhan obat dengan rumus yang telah ditentukan.
3. Sasaran
a. Apoteker di Dinas Kesehatan propinsi/kabupaten/kota
b. Apoteker di Puskesmas
9
4. Kurikulum Pelatihan
a. Materi : Perencanaan Kebutuhan Obat
b. Waktu : 4 JPL
c. Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan :
1) Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas.
2) Perencanaan kebutuhan obat berdasarkan evaluasi penggunaan obat dengan
metode ATC DDD.
d. Metode : Ceramah, Tanya Jawab, Diskusi Kelompok, dan Presentasi Peserta.
e. Alat Bantu : Fornas, DOEN, internet aplikasi e-catalog obat dan alkes, infocus,
komputer, white board, kertas flow chart dan alat tulis.
5. Uraian Materi
a. Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar (PKD)
dibiayai melalui berbagai sumber anggaran. Berbagai sumber anggaran yang
membiayai pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tersebut antara lain :
1) APBN : Program Kesehatan, Program Pelayanan Keluarga Miskin
2) APBD I
3) Dana Alokasi Umum (DAU)/APBD II
4) Sumber-sumber lain
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, mutlak diperlukan koordinasi dan keterpaduan
dalam hal perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, sehingga
pembentukan tim perencanaan obat terpadu adalah merupakan suatu kebutuhan
dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan masalah
obat di setiap kabupaten/kota.
10
B. Tim Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu
Tim Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu di Kabupaten/Kota
dibentuk melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota.
1. Susunan Tim Teknis Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
Terpadu Kabupaten/Kota dan Puskesmas.
Tim Perencanaan Terpadu terdiri dari :
Ketua : Kepala Bidang yang membawahi program kefarmasian
di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Sekretaris : Kepala Unit Pengelola Obat Kabupaten/Kota atau Kepala Seksi
Farmasi yang menangani kefarmasian Dinas Kesehatan.
Anggota : Terdiri dari unsur-unsur unit terkait:
1) Unsur Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota
2) Unsur Program yang terkait di Dinkes Kab/Kota
3) Unsur lainnya
SK TIM POT di Puskesmas ???
11
b. Evaluasi dilakukan terhadap ketersediaan anggaran, jumlah pengadaan
dan sisa persediaan di kabupaten/kota dan Puskesmas
c. Rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan kabupaten/kota
didasarkan atas hasil estimasi kebutuhan obat untuk unit pelayanan
kesehatan dasar dan program kesehatan untuk tahun berikutnya yang
ditetapkan berdasarkan data yang disampaikan oleh unit pelayanan
kesehatan. Sedangkan rencana kebutuhan obat dan perbekalan
kesehatan di Puskesmas didasarkan atas hasil estimasi kebutuhan obat
dan usulan dari program kesehatan Puskesmas, Sub Unit Puskesmas
dan Unit Pelayanan Kesehatan.
d. Rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan tersebut dibahas
pada rapat tim untuk penyempurnaan perencanaan kebutuhan obat dan
perbekalan kesehatan minimal satu tahun dua kali.
e. Hasil rapat adalah disepakatinya jenis dan jumlah obat dan perbekalan
kesehatan yang dibutuhkan, serta jumlah kebutuhan dana untuk tahun
anggaran yang akan dilaksanakan.
12
Kolom 6 s/d 17: Waktu pelaksanaan masing-masing kegiatan.
c. Melaksanakan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan.
13
h. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal.
14
Data diperoleh dari kolom pemakaian (7) dari formulir LPLPO yang dilaporkan
oleh unit pelayanan kesehatan.
Kolom 15 : Jumlah kolom (3) sampai dengan kolom (14).
Kolom 16 : Data pemakaian rata-rata obat per-bulan (kolom 15 dibagi dengan
12).
Kolom 17 : Persentase masing-masing kolom (15) terhadap total kolom (15),
dilakukan pada akhir tahun.
Baris lain-lain : Digunakan untuk mencatat pemakaian obat diluar keperluan
distribusi rutin.
Hal ini mencakup pengeluaran obat untuk memenuhi keperluan kegiatan
sosial oleh sektor lain, misalnya : kejadian luar biasa (KLB), bencana alam,
dll.
15
8) Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun.
9) Waktu tunggu.
10) Stok pengaman.
11) Perkembangan pola kunjungan.
b. Metode Morbiditas.
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola
penyakit. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola
16
penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman. Langkah-langkah perhitungan
metode morbiditas adalah :
1) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur -
penyakit. Kegiatan yang harus dilakukan : Pengisian (formulir 4) terlampir
dengan masing-masing kolom diisi:
Kolom 1 : Nomor urut.
Kolom 2 : Nomor kode penyakit.
