Materi UTS HAPidana UMM
Materi UTS HAPidana UMM
Dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
tidak disebutkan secara tegas tentang pengertian atau definisi dari hukum acara
pidana. Di dalam KUHAP hanya menjelaskan serangkaian tindakannya saja, seperti
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan tindakan-tindakan lainnya yang
termasuk dalam ruang lingkup hukum acara pidana.
Hukum acara pidana merupakan salah satu bentuk pembagian dari hukum pidana.
1. Menurut Van Bemmelen dan Van Hattum pembagian hukum pidana meliputi
hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.
2. Menurut Simons, Hukum Acara Pidana disebut juga hukum pidana formal, yang
mengatur bagaimana negara melalui perantara alat-alat kekuasaannya
melaksanakan haknya untuk memidanakan dan menjatuhkan pidana, jadi berisi
acara pidana.
3. Menurut Van Bammelen bahwa ilmu hukum acara pidana mempelajari
peraturan-peraturan yang diciptakan oleh Negara karena adanya dugaan terjadi
pelanggaran undang-undang pidana.
1) Negara melalui alat-alatnya menyidik keberatan;
2) Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu;
3) Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap sipelaku dan
kalau perlu menahannya;
4) Mengumpulkan bahan-bahan bukti yang telah diperoleh pada penyidikan
kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa terdakwa
kedepan hakim tersebut;
5) Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang
dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau
tindakan tata tertib;
6) Upaya Hukum untuk melawan keputusan tersebut;
7) Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib
itu.
1
rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah
yang berkuasa yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan bertindak guna
mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut diatas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa
pengertian hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang tata cara
bagaimana melaksanakan ketentuan yang ada pada hukum pidana atau hukum
materiil.
Tahapan-tahapan yang ada dalam hukum acara pidana secara garis besar meliputi
tahapan pendahuluan, tahapan penuntutan dan tahapan pemerikasaan dan
putusan.
Hukum acara pidana memiliki 2 (dua) fungsi yakni represif dan preventif.
a. Fungsi represif adalah tindakan yang dilakukan setelah atau sesudah peristiwa
terjadi, jadi pada fungsi ini hukum acara pidana digunakan sebagai sarana dalam
melaksanakan dan menegakkan hukum pidana kepada seseorang yang telah
melakukan perbuatan pidana.
b. Fungsi preventif adalah fungsi yang dilakukan untuk mencegah terjadinya sebuah
tindak pidana, sehingga diharapkan mengurangi tindak kejahatan. Fungsi ini
dapat dilihat ketika peradilan pidana dapat berjalan dengan baik dan
memberikan kepastian hukum.
2
Hakikat tujuan hukum acara pidana (HAP) adalah guna memperoleh hakikat
kebenaran atau kebenaran sejati (materile reality, substantive truth,
materiellenwahreheit atau kebenaran substantif). Sedangkan untuk mencari
kebenaran itu dilakukan dimuka persidangan pengadilan yang dipimpin oleh
seorang hakim (dalam sidang hakim tunggal) atau oleh hakim ketua (dalam sidang
majelis hakim).
Menurut Van Bammelen, tujuan hukum acara pidana sejalan dengan fungsi hukum
yaitu untuk mencari dan menemukan kebenaran, pemberian keputusan oleh
hakim, dan pelaksanaan putusan.
Dalam pelaksanaan KUHAP, telah dirumuskan mengenai tujuan hukum acara
pidana yakni:
“Untuk mencari dan mendapatkan setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil
ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan
untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari
pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah
dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu perlu disalahkan”.
Berdasarkan pengertian dan fungsi hukum acara pidana, dapat disimpulkan bahwa
hukum acara pidana setidaknya memiliki tiga tujuan mendasar, yaitu:
a. Pertama, untuk mencari dan mendapatkan kebenaran akan suatu tindak pidana
b. Kedua, untuk melakukan penuntutan kepada tersangka
c. Ketiga, untuk melakukan pemeriksaan dan penjatuhan putusan kepada terdakwa
di persidangan.
