Anda di halaman 1dari 222

Manajemen Risiko

Berbasis SNI ISO 31000


Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.100.000.000 (serratus juta
rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Manajemen Risiko
Berbasis SNI ISO 31000

Charles R. Vorst
D.S. Priyarsono
Arif Budiman

Badan Standardisasi Nasional


Tangerang Selatan 2020
Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000

Hak cipta © 2018 oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN)

Penyusun : Charles R. Vorst, D.S. Priyarsono, Arif Budiman


Desain : Murdianto, Wiranti Suwarti Sari, Heri Kurniawan
Editor : Nasrudin Irawan, Mayastria Yekttiningtyas, Kristiati
Andriani, Wiranti Suwarti Sari

Hak Cipta dilindungi Undang-undang


Dilarang memperbanyak sebagian atau keseluruhan isi buku ini tanpa izin
tertulis dari penerbit.

Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000 / BSN - Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional, 2018.
xvi. + 201 hal.: 25 cm

ISBN : 978-602-9394-21-4

1. Manajemen Risiko 2. SNI ISO 31000

Edisi Pertama, Cetakan Pertama (2018)


Edisi Pertama, Cetakan Kedua (2020)

Penerbit:
Badan Standardisasi Nasional
Gedung 420, Kompleks PUSPIPTEK
Setu, Tangerang Selatan 15343
SAMBUTAN

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa,
karena atas anugerah dan rahmat-Nya, Badan Standardisasi Nasional (BSN)
bekerjasama dengan Komite Teknis 03-10, Manajemen Risiko, dapat
merampungkan buku “Manajemen Risiko berbasis SNI ISO 31000” yang dapat
digunakan sebagai salah satu referensi untuk pendidikan, khususnya
pendidikan standardisasi.

Risiko yang mempengaruhi organisasi dapat berakibat pada kinerja


ekonomi dan reputasi profesional organisasi, selain itu juga dapat berdampak
pada lingkungan, keselamatan dan kemasyarakatan. Oleh Karena itu,
mengelola risiko secara efektif membantu organisasi untuk bekerja dengan
baik di lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian.

Buku ini memberi gambaran ringkas, padat, dan runut mengenai


bagaimana mengelola risiko berdasar standar internasional. Standar
Internasional lSO 31000, disusun oleh perwakilan negara-negara tergabung
dalam ISO Technical Committee untuk Risk Management dan telah diadopsi
menjadi SNI ISO 31000. Sebagian besar masyarakat umumnya memandang
bahwa risiko merupakan ancaman yang sebaiknya dihindari. Dengan
memahami prinsip mengelola risiko yang baik, maka risiko dapat menjadi
peluang bagi organisasi untuk berkinerja lebih baik, membuka pasar baru,
memperluas usaha serta memaksimalkan potensi organisasi dalam mencapai
tujuannya. Standar mengenai manajemen risiko ini dapat diterapkan di
berbagai sektor dan menjadi salah satu persyaratan hampir di seluruh standar
sistem manajemen. Untuk itu, besar harapan kami agar buku ini dapat
menjadi salah satu referensi di perguruan tinggi dan dapat memberikan
manfaat bagi para pembacanya.
Akhir kata, Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan buku “Manajemen Risiko berbasis SNI ISO 31000”
sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Kepala Badan Standardisasi Nasional

Prof. Dr. Bambang Prasetya, M.Sc.

vi I
SEKAPUR SIRIH

Tiada peradaban bila tidak ada pengetahuan, dan tiada pengetahuan


tanpa pembelajaran. Buku adalah teman hidup bagi manusia dalam proses
pembelajaran, sekaligus warisan luhur yang diturunkan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.

Buku Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000 adalah perwujudan


komitmen para ahli bidang manajemen risiko untuk memberikan kontribusi
luhur mereka sehingga pengetahuan tentang manajemen risiko berbasis SNI
ISO 31000 dapat tersebar seluas-luasnya di negeri tercinta Indonesia.

Karena SNI ISO 31000 adalah Standar Nasional Indonesia yang


diadopsi sepenuhnya dari standar internasional ISO 31000, membaca buku ini
sebenarnya adalah suatu perjalanan intelektual dalam menggali pengetahuan
dan membangun kompetensi yang sangat dibutuhkan tidak hanya dalam
skala nasional tetapi juga skala global. Dengan semakin banyaknya tantangan
ketidakpastian dan risiko di masa depan, mempersiapkan diri untuk memiliki
pengetahuan dan kompetensi manajemen risiko menjadi suatu keunggulan
insani yang sangat relevan bagi manusia pembelajar.

Susunan isi buku disajikan dalam urutan yang sangat apik dan
sistematis mulai dari hal mendasar tentang pengertian ketidakpastian, risiko,
masalah, krisis, dan bencana, sampai dengan ilustrasi penerapannya dalam
berbagai konteks. Oleh karena itu, buku ini dapat dijadikan salah satu rujukan
pembelajaran tentang manajemen risiko di perguruan tinggi terutama di
tingkat sarjana atau yang setara sehingga pengetahuan dan kompetensi
mereka sejalan dengan kebutuhan industri pengguna.

Selain itu, buku ini dapat juga dipergunakan oleh para praktisi dengan
latar belakang industri dan lingkungan yang berbeda-beda, baik sebagai
rujukan awal, maupun sebagai rujukan umum dalam pengembangan
penerapannya yang spesifik dan unik.

Sebagai akhir kata, adalah suatu berkah bagi kita semua bahwa para
penulis yang merupakan anggota Komite Teknis 03-10 Manajemen Risiko
Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menghasilkan buku perdana ini.
Besar harapan kita semua agar ada buku susulan dari para penulis sehingga
masyarakat pembelajar dapat terbantu untuk terus berkembang menjadi
manusia unggulan yang dapat berkontribusi optimal bagi kesinambungan
peradaban manusia.

Jakarta, Desember 2017

Dr. Antonius Alijoyo, SE, MBA, MM, ERMCP,


CERG, QRGP
Ketua Komite Teknis 03-10 Manajemen Risiko
Badan Standardisasi Nasional
Ketua Umum Indonesia Risk Management
Professional Association

viii I
KATA PENGANTAR

“When models turn on, brains turn off.” – Dr. Till Schuermenn, periset &
akademisi.

“Risk management is about people and processes and not about models and
technology.” – Trevor Levine, konsultan.

“Business people need to understand the psychology of risk more than the
mathematics of risk.” – Paul Gibbons, pengusaha.

Sungguh menarik ketika kita mencermati kemiripan pandangan dari


ketiga tokoh di atas! Meski berasal dari latar belakang yang berbeda,
akademisi, konsultan, dan praktisi ini mengemukakan pandangan senada
mengenai manajemen risiko, bahwa keberhasilan praktik pengelolaan risiko
lebih banyak dipengaruhi oleh sejauh mana manusia yang terlibat dalam
prosesnya memiliki pemahaman, kompetensi, dan kapasitas yang diperlukan.

Sesungguhnya pemahaman, teoretis maupun aplikatif, mengenai


bagaimana pengelolaan risiko dapat berlangsung secara proaktif, terstruktur,
dan sistematis merupakan sebuah kompetensi dasar yang perlu dimiliki oleh
siapapun. Terlepas dari disiplin ilmu yang kita dalami, profesi atau jabatan
yang kita miliki, maupun bentuk, jenis, ataupun ukuran organisasi tempat kita
mengabdi dan berkarya, kita semua perlu mengerti bagaimana, atau
setidaknya mengenal seperti apa, manajemen risiko diterapkan secara efektif.

Beranjak dari keyakinan di atas, tim penulis, yang juga merupakan


anggota Komite Teknis (Komtek) 03-10 Manajemen Risiko Badan
Standardisasi Nasional (BSN), menyambut dengan sangat antusias inisiatif
Pusat Pendidikan dan Pemasyarakatan Standardisasi (Pusdikmas) BSN untuk
menyusun sebuah buku mengenai manajemen risiko berbasis SNI ISO 31000.
Adapun buku ini ditujukan untuk menjadi salah satu opsi buku pegangan
dalam aktivitas perkuliahan mengenai manajemen risiko pada jenjang Strata 1
akhir atau Strata 2 awal, serta tidak tertutup kemungkinan dapat juga menjadi
salah satu referensi bagi para praktisi mula di bidang manajemen risiko untuk
menambah wawasannya. Mengacu pada tujuan ini, penyusunan konten buku
dimulai dengan sebuah bab Pendahuluan yang berisikan sekilas sejarah
manajemen risiko serta pengantar mengenai standar ISO 31000 sebagai
standar internasional manajemen risiko yang kemudian menjadi Standar
Nasional Indonesia (SNI), kemudian dilanjutkan dengan pembahasan
mengenai penerapan Prinsip, Kerangka Kerja, dan Proses Manajemen Risiko
SNI ISO 31000 masing-masing dalam bab-bab yang terpisah, dan ditutup
dengan bab terakhir yang berisikan ulasan berikut latihan beberapa teknik
penilaian atau asesmen risiko yang mengacu pada SNI ISO 31010. Dengan
menggunakan buku ini dalam kegiatan perkuliahan, para mahasiswa
diharapkan dapat memiliki kompetensi dasar, atau setidaknya mendapatkan
referensi, mengenai penerapan manajemen risiko berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) yang diadopsi secara identik dari sebuah standar
penerapan manajemen risiko yang diakui secara internasional, ISO 31000.

Akhir kata, tim penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusdikmas


BSN atas kerja samanya yang telah membuat aktivitas menulis buku menjadi
sebuah pengalaman yang menyenangkan. Tim penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada para anggota Komtek 03-10 serta berbagai pihak lainnya
yang telah memberikan bantuan dan dukungan hingga terbitnya buku ini.
Meski menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada edisi I ini, besar
harapan kita semua bahwa buku ini tetap dapat memberikan manfaat positif,
khususnya dalam upaya membentuk generasi muda Indonesia menjadi kaum
intelektual yang siap mengelola risiko.

Jakarta, Desember 2017

Salam,

Tim penulis.

xI
DAFTAR ISI

SAMBUTAN ........................................................................................................ v
SEKAPUR SIRIH ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xv

BAB 1. MANAJEMEN RISIKO - PENGANTAR ...............................................1


1.1 Sekilas Sejarah Manajemen Risiko di Indonesia dan Dunia............... 1
1.2 Bentuk-Bentuk Praktik Manajemen Risiko Pada Umumnya ........... 12
1.3 Sekilas tentang Badan Standardisasi Nasional dan Standar Nasional
Indonesia ....................................................................................... 14
1.4 Sekilas tentang SNI ISO 31000 ....................................................... 17

BAB 2. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN RISIKO ....................................... 23


2.1 Pengertian tentang Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Menurut SNI
ISO 31000 ...................................................................................... 23
2.2 Beberapa Kasus untuk Menjelaskan Makna Kata-kata Kunci dalam
Prinsip-prinsip Manajemen Risiko .................................................. 34

BAB 3. KERANGKA KERJA MANAJEMEN RISIKO .................................... 57


3.1 Pengertian mengenai Kerangka Kerja Manajemen Risiko .............. 57
3.2 Mandat dan Komitmen .................................................................. 60
3.3 Rancangan Kerangka Kerja untuk Pengelolaan Risiko.................... 69
3.3.1 Pemahaman organisasi dan konteksnya...................................69
3.3.2 Penetapan kebijakan manajemen risiko ...................................73
3.3.3 Akuntabilitas ..............................................................................75
3.3.4 Integrasi ke dalam proses organisasi.........................................80
3.3.5 Sumber daya ..............................................................................82
3.3.6 Penetapan mekanisme komunikasi dan pelaporan internal ....83
3.3.7 Penetapan mekanisme komunikasi dan pelaporan eksternal ..84
3.4 Pengimplementasian manajemen risiko ........................................ 85
3.5 Pemantauan dan tinjauan suatu kerangka kerja ............................ 86
3.6 Perbaikan berkelanjutan terhadap suatu kerangka kerja ............... 88

BAB 4. PROSES MANAJEMEN RISIKO ....................................................... 91


4.1 Komunikasi dan Konsultasi ............................................................ 93
4.2 Penetapan Konteks........................................................................ 98
4.3 Penilaian Risiko ............................................................................ 109
4.4 Perlakuan Risiko .......................................................................... 124
4.5 Pemantauan dan Tinjauan ........................................................... 127

BAB 5. TEKNIK PENILAIAN RISIKO BERBASIS SNI ISO 31000:2011..... 129


5.1 Penjelasan Umum mengenai Teknik Penilaian Manajemen Risiko129
5.2 Memilih Tenik-Teknik Penilaian Risiko......................................... 131
5.3 Pembahasan Beberapa Teknik Penilaian Risiko ........................... 142
5.3.1 Analisis Dampak Bisnis (Business Impact Analysis - BIA) ...... 142
5.3.2 Analisis Sebab-dan-Akibat (Cause-and-effect analysis) ......... 147
5.3.3 Analisis Bahaya dan Titik Pengendalian Kritis (Hazard Analysis
and Critical Control Point) ....................................................... 152
5.3.4 Analisis Lapisan-Lapisan Proteksi (Layers of Protection
Analysis) .................................................................................. 157
5.3.5 Analisis Dasi Kupu-Kupu (Bow Tie Analysis) ........................... 160
5.3.6 Analisis Monte Carlo ............................................................... 164
5.3.7 Analisis Markov ....................................................................... 171
5.3.8 Analisis Bayes .......................................................................... 176
5.4 Latihan Soal Teknik Penilaian Risiko ............................................ 183
5.4.1 Analisis Akar Penyebab (Root Cause Analysis) ....................... 183
5.4.2 Analisis Sebab-dan-Akibat (Cause-and-effect analysis) ......... 184
5.4.3 Analisis Dasi Kupu-Kupu (Bow Tie Analysis) ........................... 185

CATATAN PENULIS .......................................................................... 187


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 191
INDEKS ......................................................................................................... 197
PROFIL PENULIS ........................................................................................... 203

xii I
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Sejarah perkembangan manajemen risiko ................................... 1


Gambar 1.2 Manajemen risiko berbasis SNI ISO 31000 .................................. 19
Gambar 3.1 Siklus PDCA pada kerangka kerja manajemen risiko .................. 58
Gambar 3.2 Hubungan antara komponen dari kerangka kerja bagi
pengelolaan risiko ...................................................................... 59
Gambar 3.3 Contoh dokumen mandat dan komitmen dalam kebijakan
perusahaan ................................................................................ 68
Gambar 3.4 Elemen-elemen umum terkait pemahaman organisasi .............. 70
Gambar 3.5 Contoh analisis PESTLE dan SWOT untuk penetapan konteks
organisasi .................................................................................. 72
Gambar 3.6 Contoh cakupan pengelola risiko berdasarkan evaluasi atas
konteks organisasi ..................................................................... 73
Gambar 3.7 Penjelasan peran dalam Matriks RACI ........................................ 77
Gambar 3.8 Ilustrasi model pertahanan tiga lapis pada manajemen risiko .... 78
Gambar 3.9 Ilustrasi penetapan pemilik risiko di suatu organisasi ................. 79
Gambar 3.10 Contoh akuntabilitas proses manajemen risiko dari para
pemangku kepentingan ............................................................. 80
Gambar 3.11 Ilustrasi integrasi manajemen risiko berbasis ISO 31000 dengan
standar lain ................................................................................ 81
Gambar 3.12 Elemen checklist penyediaan sumber daya pada penerapan
manajemen risiko ...................................................................... 83
Gambar 4.1 Proses manajemen risiko SNI ISO 31000 .................................... 92
Gambar 4.2 Simulasi efek ketidakpasian terhadap sasaran - kasus 1 ........... 112
Gambar 4.3 Simulasi efek ketidakpasian terhadap sasaran - kasus 2........... 113
Gambar 4.4 Contoh analisis pohon kejadian risiko kebakaran karena arus
pendek..................................................................................... 117
Gambar 4.5 Contoh peta risiko (matriks 3 x 3) ............................................. 121
Gambar 4.6 Contoh pemetaan risiko ........................................................... 122
Gambar 5.1 Penjelasan RPO dan RTO contoh kasus ................................... 145
Gambar 5.2 Daftar prioritas dari aplikasi bank yang kritis............................ 146
Gambar 5.3 Contoh diagram Ishikawa atau Tulang Ikan .............................. 149
Gambar 5.4 Contoh pengisian diagram Ishikawa......................................... 151
Gambar 5.5 Urutan logis HACCP ............................................................... 1544
Gambar 5.6 Contoh pohon keputusan untuk penentuan titik pengendalian
kritis HACCP .......................................................................... 1555
Gambar 5.7 Lapisan-lapisan perlindungan terhadap risiko dalam proses
produksi di sebuah pabrik (contoh ilustratif) ............................ 158
Gambar 5.8 Lapisan-lapisan perlindungan terhadap risiko bencana dalam
gedung pabrik (contoh ilustratif) ............................................. 159
Gambar 5.9 Diagram dasi kupu-kupu untuk analisis risiko kasus 1 ............. 1622
Gambar 5.10 Diagram dasi kupu-kupu untuk analisis risiko kasus 2 ............ 163
Gambar 5.11 Lingkaran dan bujur sangkar dengan titik pusat berimpitan... 165
Gambar 5.12 Probabilitas waktu penyelesaian proyek dalam kurun tertentu
(bulan) atau kurang ................................................................. 170
Gambar 5.13 Probabilitas situasi mendatang bila seorang pelanggan membeli
bensin dari perusahaan P bulan ini........................................... 174
Gambar 5.14 Probabilitas situasi mendatang bila seorang pelanggan membeli
bensin dari perusahaan N bulan ini .......................................... 174
Gambar 5.15 Sekatan hipotesis-hipotesis ................................................... 181

xiv |
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Contoh Matriks RACI dalam suatu aktivitas identifikasi risiko ........ 94

Tabel 4.2 Contoh rencana komunikasi dan konsultasi pada suatu rangkaian
aktivitas .......................................................................................... 96

Tabel 4.3 Contoh konteks internal dan pengaruhnya terhadap proses


manajemen risiko ........................................................................... 99

Tabel 4.4 Contoh konteks eksternal dan pengaruhnya terhadap proses


manajemen risiko ........................................................................... 99

Tabel 4.5 Contoh tingkat eksposur dampak risiko ....................................... 102

Tabel 4.6 Contoh pengukuran peringkat eksposur kemungkinan risiko secara


kualitatif..................................................................................... 103

Tabel 4.7 Contoh kategorisasi tingkat kegawatan risiko berdasarkan hasil


perhitungan nilai risiko ............................................................... 104

Tabel 4.8 Contoh selera dan toleransi risiko ................................................ 105

Tabel 4.9 Contoh register risiko ................................................................... 111

Tabel 4.10 Contoh kriteria risiko untuk kemungkinan risiko ........................ 118

Tabel 4.11 Contoh hasil analisis risiko .......................................................... 118

Tabel 4.12 Contoh kriteria risiko untuk dampak finansial risiko ................... 119

Tabel 4.13 Contoh kriteria risiko untuk dampak operasional risiko .............. 120

Tabel 4.14 Contoh kriteria risiko untuk dampak K3 risiko ............................ 120

Tabel 4.15 Contoh kriteria risiko untuk dampak reputasi ............................. 120

Tabel 4.16 Contoh hasil analisis risiko .......................................................... 121


Tabel 4.17 Contoh perhitungan agregat eksposur risiko secara semi-
kuantitatif .................................................................................. 122

Tabel 4.18 Contoh rencana perlakuan risiko ................................................ 125

Tabel 5.1 Penerapan alat bantu yang digunakan untuk penilaian risiko ....... 133

Tabel 5.2 Pengelompokan teknik-teknik penilaian risiko berdasarkan


metode ...................................................................................... 135

Tabel 5.3 Model dasar ................................................................................. 167

Tabel 5.4 Model perkiraan dengan kisaran .................................................. 168

Tabel 5.5 Hasil suatu simulasi Monte-Carlo ................................................. 169

Tabel 5.6 Probabilitas perpindahan pelanggan per bulan ............................ 172

Tabel 5.7 Probabilitas pembelian bensin pada bulan ketiga ........................ 175

Tabel 5.8 Kotak Bayes kasus bola ................................................................ 178

Tabel 5.9 Kemungkinan hasil eksperimen dan probabilitasnya ................... 178

Tabel 5.10 Kotak Bayes kasus bola yang sudah dilengkapi .......................... 179

Tabel 5.11 Deskripsi hipotesis dan distribusi probabilitas awalnya .............. 181

Tabel 5.12 Kotak Bayes kasus telepon ......................................................... 182

Tabel 5.13 Kotak Bayes (generalisasi) ......................................................... 183

xvi |
BAB 1
MANAJEMEN RISIKO – PENGANTAR

1.1 Sekilas Sejarah Manajemen Risiko di Indonesia dan Dunia

Studi keilmuan mengenai manajemen risiko sebenarnya cenderung


baru berkembang dibandingkan cabang disiplin ilmu manajemen lainnya.
Beberapa literatur mencantumkan bahwa studi mengenai manajemen risiko
pertama kali mulai berkembang setelah Perang Dunia II usai. Awalnya,
pengertian terminologi manajemen risiko cenderung melekat pada fungsi
asuransi bagi korporasi maupun individual. Namun pada perkembangannya,
manajemen risiko akhirnya mulai dikenali sebagai aktivitas organisasi untuk
mengendalikan dan mengelola risiko secara luas dan tidak hanya terkait
dengan aktivitas perasuransian saja.

Adapun beberapa tonggak sejarah1 yang penting sebagai catatan


perkembangan manajemen risiko sebagai disiplin ilmu maupun sebagai
bagian dari aktivitas organisasi dapat dibagi ke dalam beberapa periode
waktu sebagai berikut

Gambar 1.1 Sejarah perkembangan manajemen risiko

1
Dikembangkan dari Risk Management: History, Definition and Critique, Goerge
Dionee, 2013.
 Era sebelum tahun 1970

a. Tahun 1932 – berdiri American Risk and Insurance Association2,


sebuah asosiasi yang beranggotakan para akademisi dan
profesional di bidang asuransi dan manajemen risiko di Amerika
Serikat. Saat didirikan, organisasi ini dikenal dengan nama
American Association University Teachers of Insurance. Organisasi
yang berbasis di Pennsylvania, Amerika Serikat ini, secara rutin
hingga kini menerbitkan jurnal akademis The Journal of Risk and
Insurance sejak tahun 1961.

b. Tahun 1950 – berdiri Risk and Insurance Management Society 3 di


Amerika Serikat. Organisasi ini kini beranggotakan lebih dari 3.500
organisasi di berbagai belahan dunia dengan 11.000 individu
praktisi di lebih dari 60 negara. Hingga kini, organisasi yang
berbasis di New York, Amerika Serikat, secara aktif
menyelenggarakan berbagai kegiatan edukasi bagi para
anggotanya maupun publik pada umumnya.

c. Tahun 1963 – terbit buku ajar pertama mengenai manajemen risiko


berjudul Risk Management in the Businesss Enterprise karangan R. I.
Mehr dan B. A. Hedges. Selanjutnya pada tahun 1964, terbit buku
ajar berikutnya berjudul Risk Management and Insurance karangan
C. Arthur Williams dan Richard M. Heins.

 Era tahun 1970-an

d. Tahun 1974 – muncul default risk model yang dirumuskan oleh


Robert C. Merton. Merton, yang pada saat itu merupakan salah
seorang tenaga pengajar di Institut Teknologi Massachusetts (MIT),
merilis sebuah paper akademis mengenai sebuah model untuk
menilai risiko kredit pada hutang sebuah perusahaan.

