Anda di halaman 1dari 21

Pengantar Hukum Acara Pidana

A. Pengertian Hukum Acara Pidana

Dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
tidak disebutkan secara tegas tentang pengertian atau definisi dari hukum acara
pidana. Di dalam KUHAP hanya menjelaskan serangkaian tindakannya saja, seperti
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan tindakan-tindakan lainnya yang
termasuk dalam ruang lingkup hukum acara pidana.

Hukum acara pidana merupakan salah satu bentuk pembagian dari hukum pidana.

Walaupun demikian, banyak pakar hukum yang memberikan definisi tentang


hukum acara pidana yaitu :

1. Menurut Van Bemmelen dan Van Hattum pembagian hukum pidana meliputi
hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.

2. Menurut Simons, Hukum Acara Pidana disebut juga hukum pidana formal, yang
mengatur bagaimana negara melalui perantara alat-alat kekuasaannya
melaksanakan haknya untuk memidanakan dan menjatuhkan pidana, jadi berisi
acara pidana.
3. Menurut Van Bammelen bahwa ilmu hukum acara pidana mempelajari
peraturan-peraturan yang diciptakan oleh Negara karena adanya dugaan terjadi
pelanggaran undang-undang pidana.
1) Negara melalui alat-alatnya menyidik keberatan;
2) Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu;
3) Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap sipelaku dan
kalau perlu menahannya;
4) Mengumpulkan bahan-bahan bukti yang telah diperoleh pada penyidikan
kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa terdakwa
kedepan hakim tersebut;
5) Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang
dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau
tindakan tata tertib;
6) Upaya Hukum untuk melawan keputusan tersebut;
7) Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib
itu.

4. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum acara pidana adalah peraturan


pidana yang mengatur bagaimana cara mempertahankan berlakunya hukum
pidana materiil. Hukum acara pidana berbicara tentang bagaimana cara
memproses, menghukum atau tidak menghukum seseorang yang dituduh
melakukan suatu tindak pidana.

5. Menurut Wirjono Prodjokiro, Mantan Ketua Mahkamah Agung hukum acara


pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana dan merupakan suatu

1
rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah
yang berkuasa yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan bertindak guna
mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.

Berdasarkan pendapat ahli tersebut diatas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa
pengertian hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang tata cara
bagaimana melaksanakan ketentuan yang ada pada hukum pidana atau hukum
materiil.

Tahapan-tahapan yang ada dalam hukum acara pidana secara garis besar meliputi
tahapan pendahuluan, tahapan penuntutan dan tahapan pemerikasaan dan
putusan.

Dalam tahapan pendahuluan terdiri dari penyelidikan, penyidikan, penangkapan,


penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Adapun tahapan penuntutan meliputi
pra penuntutan dan penuntutan. Sedangkan dalam tahapan pemeriksaan dan
putusan meliputi praperadilan dan pembacaan putusan atau vonis.

B. Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana

Fungsi Hukum Acara Pidana :


Fungsi hukum pidana formal atau hukum acara pidana adalah melaksanakan
hukum pidana materiil artinya memberikan peraturan cara bagaimana negara
dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk
memidana atau membebaskan terdakwa.
Menurut Bambang Poernomo, fungsi hukum acara pidana melalui alat
perlengkapannya ialah :
1. Untuk mencari dan menemukan fakta menurut kebenaran
2. Menerapkan hukuman dengan keputusan berdasarkan keadilan
3. Melaksanakan keputusan secara adil.

Hukum acara pidana memiliki 2 (dua) fungsi yakni represif dan preventif. 

a. Fungsi represif adalah tindakan yang dilakukan setelah atau sesudah peristiwa
terjadi, jadi pada fungsi ini hukum acara pidana digunakan sebagai sarana dalam
melaksanakan dan menegakkan hukum pidana kepada seseorang yang telah
melakukan perbuatan pidana.

b. Fungsi preventif adalah fungsi yang dilakukan untuk mencegah terjadinya sebuah
tindak pidana, sehingga diharapkan mengurangi tindak kejahatan. Fungsi ini
dapat dilihat ketika peradilan pidana dapat berjalan dengan baik dan
memberikan kepastian hukum.

Tujuan Hukum Acara Pidana :

2
Hakikat tujuan hukum acara pidana (HAP) adalah guna memperoleh hakikat
kebenaran atau kebenaran sejati (materile reality, substantive truth,
materiellenwahreheit atau kebenaran substantif). Sedangkan untuk mencari
kebenaran itu dilakukan dimuka persidangan pengadilan yang dipimpin oleh
seorang hakim (dalam sidang hakim tunggal) atau oleh hakim ketua (dalam sidang
majelis hakim).
Menurut Van Bammelen, tujuan hukum acara pidana sejalan dengan fungsi hukum
yaitu untuk mencari dan menemukan kebenaran, pemberian keputusan oleh
hakim, dan pelaksanaan putusan.
Dalam pelaksanaan KUHAP, telah dirumuskan mengenai tujuan hukum acara
pidana yakni:
“Untuk mencari dan mendapatkan setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil
ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan
untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari
pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah
dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu perlu disalahkan”.

