Laprak Rajma
Laprak Rajma
SECARA KIMIA
1. Pendahuluan
Pengujian tahan luntur warna diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana
proses pencelupan dan pengecapan berhasil dengan baik, sehingga kain yang
diuji akan diketahui apakah mempunyai ketahanan luntur warna yang baik
terhadap pencucian, gosokan basah dan kering, keringat asam dan basa serta
sinar matahari yang baik atau tidak.
2. Teori Dasar
Cara pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga dan
pencucian komersial adalah metoda pengujian tahan luntur warna bahan tekstil
dalam larutan pencuci dengan menggunakan salah satu kondisi pencucian
komersial yang dipilih, untuk mendapatkan nilai perubahan warna dan penodaan
pada kain pelapis. Kondisi pencucian dapat dipilih sesuai dengan keperluan dari
16 kondisi yang disediakan.
Cara pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna terhadap
pencucian yang berulang-ulang. Berkurangnya warna dan pengaruh gosokan
yang dihasilkan oleh larutan dan gosokan 5 kali pencucian tangan atau
pencucian dengan mesin, hampir sama dengan satu kali pengujian ganda (M),
sedangkan satu kali pengujian tunggal (S) sama dengan hasil satu kali
pencucian.
a. Potong contoh dengan ukuran 4 cm X 10 cm, potong pula kain pelapis dengan
ukuran yang sama.
b. Letakan contoh uji diantara sepasang kain pelapis., kemudian jahit salah satu
kain terpendek.
5. Cara Pengujian
a. Siapkan larutan pencuci dengan melarutkan sabun 4 g/l ke dalam air suling.
Untuk kondisi larutan pencuci C, D dan E atur agar pH sesuai kondisi pada tabel
9.4, dengan penambahan kira-kira 1 g/l natrium karbonat. Pada waktu
pengaturan pH, larutan harus dingin (suhu kamar). Untuk kondisi A dan B tidak
perlu pengaturan pH.
b. Untuk pengujian yang menggunakan perborat, pada saat mau dipakai siapkan
larutan pencuci yang mengandung perborat dengan cara pemanasan pada suhu
tidak lebih dari 60˚C dengan waktu tidak lebih dari 30 menit.
c. Untuk pengujian D3S dan D3M, tambahkan larutan natrium hipoklorit atau
litium hipoklorit kedalam larutan pencuci sesuai dengan tabel 9.4.
d. Masukan larutan pencuci kedalam tabung tahan karat sesuai jumlah larutan
seperti tercantum pada tabel 9.4, kecuali untuk cara D2S dan E2S. Atur suhu
larutan sesuai persyaratan. Masukan contoh uji dan kelereng baja, kemudian
tutup tabung dan jalankan mesin pada suhu dan waktu sesuai kondisi pengujian
pada tabel 9.4.
e. Untuk pengujian D2S dan E2S, masukan contoh uji ke dalam tabung baja
tahan karat yang berisi larutan pencuci pada suhu kira-kira 60˚C, tutup tabung
dan naikan suhu larutan sampai suhu pengujian yang dipersyaratkan selama
waktu tidak lebih dari 10 menit. Perhitungan waktu pencucian tepat dimulai pada
saat tabung ditutup. Jalankan mesin selama waktu sesuai dengan kondisi
pengujian.
f. Keluarkan contoh uji kemudian bilas dua kali dengan 100 ml air suling selama 1
menit pada suhu 40˚C.
g. Bilas dengan 100 ml larutan 0,2 g/l asam asetat glasial selama 1 menit pada
suhu 30˚C kemudian bilas dengan 100 ml air suling selama 1 menit pada suhu
30˚C, kemudian peras.
h. Keringkan contoh uji dengan cara digantung pada suhu tidak lebih dari 60˚C.