2
Sumber: http://www.aria.org
3
Sumber: https://www.rims.org

2 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


e. Tahun 1976 – terbit the Geneva Papers of Risk and insurance yang
dirilis oleh the Geneva Association 4. Adapun the Geneva Papers ini
merupakan jurnal 3 bulanan yang diterbitkan secara rutin hingga
saat ini. The Geneva Association yang berbasis di Zurich, Swiss,
beranggotakan CEO dari berbagai perusahaan asuransi dan
reasuransi terkemuka di dunia. Hingga kini, organisasi ini aktif
berkontribusi melalui beragam studi dan riset di bidang
perasuransian dan dalam interaksinya dengan berbagai organisasi
terkemuka dunia lainnya seperti, the Financial Stability Board dan
International Accounting Standards Board.

 Era tahun 1980-an

f. Tahun 1987 – terbentuk sebuah Departemen Manajemen Risiko


untuk pertama kalinya pada sebuah bank, Merrill Lynch, yang telah
berdiri sejak tahun 1914. Adapun bank ini mempelopori
keberadaan sebuah unit kerja manajemen risiko dalam struktur
organisasi suatu perusahaan. Dalam perkembangannya, Merrill
Lynch kemudian diakuisisi oleh Bank of America pada tahun 2009
sebagai akibat dari krisis finansial yang melanda di tahun 2008.

g. Tahun 1988 – terbit Basel I Accord yang dirilis oleh Komite Basel
(Basel Committee on Banking Supervision) di Basel, Swiss. Adapun
Komite Basel pertama kali dibentuk oleh gubernur bank sentral
dari negara-negara yang tergabung dalam G10 dan hingga kini
berkantor pusat di Bank for International Settlement (BIS) di Basel.
Secara khusus, Basel Iini berisikan kebijakan mengenai persyaratan
minimum modal terhadap eksposur risiko kredit, yang kemudian
pada tahun 1996 ditambahkan dengan eksposur risiko pasar, yang
harus dipenuhi oleh seluruh bank yang aktif dalam settlement
internasional pada akhir tahun 1992.

4
Sumber: https://www.genevaassociation.org

Manajemen Risiko - Pengantar | 3


 Era tahun 1990-an

h. Tahun 1992 – terbit sebuah karya tulis A Framework for Integrated


Risk Management in International Business karangan Kent D. Miller
dalam Journal of International Business Studies. Tulisan ini berisikan
suatu kategorisasi berbagai potensi ketidakpastian yang dihadapi
oleh sebuah perusahaan dalam lingkungan bisnis internasional
serta respons perusahaan terhadap ketidakpastian tersebut berupa
beragam bentuk pengelolaan risiko finansial dan strategis.

i. Tahun 1992 – terbit Risk Metrics model, serta Credit Metrics model
pada tahun 1997, yang dirilis oleh JP Morgan, sebuah bank
komersial dan investasi berbasis di Amerika Serikat yang kemudian
berganti nama menjadi JPMorgan Chase & Co. pada tahun 2000
setelah melakukan merger dengan Chase Manhattan Bank. Adapun
Risk Metrics merupakan sebuah metodologi untuk melakukan
penilaian terhadap eksposur risiko pasar, dan Credit Metrics bagi
eksposur risiko kredit, sebuah bank. Publikasi mengenai Risk
Metrics ini selanjutnya mendorong meluasnya penggunaan model
perhitungan Value-at-Risk (VaR) di berbagai kalangan dalam
menghitung kerugian maksimal dari suatu portofolio yang dimiliki
sebuah perusahaan di mana model VaR ini kemudian diterapkan
dalam Basel II dan Basel III untuk menghitung kebutuhan modal
sebuah bank.

j. Tahun 1993 – istilah Chief Risk Officer (CRO) pertama kali


digunakan dalam jabatan C-Level. Adapun GE Capital, sebuah
intitusi jasa keuangan milik General Electric Co., mengangkat
seorang executive director dengan jabatan CRO yang bertanggung
jawab kepada Komite Eksekutif dan Dewan Perusahaan untuk
menjaga perimbangan antara risiko dengan hasil dalam bisnis.

k. Tahun 1995 – terbit Australian/New Zealand Standard (AS/NZS) no.


4360 mengenai manajemen risiko, dengan judul dokumen AS/NZS
4360:1995 Risk Management. Adapun standar ini berisikan langkah-
langkah aktivitas dalam menjalankan proses manajemen risiko.

4 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Pada perkembangannya, AS/NZS 4360:1995 semakin luas diterima
sebagai sebuah rujukan praktik hingga ke luar Australia dan New
Zealand, khususnya setelah terbit edisi revisi tahun 2004, yaitu
AS/NZS 4360:2004. Standar ini kemudian juga diadopsi ke dalam
standar internasional ISO 31000:2009 yang dirilis oleh ISO sebagai
rujukan praktik bagi proses manajemen risiko.

 Tahun 2000-an

l. Tahun 2002 – terbit Sarbanes-Oxley Act (SOX), sebuah hukum


federal Amerika Serikat, di mana salah satu ketetapannya
mengharuskan setiap perusahaan terbuka di Amerika melakukan
penilaian atas efektivitas kendali internal yang dijalankan terhadap
eksposur risiko yang dihadapi perusahaan. Terbitnya SOX memicu
meluasnya keberterimaan perusahaan terbuka yang tercatat di
New York Stock Exchange (NYSE) terhadap kerangka kerja
terintegrasi untuk kendali internal yang dirilis oleh the Committee
of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO)
pertama kali tahun 1992 dan direvisi pada tahun 1994, berjudul
Internal Control – Integrated Framework. Adapun COSO selanjutnya
juga merilis kerangka kerja terintegrasi untuk manajemen risiko
korporat, berjudul Enterprise Risk Management – Integrated
Framework, pada tahun 2004.

m. Tahun 2002 – terbit Keputusan Menteri (Kepmen) Badan Usaha


Milik Negara (BUMN) No. KEP-117/M-MBU/2002 tentang
Penerapan Praktek GCG pada BUMN. Kepmen ini mendorong
penerapan manajemen risiko di kalangan BUMN sebagaimana
dalam salah satu pasalnya mengarahkan direksi BUMN untuk
menetapkan sistem pengendalian internal yang efektif melalui
pengkajian dan pengelolaan risiko usaha. Adapun selanjutnya pada
tahun 2011, Kepmen ini diperbaharui dengan terbitnya Peraturan
Menteri Keuangan BUMN No. PER-01/MBU/2011 yang berisikan
ketentuan secara eksplisit mengenai manajemen risiko pada salah
satu pasalnya dengan kewajiban bagi direksi BUMN untuk

Manajemen Risiko - Pengantar | 5


melaporkan profil risiko perusahaan berikut penanganannya dalam
laporan berkala perusahaan.

n. Tahun 2003 – terbit Peraturan Bank Indonesia (PBI) pertama kali


yang secara eksplisit berjudul dan berisikan mengenai penerapan
manajemen risiko pada bank di Indonesia. Adapun setelah PBI No.
5/8/PBI/2003 ini dikeluarkan menyusul kemudian serangkaian PBI-
PBI lainnya mengenai manajemen risiko perbankan hingga pada
akhirnya fungsi pengaturan dan pengawasan sektor perbankan
yang dijalankan Bank Indonesia beralih ke Otoritas Jasa Keuangan
per akhir tahun 2013.

o. Tahun 2004 – terbit Basel II Accord yang dirilis oleh Komite


Basel.Terdapat 3 pilar pengaturan dalam Basel II yaitu i) kalkulasi
modal minimum perbankan terhadap eksposur risiko pasar, kredit,
dan operasional; ii) validasi oleh pihak pengawas perbankan
terhadap metode statistik dan data yang digunakan bank dalam
menghitung jumlah modal terhadap eksposur risikonya; serta iii)
keterbukaan informasi finansial oleh perbankan dalam
menginformasikan eksposur risikonya kepada publik.

p. Tahun 2004 – terbit dokumen Arsitektur Perbankan Indonesia (API)


yang dirilis oleh Bank Indonesia. Adapun arsitektur terdiri atas 6
pilar sistem perbankan Indonesia dengan salah satu sasarannya
adalah “Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki
daya saing tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi
risiko”. Lebih lanjut, terdapat beberapa program implementasi API
yang terkait dengan manajemen risiko, yaitu “mendesain risk-
based model untuk pengawasan” dengan target pelaksanaan tahun
2004-2005, serta “mempersyaratkan sertifikasi manajer risiko”
dengan target pelaksanaan tahun 2005.

q. Tahun 2008 – terbit Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tahun 2008


mengenai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Adapun PP No.
60/2008 ini mewajibkan seluruh pimpinan instansi pemerintahan
menyelenggarakan pengendalian internal yang efektif dan terpadu

6 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


dengan dilengkapi manajemen risiko yang efektif sebagai elemen
di dalamnya.

r. Tahun 2009 – terbit ISO 31000:2009 Risk Management - Principles


and Guideline yang dirilis oleh International Organization for
Standardization (ISO). Bersama dengan standar ini, diterbitkan
juga beberapa dokumen standar ISO terkait, yaitu ISO/IEC
31010:2009 Risk Assessment Techniques dan ISO Guide 73:2009 Risk
Management - Vocabulary yang merupakan versi revisi dari tahun
2002, serta kemudian ISO/TR 31004:2013 pada tahun 2013 yang
berisikan panduan penerapan ISO 31000. Adapun pada tahun 2011,
Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengadopsi ISO 31000:2009
menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan nama SNI ISO
31000:2011.

 Era setelah tahun 2010

s. Tahun 2010 – terbit Basel III Accord yang dirilis oleh Komite Basel.
Diterbitkan sebagai respons terhadap krisis finansial yang melanda
dunia tahun 2007-2008, Basel III ini berfokus pada penguatan
pengaturan mikro dan makroprudensial oleh pengawas perbankan,
serta standar likuiditas perbankan untuk jangka pendek dan jangka
yang lebih panjang. Adapun diharapkan keseluruhan ketentuan
Basel III ini dapat terimplementasikan secara penuh oleh
perbankan pada awal tahun 2019.

t. Tahun 2011 – berdiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia


berdasarkan Undang-Undang No. 21/2011. Adapun OJK
selanjutnya menerbitkan peraturan-peraturan mengenai
penerapan manajemen risiko bagi sektor jasa keuangan yang
mendorong semakin meluasnya penerapan manajemen risiko pada
institusi-institusi keuangan di Indonesia.

u. Tahun 2012 – terbit Peraturan Menteri Keuangan RI yang


memperkenalkan istilah dan penerapan “modal minimum berbasis
risiko” (risk-based capital) kepada perusahaan asuransi dan

Manajemen Risiko - Pengantar | 7


reasuransi di Indonesia. Adapun Permenkeu No. 53/PMK.010/2012
ini merupakan produk hukum terakhir mengenai manajemen risiko
dari Kementerian Keuangan sebelum akhirnya fungsi pengaturan
dan pengawasan sektor perasuransian dialihkan dari Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
kepada Otoritas Jasa Keuangan di akhir tahun 2012.

v. Tahun 2015 – merupakan tenggat waktu pelaporan eksposur risiko


lembaga jasa keuangan non-bank (LJKNB) di Indonesia kepada
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk pertama kalinya. Per tanggal
28 Februari 2015, seluruh LJKNB di Indonesia mulai diwajibkan
untuk melaporkan hasil penilaian tingkat risiko perusahaan tahun
2014 kepada OJK sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK (POJK)
No. 10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko LJKNB.

w. Tahun 2015 – terbentuk Komite Teknis (Komtek) Perumusan


Standar Nasional Indonesia 03-10 Manajemen Risiko di bawah
naungan Badan Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia.
Beranggotakan 15 orang praktisi dan akademisi dari berbagai unsur
masyarakat, Komtek ini selanjutnya melaksanakan berbagai
inisiatif pengadopsian standar-standar ISO di bidang manajemen
risiko menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan perumusan
SNI-SNI baru di bidang manajemen risiko. Seiring dengan
peningkatan status keanggotaan Indonesia Technical Committee
(TC) 262 ISO dari “observing” menjadi “participating member (P-
member)” di tahun 2016, Komtek 03-10 juga berperan aktif sebagai
National Mirror Committee dalam sidang-sidang TC 262 dalam
rangka pembaharuan dan perumusan standar-standar ISO di
bidang manajemen risiko.

x. Tahun 2016 – penerapan Solvency II mulai dijalankan oleh 28


negara anggota Uni Eropa. Merupakan program legislatif Uni
Eropa, Solvency II terdiri atas 3 pilar yang mengarahkan
perhitungan kecukupan modal minimum bagi perusahaan asuransi
dan reasuransi di negara-negara Uni Eropa, serta praktik

8 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


manajemen risiko dan pengawasannya oleh pihak regulator, serta
pelaporan dan keterbukaan informasi oleh perusahaan asuransi
dan reasuransi dalam menginformasikan eksposur risikonya
kepada publik.

Adapun selain serangkaian peristiwa penting di atas, terjadi juga


beberapa peristiwa buruk di dunia yang sebenarnya ikut mendorong
meningkatnya perhatian dan keseriusan berbagai kalangan terhadap praktik
manajemen risiko, seperti:

 Insiden Three Mile Island, kerusakan reaktor nuklir pada sebuah


pembangkit listrik di pulau Three Mile, Amerika Serikat, pada tahun 1970.
Adapun penanganan dampak dari insiden ini baru dapat terselesaikan
pada akhir tahun 1993 dengan total biaya pembersihan material
radioaktif hingga 1 milyar Dollar US;
 Kebangkrutan Barings Bank, sebuah bank besar asal Inggris yang berdiri
sejak tahun 1762, di tahun 1995;
 Kebangkrutan Enron, sebuah perusahaan energi terkemuka asal Amerika
Serikat, di tahun 2001 yang sekaligus mengakibatkan tutupnya sebuah
kantor akuntan publik Big 5 dunia, Arthur Andersen, yang telah berdiri
sejak tahun 1913;
 Kebangkrutan WorldCom, sebuah perusahaan telekomunikasi kedua
terbesar di Amerika Serikat yang berdiri sejak tahun 1983, di tahun 2002;
 Peristiwa terorisme 911, di Amerika Serikat pada tahun 2001 yang
mengakibatkan korban tewas sebanyak 2.996 jiwa dan 6.000 lebih lainnya
mengalami luka-luka; serta
 Krisis ekonomi dunia, pada tahun 2008 yang ditandai dengan
kebangkrutan sebuah intitusi finansial ke-4 terbesar di Amerika Serikat
yang telah berdiri sejak tahun 1850, Lehman Brothers.

Manajemen Risiko - Pengantar | 9


Insiden Three Miles Island
Pada tanggal 28 Maret 1979, rektor no. 2 (TMI-2) dari Stasiun Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir di Pulau Three Miles, Pennsylvania, Amerika dengan kapasitas
produksi 880 megawatt mengalami kegagalan sistem dan kebocoran sehingga
melepaskan material radioaktif ke lingkungan sekitar. Insiden pada reaktor nuklir
yang dibangun pada tahun 1968 - 1970 serta mulai beroperasi pada bulan Februari
1978 ini, disinyalir disebabkan juga karena kurang andalnya respons yang
diberikan oleh operator yang bertugas di ruang kontrol akibat dari kurangnya
pelatihan yang diberikan kepada para operator.
Insiden yang terjadi sekitar 7 tahun sebelum
terjadinya bencana Chernobyl ini menyebabkan
lebih dari 300.000 penduduk yang tinggal dalam
radius 20 mil harus dievakuasi dari tempat
tinggalnya dan Presiden Jimmy Carter yang
memerintah pada masa itu membentuk sebuah
komisi khusus untuk melakukan investigasi
melengkapi investigasi yang dilakukan oleh house
of representatives negara bagian Pennsylvania.
Gelombang protes anti Insiden ini juga memicu gelombang protes
nuklir atas insiden Pulau masyarakat dalam bentuk demonstrasi anti-nuklir.
Three Miles. Tidak kurang dari 65.000 orang berdemonstrasi di
(sumber: Wikipedia) Washington DC, pada bulan Mei 1979 dan 200.000
orang turun ke jalan di kota New York, Amerika, pada bulan September 1979.

Selain itu, pihak pengelola juga harus mengeluarkan kompensasi ganti rugi
sebesar 82 juta Dollar US kepada masyarakat serta 15 juta Dollar US kepada para
orang tua yang anak-anaknya mengalami
cacat lahir.

Adapun upaya penanganan atas insiden ini


secara resmi ditutup pada bulan Desember
1993 di mana pembersihan ratusan ton
material terkontaminasi radioaktif rampung
pada tahun 1990 dengan total kerugian
mencapai 2,4 milyar Dollar US. Hingga kini, Hanya TMI-1 sebelah
reaktor no. 2 tidak pernah difungsikan kanan yang masih berfungsi,
kembali akibat dari kerusakan yang terlampau TMI-2 sebelah kiri tidak lagi
parah dan hanya reaktor no.1 (TMI-1) yang berfungsi kini.
dapat berfungsi pada stasiun pembangkit di (sumber: Wikipedia)
Pulau Three Miles.

10 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Kebangkrutan Worldcom
Pertama kali didirikan pada tahun
1983 dengan nama Long Distance
Discount Service, Inc. di Mississippi,
Amerika Serikat, mengalami
pertumbuhan pesat di bawah
kepemimpinan Bernard Ebbers
( yang menjadi CEO pada tahun
(sumber: Lawrence Journal-World) 1985.

Adapun Ebbers melakukan serangkaian akusisi dan merger di mana pada bulan
November 1997, Worldcom mencatatkan rekor merger terbesar dalam sejarah
Amerika dengan MCI Communications dengan nilai sebesar 37 milyar Dollar US
hingga terbentuk MCI Worldcom. Andaikan rencana merger selanjutnya dengan
Sprint Corporation tidak ditentang oleh Kementerian
Hukum Amerika dan Uni Eropa karena dikhawatirkan
dapat mendorong praktik bisnis monopoli, Ebbers
mungkin mencatatkan kembali rekor merger terbesar
dengan nilai 129 milyar Dollar US. Namun semenjak
pertengahan 1999 hingga Mei 2002, Ebbers MCI
Worldcom saat itu melakukan fraud dalam pencatatan
akuntansi dengan cara pencatatan biaya sebagai
capital expenditures dalam Neraca serta
penggelembungan pendapatan. Ketika
penyelidikan kasus ini usai di akhir tahun 2003, Bernard Ebbers.
(sumber: Wikipedia)
diperkirakan total aset fiktif MCI Worldcom yang
tercatat dalam pembukuan hingga mencapai 11 milyar Dollar US. Adapun
kecurangan ini dilakukan Ebbers untuk menutupi pinjaman pribadi Ebbers kepada
MCI Worldcomsebesar 366 juta Dollar US. Hutang ini digunakan Ebbers untuk
memenuhi margin calls bank terhadap jaminan hutang pribadi Ebbers bagi bisnis
pribadinya pada bank berupa saham MCI Worldcom Ebbers yang nilai pasarnya
sedang menurun.

Akibat perbuatannya ini, Ebbers dan beberapa


anggota manajemen MCI Worldcom harus
mempertanggungjawabkannya secara hukum.
Pada tahun 2005, Ebbers dihukum 25 tahun penjara
yang dijalaninya sejak September 2006.

Ebbers ketika ditangkap pihak berwajib tahun 2004. (sumber: Yahoo!Finance)

Manajemen Risiko - Pengantar | 11


1.2 Bentuk-Bentuk Praktik Manajemen Risiko Pada Umumnya

Dalam praktiknya, manajemen risiko umumnya terkelompokkan


berdasarkan industri di mana manajemen risiko diterapkan, berdasarkan
tingkatan organisasi di mana manajemen risiko dipraktikkan, maupun
berdasarkan jenis risiko yang dikelola. Mengacu pada pengelompokkan
industri, manajemen risiko lazim dipisahkan dalam 2 (dua) kelompok besar,
yaitu manajemen risiko pada institusi keuangan, seperti halnya industri
perbankan dengan praktik penggelolaan risiko yang mengadopsi Basel Accord
dan industri asuransi yang mengadopsi metodologi risk-based capital dan
Solvency II dalam praktik pengelolaan risikonya, serta praktik pengelolaan
risiko pada institusi non-keuangan yang mengadopsi standar praktik terbaik
yang dirujuk oleh negara ataupun masing-masing industri. Adapun
pengelompokkan seperti ini dapat disebut juga dengan pengelompokan
sektoral.

Pengelompokkan lainnya, yaitu pengelompokkan struktural,


mengelompokkan manajemen risiko berdasarkan tingkatan organisasi
tempat praktik pengelolaan risiko berlangsung. Pada umumnya,
pengelompokkan ini membagi manajemen risiko menjadi pengelolaan risiko
di tingkatan strategis, atau dikenal sebagai manajemen risiko strategis,
pengelolaan risiko di tingkatan operasional, dikenal sebagai manajemen risiko
operasional, serta pengelolaan risiko di tingkatan proyek, disebut juga
manajemen risiko proyek. Selain itu pada cakupan yang lebih luas,
pengelompokkan secara struktural dapat berupa pengelolaan risiko di tingkat
perusahaan sebagai entitas tunggal, maupun pengelolaan risiko di tingkat
korporat (enterprise-wide risk management) yang mencakup beberapa entitas
bisnis, seperti perusahaan induk dan perusahaan anak (subsidiary).

Adapun pengelompokkan praktik manajemen risiko berdasarkan jenis


risiko yang dikelola, atau dapat disebut juga pengelompokkan fungsional,
umumnya membagi manajemen risiko ke dalam 2 (dua) kelompok besar,
yaitu manajemen risiko finansial, yang antara lain terdiri atas praktik
pengelolaan risiko pasar, kredit, investasi, dan likuiditas, serta manajemen

12 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


risiko operasional, antara lain berupa praktik pengelolaan risiko operasi,
teknis, hukum dan kepatuhan, reputasi, sosial, serta termasuk di dalamnya
adalah praktik pengelolaan risiko strategis dan tata kelola.

Meski dapat terbagi ke dalam beberapa pengelompokkan di atas,


pada banyak kesempatan bentuk praktik manajemen risiko tidak dapat dilihat
hanya dari suatu perspektif pengelompokkan saja. Sebagai contoh pada
konteks Indonesia, bentuk praktik dari manajemen risiko pada sektor jasa
keuangan mengacu pada ketentuan regulasi yang berlaku spesifik pada suatu
industri tertentu (pengelompokkan sektoral), yang di dalamnya regulasi
tersebut secara rinci mengatur bentuk-bentuk penggelolaan risiko
berdasarkan jenisnya (pengelompokkan fungsional). Sebut saja misalnya,
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 18/POJK.03/2016 yang berisikan
ketentuan bagi bank umum di Indonesia untuk melakukan praktik
pengelolaan 8 (delapan) jenis risiko, yaitu risiko kredit, pasar, likuiditas,
operasional, hukum, reputasi, strategis, dan kepatuhan. Atau, POJK No.
1/POJK.05/2015 yang mengatur agar perusahaan asuransi dan reasuransi
untuk melaksanakan praktik pengelolaan risiko strategi, operasional, aset dan
liabilitas, kepengurusan, tata kelola, dukungan dana, dan asuransi, serta
bentuk-bentuk praktik pengelolaan risiko yang masing-masing wajib
dilakukan oleh tiap tipe lembaga jasa keuangan non-bank di Indonesia. Lebih
jauh lagi pada contoh POJK No. 17/POJK.03/2014 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Terintegrasi Bagi Konglomerasi Keuangan, peraturan ini
mengandung sekaligus ketiga perpektif pengelompokkan praktik manajemen
risiko. Adapun peraturan ini mewajibkan institusi jasa keuangan
(pengelompokkan sektoral) yang menjalankan praktik bisnis konglomerasi
keuangan untuk menerapkan manajemen risiko terintegrasi yang mencakup
seluruh entitas bisnis jasa keuangan yang dijalankan dalam konglomerasi
(pengelompokkan struktural) berupa praktik pengelolaan risiko kredit, pasar,
likuiditas, operasional, hukum, reputasi, strategis, kepatuhan, transaksi intra-
grup, berikut termasuk di dalamnya, bila memiliki bisnis asuransi, risiko
asuransi (pengelompokkan fungsional).