Kolom 3 : Nama jenis penyakit diurutkan dari atas dengan
jumlah paling besar.
Kolom 4 : Jumlah penderita anak dibawah 5 tahun.
Kolom 5 : Jumlah penderita dewasa.
Kolom 6 : Jumlah total penderita anak dan dewasa.
2) Menyiapkan data populasi penduduk.
Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan
berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara :
• 0 s/d 4 tahun.
• 5 s/d 14 tahun.
• 15 s/d 44 tahun.
• ≥ 45 tahun.
3) Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh
populasi pada kelompok umur yang ada.
4) Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk
seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
5) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat
menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
6) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang
akan datang.
17
Dewasa : Satu episode diperlukan 6 (enam) bungkus oralit @ 1 liter.
Jumlah episode 10,800 kasus. Maka jumlah oralit yang diperlukan =
10.800 x 6 bungkus = 64.800 bungkus @ 1000 ml / 1 liter 17 2).
Pengelompokan dan penjumlahan masing-masing obat (hasil langkah a).
18
2) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan
anggaran yang tersedia.
d. Pengalokasian kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran dengan
melakukan kegiatan :
1) Menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-masing obat
berdasarkan sumber anggaran.
2) Menghitung persentase belanja untuk masing-masing obat terhadap
masing-masing sumber anggaran.
3) Menghitung persentase anggaran masing-masing obat terhadap total
anggaran dari semua sumber.
e. Mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan obat, dengan
menggunakan formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat
( formulir 5 ) maka masing-masing kolom diisi :
Kolom 1 : Nomor urut obat dan perbekalan kesehatan dalam daftar
Kolom 2 : Nama obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan daftar
Kolom 3 : Satuan kemasan masing-masing obat dan perbekalan
kesehatan
Kolom 4 : Jenis Kemasan masing-masing obat dan perbekalan kesehatan
Kolom 5 : Stok awal pada 1 Januari (hasil perhitungan sisa stok per 31
Desember) di semua sumber
Kolom 6 : Stok awal di Puskesmas pada 1 Januari (hasil perhitungan sisa
stok per 31 Desember) Kolom 7 : Jumlah kolom 5 + kolom 6
Kolom 8 : Jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang berasal dari
sumber anggaran APBD
Kolom 9 : Jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang berasal dari
anggaran obat BPJS
Kolom 10 : Jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang berasal dari
anggaran obat Program
Kolom 11 : Jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang berasal dari
anggaran APBN
Kolom 12 : Jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang berasal dari
anggaran lain-lain
Kolom 13 : Jumlah kolom 8 hingga 12
Kolom 14 : Jumlah persediaan obat dan perbekalan kesehatan Instalasi
Farmasi pada periode yang berjalan yang merupakan penjumlahan dari
kolom 8 sampai dengan kolom 12
19
Kolom 15 : Jumlah pemakaian rata-rata masing-masing obat dan
perbekalan kesehatan di Puskesmas setiap bulan
Kolom 16 : Ketersediaan obat = hasil pembagian kolom 14 dengan kolom
15
Kolom 17 : Jumlah total kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan
periode akan datang yang merupakan hasil perkalian kolom 14 dengan
koefisien tertentu misalnya 18 (Untuk 18 Bulan)
Kolom 18 : Alokasi jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
pengadaannya menggunakan anggaran APBD
Kolom 19 : Alokasi jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
pengadaannya menggunakan anggaran BPJS
Kolom 20 : Alokasi jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
pengadaannya menggunakan anggaran Program
Kolom 21 : Alokasi jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
pengadaannya menggunakan anggaran APBN
Kolom 22 : Alokasi jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
pengadaannya menggunakan anggaran lain-lain
Kolom 23 : Jumlah pengadaan obat dan perbekalan kesehatan yang
angkanya didapat dari hasil penambahan kolom 18 sampai dengan kolom
22
Kolom 24 : Harga obat dan perbekalan kesehatan per kemasan untuk
masing-masing obat dan perbekalan kesehatan yang datanya diambil
dari Daftar Harga Obat PKD dan e-catalog atau Obat Program Kesehatan
tahun berjalan
Kolom 25 : Total harga yang merupakan perkalian antara kolom 18
dengan 24
Kolom 26 : Total harga yang merupakan perkalian antara kolom 19
dengan kolom 24
Kolom 27 : Total harga yang merupakan perkalian antara kolom 20
dengan 24
Kolom 28 : Total harga yang merupakan perkalian 21 antara kolom 21
dengan kolom 24
Kolom 29 : Total harga pengadaan obat yang merupakan perkalian
antara kolom 22 sampai dengan kolom 24
Kolom 30 : Total harga pengadaan obat yang merupakan penjumlahan
kolom 25 sampai 29
20
5. Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat.
Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah
dana yang tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana
pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan,
untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Beberapa teknik
manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana
dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara :
a. Analisa ABC.
Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling
banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh
relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap
pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%)
digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling banyak
digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan
dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item
obat berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu :
Kelompok A : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah
dana obat keseluruhan.
Kelompok B : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
Kelompok C : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah
dana obat keseluruhan.
Langkah-Langkah menentukan kelompok A, B dan C.
1). Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan
cara mengalikan kuantum obat dengan harga obat
2). Tentukan rankingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang
terkecil
3). Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan
4). Hitung kumulasi persennya
5). Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%
6). Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% s/d 90%
7). Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90% s/d 100%
b. Analisa VEN.
21
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang
terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada
dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum
dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut :
Kelompok V : Adalah kelompok obat yang vital, yang termasuk dalam
kelompok ini antara lain : - Obat penyelamat (life saving drugs).
-Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll).
- Obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
Kelompok E : Adalah kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang
bekerja pada sumber penyebab penyakit.
Kelompok N : Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan
dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk
mengatasi keluhan ringan.
22
1. Tahap Pemilihan Perbekalan Kesehatan. Fungsi pemilihan perbekalan
kesehatan adalah untuk menentukan perbekalan kesehatan yang benar-benar
diperlukan sesuai dengan kebutuhan dan dapat melindungi masyarakat dari
bahaya yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat dan atau yang tidak
memenuhi persyaratan mutu manfaat dan keamanan.
a. Perbekalan kesehatan dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik
dan membantu fungsi pencapaian efek terapi.
b. Perbekalan kesehatan yang digunakan sesuai dengan kemajuan pengetahuan
dan teknologi.
23
a. Pemakaian tiap jenis perbekalan kesehatan di Puskesmas pertahun.
b. Persentase pemakaian tiap jenis perbekalan kesehatan terhadap total
pemakaian setahun di Puskesmas.
c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis perbekalan kesehatan secara periodik.
Pengisian formulir kompilasi pemakaian perbekalan kesehatan dengan cara
seperti pada formulir kompilasi pemakaian obat (formulir 3).
24
Contoh perhitungan dengan Metode Konsumsi : Selama tahun 2015 (Januari –
Desember) pemakaian perbekalan kesehatan (alat suntik 1 ml) sebanyak
2.500.000 pcs untuk pemakaian selama 10 (sepuluh) bulan. Pernah terjadi
kekosongan selama 2 (dua) bulan. Sisa stok per 31 Desember 2015 adalah
100.000 pcs.
1) Pemakaian rata-rata perbekalan kesehatan perbulan tahun 2015 adalah:
2.500.000 pcs / 10 ═ 250.000 pcs..
2) Pemakaian Perbekalan kesehatan tahun 2015 (12 bulan) = 250.000 pcs x 12
= 3.000.000 pcs.
3) Pada umumnya stok pengaman berkisar antara 10% - 20% (termasuk untuk
mengantisipasi kemungkinan kenaikan kunjungan). Misalkan berdasarkan
evaluasi data diperkirakan 20% = 20% x 3.000.000 pcs. = 600.000 pcs,.
4) Pada umumnya waktu tunggu berkisar antara 3 s/d 6 bulan. Misalkan leadtime
diperkirakan 3 bulan = 3 x 250.000 pcs. = 750.000 pcs.
5) Kebutuhan perbekalan kesehatan tahun 2015 adalah = b + c + d, yaitu :
3.000.000 pcs. + 600.000 pcs.+ 750.000 pcs. = 4.350.000 pcs.
Rencana pengadaan Perbekalan kesehatan untuk tahun 2016 adalah: hasil
perhitungan kebutuhan (e) – sisa stok = 4.350.000 pcs – 100.000 pcs =
4.250.000 pcs = 4250 pcs/dos @ 1000 pcs.
Rumus
A = Rencana pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
A = ( B+C+D) - E
C = Stok pengaman 10 – 20 %
D = Waktu tunggu 3 – 6 bulan
E = Sisa stok
25
b). Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan perbekalan kesehatan periode
tahun yang akan datang. Perkiraan kebutuhan pengadaan perbekalan kesehatan
tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut: a = b + c + d – e - f
a = Perkiraan kebutuhan pengadaan perbekalan kesehatan tahun yang akan
datang
b = Kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan untuk sisa periode berjalan
(sesuai tahun anggaran yang bersangkutan)
c = Kebutuhan perbekalan kesehatan untuk tahun yang akan datang
d = Perkiraan stok akhir tahun (waktu tunggu dan stok pengaman)
e = Stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Desember tahun
sebelumnya di unit pengelola perbekalan kesehatan.
f = Rencana penerimaan perbekalan kesehatan pada periode berjalan (Januari
s/d Desember)
26
rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis perbekalan kesehatan
dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan perbekalan kesehatan tahun
yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan perbekalan
kesehatan adalah dengan cara :
a. Analisa ABC.
Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan perbekalan kesehatan,
yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili
oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap
pengadaan perbekalan kesehatan dijumpai bahwa sebagian besar dana
perbekalan kesehatan (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item
perbekalan kesehatan yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar
90% jenis/item perbekalan kesehatan menggunakan dana sebesar 30%.
Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item perbekalan kesehatan
berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu:
Kelompok A : Adalah kelompok jenis perbekalan kesehatan yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah
dana perbekalan kesehatan keseluruhan.
Kelompok B : Adalah kelompok jenis perbekalan kesehatan yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
Kelompok C : Adalah kelompok jenis perbekalan kesehatan yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah
dana perbekalan kesehatan keseluruhan.
6. Lembar Kerja
27
a. Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Tentang Tim Perencanaan Obat dan
Perbekalan Kesehatan Terpadu
b. SOP Perencanaan Kebutuhan Obat dan Perbekalan Kesehatan
c. SOP Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
d. SOP Penggunaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
e. SOP Pengendalian Kekosongan Obat dan Perbekalan Kesehatan
f. SOP Evaluasi Ketersediaan Obat Terhadap Formularium Nasional
g. SOP Hasil Evaluasi dan Tindak Lanjut Ketersediaan Obat Terhadap Formularium
Nasional
h. SOP Evaluasi Kesesuaian Peresepan Obat Terhadap Formularium Nasional
i. SOP Hasil Evaluasi dan Tindak Lanjut Kesesuaian Peresepan Obat Terhadap
Formularium Nasional
j. Rencana Kebutuhan Obat (RKO) Puskesmas
28
PENGADAAN, PERMINTAAN, PENERIMAAN OBAT
1. Deskripsi
Puskesmas yang melakukan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan
APBN/APBD/BPJS dapat dilaksanakan dengan efisien, efektif, terbuka dan bersaing,
transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel sesuai dengan peraturan yang berlaku
menggunakan sistem e-catalog. Sedangkan Puskesmas yang belum melakukan
pengadaan sendiri, memiliki sumber penyediaan obat yang berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Obat yang disediakan di Puskesmas adalah obat esensial yang jenis
dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk pada Fornas dan
DOEN.
Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan dari
unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya. Penerimaan obat
harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang diberi kuasa
oleh Kepala Puskesmas.
2. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Memahami langkah-langkah dalam proses pengadaan dan permintaan obat serta
perbekalan kesehatan di Puskesmas.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
1) Melakukan pengadaan atau permintaan obat dan perbekalan kesehatan sesuai
kebutuhan di Puskesmas dalam kondisi normal maupun ketika terjadi
kekosongan obat.
2) Melakukan proses yang harus dilaksanakan jika terjadi kekosongan obat, dan
memberikan saran penggantian kepada dokter
3) Menghitung kebutuhan obat dalam Laporan Permintaan dan Pengelolaan Obat
(LPLPO).
4) Melakukan proses penerimaan obat dan perbekalan kesehatan
3. Sasaran
a. Tenaga Kesehatan di Dinas Kesehatan Kab/Kota
b. Pengelola Obat di Puskesmas
4. Kurikulum Pelatihan
a. Materi : Pengadaan dan Permintaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas
b. Waktu : 4 JP
c. Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan :
1) Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas
2) Permintaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas
3) Penerimaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas
5. Uraian Materi
a. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas terdiri dari pengadaan
melalui sistem e-catalog dan lelang. Proses ini hanya dapat dilakukan oleh Tim
Pengadaan yang telah ditetapkan oleh Surat Keputusan Bupati/Walikota setempat.
Tujuan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah :
1. Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan dengan jenis dan jumlah yang cukup
sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan.
2. Mutu obat dan perbekalan kesehatan terjamin.
3. Obat dan perbekalan kesehatan dapat diperoleh pada saat diperlukan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat perbekalan kesehatan adalah :
1. Kriteria obat dan perbekalan kesehatan
2. Persyaratan pemasok
3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat
4. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan
5. Pemantauan status pesanan
A. Kriteria Obat dan Perbekalan Kesehatan
1. Kriteria Umum.
a. Obat termasuk dalam daftar obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), obat
program kesehatan, obat generik yang tercantum dalam Fornas dan DOEN yang
masih berlaku.
b. Obat dan perbekalan kesehatan telah memiliki izin edar atau Nomor Registrasi
dari Departemen Kesehatan RI/Badan POM.
c. Batas kadaluwarsa obat dan perbekalan kesehatan pada saat diterima oleh
panitia penerimaan minimal 24 (dua puluh empat) bulan.
d. Obat dan perbekalan kesehatan memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang
sesuai dengan Nomor Batch masing-masing produk.
e. Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat CPOB untuk
masing-masing jenis sediaan yang dibutuhkan.
