Anda di halaman 1dari 25

i

MAKALAH

“PENDIDIKAN KARAKTER”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu: Riesmita Kustanti, SE.,MM

Oleh :

Pinki Lailatul Akhyuni (20101011102)

MANAJEMEN A1

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

2020
ii

LEMBAR PENGESAHAN
Nama Lengkap : Pinki Lailatul Akhyuni

Tempat Tanggal Lahir : Demak, 26 Juni 2002

NIM : 20101011102

Jurusan : Manajemen

Perguruan Tinggi : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Email : akhyunipinkilailatul@gmail.com

Nomor Telepon : 088238131829

Alamat : Desa Sambung Rt 01/ Rw 03, Kecamatan Gajah, Kabupaten


Demak

Judul Makalah : Pendidikan Karakter

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah


yang saya selesaikan adalah benar. Dengan ini saya menyatakan
penulisan makalah dengan judul Pendidikan Karakter telah memenuhi
semua syarat serta ketentuan yang ditetapkan oleh ibu dosen.

Demak, 17 Desember 2020

Yang Membuat Pernyataan,

(Pinki Lailatul Akhyuni)

Yang Memberi Pengesahan,

(Riesmita Kustanti, SE.,MM)


iii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyusun
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk atau bacaan baru bagi pembaca dalam administrasi
pendidikan profesi keguruan.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki
bentuk atau isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman saya yang


sangat kurang. Oleh kerena itu saya mengharapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Demak, 17 Desember 2020

Penyusun
iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1

B. RUANG LINGKUP ........................................................................ 2

C. TUJUAN PENULISAN .................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3

A. MAKNA KARAKTER ..................................................................... 3

B. FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER...................... 6

C. ALASAN PERLUNYA PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK


GENERASI PENERUS BANGSA ........................................................... 8

D. PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA ................................ 10

BAB III PENUTUP .................................................................................... 19

A. SIMPULAN ................................................................................. 19

B. SARAN ....................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 21


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin banyak yang sikapnya


menyimpang dari nilai-nilai, budaya, moral, dan agama. Faktanya di
masyarakat sering kali terjadi perkelahian antar geng, perilaku kekerasan,
perkelahian, tawuran, dan perilaku menyimpang lainnya. Hal itu
menunjukkan adanya kegagalan kita dalam menerapkan pendidikan
karakter dalam kehidupan sehari-hari.

Pembangunan karakter di Indonesia merupakan perwujudan amanat


Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 yang dilatarbelakangi oleh realita
permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini. Misalnya,
bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman
disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa. Untuk itu,
Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu
program prioritas pembangunan nasional.

Pendidikan karakter merupakan keseluruhan dinamika relasional


antarpribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari dalam maupun
dari luar dirinya, agar pribadi itu semakin dapat menghayati
kebebasannya, sehingga ia dapat semakin bertanggung jawab atas
pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang lain
dalam hidup mereka. Secara singkat, pendidikan karakter bisa diartikan
sebagai sebuah bantuan sosial agar individu itu dapat bertumbuh dalam
menghayati kebebasannya dalam hidup bersama dengan orang lain
dalam dunia. Pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi
menjadi insan yang berkutamaan.
2

Pendidikan karakter bukan hanya berurusan dengan penanaman nilai bagi


siswa, namun merupakan sebuah usaha bersama untuk menciptakan
sebuah lingkungan pendidikan tempat setiap individu dapat menghayati
kebebasannya sebagai prasyarat bagi kehidupan moral yang dewasa.
Oleh karena itu, ada dua macam paradigma dalam pendidikan karakter.
Yang pertama memandang pendidikan karakter dala cakupan
pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit. Yang kedua melihat
pendidikan karakter dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang
lebih luas, terutama melihat keseluruhan peristiwa dalam dunia pendidikan
itu sendiri.

B. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari penulisan makalah ini adalah mencakup tentang


makna pendidikan karakter, fungsi dan tujuan pendidikan karakter, alasan
perlunya pendidikan karakter, serta pendidikan karakter di Indonesia.