Manajemen Risiko - Pengantar | 13


Memiliki kemiripan dengan contoh di atas, bentuk praktik manajemen
risiko pada institusi non-jasa keuangan di Indonesia juga menunjukkan hal
yang serupa. Meski banyak tanpa dilandasi oleh ketentuan regulasi dan
cederung berdasarkan inisiatif individual organisasi, banyak perusahaan pada
sektor riil telah menerapkan manajemen risiko secara enterprise-wide
(terintegrasi antara perusahaan induk dengan perusahaan anak, beberapa di
antaranya juga telah mengintegrasikan manajemen risiko proyek dengan
manajemen risiko perusahaan) dengan melakukan berbagai praktik
pengelolaan risiko spesifik industri (seperti, risiko di industri energi,
telekomunikasi, manufaktur, dan lainnya).

1.3 Sekilas tentang Badan Standardisasi Nasional dan Standar


Nasional Indonesia

Berawal dari sebuah lembaga di bidang standardisasi yang didirikan


oleh pemerintah Hindia Belanda di Bandung dengan nama Normalisatie Raad
sekitar tahun 1928, fungsi lembaga ini selanjutnya dialihkan oleh pemerintah
RI setelah kemerdekaan ke Yayasan Dana Normalisasi Indonesia (YDNI) yang
didirikan pada tahun 1951. Adapun YDNI inilah yang kemudian untuk pertama
kalinya mewakili Indonesia dalam keanggotaannya di International
Organization for Standardization (ISO) di tahun 1955 dan di International
Electrotechnical Commission (IEC) di tahun 1966. Setelah sempat menjadi
Pusat Standardisasi dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, baru pada
tahun 1989 berdasarkan SK Presiden RI No. 7/1989, berdiri sebuah institusi
independen yang memiliki kemiripan tugas pokok dan fungsi seperti Badan
Standardisasi Nasional (BSN) saat ini, dengan nama Dewan Standardisasi
Nasional. Adapun hal ini berlangsung hingga terbitnya SK Presiden RI No. 13
tahun 1997 yang menjadi dasar pembentukan BSN dan bertahan hingga saat
ini.

Sebagai salah satu lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) di


Indonesia di bawah koordinasi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi RI, BSN memiliki tugas pokok untuk membina, mengembangkan, serta
mengkoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara nasional di

14 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Indonesia. Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 102 tahun 2002,
yang kemudian diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang (UU) No. 20
tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, BSN menyusun
kebijakan nasional standardisasi dan penilaian kesesuaian berdasarkan
rencana pembangunan nasional serta wajib menjadi acuan bagi kebijakan
standardisasi dan penilaian kesesuaian di setiap sektor di tanah air.
Berkontribusi secara aktif terhadap pencapaian visi nasional Indonesia jangka
panjang, BSN menjalankan berbagai inisiatif di bidang standardisasi dan
penilaian kesesuaian di tingkatan nasional dan internasional dalam rangka
penguatan sistem pengembangan SNI, penguatan sistem akreditasi dan
penilaian kesesuaian yang dijalankan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN),
serta penguatan sistem pengelolaan standar nasional satuan ukur yang
dilaksanakan oleh Komite Standar Nasional Satuan Ukuran (KSNSU).

Dalam rangka memastikan keterkinian informasi yang dimiliki di


bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian, maupun keterwakilan
kepentingan nasional Indonesia dalam dunia internasional, BSN juga berperan
aktif mewakili Indonesia dalam keanggotaannya di lembaga dan institusi
internasional, seperti International Organization for Standardization (ISO),
International Electrotechnical Commission (IEC), dan Codex Alimentarius
Commission, serta dalam sidang-sidang World Trade Organization (WTO),
sebagaimana juga KAN yang aktif sebagai anggota pada International
Accreditation Forum (IAF), International Laboratory Accreditation (ILAC), Asia
Pacific Laboratory Accreditation Cooperation (APLAC), dan Pacific Accreditation
Cooperation (PAC), serta KSNSU yang aktif sebagai anggota Asia Pacific
Metrology Programme (APMP) dan Bureau International des Poids et Mesures
(BIPM). Adapun keterlibatan BSN di dunia internasional sebagai wakil
Indonesia di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian memainkan peran
strategis dalam menjaga daya saing Indonesia dalam persaingan global.
Dalam era kerja sama zona perdagangan bebas di mana tidak dapat lagi
diterapkan proteksi tarif untuk melindungi industri dalam negeri dari tekanan
arus pasar bebas, standardisasi menjadi sebuah strategi bersaing non-tarif
bagi Indonesia dalam pasar bebas.

Manajemen Risiko - Pengantar | 15


Menyadari peran strategis standardisasi ini, Pemerintah RI
menerbitkan UU No. 20/2014 guna memastikan adanya koordinasi,
sinkronisasi, dan harmonisasi upaya standardisasi dan penilaian kesesuaian di
Indonesia dapat dilakukan secara terpadu dan terorganisasi dengan efektif
dan efisien. Di dalamnya, UU No. 20/2014 secara spesifik juga menyatakan
bahwa tujuan dari standardisasi dan penilaian kesesuaian adalah:

a. meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional,


persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan,
kepastian usaha, dan kemampuan Pelaku Usaha, serta kemampuan
inovasi teknologi;
b. meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga
kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan,
keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
c. meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi
perdagangan barang dan/atau jasa di dalam negeri dan luar negeri.

Adapun standardisasi dan penilaian kesesuaian berlaku terhadap


barang, jasa, sistem, proses, atau personal.

Sehubungan dengan hal di atas, UU No. 20/2014 juga menyampaikan


bahwa perumusan dan penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dilakukan


oleh BSN, di mana oleh UU tersebut, SNI didefinisikan sebagai:

standar yang ditetapkan oleh BSN dan berlaku di wilayah NKRI

dan terminologi ‘standar’ didefinisikan di dalam UU No. 20/2014 sebagai:



“persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan
metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak
/Pemerintah/keputusan internasional yang terkait dengan memperhatikan
syarat keselamatan , keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta


perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya.

16 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Dalam perumusannya, SNI dirumuskan selaras dengan standar internasional
melalui adopsi standar internasional dengan mempertimbangkan
kepentingan nasional untuk menghadapi perdagangan global, atau modifikasi
standar internasional disesuaikan dengan kondisi spesifik dalam negeri, dan
dapat dirumuskan tidak selaras dengan standar internasional demi
kepentingan nasional. Sampai dengan bulan Mei 2017, BSN telah
menerbitkan 11.233 standar dengan 9.329 SNI yang masih aktif saat ini.
Adapun penerapan SNI dilakukan dengan cara menerapkan persyaratan SNI
terhadap barang, jasa, sistem, proses, atau personal, baik secara suka rela
oleh pelaku usaha/industri, maupun yang diberlakukan secara wajib melalui
regulasi teknis yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah.

1.4 Sekilas tentang SNI ISO 31000

International Organization for Standardization (ISO) pertama kali


didirikan di London, Inggris, pada tahun 1946. Sejak perilisan standar untuk
pertama kalinya pada tahun 1951 hingga bulan Mei 2017, telah terbit lebih dari
21.000 standar ISO terkait berbagai ragam hal. Adapun dalam dokumen
ISO/IEC Guide 2:1996, ISO mendefinisikan standar sebagai:

“ document, established by consensus and approved by a


recognized body, that provides, for common and repeated use, rules,
guidelines or characteristics for activities or their results, aimed at the


achievement of the optimum degree of order in a given context.

Di antara dokumen-dokumen standar ISO tersebut, beberapa standar


dikenal secara luas di dunia dengan tingkat keberterimaan yang sangat tinggi
dari berbagai kalangan,seperti antara lain ISO 9001 untuk sistem manajemen
mutu, ISO 14001 untuk sistem manajemen lingkungan, ISO 27001 untuk
sistem manajemen keamanan informasi, serta ISO 31000 untuk manajemen
risiko.

Pada tahun 2005 sebuah Working Group (WG) yang beranggotakan 25


negara perwakilan dibentuk oleh Technical Management Board ISO. WG ini
kemudian berhasil merumuskan sebuah standar manajemen risiko pada tahun

Manajemen Risiko - Pengantar | 17


2009 yang kemudian diratifikasi ISO pada tanggal 15 November 2009 sebagai
dokumen ISO 31000:2009 Risk Management – Principles and Guideline.
Bersama dengan dokumen ini dirilis juga beberapa dokumen masuk kategori
“keluarga ISO 31000” (ISO 31000 families), yaitu ISO/IEC 31010:2009 Risk
Management – Risk Assessment Techniques dan ISO Guide 73:2009 Risk
Management – Vocabulary. Selanjutnya pada tahun 2011, ISO membentuk
Technical Committee 262 yang kemudian merumuskan sebuah dokumen
lanjutan dalam keluarga ISO 31000 berjudul ISO/TR 31004:2013 Risk
Management – Guidance for the Implementation of ISO 31000.

Semenjak pertama kali dirilis oleh ISO, ISO 31000:2009 mendapat


sambutan yang sangat positif oleh berbagai kalangan luas. Meskipun ISO
31000:2009 tidak ditujukan untuk keperluan sertifikasi dan hanya menjadi
referensi panduan praktik terbaik saja, standar ini diadopsi menjadi standar
nasional manajemen risiko di berbagai negara. Hingga Januari 2017 saja, tidak
kurang dari 50 negara di dunia yang telah mengadopsi ISO 31000:2009
menjadi standar nasional di negaranya, di mana salah satunya adalah
Indonesia. Melalui BSN, ISO 31000:2009 diadopsi pertama kali menjadi
Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan judul SNI ISO 31000:2011
Manajemen Risiko - Prinsip dan Panduan pada tahun 2011. Adapun ketika itu,
proses adopsi dilakukan oleh Komite Teknis 03-02 Sistem Manajemen Mutu
dengan metode rep-rep (reprint-republication). Baru pada tahun 2015 setelah
terbentuk Komite Teknis 03-10 Manajemen Risiko (Komtek 03-10), SNI ISO
31000:2011 kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia di mana
dokumen SNI tersebut kemudia dicetak dalam versi bilingual (terjemahan
Bahasa Indonesia dan versi asli Bahasa Inggris) dengan revisi judul menjadi
SNI ISO 31000:2011 Manajemen Risiko - Prinsip dan Pedoman. Tidak hanya
itu, beberapa standar ISO yang tergabung dalam keluarga ISO 31000 telah
juga diadopsi menjadi SNI dan diterjemahkanke dalam Bahasa Indonesia oleh
Komtek 03-10, seperti ISO Guide 73:2009 Risk Management – Vocabulary
menjadi SNI ISO Guide 73:2016 Manajemen Risiko – Kosakata dan ISO/TR
31004:2013 Risk Management – Guidance for the Implementation of ISO 31000
menjadi SNI ISO/TR 31004:2016 Manajemen Risiko – Panduan untuk
Implementasi SNI ISO 31000, serta ISO/IEC 31010:2009 Risk Assessment

18 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Techniques yang menjadi SNI ISO/IEC 31010:2016 Manajemen Risiko – Teknik
Penilaian Risiko.

Adapun dokumen SNI ISO 31000:2011, atau selanjutnya disebut SNI


ISO 31000, terdiri atas 5 (lima) klausul besar yang menjelaskan prinsip dan
pedoman penerapan manajemen risiko: i) klausul 1: Lingkup; ii) klausul 2:
Terminologi dan Definisi; iii) klausul 3: Prinsip-Prinsip; iv) klausul 4: Kerangka
Kerja; dan v) klausul 5: Proses. Berikut bagan ilustrasi manajemen risiko
berbasis SNI ISO 31000.

a) Menciptakan dan melindungi nilai Mandat dan


komitmen
b) Bagian terpadu dari semua proses Penetapan suatu
dalam organisasi konteks (5.3)
c) Bagian dari pengambilan keputusan

Komunikasi dan konsultasi (5.2)


d) Secara eksplisit ditujukan pada

Pemantauan dan tinjauan (5.6)


Penilaian risiko (5.4)
ketidakpastian
e) Sistematik, terstruktur dan tepat
waktu Rancangan kerangka Identifikasi risiko
kerja untuk Pengemplementasian (5.4.2)
f) Berdasarkan informasi terbaik yang manajemen risiko
tersedia pengelolaan risiko
g) Disesuaikan penggunaanya Analisis risiko
h) Mempertimbangkan faktor manusia (5.4.3)
dan budaya
i) Transparan dan insklusif Evaluasi risiko
j) Dinamis, berulang dan responsif Perbaikan (5.4.4)
Pemantauan dan
terhadap perubahan berkelanjutan
tinjauan suatu
k) Memfasilitasi perbaikan terus- terhadap suatu
kerangka kerja
menerus dari organisasi kerangka kerja Perlakuan risiko
(5.5)

Kerangka Kerja
Prinsip Manajemen Risiko Proses Manajemen Risiko
Manajemen Risiko

Gambar 1.2 Manajemen risiko berbasis SNI ISO 310005

Melalui 3 (tiga) bagian besar di atas, Prinsip – Kerangka Kerja – Proses,


manajemen risiko berbasis SNI ISO 31000 mengarahkan bahwa pelaksanaan
penerapan manajemen risiko harus mengaplikasikan 11 Prinsip Manajemen
Risiko, mulai dari “Menciptakan dan Melindungi Nilai” hingga pada
”Memfasilitasi Perbaikan Berkelanjutan dari Organisasi”, dijalankan melalui
sebuah Kerangka Kerja Manajemen Risiko dengan formula Plan-Do-Check-Act
yang didasari pada sebuah “Mandat & Komitmen” yang jelas dan kuat dari
manajemen organisasi, khususnya manajemen puncak, dan kemudian
dipraktikkan dalam rangkaian Proses Manajemen Risiko yang terdiri atas
“Penetapan Konteks”, “Penilaian Risiko”, dan “Perlakuan Risiko” dengan

5
Diadopsi dari: SNI ISO 31000:2011

Manajemen Risiko - Pengantar | 19


didukung oleh proses “Komunikasi dan Konsultasi” serta “Pemantauan dan
Tinjauan”. Adapun ketiga bagian manajemen risiko berbasis SNI ISO 31000
inilah yang menjadi kekuatan SNI ISO 31000 sebagai rujukan praktik terbaik
penerapan manajemen risiko bagi para pelaku usaha di berbagai industri,
termasuk bagi organisasi di sektor publik, instansi pemerintah, maupun
organisasi nirlaba sekalipun. Dengan kesederhanaannya, SNI ISO 31000
memiliki daya kompatibilitas yang tinggi untuk diterapkan di berbagai jenis
dan ukuran organisasi serta mudah untuk dimengerti dan dijalankan sebagai
dasar atau pondasi bagi serangkaian praktik pengelolaan risiko yang
dijalankan oleh organisasi sesuai tuntutan dan kebutuhan spesifik industri
masing-masing.

Adapun beberapa pendefinisian terminologi dalam dokumen SNI ISO


3100 yang penting untuk dipahami, antara lain:
 Risiko (risk): “Efek dari ketidakpastian pada sasaran”;
 Manajemen risiko (risk management): “Kegiatan terkoordinasi untuk
mengarahkan dan mengendalikan organisasi terkait dengan risiko”;
 Kerangka kerja manajemen risiko (risk management framework):
“Seperangkat komponen yang menyediakan landasan dan pengaturan
organisasi untuk perancangan, pelaksanaan, pemantauan, peninjauan
dan peningkatan manajemen risiko secara berkala di seluruh organisasi”;
 Proses manajemen risiko (risk management process): “Penerapan
sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan pelaksanaan untuk
kegiatan pengkomunikasian, pengonsultasian, penetapan konteks,
pengidentifikasian, penganalisaan, pengevaluasian, perlakuan,
pemantauan dan peninjauan risiko”;
 Penilaian risiko (risk assessment): “Keseluruhan proses dari identifikasi
risiko, analisis risiko, serta evaluasi risiko”;
 Pemilik risiko (risk owner): “Orang atau entitas dengan akuntabilitas dan
wewenang untuk mengelola risiko”;
 Profil risiko (risk profile): “Deskripsi dari sekelompok risiko”;

20 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


 Tingkat risiko (level of risk): “Besarnya risiko atau kombinasi risiko,
dinyatakan dalam kombinasi konsekuensi dan kemungkinan-kejadian
mereka”;
 Pengendalian (control): “Tindakan yang memodifikasi risiko”.

Dalam keterkaitannya dengan penerapan ISO lainnya pada sebuah


organisasi, hendaknya penerapan manajemen risiko berbasis SNI ISO 31000
dapat dilaksanakan secara melekat dan terintegrasi dengan sistem
manajemen yang dijalankan oleh organisasi. Sebagai contoh, manajemen
risiko hendaknya dapat menjadi yang terpadu dengan penerapan sistem
manajemen mutu berbasis SNI ISO 9001, manajemen layanan teknologi
informasi berbasis SNI ISO 20000, manajemen keamanan informasi berbasis
SNI ISO 27000, manajemen lingkungan berbasis SNI ISO 14000, manajemen
kelangsungan bisnis berbasis SNI ISO 22301, audit sistem manajemen
berbasis SNI ISO 19011, dan lain sebagainya, termasuk di dalamnya
manajemen anti suap berbasis SNI ISO 37001, praktik tanggung jawab sosial
berbasis SNI ISO 26000, manajemen aset berbasis ISO 55001, manajemen
kepatuhan berbasis ISO 19600, manajemen proyek berbasis ISO 21500, serta
manajemen keamanan dan kesehatan kerja berbasis ISO 45001 yang hingga
buku ini diterbitkan masih dalam proses penyusunan. Integrasi penerapan
antar standar ISO ini dimungkinkan melalui strategi high-level structure yang
diterapkan ISO pada dokumen-dokumen standar sistem manajemen di mana
ISO mengarahkan praktik penerapan standar-standar sistem manajemen dari
suatu sudut pandang yang sama: i) setiap organisasi perlu memahami
konteksnya dalam penerapan standar, ii) penerapan standar memerlukan
kepemimpinan yang kuat, iii) penerapan standar diawali dengan sebuah
perencanaan yang matang di awal tahap, iv) penerapan standar
membutuhkan dukungan sumber daya, v) penerapan standar berlangsung
dalam operasional organisasi, vi) penerapan standar harus dievaluasi
efektivitasnya, dan terakhir vii) penerapan standar dijalankan berkelanjutan
dengan upaya pengembangan berkesinambungan. Dengan menggunakan
sudut pandang yang sama ini maka integrasi antar SNI ISO dan/atau ISO di
atas dapat dicapai melalui perumusan bentuk pelaksanaan ketujuh item high-

Manajemen Risiko - Pengantar | 21


level structure dari tiap-tiap standar SNI ISO ataupun ISO dan melekatkannya
secara relevan, efektif dan efisien dalam praktik bisnis dan operasional yang
dijalankan organisasi.

Buku ini selanjutnya akan memaparkan dan membahas secara detil


mengenai satu persatu bagian dari manajemen risiko berbasis SNI ISO 31000
di atas, dimulai dari pembahasan mengenai 11 prinsip dalam penerapan
manajemen risiko, dan dilanjutkan kemudian dengan pembahasan mengenai
kerangka kerja manajemen risiko dan proses manajemen risiko. Guna
melengkapi pemahaman mengenai penerapan manajemen risiko berbasis SNI
ISO 31000, buku ini juga memuat beberapa paparan tentang teknik-teknik
penilaian risiko dalam dokumen SNI ISO 31010 serta ulasan mengenai praktik
perencanaan penerapan manajemen risiko beserta mekanisme pemantauan
dan evaluasinya. Sebagai salah satu buku acuan dalam mata kuliah
Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000, buku ini juga menyertakan soal-
soal latihan untuk menjadi bahan diskusi kelas sebagai bagian dari upaya
internalisasi pemahaman mahasiswa terhadap materi yang disampaikan.

22 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


BAB 2
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN RISIKO

2.1 Pengertian tentang Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Menurut SNI


ISO 31000

Prinsip Pertama: Manajemen risiko menciptakan dan melindungi nilai.


Manajemen risiko berkontribusi pada pencapaian tujuan dan perbaikan kinerja
yang dapat didemonstrasikan dalam, misalnya, keselamatan dan kesehatan
manusia, keamanan, kepatuhan pada hukum dan perundang-undangan,
keberterimaan oleh publik, perlindungan lingkungan, mutu produk, manajemen
proyek, efisiensi dalam operasi, tata kelola, dan reputasi.

Untuk memahami prinsip itu kita perlu menguraikan kata-kata kunci


dalam rumusan itu. Ada dua kata kunci penting dalam rumusan itu, yakni
menciptakan nilai dan melindungi nilai. Kata nilai dalam konteks ini adalah
nilai perusahaan atau secara lebih umum nilai organisasi. Nilai itu dapat
diukur berdasarkan seberapa jauh tujuan organisasi telah tercapai. Apabila
organisasi itu berupa perusahaan, maka lazimnya tujuan utamanya adalah
perolehan laba (profit). Laba dapat didefinisikan sebagai penerimaan
(revenue, atau secara lebih umum manfaat, benefit) dikurangi biaya (cost).
Dengan demikian, segala sesuatu yang menaikkan manfaat atau mengurangi
biaya dapat dianggap meningkatkan nilai perusahaan.

Nilai perusahaan dapat bersifat berwujud (tangible), dapat juga tidak


berwujud (intangible). Bila bersifat tangible, maka ukurannya dapat bersifat
kuantitatif, misalnya dalam satuan uang (rupiah, dolar, dan sebagainya).
Lebih konkret lagi, nilai sebuah perusahaan yang bersifat tangible dapat
diukur berdasarkan aset yang dimiliki oleh perusahaan itu; semakin besar aset
sebuah perusahaan, semakin besar pula nilai perusahaan itu. Aset itu adalah
harta kekayaan yang dapat berupa gedung, tanah, mesin-mesin, pabrik,

23 | Kerangka Kerja Manajemen Risiko


kendaraan bermotor, uang tunai, surat-surat berharga, merek dagang, paten
teknologi, dan sebagainya. Selain berdasarkan aset, lazim juga nilai
perusahaan diukur berdasarkan nilai saham, laba bersih, dan sebagainya.

Bila bersifat intangible, maka ukurannya dapat bersifat kualitatif,


misalnya tingkat keselamatan dan kesehatan manusia, keamanan, kepatuhan
pada hukum dan perundang-undangan, keberterimaan oleh publik,
perlindungan lingkungan, mutu produk, manajemen proyek, tata kelola,
reputasi, kualitas sumber daya manusia, kematangan budaya organisasi,
ketangguhan dalam menghadapi gejolak atau perubahan lingkungan
strategis, dan sebagainya.

Prinsip pertama manajemen risiko menegaskan bahwa penerapan


manajemen risiko haruslah menciptakan dan melindungi nilai. Menciptakan
artinya mengubah situasi dari yang sebelumnya tidak ada menjadi ada;
dengan kata lain, menciptakan nilai berarti mengadakan nilai atau membuat
nilai (dari tidak ada menjadi ada), atau menambah nilai (dari yang semula
sedikit menjadi lebih banyak, atau dari yang semula kurang bagus menjadi
lebih bagus). Melindungi berarti menjaga atau menghindarkan dari terjadinya
hal-hal yang buruk; dengan kata lain, melindungi nilai berarti memastikan
bahwa nilai itu tidak berkurang dan tidak menjadi lebih buruk.