Berdasarkan pengertian dan fungsi hukum acara pidana, dapat disimpulkan bahwa
hukum acara pidana setidaknya memiliki tiga tujuan mendasar, yaitu:

a. Pertama, untuk mencari dan mendapatkan kebenaran akan suatu tindak pidana
b. Kedua, untuk melakukan penuntutan kepada tersangka
c. Ketiga, untuk melakukan pemeriksaan dan penjatuhan putusan kepada terdakwa
di persidangan.

C. Tempat Hukum Acara Pidana

Berdasarkan Pasal 2 KUHAP: Undang-undang ini berlaku untuk melaksanakan


tatacara peradilan dalam lingkungan peradilan umum pada semua tingkat
peradilan.
D. Sumber Hukum Acara Pidana

1. UUD 45 Pasal 24, 25.


3. UU Pokok Kekuasaan Kehakiman.
4. UU Mahkamah Agung RI.

E. Asas-Asas Hukum Acara Pidana

1. Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of Innocent)


Asas praduga tidak bersalah merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap
harkat dan martabat manusia yang fundamental. Terdapat dalam peraturan

3
perundang-undangan Internasional maupun nasional berkaitan dengan Hak
Asasi Manusia. Dokumen Internasional terdapat dalam Pasal 11 ayat (1)
Universal Declaration of Human Rights.

Pasal 9 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan


Umum Angka 3 huruf c KUHAP dinyatakan bahwa “Setiap orang yang disangka,
ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan disidang pengadilan wajib
dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

2. Asas Persamaan Orang di Hadapan Hukum (Equality Before The law)


Prinsip dimuka hukum atau prinsip Equality Before The Law diakui sebagai hak
dasar manusia di dalam Declaration of Human Rights Tahun 1948 (Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia) serta dalam Konvenan International Hak-Hak Sipil
dan Politik. Pasal 7 DUHAM terjemahannya adalah sebagai berikut “semua orang
sama didepan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa
diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap
bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini dan terhadap segala
hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini’.

KUHAP dalam penjelasan Umum butir 3 huruf a menegaskan bahwa ‘perlakuan


yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan
pembedaan perlakuan”.
Begitu juga dalam ketentuan Pasal 4 (1) UU No.48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman menegaskan bahwa “Pengadilan mengadili menurut
hukum dengan tidak membedakan orang-orang”.

Menurut Eddy O.S Hiariej tujuan asas ini adalah agar memberikan jaminan
kepada hak-hak asasi manusia yang mendapat perlindungan didalam negara
yang berdasarkan Pancasila. Hal ini memberikan suatu jaminan hukum bagi
siapa saja yang melakukan pelanggaran atau perbuatan tindak pidana yang
memungkinkan sanksi hukum bagi yang melakukannya baik itu dilakukan oleh
pejabat negara atau masyarakat biasa, apabila melakukan perbuatan hukum,
maka digunakan sesuai hukum yang berlaku.

3. Asas Oportunitas
Dalam hak penuntutan dikenal dua asas yaitu asas legalitas dan oportunitas.
Menurut asas yang tersebut pertama/legalitas penuntut umum wajib menuntut
suatu delik Pasal 137 KUHAP: PU berwenang melakukan penuntutan terhadap
siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam suatu daerahnya.

Menurut asas yang kedua.opotunitas penuntut umum tidak wajib menuntut


suatu delik Pasal 140 (2) a KUHAP: Dalam hal PU memutuskan untuk
menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristawa tsb
ternyata bukan merupkan tindak pidana atau perkara tersebut ditutup demi
hukum.

4
KUHAP sendiri menganut kedua asas tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal
140 KUHAP. Asas oportunitas diatur juga dalam Pasal 8 UU No.5 tahun 1961,
Pasal 35 huruf C UU No.16 tahun 2004 ttg kekuasaan kejaksaan: Jaksa Agung
dapat menyampingkan suatu pekara berdasarkan kepentingan umum.

4. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan


Asas ini dimuat didalam Pasal 2 ayat 4 UU No.14 tahun 1970 Jo UU No. 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa “Peradilan
dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan” Dalam penjelasan umum
KUHAP butir 3e menegaskan bahwa “Peradilan yang harus dilakukan dengan
cara cepat sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak
harus diterapkan secara konsekwen dalam seluruh tingkat peradilan”.

Arti cepat yaitu: segera (untuk menghindari penahanan terlalu lama pasal 24-28
KUHAP ttg penahanan, Pasal 50 KUHAP mengatur ttg hak tersangka dan
terdakwa dengan segera pemeriksaan, diajukan ke pengadilan oleh PU dan
segera diadili oleh pengadilan, Pasal 102 (1) segera melakukan penyelidikan
setelah menerima laporan atau pengaduan, Pasal 107 (3) KUHAP segera hasil
penyidikan kepada PU, Pasal 140 (1) KUHAP secepatnya membuat surat
dakwaan.