B. Persyaratan Pemasok.
Pemilihan pemasok penting dilakukan karena dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas obat dan perbekalan kesehatan. Persyaratan pemasok antara lain :
1. Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi ( PBF ) yang masih berlaku.
Pedagang Besar Farmasi terdiri pusat maupun cabang. Izin Pedagang Besar
Farmasi pusat dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan sedangkan izin untuk
Pedagang Besar Farmasi Cabang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
2. Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi
yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) bagi masing-
masing jenis sediaan obat yang dibutuhkan.
3. Pedagang Besar Farmasi harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang
pengadaan obat, misalnya dalam pelaksanaan kerjanya tepat waktu.
4. Pemilik dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggungjawab Pedagang Besar
Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan
dengan profesi kefarmasian dan memiliki Surat Ijin Kerja di PBF tersebut.
5. Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa
kontrak.
Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada
periode sebelumnya.
SO = SK + SWK + SWT + SP
Permintaan = SO – SS
Keterangan :
SO = Stok optimum
Waktu tunggu Waktu tunggu, dihitung mulai dari permintaan obat oleh
Puskesmas sampai dengan penerimaan obat di
Puskesmas.
Stok Optimum Adalah stok ideal yang harus tersedia dalam waktu
periode tertentu.
Perhitungan :
Jawaban :
6. Lembar Kerja :
1. SOP Peresepan Obat
2. SOP Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
3. SOP Permintaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
4. SOP Penerimaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
MATERI INTI 2 : PELAYANAN FARMASI KLINIK
MANAJEMEN PENYIMPANAN, PENYIAPAN DAN PEMBERIAN OBAT KEPADA PASIEN
1. Deskripsi
2. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti materi ini peserta latih:
a. Umum
Mampu menjelaskan tata cara penyimpanan obat, penyiapan dan pemberian obat
kepada pasien di Puskesmas sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
b. Khusus
- Mampu melakukan penyimpanan, pemindahan, penyaluran/distribusi,
pemeliharaan dan penggunaan obat sesuai dengan persyaratan.
- Mampu melaksanakan penanganan obat kadaluarsa/rusak
- Mampu melakukan penyiapan obat untuk pelayanan
- Mampu melakukan pengkajian resep, peracikan, pelabelan dan penyerahan
obat
- Mampu memberikan informasi obat yang memadai meliputi indikasi, dosis,
cara penggunaan dan efek samping yang mungkin terjadi pada saat
penyerahan obat kepada pasien sampai dengan petunjuk penyimpanan obat
di rumah
- Mampu memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO)
- Mampu melakukan konseling
- Mampu melakukan ronde / visite
3. Sasaran .
4. Kurikulum Pelatihan
1) Materi : Penyimpanan, Penyiapan dan Pemberian Obat Kepada Pasien
2) Waktu : 4 JPL
3) Pokok Bahasan/Sub pokok bahasan
- Tata kelola penyimpanan obat di Puskesmas
- Pengkajian dan pelayanan resep
- Pelayanan Informasi Obat (PIO)
- Konseling
- Visite
1) Metode
Ceramah, tanya jawab, diskusi, simulasi, studi kasus
2) Alat Bantu
Laptop, in focus, contoh resep, papan tulis, spidol
5. Uraian Materi
2
a) Luas minimal 3 x 4 m dan atau disesuaikan dengan jumlah obat yang
disimpan.
b) Sinar Matahari
Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena
pengaruh sinar matahari. Sebagai contoh, Injeksi Klorpromazin yang
terkena sinar matahari akan berubah warna menjadi kuning terang
sebelum tanggal kadaluwarsa. Cara mencegah kerusakan karena sinar
matahari antara lain jendela-jendela diberi gorden dan kaca jendela
dicat putih.
c) Temperatur/Panas
Obat seperti salep, krim dan supositoria sangat sensitif terhadap
pengaruh panas, dapat meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari
udara panas. Sebagai contoh, Salep Oksitetrasiklin akan lumer bila
suhu penyimpanan tinggi dan akan mempengaruhi kualitas salep
tersebut.
o
Ruangan obat harus terkontrol dalam suhu kamar (20-25 C),
o
beberapa jenis obat harus disimpan di suhu sejuk (8-15 C) dan suhu
o
dingin (2-8 C). Untuk sera dan vaksin disimpan dalam sistem
pengelolaan Cold Chain.
d) Pencegahan Kerusakan Fisik
Untuk menghindari kerusakan fisik dapat dilakukan antara lain:
Penumpukan dus obat harus sesuai dengan petunjuk pada karton, jika
tidak tertulis pada karton maka maksimal ketinggian tumpukan delapan
dus, karena obat yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah dapat
pecah dan rusak, selain itu akan menyulitkan pengambilan obat.