3
perundang-undangan Internasional maupun nasional berkaitan dengan Hak
Asasi Manusia. Dokumen Internasional terdapat dalam Pasal 11 ayat (1)
Universal Declaration of Human Rights.
Menurut Eddy O.S Hiariej tujuan asas ini adalah agar memberikan jaminan
kepada hak-hak asasi manusia yang mendapat perlindungan didalam negara
yang berdasarkan Pancasila. Hal ini memberikan suatu jaminan hukum bagi
siapa saja yang melakukan pelanggaran atau perbuatan tindak pidana yang
memungkinkan sanksi hukum bagi yang melakukannya baik itu dilakukan oleh
pejabat negara atau masyarakat biasa, apabila melakukan perbuatan hukum,
maka digunakan sesuai hukum yang berlaku.
3. Asas Oportunitas
Dalam hak penuntutan dikenal dua asas yaitu asas legalitas dan oportunitas.
Menurut asas yang tersebut pertama/legalitas penuntut umum wajib menuntut
suatu delik Pasal 137 KUHAP: PU berwenang melakukan penuntutan terhadap
siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam suatu daerahnya.
4
KUHAP sendiri menganut kedua asas tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal
140 KUHAP. Asas oportunitas diatur juga dalam Pasal 8 UU No.5 tahun 1961,
Pasal 35 huruf C UU No.16 tahun 2004 ttg kekuasaan kejaksaan: Jaksa Agung
dapat menyampingkan suatu pekara berdasarkan kepentingan umum.
Arti cepat yaitu: segera (untuk menghindari penahanan terlalu lama pasal 24-28
KUHAP ttg penahanan, Pasal 50 KUHAP mengatur ttg hak tersangka dan
terdakwa dengan segera pemeriksaan, diajukan ke pengadilan oleh PU dan
segera diadili oleh pengadilan, Pasal 102 (1) segera melakukan penyelidikan
setelah menerima laporan atau pengaduan, Pasal 107 (3) KUHAP segera hasil
penyidikan kepada PU, Pasal 140 (1) KUHAP secepatnya membuat surat
dakwaan.
5
Menurut M.Yahya Harahap prinsip akusator menempatkan kedudukan
tersangka/terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan :
- Sebagai subjek bukan sebagai objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau
terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia
yang mempunyai harkat dan martabat harga diri;
- Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan”
tindakan pidana yang dilakukan tersangka/terdakwa.
Asas inkuisatoir yang dianut dalam HIR berbeda dengan asas akusator yang
dianut dalam KUHAP yang ditandai adanya perubahan istilah salah satu alat
bukti. Dalam HIR disebut dengan “pengakuan terdakwa”, sedangkan di dalam
KUHAP disebut dengan “keterangan terdakwa”. Istilah “pengakuan terdakwa”
dalam HIR memiliki kecenderungan terdakwa harus mengakui bahwa dia
bersalah, sedangkan istilah “keterangan terdakwa” lebih kepada adanya hak
terdakwa untuk membela diri sebagai bentuk perlindungan hak-hak terdakwa.
1. Tertangkap tangan
6
d. Atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang
yang melakukannya.
e. Atau sesaat kemudian pada saat ditemukan benda yang diduga keras
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana, yang menunjukkan
bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu.
Artinya tidak berapa lama atau jarak antara terjadinya tindak pidana
dengan ditemukan bukti-bukti, bahwa dia adalah
pelaku/pembantu/turut serta melakukan tindak pidana itu.
Dalam hal ini yang ditemukan padanya adalah alat yang dipergunakan
untuk melkukan tindak pidana. Contohnya parang/pisau yang dipakai
membunuh dan kunci palsu dipakai membuka pintu.