Penerapan manajemen risiko pasti membutuhkan dana dan sumber-


sumber daya lainnya. Artinya, ada biaya untuk penerapan manajemen risiko.
Prinsip pertama itu menegaskan bahwa manfaat (benefit) yang dihasilkan oleh
manajemen risiko haruslah lebih besar atau lebih bernilai tinggi daripada biaya
(cost) yang harus ditanggung. Prinsip pertama dapat ditafsirkan sebagai
prinsip terpenting. Oleh karena itu, setiap organisasi harus memastikan
bahwa prinsip itu diberlakukan. Dengan cara pandang lain dapat dikatakan
bahwa setiap organisasi harus melaksanakan manajemen risiko, karena
menurut prinsip pertamanya, manajemen risiko menciptakan dan melindungi
nilai organisasi.

24 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Prinsip Kedua: Manajemen risiko adalah bagian terpadu dari semua proses
dalam organisasi. Manajemen risiko bukan kegiatan berdiri sendiri yang
terpisah dari kegiatan dan proses utama sebuah organisasi. Manajemen risiko
adalah bagian dari tanggung jawab manajemen dan merupakan bagian terpadu
dari semua proses organisasi, termasuk perencanaan strategis dan semua proses
manajemen proyek dan proses manajemen perubahan.

Ada dua kata penting dalam rumusan prinsip kedua tersebut, yakni
terpadu dan proses. Terpadu berarti menjadi satu dan tak terpisahkan,
sedangkan proses adalah serangkaian langkah-langkah untuk mencapai
tujuan tertentu. Dengan demikian prinsip kedua itu mengandaikan bahwa
sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya melaksanakan serangkaian
langkah-langkah; kemudian dalam setiap langkah itu terdapat bagian yang
tak dapat dipisahkan, yakni manajemen risiko. Dengan rumusan yang lebih
sederhana, tiap langkah dalam mencapai tujuan, manajemen risiko selalu
menjadi pokok pertimbangan yang tak terpisahkan dari tiap-tiap langkah
untuk mencapai tujuan organisasi.

Marilah kita tinjau beberapa contoh kasus untuk mengilustrasikan


makna terpadu dalam rumusan prinsip kedua tersebut. Dalam bisnis
penerbangan atau pelayaran, persoalan cuaca selalu menjadi pokok
pertimbangan dalam proses-proses operasional. Sebuah pesawat terbang
atau kapal laut diizinkan berangkat atau tidak diizinkan berangkat menuju
pelabuhan lain setelah ada hasil pengkajian tentang situasi cuaca. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa persoalan cuaca adalah bagian terpadu
dalam proses-proses operasional dalam bisnis penerbangan dan pelayaran.
Sebaliknya, dalam bisnis media seperti televisi atau radio, proses-proses
operasionalnya secara relatif hanya sedikit saja mempertimbangkan
persoalan cuaca. Bagi bisnis media seperti itu pertimbangan tentang cuaca
bukanlah bagian terpadu dalam proses-proses operasional.

Perlu diperhatikan bahwa pertimbangan tentang cuaca tidak hanya


merupakan bagian terpadu dari proses-proses operasional, melainkan juga

Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 25


dalam proses-proses lain seperti misalnya dalam proses perencanaan, proses
pengendalian internal, proses pengukuran kinerja, dan seterusnya. Sebagai
contoh, dalam perencanaan pengadaan kapal atau pemilihan jenis kapal,
faktor cuaca (atau faktor iklim secara umum) pasti menjadi pertimbangan
penting. Sewaktu kinerja keuangan (misalnya arus pemasukan dana) akan
diukur, pasti faktor cuaca (yang bergantung pada iklim dan musim) ikut
dipertimbangkan.

Manajemen risiko adalah bagian terpadu, bukan hanya dalam proses-


proses operasional dan perencanaan, namun dalam semua proses dalam
sebuah organisasi untuk mencapai sasarannya, yakni mulai dari proses
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi,
pemantauan, perbaikan, dan seterusnya. Tambahan pula, manajemen risiko
tidak hanya dibutuhkan oleh sejenis bisnis tertentu, seperti bisnis
penerbangan atau pelayaran, melainkan semua jenis bisnis, bahkan lebih luas
daripada bisnis, yakni semua organisasi secara umum.

Prinsip Ketiga: Manajemen risiko merupakan bagian dari pengambilan


keputusan. Manajemen risiko membantu para pengambil keputusan untuk
membuat pilihan berdasarkan informasi yang dianggap cukup, prioritas
tindakan, dan membedakan di antara berbagai alternatif tindakan.

Prinsip ketiga ini erat berkaitan dengan prinsip kedua. Dalam prinsip
kedua terdapat kata kunci proses, sedangkan dalam prinsip kedua fokus
secara khusus diarahkan pada pengambilan keputusan. Kata kunci proses
merujuk pada kegiatan-kegiatan penetapan tujuan organisasi, perencanaan,
pengendalian, dan seterusnya seperti yang telah disinggung dalam paragraf-
paragraf terdahulu. Adapun kata kunci pengambilan keputusan dalam konteks
ini bermakna serangkaian kegiatan pengumpulan informasi, penetapan
kriteria prioritas, penguraian pilihan-pilihan (opsi-opsi, alternatif-alternatif),
dan pemilihan alternatif tindakan terbaik sebagai buah hasil dari pengambilan
keputusan.

26 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Prinsip ketiga ini hendak menegaskan bahwa setiap pengambilan
keputusan organisasi mempertimbangkan manajemen risiko. Dengan cara
pandang lain, prinsip ini hendak menegaskan bahwa manajemen risiko perlu
merasuk ke dalam tiap proses pengambilan keputusan organisasi.

Prinsip Keempat: Manajemen risiko secara eksplisit ditujukan pada


ketidakpastian. Manajemen risiko secara eksplisit mempertimbangkan
ketidakpastian, sifat dari ketidakpastian, dan bagaimana ketidakpastian
tersebut disikapi.

Kata kunci dalam prinsip keempat ini adalah ketidakpastian. Masa


depan selalu diliputi ketidakpastian. Besok pagi mungkin hujan turun, tapi
mungkin juga tidak turun. Pekan depan mungkin harga cabe turun, tapi
mungkin juga malah naik. Bulan depan harga saham mungkin naik, tapi
mungkin juga malah turun. Tahun depan perekonomian mungkin makin
bergairah, tapi mungkin juga malah melesu. Perjalanan perusahaan atau
organisasi secara umum selalu diliputi dengan ketidakpastian. Persoalannya
kemudian adalah bagaimana mengenali sifat-sifat ketidakpastian itu,
bagaimana mengukurnya, bagaimana menyikapinya, dan kemudian
bagaimana informasi tentang ketidakpastian itu dipertimbangkan di dalam
proses-proses organisasi.

Prinsip keempat ini menyatakan bahwa manajemen risiko secara


eksplisit ditujukan pada ketidakpastian. Manajemen risiko menyediakan
seperangkat sistem pendekatan, metode, dan peralatan untuk menghadapi
ketidakpastian yang melingkupi proses organisasi. Kata eksplisit di sini harus
dipahami sebagai penegasan tentang pentingnya secara nyata melibatkan
aspek ketidakpastian dalam pertimbangan - pertimbangan untuk
menyelenggarakan proses - proses pengelolaan organisasi.

Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 27


Prinsip Kelima: Manajemen risiko bersifat sistematik, terstruktur, dan
tepat waktu. Manajemen risiko merupakan sebuah pendekatan yang terstuktur,
tepat waktu, dan sistematik yang berkontribusi terhadap efisiensi dan hasil yang
konsisten, dapat diperbandingkan dan andal.

Sistematik berarti bersifat menyerupai sebuah sistem. Dalam sebuah


sistem terkandung unsur-unsur yang saling bergantung satu dengan yang
lainnya. Kesalingtergantungan itu mengikuti sebuah pola keteraturan
tertentu. Pola demikian dapat dikatakan terstruktur, artinya mengikuti
struktur tertentu.

Kesadaran tentang pentingnya mempertimbangkan faktor


ketidakpastian dalam pengelolaan organisasi barangkali sudah ada sejak
lama. Namun upaya eksplisit untuk menghadapi ketidakpastian (prinsip
keempat) dan upaya membangun seperangkat sistem yang terstruktur
(prinsip kelima) baru muncul seiring dengan kemunculan disiplin ilmu yang
disebut manajemen risiko.

Manajemen risiko bersifat tepat waktu (timely). Prinsip ini hendak


menegaskan bahwa aspek timing atau yang berkaitan dengan waktu sangat
penting dalam pengelolaan sebuah organisasi. Sebuah informasi tertentu
hanya bermanfaat jika tersedia pada waktu yang tepat. Informasi yang persis
sama menjadi sia-sia apabila tersedianya terlambat. Demikian pula halnya
dengan manajemen risiko, kehadirannya haruslah tepat waktu. Apabila
kehadiran manajemen risiko terlambat, maka perannya menjadi berkurang
atau bahkan tidak bermanfaat sama sekali.

Sebagai contoh, hari ini mulai pagi hingga sore ada pemadaman aliran
listrik dari PLN. Manfaat informasi ini sangat bergantung pada kapan kita
mengetahuinya. Bila kita mengetahuinya baru nanti pada malam hari, maka
tidak ada tindakan apa pun yang bisa kita lakukan untuk mencegah terjadinya
kerugian akibat peristiwa tersebut. Ibaratnya, nasi sudah menjadi bubur,
kulkas sepanjang hari ini tidak berfungsi, makanan yang ada di dalamnya
mungkin terlanjur rusak. Akuarium atau kolam ikan sepanjang hari ini tidak

28 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


memperoleh pasokan oksigen dari pompa, karena pompa tidak dapat
berfungsi. Ikan-ikannya menderita bahkan mati karena kekurangan oksigen.
Berbeda sekali seandainya informasi itu kita terima seminggu sebelumnya
atau sehari sebelumnya. Mungkin kita masih sempat menyiapkan alat
pembangkit listrik (generator set) untuk memasok listrik ke rumah kita. Atau,
barangkali kita masih sempat menyelamatkan makanan di dalam kulkas dan
ikan-ikan dalam akuarium dengan mengungsikan mereka ke tempat lain atau
dengan berbagai cara lainnya.

Hal serupa berlaku juga untuk manajemen risiko. Buah dari


penyelenggaraan manajemen risiko harus tersedia tepat waktu. Apabila tidak
demikian, maka manfaat manajemen risiko menjadi berkurang atau bahkan
tidak ada sama sekali. Manajemen risiko dapat bersifat konsisten, dapat
diperbandingkan, dan andal, hanya jika hadir dalam pengelolaan organisasi
secara tepat waktu.

Prinsip Keenam: Manajemen risiko berdasarkan informasi terbaik yang


tersedia. Manajemen risiko merupakan masukan pada proses pengelolaan risiko
berdasarkan sumber-sumber informasi seperti data historis, pengalaman, umpan
baik pemangku kepentingan, observasi, prakiraan, dan penilaian ahli. Namun,
para pembuat keputusan harus memiliki informasi yang cukup bagi dirinya dan
harus juga memperhitungkan keterbatasan data atau model yang digunakan
atau kemungkinan perbedaan pendapat di antara para ahli.

Manajemen risiko berdaya guna hanya jika dilaksanakan berdasarkan


informasi terbaik yang tersedia. Apabila tidak dilaksanakan berdasarkan
informasi terbaik yang tersedia, maka kontribusi manajemen risiko pada
pengelolaan organisasi tidak optimal atau malah justru menyesatkan.

Misalkanlah hasil kajian manajemen risiko menyarankan perlunya


disiapkan alat pembangkit tenaga listrik (generator set) untuk mengantisipasi
adanya pemadaman listrik dari PLN. Saran tersebut harus berlandaskan
informasi tentang seberapa besar kemungkinan terjadinya peristiwa itu,

Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 29


misalnya berdasarkan data historis atau catatan pengalaman selama ini. Perlu
juga informasi tentang seberapa lama, menurut catatan sejarah, pemadaman
listrik itu biasanya berlangsung. Apabila informasi-informasi tersebut tidak
lengkap, maka ada kemungkinan alat pembangkit tenaga listrik yang sudah
disediakan tidak dilengkapi dengan bahan bakar yang mencukupi untuk
mengoperasikan alat itu selama terjadinya pemadaman listrik. Atau
sebaliknya, bahan bakar yang disediakan terlalu banyak sehingga
mengakibatkan terjadinya pemborosan akibat dari mahalnya biaya
penyimpanan bahan bakar.

Kita perlu mencermati makna kata-kata “terbaik yang tersedia” dalam


rumusan prinsip keenam ini. “Terbaik” bermakna paling lengkap, paling
akurat, dan paling dapat dipercaya. Tambahan keterangan “yang tersedia”
berarti yang ada pada saat dibutuhkan. Harus disadari bahwa informasi yang
digunakan untuk landasan pengambilan keputusan sering kali terbatas dan
tidak sempurna. Namun pada saat keputusan harus diambil kita tidak punya
waktu lagi untuk mencari tambahan informasi, sehingga yang terbatas dan
tidak sempurna itu sudah yang terbaik pada saat itu. Seluruh informasi
selengkap-lengkapnya dan serinci mungkin yang ada sewaktu keputusan
harus diambil itulah yang dimaksudkan dengan “informasi terbaik yang
tersedia”.

Prinsip Ketujuh: Manajemen risiko disesuaikan penggunaannya.


Manajemen risiko diselaraskan dengan konteks eksternal dan internal organisasi
serta profil risiko.

Ada ungkapan dalam Bahasa Inggris “one-size-fits-all” atau sering


disingkat “all-size” yang barangkali kita dengar dari pramuniaga sewaktu kita
membeli pakaian di supermarket. Dalam konteks itu maksud ungkapan
tersebut adalah ukuran pakaian yang berlaku untuk (hampir) semua badan
manusia. Contoh yang lazim barangkali kaus kaki, kacamata renang, dasi, dan
sebagainya. Cukup aman kita beli barang-barang itu tanpa memperhatikan
ukurannya. Untuk barang-barang itu barangkali tidak tersedia ukuran L-M-S

30 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


(large-medium-small), semuanya berukuran seragam dan oleh karena itu
disebut “all size” atau lebih tepatnya “one-size-fits-all”. Makna istilah itu
kemudian meluas tidak terbatas pada dunia pakaian saja, melainkan ke
persoalan-persoalan lain, misalnya dalam dunia hukum, kebijakan, regulasi,
atau peraturan, dan sebagainya. Sebagai contoh, harga tiket kereta api kelas
ekonomi Jakarta-Bogor hanya ada satu macam, Rp 6000 per orang, tidak
peduli apakah berat badan penumpangnya 40 kilogram atau 90 kilogram.

Manajemen risiko bukanlah sekumpulan resep yang berlaku untuk


semua organisasi. Sebaliknya, manajemen risiko selalu bersifat khas untuk
sebuah organisasi tertentu. Dalam bahasa Inggris kekhasan itu disebut
“tailored”. Tailor berarti penjahit. Sebagaimana pakaian yang berkualitas
tinggi (bukan kodian), untuk membuatnya penjahit perlu mengukur dengan
cermat badan si calon pemakainya, berapa centimeter lingkar dada, lingkar
perut, panjang lengan, dan seterusnya. Apabila pengukuran kurang akurat,
maka baju hasil jahitan itu kurang pas, terlalu besar atau terlalu kecil, atau
bentuknya tidak sesuai dengan bentuk badan pemakainya.

Manajemen risiko, seperti pakaian yang berkualitas tinggi,


memerlukan pengukuran-pengukuran atau penyesuaian yang akurat dengan
calon pemakainya. Manajemen risiko untuk perusahaan keuangan tentu
berbeda dengan manajemen risiko untuk perusahaan manufaktur. Bahkan,
perusahaan-perusahaan dalam sektor yang sama, misalnya sama-sama sektor
keuangan, membutuhkan manajemen risiko yang berbeda-beda, tergantung
pada ciri khas perusahaan masing-masing.

Prinsip Kedelapan: Manajemen risiko mempertimbangkan faktor manusia


dan budaya. Manajemen risiko mengakui kapabilitas, persepsi, dan intensi dari
orang-orang (pihak eksternal dan internal) yang dapat memfasilitasi atau
menghambat pencapaian sasaran organisasi.

Manajemen risiko adalah kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan


dan mengendalikan organisasi yang berkaitan dengan risiko. Yang

Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 31


melaksanakan kegiatan itu adalah manusia-manusia. Dengan demikian
keberhasilan manajemen risiko bergantung pada manusia-manusia yang
melaksanakannya. Lebih spesifik lagi, keberhasilan manajemen risiko
bergantung pada kemampuan (kapabilitas), cara pandang (persepsi), dan niat
(intensi) orang-orang yang melaksanakannya.

Perlu diingat juga bahwa keberhasilan manajemen risiko bergantung


pula pada orang-orang di sekitar lingkungan organisasi di mana manajemen
risiko itu diterapkan. Orang-orang itu bukan saja yang ada di dalam organisasi
yang terlibat langsung dengan penerapan manajemen risiko, namun juga
orang-orang di luarnya yang secara langsung atau pun tidak langsung
berpengaruh terhadap pelaksanaan manajemen risiko.

Kumpulan orang-orang boleh jadi membentuk kebiasaan-kebiasaan


perilaku, cara bicara untuk mengungkapkan pendapat, dan tata nilai yang
melandasi kriteria tentang benar-salah dan baik-buruk, yang secara umum
disebut budaya. Dengan demikian jelaslah bahwa keberhasilan manajemen
risiko pada akhirnya dipengaruhi juga oleh faktor budaya orang-orang yang
melaksanakannya dan faktor budaya orang-orang di sekitar organisasi yang
menerapkan manajemen risiko.

Prinsip Kesembilan: Manajemen risiko bersifat transparan dan inklusif.


Keterlibatan yang layak dan tepat waktu dari para pemangku kepentingan,
khususnya pengambil keputusan di semua tingkat organisasi, memastikan
bahwa manajemen risiko tetap relevan dan mutakhir. Keterlibatan juga
membolehkan pemangku kepentingan untuk diwakili secara tepat serta guna
mendapatkan pandangan mereka untuk dipertimbangkan dalam menentukan
kriteria risiko.

Transparan berarti terbuka sehingga dapat dilihat dengan jelas dari


luar. Pelaksanaan langkah-langkah manajemen risiko harus bersifat
transparan, artinya langkah yang diambil pada suatu tingkat organisasi
diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan di semua tingkat lainnya.

32 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Apabila tidak demikian, maka informasi terbaik (Prinsip Keenam) tidak
mungkin dapat diperoleh.

Inklusif berarti melibatkan dan mencakupi semua pihak yang


berkepentingan. Manajemen risiko dapat berhasil dengan baik apabila semua
pemangku kepentingan dalam organisasi berpartisipasi dalam penerapannya.
Manajemen risiko bukan hanya urusan sebagian orang-orang dalam
organisasi. Pada dasarnya tiap orang dalam organisasi adalah pemilik dan
pengelola risiko. Oleh karena itu, tiap orang dalam organisasi harus berperan-
serta dalam manajemen risiko. Inilah yang dimaksudkan dengan prinsip
bahwa manajemen risiko bersifat inklusif.

Prinsip Kesepuluh: Manajemen risiko bersifat dinamis, berulang, dan


responsif terhadap perubahan. Manajemen risiko peka dan responsif secara
terus-menerus terhadap perubahan. Pada saat dilakukan pemantauan dan
tinjauan risiko, akibat dari terjadinya peristiwa eksternal dan internal, konteks
dan pengetahuan berubah maka risiko baru muncul, beberapa berubah, dan
lainnya menghilang.

Dinamis adalah kebalikan dari statis. Dinamis berarti berubah


sepanjang waktu, sedangkan statis berarti tetap tidak berubah. Manajemen
risiko bersifat dinamis karena harus selalu tanggap atau responsif terhadap
situasi termutakhir yang dihadapi oleh organisasi, sedangkan situasi itu sendiri
selalu berubah sepanjang waktu.

Manajemen risiko bersifat berulang atau iteratif. Artinya, langkah-


langkah dalam manajemen risiko bersifat seperti daur (siklus) yang harus
dilaksanakan secara terus-menerus. Rincian tentang hal ini nanti akan
dibahas dalam bagian di bawah topik proses manajemen risiko. Intinya,
seandainya langkah-langkah manajemen risiko dapat diibaratkan sebagai
urutan A-B-C-D, maka setelah langkah D selesai dilaksanakan, kita kembali
lagi ke langkah A, dan seterusnya. Prosedur ini dalam manajemen risiko harus
dilakukan secara berulang terus-menerus.

Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 33


Prinsip Kesebelas: Manajemen risiko memfasilitasi perbaikan terus-
menerus dari organisasi. Organisasi harus mengembangkan dan
mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan kematangan manajemen
risiko bersamaan dengan semua aspek lain dari organisasi mereka.

Perbaikan terus-menerus (continuous improvement) adalah keinginan


semua organisasi. Semua organisasi ingin agar kinerjanya tahun depan lebih
baik daripada kinerjanya tahun ini; demikian pula kinerjanya tahun ini
diupayakan agar lebih baik daripada kinerjanya tahun lalu. Prinsip Kesebelas
menegaskan bahwa manajemen risiko merupakan bagian dari upaya
perbaikan terus-menerus itu.

Di pihak lain, organisasi perlu secara terus-menerus mengupayakan


perbaikan pelaksanaan manajemen risiko. Ukuran bahwa penerapan
manajemen risiko telah melakukan itu didasarkan pada seberapa besar
sumbangannya terhadap organisasi dalam mendorong, memudahkan, atau
memfasilitasi upayanya melakukan perbaikan secara terus-menerus.

2.2 Beberapa Kasus untuk Menjelaskan Makna Kata-kata Kunci dalam


Prinsip-prinsip Manajemen Risiko

Kata Kunci dalam Prinsip Pertama: Nilai

Sebagaimana telah dijelaskan di muka, makna nilai dalam prinsip


pertama manajemen risiko dapat diukur dengan besaran aset, laba, harga
saham, reputasi, dan sebagainya. Berikut ini diberikan beberapa kasus
empiris untuk mengilustrasikan makna nilai dalam prinsip pertama.
Manajemen risiko perlu dipastikan menciptakan (membuat) nilai dan
melindungi nilai yakni merawat dan menjaga supaya kuantitas dan
kualitasnya tidak berkurang.

Aset adalah sumber daya dengan nilai ekonomi yang dimiliki atau
dikendalikan oleh perusahaan, negara, atau individu dengan ekspektasi
bahwa di masa depan akan memberikan manfaat. Aset dilaporkan dalam

34 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


neraca perusahaan dan dibeli atau diciptakan untuk meningkatkan nilai
perusahaan atau manfaat bagi pengelola perusahaan. Aset lazimnya
dianggap dapat membangkitkan arus kas, mengurangi biaya, atau
meningkatkan penjualan. Berikut ini kutipan berita tentang aset PT Bank
Mandiri6.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk melaporkan total aset konsolidasi per


Desember 2016 menembus angka Rp 1.000 triliun. Corporate Secretary Bank
Mandiri Rohan Hafas menyebut, capaian tersebut telah menembus angka
psikologis yang dipatok perseroan. Pada akhir 2015 lalu, total aset
konsolidasi Bank Mandiri mencapai Rp 910 triliun. Rohan menyatakan,
dengan capaian tersebut, maka Bank Mandiri telah masuk dalam kategori
Qualified ASEAN Banking (QAB). Menurut Rohan, kontribusi terbesar
peningkatan aset konsolidasi tersebut adalah berasal dari bisnis bank sendiri.