Arti sederhana yaitu: pemeriksaan dan penyelesaian dilakukan dengan cara


efisien dan efektif. Efisien adalah usaha yang mengharuskan penyelesaian
pekerjaan dengan tepat waktu, cepat dan memuaskan. Sedangkan efektif
adalah sebuah usaha untuk mendapatkan tujuan, hasil dan target yang
diharapkan dengan tepat waktu.
Arti biaya ringan yaitu biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat.

5. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum.


Asas ini diatur dalam ketentuan Pasal 153 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP. Kedua ayat
tersebut menegaskan bahwa :

Ayat 3 “Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang


dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara
mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”.
Ayat 4 “Tidak dipenuhinya dalam ketentuan ayat 2 dan ayat 3 mengakibatkan
batalnya putusan demi hukum”.

6. Asas Akusator dan Inkuisatoir

Landasan filosofi dari diundangkannya KUHAP adalah untuk menjamin harkat


dan martabat manusia serta dijunjung tingginya hak asasi manusia dalam proses
hukum acara pidana, maka prinsip akusator dan inkuisatoir ini pun terkait
dengan landasan tersebut.

5
Menurut M.Yahya Harahap prinsip akusator menempatkan kedudukan
tersangka/terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan :

- Sebagai subjek bukan sebagai objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau
terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia
yang mempunyai harkat dan martabat harga diri;
- Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan”
tindakan pidana yang dilakukan tersangka/terdakwa.

Asas akusator adalah asas yang menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa


sebagai subjek bukan sebagai objek dari setiap tindakan pemeriksaan. Asas ini
merupakan asas yang dianut KUHAP yang berbeda dengan asas inkuisatoir yang
masih menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa sebagai objek
pemeriksaan sebagaimana diatur dalam HIR.

Asas inkuisatoir yang dianut dalam  HIR berbeda dengan asas akusator yang
dianut dalam KUHAP yang ditandai adanya perubahan istilah salah satu alat
bukti. Dalam HIR disebut dengan “pengakuan terdakwa”, sedangkan di dalam
KUHAP disebut dengan “keterangan terdakwa”.  Istilah “pengakuan terdakwa”
dalam HIR memiliki kecenderungan  terdakwa harus mengakui bahwa dia
bersalah, sedangkan istilah “keterangan terdakwa” lebih kepada adanya hak
terdakwa untuk membela diri sebagai bentuk perlindungan hak-hak terdakwa.

Proses terjadinya Perkara Pidana

1. Tertangkap tangan

Tertangkap tangan berarti tertangkapnya seseorang pada waktu sedang


melakukan tindak pidana. Atau segera sesudah beberapa saat tindak
pidana itu dilaukan atau sesaat kemudian diserukan oleh khlayak ramai
sebagai orang yang melakukannya. Atau apabila sesaat kemudian
padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana itu, yang menunjukan bahwa ia adalah
pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak
pidana itu (Pasal 1 butir 19 KUHAP).

Adapun kesimpulan dari tertangkap tangan adalah :

a. Tertangkapnya seseorang berarti ada orang yang tertangkap.


b. Pada waktu sedang melakukan tindak pidana berarti orang itu
tertangkap sewaktu sedang melakukan tindak pidana itu.
c. Atau segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan berarti
si pelaku tertangkap beberapa saat setelah melakukan tindak pidana
itu. Segera berarti bahwa jarak antara terjadinya tindak pidana dan
tertangkapnya si pelaku tidak terlalu lama, sehingga tidak ada
keraguan bahwa orang tersebut sebagai pelakunya.

6
d. Atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang
yang melakukannya.
e. Atau sesaat kemudian pada saat ditemukan benda yang diduga keras
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana, yang menunjukkan
bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu.
Artinya tidak berapa lama atau jarak antara terjadinya tindak pidana
dengan ditemukan bukti-bukti, bahwa dia adalah
pelaku/pembantu/turut serta melakukan tindak pidana itu.
Dalam hal ini yang ditemukan padanya adalah alat yang dipergunakan
untuk melkukan tindak pidana. Contohnya parang/pisau yang dipakai
membunuh dan kunci palsu dipakai membuka pintu.

2. Laporan/pemberitahuan

A. Pengertian :

Laporan adalah suatu pemberitahuan yang disampaikan oleh


seseorang karena hak atau kewajibannya berdasarkan undang-undang
kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau
diduga akan terjadinya tindak pidana (Pasal 1 (24) KUHAP).
Yang berhak mengajukan laporan Pasal 108 KUHAP adalah:

1. Setiap orang yang mengetahui peristiwa yang diduga merupakan


tindak pidana;
2. Setiap orang yang melihat suatu peristiwa yang diduga merupakan
suatu tindak pidana;
3. Setiap orang yang meyaksikan suatu peristiwa yang diduga sebagai
suatu tindak pidana;
4. Setiap orang yang menjadi korban dari peristiwa tindak pidana;
5. Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk
melakukan tidak pidana terhadap:
a. Ketentraman/keamanan umum
b. Jiwa atau hak milik
6. Setiap pegawai negeri, dalam rangka melaksanakan tugasnya yang
mengetahui tentang terjadinya peristiwa pidana.