Jaga agar kain pelapis tidak kontak dengan contoh uji kecuali pada bagian
jahitan.
i. Penilaian
Tentukan nilai perubahan warna contoh uji dengan Gray scale dan penodaan
warna pada kain pelapis dengan staining scale. Jika menggunakan kain pelapis
multiserat, untuk pengujian bahan wool dan sutera pada pada suhu 60˚C serta
pengujian seluruh bahan pada suhu 70˚C dan 95˚C, penodaan pada wool dan
asetat tidak dinilai.
7. Diskusi
Dalam melakukan praktikum pengujian luntur warna terhadap pencucian ini
praktikan mengalami kesulitan karena harus membandingkan secara visual
kekontrasan antara contoh uji asli dengan contoh uji yang telah diuji terhadap
perbedaan yang digambarkan oleh gray scale selain itu kesulitan yang praktikan
temui kebanyakan dalam hal melakukan penilaian dalam membandingkan secara
visual kekontrasan antara kain pelapis (polyester dan cotton) yang asli dengan
kain yang telah diuji terlihat sedikit sekali perubahan dengan standar perubahan
warna yang digambarkan oleh staining scale.
BAB 2
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP KERINGAT
1. Pendahuluan
Pengujian tahan luntur warna diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana
proses pencelupan dan pengecapan berhasil dengan baik, sehingga kain yang
diuji akan diketahui apakah mempunyai ketahanan luntur warna yang baik
terhadap keringat asam dan basa baik atau tidak.
2. Teori Dasar
Cara ini dimaksudkan utuk menentukan tahan luntur warna dari segala macam
dan bentuk bahan tekstil berwarna terhadap keringat. Contoh-contoh uji yang
terpisah dari bahan tekstil berwarna direndam dalam larutan keringat buatan
bersifat basa dan asam, kemudian diberikan tekanan mekanik tertentu dan
dikeringkan perlahan-lahan pada suhu yang naik sedikit demi sedikit.
7. Diskusi
8. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pengujian ketahanan luntur warna terhadap keringat asam
dan basa ini dapat dilihat bahwa berdasarkan data yang disajikan pada tabel di
atas, menunjukkan bahwa warna pada kain tersebut cukup banyak menodai kain
putih dan perubahan warna kain pun cukup banyak dalam larutan keringat yang
bersifat asam maupun basa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kain
contoh uji tersebut kurang cukup tahan terhadap keringat yang bersifat asam
maupun basa.
BAB 3
1. Pendahuluan
Pengujian tahan luntur warna diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana
proses pencelupan dan pengecapan berhasil dengan baik, sehingga kain yang
diuji akan diketahui apakah mempunyai ketahanan luntur warna yang baik
terhadap gosokan atau tidak.
2. Teori Dasar
Cara ini dimaksudkan untuk menguji penodaan dari bahan berwarna pada kain
lain, yang disebabkan karena gosokan dan dipakai untuk bahan tekstil berwarna
dari segala macam serat, baik dalam bentuk benang maupun kain.
Pengujian dilakukan dua kali, yaitu gosokan dengan kain kering dan gosokan
dengan kain basah. Contoh uji ukuran 5 x 15 cm dipasang pada crockmeter,
kemudian padanya digosokkan kain putih kering dengan kondisi tertentu.
Penggosokan ini diulangi dengan kain putih basah. Penodaan pada kain putih
dinilai dengan mempergunakan staining scale.
Kain putih yang dipakai adalah kain kapas dengan konstruksi 100 x 96/inch² dan
berat 135,3 g/m² yang telah diputihkan, tidak dikanji dan tidak disempurnakan,
dipotong dengan ukuran 5 cm x 5 cm. Bila bahan yang diuji berupa benang,
maka hendaknya dirajut lebih dahulu lalu dipotong dengan ukuran 5 cm x 15
cm,atau boleh juga dibelitkan sejajar pada suatu karton menurut arah
panjangnya dan berukuran 5 cm x 15 cm.
5. Cara Pengujian
a. Gosokan Kering
- Letakan contoh uji rata di atas alat penguji dengan sisi yang panjang, searah
dengan arah gosokan.
- Bungkus jari crockmeter dengan kain putih kering dengan anyamannya miring
terhadap arah gosokan.