Pada 2016, pertumbuhan kredit Bank Mandiri mencapai 19 persen.


"Pertumbuhan kredit totalnya 19 persen, khususnya di sektor korporasi dan
infrastruktur. Itu mendorong pencapaian angka (total aset) Rp 1.000 triliun,"
jelas Rohan di kantornya di Jakarta, Rabu (25/1/2017).

Laba adalah manfaat finansial yang muncul ketika perolehan


penerimaan dari kegiatan bisnis melebihi pengeluaran, biaya, dan pajak yang
dibutuhkan untuk mempertahankan kegiatan tersebut. Laba menjadi
kepunyaan pemilik bisnis yang mungkin memutuskan untuk
menggunakannya atau tidak menggunakannya bagi bisnis tersebut. Berikut
ini adalah kutipan berita tentang perkembangan laba PT Adhi Karya (Persero)
Tbk7.

PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) mencatat kinerja yang kurang


cemerlang sepanjang 2016. Laba bersih perusahaan tertekan 32,4 persen jika

6
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/01/25/190000526/akhir.2016.aset.konsolidasi.b
ank.mandiri.tembus.rp.1.000.triliun
7
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170217110543-92-194188/laba-adhi-karya-
anjlok-324-persen-sepanjang-2016/
Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 35
dibandingkan dengan perolehan laba bersih tahun 2015. Berdasarkan laporan
keuangan yang dirilis hari ini, Jumat (17/2), laba bersih Adhi Karya tercatat
sebesar Rp 313,45 miliar pada 2016, lebih rendah dari tahun sebelumnya
sebesar Rp 463,68 miliar.

Menurut analis Mandiri Sekuritas Gerry Harlan, perolehan laba bersih


ini memiliki porsi 108 persen dari prediksi Mandiri Sekuritas dan 89 persen dari
prediksi konsensus. Laba bersih tersebut tergerus disebabkan tumbuhnya
beban pokok pendapatan hingga 18,23 persen dari Rp 8,41 triliun menjadi
Rp9,94 triliun. Hal itu juga diikuti oleh peningkatan jumlah beban usaha
menjadi Rp 455,97 miliar atau naik 15,29 persen dari Rp 395,49 miliar.

Harga saham dapat menjadi ukuran nilai suatu perusahaan. Saham


adalah satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen finansial yang
mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. Dengan menerbitkan
saham, perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pendanaan jangka
panjang dapat 'menjual' kepentingan dalam bisnis - saham (efek ekuitas) -
dengan imbalan uang tunai. Ini adalah metode utama untuk meningkatkan
modal bisnis selain menerbitkan obligasi. Saham dijual melalui pasar
primer (primary market) atau pasar sekunder (secondary market). Berikut ini
adalah kutipan berita tentang perkembangan harga saham PT Indo Beras
Unggul8.

Direktur Utama PT Indo Beras Unggul (IBU) telah resmi ditetapkan


sebagai tersangka dugaan penjualan beras subsidi. Hal itu membuat harga
saham induknya, PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA) anjlok dalam
perdagangan hari ini. Berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia
(BEI), harga saham Tiga Pilar ditutup melemah 4,26 persen ke level Rp1.235
per lembar pada perdagangan Rabu (2/8/2017). Pada perdagangan
sebelumnya, harga saham masih bertengger di Rp1.290 per lembar.Bahkan,
pada pukul 11.00 WIB, harga saham sempat terjun 8,13 persen ke level Rp1.185

8
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170802175039-92-232006/dirut-pt-ibu-
tersangka-saham-tiga-pilar-melorot/
36 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
per lembar. Hal itu merupakan respon spontan pelaku pasar pasca penetapan
status tersangka sekitar pukul 9.30 WIB.

Sejak anak usahanya PT Indo Beras Unggul (PT IBU) terkendala kasus,
saham PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) terus merosot. Hari ini pun
saham AISA sempat anjlok hingga autoreject bawah, namun bisa kembali
rebound. Menurut pemantauan detikFinance, Senin (24/7/2017), saham AISA
pagi tadi dibuka langsung anjlok 24,89% dari Rp 1.205 ke level Rp 905. Saham
AISA langsung kena autoreject, atau mencapai batas paling bawah dalam
sehari. Namun sekitar pukul 9.50 waktu JATS, saham AISA ke Rp 950. Setelah
itu saham AISA langsung melambung, bahkan sekitar pukul 10.45 waktu JATS
sempat kembali ke level Rp 1.205. Kini saham AISA saat jeda sesi 1 bertengger
di level Rp 1.145. Level itu turun 60 poin atau 4,98% dari level pembukaan awal
Rp 1.205.

Reputasi atau citra sebuah entitas sosial (seorang individu, kelompok


sosial, sebuah organisasi) adalah pendapat tentang entitas itu, lazimnya
merupakan hasil dari evaluasi sosial berdasarkan sejumlah kriteria. Reputasi
penting dalam bisnis maupun dalam masyarakat pada umumnya. Oleh
karena itu, reputasi dapat pula digunakan untuk mengukur nilai sebuah
organisasi. Berikut ini adalah kutipan ulasan Ciu Heny Meiria tentang reputasi
kelompok usaha Samsung setelah kejadian meledaknya batere dalam salah
satu produk telepon genggamnya9.

Meledaknya baterai Samsung Note 7 dialami oleh beberapa konsumen


di berbagai negara, seperti di Florida saat konsumen mengisi baterai di dalam
mobil. Lalu di Perth, Australia saat konsumen sedang berada di dalam kamar
hotel dan beberapa kasus lainnya. Tercatat ada 35 kasus Galaxy Note 7 yang
meledak di seluruh dunia.

Selain kekecewaan konsumen, dampak negatif lain dari kasus Galaxy


Note 7 ini adalah saham Samsung langsung anjlok 7%. Kerugian finansial

9
https://swa.co.id/swa/my-article/raih-kembali-reputasi-perusahaan-dengan-manajemen-
krisis
Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 37
lainnya yaitu berdasarkan perkiraan Credit Suisse AG dan dua lembaga
finansial lain, biaya penarikan Galaxy Note 7 di seluruh dunia bisa mencapai 1
miliar dollar AS. Bahkan beberapa maskapai penerbangan internasional
mengeluarkan kebijakan larangan bagi penumpang untuk membawa Note 7
ke dalam pesawat. Reputasi Samsung sebagai produsen handphone skala
global pun menjadi taruhan.

Dengan adanya kejadian tersebut, Presiden Samsung Mobile Business,


Koh Dong-jin, meminta maaf dan secara resmi mengumumkan penarikan
atau product recall untuk semua Galaxy Note 7. Perusahaan raksasa tersebut
tidak hanya sekedar menarik produknya, tetapi mereka memberikan
kompensasi kepada konsumen yang telah membeli Note 7. Contoh di
Indonesia, Samsung selain mengembalikan uang sesuai harga beli, konsumen
juga diberikan sejumlah uang dalam bentukvoucher. SWA Online 24 Oktober
2016.

Kata Kunci dalam Prinsip Kedua: Proses dan Keterpaduan.


Organizational process. Ada beberapa cara untuk menjelaskan makna
proses dalam organisasi. Penjelasan berikut ini diberikan dalam laman
10
CliffNotes .

Organizing, like planning, must be a carefully worked out and applied


process. This process involves determining what work is needed to accomplish
the goal, assigning those tasks to individuals, and arranging those individuals in
a decision making framework (organizational structure). The end result of the
organizing process is an organization — a whole consisting of unified parts
acting in harmony to execute tasks to achieve goals, both effectively and
efficiently. A properly implemented organizing process should result in a work
environment where all team members are aware of their responsibilities. If the
organizing process is not conducted well, the results may yield confusion,
frustration, loss of efficiency, and limited effectiveness. In general, the

10
https://www.cliffsnotes.com/study-guides/principles-of-management/creating-
organizational-structure/the-organizational-process.
38 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
organizational process consists of five steps: Review plans and objectives,
Determine the work activities necessary to accomplish objectives, Classify
and group the necessary work activities into manageable units, Assign
activities and delegate authority, Design a hierarchy of relationships.

(Pengorganisasian, seperti halnya perencanaan, pastilah proses yang


dikerjakan dan diterapkan secara hati-hati. Proses ini melibatkan penetapan
pekerjaan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, pembagian tugas-tugas
pada orang-orang, dan pengaturan orang-orang itu di dalam kerangka
pengambilan keputusan (struktur organisasi). Hasil akhir dari proses
pengorganisasian adalah sebuah organisasi – keseluruhan yang terdiri atas
bagian-bagian yang bersatu bertindak dalam keserasian untuk melaksanakan
tugas-tugas untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Proses
pengorganisasian yang diimplementasikan secara tepat akan menghasilkan
suatu lingkungan kerja yang memungkinkan semua anggota kelompok
memahami tanggung jawab mereka. Jika proses pengorganisasian tidak
dilakukan secara baik, hasilnya mungkin berupa kebingungan, frustrasi,
inefisiensi, dan keefektifan yang terbatas. Secara umum, proses
organisasional terdiri atas lima langkah: Pengkajian rencana dan tujuan,
Penentuan kegiatan kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan, Klasifikasi
dan pengelompokan kegiatan-kegiatan kerja yang dibutuhkan menjadi unit-
unit yang dapat ditangani, pembagian tugas dan pendelegasian wewenang,
dan perancangan hirarki hubungan-hubungan.)

Keterpaduan. Terpadu berarti lebur menjadi satu sehingga tidak bisa


lagi dipisah-pisahkan. Bagian yang terpadu berarti bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari bagian-bagian lainnya. Prinsip kedua manajemen risiko
menegaskan bahwa manajemen risiko merupakan bagian terpadu dari semua
proses dalam organisasi. Dengan demikian, pada semua proses dalam
organisasi sebagaimana yang dipaparkan di atas terkandung bagian yang tak
terpisahkan yakni manajemen risiko.

Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 39


Kata Kunci dalam Prinsip Ketiga: Pengambilan Keputusan.

Upaya untuk mencapai tujuan organisasi terdiri atas serangkaian


pengambilan keputusan. Tiap pengambilan keputusan yang besar (melibatkan
banyak sumber daya dan berdampak signifikan bagi organisasi) terdiri atas
keputusan-keputusan yang lebih kecil. Kajilah kasus PT Bank Rakyat Indonesia
yang belum lama ini mengambil keputusan besar, yakni membeli dan
mengoperasikan satelit komunikasi11. Perhatikan bahwa keputusan besar itu
terdiri atas keputusan-keputusan yang lebih kecil. Prinsip ketiga manajemen
risiko menegaskan bahwa dalam setiap proses pengambilan keputusan, besar
ataupun kecil, manajemen risiko selalu berperan.

PT Bank Rakyat Indonesia (persero) akan mengoperasikan BRIsat


dalam waktu dekat, setelah satelit tersebut diluncurkan ke orbit pada Jumat
petang, 17 Juni 2016, di Kourou, Guyana Prancis. BRIsat pun menjadi satelit
pertama yang dioperasikan oleh perbankan untuk mendukung layanan
keuangan digital. Manajemen BRI pun memiliki ekspektasi yang tinggi
terhadap BRIsat. Direktur Utama BRI, Asmawi Syam mengatakan layanan
inklusi keuangan, terutama di sektor mikro yang menjadi bisnis inti BRI, bakal
kian melesat setelah BRIsat beroperasi. Asmawi juga yakin BRIsat bisa
menekan beban operasi sedikitnya Rp 500 miliar per tahun untuk menyewa
satelit. "Masyarakat di daerah terpencil pun bisa menikmati layanan keuangan
dengan biaya rendah," kata dia di Guyana Space Centre, Kourou, Guyana
Prancis, Kamis, 16 Juni 2016, waktu setempat.

Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan BRIsat akan


menjadi pendukung utama bisnis BRI di masa mendatang. "Karena BRIsat bisa
menciptakan ceruk bisnis baru," kata dia. Haru memberi contoh layanan
transaksi online BRILink yang dijalankan nasabah, yang juga bertindak sebagai
agen. "Itu akan terus bertambah jumlahnya dan semakin luas jangkauannya,"
ucapnya. Dalam jangka panjang, kata Haru, BRIsat bisa menjadi kendaraan
BRI untuk mengerek kinerjanya secara keseluruhan, salah satunya di sektor

11
https://m.tempo.co/read/news/2016/06/17/090780823/satelit-brisat-mengorbit-seperti-
apa-target-bisnis-bri
40 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
kredit. Haru yakin, setelah BRIsat beroperasi, pertumbuhan kredit BRI
perlahan bakal melampaui 18 persen, seperti sebelum kondisi perekonomian
melemah dalam setahun terakhir. "Harus di atas rata-rata pertumbuhan
industri perbankan," ujarnya.

Rencananya, BRIsat akan diluncurkan di Guyana Space Center,


Kourou, Jumat ini, pukul 17.30 waktu setempat. BRIsat, yang dibawa roket
Ariane 5, akan mengorbit di koordinat 150,5 derajat Bujur Timur atau di atas
langit Papua. Setelah mengorbit, BRIsat akan dikendalikan di sarana primary
satellite control facility di Ragunan, Jakarta Selatan, dan Tabanan, Bali.

Kata Kunci dalam Prinsip Keempat: Sifat eksplisit dan Ketidakpastian.

Tulisan berikut ini berjudul “Grab Indonesia Terancam Diblokir”,


dikutip dari laman TEMPO12. Periksalah tulisan berikut ini dengan seksama.

Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan


perusahaannya bukanlah operator layanan transportasi sehingga tidak
memiliki kendaraan atau armada apa pun. "Kami bekerja sama dengan
perusahaan penyedia transportasi berupa perorangan dan perusahaan
independen. Jadi, tidak punya armada," katanya dalam siaran pers yang
diterima Bisnis, Senin (14 Maret 2016).

Selain itu, dia menuturkan Grab telah secara proaktif berkomunikasi


dengan pihak pemerintahan maupun pemangku kepentingan (stakeholder)
industri untuk dapat menyediakan layanan transportasi yang efisien dan aman
bagi masyarakat Indonesia. "Kami juga sudah merupakan entitas legal di
Indonesia, kami terdaftar sebagai pembayar pajak. Grab juga berkomitmen
untuk menaati semua peraturan dan ketentuan lokal yang berlaku,"
imbuhnya.

12
https://m.tempo.co/read/news/2016/03/14/090753532/terancam-diblokir-ini-rencana-
cadangan-grab-indonesia
Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 41
Dia menuturkan Grab telah meningkatkan standar transportasi di
kota-kota dimana kami beroperasi, seperti Jakarta, Bandung, Padang,
Surabaya, dan Bali. Seluruh mitra pengemudi yang tergabung dalam jaringan
telah melalui proses seleksi dan pelatihan yang ketat, dimana semua telah
memiliki izin mengemudi (SIM). "Untuk layanan GrabCar, kami hanya
mengizinkan mobil-mobil di bawah umur 5 tahun. Kebijakan ini melebihi
ketentuan dari Perda No.5 Tahun 2014 yang menetapkan batasan maksimal
umur kendaraan yang beroperasi di Jakarta, 10 tahun untuk bis dan 7 tahun
untuk taksi," jelasnya.

Sebelumnya, sekitar 2.000 pengemudi angkutan umum Jakarta


melakukan demonstrasi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (14 Maret
2016). Para sopir menuntut agar Pemerintah Indonesia memberi larangan
operasi pada Uber Taxi dan GrabCar. Menurut Sudirman salah satu supir taxi
yang melakokan demonstrasi, angkutan plat hitam seperti taxi Uber dan
GrabCar merupakan angkutan ilegal. Keberadaan angkutan plat hitam
tersebut membuat pendapatan para sopir menurun lantaran merampas mata
pencaharian para sopir angkutan umum."Kami menuntut untuk pembubaran
aplikasi online seperti Uber dan Grab karena pendapatan kami menurun,
bahkan sampai 80%, mereka kan di subsidi oleh perusahaan, jadi mereka lebih
murah," katanya.

Perhatikanlah konteks waktu terjadinya peristiwa tersebut.


Bayangkanlah bahwa pada waktu itu belum ada kepastian tentang nasib taksi
daring (online) seperti yang diselenggarakan oleh Grab. Ada kemungkinan
bahwa pemerintah waktu itu bakal membela taksi tradisional, (misalnya
dengan pertimbangan besarnya pajak yang disumbangkan oleh sektor
angkutan umum, atau pertimbangan besarnya jumlah “kurban” akibat
menurunnya permintaan terhadap jasa taksi tradisional, dan sebagainya.
Namun pada waktu itu ada juga harapan bahwa pemerintah berlaku “adil”
yaitu membela para pelaku bisnis taksi daring, misalnya dengan
pertimbangan bahwa jumlah konsumen yang diuntungkan dari adanya taksi

42 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


daring amat besar. Lagi pula cara baru dalam penyediaan jasa angkutan
umum ini membuka kesempatan kerja baru.

Intinya, manajemen risiko tampil secara eksplisit mana kala ada


situasi ketidakpastian. Eksplisit berarti terungkap secara nyata, kasat mata,
tersurat, hitam di atas putih. Artinya, dalam konteks kasus di atas, pengelola
Grab harus membuat hitung-hitungan di atas kertas (hitam di atas putih)
tentang risiko-risiko terburuk yang berkaitan dengan situasi tersebut di atas.
Pengelola Grab perlu menjalankan langkah-langkah dalam proses manajemen
risiko sebagaimana yang akan dipaparkan dalam bagian-bagian setelah bab
ini.

Kata Kunci dalam Prinsip Kelima: Sistematik, Terstruktur, dan Tepat


Waktu.

Tulisan berikut ini berjudul “Pemerintah Targetkan Pemindahan Ibu


Kota Dimulai 2018”, dikutip dari laman KOMPAS13. Periksalah tulisan berikut
ini dengan saksama.

Pemerintah serius untuk memindahkan ibu kota Republik Indonesia


dari Provinsi DKI Jakarta. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengaku telah membahas rencana
detail pemindahan ibu kota ini bersama Presiden Republik Indonesia Joko
Widodo di Istana Negara, Senin (3/7/2017). Dalam perbincangan terakhirnya
dengan Presiden, Bambang mengatakan kajian pemindahan ibu kota,
termasuk skema pendanaan, akan rampung tahun ini. "Maka tahun 2018 atau
2019 sudah mulai ada kegiatan terkait dengan pemindahan pusat administrasi
pemerintahan," kata Bambang, di kantor Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat.

Ada beberapa aspek yang dikaji dalam pemindahan ibu kota ini. Mulai
dari penentuan lokasi, estimasi pendanaan, dan tata kota. Nantinya Bappenas
yang akan memimpin kementerian dan lembaga lain dalam menjalankan

13
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/07/03/154128926/pemerintah.targetkan.pemin
dahan.ibu.kota.dimulai.2018
Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 43
rencana ini. "Utamanya Bappenas yang lead bersama Kementerian Pekerjaan
Umum. Tentunya dengan kementerian lainnya," kata Bambang.

Dasar kajian pemindahan ibu kota yakni fakta bahwa pembangunan


ekonomi antara di Pulau Jawa dengan pulau lainnya tidak seimbang.
Pembangunan di Pulau Jawa lebih tinggi daripada di pulau lainnya di
Indonesia. Jika hasil kajian menunjukkan Ibu Kota dipindahkan ke kota
lainnya, maka kantor pemerintahan saja yang dipindahkan ke sana. Di sana
juga akan dibangun Kantor Presiden serta kantor kementerian. Sementara,
Jakarta akan menjadi pusat bisnis serta keuangan.

Beredar kabar sebelumnya ibu kota akan dipindah dari Jakarta ke


Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah. Wacana pemindahan ibu kota ke
Palangkaraya ini digagas pertama kali oleh Presiden pertama Republik
Indonesia Soekarno dan dimunculkan kembali oleh Presiden Joko Widodo.
Hanya saja, Bambang enggan menyebutkan detail kota mana yang akan
menjadi pusat administratif tersebut. Penentuan lokasi menjadi salah satu hal
yang dibahas dalam kajian pemindahan ibu kota. Selain itu, permasalahan
mengenai estimasi pendanaan dan tata kota juga akan dikaji. Dia
menargetkan, kajian selesai tahun ini. "Maka tahun 2018 atau 2019 sudah
mulai ada kegiatan terkait dengan pemindahan pusat administrasi
pemerintahan," kata Bambang.

Nantinya Bappenas yang akan memimpin kementerian dan lembaga


lain dalam menjalankan rencana ini. Dia mengatakan, pemerintah
memerlukan waktu sekitar tiga tahun untuk menjadikan suatu kota menjadi
ibu kota. "Mungkin butuh waktu 3-4 tahun untuk menyelesaikan seluruh
infrastruktur dasar maupun gedung-gedung pemerintahnnya," kata Bambang.

Tentulah pemerintah tidak sedang bermain-main dengan isu


pemindahan ibukota. Ini adalah langkah besar yang melibatkan sangat
banyak orang, bahkan seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena itu manajemen
risiko dilibatkan. Manajemen risiko itu harus bersifat sistematik, terstruktur,
dan tepat waktu.

44 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Sistematik berarti mengikuti sistem tertentu, mengikuti skema yang
teratur, patuh pada rambu-rambu yang saling bergantungan satu dengan
yang lainnya. Sistem itu adalah organisasi pemerintahan yang bekerja
mengikuti mekanisme tertentu. Dalam perencanaan ada langkah-langkah
baku yang harus ditempuh. Prosedur baku itulah yang menjamin bahwa
manajemen risiko yang diterapkan dalam proses perencanaan ini bersifat
sistematik.

Manajemen risiko yang diterapkan itu harus pula terstruktur, artinya


tunduk pada struktur tertentu. Menurut struktur organisasi pemerintahan,
fungsi perencanaan dalam pemerintahan dikelola oleh Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa Menteri PPN memimpin
proses perencanaan ini. Kementerian ini mempunyai struktur organisasi
tertentu untuk memastikan bahwa proses perencanaan dapat mencapai
sasaran-sasarannya.

Manajemen risiko juga harus bekerja secara tepat waktu. Dalam


kaitannya dengan wacana pemindahan ibukota, perlu ditetapkan tata waktu
yang optimal. Terlalu lama menunggu saat pemindahan ibukota berarti
terlalu lama membiarkan Jakarta berkembang sangat cepat hingga
melampaui daya dukungnya. Terlalu cepat memindahkan ibu kota dari
Jakarta dapat menyebabkan persiapan kurang matang, ibu kota baru belum
sanggup berperan sebagai tempat kegiatan pemerintahan nasional. Jadi, ada
tata waktu yang optimal. Manajemen risiko perlu mempertimbangkan
ketepatan waktu tersebut.

Kata Kunci dalam Prinsip Keenam: Informasi Terbaik yang Tersedia.

Contoh informasi terbaik yang tersedia: Kasus ancaman Ransomware.


Bacalah dengan saksama kutipan berita di bawah ini14.

14
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20170702173520-185-225249/hindari-
petya-kominfo-minta-semua-kementerian-matikan-lan/
Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 45
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengimbau
pengelola Teknologi Informasi (TI) seluruh kementerian dan lembaga untuk
mengantisipasi ransomware Petya pada hari pertama masuk kerja usai libur
lebaran besok. Hal ini penting mengingat Indonesia terancam menjadi sasaran
malware tersebut. "Sebagai antisipasi meluasnya insiden, pada Senin (3/7)
mendatang, Id-SIRTII/CC telah menyusun langkah-langkah untuk pencegahan
dan mitigasi ransomware tersebut," bunyi pengumuman di laman Indonesia
Security Incident Response Team Minggu (2/7/2017).