B. Bentuk Laporan :

Menurut hukum ada 2 bentuk laporan :

1. Laporan Lisan
Yaitu laporan yang disampaikan secara lisan dan harus dicetat oleh
penyidik, setelah laporan itu selesai dicatat, penyidik lalu
membacakannya atau menyuruh baca oleh si pelapor dan setelah
disetujui oleh pelapor lalu ditandatangani oleh pelapor dan

7
penyidik. Untuk itu penyidik wajib memberikan surat tanda terima
laporan (Pasal 108 KUHAP).
Dalam praktek sering penyidik tidak memberikan sehingga
merugikan pelapor akan menjadi sulit melakukan pengontrolan
terhadap laporan tsebut.

2. Laporan Tertulis
Yaitu laporan yang disampaikan secara tertulis kepada penyidik dan
untuk itu penyidik mengagendakannya dan selanjutnya kepada
pelapor diberikan oleh penyidik surat tanda penerimaan laporan.

Laporan adalah suatu pemberitahuan secara resmi kepada petugas


(Penyidik) baik secara lisan maupun tertulis tentang telah, sedang
atau akan terjadinya suatu tindak pidana. Laporan itu merupakan
informasi (masukan) resmi kepada Penyidik untuk pemantauan itu
penyidik/petugas dalam hal ini polisi akan menentukan langkah-
langkah yang perlu diambil untuk menangani tindak pidana yang
telah, sedang maupun yang akan terjadi.

3. Laporan dalam praktek dibagi 3 macam yaitu:

a. Laporan Polisi Model A merupakan laporan Polisi yang dibuat


oleh anggota Polri yang mengelami, mengetahui atau mengelami
langsung peristiwa yang terjadi.

b. Laporan Polisi Model B merupakan laporan Polisi yang dibuat


oleh anggota Polri atas laporan/pengaduan yang diterima dari
masyarakat atas peristiwa yang terjadi.

c. Laporan Polisi Model C yang bukan merupakan Tindak Pidana


maka laporan Petugas pelayanan membuat Laporan Polisi model
C (bentuk Laporan Polisi untuk kehilangan/kerusakan
barang/surat) surat keterangan kelakuan baik.

C. Pengaduan

1. Pengertian

Pengaduan adalah pemberitahuan resmi disertai permintaan oleh pihak


yang berkepentingan kepada pejabat yang berwewenang untuk
menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana
aduan yang merugikannya (Pasal 1 (25) KUHAP).
Akan tetapi dalam tindak pidana aduan ((clack delick) tuntutan itu baru
dapat dilakukan atas dasar pengaduan (permintaan) dari orang yang
terkena/korban atau yang dipermalukan karena terjadinya tindak pidana.
Contoh pidana delik aduan yaitu: Pasal 284 KUHP ttg Perzinahan, Pasal
310 KUHP ttg penghinaan, Pasal 311 KUHP ttg Pencemaran nama nama
baik, Pasal 322 KUHP ttg membuka rahasia seseorang, dll.

8
2. Bentuk Pengaduan :

a. Pengaduan Lisan
yaitu pengaduan yang disampaikan secara lisan dan dicatat oleh
penyidik dan setelah selesai dibacakan atau disuruh baca
kembali oleh pengadu, dan setelah disetujui olehnya lalu
ditandatangani. (Pasal 108 ayat 6 KUHAP).

b. Pengaduan Tertulis
yaitu pengaduan yang disampaikan secara tertulis oleh pengadu
kepada Penyidik. Pengaduan ini kemudian diagendakan oleh
penyidik dan wajib memberikan surat tanda bukti penerimaan
pengaduan itu kepada pengadu.
3. Pengadu
Yang berhak membuat pengaduan menurut Pasal 108 KUHAP
yaitu :
1. Setiap orang yang mengetahui peristiwa yang diduga merupakan
tindak pidana;
2. Setiap orang yang melihat suatu peristiwa yang diduga merupakan
suatu tindak pidana;
3. Setiap orang yang meyaksikan suatu peristiwa yang diduga sebagai
suatu tindak pidana;
4. Setiap orang yang menjadi korban dari peristiwa tindak pidana;
5. Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk
melakukan tidak pidana terhadap:
a. Ketentraman/keamanan umum
b. Jiwa atau hak milik
6. Setiap pegawai negeri, dalam rangka melaksanakan tugasnya yang
mengetahui tentang terjadinya peristiwa pidana.

D. Tindak Pidana Aduan


a. Tindak Pidana Aduan Absolut :

adalah tindak pidana yang tidak dapat dituntut, apabila tidak ada
pengaduan dari pihak korban. Pengaduan ini dapat ditarik sewaktu-
waktu selama pemeriksaan dimuka pengadilan belum mulai. Pasal
72, 73, 75 KUHP.

Dengan dimulainya pemeriksaan perkara di pengadilan, maka


pengaduan tersebut tidak dapat ditarik kembali.