- Kemudian gosokkan 10 kali maju mundur ( 20 kali gosokan ) dengan memutar alat
pemutar 10 kali dengan kecepatan satu putaran per detik. Kain putih diambil dan
dievaluasi.
b. Gosokan Basah.
- Kain putih dibasahi dengan air suling, kemudian diperas diantara kertas saring,
sehingga kadar air dalam kain menjadi 65 ± 5 % terhadap berat kain contoh uji.
- Kemudian dikerjakan seperti pada cara gosokan kering secepat mungkin untuk
menghindarkan penguapan. Kain putih dikeringkan diudara sebelum dievaluasi.
Jenis
Contoh Uji Nilai pada Staining Scale
Pengujian
1 4/5
Kering
2 5
1 3/4
Basah
2 4/5
7. Diskusi
Pengujian pada praktikum ini terdapat dua cara yaitu gosokan kering dan gosokan
basah. Pada pengujian gosokan kering menggunakan kain kapas dalam kondisi kering,
sedangkan pengujian gosokan basah menggunakan kain kapas dalam kondisi basah.
Masing masing pengujian ini dilakukan sebanyak 10 kali gosokan. Evaluasi ini dilakukan
dengan staining scale saja.
Dalam pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan praktikan menggunakan alat
penggosok yang manual (crockmeter) yang digerakan menggunakan tangan kesulitan
yang dialami adalah terkadang gosokannya melenceng dari contoh uji sehingga contoh
uji harus dipegang menggunakan tangan. Selain itu kesulitan yang dialami praktikan
ialah pada saat membandingkan perbedaan warna dari kain putih yang dinodai dengan
kain yang tidak dinodai terhadap perbedaan yang digambarkan oleh staining scale.
Dalam pengujian ini hasil uji gosokan basah lebih jelas terlihat perbedaan warnanya
dibandingkan dengan gosokan kering dengan dilihat secara visual. Hal ini mungkin
disebabkan ikatan molekul warna yang mudah lepas. Tapi masih belum diketahui
apakah corak warna pada kain itu salah satu factor yang membedakan ketahanan warna
terhadap gosokan atau tidak.
8. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pengujian ketahan luntur warna terhadap gosokan, didapat hasil
bahwa berdasarkan nilai perbandingan dengan staining scale diperoleh bahwa untuk
uji gosok pada keadaan kering memberikan nilai yang lebih besar. Hal ini berarti
bahwa ketahanan luntur contoh uji akan berkurang pada kondisi basah dibandingkan
dengan kondisi kering. Hal itu disebabkan karena friksi antar kain jauh lebih besar
dalam keadaan kering dibandingkan dalam keadaan basah.
BAB 4
1. Pendahuluan
Praktikum pengujian stabilitas dimensi kain tenun ini dilaksanakan dengan tujuan
agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji dan
menilai berapa besar perubahan yang terjadi pada kain tenun yang dicuci
dengan sabun baik ke arah lusi dan ke arah pakan setelah mengalami pencucian
yang dapat berupa mengkeret atau mulur.
2. Teori Dasar
Cara uji ini dimaksudkan untuk menentukan perubahan dimensi dan kain tenun
atau rajut atau pakaian jadi yang akan terjadi apabila kain mengalami proses
pencucian dan pengeringan dalam rumah tangga. Dalam cara ini dipergunakan
berbagai cara yang bervariasi dari kondisi pencucian yang paling ringan dan
dimaksudkan untuk mencakup semua kondisi pencucian pengeringan dilakukan
dengan lima macam cara pengeringan yang mencakup semua macam
pengeringan baik pengeringan secara komersil maupun pengeringan rumah
tangga. Pengujian-pegujian ini bukan pengujian yang dipercepat da harus
diulang ulang untuk mengevaluasi perubahan dimensi setelah dicuci berulang
ulang.