C. TUJUAN PENULISAN

1. Sebagai media informasi tentang pentingnya pendidikan karakter.


2. Sebagai media informasi tentang makna pendidikan karakter.
3. Sebagai media informasi tentang fungsi dan tujuan pendidikan
karakter.
4. Sebagai media informasi tentang pendidikan karakter di Indonesia.
5. Sebagai referensi bagi siswa-siswi untuk membuat makalah bahasa
indonesia ataupun makalah tentang pendidikan karakter.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. MAKNA KARAKTER
Terdapat tiga buah kata berbeda, yaitu etika, moral, dan karakter
yang masing-masing memiliki makna sedikit berbeda, namun dalam
penerapannya seringkali dipersamakan satu dengan lainnya. Etika berasal
dan kata ethos (Yunani) artinya kebiasaan, adat, akhlak, watak,
sedangkan moral berasal dan kata mos (Latin) artinya kebiasaan, adat.
Etika, menurut Aristoteles (364-322 SM) adalah filsafat moral, ilmu tentang
balk dan buruk, ilmu tentang asas-asas akhlak. Dengan kata lain, etika
rnenekankan pada sistem sosial di mana moral diterapkan dan menunjuk
pada standar atau pedoman perilaku yang harus dimiliki oleh sebuah
komunitas atau seorang individu. Secara singkat, etika adalah sistem nilai.
Kata moral memiliki makna yang sama dengan etika, walaupun asal kata
dari keduanva berbeda. Moral adalah istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas suatu sifat, perangal, kehendak, pendapat, atau
perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik, buruk. Akan tetapi,
terkadang moral lebih banyak berkaitan dengan yang benar daripada yang
salah. Berbeda dengan Colby, Kohlberg, Gibbs, dan I.iebermann (1983)
yang menyatakan bahwa moral adalah “tahapan yang tidak terkotak-kotak
untuk mengklasifikasikan dan mengevaluasi seseorang”. Sebagai
konsekuensinya, tahapan moral tidak bisa dijadikan dasar untuk
mengklaim kelayakan moral seseorang. Ini menjadi akar perubahan
pengembangan moral yang fokus pada pendekatan perilaku moralitas
bergeser pada penilaian moral. Dengan demikian, perbedaan keduanya
adalah, moral Iebih bersifat praktis, sedang etika lebih bersifat teoretis.
Moral bersifat lokal, etika bersifat umum (regional).” Moral
berkaitan dengan domain tentang apa yang patut dilakukan.
4

Sedangkan karakter (character) menurut kamus dapat diartikan


sebagai watak, tabiat, atau sifat. Kemendiknas mendefinisikan karakter
sebagai watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk
dan hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Hermawan Kertajava mengartikan karakter adalah ciri khas
yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut sudah
mengakar pada diri seseorang sehingga akan menjadi pendorong untuk
bertindak, bersikap, dan berucap. Untuk itu. penanganannva iuga harus
disesuaikan dengan kekhasan tersebut. Dengan begitu. karakter
seseorang akan mudah diidentifikasi dan dikembangkan. Karakter
seseorang merupakan hasil perpaduan antara faktor internal dan faktor
eksternal dari individu tersebut. Dengan kata lain, karakter seseorang
dapat dibentuk oleh Iingkungan kehidupannya sehari-hari, termasuk
pendidikan.
Lebih lanjut karakter adalah kata benda yang memiliki arti:
kualitas-kualitas pembeda, kualitas-kualitas positif, reputasi, seseorang
dalam buku atau film, orang yang luar biasa, individu dalam kaitannva
dengan kepribadian, tingkah laku, atau tampilan. Dari beberapa makna
tersebut, karakter merujuk pada beberapa hal, yaitu: (1) Karakter
dikenakan pada orang atau bukan orang, namun dalam pembahasan ini
lebih berkaitan dengan orang. (2) Berkenaan dengan kualitas, (bukan
kuantitas) dan reputasi orang. (3) Berkenaan dengan daya pembeda atau
pembatas, membedakan atau membatasi yang satu dan lainnva,
membedakan orang/masvarakat yang satu dengan lainnya. (4) Karakter
dapat merujuk pada kualitas positif atau negatif. Dengan demikian.
karakter merujuk pada kualitas orang dengan karakteristik tertentu.
Sementara itu, aI-Ghazali, Furqan, dan Madjid, Handayani
menganggap bahwa karakter Iebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas
manusia dalam bersikap atau perbuatan yang telah menvatu dalam diri
manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Akhlak dalam
5

pandangan Islam adalah kepribadian. Kepridadian itu komponennya ada


tiga. yaitu tahu (pengetahuan), sikap, dan perilaku. Kepribadian utuh
terwujud apabila pengetahuan sama dengan sikap dan sama dengan
periIaku.
Kemendiknas mendefinisikan karakter sebagai watak, tabiat,
akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi
berbagai kebajikan (virtues) yang divakini dan digunakan sebagai
landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Dengan
demikian, karakter adalah kualitas atau kekuatan mental, akhlak
seseorang yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong
untuk bertindak, bersikap, atau berkata sehingga akan menjadi pembeda
dengan Iainnya.
Karakter berbeda dengan temperamen. Temperamen merupakan
corak reaksi seseorang terhadap berbagai rangsangan dari luar dan
dalam. Ia berhubungan erat dengan kondisi bio-psikologi seseorang
sehingga sangat sulit diubah, karena dia dipengaruhi oleh unsur hormon
yang sifatnya biologis. Sedangkan karakter terbentuk melalui perjaIanan
hidup seseorang. la dibangun oleh pengetahuan, pengalaman, serta
penilaian terhadap pengalaman itu. Kepribadian dan karakter yang baik
merupakan interaksi seluruh totalitas manusia. Dalam Islam, hal itu
dinamakan dengan rusyd. Ia bukan hanya nalar, kesadaran moral, dan
kesucian jiwa. Karakter terpuji merupakan hasil internalisasi nilai-nilai
agama dan moral pada diri seseorang yang ditandai oleh sikap dan
perilaku positif. Oleh karena itu, ia terkait dengan kalbu.
Pendidikan mempunyai tanggung jawab besar dalam membentuk
karakter tersebut, karena saat ini bangsa Indonesia mengalami penurunan
moral. Hal ini dapat dilihat dari fenomena maraknva korupsi yang
dilakukan oleh orang-orang yang ternyata berpendidikan tinggi. Ini
merupakan cambuk bagi pendidikan kita, mengapa pendidikan kita belurn
mampu mernbentuk karakter bangsa. OIeh karena itu, pendidikan harus
6