Beberapa pasal terkait dengan tindak pidana absolute yaitu


- Perzinahan Pasal 284 KUHP
- Persetubuhan dengan wanita dibawah umur Pasal 287 KUHP.
- Mencabuli anak dibawah umur Pasal 293 KUHP.
- Penghinaan Pasal 310 KUHP
- Membuka rahasia jabatan Pasal 322 KUHP
- Melarikan wanita dibawah umur Pasal 332 KUHP

9
- Ancaman mencemarkan dengan surat atau akan membuka rahasia
seorang Pasal 369 KUHP.

b. Tindak Pidana Aduan Relatif :


adalah suatu tindak pidana yang penuntutannya kedepan sidang
pengadilan, hanya dapat dilakukan atas pengaduan dari pihak yang
dirugikan atau mendapat malu dengan dilakukannya tindak pidana
itu. Pengaduan relative dapat dicabut sewaktu-waktu dalam tempo
3 bulan sejak dimasukannya pengaduan Pasal 75 KUHP. Contoh
delik aduan relative Pasal 370, 367 KUHP tentang pencurian dalam
keluarga, Pasal rzinaan, Pasal 310 KUHP ttg nama baik

PIHAK-PIHAK DALAM HUKUM ACARA PIDANA.


HAK DAN KEWENANGANNYA.

I. KEPOLISIAN/PENYIDIK

Tahapan Penyelidikan

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan


menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undangan.

Penyelidik adalah setiap Polisi RI.

Penyelidik mempunyai kewenangan :

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang ttg adanya tindak


pidana;
2. Mencari keterangan dan barang bukti;
3 Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari penyelidik


untuk kepentingan penyelidik dengan syarat :

1. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum


2. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya
tindakan jabatan
3. Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan
jabatannya

Atas perintah Penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:

10
1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

Pelaksanaan penyelidikan secara khusus dan terinci diatur dalam Pasal 102
sampai dengan Pasal 105 KUHAP (UU No.8 Tahun 1981) sedangkan UU No.
2 Tahun 2002 mengatur secara umum pada Bab III tentang tugas dan
wewenang Polri pada Pasal 13 sampai dengan Pasal 19 pengaturan
pelaksanaan dimaksud akan dijelaskan dibawah ini.
Bahwa setiap kejadian atau peristiwa yang diketahui oleh polisi atau yang
dilaporkan kepadanya tidak selamanya atau belum pasti suatu tindak
pidana. Maka dalam hal demikian diperlukan proses penyelidikan untuk
menentukan apakah terhadap tindakan itu dapat dilanjutkan ke penyidikan.

Tahapan Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut


cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Penyidik adalah :

1. Pejabat Polri yang sekurang-kurangnya berpangkat pembantu Letnan


Dua (Pelda).
2. Pejabat PNS tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh UU, yang
sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Nuda Tingkat I/Golongan II-b
atau yang sama dengan itu.

Wewenang Pasal 7 KUHAP sebagai berikut:

1. Menerima laporan atau penggadaan dari seseorang tentang adanya


tindak pidana;
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan
pemeriksaan perkara;
9. Mengadakan penghentian penyidikan;
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

11
Pelaksanaan penyidikan diatur secara khusus didalam Pasal 106:

Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang


terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana
wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.

Wewenang Polisi UU No.2 Tahun 2002 ttg Polri :

Pasal 13 : a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, b.


menegakkan hukum, c. memberi perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 19 :

a. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian


Negara RI senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
b. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang, Kepolisian Negara RI
mengutamakan tindakan pencegahan.

Apabila penyidik mengetahui atau telah menerima laporan baik yang


datangnya dari penyelidik ataupun dari laporan atau pengaduan (tertulis
maupun lisan) dari seseorang yang mengalami, melihat, dan atau menjadi
korban peristiwa pidana, maka karena kewajibannya penyidik harus dengan
segera melakukan penyidikan.

Laporan/pengaduan tertulis seharus ditandatangani oleh pelapor/pengadu.


Sedangkan laporan lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani
olehnya serta oleh pelapor/pengadu. Kemudian oleh penyidik harus
memberi Surat Tanda Penerimaan Laporan kepada pelapor atau pengadu
(Pasal 108 ayat 4 dan ayat 5 KUHAP).

Pemanggilan dan Pemeriksaan Tersangka dan Saksi

Guna pemeriksaan dalam rangka membuat terang suatu perkara pidana,


penyidik berwenang memanggil baik tersangka maupun saksi-saksi.
Surat panggilan sah bilamana telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 112 ayat 1 KUHAP yaitu:
Surat panggilan ditandatangani oleh penyidik yang berwenang dengan
menyebut alasan pemanggilan secara jelas, memperhatikan tenggang
waktu yang wajar antara diterimanya surat panggilan dan hari
pemeriksaan. Bagi orang yang dipanggil untuk didengar keterangannya baik
sebagai tersangka atau sebagai saksi wajib datang memenuhi panggilan.

12
Lamanya panggilan Pasal 227 KUHAP berbunyi: semua jenis pemberitahuan
atau panggilan dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi
atau ahli disampaikan selambat-lambatnya 3 hari sebelum tanggal hadir
yang ditentukan, ditempat tinggal mereka atau ditempat kediaman mereka
terakhir.