2. Laporan/pemberitahuan
A. Pengertian :
B. Bentuk Laporan :
1. Laporan Lisan
Yaitu laporan yang disampaikan secara lisan dan harus dicetat oleh
penyidik, setelah laporan itu selesai dicatat, penyidik lalu
membacakannya atau menyuruh baca oleh si pelapor dan setelah
disetujui oleh pelapor lalu ditandatangani oleh pelapor dan
7
penyidik. Untuk itu penyidik wajib memberikan surat tanda terima
laporan (Pasal 108 KUHAP).
Dalam praktek sering penyidik tidak memberikan sehingga
merugikan pelapor akan menjadi sulit melakukan pengontrolan
terhadap laporan tsebut.
2. Laporan Tertulis
Yaitu laporan yang disampaikan secara tertulis kepada penyidik dan
untuk itu penyidik mengagendakannya dan selanjutnya kepada
pelapor diberikan oleh penyidik surat tanda penerimaan laporan.
C. Pengaduan
1. Pengertian
8
2. Bentuk Pengaduan :
a. Pengaduan Lisan
yaitu pengaduan yang disampaikan secara lisan dan dicatat oleh
penyidik dan setelah selesai dibacakan atau disuruh baca
kembali oleh pengadu, dan setelah disetujui olehnya lalu
ditandatangani. (Pasal 108 ayat 6 KUHAP).
b. Pengaduan Tertulis
yaitu pengaduan yang disampaikan secara tertulis oleh pengadu
kepada Penyidik. Pengaduan ini kemudian diagendakan oleh
penyidik dan wajib memberikan surat tanda bukti penerimaan
pengaduan itu kepada pengadu.
3. Pengadu
Yang berhak membuat pengaduan menurut Pasal 108 KUHAP
yaitu :
1. Setiap orang yang mengetahui peristiwa yang diduga merupakan
tindak pidana;
2. Setiap orang yang melihat suatu peristiwa yang diduga merupakan
suatu tindak pidana;
3. Setiap orang yang meyaksikan suatu peristiwa yang diduga sebagai
suatu tindak pidana;
4. Setiap orang yang menjadi korban dari peristiwa tindak pidana;
5. Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk
melakukan tidak pidana terhadap:
a. Ketentraman/keamanan umum
b. Jiwa atau hak milik
6. Setiap pegawai negeri, dalam rangka melaksanakan tugasnya yang
mengetahui tentang terjadinya peristiwa pidana.
adalah tindak pidana yang tidak dapat dituntut, apabila tidak ada
pengaduan dari pihak korban. Pengaduan ini dapat ditarik sewaktu-
waktu selama pemeriksaan dimuka pengadilan belum mulai. Pasal
72, 73, 75 KUHP.
9
- Ancaman mencemarkan dengan surat atau akan membuka rahasia
seorang Pasal 369 KUHP.
I. KEPOLISIAN/PENYIDIK
Tahapan Penyelidikan
10
1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
Pelaksanaan penyelidikan secara khusus dan terinci diatur dalam Pasal 102
sampai dengan Pasal 105 KUHAP (UU No.8 Tahun 1981) sedangkan UU No.
2 Tahun 2002 mengatur secara umum pada Bab III tentang tugas dan
wewenang Polri pada Pasal 13 sampai dengan Pasal 19 pengaturan
pelaksanaan dimaksud akan dijelaskan dibawah ini.
Bahwa setiap kejadian atau peristiwa yang diketahui oleh polisi atau yang
dilaporkan kepadanya tidak selamanya atau belum pasti suatu tindak
pidana. Maka dalam hal demikian diperlukan proses penyelidikan untuk
menentukan apakah terhadap tindakan itu dapat dilanjutkan ke penyidikan.
Tahapan Penyidikan
Penyidik adalah :
11
Pelaksanaan penyidikan diatur secara khusus didalam Pasal 106:
Pasal 19 :
12
Lamanya panggilan Pasal 227 KUHAP berbunyi: semua jenis pemberitahuan
atau panggilan dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi
atau ahli disampaikan selambat-lambatnya 3 hari sebelum tanggal hadir
yang ditentukan, ditempat tinggal mereka atau ditempat kediaman mereka
terakhir.