Hindari kontak dengan benda - benda yang tajam
e) Pencegahan Kontaminasi
Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka, maka
obat mudah tercemar oleh bakteri atau jamur.
f) Pemeliharaan Kebersihan
Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang
kemudian merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca.
Oleh karena itu bersihkan ruangan setiap hari. Lantai disapu dan dipel,
dinding dan rak dibersihkan.
o
C). Kartu temperatur yang ada harus selalu diisi setiap pagi dan sore.
b) Kapsul
c) Cairan
• Cairan jernih menjadi keruh, timbul endapan.
• Cairan suspensi tidak bisa dikocok.
• Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali.
d) Salep
e) Injeksi
• Kebocoran
• Terdapat partikel untuk sediaan injeksi yang seharusnya jernih
sehingga keruh atau partikel asing dalam serbuk untuk injeksi.
• Wadah rusak atau terjadi perubahan warna.
Laporkan perubahan yang terjadi kepada Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota untuk diteliti lebih lanjut.
2) Puskesmas Pembantu.
3) Puskesmas Keliling.
4) Posyandu.
5) Polindes.
Tujuan distribusi adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, jumlah dan
waktu yang tepat serta mutu terjamin.
3) Melaksanakan penyerahan obat dan menerima sisa obat dari sub- sub
unit.
c. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
masyarakat.
d. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
e. Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan Pelayanan
Kefarmasian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
1) Sumber informasi Obat
2) Tempat
3) Tenaga
4) Perlengkapan.
D. KONSELING
Konseling merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat
pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien. Tujuan
dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar
mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan Obat, efek
samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan Obat.
Kegiatan:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (openended question),
misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai Obat, bagaimana cara
pemakaian, apa efek yang diharapkan dari Obat tersebut, dan lain-lain.
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kriteria pasien:
1) Pasien rujukan dokter.
2) Pasien dengan penyakit kronis.
3) Pasien dengan Obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi.
4) Pasien geriatrik.
5) Pasien pediatrik.
6) Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
b. Sarana dan prasarana:
1) Ruangan khusus.
2) Kartu pasien/catatan konseling.
E. RONDE/VISITE
Ronde/Visite Pasien Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
yang dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya
terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan:
a. Memeriksa Obat pasien.
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat dengan
mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.
c. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan
penggunaan Obat.
d. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan
dalam terapi pasien. Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan,
pelaksanaan, pembuatan dokumentasi dan rekomendasi.
Kegiatan visite mandiri:
a. Untuk Pasien Baru
1) Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari
kunjungan.
2) Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan jadwal
pemberian obat
3) Menanyakan Obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah,
mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan
pengobatan pasien.
4) Mengkaji terapi Obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah
terkait Obat yang mungkin terjadi.
b. Untuk pasien lama dengan instruksi baru
1) Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan Obat baru.
2) Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian Obat.
c. Untuk semua pasien
1) Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.
2) Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah
dalam satu buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan.
Kegiatan visite bersama tim:
a. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan
pegobatan pasien dan menyiapkan pustaka penunjang.
b. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien dan/atau
keluarga pasien terutama tentang Obat.
c. Menjawab pertanyaan dokter tentang Obat.
d. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan, seperti
Obat yang dihentikan, Obat baru, perubahan dosis dan lain lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Memahami cara berkomunikasi yang efektif
b. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim
c. Memahami teknik edukasi.
d. Mencatat perkembangan pasien.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya
kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan Obat. Untuk itu, perlu
juga dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) agar
terwujud komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan
Obat sehingga tercapai keberhasilan terapi Obat.
BAB VIII
PELAYANAN OBAT
5. Deskripsi
Penggunaan obat secara rasional menurut WHO (1985) adalah jika pasien
menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya untuk periode yang
adekuat dengan harga yang terjangkau untuknya dan masyarakat.
Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah penting yang
dapat menimbulkan dampak cukup besar dalam penurunan mutu pelayanan
kesehatan, misalnya peningkatan resistensi akibat penggunaan antibiotik
yang tidak rasional.
Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara medik (medically inappropriate), baik
menyangkut ketepatan jenis, dosis, dan cara pemberian obat.