dirancang untuk dapat membentuk karakter bangsa, sebagaimana


diungkapkan oleh Martin Luther King dalam Masnur, yaitu “intelligence
plus character.., that is the goal of true education (kecerdasan yang
berkarakter.. .adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya).

B. FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER


Pendidikan memang harus menganut progresivisme yang adaptif
terhadap perkembangan zaman dan humanis dengan memberi individu
bebas beraktualisasi. Namun, progresif tanpa memahami filosofi atas
kemajuan dan peruhahan serta kebebasan yang tanpa sadar akan
tanggung jawab atas pemilihan sikapnya hanyalah akan mempercepat
rusak dan hilangnya karakter. Untuk itu pendidikan karakter berperan
untuk memberi pencerahan atas konsep determinism dalam praksis
pendidikan. Pendidikan karakter tidak lagi sekedar mengenalkan berbagai
aturan atau definisìnya, namun lehih menekankan pada sikap, attitude,
dan tanggung jawab.
Pendidikan karakter Iebih lanjut berfungsi untuk (1) menguatkan
dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan
perlu sehingga menjadi kepribadian mahasiswa yang khas sebagaimana
nilai-nilai yang dikembangkan, (2) mengoreksi perilaku mahasiswa yang
tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan, (3) membangun
koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam
memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama-sama.
Menurut Mulyasa, pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan.
Melalui pendidikan karakter, peserta didik diharapkan mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
7

menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan


akhlak mulia sehingga terwujud dalam perliaku sehari-hari.
Sedangkan menurut Kesuma, tujuan pertama pendidikan karakter
adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu
sehingga terwujud dalam perilaku anak. Pendidikan bukanlah sekedar
suatu dogmatisasi nilai kepada anak, tetapi sebuah proses yang
membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksì bagaimana
suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian.
Selain itu juga mengarahkan pada pembiasaan yang dilakukan oleh
sekolah untuk peserta didik.
Lebih lanjut Kesuma menjelaskan bahwa berdasarkan kerangka
output pendidikan karakter, maka lulusan sekolah akan memiliki sejumlah
perilaku khas bagaimana nilai yang dijadikan rujukan oleh sekolah
tersebut. Asumsi yang terkandung dalam tujuan pendidikan karakter yang
pertama adalah penguasaan akademik diposisikan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan penguatan dan pengembangan karakter. Hal ini
berimplikasi bahwa proses pendidikan harus dilakukan secara kontekstual.
Kedua adalah mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak
bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Ini
menunjukkan bahwa pendidikan karakter memiliki sasaran untuk
meluruskan berbagai perilaku yang negative menjadi positif. Proses
pelurusan yang dimaknai sebagai pengkoreksian perilaku dipahami
sehagai proses pedagogis dalam pengkoreksian perilaku negative
diarahkan pada pola pikir anak, kemudian dibarengi dengan keteladanan
lingkungan sekolah dan rumah, dan proses pembiasaan berdasarkan
tingkat dan jenjang sekolahnva.
Ketiga adalah membangun koneksi yang harmoni dengan
keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan
karakter secara bersama. Ini menunjukkan bahwa proses pendidikan
karakter di sekolah harus dihubungkan dengan proses pendidikan di
8

keluarga. Jika pendidikan karakter di sekolah hanya bertumpu pada


interkasi antara peserta didik dengan guru, maka pencapaian karakter
yang diinginkan akan sulit diwujudkan.