Prosedur Penangkapan

Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan


sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat
cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penututan dan atau
pengadilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini.

Yang berwenang melakukan penangkapan yaitu:


a. Penyidik
b. Penyidik pembantu.
c. Penyelidik atas perintah Penyidi.

Dasar penangkapan yaitu Pasal 17 adalah perintah penangkapan


dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti permulaaan yang cukup.

Bukti permulaan :

1. Menurut Kapolri berdasarkan Surat Keputusannya


No.Pol.SKEEP/04/I /1982, tgl 18-02-1982 menentukan bukti
permulaan yang cukup itu adalah bukti yang merupakan keterangan
dan data yang terkandung didalam 2 (dua) diantaranya yaitu:

a. Laporan Polisi
b. Berita Acara Pemeriksaan di TKP
c. Laporan Hasil Penyelidikan
d. Barang Bukti.

2. Menurut P.A.F. Lamintang, S.H.

Bukti permulaan yang cukup dalam rumusan Pasal 17 KUHAP itu harus
diartikan sebagai bukti-bukti minimal berupa alat-alat bukti seperti
dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP yang dapat menjamin bahwa
Penyidik tidak akan menjadi terpaksa untuk menghentikan
penyidikannya terhadap seseorang yang disangka melakukan tindak
pidana setelah terhadap seseorang tersebut dilakukan penangkapan.

3. Menurut Pengadilan Negeri Sidikalang (Sumatera Utara).

13
Melalui penetapannya No.4/Pred.Sdk/1982 tgl 4-12-1982 menentkan
sebagai berikut:

1. bahwa Penyidik berwenang untuk melakukan penangkapan dan


penahanan pasal 17, 21 KUHAP, yaitu berdasarkan bukti permulaan
yang cukup dan penahanan berdasarkan bukti yang cukup dan
tentu saja bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup
tersebut ada terlebih dahulu sebelum diadakannya penangkapan
dan penahanan ;
2. bahwa bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup
dikemukakan diatas kiranya tidak merupakan dan tidak termasuk
salah satu alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP dan
menurut pengadilan negeri hal tersebut sebagai bukti lebih
merupakan informasi untuk mengusut dari pada sebagai alat bukti
yang member dugaan keras, bahwa pemohon telah melakukan
tindak pidana perkosaan dan pembunuhan Rbp ;
3. Penangkapan dan penahanan atas diri pemohon adalah tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang ;

Bukti permulaan yang cukup adalah bukti permulaan yang dilakukan oleh
“seseorang”. Seseorang dapat disebut sebagai tersangka Pasal 1 butir 14
KUHAP adalah karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Pasal 17
menunjukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenang tetapi harus dilakukan terhadap seseorang yang
diduga kuat betul-betul melakukan tindak pidana. Ketentuan dalam Pasal
184 KUHAP yang menunjuk alat bukti yang sah adalah berlaku di
pemeriksaan pengadilan dengan adanya poin “keterangan terdakwa”.

Sistem KUHAP penangkapan dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

- Penangkapan dengan surat perintah penangkapan

Penangkapan dengan surat perintah diatur dalam Pasal 18 ayat 1


KUHAP dilakukan terhadap tersangka yang tidak tertangtap tangan.
Dilakukan dengan petugas Polri dengan memperlihatkan surat tugas
dan memperlihatkan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh
pejabat penyidik yang berwenang melakukan penyidikan didaerah
hukumnya.

- Penangkapan tanpa surat perintah

Penangkapan tanpa surat perintah penangkapan dapat dilakukan dalam


suatu tindak pidana tertangkap tangan. Dalam hal demikian
penangkapan harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang
bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu atau kepada
penyelidik terdekat (Pasal 18 ayat2 ) jo Pasal III ayat 1 KUHAP.

14
Penangkapan dilakukan dengan syarat-syarat antara lain :

1. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;


2. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan
penangkapan itu dilakukan;
3. Harus patut, masuk akal, dan termasuk lingkungan jabatannya;
4. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa;
5. Menghormati hak asasi manusia.

Prosedur Penahanan

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat


tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya, dalam serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.

Yang berwenang melakukan penahanan :


1. Penyidik
2. Penuntut Umum
3. Hakim

Pasal 20 ayat 1 KUHAP:


1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu atas
perintah penyidik berwenang melakukan penahanan.
2. Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan.
3. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan
penetapannya berwenang melakukan penahanan.

Alasan atau dasar hukum penahanan Pasal 21 :

Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang


tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti yang cukup dalam hal adanya keadaan yang
menimbulkan kekhawatir bahwa:

- tersangka atau terdakwa akan melarikan diri,


- merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau
- mengulangi tindak pidana.