Langkah yang dimaksud adalah mengantisipasi ransomware


berbahaya dengan menonaktifkan sementara LAN/Hotspot dan
melakukan back-up data ke penyimpanan yang terpisah. Kominfo meminta
langkah-langkah ini perlu diketahui dan dijalankan oleh seluruh divisi TI
kementerian dan lembaga. Sebelumnya, Kominfo juga mengimbau
masyarakat untuk mewaspadai serta berupaya melakukan tindakan
pencegahan terhadap ancaman virus ransomware Petya. Diketahui, saat ini,
perusahaan-perusahaan global tengah digempur serangan siber tersebut.

Masyarakat diminta untuk selalu menggunakan sistem operasi asli


dan update berkala untuk menghindari Petya. Pasang antivirus dan update
berkala juga diperlukan. Selain itu, pengguna internet juga diminta memasang
password yang aman dan menggantinya secara berkala. Kominfo juga telah
memberikan petunjuk melalui laman Id-SIRTII/CC agar masyarakat bisa
menangani ransomware Petya yang mirip dengan ransomware Wannacry
melalui laman http://idsirtii.or.id/ halaman/tentang/faq.html.

Serangan virus Petya paling banyak terjadi di Ukraina, kawasan Eropa


Timur, dan Asia Selatan. India dilaporkan menjadi negara yang paling banyak
menjadi korban virus tersebut.

Pada waktu Kominfo menyiarkan himbauan tersebut pastilah banyak


pemimpin perusahaan menjadi resah dilanda ketidakpastian. Akankah cyber
attack itu menimpa perusahaan kami? Apa yang harus kami lakukan untuk

46 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


mencegahnya? Bila ternyata perusahaan kami memang sudah terkena
serangan, apa yang harus kami perbuat?

Prinsip keenam manajemen risiko menegaskan bahwa kita harus


menggunakan informasi terbaik yang tersedia. Dalam situasi darurat
pemimpin harus bergerak cepat. Pedomannya, gunakan informasi terbaik
yang tersedia. Jangan menunggu terlalu lama untuk memperoleh informasi
yang belum tersedia, gunakanlah informasi yang terbaik yang tersedia.

Kata Kunci dalam Prinsip Ketujuh: Tailored.

Contoh sifat tailored: Kasus persiapan untuk menghadapi lonjakan


permintaan jasa angkutan pada Idul Fitri 2017. Bacalah dengan saksama
kutipan berita berikut ini15.

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Edi Sukmoro


mengikuti apel pengamanan mudik Lebaran 2017 di Stasiun Gambir, Jakarta
Pusat, Kamis (15/6/2017). Apel digelar untuk menyukseskan angkutan
Lebaran. "Kami mengharap dukungan dari semua pihak untuk menyukseskan
angkutan Lebaran 2017," ujar Edi. Pada mudik tahun ini, KAI menyediakan
6.152.586 kursi bagi para pemudik. Selain itu, KAI meningkatkan prasarana
guna menunjang kelancaran arus mudik. "Di sisi prasarana, PT KAI
menyiagakan pula alat material, seperti bantalan rel, batu balas, dan karung
pasir, guna mengantisipasi hal yang tidak diinginkan" imbuhnya. "Kami juga
bekerja sama dengan pihak TNI, Polri, dan anggota pencinta KA. Kami harap
angkutan Lebaran tahun ini terselenggara dengan aman, lancar, dan
terkendali," ujar Edi. Setelah apel, dilakukan juga pengecekan terhadap Polisi
Khusus KA (Polsuska) dan masinis. Mereka menjalani uji pengecekan
narkotika. Dirjen Kereta Api (KA), Kementerian Perhubungan, Prasetyo
Boeditjahjono menjadi inspektur upacara apel pengamanan.

15
https://kai.id/?_it8tnz=TWc9PQ==&_8dnts=WkdWMFlXbHM=&_4zph=TVRBPQ=
=&_24nd=TVRjd053PT0=
Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 47
Disiagakan juga 2.251 personel di sepanjang lintasan rel yang terdiri
atas petugas penilik jalan (PPJ) ekstra sejumlah 633 orang, penjaga lintasan
(PJL) ekstra 1098 personel, tenaga daerah rawan 520 personel, ditambah
petugas Flying Gank yang disiagakan selama 24 jam. PT KAI juga menyiapkan
posko medis di 93 lokasi yang tersebar di Daop Divree. Tenaga medis yang
disiapkan antara lain 52 dokter umum, 16 dokter gigi, 205 orang paramedis,
dan 21 orang tenaga nonmedis. Tidak hanya itu, fasilitas penunjang kesehatan
juga disiapkan, antara lain 14 unit ambulans, 265 unit kursi roda, 262 unit
tandu, dan 15 unit perangkat penyelamat jantung. "Bagi para Ibu menyusui
juga disediakan fasilitas ruang laktasi yang tersebar di 110 stasiun," papar dia.
Sebanyak 6.203 petugas gabungan juga dikerahkan, terdiri dari 1.526 petugas
TNI dan Polri, dan 4.677 petugas internal. Selain itu, petugas juga akan
dibantu dengan 72 ekor K9 atau anjing pelacak. "Dengan bantuan dari
beberapa pihak seperti TNI, Polri, dan komunitas pencinta kereta api, kami
harap angkutan lebaran tahun ini dapat terselenggara dengan aman, lancar,
dan terkendali," ucap dia.

Direktur Utama PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) Solihah,


menghibahkan 2 (dua) unit mobil ambulance secara simbolis kepada KAI
untuk dapat digunakan pada kegiatan Mudik Lebaran 2017. Solihah
menjelaskan, hibah Ambulance merupakan realisasi kesepakatan kerjasama
Asuransi Jasindo dengan KAI dalam hal penutupan Asuransi asset asset PT.
KAI dimana salah satu kesepakatannya adalah Asuransi Jasindo
menghibahkan 3 (tiga) unit ambulance kepada KAI. “Tiga unit ambulance ini
diserahkan secara bertahap selama jangka waktu kerjasama ini berlangsung.
Namun mengingat adanya kebutuhan ambulance dalam rangka memfasilitasi
kebutuhan mudik lebaran tahun 2017 ini,” kata Solihah. Sebagai tahap awal
diserahkan dua unit yang diserahterimakan kepada DKAI pada acara Apel
Gelar Pasukan Angkutan Lebaran 2017.

Manajemen risiko dalam banyak kasus bersifat situasional, yakni


sangat bergantung pada situasi kini (waktu tertentu) dan di sini (tempat
tertentu). Strategi yang jitu pada tahun lalu belum tentu dapat berlaku untuk
tahun ini. Cara yang tepat untuk menghadapi masalah lalu lintas di daerah ini
48 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
mungkin tidak cocok diterapkan untuk daerah lain. Oleh karena itu,
manajemen risiko harus disesuaikan penggunaannya menurut tempat dan
waktu tertentu. Dengan kata lain, manajemen risiko harus tailor made.

Kata Kunci dalam Prinsip Kedelapan: Faktor Manusia dan Budaya.

Tulisan berikut ini berjudul “Masyarakat Masih Takut dengan


Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir”, bersumber dari Kantor Berita ANTARA16.
Periksalah tulisan berikut ini dengan seksama.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti)


Muhamad Nasir mengatakan kemungkinan pengembangan Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia hanya terhambat dari sisi sosial saja.
"Kemarin kami ke Bangka-Belitung, kami coba bahas pengembangan PLTN.
Orang berpikir tenaga nuklir itu menakutkan, sementara dunia sudah
mengarah ke sana semua," kata Menristekdikti di Yogyakarta, Minggu
(16/4/2017).

Ia mencontohkan Prancis yang sangat bergantung dengan PLTN.


Sedangkan Uni Emirat Arab, negara di Asia dengan cadangan minyak nomor
empat terbesar di dunia juga kini mulai mengembangkan PLTN. "Ada empat
PLTN yang mereka kembangkan, masing-masing memiliki kapasitas 1.500
Mega Watt sehingga total energi listrik yang dihasilkan mencapai 5.600 MW.
Kalau yang seperti ini bisa kembangkan, kebutuhan Jawa akan selesai," kata
Nasir.

Masalah pengembangan PLTN di Indonesia, menurut dia, hanya


terletak pada penerimaan masyarakatnya yang masih takut dengan
keberadaan pembangkit listrik bertenaga nuklir. Padahal teknologi
pembangkit listrik dengan nuklir sudah pada Generasi 4, dengan desain dan
teknologi sedemikian rupa reaktor akan otomatis berhenti bekerja ketika
terjadi bencana seperti gempa bumi. Generasi 4 yang bernama High
Temperature Gas-Cooled Reactor (HTGR) ini, Nasir mengatakan telah

16
http://www.beritasatu.com/kesra/425414-menristekdikti-masyarakat-masih-takut-
dengan-pembangkit-listrik-tenaga-nuklir.html
Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 49
dikembangkan Perancis dan Rusia. "Kalau yang dipakai di Fukushima, Jepang,
itu yang generasi pertama," lanjutnya.

Sejauh ini Indonesia sudah mempunyai empat reaktor untuk skala


laboratorium sejak 1955, yang berlokasi di Yogyakarta, Bandung, Serpong dan
Jakarta. Dan itu digunakan untuk bidang pangan dan kesehatan. "Artinya kita
punya pengalaman untuk kelola teknologi ini dengan aman. Yang ingin kita
inginkan bagaimana risetnya ditingkatkan untuk bisa digunakan ke level
energi," ujar Nasir.

Kalau urusan komersialnya tentu kewenangannya ada di Kementerian


Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Sedangkan bahan bakunya, ia
mengatakan semua tersedia di Indonesia, baik Uranium maupun Thorium.

Prinsip manajemen risiko ke delapan menegaskan perlunya


mempertimbangkan faktor manusia dan budaya. Pembangkit listrik tenaga
nuklir mungkin cukup aman di negara-negara dengan tingkat kedisiplinan
tinggi, namun mungkin cukup berbahaya bila dibangun di negara-nagara
dengan tingkat kedisiplinan rendah. Kedisiplinan adalah salah satu contoh
faktor manusia dan budaya. Faktor-faktor tersebut sangat menentukan cara
pendekatan dalam penerapan manajemen risiko.

Kata Kunci dalam Prinsip Kesembilan: Transparan dan Inklusif.

Contoh sifat transparan dan inklusif: Kasus sengketa antara produsen


pizza dan kantor berita. Berikut ini disajikan kutipan berita dari VIVA.co.id
dengan judul Pizza Hut Adukan Tempo dan BBC Indonesia ke Dewan Pers.
Bacalah dengan saksama17.

17
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&
uact=8&ved=0ahUKEwiP1dOhk-
rVAhVCP48KHZnDD7wQFgglMAA&url=http%3A%2F%2Fnasional.news.viva.co.id
%2Fnews%2Fread%2F822813-pizza-hut-adukan-tempo-dan-bbc-indonesia-ke-dewan-
pers&usg=AFQjCNESGAt8X6AO5FJP_rqs_RwGOM7HjQ
50 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
PT Sarimelati Kencana, penerima waralaba untuk restoran Pizza Hut,
Pizza Hut Delivery, dan The Kitchen by Pizza Hut di Indonesia, Jumat 16
September 2016, mengajukan pengaduan resmi ke Dewan Pers terhadap
Tempo dan BBC Indonesia. Unsur dari Tempo yang diadukan yaitu PT Tempo
Inti Media Tbk, sebagai pengelola Majalah Tempo, Koran Tempo, halaman
situs www.tempo.co dan Tempo Magazine. Dalam keterangan tertulisnya, PT
Sarimelati Kencana menjelaskan, pengaduan ini diajukan sehubungan dengan
pemberitaan di Tempo dan BBC Indonesia yang bukan hanya menyudutkan,
namun sekaligus mendiskreditkan nama baik perusahaan.

Dalam salah satu pemberitaannya, Majalah Tempo versi Bahasa


Indonesia edisi 5-11 September 2016 mengangkat judul 'Ada Apa Dengan
Pizza' dan memasang gambar sampul keluarga yang terdiri dari seorang ibu
dan dua anak menggunakan masker gas sedang memakan pizza. Pengaduan
kepada keduanya dilakukan setelah sebelumnya masing-masing pada 6, 9,
dan 10 September 2016, PT Sarimelati Kencana telah mengirimkan surat
permohonan klarifikasi dan permintaan maaf kepada Tempo dan BBC
Indonesia atas seluruh pemberitaan yang tidak akurat tersebut.

Adapun Majalah Tempo edisi 12-18 September 2016 dengan judul


artikel utama 'Kredit Jumbo untuk Bakrie' telah memuat hak jawab dari PT
Sarimelati Kencana, namun tidak mencantumkan permintaan maaf
sebagaimana dimintakan oleh perusahaan. "Oleh karena itu, PT Sarimelati
Kencana merasa perlu untuk mengajukan pengaduan terhadap PT Tempo Inti
Media Tbk. dan BBC Indonesia ke Dewan Pers," tulis keterangan pers
tersebut. PT Sarimelati Kencana berharap melalui proses ini, PT Tempo Inti
Media Tbk. dan BBC Indonesia dapat memenuhi permintaan perusahaan,
yaitu untuk meminta maaf dan meluruskan pemberitaan yang tidak akurat
dan telah merugikan perusahaan. Sebelumnya, kabar Pizza Hut Indonesia
diduga menggunakan bahan kedaluwarsa dalam produk mereka muncul pada
awal September lalu.

Atas kabar tersebut, PT Sarimelati Kencana, menampik kabar itu.


Mereka memastikan produk yang dibuat berkualitas dan melewati proses
penjaminan kualitas. Untuk itu produk mereka layak dikonsumsi konsumen.
Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 51
Kalau misalnya manajemen risiko diterapkan pada setiap tahap dalam
proses bisnis, maka untuk setiap tahap tersebut perlu diberlakukan prinsip
transparansi, artinya kebijakan tersebut perlu diketahui oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. Ketertutupan atas diberlakukannya suatu kebijakan boleh
jadi hanya akan melahirkan bom waktu.

Prinsip manajemen risiko yang keenam juga menegaskan pentingnya


sifat inklusif. Dalam sifat itu terkandung makna melibatkan semua pihak.
Manajemen risiko tidak akan berhasil bila yang melaksanakannya hanya
sekelompok kecil orang yang hanya sebagian saja dari keseluruhan anggota
organisasi.

Kata Kunci dalam Prinsip Kesepuluh: Dinamis, Berulang, dan Responsif


terhadap Perubahan.

Contoh sifat dinamis, berulang, dan responsif: Kasus pembangunan


bandara baru di Yogyakarta. Berikut ini adalah abstrak hasil penelitian Lena
Satlita dan Bagus Sukma Pribadi yang berjudul Manajemen Risiko Sosial
Pembangunan Bandara di Temon, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta
oleh PTAngkasa Pura I. Bacalah dengan saksama18.

Penelitian ini bertujuan memahami manajemen risiko sosial yang


bersangkutan dengan risiko pembebasan lahan milik warga dalam
pembangunan bandara baru di Temon, Kulon Progo oleh PT Angkasa Pura I
beserta hambatannya. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif. Informan penelitian ini adalah Pimpinan Proyek pembangunan
bandara baru, Public Relations and Community Development serta Legal and
General Affairs Department Head Proyek pembangunan bandara baru. Sedang
dari masyarakat yaitu warga Desa Jangkaran dan Glagah. Instrumen
penelitian ialah peneliti sendiri dan teknik pengumpulan data dengan
observasi terstruktur, wawancara terstruktur dan juga dokumentasi.
Triangulasi sumber dan waktu dipilih sebagai teknik uji keabsahan data.

18
http://library.fis.uny.ac.id/elibfis/index.php?p=show_detail&id=1111&keywords=
52 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
Analisis data dalam penelitian ini melalui tiga tahap, yakni reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukan untuk melancarkan tujuannya


membangun bandara yang baru, PT Angkasa Pura I menghadapi berbagai
risiko. Salah satu risiko berat yang harus dihadapi oleh perusahaan ialah risiko
pembebasan tanah warga, yang diwarnai penolakan warga. Dalam rangka
mengurangi kerugian perusahaan secara ekonomi dan turunnya reputasi
PTAngkasa Pura I karena adanya penolakan warga, maka PT Angkasa Pura I
melakukan manajemen risiko sosial agar masyarakat setuju dengan
pembangunan, sehingga melancarkan jalannya pembangunan bandara baru.
Risiko perubahan fungsi lahan yang menyebabkan alih fungsi profesi dan
risiko perpindahan tempat tinggal penduduk ditanggulangi dengan
pemberian ganti rugi uang, tanah, saham, kesempatan bekerja, pengganti
pelepasan hak atas tanah, kompensasi masa tunggu, pengadaan perumahan
dan CSR/pelatihan untuk alih profesi. Risiko terisolasinya tempat bersejarah
ditanggulangi dengan sebisa mungkin menghindari terpotongnya situs
bersejarah, namun situs stupa Glagah terpotong akan dipindah ke tempat
yang layak, serta didirikannya kampung Jawa.

PT Angkasa Pura I sudah punya beberapa pengalaman membangun


bandara baru ataupun meningkatkan kapasitas bandara lama, misalnya di
Praya (Lombok, NTB), Denpasar, Makasar, Surabaya, Balikpapan, dan
sebagainya. Keberhasilan pembangunan seperti itu memerlukan manajemen
risiko yang andal. Prinsip kesepuluh manajemen risiko menegaskan adanya
sifatnya dinamis, berulang, dan responsif terhadap perubahan.

Dinamis berarti tidak statis, tidak bersifat tetap, berubah-ubah di


sepanjang waktu sesuai dengan perkembangan keadaan sekitar (lingkungan
strategis). Kadang-kadang perubahan itu bersifat seperti daur, yaitu siklus
yang berputar berulang, misalnya langkah 1 – langkah 2– langkah 3, kemudian
kembali ke langkah 1 lagi, dan seterusnya. Yang pasti, manajemen risiko
harus responsif (tanggap) terhadap perubahan.

Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 53


Kata Kunci dalam Prinsip Kesebelas: Manajemen risiko memfasilitasi
perbaikan terus-menerus dari organisasi.

Contoh perbaikan terus-menerus: Kasus Commuter Line. Tak bisa


dibantah, kualitas pelayanan kereta rel listrik yang menghubungkan Jakarta
dengan kota-kota satelitnya (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi)
mengalami membaik secara sangat signifikan dalam dua dasa warsa terakhir
ini. Dua puluh tahun yang lalu, penumpang KRL masih terlihat duduk di atas
atap gerbong. Penghalang berupa kawat berduri, dan berbagai macam
peralatan, tak mampu menghambat para penumpang memanjati atap
gerbong kereta. Pemandangan demikian sekarang sudah tak ada lagi. Dua
puluh tahun yang lalu penumpang gelap (tak bayar ongkos) sangat lazim,
banyak oknum kondektur dapat disuap oleh penumpang gelap, peron stasiun
kotor sekali. Kini, itu semua tinggal cerita sejarah. Walau demikian, tetap saja
PT KAI hingga sekarang masih sering menerima kritik. Hal demikian wajar
saja, karena perbaikan memang harus dilakukan secara terus menerus.

Sejalan dengan itu, manajemen risiko pun harus melayani proses itu.
Manajemen risiko harus memfasilitasi (memudahkan) perbaikan terus
menerus dari organisasi. Berikut ini adalah kutipan berita dari Koran SINDO
yang membahas kritik terhadap pelayanan KRL Commuter Line19.

JAKARTA – Buruknya sistem manajemen transportasi kereta rel listrik


(KRL) Commuter Line di Jabodetabek membuat jadwal keberangkatan dan
kedatangan transportasi massal tersebut kerap terhambat. Akibatnya, banyak
pengguna jasa layanan kereta api yang telantar. Direktur Institut Studi
Transportasi (Instran), Darmaningtyas, mengakui, berbagai peristiwa kereta
anjlok atau keluar rel, insiden kecelakaan dengan kendaraan umum maupun
sesama kereta api, hingga gangguan sinyal masih sering terjadi di sejumlah
wilayah.

Banyaknya insiden yang melibatkan kereta api tersebut, kata


Darmaningtyas, lantaran lalu lintas sangat padat seperti di Stasiun Manggarai,

19
http://koran-sindo.com/page/news/2016-04-08/0/18/Manajemen_Commuter_Line_
Masih_Buruk
54 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
Jakarta Selatan. Selain Commuter Line, stasiun tersebut melayani kereta jarak
jauh. Kondisi ini diperparah dengan sistem pemeliharaan yang tidak
maksimal. Untuk itu, Darmaningtyas menyarankan pola manajemen yang ada
saat ini harus diubah demi meminimalkan gangguan. ”Salah satunya
membagi zona perlintasan. Kereta jarak jauh dipusatkan di pinggir Jakarta
seperti membangun stasiun di kawasan Cipinang, Jakarta Timur,” katanya
kemarin. Perubahan manajemen akan membuat lalu lintas perjalanan kereta
menjadi tertata.

Selain melakukan perubahan di manajemen dan memeriksa kondisi


infrastruktur secara menyeluruh, jalur kereta yang ada sebaiknya ditambah.
Dari sistem double track, menjadi double-double track. ”Artinya akan ada
empat jalur kereta di sepanjang Jakarta. Dua jalur buat KRL, dua jalur lagi buat
kereta jarak jauh supaya enggak terjadi kepadatan lalu lintas,” ujar
Darmaningtyas.

Target 1,2 juta penumpang KRL pada 2017 membuat PT KCJ harus
memutar otak. Meski tidak akan melakukan penambahan terhadap perjalanan
kereta, namun kondisi itu membuat rangkaian kereta api ditambah, terutama
di sejumlah jalur padat dari delapan gerbong menjadi 10-12 gerbong, seperti
Bogor dan Stasiun Kota.

Senior Manager Coorporate Communication PT KCJ, Eva Chairunissa,


tak menampik kondisi KRL yang ada saat ini sudah sangat padat. Sekalipun
pihaknya telah berupaya untuk meminimalisasi kepadatan dengan
menambah rangkaian, rupanya itu tidak berpengaruh banyak. Termasuk saat
terjadi gangguan, Eva mengaku, PT KCJ telah melakukan berbagai upaya
mengurangi membeludaknya penumpang. Salah satunya dengan
mengalihkan perjalanan KRL dan mengupayakan pengembalian atau refund
tiket dalam waktu 2x24 jam. ”Ini dilakukan supaya loket enggak penuh,”
tuturnya. Eva menyebutkan, saat ini ada sekitar 860.000 warga di sekitar
Jabodetabek yang menggunakan jasa kereta api setiap hari.

Perjalanan yang ada hanya mencapai 898 jadwal perjalanan yang


tersebar di tujuh perjalanan kereta. Seperti diketahui, KRL 2473 jurusan
Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko | 55
Manggarai-Duri anjlok di sekitar Stasiun Manggarai, Rabu (6/4/2017). Akibat
kejadian tersebut, perjalanan kereta menuju Tanah Abang, Jakarta Kota,
Bekasi dan Bogor, terganggu dan ribuan penumpang telantar. Senior
Manager Humas Daop 1 PT KAI Bambang S Prayitno membantah anggapan
mengenai kondisi perjalanan kereta api di ambang batas karena sudah padat.
Sekalipun penuh sesak, namun pihaknya telah melakukan berbagai rekayasa
agar tak terjadi insiden kecelakaan dan keterlambatan. ”Manajemen kita
sudah baik, enggak ada masalah,” jelas Bambang.