C. ALASAN PERLUNYA PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK


GENERASI PENERUS BANGSA
Pendidikan di Indonesia tidak hanya mengajarkan pengetahuan.
Masa kini pendidiikan mencakup hal yang lebih luas terkait kepribadian
peserta didik. Peserta didik tidak hanya diajarkan pengtahuan baru namun
juga dikembangkan pengetahuan awal pada peserta didik dengan
mengutamakan pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual yang
dimaksud adalah pendekatan pembelajaran dengan mengutamakan
fenomena disekitar peserta didik dan fenomena yang baru saja terjadi.
Fenomena disekitar peserta didik dan fenomena yang baru terjadi dapat
dijadikan rujukan materi ajar sehingga peserta didik dapat melihat
langsung dan juga mengetahui dengan cepat fenomena yang ada di
Indonesia.
Pendidikan di Indonesia turut melatih keterampilan generasi
mudahnva. Persaingan dunia kerja tidak hanya soal pengetahuan tetapi
diperlukan keterampilan sebagai pendukung. Keterampilan dapat
membantu generasi muda membuat karya orisinil untuk dipasarkan.
Keterampilan tidak melulu mengenai gerakan, keterampilan berbahasa
salah satu contoh keterampilan lain selain gerakan yang perlu dimiliki
peserta didik. Bahasa yang digunakan sehari-hari apabila digunakan
secara cermat dapat memikat perhatian seseorang. Tentu hanva dengan
perhatian seseorang pada lawan bicara sehingga orang itu betah
berbicara dengannya. Dalam pembicaraan itulah diselipkan bahasa yang
mempromisikan pengetahuan seseorang sehingga orang lain yang
membutuhkan pengetahuan tersebut dapat mengajaknva untuk bekerja
sama membangun atau mengembangkan pengetahuan-pengetahuan
9

baru untuk kepentingan masyarakat umum dan memperoleh timbal balik


dari masyarakat.
Pendidikan Indonesia sangat mengedepankan penanaman nilai-
nilai karakter pada peserta didiknya. Peserta didik yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan tidak cukup untuk membangun bangsa
Indonesia menjadi Iebih baik. Antisipasi pemerintah terhadap generasi
yang kenyang pengetahuan di bangku sekoIah menggunakan
pengetahuan untuk membodohi rakyat, merekayasa aturan untuk
kepentingan pribadi diwujudkan secara nyata melalui pendidikan karakter.
Pendidikan karakter menjadi hal yang diwajibkan bagi setiap jenjang
pendidikan. Pendidikan karakter menjadi amunisi pemerintah meredam
maraknya penyalahgunaan pengetahuan oleh generasi mendatang.
Pendidikan karakter menyelaraskan keterampilan dengan nilai-nilai Ieluhur
bangsa Indonesia sehingga keterampilan tidak disusupi pengaruh asing
yang berkedok modernisasi.
Menteri pendidikan Indonesia Nadiem Makarim setelah di lantik
memberikan komentarnya yang mengedepankan pendidikan karakter.
Dalam komentarnya ketika diwawancarai Kompas TV mengatakan bahwa
“harapan saya kedepan adalah untuk menciptakan pendidikan berbasis
kompetensi dan berbasis karakter karna itu luar biasa pentingnya untuk
kita”. Betapa pentingnya pendidikan karakter di mata bapak menteri
Pendidikan Nadiem Makarim. Beliau dilantik menjadi menteri sebelumnya
di periode ke 2 bapak Joko Widodo memimpin Indonesia menggantikan
menteri sebelumnya bapak Muhajir Effendy yang menjabat Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Menurut Lickona (1991) ada tujuh alasan mengapa pendidikan
karakter itu harus disampaikan. Ketujuh alasan yang dimaksud:
1. Cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian
yang baik dalam kehidupannya.
2. Cara untuk meningkatkan prestasi akademik.
10

3. Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi


dirinya di tempat lain.
4. Persiapan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat
hidup dalam masyarakat yang beragam.
5. Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-
sosial, seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan,
pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah.
6. Persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja.
7. Pembelajaran nilai-nilai budaya yang merupakan bagian dari kerja
peradaban.

D. PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA

Jika kita tilik dari pengalaman sejarah bangsa, pendidiikan karakter


sesungguhnya bukan hal baru dalam tradisi pendidikan di indonesia.
Beberapa pendidik indonesia modern yang kita kenal,seperti R.A. Kartini,
Ki Hadjar Dewantara, Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Moh. Natsir, dll. Telah
mencoba menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk
kepribadian dan identitas bangsa sesuai dengan konteks dan situasi yang
mereka alami.

Membentuk wajah bangsa merupakan keprihatinan pokok para


cendekiawan kita. Dengan caranya masing-masing, mereka mencoba
membayangkan dan menggagas sebuah bangsa yang memiliki identitas.
Kalau kita mau menengok sedikit kebelakang dan melihat bagaimana
awal munculnyakebangkitan nasional, kita akan menemukan bahwa
bangsa ini terbentuk bukan terutama karena praksis perjuangan melawan
penjajah yang terbesar secara sporadis di seluruh tanah air.
Kemerdekaan kita berawal dari sebuah ide dan gagasan, ide dan gagasan
inidimulai dari hasil “perantauan mental ” para pemikir dan cendekiawan
kita. Dari pemikiran dan gagasan ini, muncullah keindonesiaaan yang
mesti kita perjuangkan dengan kerj keras, m elalui perjuangan sengit yang
11

mengorbankan banyak nyawa dan harta. Dari sini jelas terlihat bagaimana
praksis membentuk wajah bangsa terjadi ketika ada pemikiran bersama
tentang menjadi sebuah bangsa mandiri. Tanpa ada pemikiran tentang
“siapa diri kita ini”, perjuangan dan perlawanan tidak akan ada. Oleh
karena itu, tidk mengherankan jika para pemikir dan cerdik pandai yang
mulai berpikir tentang negri indonesia, mereka jugalah yang menjadi
tokoh-tokoh pergerakan nasional. Id dan gagasan bagi mereka bukan
konsep yang melayang tinggi, yaitu masyarakat indonesi yang hidup dan
berada bersama dengan bangsa-bangsa lain. Kesadaran ini baru muncul
ketika kita menyadari bahwa bangsa ini tidak sendirian, dan bahwa ada
realitas lainyang lebih baik diluar knyataan kita sekarang ini. Realitas lain
ini diketahui oleh mereka ketik para pelapor tokoh pergerakan nasional ini
belajar di luar negri.

Perjumpaan dengan bangsa-bangsa lain itulah yang membuat


mereka mengenali identitas diri sebagai sebuah bangsa. Inilah yang
membuat R.A Kartini menyadaribahwa dalam diri bangsanya ada sesuatu
yang masih perlu dikembangkan. Kartini sebagai ibu nasionalisme
indonesia moder sangt kagum dengan perkembangan kebudayaan
negara lain, dan keceraan hidup mereka dalam terlibat dalam duniapublik.
Semangat dan harapan pembaharuan inilah yang bisa kita temukan dlam
ktya besarnya HABIS GELAP TERBITLAH TERANG. Kartini, meskipun
pada akhirnya tetap tidak berdaya menghadapi kekuatan kultur
bangsanya sendiri, telah memberikan fondasi penting bahwa sebuah
bangsa akan memiliki karakter kalau penduduknya tidak tinggl selamanya
dalam kegelapan pengetahuan, melainkan hidup dalam terangnya
pemikiran dari akal budi manusia yang terbukti telah membawa bangsa-
bangsa lain mengenyam kemajuan.

Tokoh yang menghargai makna rasionalitas barat tidal lain adalah


sutan syahrir. Bagi dia, keterbelakangan bangsa hanya bisa diperbarui
12

jika setiap penduduknya mempergunakan kekutan akal budi dalam


mengatur tata kehidupan bersama didlam masyarakat. Namun demikian,
meskipun kagum dengan peradaban barat yang tampil dalam
rasionalitasnya, syakhrir tidak kehilangan daya kritisnya terhadap
pemikirannya barat.

Mohammma httta merupakan cerdas lain yang kita miliki. Ia adalah


filsuf yang berjuang bukan hanya dengan kekuatan fisik, namun lebih
dengan kekuatan daya fikir. Dimana pun beliau berada, buku-buku selalu
menyertainya. Bahkan ketika berada ditempat pembuangan pun buku-
buku adalah sahabatnya yang paling setia. Bung hatta, karaktr bangsa
hanya bisa dibentuk jika masyarakatnya mampu mempergunakan daya
pikir dan mampu merefleksikan budaya sendiri dalam pengembangan
kehidupan bersama, yang tidak lain adalah perjuangan pemberdayaan.

Tan malaka, meskipun memiliki cara bertindak yang berbeda


dibandingkan dengan hatta dan syakhrir, merupakan sosok yang dalam
hidupnya mampu mengintegrasikan makna pemikiran dialeksis dari
pemikirannya. Oleh rudolfmrazek seluruh laku hidupnya disebut sebagai
“struktur pengalaman seseorang personalitas politik” sebab totalitas
pengalaman hiupnya sekaligus mencerminkan leburnya antara teori dan
praksis dalam dialektika panjang tanpa akhir. Dialektika adalah kata pokok
yang bisa menjadi kunci pemikirannya dalam segala bidang, termasuk
dalam bidang politik. Madilog menjadi salah satu karya besar anak bangsa
yang menandaskan bahwa filsafat dapat menjadi dasar bagi sebuah
pembaruan sosial. Pembaruan ini mesti ditemukan dalam perjuangan
menuju kemerdekaaan.

Maih banyak pemikiran lain seperti Ki Hadjar


Dewantara,mohammad natsir, dll, yang memberikan inspirasi bagi kita
tentang membangun karakter bangsa. Oleh karena kekhasan mereka
13

tidak dapat diungkapkan dalam ruang terbatas ini, demi kepentingan kita
akan diulas sedikit tentang pendidikan karakter dalam pemikiran soekarno.

Tanpa mengurangi jasa-jasa pelopor kemerdekaan yang lain,


soekarno menduduki tempat yang penting dalam sejarah kemerdekaan
bangsa kita. Soekarno bukanlah sekedar pemikir dan pejuang, ia
sekaligus seorang berkarakter yang mampu menyampaikan gagasan dan
pemikirannya pada khalayak dengan bahasa yang sangat sederhana dan
memberikan keyakinan bagi rakyat sehingga semangat kebangsaan itu
bisa menjadi milik semua. Mungkin inilah kelebihan soekarno. Pemikiran
dan kharismanyamenyerambah hampir diseluruh plosok negri ini. Alaan
sederhna inilah yang mendorong perlunya kita membahas beberapa point
penting sumbang soekarno bagi pengembangan karakter bangsa.

Konteks soekarno hidup adalah masa dimana dunia mengalami


perang dunia I dan II dan masa setelah kemerdekaan. Dalam kurun
tersebut bangsa kita sedang engalami penindasan kolonial belanda,
pendudukan jepang, dan kmbalinya belanda dengan tentara sekutunya
pasca bom atom hiroshima dan nagasaki. Berbgaimacam pergerakan
nasional muncul diberbagai tempat dalam mengusir penjajahan. Indoneia
yang terpecah belaholeh penjajah menyadarkannya tentang pentingnya
menjadi bangsa yang mandiri dan merdeka. Pendidikan yang ia alami
dibelanda membuat pemikirannya tentang kemerdekaaan menjadi
semakin matang.

Sebagai pendidikbangsa, soekarno tidk ingin bahwa bangsa ini


memiliki mental budak yang enggan pada keinginan merdeka. Unuk inilah,
semangat menyala-nyala tentang kemerdekaan harus dinyalakan terlebih
dahul dalam sanubari rakyat. Tanpa semangat merdeka, tidak akan daya
apa-apa untuk mengubah nasib.
14

“jikalau kita ingin mendidik rakyat indonesia ke arah kebebasan dan


kemerdekaaan, jikalau kita ingin mendidik rakyat indonesia menjadi tuan
diatas dirinja sendiri, seman maka pertma-tama kita harus membangun-
bangunkan dan membngkit-bangkitkan dalam hati sanubari rakyat
indonesia itu ia punja roch dan semangat menjadi roch-merdeka dan
semangat-merdeka jang sekeras-kerasnya, jang harus pula kita hidup-
hidupkan mendjadi api kemaua-merdeka jang sudah bangkit menjadi
kemauan-merdeka sahadjalah jang dapat melahirkan sesuatu
perbuatanmerdeka jang berhaasil ” (dalam suluh indonesia muda, 1928)

Inilah sesungguhnya yang menjadi cita-cita dasar sokarno sejak


sebelum kemerdekaaan, yaitu kemerdekaan, karakter bangsa tidak bisa
terwujud jika prasyarat pokoknya, yaitu kemerdekaan, tidak ada. Tidak
ada sebuah bangsa yang bertanggung jawab jika tidak memiliki
kemerdekaaan. Tidak ada kemerdekaan dalam mentalitas bangsa tidak
ada semangat merdeka atau kemauan merdeka.

Kemauan merdeka atau kehendak merdeka ini tidak akan muncul


kalau tidak ada rasa kepercayaaan terhadap diri sendiri “tiap-tiap geraknja
roch-nasional hanjalah bisa terjadhi, djikalau rakjat itu mempunyai
harapan atas berhasilnya usaha kekuatan sendiri dan mempunjai
kepertjajaan dalam kekuatan sendiri itu... harapan dan keperdjajaan atas
diri sendiri itulah jang mendjadi sendinja tiap-tiap roch-nasional”

Dalam setiap perjuangan atau usaha apapun, terlenih untuk meraih


sebuah perjungn yang bermakna, setiap orang mesti melihat hubungan
antara hasil-hasil dari ini dan tujuan jangka panjang, kita tidak dapat
mengandalkan tercapainya cita-cita bangsa hanya dengan meliht
keberhasilan jangka pendek, melainkan harus memiliki visi jangka
panjang. Visi jangka panjang inilah yang dibutuhkan jika bangsa ingin
mempertahankn krakternya.
15

“dus, massa tidak boleh beraksi buat hasil-hasil-ketjil-hari-ini? Tidak


begitu, sama sekali tidak begitu! Massa hanja tidak boleh menggenuki
aksi buat hasil-hsil-ketji-hari itu! Massa hanja tidak boleh ketarik oleh
manisnja hasil-hasil-ketjil itu, sehingga lantas lupa akan maksud jang
besar tahdi-tahadinja, atau menomor-duakan maksud-besar jang tahadi-
tahadinja itu. Massa sambil berdjalan harus selalu mengalahkan matanja
ke arah puntjak gunung indonesia merdeka, dan memandang hasil-hasil-
ketjil itu hanja sebagai bunga-bunga jang ia sambil lalu petikkan dipinggir
djalan.” (dalam fikiran ra’jat, 1933)

