Laporan Penelitian Kode Etik Pariwisata.
Laporan Penelitian Kode Etik Pariwisata.
KELOMPOK 3
Disusun oleh :
Om Swastiastu,
Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida
Sang Hyang Widhi Wasa karena Asung Kerta Wara Nugraha dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan Laporan Kode Etik Pariwisata yang berjudul “Ekowisata
Hutan Mangrove di Denpasar” bagaimana mestinya dengan tepat waktu.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Hutan Mangrove di Denpasar, selain sebagai kawasan konservatif
daerah pinggir pantai, yang bermanfaat menahan gelombang air laut untuk
menghindari pengikisan atau abrasi, juga menjadi salah satu objek wisata
yang melengkapi datar destinasi tour di pulau Dewata Bali, nuansa alamnya
asri dan nyaman untuk dikunjungi. Hutan bakau ini terletak di Denpasar
Selatan, menjadi satu-satunya kawasan hijau terluas yang dimiliki kota
Denpasar, alamnya masih terjaga lestari sampai sekarang ini.
Hutan Mangrove atau dikenal dengan sebutan hutan bakau, berfungsi atau
bermanfaat untuk menahan gelombang air laut yang masuk ke daratan.
Dengan adanya hutan bakau, maka abrasi atau pengikisan tanah pinggir
pantai dapat dikurangi. Pulau Bali dikelilingi oleh laut dan ombak besar,
adanya di pantai yang berada di Bali Selatan. Untuk melindungi pantai di
Bali selatan dari abrasi, maka dibuatlah hutan bakau
1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan salah satu acuan bagi para
peneliti yang ingin meneliti di Ekowisata Hutan Mangrove di Denpasar
lebih lanjut dan akurat lagi.
2
fungsinya sehingga dapat meningkatkan kelestarian. Diharapkan dapat
menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya, khususnya dibidang
pariwisata berbasis ekowisata.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2. Ruang (space) yang merupakan daerah atau ruang lingkup tempat
melakukan perjalanan
3. Waktu (time) yang merupakan waktu yang digunakan selama
dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata.
5
Fennell (2002), mendefinisikan ekowisata sebagi bentuk wisata
berbasiskan sumber daya alam secara berkelanjutan dengan fokus utama
pengalaman dan pengetahuan dari alam, etika dalam mengelola alam yang
berdampak negatif rendah, tidak konsumtif, berorientasi pada kepentingan
masyarakat lokal. Memperhatikan kekhasan kawasan alami, berkontribusi
terhadap konservasi dan kawasan.
Hidayat et aldalam Siburian (2006) menyebutkan ekowisata adalah suatu
konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti
kaidah-kaidah keseimbangan serta kelestarian, sehingga dapat meningkatkan
kualitas hubungan antar manusia, kualitas hidup masyarakat setempat dan
menjaga kualitas lingkungan. Pengertian ini mengandung arti bahwa ekowisata
selain memberi manfaat bagi masyarakat yang berwisata, juga bermanfaat bagi
masyarakat lokal yang juga harus memberi kontribusi langsung bagi kegiatan
konservasi lingkungan.
Berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan
wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata.
Masyarakat ekowisata internasional mengartikannya sebagai perjalanan wisata
alam yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (TIES, 2000 dalam Damanik dan
Weber, 2006).
Berdasarkan definisi tersebut, ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif,
yakni ekowisata sebagai produk, sebagai pasar dan sebagai pendekatan
pengembangan. Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang
berbasis pada sumberdaya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan
yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Sebagai pendekatan
pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Sedangkan dalam penerapannya,
pengembangan ekowisata sebaiknya juga mencerminkan dua prinsip lainnya
yakni prinsip edukasi dan prinsip wisata.
Prinsip edukasi bahwa pengembangan ekowisata harus mengandung unsu
pendidikan untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang menjadi milik
kepedulian, tanggung jawab dan komitmen pelestarian terhadap pelestarian
lingkungan dan budaya. Sedangkan prinsip wisata bahwa pengembangan
ekowisata harus dapat memberikan kepuasan dan pengalaman orisinil kepada
pengunjung serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan.