Kain tenun apabila telah mengalami pemakaian dan pencucian akan mengalami
perubahan dimensi baik kearah lusi ataupun pakan. Pada pengujian ini kondisi
pencuvciannya dengan menggunakan sbun netral pada suhu 400 C selama 30
menit. Untuk pemulihannya pada kain tenun dengan menggunakan Knit
Shrinkage gauge, tetapi pada percobaan ini tidak dilakukan.
Kain yang tidak mengalami perubahan dimensi setalah pemakaian sehari-hari
termasuk kain yang mutu kainnya baik. Penyebab utama dari dari perubahan
dimensi kain adalah mengkeret setelah pencucian. Kadang-kadang orang
membeli baju dengan ukuran sedikit lebih longgar dengan harapan apabila dicuci
akan mengkeret dan ukurannya sesuai. Ada dua jenis medngkeret yaitu
mengkeret karena teganngan mekanis pada waktu proses pertenunan dan
penyempurnaan. Mmenyebabkan kain tertarik untuk sementara dan waktu
pencucian akan relaxation ke bentuk semmula. Dan jenis mengkeret lain, karena
adanya kemampuan serat untuk menggumpal (felting) dalam pencucian.
misalnya serat wol yang cenderung untuk mengkeret dan menggumpal dalam
keadaan basah.
5. Cara Pengujian
Kain Tenun
Lusi Pakan
Data
Awal (cm) Akhir (cm) Awal (cm) Akhir (cm)
34,1−35,3
Perubahan dimensi arah lusi = × 100 %= -3,39%
35,3
34,4−35,3
Perubahan dimensi arah pakan = ×100 % = -2,54%
35,3
7. Diskusi
Dari hasil pelaksanaan praktikum menguji perubahan dimensi kain tenun pada
proses pencucian dan pengeringan diketahui bahwa dimensi kain berubah stelah
mengalami pencucian dan pengeringan. Hal tersebut dikarenakan adanya
gerakan penarikan dan perendaman serta masuknya zat-zat pencuci pada
detergen, dan lain sebagainya.
8. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengujian terhadap kain uji, didapatkan hasil yaitu perubahan
dimensi arah lusi sebanyak -3,39% dan perubahan dimensi arah pakan sebesar -
2,5% yang artinya kain tenun yang diujikan mengalami penyusutan.
BAB 5
1. Pendahuluan
Praktikum pengujian ketahanan bahan tekstil terhadap nyala api ini dilakukan
dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara
menguji ketahanan konstruksi kain terhadap nyala api dan mengetahui sifat fisik
kain tersebut terhadap nyala api.
2. Teori Dasar
Faktor-faktor yang mempengaruhi pada sifat nyala api atau tahan api adalah
jenis serat dan berat kain. Struktur benang dan struktur kain seperti kain tenun,
kain rajut, dan sebagainya tidak berpengaruh pada sifat nyala api dan tahan api.
Sifat nyala ap sebagian ditentukan oleh serat yang digunakan. Serat selulosa,
linen, dan rayon dan polyester mengkerut dari nyala api dan sulit menyala, tetapi
penyempurnaan yang membuat kain kaku memungkinkan nylon dan polyester
mudah nyala.
Pengujian dengan cara uji jalur vertikal dimaksudkan untuk kain asli yang tahan
nyala api atau untuk kain yang diberi penyempurnaan tahan nyala api. Dalam
pengujian ini dibedakan antara kain yang dapat terbakar tetapi tahan terhadap
nyala api atau tidak merusak nyala api, dengan kain termoplastik yang tidak
terbakar bila didekatkan pada nyala api, tetapi meleleh dan mengkerut menjauhi
nyala api.
Pengujian ini ditujukan untuk menentukan apakah suatu kain bersifat anti nyala
api, dapat dipakai untuk menguji semua jenis kain yang berbentuk lembaran atau
dipotong-potong menjadi bentuk lembaran-lembaran kain. Prinsip dari pengujain
ini yaitu membakar kain contoh uji yang telah dikondisikan yang disiapkan pada
suatu pemegang contoh dan diletakkan vertikal dalam suatu alat uji. Contoh uji
kemudian dibakar pada kondisi tertentu, waktu nyala api, waktu bara, serta
panjang arang diukur dan dicatat.