7. Sasaran
8. Kurikulum Pelatihan
4) Materi : Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
5) Waktu : 120 menit
6) Pokok Bahasan/Sub pokok bahasan
Contoh II :
Anamnesis Diagnosis Terapi
- Diare
- Disertai gejala tenesmus
Bukan Amoebiasis
Bukan Metronidazol
Pada contoh II, jika pemeriksa tidak jeli untuk menanyakan adanya darah
dalam feses, maka bisa saja diagnosis yang dibuat menjadi kolera. Untuk
yang terakhir ini obat yang diperlukan adalah tetrasiklin. Akibatnya penderita
amoebiasis di atas terpaksa mendapat tetrasiklin yang sama sekalibukan
antibiotik pilihan untuk amoebiasis.
4) Tepat Dosis
Agar suatu obat dapat memberikan efek terapi yang maksimal diperlukan
penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang tepat. Besar dosis, cara
dan frekuensi pemberian umumnya didasarkan pada umur dan/atau berat
badan pasien.
Contoh :
Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat dengan rentang terapi
yang sempit misalnya Teofilin, Digitalis dan Aminoglikosida akan sangat
berisiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak
akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
7) Tepat Informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan
pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan
pengobatan. Tenaga kefarmasian harus mampu menyediakan dan
memberikan informasi kepada pasien dan tenaga kesehatan lain untuk
menunjang penggunaan obat yang rasional dalam rangka mencapai
keberhasilan terapi. Informasi yang diberikan meliputi nama obat, aturan
pakai, lama pemakaian, efek samping yang ditimbulkan oleh obat tertentu,
dan interaksi obat tertentu dengan makanan.
Contoh :
- Peresepan rifampisin akan mengakibatkan urin penderita berwarna merah.
Jika hal ini tidak diinformasikan, penderita kemungkinan besar akan
menghentikan minum obat karena menduga obat tersebut menyebabkan
kencing disertai darah. Padahal untuk penderita tuberkulosis terapi dengan
rifampisin harus diberikan dalam jangka panjang.
- Peresepan antibiotik harus disertai informasi bahwa obat tersebut harus
diminum sampai habis selama satu kurun waktu pengobatan (1 course of
treatment), meskipun gejala-gejala klinik sudah mereda atau hilang sama
sekali. Interval waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali sehari berarti tiap
6 jam.
Untuk antibiotik hal ini sangat penting agar kadar obat dalam darah berada
diatas kadar minimal yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit.
9) Cost effectiveness
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas, atau pemberian obat untuk keadaan
yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat, jelas merupakan
pemborosan dan sangat membebani pasien.
Disini termasuk pula peresepan obat y ang mahal padahal alternatif obat
yang lain dengan manfaat dan keamanan sama dan harga lebih murah
tersedia.
Contoh :
Pemberian antibiotik pada pasien ISPA non pneumonia dan diare non
spesifik, serta penggunaan injeksi pada pasien myalgia.
Hal ini merupakan pemborosan karena sebenarnya pasien tidak memerlukan
antibiotik dan injeksi.
d. Lembar kerja
- Catatan pengobatan pasien
- Formulir monitoring indikator peresepan
- Formulir Kompilasi data Peresepan di Puskesmas
- Formulir Kompilasi data Peresepan tingkat kabupaten
- Formulir Kompilasi data Peresepan tingkat provinsi
- Formulir Pemantauan Penyediaan Obat Generik di Puskesmas dan Jaringannya
8. Daftar Pustaka
a. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 T ahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
c. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Obat Publik dan
Perbekkes, Materi Pelatihan Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota, 2003.
d. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Obat Publik dan
perbekkes, Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan,
2005.
e. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, 2006.
f. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, Modul TOT Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, 2008.
g. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit,
2006.
h. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana
Kesehatan, 2007.
i. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home
Pharmacy Care), 2007.
j. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, Petunjuk T eknis Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, 2008.
k. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Penggunaan Obat
Rasional, Modul Pelatihan Peggunaan Obat Rasional, 2006.
l. Management Sciences for Health Managing Drug Supply, Kumarian Press,
Connectitut, 1991.
m. World Health Organization, National Drug Policy and Rational Drug Use : A
Model Curriculum. Report DAP/85.6 Geneva.
13. Sasaran
Tenaga kefarmasian (apoteker dan tenaga teknis kefarmasian), dokter, perawat,
petugas rekam medis di puskesmas
14. Kurikulum Pelatihan
7) Materi : Monitoring Efek Samping Obat
8) Waktu : 60 menit
9) Pokok Bahasan/Sub pokok bahasan
Pelayanan Farmasi Klinik
Monitoring Efek Samping Obat
15. Uraian Materi
Kegiatan MESO memerlukan kerjasama banyak pihak. Dalam hal ini pasien, dokter,
perawat, tenaga kefarmasian, dan petugas kesehatan yang lain bekerja bersama untuk
memantau pasien yang mendapat obat. Tujuan pemantauan adalah untuk mengevaluasi
efek pengobatan terhadap gejala pasien atau penyakitnya dan untuk mengevaluasi pasien
terhadap Kejadian yang Tidak Diharapkan (KTD).