Selain itu, pemeliharaan juga telah dilakukan secara rutin mulai


harian, mingguan, hingga bulanan. Pemeliharaan itu meliputi pengecekan
bantalan rel, besi rel, hingga batuan di jalur. Hanya, mengenai masalah
amblesnya jalur, Bambang menegaskan saat ini Kementerian Perhubungan
dan PT KAI tengah melakukan penyidikan terkait insiden yang terjadi di
Manggarai.

Namun demikian, dirinya tak menampik kondisi yang ada lantaran


adanya pergeseran tanah. Kondisi tanah yang lembek, kata Bambang,
membuat kontur tanah menjadi tidak stabil. Menurut dia, permukiman padat
dan saluran air yang disalurkan ke jalur kereta, membuat air menjadi tidak
stabil. ”Ini bisa jadi penyebab anjloknya jalur di luar stasiun,” jelasnya.
Bambang juga tak menampik bila pihak PT KAI dan Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) telah melakukan kajian terhadap manajemen lalu
lintas yang ada. Hasilnya, lalu lintas kereta sewajarnya harus dipisahkan,
antara Commuter Line dan kereta jarak jauh. ”Ini sudah menjadi atensi, tapi
kajiannya masih belum rampung, cocok juga kalau memang di luar Jakarta,
biar tidak terlalu padat,” tutup Bambang.

Perbaikan terus-menerus sudah menjadi tuntutan wajar dalam sebuah


organisasi modern. Sejalan dengan itu, prinsip kesebelas manajemen risiko
menegaskan bahwa kehadirannya harus berperan memfasilitasi perbaikan
terus-menerus dari organisasi.

56 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


BAB 3
3. KERANGKA KERJA MANAJEMEN RISIKO

O
3.1 Pengertian mengenai Kerangka Kerja Manajemen Risiko

Menurut SNI ISO Guide 73:2016 dan SNI ISO 31000:2011, kerangka
kerja manajemen risiko didefinisikan sebagai berikut:

“ Seperangkat komponen yang menyediakan landasan dan pengaturan


organisasi untuk perancangan, pelaksanaan, pemantauan, peninjauan dan
peningkatan manajemen risiko secara berkala di seluruh organisasi.

Mengacu pada definisi tersebut, kerangka kerja manajemen risiko


menyediakan landasan yang meliputi kebijakan, sasaran, mandat dan
komitmen untuk mengelola risiko. Selain itu, kerangka kerja tersebut juga
menyediakan pengaturan organisasi yang meliputi rencana, hubungan,
akuntabilitas, sumber daya, proses dan berbagai kegiatan. Pemantauan
(monitoring) yang dimaksudkan dalam definisi tersebut dapat diartikan
sebagai pemeriksaan, pengawasan, pengobservasian atau penentuan secara
kritis dan berkelanjutan terhadap suatu status dalam rangka mengidentifikasi
perubahan dari tingkat kinerja yang diperlukan atau diharapkan. Sedangkan
yang dimaksud dengan peninjauan (review) adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menentukan kesesuaian, kecukupan dan efektivitas dari pokok
persoalan guna mencapai sasaran yang ditetapkan

Kerangka kerja manajemen risiko hendaknya menyatu dalam


kebijakan operasional dan praktik organisasi secara keseluruhan. Dan tidak
dimaksudkan untuk menjelaskan sebuah sistem manajemen, namun lebih
untuk membantu organisasi guna mengintegarasikan manajemen risiko ke
dalam keseluruhan sistem manajemen. Oleh karena itu kerangka kerja yang
digunakan pada manajemen risiko SNI ISO 31000:2011 pada dasarnya mirip

57 | Kerangka Kerja Manajemen Risiko


dengan metode yang telah populer digunakan dalam ilmu manajemen, yaitu
metode PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang dipopulerkan oleh W. Edwards
Deming20. Di mana siklus PDCA tersebut sudah umum digunakan dalam
proses pengendalian kualitas, dan secara umum telah digunakan di berbagai
entitas ataupun individu. Ilustrasi jika pendekatan siklus PDCA diterapkan
pada pembuatan kerangka kerja untuk menerapkan manajemen risiko dapat
dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini.

Plan Merencanakan rancangan kerangka kerja untuk


pengelolaan manajemen risiko.
(Rencanakan)

Do Mengimplementasikan proses manajemen risiko.


(Kerjakan)

Check Melakukan pemantauan dan tinjauan suatu


(Cek) kerangka kerja manajemen risiko.

Action Melakukan tindak lanjut perbaikan berkelanjutan


(Tindak Lanjut) terhadap suatu kerangka kerja.

Gambar 3.1 Siklus PDCA pada kerangka kerja manajemen risiko

20
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/PDCA
58 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
Namun khusus untuk kerangka kerja manajemen risiko berdasarkan
SNI ISO 31000:2011 ditambahkan satu bagian awal yaitu mandat dan
komitmen, sebagai bagian yang cukup penting dalam memastikan komitmen
yang kuat dan berkelanjutan dari manajemen organisasi / pimpinan puncak
untuk memastikan efektivitas pengelolaan risiko. Adapun kerangka kerja
manajemen risiko yang sesuai dengan SNI ISO 31000:2011 diilustrasikan pada
3.2 berikut ini:

Mandat dan komitmen (3.3)

Rancangan kerangka kerja untuk pengelolaan risiko (3.4)


Pemahaman organisasi dan konteksnya (3.4.1)
Penetapan kebijakan manajemen risiko (3.4.2)
Akuntabilitas (3.4.3)
Integrasi ke dalam proses organisasi (3.4.4)
Sumber daya (3.4.5)
Penetapan mekanisme komunikasi dan pelaporan internal (3.4.6)
Penetapan mekanisme komunikasi dan pelaporan internal (3.4.7)

Pengimplementasian manajemen risiko (3.5)


Pengimplementasian suatu kerangka kerja
Perbaikan berkelanjutan terhadap suatu kerangka
untuk pengelolaan risiko (3.5.1)
kerja (3.7)
Pengimplementasian suatu proses
manajemen risiko (3.5.2)

Pemantauan dan tinjauan suatu kerangka kerja


(3.6)

Gambar 3.2 Hubungan antara komponen dari kerangka kerja bagi


pengelolaan risiko

Dalam SNI ISO 31000:2011 dan SNI ISO/TR 31004:2016 dinyatakan


bahwa efektifitas kerangka kerja manajemen risiko merupakan salah kunci
kesuksesan implementasi manajemen risiko, dimana kerangka kerja tersebut
menyediakan landasan dan pengaturan yang akan melekat pada keseluruhan
organisasi pada semua tingkatan. Kerangka kerja tersebut juga memastikan
bahwa informasi mengenai risiko yang berasal dari proses manajemen risiko
dilaporkan secara memadai serta digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan dan akuntabilitas pada semua tingkatan organisasi secara relevan.
Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 59
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
3.2 Mandat dan Komitmen

Kesuksesan dalam implementasi manajemen risiko akan dipengaruhi


oleh komitmen manajemen puncak suatu entitas/organisasi. Oleh karena itu
mandat dan komitmen manajemen menjadi salah satu hal yang krusial bagi
organisasi dalam menerapkan manajemen risiko. Dengan mengacu kepada
beberapa definisi terkait dengan mandat dan komitmen yang ada dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)21 dan 22
, yang kemudian disesuaikan
dengan konteks manajemen risiko yang mengacu kepada SNI ISO 31000:2011,
maka mandat dan komitmen dapat diartikan sebagai berikut:

“ Mandat adalah perintah atau arahan yg diberikan oleh


manajemen puncak suatu entitas/organisasi dalam rangka pengelolaan risiko
kepada seseorang/beberapa orang untuk dilaksanakan sesuai dengan kehendak
dari pemberi mandat tersebut.

Komitmen adalah suatu perjanjian (keterikatan) untuk melakukan


pengelolaan risiko pada suatu entitas/organisasi sesuai dengan
mandat yang diberikan.

Berdasarkan makna dari mandat dan komitmen tersebut di atas, maka


peran manajemen puncak suatu entitas/organisasi menjadi sangat krusial.
Oleh karena itu SNI ISO 31000:2011 juga menjelaskan mengenai bagaimana
sebaiknya peran serta dan akuntabilitas dari manajemen puncak suatu
entitas/organisasi terkait dengan mandat dan komitmen dalam rangka
menerapkan manajemen risiko. Mandat dan komitmen manajemen puncak
suatu entitas/organisasi sebaiknya diwujudkan dengan beberapa hal berikut
ini:

 menetapkan dan mengesahkan kebijakan manajemen risiko;


 memastikan bahwa budaya organisasi dan kebijakan manajemen risiko
yang selaras dengan indikator kinerja organisasi;

21
Sumber: https://kbbi.web.id/mandat
22
Sumber: https://kbbi.web.id/komitmen
60 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
 menyelaraskan sasaran manajemen risiko dengan sasaran dan strategi
organisasi;
 memastikan kepatuhan peraturan dan hukum;
 menetapkan akuntabilitas dan tanggung jawab pada tingkat yang layak
dalam organisasi;
 memastikan bahwa sumber daya yang diperlukan dialokasikan bagi
manajemen risiko;
 mengkomunikasikan manfaat manajemen risiko kepada seluruh
pemangku kepentingan; dan
 memastikan bahwa kerangka kerja untuk pengelolaan risiko selalu tetap
layak.

Secara umum, terdapat 4 tahapan yang terkait dengan pembuatan


mandat dan komitmen pada kerangka kerja manajemen risiko, yaitu:

Tahap Pertama: Pengembangan mandat dan komitmen manajemen risiko

Dalam melakukan pengembangan mandat dan komitmen, beberapa


panduan mengacu kepada SNI ISO 31000 berikut ini dapat digunakan,
diantaranya:
 Penetapan mandat bagi manajemen risiko memerlukan pemikiran yang
hati-hati, suatu perspektif strategis dan konsultasi antara badan
pengawasan dengan manajemen puncak. Hal ini akan membantu
memastikan bahwa setelah diadopsi, organisasi akan mengikuti mandat.
 Ekspresi mandat dan komitmen sebaiknya dipertimbangkan baik pada
tingkat taktis maupun tingkat strategis. Organisasi sebaiknya
menentukan dan menilai kompetensi untuk memenuhi sasarannya dan
menumbuhkan keterampilan dan keahlian yang diperlukan untuk
mencapainya.
 Implikasi dari perubahan yang dibutuhkan oleh suatu mandat akan
membutuhkan pertimbangan yang hati-hati. Hal ini termasuk siapa yang
akan memimpin perubahan dan siapa yang akan membutuhkan panduan
atau dukungan. Kadang-kadang perubahan mungkin cukup radikal secara

Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 61
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
lingkup (misalnya perubahan spesifikasi pekerjaan, pemantauan kinerja
dan proses manajemen) dan juga akan menyerap sebagian kapasitas
organisasi untuk perubahan. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam
konteks dari perubahan lain yang sedang dilakukan dan apakah hal
tersebut dapat terintegrasi.
 Orang-orang yang akan dipengaruhi secara signifikan oleh perubahan
sebaiknya dikonsultasikan, khususnya petugas dari setiap sekat
manajemen risiko dalam organisasi (misalnya kesehatan dan
keselamatan, manajemen keamanan), sehingga semua implikasi dari
perubahan dapat dipahami.
 Mandat sebaiknya diartikulasikan dalam suatu pernyataan kebijakan
yang akan menunjukkan komitmen organisasi pada mandat tersebut.
Selain itu, agar mandat dan komitmen dapat efektif, manajemen puncak
dan badan pengawasan dari suatu entitas/organisasi sebaiknya
mengekspresikan secara jelas kepada para pemangku kepentingan
mengenai pendekatan pengelolaan risiko dan mendokumentasikan serta
mengkomunikasikan hal tersebut secara tepat. Mandat untuk
manajemen risiko biasanya melibatkan perubahan perilaku, budaya,
kebijakan, proses, dan kinerja yang diharapkan dalam pengelolaan risiko
di mana akan tercermin dalam kerangka kerja manajemen risiko. Mandat
dan komitmen mungkin berbentuk suatu pernyataan kebijakan singkat
yang dikomunikasikan secara luas. Pengembangan mandat tersebut akan
melibatkan keputusan mengenai tindakan yang diperlukan, serta
otorisasi untuk pelaksanaan mandat tersebut. Karena madat tersebut
akan memerlukan keterlibatan otoritas untuk membawa perubahan.
Selain itu, karena mandat dan komitmen adalah suatu bagian mendasar
dari kerangka kerja manajemen risiko, maka selain menjadi bagian dari
kerangka kerja manajemen dan tata kelola organisasi, sebaiknya juga
mencerminkan sebelas prinsip yang ditetapkan dalam SNI ISO 31000:
2011.

62 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Tahap Kedua: Pengekspresian mandat dan komitmen manajemen risiko

Dalam prakt iknya, mandat organisasi, dan komitmen terhadap hal


tersebut diekspresikan dan diterima baik secara eksplisit maupun implisit.
Ekspresi implisit biasanya memberikan suatu stimulus yang lebih kuat
daripada ekspresi eksplisit. Adapun contoh ekspresi implisit yang bisa
memberikan stimulus lebih kuat tersebut misalnya tindakan sehari-hari
manajemen puncak dan badan pengawasan dalam budaya yang berlaku di
organisasi. Sedangkan ekspresi eksplisit tersebut misalnya adalah suatu
kebijakan manajemen risiko tertulis. Pada Lampiran C SNI ISO/TR 31004:2016
mengenai panduan untuk implementasi SNI ISO 31000, telah terdapat
informasi khusus tentang bagaimana mandat dan komitmen sebaiknya
diekspresikan serta dikomunikasikan oleh suatu organisasi kepada seluruh
pemangku kepentingan. Di mana pengekspresian mandat dan komitmen
untuk pengelolaan risiko sebaiknya memenuhi kriteria berikut:

a) Sebaiknya kompatibel dengan rencana strategis, sasaran, kebijakan,


gaya komunikasi dan sistem manajemen organisasi;
b) Sebaiknya kompatibel dengan kriteria risiko yang ditentukan oleh badan
pengawasan;
c) Sebaiknya memenuhi prinsip-prinsip SNI ISO 31000 dan juga berupaya
untuk meraih kesempurnaan dalam manajemen risiko sebagaimana
dimaksud dalam SNI ISO 31000: 2011, dan atribut-atribut yang diperkuat
yang dijelaskan pada bagian 3.6;
d) Sebaiknya mudah dikomunikasikan dan diuji untuk pemahaman di dalam
dan luar organisasi;
e) Sebaiknya memiliki ekspektasi keberhasilan implementasi yang masuk
akal;
f) Sebaiknya mengakomodasi tanggung jawab dari pemilik risiko.

Dalam pengekspresian mandat, perlu diingat salah satu prinsip


manajemen risiko yaitu manajemen risiko adalah disesuaikan
penggunaannya. Jika tidak, hal tersebut mungkin tidak dianggap relevan
dengan kondisi organisasi dimana mandat tersebut harus dijalankan. Untuk

Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 63
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
organisasi yang lebih besar, penetapan suatu kebijakan biasanya akan
menandakan pengembangan suatu pernyataan resmi tentang mandat bagi
manajemen risiko yang akan menjadi bagian dari keseluruhan rangkaian
kebijakan. Karena itu, kebijakan tersebut akan ditandatangani oleh pihak
pengelola dan kemudian dikomunikasikan dan diperkuat melalui sistem
manajemen

Tahap Ketiga: Penetapan dan pengomunikasian mandat dan komitmen


manajemen risiko

Salah satu cara untuk mengekspresikan dan mengomunikasikan


mandat secara eksplisit adalah melalui penetapan dan kemudian
pengomunikasian kebijakan manajemen risiko. Dalam penetapan kebijakan
risiko, organisasi sebaiknya tidak hanya membuat jelas kebijakan tentang
manajemen risiko, tetapi juga sebaiknya mengomunikasikan hal tersebut,
baik di dalam maupun di luar organisasi. Pada saaat penetapan mandat dan
komitmen untuk manajemen risiko, organisasi sebaiknya mempertimbangkan
pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

 Apakah sasaran strategis organisasi? Apakah sasaran tersebut jelas? Hal


eksplisit dan implisit apa yang ada dalam sasaran tersebut?
 Apakah manajemen puncak paham mengenai sifat dan besaran risiko
yang signifikan yang ingin diambil serta peluang ingin dikejar dalam
pencapaian sasaran strategis?
 Apakah manajemen puncak perlu menetapkan tata kelola yang lebih
jelas atas sikap terhadap risiko dari organisasi?
 Langkah-langkah apa yang telah manajemen puncak ambil untuk
memastikan pengawasan atas pengelolaan risiko?
 Apakah manajer pembuat keputusan memahami sejauh mana mereka
(secara individual) diizinkan untuk mengekspos organisasi dengan
konsekuensi dari suatu kejadian atau situasi? Setiap sikap terhadap risiko
perlu dapat dipraktikkan, yang mengarahkan manajer untuk membuat
keputusan berbasis risiko.

64 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


 Apakah para eksekutif memahami tingkat risiko yang teragregasi dan
saling terkait sehingga mereka dapat menentukan tingkat risiko tersebut
diterima atau tidak?
 Apakah kepemimpinan manajemen puncak dan eksekutif memahami
tingkat risiko yang teragregasi dan saling terkait bagi organisasi secara
keseluruhan?
 Apakah baik manajer maupun eksekutif paham bahwa sikap terhadap
risiko tidak konstan? Ini mungkin berubah sebagaimana perubahan
kondisi lingkungan dan bisnis. Apa pun yang disetujui oleh manajemen
puncak perlu memiliki beberapa fleksibilitas di dalamnya.
 Apakah keputusan risiko dibuat dengan penuh pertimbangan atas
konsekuensinya? Kerangka kerja risiko tersebut perlu membantu manajer
dan eksekutif mengambil tingkat risiko yang sesuai untuk bisnis, dan
potensi penghargaan yang diberikan.
 Apa risiko signifikan yang bersedia diambil dan kesempatan yang ingin
dikejar oleh manajemen puncak? Apa risiko signifikan yang tidak bersedia
diambil oleh manajemen puncak? Apapun bentuk kebijakan pengelolaan
risiko, kebijakan tersebut sebaiknya bersamaan dengan kebijakan lain
yang mengarahkan bagaimana organisasi beroperasi.
Guna memperkuat pelaksanaan mandat dan komitmen, manajemen
puncak dan badan pengawasan sebaiknya mengomunikasikan,
menunjukkan dan memperkuat komitmen organisasi pada mandat
melalui suatu kombinasi tindakan eksplisit dan implisit termasuk:
 membuat hal tersebut jelas bahwa sasaran manajemen risiko terkait
dengan dan tidak terpisahkan dari sasaran manajemen lainnya;
 membuat hal tersebut jelas bahwa manajemen risiko adalah mengenai
pencapaian efektif dari sasaran organisasi;
 memastikan jenis aktifitas manajemen risiko yang dibutuhkan oleh
mandat terintegrasikan ke dalam proses tata kelola dan manajemen yang
ada, serta ke dalam proses strategis, operasional dan proyek;
 mensyaratkan pemantauan dan pelaporan berkala terhadap kerangka
kerja manajemen risiko organisasi dan proses untuk memastikan bahwa
pemantauan dan pelaporan tersebut tetap sesuai dan efektif;
Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 65
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
 memantau bahwa organisasi memiliki suatu pemahaman komprehensif
dan terkini mengenai risikonya dan risiko tersebut berada dalam kriteria
risiko yang telah ditentukan serta mengambil tindakan korektif ketika
kriteria tersebut tidak terpenuhi;
 memimpin dengan memberi contoh pada aktifitas mereka sendiri;
 memperbaharui komitmen pada mandat sesuai perubahan terhadap
waktu, peristiwa dan manajemen puncak.

Tahap Keempat: Implementasi mandat dan komitmen manajemen risiko

Pada implementasinya mandat dan komitmen tersebut dituangkan


dalam suatu keputusan manajemen puncak dan juga badan pengawasan,
dimana dalam perusahaan secara umum di Indonesia biasanya dilakukan oleh
Direksi dan Komisaris dan dituangkan dalam bentuk suatu pernyataan
ataupun kebijakan organisasi terkait dengan pengelolaan risiko di organisasi
tersebut. Terkait dengan implementasi mandat dan komitmen tersebut, salah
satu standar acuan yang dapat digunakan adalah SNI ISO 31004:2016 yang
merupakan suatu standar yang dapat dijadikan sebagai referensi panduan
untuk implementasi SNI ISO 31000:2011. Dimana pada standar tersebut telah
terdapat panduan tambahan bagaimana mengimplementasikan mandat dan
komitmen tersebut, dengan mencakupi beberapa hal-hal berikut ini:

a) perolehan mandat dan komitmen, jika diperlukan;


b) analisis kesenjangan;
c) penyesuaian dan membuat skala berdasarkan kebutuhan organisasi,
budaya serta penciptaan dan perlindungan nilai;
d) pengevaluasian risiko yang terkait dengan transisi;
e) pengembangan suatu rencana bisnis:
 pengaturan sasaran, prioritas dan metrik;
 penetapan kasus bisnis, termasuk keselarasan dengan sasaran
organisasi;
 penentuan ruang lingkup, akuntabilitas, kerangka waktu dan sumber
daya;

66 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


f) pengidentifikasian konteks implementasi, termasuk komunikasi dengan
pemangku kepentingan.

Dalam pelaksanaannya peranan manajemen puncak dalam


menerapkan mandat dan komitmen secara eksplisit dapat dinyatakan dalam
beberapa hal, diantaranya adalah dengan menetapkan strategi dan kebijakan
manajemen risiko yang selaras dengan sasaran, budaya, dan segala bentuk
peraturan yang terkait dengan organisasi. Selain itu kebijakan tersebut juga
menetapkan indikator yang dapat mengukur kinerja manajemen risiko yang
dapat digunakan dalam proses pemantauan dan tinjauan atas pengelolaan
risiko. Selain itu, mandat dan komitmen tersebut harus dikomunikasikan
kepada seluruh pihak yang terkait, serta dilakukan tinjauan berkala oleh
manajemen puncak untuk dapat dilakukan pengkinian (update) terhadap
segala sasaran serta konteks organisasi yang seringkali berubah seiring
dengan perkembangan waktu.

Pada konteks penerapan pada perusahaan di Indonesia, manajemen


puncak yang dimaksud dalam menetapkan mandat dan komitmen ini dapat
mengacu kepada Undang-undang no 40 tahun 2007 mengenai Perseroan
Terbatas. Dimana manajemen puncak tersebut adalah Direksi dan Komisaris.
Untuk itu terkait dengan kewenangan, tugas dan tanggung jawab Direksi dan
Komisaris dalam rangka pengelolaan risiko tetap mengacu kepada undang-
undang tersebut. Namun demikian, regulator sebagai selaku salah satu
pemangku kepentingan di bidang/industri tertentu juga seringkali turut serta
dalam usaha pemastian pengelolaan risiko dengan cara mengeluarkan
beberapa regulasi yang mengatur bagaimana pengelolaan risiko harus
dilakukan oleh suatu entitas/organisasi. Contohnya adalah beberapa regulasi
di bidang yang spesifik telah menerbitkan peraturan turunan yang spesifik
mengatur peran Direksi dan Komisaris dalam implementasi manajemen risiko.
Diantaranya adalah pada bidang keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
selaku regulator telah mengatur dalam beberapa regulasi yang terkait dengan

Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 67
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
implementasi manajemen risiko23, diantaranya adalah sebagai berikut:
 Direksi dan Dewan Komisaris Entitas Utama berwenang dan
bertanggungjawab untuk memastikan penerapan Manajemen Risiko
sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha. Diantaranya adalah
dengan: mengarahkan, menyetujui, dan mengevaluasi kebijakan
manajemen risiko, serta mengevaluasi pelaksanaan kebijakan tersebut.
 Dalam mendukung penerapan manajemen risiko, Direksi dan Dewan
Komisaris wajib memast ikan penerapan manajemen risiko pada masing-
masing perusahaan.