Istilah ekowisata telah dikenal luas di Indonesia sebagai suatu konsep
pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata berbasis :
a. pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan dan pelestarian
b. berintikan partisipasi aktif masyarakat
c. dengan penyajian produk bermuatan pendidikan, pembelajaran dan
rekreasi
d. memberikan sumbangan positif terhadap pembangunan ekonomi
6
daerah, yang diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka,
kawasan alam binaan, serta kawasan budaya (Sekartjakrarini,
2009).
7
Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan mengintegrasikan antara
keseimbangan pembangunan ekonomi, sosial dan budaya yang seimbang tanpa
membahayakan kondisi lingkungan. Pembangunan berkelanjutan merupakan
suatu proses untuk pencapaian pengembangan tanpa adanya degradasi dan
penipisan/deplesi sumber daya. Oleh karena itu perlu adanya pendekatan
pengelolaan sumber daya dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya di
masa yang mendatang (UNEP/PAP, 1997).
Konsep pembangunan berkelanjutan didasarkan pada empat prinsip dasar
(Angelevska-Najdeska & Rakicevik 2012), yaitu:
a. Prinsip Pelestarian lingkungan, dimana dalam pengembangan agar
disesuaikan dengan pemeliharaan ekologi, sumber daya
keanekaragaman hayati dan biologi.
b. Prinsip keberlanjutan sosial, merupakan pengembangan yang
disesuaikan dengan nilai-nilai tradisional dan penguatan identitas
dari masyarakat.
c. Prinsip keberlanjutanbudaya, menyediakan pengembangan budaya
yang disesuaikan dengan nilai-nilai budaya komunitas masyarakat
d. Prinsip keberlanjutan, pengembangan ekonomi dengan
menggunakan biaya dan sumber daya yang efektif untuk dikelola
dengantujuan generasi saat ini dan generasi yang akan datang.
8
pendidikan tentang lingkungan kepada para pengunjung, penduduk
setempat, pemerintah daerah, pedesaan dan penduduk perkotaan
untuk meningkatkan kesadaran lingkunga pada daerah wisata.
f. Local control, pelibatan masyarakat lokal didalam pengembangan
pariwisata berkelanjutan (Dumbraveanu 2004).
9
c. Keberlanjutan budaya, meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk dapat bertanggung jawab penuh terhadap hidupnya dengan
melalui penguatan identitas lokal;
d. Keberlanjutan masyarakat lokal, penguatan terhadap keberadaan
masyarakat lokal dengan keterlibatan secara aktif dalam usaha
pengembangan pariwisata.
Berbagai macam produk dan jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari
ekosistem hutan mangrove. Salah satu jasa lingkungan yang berpeluang
dikembangkan dan tidak merusak ekosistem hutan mangrove adalah ekowisata.
Kegiatan ekowisata bisa termanfaatkan bila telah dilakukan pembenahan oleh
manusia. Ekowisata merupakan paket perjalanan menikmati keindahan
lingkungan tanpa merusak eksosistem hutan yang ada. Vegetasi hutan yang
terletak melintang dari arah arus laut merupakan keindahan dan keanekaragaman
vegetasi yang berbeda dari formasi hutan lainnya. Terlihat dari keunikan
penampakan vegetasi mangrove berupa perakaran yang mencuat keluar dari
tempat tumbuhnya (Kustanti, 2011).
Istilah ‘mangrove’ tidak diketahui secara pasti asal usulnya. Ada yang
mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari
bahasa Portugis dan Inggris. Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis pohon
mangrove sebagai ‘mangue’ dan istilah Inggris ‘grove’, bila disatukan akan
menjadi ‘mangrove’ atau ‘mangrave’. Mangrove adalah tanaman pepohonan atau
komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh
pasang surut (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas,
tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut
air laut. Mangrove banyak di jumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari
gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah
pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak
mengandung lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak bermuara sungai,
pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. Mangrove sulit tumbuh di wilayah
pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena
kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan
sebagai substrat bagi pertumbuhannya (Nybaken, 1992; Dahuri, 2003).
10
Ekosistem mangrove terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang
surut air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan
mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000). Peristiwa pasang-
surut yang berpengaruh langsung terhadap ekosistem mangrove menyebabkan
komunitas ini umumnya didominasi oleh spesies-spesies pohon yang keras atau
semak-semak yang mempunyai manfaat pada perairan payau. Faktor lingkungan
yang sangat mempengaruhi komunitas mangrove, yaitu salinitas, suhu, pH,
oksigen terlarut, arus, kekeruhan, dan substrat dasar (Nybakken, 1992).
Menurut Kusmana et al. (1995) hutan mangrove adalah suatu tipe hutan
yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna,
muara sungai) yang tergenang waktu air laut pasang dan bebas dari genangan
pada saat air laut surut, yang komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam.
Adapun ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme
yang berinteraksi dengan faktor lingkungan di dalam suatu habitat mangrove.
11
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hutan Mangrove Bali atau Kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai
ditetapkan sebagai hutan tutupan oleh Belanda pada tahun 1927, Kawasan Taman
Hutan Raya Ngurah Rai telah mengalami beberapa kali perubahan status, sebelum
menjadi Taman Hutan Raya (TAHURA) Ngurah Rai, berawal dari Kawasan
Hutan Prapat Benoa (RTK. 10) seluas 1373,50 Ha dirubah fungsinya menjadi
“Taman Wisata Alam Prapat Benoa suwung” (Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: 885/Kpts-II/92, tanggal 8 September 1992
Hutan Mangrove atau dikenal dengan sebutan hutan bakau, berfungsi atau
bermanfaat untuk menahan gelombang air laut yang masuk ke daratan. Dengan
adanya hutan bakau, maka abrasi atau pengikisan tanah pinggir pantai dapat
dikurangi. Pulau Bali dikelilingi oleh laut dan ombak besar, adanya di pantai yang
berada di Bali Selatan. Untuk melindungi pantai di Bali selatan dari abrasi, maka
dibuatlah hutan bakau, kerjasama antara pemeritah provinsi Bali dengan negara
Jepang. Luas kawasan Hutan Mangrove 746,5 hektar, berlokasi di Jl. By Pass
Ngurah Rai KM.21, Suwung Kauh, Denpasar.
12
Ayat 1
Ayat 2
13
Dalam hal kebersihan lingkungan, pemerintah harus ikut bagian dengan cara
memberikan aturan-aturan yang berlaku dan harus disiplin untuk di terapkan
dalam jalannya kepariwisataan. Seperti yang kita ketahui bahwa pemerintah
melarang penggunaan sampah plastik, demi mengurangi sampah yang berserakan
di kawasan wisata Hutan Mangrove. Di sekeliling Hutan Mangrove sudah banyak
terdapat tong sampah tetapi yang kami lihat masih banyak sampah organik dan
anorganik yang berserakan di Hutan Mangrove terutama di sepanjang jalan
setapak tersebut. Di bagian kiri dan kanan akar pohon maupun di perairam hutan
masih terdapat banyaknya sampah bekas barang bawaan wisatawan yang datang.
Ayat 3
Tempat wisata Hutan Mangrove dapat membagi banyak waktu untuk tetap
aktif di dalam kondisi high season dan low season. Seperti saat hari minggu
ataupun hari-hari raya besar yang dimana anak-anak libur sekolah dan pekerja
sedang libur saat hari itu. Saat hari biasa Hutan Mangrove beroperasi pada jam 8
pagi hingga jam 5 sore. Pembagian waktu inilah yg menunjang manfaat dan
perekonomian local. Tetapi karena sekarang sedang wabah Covid-19, Hutann
Mangrove justru tetap beroprasi dan lumayan banyak pengunjung yang datang
hanya untuk sekedar jalan-jalan, dan refreshing. Hal inilah yang membuat
kawasan mangrove tetap harus memperhatikan protokol kesehatan. Begitu pula
14
dengan wisatawan yang datang. Dengan menerapkan 5M yaitu memakai masker,
mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, membatasi mobilisasi dan
interaksi di dalam Hutan Mangrove tersebut. Pihak pengelola dan pemangku juga
sudah menerapkan hal tersebut, dengan menyediakan tempat mencuci tangan, cek
suhu, serta tanda-tanda untuk menjaga jarak. Pengunjung yang datang harus selalu
memakai masker, karena jika tidak maka tidak diperkenankan masuk oleh pihak
pengelola Mangrove. Tempat wisata juga kiranya dapat mengurangi tekanan
terhadap lingkungan yang disebabkan para wisatawan yang terlalu ramai dengan
cara menutup sementara tempat wisata sampai waktu yang ditentukan tujuan
untuk mengurangi tekanan terhadap lingkungan hidup oleh kegiatan
kepariwisataan dan meningkatkan kemanfaatan industri pariwista . Tarif bagi
wisatawan yang datang dikenakan biaya yaitu Rp. 10.000/orang.
Ayat 4
15
menjaga dan mengelola Hutan Mangrove sudah memperingati dengan tegas
memberikan pembatasan di setiap titik setapak jalan kayu untuk menghindari hal
yang tidak diinginkan.
Ayat 5
Wisata alam memang menjadi salah satu wisata yang digemari oleh
banyak orang, wisata mangrove contohnya selain sebagai tempat wisata Hutan
Mangrove juga berguna sebagai kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan ataupun satwa dan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan kepenelitian,
ilmu pengetahuan, menunjang budidaya kepariwisataan dan rekreasi. Secara tidak
langsung juga tanaman mangrove sebagai “pemecah ombak alami’ yang
melindungi ekosistem dan ke kahwatiran para penduduk yang tinggal di pesisir,
Hal ini sangat meningkatkan reputasi pariwisata.
Berbagai manfaat yang kita peroleh di hutan mangrove tetapi masih ada
beberapa oknum yang masih belum bisa menjaga warisan ini, masih ada yang
mencoret fasilitas dan beberapa orang mesih membuang sampah sembarangan,
untuk penduduk setempat tidak terlalu keberatan akan wisata di tempat ini, dan
tempat ini sangat berpotensi untuk berkembang lagi.
16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
17
yang dilihat oleh wisatawan kurangnya tingkat kebersihan juga mengganggu flora
dan fauna, maupun vegetasi ekosistem mangrove yang ada untuk berkembang.
Tetap mempertahankan kinerja performa dari produk wisata yang ada seperti
tingkat kemenarikan, keasrian hutan mangrove, dan fasilitas serta seluruh faktor
aksesibilitas karena dianggap penting dan diharapkan sebagai faktor penunjang
kepuasan wisatawan di Ekowisata Hutan Mangrove Denpasar serta memberikan
perhatian kepada item item yang belum tercapai dengan baik performanya.
Pemangku dan Pengempu Ekowisata Hutan Mangrove di Denpasar harus bisa
menangani atau memperbaiki jembatan maupun jalak setapak yang rusak atau
berlubang dan di harapkan lebih tegas dalam memberi larangan saat
berlangsungnya kepariwisataan.
18
DAFTAR ISI
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56207/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=28CC09E4A35D2A431B77B47D121226A0?
sequence=4
http://eprints.undip.ac.id/48404/3/6_BAB_II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf
https://docplayer.info/47201230-Ii-tinjauan-pustaka-2-1-wisata-alam-dan-
ekowisata.html
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/
848b85226bdfe490d7a196dbbe626ec7.pdf
http://eprints.undip.ac.id/48404/3/6_BAB_II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf
http://eprints.undip.ac.id/58946/3/BAB_2.pdf
https://gpswisataindonesia.info/tahura-ngurah-rai-bali-kota-denpasar-
bandung-bali/
19