Anda di halaman 1dari 3

Persepsi Kemudahan Terhadap Minat Belanja Online

Kebiasaan berbelanja ke pusat perbelanjaan secara langsung mulai beralih menjadi belanja online
karena dipengaruhi oleh perubahan teknis. Penggunaan internet saat ini mengubah persepsi
masyarakat dalam membeli sebuah barang. melalui internet, masyarakat tidak susah untuk
menilik barang secara langsung. Dari hasil penelitian yang diperoleh kebanyakan perempuan
yang sering berbelanja secara online, baik untuk dirinya sendiri, anak maupun orangtuanya.
Karena perempuan mempunyai tanggung jawab untuk mengurus anggota keluarganya. Belanja
online dapat memberikan manfaat tetapi juga dapat menimbulkan risiko seperti tidak sesuainya
kualitas barang akibat tidak melihatnya secara langsung. Akibatnya konsumen mempunyai
persepsi negatif terhadap performa barang/jasa karena hanya bisa mempercayai gambar yang
tersedia di layer perangkat mereka.

Selain risiko terhadap barang, persepsi risiko yang terjadi yaitu risiko keuangan. Tetapi risiko ini
tidak begitu mengkhawatirkan para konsumen karena berkembangnya teknologi yang
menciptakan sistem pembayaran yang lebih aman. Aplikasi tiktok menjadi salah satu media
tempat berbelanja online yang aman karena uang konsumen akan tetap aman sampai barang
datang di tangan konsumen. Dengan menggunakan aplikasi tiktok kita dapat melihat konten-
konten influencer ataupun toko online mana yang ingin dikunjungi. Namun ada sebagian orang
yang masih kesulitan dalam berbelanja menggunakan aplikasi tiktokshop karena kurang mengerti
bagaimana cara menggunakan platform tersebut. Semakin tinggi persepsi yang berdampak pada
konsumen maka semakin tinggi pula pemanfaatan teknologi informasi. Artinya, jika perusahaan
ingin unggul di bidang pemasaran, maka perusahaan harus memberikan kemudahan untuk para
calon pembeli.

Kemudahan tersebut bisa mencakup kemudahan dalam pemesanan sampai proses pembayaran.
Apabila aplikasi tersebut memiliki cara operasional yang susah dipahami maka konsumen akan
kehilangan minat untuk memakainya. Jadi, dapat disimpulkan persepsi kemudahan terhadap
minat belanja online yaitu semakin mudahnya konsumen dalam menggunakanteknologi informasi
maka minat untuk memakai teknologi juga semakin tinggi. Transaksi yang mudah juga
mempengaruhi niat beli konsumen itu sendiri. Terkadang niat untuk membeli itu karena adanya
kemudahan dalam menemukan informasi yang diinginkan.

Persepsi Risiko Terhadap Minat Berbelanja Online

Saat berbelanja online, individu pribadi lebih cenderung memperhatikan potensi resiko dari
transaksi yang dilakukan. Informasi penjual dan produk sangat penting saat melakukan jual beli
melalui media online untuk meminimalisir berbagai resiko yang dihadapi pembeli. Asumsi
tingkat persepsi risiko yang tinggi dari responden menyebabkan rendahnya daya minat beli dan
sebaliknya. Persepsi risikoiyang minim mengakibatkan orang tak cemas saat melaksanakan
kesepakatan jual beli online lewat sosial media menyebabkan di masa mendatang dapat
bertransaksi di media sosial.

Assael (1998) menunjukkan sesungguhnya persepsi risiko merupakan bagian penting dari
pemrosesan informasi klien. Klien didorong untuk mencari informasi imbuhan saat menghadapi
pembelian produk yang berisiko. Dari sini dapat menyimpulkan bahwa jika risikonya tinggi,
calon klien menjauhi pembelian atau meminimalkan risiko dengan mencari keterangan dan
mengevaluasi sebelum membeli.

Kegiatan inii sejalan dengan ulasan Yusnidar et al (2014) menjelaskan bahwa alasan utama
masyarakat enggan membeli secara online adalah kurangnya pertemuan tatap muka pembeli
dengan penjual. Toko online mendatangkan perceived risk yang berbeda, seperti khawatir
kehilangan uang, khawatir dengan lamanya ekspedisi, memikirkan keamanan serta privasi. Riset
yang didukung oleh pemikiran Pusat Grafik, Visualisasi dan Kegunaan (2000). ) dari Juniwat
menegaskan bahwa "Konsumen tidak ingin membeli secara online karena mereka merasakan
tingkat risiko yang tinggi terkait dengan kualitas produk, metode pembayaran baru dan opsi
pengiriman, serta konten informasi." 

Menurut peneliti, ketika persepsi risiko tinggi, klien dapat menjauhi pembelian, pelaksanaan,
serta risiko yang minim dengan mencari lagi marketplace yang tidak berisiko besar. Situasi yang
mengarah pada ketetapan rumit. Klien menilai brand dengan rinci. Keterangan tentang produk
diperlukan serta klien mengetes untuk menilai brand yang berbeda. Berdasarkan perolehan
laporan seorang narasumber, beliau mengungkapkan : “aku tidak yakin melakukan onlineshop
lewat medsos, saat aku menilik halaman muka Instagram atau Facebook, tidak banyak komentar,
beberapa produk yang dipublikasikan dan tidak memuat informasi lengkap tentang gambar
produk yang dipublikasikan di medsos.” 

Oleh sebab itu, penulis dapat menyimpulkan bahwa ketika responden enggan melaksanakan
onlineshop lewat sosmed karena dari informasi sosmed kurang lengkap, seperti tidak memuat
data pribadi dan tidak memuat data pribadi yang disimpan oleh sosial media untuk berinteraksi
dengan prospek. Akibatnya, keterangan itu tak mampu dibenarkan kebenarannya. Keterangan
yang tak mampu dibuktikan kebenarannya, mengakibatkan narasumber menjadi tidak tertarik
dengan melakukan online shopping di sosial media. Penelitian ini mendukung temuan Ariwibowo
& Nugroho (2013) bahwa perceived risk berpengaruh negatif terhadap niat bertransaksi melalui
e-commerce.

Pengaruh Kepercayaan Terhadap Minat Belanja Online

Variabel kepercayaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi risiko saat berbelanja
online lewat sosmed, diperkirakan jika persepsi keseriusan sampel besar, sebab itu terdapat gejala
perceived risk itu kecil. Dan melainkan jika persepsi keseriusan sampel kecil maka gejala
perceived risk besar. Berdasarkan perolehan laporan seorang narasumber, beliau
mengungkapkan: “Kalau saya percaya dengan onlineshop, sayajadikan sebagai tempat
kesepakatan jual beli online karena persepsi resikonya kecil. Dengan kecilnyanya resiko , saya
merasakan telah mengetahui bahwasanya teman saya pernah memesan dari onlineshop juga
sebelumnya, mereka pun menyukainya. Tak lain, pengalaman positif pemesan di komentar
sosmed bisa meyakinkan pemesan tentang onlineshop karena saya menganggap risikonya
rendah." 

Studi ini mendukung temuan Ling et al. (2010) menemukan bahwa kepercayaan secara negatif
mempengaruhi risiko yang dirasakan dan niat beli di media sosial. Variabel kepercayaan dengan
demikian memiliki dampak yang signifikan tentang persepsi risiko. Prasetyo dan Ihalauw
(2004:81) mengklaim bahwasanya setiap keputusan sering disertai dengan risiko. Apakah ada
risiko yang sangat factual tergantung yang melihatnya. Penjelasan yang sejalan dengan penjelasan
Kim et al (2007), bahwasanya keseriusan berdampak minus dengan perceived risk klien saat
berbelanja online. 

Oleh karena itu peneliti dapat menyimpulkan bahwa narasumber menilik pengalaman lampau
orang yang sudah melakukan transaksi pembelian dan penjualan secara online melalui media
sosial, apakah penilaian klien terbilang plus/minus. Seandainya penilaian klien plus, artinya
narasumber memiliki banyak keseriusan pada toko online, karena risiko yang dirasakan juga
rendah. Di sisi lain, jika banyak konsumen yang melakukan pembelian dari toko online melalui
media sosial berkomentar atau mengatakan kecewa dengan layanan/sampel yang tidak sebanding,
keseriusan narasumber bisa melemah karena risiko persepsi yang tinggi. 

Anda mungkin juga menyukai