Anda di halaman 1dari 2

Determinasi Media Dalam Membentuk Opini Publik

Peradaban menunjukkan suksesinya, kemajuan teknologi menjukan pesatnya, karakter


dan watak manusia pragmatis seiring dengan perkembangannya. Itulah yang hampir
terjadi dari keseluruhan manusia. Tak dapat dipungkiri, determinasi media dalam
membentuk persepsi publik, dari yang sekedar mewartakan informasi, fakta-fakta, hingga
mewacanakan isu dan segala propaganda. Masyarakat adalah objektifikasi dari
kesempurnaan media.
Dalam sejarah perkembangan manusia, media adalah hajat dari ekspresi kebebasan.
Sejalan dengan peran media yang tidak dapat diintervensi. Tapi semakin hari
Independensi dan citra media dalam sejarahnya penuh dengan tanya. Berbagai isu yang
disajikan sarat akan kepentingan, propaganda, dari yang mencitrakan, mempopulerkan,
bahkan mendeskreditkan. Media adalah wahana dari segala kepentingan.
Wacana dan isu media telah membentuk persepsi publik dalam mengambil keputusan.
Hal ini selaras dari perkataan MC Luhan, media sebagai bentuk revolusi masyarakat dari
keterpurukan, sekaligus membentuk dan mendeterminasi segala aktivitas manusia dalam
kehidupan. Media bagi MC Luhan adalah penyambung bagi segenap Indra manusia.
Setiap eranya media itu beragam dan memiliki peran dan fungsi masing-masing dalam
membentuk opini publik. Media disetiap zamannya memiliki latarbelakang yang berbeda-
beda dengan segala fungsinya, di era kesukuan misalnya, indra perasa, pendengaran,
penciuman lebih dominan dalam menyampaikan informasi. Di era tulisan, cetak,
etetronik dimana Indra pengelihatan dan perasa lebih berperan dalam berkomunikasi
dengan menunjukkan berbagai tulisan-tulisan yang ada. Dan di era media massa dan
media sosial dimana dominasi berbagai indra begitu sarat dan masif dan membentuk
persepsi dan opini publik.
Asali dalam sejarahnya media adalah suatu forum yang memiliki peran dalam
memberikan informasi penting pada masyarakat baik yang berskala nasional maupun
internasional. Media juga memuat berbagai sumber nilai-nilai normatif. Tetapi sejak
transisi abad 17, media-media sarat akan kepentingan dan propaganda (Nurudin: 2001:
32) .
Media massa dan media sosial hari ini sarat akan berbagai kepentingan dan propaganda,
dominasi media massa dan media sosial begitu masif dalam membentuk opini publik,
akibatnya adalah wacana atau isu yang disampaikan menjadi konsumsi publik yang
berkepanjangan. Bermula dari headline dan hastag berujung pada perdebatan yang
berkepanjangan. Dan benar bahwasanya kebohongan yang sering dibahas berulangkali
akan menjadi suatu kebenaran bahkan cenderung menjadi suatu kebijakan.
Walaupun dalam hal ini terdapat pro dan kontra dalam menyikapinya tetapi pada faktanya
masyarakat begitu mudah bereaksi pada isu yang menggiring, dan belum jelas
kebenarannya. Strata pendidikan masyarakat menjadi acuan dalam suatu negara,
pendidikan seseorang merupakan tolak ukur dalam mengambil keputusan-keputusan.
Masyarakat yang berpendidikan cenderung memfiltersasi informasi secara rasional, dan
masyarakat yang tidak berpendidikan cendrung pada sesuatu yang bersifat taklid atau
ikut-ikutan. 1
Dan sekarang media begitu mudah mempopulerkan seseorang, walaupun secara kualitas
bisa diperdebatkan. Semua bisa diatur, tergantung siapa orangnya, berapa duitnya. Dan
ini yang sering terjadi, media-media hari ini menjadi wahana berbagai kepentingan dan
propaganda. Dan ini yang pernah disinggung oleh Louis Althusser, bahwasanya media
massa bagian dari kekuasaan negara.
Masalah yang terjadi pada bangsa ini adalah ketidakmampuan membedakan leadership
dan popularitas. Dan masyarakat menilai sesuatu yang populer menjadi sesuatu yang luar
biasa, padahal popularitas itu bisa saja diatur kapan saja, tergantung bagaimana timbal
baliknya. Leadership bagaimana kematangan berpikir dan tanggung jawabnya, sedang
popularitas kapan saja bisa terjadi. Koruptor bisa saja populer, penyanyi, pelawak dan
lain sebagainya.
Media hari ini menjadi corong penguasa denga segala propagandanya, dan menjadi alat
untuk mempertahankan kekuasaannya. Dan segala bentuk pemberitaan cendrung
memihak dan tersentralistik pada sebagian saja. Dan kita tahu bahwasanya, hampir setiap
stasiun tv dimiliki oleh para aktor-aktor politik. TV One misalnya tidak terlepas dari
sosok Abdurizal Bakrie, Metro TV dengan Surya Paloh, dan Hary Tanoe, Pemilik empat
stasiun tv besar di Indonesia yakni iNews, RCTI, MNCTV dan GTV.
Media massa itu memiliki hak dan selektif dalam menyiarkan berita, yang tentunya
adalah untuk menguntungkannya. Atau yang sering diistilahkan sebagai agenda setting,
dimana media dengan mudah menyetting suatu isu, wacana, berita untuk membangun dan
mendeterminasi opini publik, kendati tidak memiliki keabsahan dan utilitas.

DAFTAR PUSTAKA
Burhan Bungin, 2001, Imaji Media Massa, Yogyakarta: Jendela
Nurudin, 2001, Komunikasi Propaganda : Remaja Rosdakarya

1
Burhan Bungin, 2001, Imaji Media Massa, hal 14
Nurudin, 2001, Komunikasi Propaganda, hal 23

Anda mungkin juga menyukai