“.....di dalam politik radikal tidak adalah pertentangan antara


perdjoangan jang leluasa, tetapi justru suatu huungan jang rapat sekali,
suatu “perkawinan” jang rapat sekali, suatu “wisselwerking” jang rapat
sekali. “zonder perdjoangan buat perobahan sehari-hari, tiada
kemenangan bagi perdjoangan buat kemerdekaan; zonder perdjoangan
buat kemerdekaan, tiada kemenangan bagi perdjoangan buat perobahan
sehari-hari”inilah a-b-c-nji aksi radikal, inilah ha-na-tja-ra-ka-nja
perlawanan radikal; perlawanan ketji sebagai”moment”daripada
perlawanan yang besar ,perlawanan ketji sebagai mata rantai didalam
perlawanan jang besar,-berbedaan sama-sekali setinggi langit dengan
“perlawananja”kaum reformis jang hingga buta menggenuki perdjoangan
sehari-hari untuk perdjoangan sehari-hari,”(dalam fikiran ra’jat, 1933)

Jelaslah bahwa bagi soekarno, pendidikan karakter bangsa yang


menjadi cita-cita nya merupakn perjalanan panjang menuju kemerdekaan,
melalui usaha-usaha hari ini dan usaha-usaha jangka panjang. Seluruh
rakyat akan meraih kemerdekaan ini jika semuanya bergotong-royong
satu tujuan dlam merealisasikan cita cita ini. Tanpa kesatuan dan
persatuan, bangsa kita akan mudah tercerai berai. “satu tudjuan radikal,
zonder banjk menoleh-noleh melihat dan menggenuki hasil-hasil-ketji-hari-
ini” (dalam fikiran ra’jat, 1933).
16

Benih-benih kemerdekaaan itu mulainya tampil dalam gagasan.


Gagasan ini dalam perjuangan bersama para pecinta dan pemikir negri
ini. Ketika saatnya tiba, soekarno bnar-benar melihat impiannya. Negeri
indonesia merdeka, namun ia tidak hanya berhenti disitu. Pemikirannya
masih berlanjut dengn mendasari indonesia yang plural ini dengan
pancasila. Pemikirn soekarno tentang pncasila ini sangatlah mendominasi
dalam permusyawaratan para tokoh nasionalis tentang dasar dan ideologi
negara.

Meskipun dalam perkembangan selanjutnya terjadi perkembangan


dalam pemahaman dan penafsiran tentang pncasila- mungkin ada yang
berfikir bahwa soekarno muda (pemikir) berbeda dengan soekarno tua
(politid)-kita tidak dapat mengelak dri knyataan bahwa dari soekarnolah
kita memperoleh bukti dari pemikiran yang berbobot yang berguna bagi
perkembngan bangs. “kunci rahasia dari keberhasilannya terletak pada
kebebasan berfikir yang amat dihargainya, setiap kritisnya yang tajam, anti
dogmatisme, integritas kepribadiannya mengembangkan pmikiran sendiri,”

Pemahaman tentang pancasila memang merupakan hal yang


sangat fundamental bagi kehidupan bangsa. Dalam konteks
pendidikan,mislnya, pada masa orde lama, untuk membantu
pembentukan karakter bangsa pendidikan budi pekerti masuk menjadi
salah satu pelajaran dalam kurikulum SD1947, pendidikan budi pekerti
lantas digabung dengan pendidikan agamadalam kurikulum 1964 dengan
nama agama/budi pekerti, juga ada mata pelajaran khusus tentang
kewarganegaraan yang sering disebut civics.

Pada masa orde baru, bahkn pancasila sebagai ideologi bangsa


dan dasar negara coba dibudayakan dengan lebih sistematis lagi dengan
cara mewjibkan mengikuti penataran pedoman penghayatan dan
penglaman pancasila (P4), dan diadakannya sebuah mata pelajaran
17

khusus, yaitu kewarganegaraan negara indonesia. Pendidikan moral


indonesia (PMP).

Usaha-usaha ini ditujukan bagi pembentuk watak bangsa, sebab,


tanpapemahaman yang dinamis dan terbuk tentang pancasila, bangsa kita
akan cenderung kembali pada ikatan-ikatan primordial yang memecah
belah. Usaha untuk mendidik bangsa, jika tidak disertai semangat
keterbukaan tehadap pemikiran kritis seperti diimpikan soekarno, pada
akhirnya hanya menjadi alat ideologis penguasa untuk mempertahankan
status quo-nya.