1.Flammability tester
2.Stop Watch
3.Pemegang dan penjepit contoh uji
4.Pembakar Bunsen
5.Contoh uji kain ukuran (7x32) pada arah lusi dan pakan
4. Cara Pengujian
1. Menyiapkan contoh uji masing-masing 1 buah untuk arah lusi dan pakan dengan
ukuran (7 x 32) cm, dan memberi tanda pada permukaan yang berlawanan
dengan permukaan yang akan diuji.
2. Mengondisikan contoh uji dalam eksikator selama 15 menit sampai mencapai
keseimbangan kelembaban setelah sebelumnya dioven 1000C terlebih dahulu +
1 jam.
3. Memasang contoh uji vertikal pada pemegang contoh, lalu meletakkan
pemegang contoh pada alat uji sehingga ujung bawah contoh uji akan berada
tepat di tengah nyala api
4. Meletakkan pembakar bunsen di dalam alat uji dan membuka katup aliran gas
dan menyalakan api.
5. Membakar contoh uji selama 12 detik lalu api dipadamkan, kemudian menutup
pintu alat uji dan menghitung waktu nyala api.
6. Setelah nyala api pada kain padam, lalu membiarkan contoh uji membara
sampai padam sendiri. Kemudian mengukur waktu bara contoh uji
7. Mengukur panjang arang dari ujung yang terbakar sampai ujung sobek.
Contoh uji
Waktu nyala api Waktu bara api Panjang arang
Kain uji terbakar
Arah lusi 13 detik 39 detik
seluruhnya
6. Diskusi
Pada kain yang di uji merupakan kain yang mudah terbakar karena kain yang
meneruskan nyala api dengan cepat dan apabila dan apabila dijauhkan dari api kain
akan tetap terbakar. Dalam melaksanakan praktikum pengujian tahan nyala api yang
telah dilakukan praktikan megalami kesulitan dalam menghitung menggunakan
stopwatch karena dibutuhkan ketelitian dalam menghitung nyala api sampai habis
dan bara api sampai habis. Dari hasil pelaksanaan praktikum pengujian tahan nyala
api yang telah dilakukan ternyata kain yang diujikan tidak tahan nyala api, karena
setelah 12 detik dibakar kemudian api dijauhkan, ternyata kain bersifat meneruskan
pembakaran sampai sepanjang kain habis terbakar. Selain itu, setelah nyala api
pada tidak ada bara yang tetap menyala dan bau yang dihasilkan seperti plastik dan
juga apabila bara diraba remuk seperti kapas dibakar hal tersebut
mengidentifikasikan bahwa kain yang diuji campuran polyester dan cotton.
7. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pengujian ketahanan nyala api, didapat hasil bahwa waktu
nayala api pada arah lusi lebih alma dibanding arah pakan.Hal ini menunjukan
bahwa bahan pada arah lusi memiliki struktur yang lebih tahan api dibanding arah
pakan.
BAB 6
UJI DAYA SERAP KAIN CARA TETES
1. Pendahuluan
Praktikum pengujian daya serat kain menggunakan cara tetes ini dilaksanakan
dengan tujuan agar mahasiswa dapat bisa mempraktekan dan mengetahui
kecepatan waktu penyerapan air pada contoh uji kain rajut dengan uji tetes.
2. Teori Dasar
Pada prinsipnya pengujian ini adalah untuk mengetahui kecepatan basah dari
contoh uji tetapi perbedaannya terletak pada kasar atau tidaknya permukan
contoh uji. Prinsip uji tetes adalah menghitung waktu dari air yang diteteskan
pada permukaan kain yang dipasang tegang sampai air tersebut hilang terserap.
Yang dimaksud dengan waktu basah adalah waktu dari saat air diteteskan
sampai air hilang terserap.
Daya serap adalah salah satu faktor yang menentukan kegunaan dan bnetuk
tujuan tertentu, misalnya kain pembalut, kain handuk dan lai-lain. beberapa kain
harus mempunyai kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau
mudah terbasahi.