Prosedur Penangkapan
Bukti permulaan :
a. Laporan Polisi
b. Berita Acara Pemeriksaan di TKP
c. Laporan Hasil Penyelidikan
d. Barang Bukti.
Bukti permulaan yang cukup dalam rumusan Pasal 17 KUHAP itu harus
diartikan sebagai bukti-bukti minimal berupa alat-alat bukti seperti
dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP yang dapat menjamin bahwa
Penyidik tidak akan menjadi terpaksa untuk menghentikan
penyidikannya terhadap seseorang yang disangka melakukan tindak
pidana setelah terhadap seseorang tersebut dilakukan penangkapan.
13
Melalui penetapannya No.4/Pred.Sdk/1982 tgl 4-12-1982 menentkan
sebagai berikut:
Bukti permulaan yang cukup adalah bukti permulaan yang dilakukan oleh
“seseorang”. Seseorang dapat disebut sebagai tersangka Pasal 1 butir 14
KUHAP adalah karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Pasal 17
menunjukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenang tetapi harus dilakukan terhadap seseorang yang
diduga kuat betul-betul melakukan tindak pidana. Ketentuan dalam Pasal
184 KUHAP yang menunjuk alat bukti yang sah adalah berlaku di
pemeriksaan pengadilan dengan adanya poin “keterangan terdakwa”.
14
Penangkapan dilakukan dengan syarat-syarat antara lain :
Prosedur Penahanan
15
Penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang
melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan
dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih ;
b. tindak pidana dimaksud adalah Pasal 282 (3)/penyebaran kesusilaan,
296/menyebarkan perbuatan cabul, 335/perbuatan tidak
menyenangkan, 351 (1)/penganiayaan, 353 (1) Penganiayaan, 372
(penggelapan), 378 (penipuan), 379a/penipuan ringan, 454/desersi,
455/desersi biasa, 459/penyerangan nahkoda dalam kapal laut,
480/penadah, 506/tentang mucikari KUHP
Penyidik Pasal 24 :
16
2. Penahanan rumah/penahanan dilaksanakan di dalam kediaman/rumah
tersangka/terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya
untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan
penyidik, penuntutan atau pemeriksaan sidang dipengadilan.
3. Penahanan kota/penahanan kota dilaksanakan dikota tempat tinggal atau
tempat kediaman tersangka atau terdakwa melaporkan diri pada waktu
yang ditentu .
17
Catatan: penjamin harus menghindari pasal 221 KUHP ttg
menyembunyikan tersangka/terdakwa.
Penggeledahan
18
Penyidik tidak diperkenankan melakukan penggeledahan memasuki
ruangan Pasal 35:
Prosedur Penyitaan
Ayat 1:
19
- Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau
sebagian diduga di perolehannya dari tindak pidana atau sebagai hasil
dari tindak pidana
- Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan
tindak pidana atau untuk mempersiapkannya
- Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak
pidana
- Benda yang khusus dibuat atau dipergunakan melakukan tindak pidana
- Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana
yang dilakukan.
Ayat 2 :
Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit
dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili
perkara pidana sepanjang memenuhi ketentuan ayat 1 ;
1. Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda atau alat
yang ternyata atau patut diduga telah digunakan untuk melakukan tindak
pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.
2. Dalam hal tertangkap tangan penyidik menyita paket atau surat atau
benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor
pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau
pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukan
bagi tersangka atau yang berasal daripadanya dan untuk itu kepada
tersangka dan atau kepada pejabat kantor pos dan telekomunikasi,
jawatan atau perusahaan yang bersangkutan, harus diberi surat tanda
penerimaan.
20
2. Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai
sebagai barang bukti
3. Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian dari
benda tersebut
4. Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan,
dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan Negara atau untuk
dimusnahkan.
21