Pendidikan budi pekerti memang timbul tenggelam dalam


kurikulum pendidikan nasional kita. Adakalanya pendidikan budi pekerti
menjadi primaona menjadi mata pelajaran khusus, dan kemudian menjadi
dimensi yang menyerambahi seluruh mata pelajaran, ada kalanya
pendidikan budi pekerti diintegrasikan dengan pendidikan agama,
pendidikan moral pancasila,atau pendidikan akhlak mulia. Namun, juga
ada saat dimana pendidikan budi pekerti sama sekali hilang dalam
kurikulum kita. ”pendidikn budi pekerti tidak pernh dianggap sebagai
sesuati yang penting untuk diajarkan. Hal ini tampak dari tidak pernah
tercantumnya budi pekerti dalam kurikulum SLTA sejak indonesia
merdeka.”

Berbagai macam cara memandang pendidikan budi pekerti, entah


itu dianggap sebagai mta pelajaran khusus, atau terintegrasikan dengan
mata pelajaran antara lain pendidikan agama, sejarah, PPKn, PMP,
pendiikn kewarganegaraan, dll menunjukkan bahwa bagsa ini sebenarnya
memiliki keprihatinan mendalam tentang pembentukan karakter bangsa.
Namun, ketikjelasan konstektual tentang makna pendidikan budi pekerti,
seperti tercermin dalam campur aduknya pendidikan budi pekerti dalm
mata pelajaran pendidikan moral, pendidikan
kewarganegaraan,pendidikan kesejahteraan keluarga, pendidikan agama
18

dll mengindikasikan bahwa peikiran tentang pendidikan karakter itu tetap


bergulir dalam sejarah pendidikan bagsa ini, situasi ini ssungguhnya
menantang kita untuk kembali dapat meletakkan dan memahami
pendidikan karakter bagi pembentukan kepribadian bangsa.

Dari uraian diatas kita dapat menarik benang merah bahwa


gagasan dasar tentang pendidikan karakter itu sesungguhnya bukan
sesuatu yang asing bagi proses bersama menjadi indonesia. Mengapa
para pemikir bangsa menjadi pelopor pergerakan nasional berhasil
melahirkan pemikiran-pemikiran baru bagi sebuah proses pembentukan
bangsa dan pembentukan manusia indonesia? Jawabannya adalah
karena mereka memiliki cita-cita, idealisme untuk membangun manusia
dan masyarakat indonesia baru. Dasar idealisme ini adalah nilai-nili
kebangsaan, nilai-nilai budaya, nilai-nilai agama, nilai-nilai pengetahuan.
Titik pijak akan nilai-nilai ini yang menggolongkan mereka menjadi pemikir
idealis yang menjadi jiwa bagi pendidik karakter sebuah bangsa.
19

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami
nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action).
Secara singkatnya pendidikan karakter bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu
warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan,dan menerapkan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan.
Nilai-nilai pendidikan karakter merupakan nilai-nilai yang
dikembangkan dan diidentifikasi dari sumber-sumber yang mencerminkan
karakter Inonesia, yaitu Agama, pancasila dan UUD 1945 dan diwujudkan
berdasarkan ke sebelas prinsip pendidikan karakter.

B. SARAN
Pendidikan karakter merupakan sesuatu yang sangat penting dan
harus dipahami serta dipraktekkan secara menyeluruh. Pembentukan
karakter yang pada umumnya terjadi pada masa anak-anak, mendorong
para orangtua untuk bersikap serius dalam masalah ini. Orangtua harus
memberikan pendidikan yang baik dalam rangka membentuk karakter
anak. Sehingga diharapkan lahir generasi penerus bangsa yang memiliki
karakter kuat dalam rangka memajukan bangsa dan negara.
20

Hal yang sama juga harus dilakukan para pendidik baik di sekolah
(guru), di Perguruan Tinggi, atau dimanapun berada, yang merupakan
orangtua kedua bagi anak. Budaya yang baik di lingkngan tempat belajar
harus dibangun dan diaplikasikan oleh semua pihak, agar tercipta
manusia-manusia yang berkarakter di masa mendatang.
21

DAFTAR PUSTAKA

Doni Koesema A, 2007, Pendidikan Karakter, Jakarta, PT Grasindo

Rosidatun, 2018, Model Implementasi Pendidikan Karakter, Gresik,


Caremedia Communication

Dr. Nur Chanifah, S.Pd.I, Abu Samsudin, S.Th.I,M.Th.I, 2019, Pendidikan


Karakter Islami: Karakter Ulul Albab di Dalam Al-Qur,an, Banyumas, CV.
Pena Persada

Syamsunardi, S.Pd.,M.Pd., Nur Syam, S.Pd.,M.Pd., 2019, Pendidikan


Karakter Keluarga dan Sekolah, Sulawesi Selatan, Yayasan Ahmar
Cendekia Indonesia

Anda mungkin juga menyukai