4. Cara Pengujian
Pengujian
Waktu serap
Ke
1 60 detik
2 60 detik
3 60 detik
x 60 detik
6. Diskusi
Dalam melakukan pengujian daya serap kain rajut praktikan mengalami kesulitan dalam
mengeluarkan air dari buret yang berisi air, air yang dikeluarkan dari buret cukup satu
tetes jika lebih dari satu tetes pengujian harus diulangi, selain itu dalam melakukan
praktikum ini dibutuhkan ketelitian dalam mengamati air sampai meresap atau menyebar
ke contoh uji tanda apabila air sudah meresap keseluruh permukaan kain contoh uji
yaitu tidak ada air yang berada diatas kain contoh uji biasanya air tersebut berkilau
apabila berada diatas kain contoh uji. Pengujian ini dilakukan sebanyak tiga kali pada
tempat yang berbeda dibutuhkan ketepatan dalam mengukur air sampai meyerap ke
contoh uji dalam menggunakan stopwatch.
7. Kesimpulan
Dari hasil praktikum didapat hasil bahwa penyerapan kain rajut terhadap tetesan air
sebesar 60 detik hal tersebut menunjukan bahwa daya serap kain tersebut kurang baik
dilihat dari penyerapan airnya.
BAB 7
1. Pendahuluan
Praktikum pengujian daya serap kain handuk terhadap air menggunakan cara
keranjang ini dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan
bisa mempraktekan cara mengukur kemampuan kain dalam menyerap air (kapasitas
serap) dan waktu serapnya sehingga terjadi pembasahan sempurna pada contoh uji
2. Teori Dasar
Kebanyakan kain mempunyai permukaan rata dan relative halus, tetapi untuk keprlua
tertentu, seperti handuk mempunyai permukaan berbulu, baik bulu yang di potong
atau masih yang berbentuk lengkungan, perbedaan permukaan tersebut memerlukan
cara pengujian daya serap yang berbeda pula.
Dalam uji daya serap dinyatakan dalam dua cara yaitu waktu serap dan kapasitas
serap. Daya serap adalah kemampuan kain untuk menyerap air, sedangkan waktu
serap yaitu waktu yang diperlukan untuk pembasahan sempurna seluruh contoh uji
yang dinyatakan dalam detik. Basah sempurna yang dimaksud adalah pada saat
contoh uji tepat mulai tenggelam.
Untuk pengujian waktu serap masing-masing contoh uji digulung kearah dalam
keranjang sehingga memenuhi keranjang tersebut dan dijatuhkan pada ketinggian
dua cm dari permukaan air dan dihitung waktu serapnya. Untuk pengujian kapasitas
serap dilakukan dengan membiarkan contoh uji terendam dalam air selama 10 detik.
Keranjang kawat diambil dengan memegangnya pada bagian yang terbuka dan
dibiarkan selama 10 detik supaya airnya menetes. Keranjang kawat beserta contoh
uji dimasukan kedalam piala plastik yang sudah ditimbang. Kemudian piala plastik
yang berisi keranjang tersebut ditimbang.
4. Cara Pengujian
Pengujia Waktu Berat gelas Berat Kawat Berat Kering Berat Basah
Kapasitas penyerapan =
Beratbasah−( Beratgelas + Beratkawat + Beratkering )
x 100 %
Berat ker ing
6. Diskusi
Dalam melakukan pengujian daya serap kain cara keranjang ini kain yang diuji
praktikan memiliki daya serap > 60 detik sehingga pada pengujian pertama cukup
dicelupkan ke dalam air selama 60 setelah itu diangkat dan didiamkan kemudian
ditimbang barulah didapat berat basah kain tersebut.
7. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pengujian daya serap kain cara keranjang, didapat hasil
daya serap kain handuk yang diuji adalah sebesar 393,8%. Hal ini menunjukan
bahwa kain handuk yang diuji memiliki daya serap cukup baik, dikarenakan standar
mutu kain handuk yang baik adalah memiliki daya serap minimum 500%
BAB 8
1. Pendahuluan
Praktikum pengujian tahan air cara siram ini dilaksanakan dengan tujuan agar
mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji ketahanan
kain terhadap air menggunakan cara siram.
