Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nafiul Safi’i

Nim : 049065743

JAWABAN TUGAS HUKUM AGRARIA


1. Administrasi pertanahan adalah suatu usaha dan manajemen yang berkaitan dengan
penyelenggaraan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanahan dengan mengerahkan
sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Menurut analisis saudara, apakah administrasi pertanahan dapat mencegah dan
menyelesaikan terjadinya konflik dalam agraria?
Jawaban:
Menurut pendapat saya, tanah merupakan faktor yang begitu penting bagi
keberlangsungan hidup manusia dan memerlukan pengaturan yang jelas dan tegas, atau
dengan kata lain diperlukan adanya suatu kepastian hukum agar setiap pemegang hak atas
tanah mengetahui secara pasti apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Dengan adanya
kepastian hukum, seseorang dapat mengetahui siapa pemegang hakatas tanah, apa jenis
tanah, batas-batas tanah serta hak apa yang melekat di atasnya. Oleh sebab itu, mengingat
strategisnya fungsi tanah, maka pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau UUPA. Kehadiran
UUPA ini salah satu tujuannya adalah untuk menciptakan adanya unifikasi atau penyatuan
hukum atas tanah yang berlaku secara nasional.
Kemudian, tujuan pelaksanaan administrasi pertanahan adalah menjamin
terlaksananya pembangunan yang mana pembangunan tersebut ditangani oleh pihak
pemerintah maupun dari swasta. Selanjutnya, untuk merealisasikan peningkatan pelayanan
kepada masyarakat di bidang pertanahan dibuatlah juga Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun
1979 mengenai Catur Tertib Pertanahan, yaitu tertib hukumpertanahan; tertib administrasi
pertanahan; tertib penggunaan tanah; dan tertib pemeliharaan tanah lingkungan hidup.
Dimana, dengan adanya administrasi pertanahan yang didalamnya terdapat empat tertib
tersebut diharapkan bisa menjadipedoman dalam penyelenggaraan tugas-tugas pengelolaan
dan pengembangan administrasi pertanahan yang didalamnya memaparkan tentang
menumbuhkan kepastian hukum pertanahan sebagai perlindungan terhadap hak atas tanah,
dan penggunaanya agar menciptakan ketentraman dalam masyarakat. Lalu dalam
administrasi pertanahan juga mencakup, aspek-aspek pengaturan, penguasaan dan
penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, serta pengukuran, pemetaan,
danpendaftaran tanah sehingga hal tersebut bisa mencegah adanya konflik agraria, yaitu
perselisihan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau
lembaga, yang berdampak luas secara sosiopolitik. Konflik agraria ini timbul akibat adanya
ketimpangan kepemilikan dan penguasaan serta pengelolaan sumber-sumber agraria
(ketimpangan struktur agraria).
Di Indonesia terdapat sebuah Lembaga pemerintahan yang bertugas untuk
melaksanakan dan mengembangkan administrasi pertanahan yaitu Badan Pertanahan
Nasional (BPN) yang salah satu fungsinya secara otomatis dan menjadi kewenangan BPN
adalah penyelesaian masalah pertanahan atau konflik agraria. Penyelesaian sengketa
tanah melalui mediasi oleh BPN perlu dilandasi dengan kewenangan-kewenangan
yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya administrasi
pertanahan, dalam hal ini bisa dijadikan sebagai sarana dalam penyelesaian konflik agraria.
Dengan demikian, administrasi pertanahan ini dapat mencegah adanya konflik
agrarian yaitu dengan diterbitkannya sebuah aturan dan landasan hukum yang mengatur
tentang agraria atau pertanahan di Indonesia (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, UUPA, Keppres
Nomor 7 Tahun 1979 mengenai Catur Tertib Pertanahan, PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota, dll). Kemudian dalam penyelesaian konflik agraria juga
terdapat sebuah lembaga pemerintahan yaitu BPN yang satu fungsi dan kewenangan BPN
adalah penyelesaian masalah pertanahan atau konflik agraria.

2. Kebijakan manajemen pertanahan merupakan peraturan peraturan yang mengatur


kepentingan dan pola interaksi sosial berkenaan dengan penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Untuk itu pemanfaatan tanah harus sesuai dengan
rencana tata ruang dan tata wilayah. Apa akibat hukum jika mendirikan bangunan namun
tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah?
Jawaban:
Mendirikan bangunan tanpa memperhatikan rencana tata ruang wilayah dapat menimbulkan
akibat hukum yang serius. Salah satu akibat hukumnya adalah tindakan pembongkaran atau
penghancuran bangunan tersebut oleh pihak berwenang. Hal ini didasarkan pada Pasal 72
ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menyatakan
bahwa: "Pembangunan dan/atau pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dapat dikenakan
sanksi berupa perintah penghentian kegiatan dan/atau perintah pemulihan fungsi dan tata
guna tanah dan/atau perintah pembongkaran bangunan dan/atau penyegelan bangunan."
Selain itu, pemilik bangunan juga dapat dikenakan sanksi pidana berupa denda dan/atau
penjara sesuai dengan Pasal 121 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang yang menyatakan bahwa: "Setiap orang yang melakukan perbuatan yang melanggar
ketentuan Pasal 72 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)."
Sumber:
https://www.dikasihinfo.com/pendidikan/9808624586/terjawab-apa-akibat-hukum-jika-
mendirikan-bangunan-namun-tidak-sesuai-dengan-rencana-tata-ruang-wilayah

3. Aturan pertanahan di Indonesia mencakup berbagai macam hak atas tanah. Hak-hak tersebut
tersebar luas di berbagai peraturan. Akan tetapi, tetap yang utama untuk diketahui adalah
hak-hak atas tanah yang langsung diatur di UUPA. Pasal 16 Ayat (1) UUPA menyatakan
bahwa terdapat hak-hak atas tanah antara lain sebagai berikut: hak milik; hak guna usaha;
hak guna bangunan; hak pakai; hak sewa; hak membuka tanah; dan hak memungut hasil
hutan. Selain itu, diakui pula hak-hak lain yang diatur pada peraturan lain dan hak lain yang
memiliki sifat sementara. Negara juga mengatur mengenai hak ulayat. Menurut analisis
saudara, bagaimanakah konsep pengaturan mengenai hubungan hak ulayat masyarakat
hukum adat dengan hak menguasai negara?
Jawaban:
Hak ulayat diatur dalam pasal 3 UUPA yang berbunyi “Dengan mengingat ketentuam-
ketentuan dalam pasal 1 dan 2 , pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari
masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada , harus sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara berdasarkan atas persatuan
bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang – undang dan peraturan – peraturan
lainnya yang lebih tinggi “ Hak menguasai dari Negara hal sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 1: Bumi , Air , dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya itu , pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi seluruh
rakyat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai