Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENELITIAN KODE ETIK PARIWISATA

“EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI DENPASAR”

KELOMPOK 3

Disusun oleh :

PUTU DIVA VIMALA GIRI (2011411030)


GEORGIEN MARGRETHA C MALELAK ( 2011411018)
I KOMANG SURYA SAPUTRA ADINATA (2011411010)
I KADEK JORDY WAHYU PRANATA (2011411056)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN PENGELOLAAN


PERHOTELAN
FAKULTAS PARIWISATA
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
KATA PENGANTAR

Om Swastiastu,

Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida
Sang Hyang Widhi Wasa karena Asung Kerta Wara Nugraha dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan Laporan Kode Etik Pariwisata yang berjudul “Ekowisata
Hutan Mangrove di Denpasar” bagaimana mestinya dengan tepat waktu.

Penulis sangat berharap semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan tugas ini. Semoga laporan yang kami buat ini dengan
kerja keras dapat bermanfaat dan berguna untuk para pembaca.

Om Shanti Shanti Shanti Om.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 4


2.1 Tinjauan Pariwisata .............................................................................. 4
2.2 Tinjauan Ekowisata .............................................................................. 5
2.3 Tinjauan Pariwisata Berkelanjutan ...................................................... 7
2.4 Tinjauan Ekowisata Hutan Mangrove ................................................. 10
2.5 Tinjauan Ekowisata Mangrove ............................................................ 10

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 12


3.1 Sejarah Hutan Mangrove Bali .............................................................. 12
3.2 Pembahasan Masalah ........................................................................... 12

BAB IV PENUTUP .................................................................................. 17


4.1 Kesimpulan .......................................................................................... 17
4.2 Saran .................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan Mangrove berasal dari kata mangue atau mangal (Portugish)


dan grove (English). Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah
forest, coastal woodland, vloedbosschen,atau juga hutan bakau. Hutan
mangrove dapat dikatakan atau diartikan sebagai tipe ekosistem hutan
yang tumbuh di daerah batas pasang-surutnya air, tepatnya daerah
pantai atau pesisir pantai dan sekitar muara sungai. Tumbuhan mangrove
tergenang disaat kondisi air pasang dan bebas dari genangan disaat kondisi
air surut. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi mayoritas
pesisir pantai di daerah tropis dan sub tropis yang didominasi oleh
tumbuhan mangrove pada daerah pasang surut pantai berlumpur
khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi
bahan organik dan memiliki manfaat dan fungsi yang banyak bagi
mahluk hidup di sekitarnya.

Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui baik sebagai


tempat pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dan abrasi oleh
ombak, pelindung dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke
daratan, habitat satwa liar, tempat singgah migrasi burung dan
menyerap kandungan logam berat yang berbahaya bagi kehidupan,
mengendapkan lumpur dan menyaring bahan pencemar. Penyerapan
logam berat oleh akar pohon dipengaruhi sistem perakaran dan luasan
permukaan akarnya. Fungsi dan manfaat pohon mangrove tidak hanya
itu saja, masih banyak manfaat yang terdapat pada hutan mangrove itu
sendiri, dilihat dari fungsi dan manfaat sosial dan ekonomi, hutan
mangrove juga berfungsi dan bermanfaat sebagai tempat kegiatan wisata
alam rekreasi, pendidikan dan penelitian. Indonesia merupakan negara
kepulauan yang diperkirakan memiliki hutan mangrove seluas 4,5 juta ha
dan Bali diperkirakan memiliki hutan mangrove seluas 2.215,50 ha,
Sedangkan luas kawasan hutan mangrove di Teluk Benoa 1.394,5 Ha
atau 62,9 % dari 2.215,5 Ha, luas keseluruhan hutan mangrove di Bali.
Sebaran hutan mangrove Kecamatan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar
Provensi Bali diperkirakan memiliki hutan mangrove seluas 245 ha.
Kenyataan yang ada hutan mangrove yang terdapat di Indonesia rata-
rata mengalami kerusakan ekologi sehinggga mengakibatkan terjadi
kepunahan.

1
Hutan Mangrove di Denpasar, selain sebagai kawasan konservatif
daerah pinggir pantai, yang bermanfaat menahan gelombang air laut untuk
menghindari pengikisan atau abrasi, juga menjadi salah satu objek wisata
yang melengkapi datar destinasi tour di pulau Dewata Bali, nuansa alamnya
asri dan nyaman untuk dikunjungi. Hutan bakau ini terletak di Denpasar
Selatan, menjadi satu-satunya kawasan hijau terluas yang dimiliki kota
Denpasar, alamnya masih terjaga lestari sampai sekarang ini.

Hutan mangrove di Denpasar atau di Bali, bekerjasama dengan JICA


(Japan International Cooperation Agency), kemudian munculah ide
membentuk konsep rekreasi trekking Mangrove Boardwalk, dengan
membuat jembatan-jembatan kayu atau jalan setapak, yang membawa anda
masuk ke tengah hutan. Sehingga pengunjung ataupun wisatawan bisa
menikmati keindahan alam hijau dengan berjalan santai sepanjang jalur
trekking.

Hutan Mangrove atau dikenal dengan sebutan hutan bakau, berfungsi atau
bermanfaat untuk menahan gelombang air laut yang masuk ke daratan.
Dengan adanya hutan bakau, maka abrasi atau pengikisan tanah pinggir
pantai dapat dikurangi. Pulau Bali dikelilingi oleh laut dan ombak besar,
adanya di pantai yang berada di Bali Selatan. Untuk melindungi pantai di
Bali selatan dari abrasi, maka dibuatlah hutan bakau

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah Ekowisata Hutan Mangrove di Denpasar memenuhi isi dari pasal


3?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah Ekowisata Hutan Mangrove di Denpasar


memenuhi isi dari pasal 3

1.4 Manfaat penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan salah satu acuan bagi para
peneliti yang ingin meneliti di Ekowisata Hutan Mangrove di Denpasar
lebih lanjut dan akurat lagi.

2. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi dapat membuka


wawasan tentang keberadaan Ekowisata Hutan Mangrove di Denpasar dan

2
fungsinya sehingga dapat meningkatkan kelestarian. Diharapkan dapat
menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya, khususnya dibidang
pariwisata berbasis ekowisata.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pariwisata

Pariwisata Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar


domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain
(Damanik dan Weber, 2006). Menurut Mathieson dan Wall (1982) Pariwisata
merupakan suatu kegiatan perjalanan sementara seseorang ke tempat lain dari
tempat tinggal dan tempat kerjanya serta melakukan berbagai kegiatan selama
berada ditempat tujuan dan memperoleh kemudahan dalam penyediaan berbagai
kebutuhan yang diperlukan.Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan
sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia.
Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata
(Yulianda, 2007).
Dalam Undang-undangNomor10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan
beberapa istilah yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain :
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut
yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati objek dandaya tarik wisata.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,
termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha –usaha
yang terkait di bidang tersebut.
4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pariwisata.
5. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan
jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya
tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di
bidang tersebut.
6. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi
sasaran wisata.
7. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang
dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

Menurut Munasef (1995) dalam Sulaksmi (2007), kegiatan pariwisata


terdiri dari tiga unsur, diantaranya :
1. Manusia (man) yang merupakan orang yang melakukan perjalanan
dengan maksud menikmati keindahan dari suatu tempat (alam)

4
2. Ruang (space) yang merupakan daerah atau ruang lingkup tempat
melakukan perjalanan
3. Waktu (time) yang merupakan waktu yang digunakan selama
dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata.

2.2 Tinjauan Ekowisata


Menurut Fandeli dan Mukhlison (2000), menyebutkan bahwa ekowisata
atau pariwisata alam mempunyai pengertian suatu bentuk wisata yang
bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area),
memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi
masyarakat setempat. Atas dasar pengertian itu, bentuk pariwisata alam pada
dasarnya merupakan gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia.
Australian Department of Tourism (Black, 1999 dalam Fandeli dan
Mukhlison, 2000) mendefinisikan pariwisata alam adalah wisata yang berbasis
pada alam dan mengikutsertakan aspek pendidikan, interpretasi terhadap
lingkungan alami, budaya dalam masyarakat dengan obyek lingkungan yang
lestari dan ekologis. Definisi ini memberikan penjelasan bahwa aspek yang terkait
tidak hanya bisnis seperti wisata lainnya tetapi lebih dekat dengan pariwisata
minat khusus, alternative tourist atau special interest tourist dengan banyak obyek
dan daya tarik wisata alam.
Definisi ekowisata pertama kali diperkenalkan oleh organisasi
TheInternational Ecotourism Society (TIES) pada tahun 1990yaitu suatu bentuk
perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi
lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat.
Semula ekowisata dilakukan oleh pencinta alam yang menginginkan di daerah
tujuan wisata tetap utuh lestari, disamping budaya dan kesejahteraan masyarakat
tetap terjaga (Fandeli, 2002).
Ekowisata didefinisikan sebagai jenis pariwisata yang kegiatannya
menikmati aktifitas yang berkaitan dengan lingkungan alam dengan bentuk segala
kehidupan dalam kondisi apa adanya dan kecenderungan sebagai ajang atau
sarana lingkungan bagi wisatawan dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan
proyek ekowisata (Yoeti, 2000).
Fandeli (2002) menjelaskan ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang
bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area),
memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi
masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini bentuk ekowisata pada dasarnya
merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia.
Selanjutnya Fandeli (2002) menjelaskan bahwa ekowisata merupakan suatu
bentuk perjalanan yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Ekowisata sangat
tepat dan berdaya guna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekowisata
di areal yang masih alami serta pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya.

5
Fennell (2002), mendefinisikan ekowisata sebagi bentuk wisata
berbasiskan sumber daya alam secara berkelanjutan dengan fokus utama
pengalaman dan pengetahuan dari alam, etika dalam mengelola alam yang
berdampak negatif rendah, tidak konsumtif, berorientasi pada kepentingan
masyarakat lokal. Memperhatikan kekhasan kawasan alami, berkontribusi
terhadap konservasi dan kawasan.
Hidayat et aldalam Siburian (2006) menyebutkan ekowisata adalah suatu
konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti
kaidah-kaidah keseimbangan serta kelestarian, sehingga dapat meningkatkan
kualitas hubungan antar manusia, kualitas hidup masyarakat setempat dan
menjaga kualitas lingkungan. Pengertian ini mengandung arti bahwa ekowisata
selain memberi manfaat bagi masyarakat yang berwisata, juga bermanfaat bagi
masyarakat lokal yang juga harus memberi kontribusi langsung bagi kegiatan
konservasi lingkungan.
Berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan
wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata.
Masyarakat ekowisata internasional mengartikannya sebagai perjalanan wisata
alam yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (TIES, 2000 dalam Damanik dan
Weber, 2006).
Berdasarkan definisi tersebut, ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif,
yakni ekowisata sebagai produk, sebagai pasar dan sebagai pendekatan
pengembangan. Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang
berbasis pada sumberdaya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan
yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Sebagai pendekatan
pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Sedangkan dalam penerapannya,
pengembangan ekowisata sebaiknya juga mencerminkan dua prinsip lainnya
yakni prinsip edukasi dan prinsip wisata.
Prinsip edukasi bahwa pengembangan ekowisata harus mengandung unsu
pendidikan untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang menjadi milik
kepedulian, tanggung jawab dan komitmen pelestarian terhadap pelestarian
lingkungan dan budaya. Sedangkan prinsip wisata bahwa pengembangan
ekowisata harus dapat memberikan kepuasan dan pengalaman orisinil kepada
pengunjung serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan.
Istilah ekowisata telah dikenal luas di Indonesia sebagai suatu konsep
pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata berbasis :
a. pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan dan pelestarian
b. berintikan partisipasi aktif masyarakat
c. dengan penyajian produk bermuatan pendidikan, pembelajaran dan
rekreasi
d. memberikan sumbangan positif terhadap pembangunan ekonomi

6
daerah, yang diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka,
kawasan alam binaan, serta kawasan budaya (Sekartjakrarini,
2009).

Kegiatan utama ekowisata tertumpu pada usaha-usaha pelestarian sumber


daya alam dan budaya sebagai obyek wisata yang dapat dijadikan sumber
ekonomi yang berkelanjutan, dikelola secara adil dan bijaksana bagi bangsa dan
negara. Ekowisata seharusnya menjadi filosofi dasar bagi pengembangan
kepariwisataan yang berkelanjutan (Soedarto, 1999).

Memperhatikan ciri-ciri ekowisata sebagaimana dari berbagai forum


diskusi dan kajian di Indonesia serta pemahaman pariwisata berkelanjutan yang
digariskan oleh WTO, ekowisata Indonesia dipahami sebagai suatu konsep
pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata berbasis lingkungan alam dan
budaya masyarakat setempat dengan azas pemanfaatan dan penyelenggaraan yang
diarahkan pada :

1. Perlindungan sumber-sumber alam dan budaya untuk


mempertahankan kelangsungan ekologi lingkungan dan kelestarian
budaya masyarakat setempat.

2. Pengelolaan penyelenggaraan kegiatan dengan dampak negatif


sekecil mungkin.

3. eikutsertaan dan pemberdayaan masyarakat setempat sebagai


bagian dari upaya menyadarkan, memampukan, memartabatkan
dan memandirikan rakyat menuju peningkatan kesejahteraan dan
mutu hidup, dengan bertumpu pada kegiatan usaha masayarakat itu
sendiri, dan peningkatan keahlian profesi.

4. Pengembangan dan penyajian daya tarik wisata dalam bentuk


program-program penafsiran lingkungan alam dan budaya
setempat dengan muatan pembelajaran dan rekreasi
(Sekartjakrarini, 2009).

2.3 Tinjauan Pariwisata Berkelanjutan


Pembangunan pariwisata berkelanjutan menurut The World Conservation
Union (WCU) adalah proses pembangunan suatu tempat atau daerah tanpa
mengurangi nilai guna dari sumber daya yang ada. Secara umum hal ini
dapat dicapai dengan pengawasan dan pemeliharaan terhadap sumber-sumber
daya yang sekarang ada, agar dapat dinikmati untuk masa yang akan datang.
Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan bertahan lama menghubungkan
wisatawan sebagai penyokong dana terhadap fasilitas pariwisata dengan
pemeliharaan lingkungan.

7
Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan mengintegrasikan antara
keseimbangan pembangunan ekonomi, sosial dan budaya yang seimbang tanpa
membahayakan kondisi lingkungan. Pembangunan berkelanjutan merupakan
suatu proses untuk pencapaian pengembangan tanpa adanya degradasi dan
penipisan/deplesi sumber daya. Oleh karena itu perlu adanya pendekatan
pengelolaan sumber daya dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya di
masa yang mendatang (UNEP/PAP, 1997).
Konsep pembangunan berkelanjutan didasarkan pada empat prinsip dasar
(Angelevska-Najdeska & Rakicevik 2012), yaitu:
a. Prinsip Pelestarian lingkungan, dimana dalam pengembangan agar
disesuaikan dengan pemeliharaan ekologi, sumber daya
keanekaragaman hayati dan biologi.
b. Prinsip keberlanjutan sosial, merupakan pengembangan yang
disesuaikan dengan nilai-nilai tradisional dan penguatan identitas
dari masyarakat.
c. Prinsip keberlanjutanbudaya, menyediakan pengembangan budaya
yang disesuaikan dengan nilai-nilai budaya komunitas masyarakat
d. Prinsip keberlanjutan, pengembangan ekonomi dengan
menggunakan biaya dan sumber daya yang efektif untuk dikelola
dengantujuan generasi saat ini dan generasi yang akan datang.

Menurut World Commission on Environment and


Development(WCED,1987), konsep pariwisata berkelanjutan adalah bagian dari
pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan kebutuhan saat ini dengan
mempertimbangkan kebutuhan (hidup) generasi yang akan datang.

Pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) merupakan suatu bentuk


dari berbagai alternatif wisata yang didasarkan pada:

a. Meminimasi dampak dari kegiatan wisata terhadap lingkungan


dengan tujuan untuk mencapai keberlanjutan ekologis dan
berkontribusi dalam upaya mempertahankan kondisi lingkungan.
b. Meminimasi dampak negatif aktivitas pariwisata terhadap
komunitas lokal untuk mencapai keberlanjutan sosial.
c. Meminimasi dampak negatif aktivitas pariwisata terhadap adat
istiadat, budaya maupun tradisi komunitas lokal (local wisdom)
untuk mencapai keberlanjutan budaya.
d. Optimasi nilai/manfaat ekonomi dari komunitas lokal sebagai
akibat dari pengembangan wisata sehingga mencapai keberlanjutan
ekonomi.
e. Education, Preparation and Information. Upaya memberikan

8
pendidikan tentang lingkungan kepada para pengunjung, penduduk
setempat, pemerintah daerah, pedesaan dan penduduk perkotaan
untuk meningkatkan kesadaran lingkunga pada daerah wisata.
f. Local control, pelibatan masyarakat lokal didalam pengembangan
pariwisata berkelanjutan (Dumbraveanu 2004).

Pariwisata berkelanjutan dapat ditinjau dari tiga perspektif (McCool &


Moisey 2001), yaitu:

a. Mempertahankan industri pariwisata dalam jangka waktu yang


lama.
b. Pariwisata yang lebih peduli pada usaha skala kecil, peka terhadap
budaya lokal dan dampak lingkungan dan adanya keterlibatan
masyarakat setempat dalam pengemabilan keputusan kebijakan.
c. Pariwisata sebagai alat pembangunan ekonomi dan sosial.

Menurut (Sumariadhi,2006) terdapat tiga kriteria ideal dalam pencapaian


pembangunan pariwisata berkelanjutan, yaitu apabila:

a. Menguntungkan secara ekonomi (economically


viable)Pembangunan pariwisata harus memberikan keuntungan
bagi masyarakat. Bentuk keuntungan dapat dilihat dari peningkatan
GNP, daya beli, lapangan pekerjaan dan biaya-biaya lingkungan
yang harus dibayar atas pembangunan tersebut.
b. Adanya penerimaan sosial dan budaya (socially and culturally
acceptable)Pembangunan pariwisata harus diterima secara sosial
budaya oleh komponen yang terlibat dalam pembangunan
(pemerintah, industri, masyarakat lokal dan wisatawan)
c. Berkelanjutan secara ekologis (ecologically
sustainable)Pembangunan pariwisata tidak menghabiskan
ketersediaan sumber daya yang ada untuk kebutuhan generasi
mendatang. Selain itu perlu dilakukan penanggulangan dampak-
dampak negatif akibat pembangunan.
Menurut United Nation World Tourism Organizationdalam McKercher
(2003) ada 4 (empat) prinsip dalam mengembangkan pariwisata yang
berkelanjutan, yaitu:

a. Keberlanjutansecara ekonomi, pemenuhan manfaat ekonomi untuk


kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang
b. Keberlanjutan secara ekologi, pembangunan yang mendukung
keberadaan keragaman hayati, pemenuhan akan daya dukung
lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam yanglestari.

9
c. Keberlanjutan budaya, meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk dapat bertanggung jawab penuh terhadap hidupnya dengan
melalui penguatan identitas lokal;
d. Keberlanjutan masyarakat lokal, penguatan terhadap keberadaan
masyarakat lokal dengan keterlibatan secara aktif dalam usaha
pengembangan pariwisata.

2.4 Tinjauan Ekowisata Hutan Mangrove

Berbagai macam produk dan jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari
ekosistem hutan mangrove. Salah satu jasa lingkungan yang berpeluang
dikembangkan dan tidak merusak ekosistem hutan mangrove adalah ekowisata.
Kegiatan ekowisata bisa termanfaatkan bila telah dilakukan pembenahan oleh
manusia. Ekowisata merupakan paket perjalanan menikmati keindahan
lingkungan tanpa merusak eksosistem hutan yang ada. Vegetasi hutan yang
terletak melintang dari arah arus laut merupakan keindahan dan keanekaragaman
vegetasi yang berbeda dari formasi hutan lainnya. Terlihat dari keunikan
penampakan vegetasi mangrove berupa perakaran yang mencuat keluar dari
tempat tumbuhnya (Kustanti, 2011).

2.5 Tinjauan Ekosistem Mangrove

Istilah ‘mangrove’ tidak diketahui secara pasti asal usulnya. Ada yang
mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari
bahasa Portugis dan Inggris. Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis pohon
mangrove sebagai ‘mangue’ dan istilah Inggris ‘grove’, bila disatukan akan
menjadi ‘mangrove’ atau ‘mangrave’. Mangrove adalah tanaman pepohonan atau
komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh
pasang surut (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas,
tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut
air laut. Mangrove banyak di jumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari
gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah
pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak
mengandung lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak bermuara sungai,
pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. Mangrove sulit tumbuh di wilayah
pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena
kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan
sebagai substrat bagi pertumbuhannya (Nybaken, 1992; Dahuri, 2003).

10
Ekosistem mangrove terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang
surut air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan
mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000). Peristiwa pasang-
surut yang berpengaruh langsung terhadap ekosistem mangrove menyebabkan
komunitas ini umumnya didominasi oleh spesies-spesies pohon yang keras atau
semak-semak yang mempunyai manfaat pada perairan payau. Faktor lingkungan
yang sangat mempengaruhi komunitas mangrove, yaitu salinitas, suhu, pH,
oksigen terlarut, arus, kekeruhan, dan substrat dasar (Nybakken, 1992).

Menurut Duke (1992) ekosistem mangrove mempunyai ciri khusus karena


lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh salinitas
serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut air laut.
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah intertidal forestcoastal yang terletak
di perbatasan antara darat dan laut, tepatnya di daerah pantai dan sekitar muara
sungai yang dipengaruhi pasang surut.

Menurut Kusmana et al. (1995) hutan mangrove adalah suatu tipe hutan
yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna,
muara sungai) yang tergenang waktu air laut pasang dan bebas dari genangan
pada saat air laut surut, yang komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam.
Adapun ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme
yang berinteraksi dengan faktor lingkungan di dalam suatu habitat mangrove.

11
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Hutan Mangrove Bali

Hutan Mangrove Bali atau Kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai
ditetapkan sebagai hutan tutupan oleh Belanda pada tahun 1927, Kawasan Taman
Hutan Raya Ngurah Rai telah mengalami beberapa kali perubahan status, sebelum
menjadi Taman Hutan Raya (TAHURA) Ngurah Rai, berawal dari Kawasan
Hutan Prapat Benoa (RTK. 10) seluas 1373,50 Ha dirubah fungsinya menjadi
“Taman Wisata Alam Prapat Benoa suwung” (Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: 885/Kpts-II/92, tanggal 8 September 1992

Kerjasama dengan pemerintah Jepang sudah dimulai Sejak tanggal 1


Desember 1992 mengenai Pengembangan Hutan Mangrove hingga tahun 1999
Hasil dari project ini adalah manual silviculture, nursery, mangrove handbook,
dan model pengelolaan mangrove yang berkelanjutan. Setelah itu kerjasama
dilanjutkan dengan project Mangrove Information Center Project (MIC) semenjak
bulan Mei 2001 sampai Mei 2004 dengan perpanjangan selama 2 tahun (s.d Mei
2006). Pada tahun 2011 Kementerian Kehutanan Republik Indonesia bersama
dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) telah sepakat untuk
melaksanakan proyek kerjasama teknis, yaitu “The Project on Mangrove.”

3.2 Pembahasan Masalah

Pembahasan sesuai dengan pasal 3 dan sesuai dengan ayat


(Kepariwisataan Sebagai Faktor Pembangunan Berkelanjutan Ekowisata)

Hutan Mangrove atau dikenal dengan sebutan hutan bakau, berfungsi atau
bermanfaat untuk menahan gelombang air laut yang masuk ke daratan. Dengan
adanya hutan bakau, maka abrasi atau pengikisan tanah pinggir pantai dapat
dikurangi. Pulau Bali dikelilingi oleh laut dan ombak besar, adanya di pantai yang
berada di Bali Selatan. Untuk melindungi pantai di Bali selatan dari abrasi, maka
dibuatlah hutan bakau, kerjasama antara pemeritah provinsi Bali dengan negara
Jepang. Luas kawasan Hutan Mangrove 746,5 hektar, berlokasi di Jl. By Pass
Ngurah Rai KM.21, Suwung Kauh, Denpasar.

12
Ayat 1

Semua pemangku kepentingan pembangunan kepariwisataan harus


menjaga lingkungan hidup dalam rangka memperoleh pertumbuhan ekonomi yang
handal,berkelanjutan dan berkesinambungan yang diarahkan untuk dapat
memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi sekarang dan mendatang secara
berkeadilan.

Pentingnya menjaga kebersihan selalu menjadi salah satu yang sangat


menunjang bagi jalannya tempat wisata khususnya Hutan Mangrove, karena
bagaimana kebersihan suatu tempat wisata dapat mengundang banyak wisatawan
berdatangan, serta dapat menunjang perekonomian bagi masyarakat di luar
maupun di dalam negri. Semua mempunyai perannya masing-masing dalam
menjalankan kebersihan lingkungan. Pemangku dan masyarakat di sekitar sudah
menjaga lingkungan Hutan Mangrove dan sudah adanya rambu- rambu larangan
tetapi beberapa wisatawan masih suka membuang sampah sembarangan dan
mengabaikan sampah di sekitar lingkungan sebagian wisatawan yang berkunjung
masih belum bisa diajak bekerjasama untuk menjaga kebersihan lingkungan di
Hutan Mangrove

Ayat 2

Semua bentuk pembangunan kepariwisataan yang dapat mengurangi


penggunaan sumber daya yang langka dan berharga khususnya air dan energi,
serta menghindari terbentuknya produk limbah atau sampah, hendaknya dapat
diberi dorongan oleh pemerintah secara nasional, regional maupun lokal.

13
Dalam hal kebersihan lingkungan, pemerintah harus ikut bagian dengan cara
memberikan aturan-aturan yang berlaku dan harus disiplin untuk di terapkan
dalam jalannya kepariwisataan. Seperti yang kita ketahui bahwa pemerintah
melarang penggunaan sampah plastik, demi mengurangi sampah yang berserakan
di kawasan wisata Hutan Mangrove. Di sekeliling Hutan Mangrove sudah banyak
terdapat tong sampah tetapi yang kami lihat masih banyak sampah organik dan
anorganik yang berserakan di Hutan Mangrove terutama di sepanjang jalan
setapak tersebut. Di bagian kiri dan kanan akar pohon maupun di perairam hutan
masih terdapat banyaknya sampah bekas barang bawaan wisatawan yang datang.

Ayat 3

Pengaturan perjalanan wisatawan dan pengunjung dari sisi waktu maupun


ruang, terutama yang disebabkan oleh cuti pekerja yang tetap dibayar serta liburan
anak- anak sekolah, dan lebih memeratakan pembagian waktu liburan sedemikian
rupa, adalah untuk mengurangi tekanan terhadap lingkungan hidup oleh kegiatan
kepariwisataan dan meningkatkan kemanfaatan industri pariwisata dan
perekonomian lokal.

Tempat wisata Hutan Mangrove dapat membagi banyak waktu untuk tetap
aktif di dalam kondisi high season dan low season. Seperti saat hari minggu
ataupun hari-hari raya besar yang dimana anak-anak libur sekolah dan pekerja
sedang libur saat hari itu. Saat hari biasa Hutan Mangrove beroperasi pada jam 8
pagi hingga jam 5 sore. Pembagian waktu inilah yg menunjang manfaat dan
perekonomian local. Tetapi karena sekarang sedang wabah Covid-19, Hutann
Mangrove justru tetap beroprasi dan lumayan banyak pengunjung yang datang
hanya untuk sekedar jalan-jalan, dan refreshing. Hal inilah yang membuat
kawasan mangrove tetap harus memperhatikan protokol kesehatan. Begitu pula

14
dengan wisatawan yang datang. Dengan menerapkan 5M yaitu memakai masker,
mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, membatasi mobilisasi dan
interaksi di dalam Hutan Mangrove tersebut. Pihak pengelola dan pemangku juga
sudah menerapkan hal tersebut, dengan menyediakan tempat mencuci tangan, cek
suhu, serta tanda-tanda untuk menjaga jarak. Pengunjung yang datang harus selalu
memakai masker, karena jika tidak maka tidak diperkenankan masuk oleh pihak
pengelola Mangrove. Tempat wisata juga kiranya dapat mengurangi tekanan
terhadap lingkungan yang disebabkan para wisatawan yang terlalu ramai dengan
cara menutup sementara tempat wisata sampai waktu yang ditentukan tujuan
untuk mengurangi tekanan terhadap lingkungan hidup oleh kegiatan
kepariwisataan dan meningkatkan kemanfaatan industri pariwista . Tarif bagi
wisatawan yang datang dikenakan biaya yaitu Rp. 10.000/orang.

Ayat 4

Infrastruktur kepariwisataan harus dirancang dan kegiatan kepariwisataan


harus diprogramkan sedemikian rupa untuk melindungi warisan alam yang terdiri
dari ekosistem dan keanekaragaman hayati serta untuk melestarikan spesies dan
binatang yang dilindungi; para pemangku kepentingan pembangunan
kepariwisataan harus dapat menerima pemberlakuan pembatasan dan hambatan
atas kegiatan mereka apabila itu diberlakukan khususnya terhadap wilayah yang
sensitif seperti: padang gurun, wilayah kutub atau wilayah pegunungan yang
tinggi, wilayah pesisir, hutan tropis atau daerah rawa-rawa, sebagai wilayah yang
tepat untuk mengembangkan taman nasional atau wilayah yang dilindungi

Infrastruktur di Hutan Mangrove sudah dirancang sedemikian rupa dalam


kegiatan kepariwisataan. Kawasan Hutan Mangrove sudah difasilitasi dengan
adanya toilet,warung untuk para wisatawan/pengunjung berbelanja. Untuk
melindungi warisan alam yang terdiri dari ekosistem dan keanekaragaman hayati
serta untuk melestarikan spesies dan binatang yang dilindung para pemangku
telah membangun papan informasi tentang larangan selama berada di kawasan
Hutan mangrove seperti ; mengganggu dan merusak tumbuhan atau satwa yang
dilindungi, membuang sampah sembarangan, tidak boleh merusak prasarana dan
sarana perlindungan hutan bangunan atau fasilitas ekowisata. Namun, disamping
itu masih saja terdapat infrastruktur yang rusak disana. Para pemangku yang

15
menjaga dan mengelola Hutan Mangrove sudah memperingati dengan tegas
memberikan pembatasan di setiap titik setapak jalan kayu untuk menghindari hal
yang tidak diinginkan.

Ayat 5

Wisata alam atau wisata ekologi diketahui ke khususannya sebagai


kegiatan yang mendukung dalam memperkaya dan meningkatkan reputasi
kepariwisataan, sejauh kepariwisataan menjaga warisan alam dan menghormati
penduduk setempat serta tetap memperhatikan daya dukung tempat.