2. Dasar Teori
Dalam hubungan antara air dan kain, banyak istilah yang terkadang,
membingungkan, misalnya istilah strom-proof dan shower-proof pada jas hujan. Oleh
karena itu sebelum dilakukan pengujian cara uji tahan air atau tolak air perlu
dibicarakan mengenai beberapa istilah dan definisi sebagai berikut.
Water proof, merupakan proses untuk melapisi kain dengan lemak, wax atau karet
untuk mencegah menyerapnya air kedalam air. Sedangka water repellant adalah
sifat kain untuk tidak menyebarkan air keseluruh permukaan kain. Karen kain anti air
biasanya tidak tembus udara, maka sifatnya menjadi kurang nyaman dipakai sebagai
bahan pakaian.
Cara uji ini dapat digunakan pada semua jenis kain, baik yang tidak/belum ataupun
yang sudah dilakukan penyempurnaan tahan air atau tolak air. Cara ini terutama
sesuai untuk menilai kebaikan penyempurnaan tolak air yang telah diberikan pada
kain khususnya kain dengan anyaman polos. Cara ini tidak dimaksudkan untuk
meramalkan tahan hujan kain, oleh karena itu perembesan air melalui kain tidak
diukur.
Dalam uji siram dipakai siraman air yang berasal dari corong dengan lubang
penyiraman. Air disiramkan diatas contoh uji yang dipasang pada lingkaran
penyulam dan dipasang pada kedudukan miring 45o dengan bidang horisontal.
Penilaian terhadap uji daya tolak air dilakukan dengan menggunakan standar
penilaian uji siram. Setelah kelebihan air selesai dibuang, permukaan kain diamati
secara visual dengan membandingkan peta air yang tinggal pada permukaan kain
dengan peta pada standar penilaian uji siram.
Nilai 100 : Tidak ada air yang menempel atau membasahi permukaan kain.
Nilai 90 : Terjadi sedikit pembasahan pada permukaan kain bagian atas.
Nilai 70 : Terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan kain bagian atas.
Niali 0 : Terjadi pembasahan pad seluruh permukaa kain bagan atas dan bawah.
1. Spray test.
2. Labu ukur 250 ml.
3. Peta penilai uji siram.
4. Lap pengering.
5. Simpai sulam.
6. Kain Parasut
4. Cara pengujian
1. Memasang contoh uji pada simpai sulam (diameter 6”) sehingga bagian
permukaan kain yang lembut menghadap ke atas.
2. Memasang simpai sulam pada alat penguji sedemikian rupa sehingga bagian
muka kain yang lembut berada di bagian paling atas.
3. Melakukan penyiraman pada kain contoh uji dengan menuangkan air
sebanyak 200 ml kedalam corong pada alat penguji (± 25-30 detik)
4. Menghilangkan air yang berada dipermukaan kain dengan memukul-mukulkan
bingkai sulam pada tangan sehingga pembasahan pada kain dapat terlihat.
5. Melakukan penilaian dengan menggunakan peta penilai uji siram standar.
Pengujian
Nilai
Ke
1 80
2 80
6. Diskusi
Pada saat melakukan pengujian ketahanan kain menggunakan cara siram ini
diperlukan ketelitian dalam menccokan hasil kain yang telah dibasahi dengan grade
gambar, kain yang diuji pada pengujian ini memiliki nilai sebesar 80 yang berarti
terjadi pembasahan pada kain pada permukaan kain bagian atas hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan kegiatan praktikum ini adalah pada saat kain sudah
basah dalam memukul – mukulkan bingkai sulam cukup dua kali jangan terlalu
keras karena apabila terlalu keras akan mempengaruhi hasil dari penilaian.