Penahanan dapat dilakukan terhadap Pasal 21 (4) huruf a, b :

15
Penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang
melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan
dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih ;
b. tindak pidana dimaksud adalah Pasal 282 (3)/penyebaran kesusilaan,
296/menyebarkan perbuatan cabul, 335/perbuatan tidak
menyenangkan, 351 (1)/penganiayaan, 353 (1) Penganiayaan, 372
(penggelapan), 378 (penipuan), 379a/penipuan ringan, 454/desersi,
455/desersi biasa, 459/penyerangan nahkoda dalam kapal laut,
480/penadah, 506/tentang mucikari KUHP

Lamanya penahanan yang dilukakan oleh Penyidik, Penuntut Umum dan


Hakim:

Penyidik Pasal 24 :

1. Penahanan yang dapat dilakukan oleh penyidik pertama paling lama 20


Hari.
2. Apabila diperlukan pemeriksaannya belum selesai dapat diperpanjangkan
oleh Penuntut Umum paling lama 40 hari.
3. Setelah 60 hari ternyata penyidik tidak bisa menyelesaikan
penyidikannya, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari
tahanan demi hukum.

Penuntut Umum Pasal 25:


1. Penahanan yang dapat dilakukan oleh penuntut umum pertama paling
lama 20 Hari.
2. Apabila diperlukan pemeriksaannya belum selesai dapat diperpanjangkan
oleh ketua pengadilan negeri paling lama 30 hari.
3. Setelah 50 hari ternyata Penyidik tidak bisa menyelesaikan
penyidikannya, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari
tahanan demi hukum.

Hakim Pasal 26:


1. Guna kepentingan pemeriksaan Hakim Pengadilan Negeri berwenang
mengeluarkan surat perintah penahanan pertama paling lama 30 Hari.
2. Apabila diperlukan pemeriksaannya belum selesai dapat diperpanjangkan
oleh ketua pengadilan negeri sendiri paling lama 60 hari.
3. Setelah 90 hari ternyata Penyidik tidak bisa menyelesaikan
penyidikannya, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari
tahanan demi hukum.

Jenis Penahanan dapat berupa:

1. Penahanan rumah tahanan Negara, penahanan dilakukan oleh


penydidik /PU/hakim dalam tahanan negara

16
2. Penahanan rumah/penahanan dilaksanakan di dalam kediaman/rumah
tersangka/terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya
untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan
penyidik, penuntutan atau pemeriksaan sidang dipengadilan.
3. Penahanan kota/penahanan kota dilaksanakan dikota tempat tinggal atau
tempat kediaman tersangka atau terdakwa melaporkan diri pada waktu
yang ditentu .

 Untuk penahanan rutan, bila terdakwa dianggap terbukti maka


dikurangi seluruhnya.
 Untuk penahanan rumah, bila terdakwa dianggap terbukti maka
dikurangi 1/3 dari jumlah lamanya waktu penahanan.
 Untuk penahanan kota, bila terdakwa dianggap terbukti maka
dikurangi 1/5 dari jumlah lamanya waktu penahanan.

Penangguhan Penahanan Pasal 31

Penahanan diri tersangka/terdakwa dapat ditangguhkan pelaksanaannya


oleh penyidik, penuntut umum, atau Hakim sesuai dengan kewenangan
masing-masing.

Syarat penangguhan penahanan ada 2 yaitu :

1. Jaminan uang, dalam hal tersangka/terdakwa dikabulkan permohonan


penangguhannya dengan jaminan uang, maka besarnya jaminanan
uang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang yaitu Penyidik, Penuntut
Umum dan hakim sesuai dengan tingkatan pemeriksaan Pasal 35 (1)
PP.RI No.27 tahun 1983.
Uang jaminan disimpan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, apabila
tersangka/terdakwa melarikan diri setelah lewat waktu 3 bulan tidak
ditemukan maka uang menjadi jaminan itu menjadi milik Negara dan
disetor kekas Negara.
Setelah lewat waktu 3 bulan tersangka/terdakwa tertangkap kembali
maka uang jaminan tidak bisa diminta kembali.
Akan tetapi apabila tersangka/terdakwa tidak melarikan diri maka
apabila perkaranya telah selesai maka uang jaminan itu dikembalikan
kepadanya.

2. Jaminan orang, dalam hal tersangka/terdakwa dikabulkan permohonan


penangguhannya dengan jaminan orang, maka yang menjadi penjamin
dalam hal ini sebaiknya adalah keluarga dekat dari tersangka/terdakwa
sendiri yaitu orangtua, anak, isteri atau suami dll.

Dalam hal jaminan orang maka apabila tersangka/terdakwa melarikan


diri, maka setelah lewat waktu 3 bulan tidak dapat ditangkap kembali,
penjamin wajib membayar sejumlah uang yang jumlahnya ditentukan
oleh pejabat yang berwenang.

17
Catatan: penjamin harus menghindari pasal 221 KUHP ttg
menyembunyikan tersangka/terdakwa.
Penggeledahan

Pengeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang


untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan dirumah tempat kediaman
seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakai
seseorang.

Untuk kepentingan penyidik dapat melakukan penggeledahan Pasal 32


KUHAP:

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan


rumah atau pengeledahan pakaian atau pengeledahan badan menurut tata
cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Pengeledahan di bagi 2 (dua) yaitu :

1. Pengeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah


tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan
pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 17).

2. Pengeledahan badan/pakaian adalah tindakan penyidik untuk


mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk
mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya
serta, untuk disita (Pasal 1 butir 18).