Sesuai Permenkes Nomor 30 tahun 2014, kegiatan pemantauan dan pelaporan efek
samping obat meliputi :
a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek
samping Obat.
Berdasarkan pemantauan, dosis atau jenis obat bila perlu dapat disesuaikan. Sudah
seharusnya dilakukan pemantauan secara ketat respons pasien terhadap dosis
pertama obat yang baru diberikan kepada pasien. Pemantauan dimaksudkan untuk
mengidentifikasi respons terapetik yang diantisipasi maupun reaksi alergik, interaksi
obat yang tidak diantisipasi, untuk mencegah risiko bagi pasien. Memantau efek obat
termasuk mengobservasi dan mendokumentasikan setiap KTD. Efek samping obat
dapat didokumentasikan di dalam rekam medis.
Puskesmas harus memastikan bahwa tersedia kebijakan dan prosedur untuk
mencatat, memantau, dan melaporkan bila terjadi efek samping penggunaan obat dan
KTD, termasuk kesalahan pemberian obat.
Dokumen yang dibutuhkan adalah SOP pelaporan efek samping obat, SOP
pencatatan, pemantauan, pelaporan efek samping obat dan KTD.
b. Menganalisis laporan efek samping Obat, baik secara mandiri maupun bersama tim.
Perlu disusun kebijakan tentang identifikasi, pencatatan, analisis dan pelaporan
semua KTD yang terkait dengan penggunaan obat, misalnya sindroma Stephen
Johnson, KIPI dan lainnya.
7) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Kejadian efek samping obat dan KTD ditindaklanjuti dan didokumentasikan dengan
cara mengisi formulir MESO.
Dokumen yang diperlukan adalah SOP tindak lanjut efek samping obat dan KTD.
8) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Puskesmas membangun suatu mekanisme pelaporan dari ESO dan KTD.
Kriteria pencapaian kegiatan ini adalah efek samping obat yang dialami pasien tercatat,
terpantau dan terlaporkan ke pusat monitoring efek samping obat.
17. Deskripsi
19. Sasaran
Beberapa istilah terkait dengan patient safety dan medikasi adalah sebagai berikut :
1) Efek buruk obat (adverse drug event): cidera akibat kesalahan dalam proses
penggunaan obat.
2) Ceroboh (near miss): kesalahan penggunaan obat yang tak timbulkan cidera.
3) Salah comot (slip): salah emban tak sengaja.
Misalnya, maksud mau suntikan heparin, tetapi yang terambil adalah insulin
4) Lupa (lapse): salah/tak emban tugas karena lupa.
5) Keliru (mistake) salah terap karena kurang pengetahuan.
Misal : tak berikan Amikasin intravena dosis tunggal, melainkan dalam dosis terbagi
atau infus berlanjut.
6) Lalai (error of omission) : tak emban tugas, sesuai rencana/permintaan.
7) Berlebihan (error of comission) : penggunaan obat lebih banyak dari yang diperlukan.
Misal : Ciprofloxacin oral diberikan 4 kali sehari, yang seharusnya cukup 2 kali sehari
Diagram Alir:
23. Daftar pustaka
Hatta, ed. 2013. Pedoman manajemen informasi kesehatan di sarana pelayanan Kesehatan,
edisi revisi 2. Universitas indonesia
Lynas, Kathie. 2010. A Step Forward for Medication Safety:Stakehol ders Agree to a
Common
Standard for Barcoding Pharmaceutica ls. CPJ/RPC, March/ April 2010:Vol 143 (2).
Proquest Database.
Payton,J. Ledder,W., & Hord,E. 2007. Bar Code Medication Administration Improves Patient
Safety. Arkansas Foundation for Medical Care. Journal (Proquest) Database
26. Sasaran
Dokter, Apoteker, Perawat, dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Dinas Kesehatan
propinsi/kabupaten/kota dan puskesmas.
27. Kurikulum Pelatihan
13) Materi : Obat emergensi
14) Waktu : 4 JPL
15) Pokok Bahasan/Sub pokok bahasan
a. Penyediaan obat emergensi di unit pelayanan
b. Pelaksanaan penyimpanan obat emergensi di unit pelayanan
c. Pelaksanaan monitoring penyediaan obat emergensi di unit kerja
Dokumen yang diperlukan adalah lembar permintaan dan lembar penerimaan obat
emergensi, kartu stok, dan SOP penyimpanan obat emergensi di unit pelayanan.