7. Kesimpulan
Dari hasil praktikum didapat bahwa daya tolak air dari bahan tekstil adalah
kemampuan dari suatu serat tekstil, untuk menahan pembasahan. Prinsip
pengujian ini dilakukan dengan menyiramkan air pada permukaan contoh uji yang
tegang dalam kondisi tertentu untuk menghasilkan pola pembasahan yang
ukurannya tergantung pada penolakan relatif kain. Pada pengujian yang dilakukan
diperoleh nilai tolak air sebesar 80 yang artinya bahwa terdapat permukaan yang
basah pada bagian atas kain.
BAB 9
1. Pendahuluan
Praktikum pengujian daya tolak air kain cara bundesman ini dilaksanakan
dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara
menguji daya tolak air hujan pada kain menggunakan cara bundesman.
2. Dasar teori
Cara uji tahan air dengan uji siram dan uji penetrasi bermaksud untuk
menyerupai curah hujan yang jatuh pada kain. Uji tahan air hujan yang lebih
mendekati adalah uji tahan air cara Bundesmann dengan menggunakan alat uji
jenis Bundesman. Kain dipasang tepat dibawah curahan air hujan buatan. Air yang
menetes kain ditampung dalam tabung dan jumlah air yang tertampung tersebut itu
diukur, begitu pula yang tertinggal diatas kain diukur jumlahnya.
Penyiraman air hujan dipasang sejauh 150 cm dari tempat tabung yang
dipasang pada alas yang berputar dengan kecepatan 5 putaran per menit. Pada
saat kain yang dipasang pada tabung berputar dibawah curahan air hujan buatan,
alat penghapus yang berada didalam tabung akan menggosok kain bagian dalam
untuk meniru gosokan mekanis yang ditimbulkan oleh pemakai jas hujan didalam
pemakaian sebenarnya. Gerakan menggosok kain ini akan membantu penetrasi air
kedalam kain.
Menurut Baxser dan Cassie, kekuatan air hujan dari alat jenis Bundesmann
adalah 5,8 kali tembusan awan, 91 kali kekuatan tetesan hujan lewat, 480 kali
tetesan hujan biasa dan 21000 kali kekuatan hujan ringan.
4. Cara pengujian
1. Mengeringkan tabung penggosok dan penjepit pada alat uji
2. Menyiapkan contoh uji dengan ukuran diameter 14 cm dari menimbangnya.
3. Memasang contoh uji pada mulut tabung dan menjepitnya dengan cincin
penjepit (diameter 10 cm).
4. Melepaskan penggosok dan memasang tabung dan menjapitnya pada
tempatnya.
5. Menjalankan motor dan menggeser penahan air.
6. Menghitung waktu pengujian (10 menit) dengan menggunakan stop watch,
dimulai pada saat air hujan mengenai contoh uji.
7. Menimbang kain contoh uji yang telah dihujani
8. Mengukur air yang merembes pada gelas ukur (bila ada). Persiapan contoh
uji
( b−k ) ( 7,86−4,27 )
Kapasitas perembesan = x 100 %= x 100 %=84,07 %
k 4,27
6. Diskusi
Pada saat melakukan praktikum ini kesulitan yang dialami adalah pemasangan
contoh uji pada tabung pemegang contoh uji,permukaan kain harus rata dengan
tegangan yang cukup dan tidak boleh kendor karena akan mempengaruhi tekanan
air yang jatuh selain itu pada praktikum ini hal yang harus dieperhatikan yaitu
jangan sampai lupa menutup kran yang terdapat pada tabung karena apabila tidak
ditutup air dari rembesan kain contoh uji tidak akan tertampung pada tabung.
7. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pengujian daya tolak air kain cara bundesman dapat
disimpulkan bahwa uji ketahanan terhadap hujan pada umumnya diperuntukkan
untuk kain-kain yang dalam pemakaiannya berhubungan dengan kemampuan
untuk menahan / menerima air hujan. Kain-kain yang termasuk diantaranya adalah
kain terpal. Dari percobaan yang telah dilakukan didapat hasil kapasitas
perembesan sebesar : 84,07%