Tatacara melaksanakan penggeledahan Pasal 33 (1) KUHAP:

a. Dengan izin Ketua Pengadilan Negeri


b. Dengan perintah tertulis dari Penyidik
c. Disertai 2 orang saksi, apabila tersangka/penghuninya menyetujui
d. Disaksikan oleh Kepala Desa atau Ketua Lingkungan dengan 2 orang saksi
dalam hal tersangka/penghuni menolak atau tidak hadir
e. Membuat berita acara yang tembusannya disampaikan kepada pemilik/
penghuni rumah, dalam waktu dua hari setelah pengeledahan dilakukan.

Dalam keadaan mendesak maka penyidik dapat melaksanakan


pengeledahan tanpa izin dari ketua pengadilan negeri dilakukan
ditempat Pasal 34 :

a. pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam dan yang


ada diatasnya;
b. pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal berdiam atau ada;
c. ditempat tindak pidana dilakukan atau terdapat berkasnya;
d. ditempat penginapan dan tempat umum lainnya.

18
Penyidik tidak diperkenankan melakukan penggeledahan memasuki
ruangan Pasal 35:

a. ruang dimana sedang berlangsungnya sidang MPR, DPR, DPRD.


b. tempat dimana sedang berlangsungnya ibadah dan atau upacara
keagamaan
c. ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh Penyidik adalah :

- Penyidik atau penyidik pembantu yang melakukan penggeledahan


harus terlebih dahulu menunjukan tanda pengenal kepada tersangka
atau keluarganya (Pasal 125 KUHAP)
- Membuat berita acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan
rumah, turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah
yang bersangkutan. Berita acara dibacakan kepada yang bersangkutan
diberi tanggal dan ditanda-tangani oleh penyidik, tersangka atau
keluarganya, kepala desa/kepala lingkungan dengan sedikitnya dua
orang saksi (Pasal 33 ayat 5 dan Pasal 126 ayat 1 KUHAP)
- Untuk keamanan dan ketertiban dapat mengadakan penjagaan atau
penutupan tempat bersangkutan, penyidik berhak memerintahkan
orang yang tidak meninggalkan tempat tersebut (Pasal 127)
- Apabila daerah hukumnya yang akan digeledah tersebut berada diluar
rumah daerah hukumnya maka penggeledehan tersebut harus
diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan pelaksanaannya oleh
penyidik setempat.

Prosedur Penyitaan

Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan


atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak
bergerak berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian
dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan (Pasal 1 butir 6 KUHAP).

Tatacara melaksanakan penyitaan Pasal 38 KUHAP:

a. Penyitaan dapat dilakukan dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri


setempat
b. Dalam hal yang sangat perlu dan mendesak, penyidik dapat melakukan
penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera
melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh
persetujuan.

Adapun benda yang dapat disita Pasal 39 :

Ayat 1:

19
- Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau
sebagian diduga di perolehannya dari tindak pidana atau sebagai hasil
dari tindak pidana
- Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan
tindak pidana atau untuk mempersiapkannya
- Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak
pidana
- Benda yang khusus dibuat atau dipergunakan melakukan tindak pidana
- Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana
yang dilakukan.

Ayat 2 :
Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit
dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili
perkara pidana sepanjang memenuhi ketentuan ayat 1 ;

Dalam hal tertangkap tangan Penyidik dapat menyita benda-benda Pasal


40-41:

1. Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda atau alat
yang ternyata atau patut diduga telah digunakan untuk melakukan tindak
pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.

2. Dalam hal tertangkap tangan penyidik menyita paket atau surat atau
benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor
pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau
pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukan
bagi tersangka atau yang berasal daripadanya dan untuk itu kepada
tersangka dan atau kepada pejabat kantor pos dan telekomunikasi,
jawatan atau perusahaan yang bersangkutan, harus diberi surat tanda
penerimaan.

Penyitaan benda yang cepat rusak Pasal 45 :

1. Penyitaan benda yang lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga


tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap
perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika
biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi tinggi, sejauh mungkin
dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan
sebagai berikut :
a. apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum,
benda tersebut dapat dijual lelang atau diamankan oleh penyidik atau
penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya.
b. apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut
dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atau izin
hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa
atau kuasanya.

20
2. Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai
sebagai barang bukti
3. Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian dari
benda tersebut
4. Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan,
dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan Negara atau untuk
dimusnahkan.

Penyimpanan benda sitaan Pasal 44:

1. Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaa Negara


2. Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan
tanggunjawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai
dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda
tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.

Bilamana benda yang disita setelah selesai persidangan dapat


dikembalikan kepada Pasal 46 :

1. Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau


mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada
mereka yang paling berhak apabila :
a. kepentingan penyidik dan penuntutan tidak memerlukan lagi.
b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau
ternyata tidak merupakan tindak pidana.
c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau
perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu
diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk
melakukan suatu tindak pidana.

2. Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan


dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam
putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu
dirampas untuk Negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan
sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih
diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara yang lain.

21

Anda mungkin juga menyukai