Wisata alam memang menjadi salah satu wisata yang digemari oleh
banyak orang, wisata mangrove contohnya selain sebagai tempat wisata Hutan
Mangrove juga berguna sebagai kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan ataupun satwa dan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan kepenelitian,
ilmu pengetahuan, menunjang budidaya kepariwisataan dan rekreasi. Secara tidak
langsung juga tanaman mangrove sebagai “pemecah ombak alami’ yang
melindungi ekosistem dan ke kahwatiran para penduduk yang tinggal di pesisir,
Hal ini sangat meningkatkan reputasi pariwisata.

Berbagai manfaat yang kita peroleh di hutan mangrove tetapi masih ada
beberapa oknum yang masih belum bisa menjaga warisan ini, masih ada yang
mencoret fasilitas dan beberapa orang mesih membuang sampah sembarangan,
untuk penduduk setempat tidak terlalu keberatan akan wisata di tempat ini, dan
tempat ini sangat berpotensi untuk berkembang lagi.

16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari Penelitian ini kami dapat simpulkan pentingnya menjaga kebersihan


selalu menjadi salah satu yang sangat menunjang bagi jalannya tempat wisata
khususnya Ekowisata Hutan Mangrove di Denpasar, karena bagaimana kebersihan
suatu tempat wisata dapat mengundang banyak wisatawan berdatangan, serta
dapat menunjang perekonomian bagi masyarakat. Semua bentuk pembangunan
kepariwisataan yang dapat mengurangi penggunaan sumber daya yang langka dan
berharga khususnya air dan energi, serta menghindari terbentuknya produk limbah
atau sampah, hendaknya dapat diberi dorongan oleh pemerintah secara nasional,
regional maupun lokal. Ekowisata Hutan Mangrove dapat membagi banyak waktu
untuk tetap aktif di dalam kondisi high season dan low season. Saat pandemi
Covid-19, Ekowisata Hutan Mangrove di Denpasar tetap beroprasi dan sudah
menerapkan protokol kesehatan yang di anjurkan oleh pemerintah. Infrastruktur di
Hutan Mangrove sudah dirancang sedemikian rupa dalam kegiatan
kepariwisataan. Untuk melindungi warisan alam yang terdiri dari ekosistem dan
keanekaragaman hayati serta untuk melestarikan spesies dan binatang yang
dilindung para pemangku telah membangun papan informasi tentang larangan
selama berada di kawasan Hutan mangrove. Ekowisata Hutan Mangrove selain
sebagai tempat wisata juga berguna sebagai kawasan pelestarian alam untuk
tujuan koleksi tumbuhan ataupun satwa dan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan
kepenelitian, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya kepariwisataan dan rekreasi.
Secara tidak langsung juga tanaman mangrove sebagai “pemecah ombak alami’
yang melindungi ekosistem dan ke kahwatiran para penduduk yang tinggal di
pesisir, Hal ini sangat meningkatkan reputasi pariwisata.

4.2 Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian kami Ekowisata Hutan Mangrove di


Denpasar, peneliti memberikan saran kepada pemangku dan pengelola diharapkan
untuk membentuk tim penanganan sampah di Hutan Mangrove untuk
meminimalisir sampah organik dan anorgnik, selain karena menggangu estetika

17
yang dilihat oleh wisatawan kurangnya tingkat kebersihan juga mengganggu flora
dan fauna, maupun vegetasi ekosistem mangrove yang ada untuk berkembang.
Tetap mempertahankan kinerja performa dari produk wisata yang ada seperti
tingkat kemenarikan, keasrian hutan mangrove, dan fasilitas serta seluruh faktor
aksesibilitas karena dianggap penting dan diharapkan sebagai faktor penunjang
kepuasan wisatawan di Ekowisata Hutan Mangrove Denpasar serta memberikan
perhatian kepada item item yang belum tercapai dengan baik performanya.
Pemangku dan Pengempu Ekowisata Hutan Mangrove di Denpasar harus bisa
menangani atau memperbaiki jembatan maupun jalak setapak yang rusak atau
berlubang dan di harapkan lebih tegas dalam memberi larangan saat
berlangsungnya kepariwisataan.

18
DAFTAR ISI

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56207/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=28CC09E4A35D2A431B77B47D121226A0?
sequence=4

http://eprints.undip.ac.id/48404/3/6_BAB_II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf

https://docplayer.info/47201230-Ii-tinjauan-pustaka-2-1-wisata-alam-dan-
ekowisata.html

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/
848b85226bdfe490d7a196dbbe626ec7.pdf

http://eprints.undip.ac.id/48404/3/6_BAB_II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf

http://eprints.undip.ac.id/58946/3/BAB_2.pdf

https://gpswisataindonesia.info/tahura-ngurah-rai-bali-kota-denpasar-
bandung-bali/

19

Anda mungkin juga menyukai