Pada gambar 3.3 berikut ini adalah beberapa contoh mandat &
komitmen dalam versi singkat, yang biasanya diterjemahkan lebih lanjut
dalam dokumen kebijakan manajemen risiko24,25 dan 26.

Gambar 3.3 Contoh dokumen mandat dan komitmen dalam kebijakan


perusahaan

23
Sumber: POJK 17/POJK.03/2014 tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi
bagi Konglomerasi Keuangan.
24
Sumber: http://www.pupukkaltim.com/ina/pkt-management-system-kebijakan-tata-
kelola/#sekilas-gcg
25
Sumber: http://mpmgroup.co.id/public/uploads/2016/09/MPM%20Group-
RM%20Policy%20&%20Guidance.pdf
26
Sumber: http://www.abm-investama.com/media/pdf/Enterprise-Risk-Management-
Policy_eng.pdf
68 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
3.3 Rancangan Kerangka Kerja Untuk Pengelolaan Risiko

3.3.1 Pemahaman organisasi dan konteksnya

Pemahaman organisasi merupakan salah satu bagian penting untuk


untuk perancangan kerangka kerja dalam pengelolaan risiko, tingkat
pemahaman pada organisasi baik pada konteks internal dan eksternal akan
mempengaruhi secara signifikan pada implementasi manajemen risiko.
Pemahaman organisasi secara umum biasanya meliputi beberapa elemen
seperti tertuang pada Gambar 3.427, untuk kemudian lebih dikenali konteks-
konteks baik internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi sasaran dari
implementasi manajemen risiko. Hasil pemahaman dan evaluasi atas konteks
internal dan ekternal tersebut kemudian akan menjadi bahan pertimbangan
dalam pembuatan kerangka kerja manajemen risiko di suatu organisasi, dan
juga untuk penetapan suatu konteks. Adapun yang dimaksud dengan
penetapan suatu konteks28 adalah pendefinisian parameter eksternal dan
internal yang diperhitungkan pada saat pengelolaan risiko dan penentuan
ruang lingkup serta kriteria risiko dalam menyusun kebijakan manajemen
risiko.

Adapun pada SNI ISO 31000:2011 telah diberikan referensi mengenai


apa saja yang menjadi pertimbangan dalam pengevaluasian konteks eksternal
dan internal organisasi. Penetapan suatu konteks sangatlah penting, karena
perbedaan konteks akan sangat mempengaruhi bagaimana sasaran dapat
dicapai, dan tentunya akan menghasilkan profil risiko yang juga berbeda.

27
Sumber: http://isoconsultantpune.com/isms-context-of-the-organization/
28
Sumber: SNI ISO Guide 73:2016 Manajemen risiko – Kosakata
Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 69
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
Gambar 3.4 Elemen-elemen umum terkait pemahaman organisasi

Adapun yang dimaksud dengan konteks eksternal29 adalah lingkungan


eksternal di mana organisasi berusaha untuk mencapai sasarannya.
Berdasarkan pemahaman dan evaluasi organisasi yang ada, selanjutnya
dilakukan pengevaluasian konteks eksternal organisasi yang dapat meliputi,
namun tidak terbatas pada:
 budaya dan sosial, politik, hukum, peraturan, keuangan, teknologi,
ekonomi, alam dan lingkungan kompetitif, baik internasional, nasional,
regional atau lokal;
 pendorong utama dan tren yang memiliki dampak pada sasaran
organisasi; dan
 hubungan terkait, persepsi dan nilai-nilai dari pemangku kepentingan
eksternal.

29
Sumber: SNI ISO Guide 73:2016 Manajemen risiko – Kosakata
70 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
Sedangkan yang dimaksud dengan konteks internal30 adalah
lingkungan internal di mana organisasi berusaha untuk mencapai sasarannya.
Adapun pada pengevaluasian konteks internal organisasi dapat meliputi hal-
hal berikut, tetapi tidak terbatas pada:
 tata kelola, struktur organisasi, peran dan akuntabilitas;
 kebijakan, sasaran, dan strategi yang tepat untuk mencapainya;
 kemampuan, pemahaman dalam hal sumber daya dan pengetahuan
(misalnya modal, waktu, orang, proses, sistem dan teknologi);
 sistem informasi, arus informasi dan proses membuat keputusan (baik
formal maupun informal);
 hubungan terkait, persepsi dan nilai-nilai dari pemangku kepentingan
internal.
 budaya organisasi;
 standar, pedoman dan model yang diadopsi oleh organisasi; dan
 bentuk dan cakupan hubungan kontraktual.

Pada saat penetapan konteks ekternal organisasi, salah satu alat


bantu manajemen yang sudah cukup populer adalah dengan metode Analisis
PESTLE31. Yaitu suatu kerangka kerja untuk menganalisa faktor-faktor kunci
yang mempengaruhi organisasi dari dari faktor eksternal. Metode ini juga
dapat digunakan dalam rangka analisa faktor eksternal saat melakukan suatu
analisa strategis, penelitian pasar dan perencanaan organisasi. Biasanya
metode ini juga akan dikombinasikan dengan metode Analisa SWOT yang
lebih menganalisa pada faktor internal organisasi. Adapun contoh bentuk
penggunaan analisis PESTLE (Political Economic Social Technological Legal
Environmental) dan SWOT (Strong Weakness Opportunity Threat) dapat dilihat
pada Gambar 3.532berikut ini.

30
Sumber: SNI ISO Guide 73:2016 Manajemen risiko – Kosakata
31
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/PEST_analysis
32
Sumber: https://www.swotandpestle.com/garuda-indonesia/
Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 71
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
The PESTLE analysis for Garuda Indonesia is Presented below: The SWOT analysis for Garuda Indonesia is Presented below:
Political Economical Strengths Weaknesses
1. Being majorly owned by 1. Economic fundamentals favour Garuda; 1. Flag carrier of Indonesia with 1. Lawsuit regarding gender
Indonesian government, GDP growth of 4.9% and air travel growth of government backing. discrimitaion in retirement age
Garuda enjoys strong backing. 11% in Indonesia. 2. Garuda awarded "Indonesia for stewardesses by Garuda
2. Domestic political turbulence 2. Indonesia being the most populous among Most Admired Companies"for may incur penalties for the
is the single biggest risk that ASEAN nations and fourth globally presents a eight consecutive years and also carrier.
could affect Indonesia and its lucrative aviation market for Garuda. attained 5-star airlines status 2. Citilink, Garuda's LCC (low
economy in the coming years, 3. Tourism is expected to increase significantly 3. Increase in flight network, cost carrier) financial
thus impacting Garuda's in the next four years which will be a booster joining SkyTeam alliance and focus performance straining the
prospects. Garuda. on cargo business driving growth. group.
Social Technological Opportunities Threats
1. Indonesia being an 1. Implementation of mobility and analytics 1. Garuda's shift towards digital 1. Domestic political turbulance
archipelago has an air traffic initiatives across the business units at Gauda sales channels and growing and rise in extremism major
penetration of just 33%, thus airlines will result in efficiency and increased reengineered cargo business offers threat that could affect
there is significant upside customer satisfaction. immense potential. Indonesian economy thus
opportunity. 2. Implementation of e-auction has made 2. Indonesia being the most impacting Garuda's prospects.
2. Indonesia is a growing procurement seamless and efficient and populous among ASEAN nations 2. Excessive competition with
economy with increase in Garuda is able to keep the inventroy cost at and fourth globally presents a regards to pricing among key
average disposable income of minimum. lucrative aviation market for competitors of Garuda may
an average of 5% annually, 3. Tie up with Sabre Airline Solutions platform Garuda. threaten both yields and load
which is expected to boost air will strengthen Garuda's aircraft tracking, 3. "Excellent Indonesian factors.
travel. disruption control and prevention and crew Hospitality"service by Garuda to
operations. improve customer experience.

Legal Environmental
1. Ongoing lawsuit regarding 1. Garuda Indonesia focuses its environment
gender discrimination in sustainability strategy on the three pillars,
retirement age for People, Planet, and Profit.
stewardesses by Garuda may 2. Increased use of alternative/renewable
incur penalties. sources of energy by Garuda to reduce Carbon
footprint.
3. Frequent natural catastrophes in Indonesia
may subdue the econmic growth.

Gambar 3.5 Contoh analisis PESTLE dan SWOT untuk penetapan konteks
organisasi

Berdasarkan pendekatan metode di atas, secara umum konteks


eksternal dan internal akan memberikan gambaran risiko yang harus dikelola
oleh suatu organisasi. Risiko yang timbul tersebut dapat berupa risiko yang
timbul karena faktor internal maupun faktor eksternal, ataupun kombinasi
dari kedua faktor tersebut. Pada Gambar 3.633 berikut ini adalah salah satu
contoh cakupan pengelolaan risiko yang mungkin dihadapi oleh suatu
organisasi yang untuk kemudian menjadi bahan pertimbangan dalam
pembuatan kerangka kerja pengelolaan risiko di organisasi.

33
Sumber: https://www.eisf.eu/wp-content/uploads/2014/09/0236-Airmic-Alarm-IRM-
2010-A-structured-approach-to-ERM.pdf
72 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
Gambar 3.6 Contoh cakupan pengelola risiko berdasarkan evaluasi atas
konteks organisasi

3.3.2 Penetapan kebijakan manajemen risiko

Dalam konteks SNI ISO 31000:2011, yang dimaksud dengan kebijakan


manajemen risiko34 adalah:


Pernyataan dari keseluruhan maksud dan arah suatu organisasi yang terkait
dengan manajemen risiko.

Kebijakan manajemen risiko juga merupakan salah satu media yang


digunakan untuk pengomunikasian mandat dan komitmen dari manajemen
puncak. Selain itu, kebijakan manajemen risiko juga akan menjadi acuan
dalam implementasi manajemen risiko di suatu organisasi yag memberikan
landasan bagi para pemangku kepentingan yang terkait untuk melakukan
pengelolaan risiko sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab
masing-masing. Kebijakan ini akan menjadi media acuan bagi

34
Sumber: SNI ISO Guide 73:2016 Manajemen risiko – Kosakata
Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 73
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
entitas/organisasi dalam rangka perencanaan, implementasi, pemantauan
dan tinjauan dan perbaikan terus-menerus dalam pengelolaan risiko.

Mengacu kepada SNI ISO 31000:2011, kebijakan manajemen risiko


sebaiknya menyatakan secara jelas sasaran organisasi bagi manajemen risiko,
dan komitmen terhadap manajemen risiko, serta biasanya membahas hal-hal
berikut:
 alasan organisasi untuk mengelola risiko;
 keterkaitan antara sasaran dan kebijakan organisasi dengan kebijakan
manajemen risiko;
 akuntabilitas dan tanggung jawab untuk pengelolaan risiko;
 bagaimana cara menangani kepentingan yang bertentangan;
 komitmen untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk
membantu mereka yang akuntabel dan bertanggung jawab untuk
pengelolaan risiko;
 bagaimana cara kinerja manajemen risiko akan diukur dan dilaporkan;
serta
 komitmen untuk meninjau dan meningkatkan kerangka kerja dan
kebijakan manajemen risiko secara berkala dan dalam merespon suatu
peristiwa atau perubahan situasi.

Karena kebijakan manajemen risiko ini merupakan salah satu media


yang digunakan untuk menjadi acuan dan melakukan pengaturan dalam
pengelolaan risiko di seluruh tingkatan dalam organisasi, maka sebaiknya
dikomunikasikan secara layak kepada seluruh pemangku kepentingan yang
terkait. Pada tahapan pengembangannya, para pemangku kepentingan yang
sangat berpengaruh terhadap kesuksesan pengelolaan risiko sebaiknya
dilibatkan untuk mengetahui persepsi dari masing-masing pihak dalam
pengelolaan risiko, guna memberikan pemastian bahwa kebijakan
manajemen risiko tersebut dapat diimplementasikan secara efektif.
Komunikasi dan konsultasi perlu menjadi perhatian khusus dalam proses
pengembangan maupun implementasi dari kebijakan tersebut. Adapun yang

74 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


dimaksud dengan komunikasi dan konsultasi35 adalah proses terus menerus
serta berulang, yang dilakukan oleh organisasi untuk menyediakan, membagi
atau memperoleh informasi, dan untuk terlibat dalam dialog dengan para
pemangku kepentingan mengenai pengelolaan risiko. Beberapa contoh-
contoh kebijakan manajemen risiko dapat dilihat pada Gambar 3.3. Namun
demikian biasanya kebijakan manajemen pada contoh tersebut diuraikan
lebih lanjut dalam sebuah dokumen organisasi yang lebih rinci dan
komprehensif.

3.3.3 Akuntabilitas

Pada saat ini, banyak sekali para ahli yang mendefinisikan mengenai
akuntabilitas. Yang mana kata akuntabilitas berasal dari bahasa Inggris
“accountability” yang dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban atau
keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau keadaan untuk diminta
pertanggunganjawab36. Akuntabilitas sendiri saat ini sudah menjadi menjadi
salah satu prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate
Governance – GCG) yang telah banyak digunakan oleh berbagi
entitas/organisasi. Dan seiring dengan berkembangnya konsep GCG tersebut,
Lawton and Rose (1994) mendefinisikan akuntabilitas sebagai berikut:

“ Akuntabilitas adalah sebuah proses dimana seorang atau sekelompok orang


yang diperlukan untuk membuat laporan aktivitas mereka dan dengan cara yang
mereka sudah atau belum ketahui untuk melaksanakan pekerjaan mereka.

Bahwa dalam pengelolaan risiko dibutuhkan suatu tata kelola yang


bersifat sistematik, terstruktur dan tepat waktu (prinsip manajemen risiko),
maka akuntabilitas menjadi salah satu hal penting dalam pelaksanaan
pengelolaan risiko. Mengacu pada definisi risiko sesuai SNI ISO 31000:2011,
dimana risiko adalah efek dari ketidakpastian terhadap sasaran. Maka terkait
dengan pencapaian sasaran tersebut tentunya harus jelas para pihak yang

35
Sumber: SNI ISO Guide 73:2016 Manajemen risiko – Kosakata
36
Sumber: http://www.definisi-pengertian.com/2015/04/definisi-pengertian-
akuntabilitas-konsep.html
Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 75
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
terkait pencapaian sasaran ataupun yang akan mengelola risiko. Adapun
orang atau entitas dangan akuntabilitas dan wewenang untuk mengelola
risiko disebut sebagai Pemilik Risiko (Risk Owner)37. Sesuai dengan SNI ISO
31000:2011, organisasi sebaiknya memastikan tersedianya akuntabilitas,
kewenangan, dan kompetensi yang layak untuk pengelolaan risiko, termasuk
pengimplementasian dan pemeliharaan proses manajemen risiko serta
memastikan kecukupan, efektivitas, dan efisiensi dari setiap pengendalian.
Hal ini dapat difasilitasi dengan:

 pengidentifikasian pemilik risiko yang memiliki akuntabilitas dan


kewenangan untuk mengelola risiko;
 pengidentifikasian siapa yang akuntabel untuk pengembangan,
pengimplementasian, dan pemeliharaan kerangka kerja untuk mengelola
risiko;
 pengidentifikasian tanggung jawab lainnya dari personel pada semua
tingkatan organisasi untuk proses manajemen risiko;
 penetapan ukuran kinerja dan proses eskalasi pelaporan eksternal
dan/atau internal; dan
 pemastian tingkat pengakuan yang layak.

Terkait dengan pengelolaan akuntabilitas pada penerapan


manajemen risiko, secara praktik biasanya sering menggunakan suatu
metode matriks penugasan tanggung jawab (responsibility assignment matrix
– RAM) atau juga dikenal dengan istilah RACI Matrix38. Dimana RACI
merupakan akronim dari Responsible, Accountable, Consulted, dan Informed.
Adapun penjelasan peran dari masing-masing didefinisikan dalam Gambar
3.739 Akuntabilitas terkait dengan penerapan manajemen risiko yang
menggunakan pendekatan Matriks RACI seperti pada tabel tersebut biasanya
juga dituangkan dalam kebijakan manajemen risiko.

37
Sumber: Sumber: SNI ISO Guide 73:2016 Manajemen risiko – Kosakata
38
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Responsibility_assignment_matrix
39
Sumber: http://magnaqm.com/project-management-articles/raci-matrix/
76 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
Gambar 3.7 Penjelasan peran dalam Matriks RACI

Pada praktiknya, pembahasan akuntabilitas pada implementasi


manajemen risiko di suatu entitas/ organisasi biasanya akan dibahas
mengenai beberapa hal berikut ini:

 Penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) pada


perusahaan, di mana pembahasan akuntabilitas terkait tata kelola
implementasi manajemen risiko berkaitan dengan peran dan tanggung
jawab serta keterkaitan dengan pengendalian internal. Adapun
pendekatan yang sering digunakan adalah model three lines of defense
(tiga lini pertahanan). Adapun lini pertama adalah fungsi yang memiliki
dan mengelola risiko (risk owner). Lini kedua adalah fungsi yang terkait
dengan pengawasan risiko atas aktivitas pengelolaan risiko dari lini
pertama. Umumnya adalah fungsi manajemen risiko, kepatuhan ataupun
fungsi kontrol lainnya. Adapun lini ketiga adalah fungsi yang memberikan
penilaian independen atas implementasi risiko, yaitu fungsi auditor
internal. Adapun contoh bagan penerapan yang umum dipakai di
Indonesia adalah sesuai Gambar 3.8.40

40
Sumber: Antonius Alijoyo, http://crmsindonesia.org/publications/pertahanan-3-lapis-
the-3-lines-of-defence-konteks-erm-perusahaan-publik-di-indonesia/
Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 77
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
Gambar 3.8 Ilustrasi model pertahanan tiga lapis pada manajemen risiko

 Pembahasan terkait akuntabilitas pada penerapan manajemen


berikutnya adalah mengenai akuntabilitas dari para pemilik risiko (Risk
Owner). Di mana secara umum dapat dikatakan bahwa para pemilik
sasaran adalah pemilik risiko. Oleh karena itu akuntabilitas pemilik risiko
pada tingkatan organisasi biasanya diuraikan mulai dari level tertinggi
yang bersifat strategis, taktis, hingga level terendah yang lebih bersifat
operasional. Adapun gambaran penetapan pemilik risiko dapat
diilustrasikan sesuai pada Gambar 3.941.

41
Sumber: Arif Budiman, 2017
78 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
Hierarki Sasaran dan Risiko Tingkatan Tingkat Risiko Pemilik Risiko Ruang lingkup

Sasaran Direksi / Senior Korporasi /


Risiko Strategis
Strategis Manajemen Direktorat

Manajemen Divisional /
Sasaran Taktis Risiko Taktis
Menengah Departemental

Sasaran Risiko Pelaksana


Operasional
Operasional Operasional Operasional

Gambar 3.9 Ilustrasi penetapan pemilik risiko di suatu organisasi

 Pembahasan berikutnya adalah mengenai akuntabilitas dari unit


manajemen risiko. Di mana pada kebijakan manajemen risiko biasanya
diuraikan secara terperinci. Adapun pada implementasinya tugas,
wewenang dan tanggung jawab dari fungsi manajemen risiko di setiap
organisasi dapat berbeda-beda sesuai dengan karakteristik organisasi
tersebut. Berikut ini adalah beberapa contoh dari akuntabilitas dan
tanggung jawab dari fungsi manajemen risiko, diantaranya adalah :
menyusun dan mengusulkan kebijakan, pedoman serta prosedur
manajemen risiko kepada Direksi; menyusun dan mengusulkan selera
risiko (Risk Appetite) dan toleransi risiko (Risk Tolerance) yang akan
digunakan sebagai ukuran kriteria tingkat risiko; memastikan
pelaksanaan proses identifikasi, pengelolaan dan pemantauan risiko di
setiap unit kerja/operasional; menyususn profil risiko tingkat perusahaan
secara keseluruhan; dan memfasilitasi pelaksanaan proses manajemen
risiko.

 Akuntabilitas para pemangku kepentingan lainnya dalam pengelolaan


risiko juga perlu mendapatkan perhatian serta dituangkan dalam
kebijakan yang mengatur manajemen risiko. Contoh dari pemangku
kepentingan lainnya antara lain fungsi pengendalian internal, komite

Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 79
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
manajemen risiko, komite pemantau risiko, komite audit dan lain-lain.
Pada Gambar 3.10 berikut ini adalah contoh penetapan akuntabilitas
pada proses manajemen risiko di suatu organisasi.
No Tahap Proses Dewan Komisaris Direksi Dep. Risk External Keterangan:
Manajemen Komisaris Pemantau K&MR Owner Stakeholder R: Responsible:
Risiko Risiko Siapa yang
mengerjakan
1 Persiapan A R I
A: Accountable:
2 Komunikasi & I I A R C I
Siapa yang
Konsultasi
membuat keputusan
3 Menetukan I C A R C I
akhir "Ya" atau "Tidak
konteks
C: Consulted: Siapa yang
4 Asesmen Risiko
harus diajak konsultasi
Identifikasi Risiko I C C R A/R sebelum kegiatan
Analisis Risiko I C C R A/R dilanjutkan
I: Informed: Siapa yang
Evaluasi Risiko I C C R A/R I harus diberi informasi
5 Perlakuan Risiko I C A C E C/I
6 Monitoring dan I R A R C I
Reviu
7 Pelaporan C C A R R/C
Manajemen
Risiko

Gambar 3.10 Contoh akuntabilitas proses manajemen risiko dari para


pemangku kepentingan

3.3.4 Integrasi ke dalam proses organisasi

Manajemen risiko sebaiknya menyatu dalam semua proses dan


praktik organisasi dengan cara yang relevan, efektif, dan efisien. Proses
manajemen risiko sebaiknya menjadi bagian dan tidak terpisahkan dari proses
organisasi. Secara khusus, manajemen risiko sebaiknya menyatu dalam
pengembangan kebijakan, perencanaan dan tinjauan bisnis dan strategis,
serta proses manajemen perubahan. Hal ini merupakan salah satu wujud dari
pelaksanaan prinsip manajemen risiko, yaitu manajemen risiko adalah bagian
terpadu dari semua proses dalam organisasi dan sedapat mungkin juga
menjadi bagian dari pengambilan keputusan.

Oleh karena itu sebaiknya tersedia suatu rencana manajemen risiko


secara luas di organisasi untuk memastikan bahwa kebijakan manajemen
risiko diimplementasikan dan manajemen risiko tersebut menyatu dalam

80 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


seluruh praktik dan proses organisasi. Rencana manajemen risiko dapat
diintegrasikan ke dalam rencana lainnya dari organisasi, seperti suatu
perencanaan strategis. Adapun pada praktiknya, manajemen risiko
seharusnya menjadi satu kesatuan pada saat proses perencanaan tahunan
ataupun juga menjadi pertimbangan pada saat penyusunan budget, di mana
anggaran juga telah mempertimbangkan mitigasi risiko perusahaan yang
akan dijalankan. Selain itu tinjauan risiko juga dapat digunakan dalam
berbagai pertimbangan terkait dengan pengambilan keputusan di organisasi,
ataupun dalam proses penilaian kinerja.

Integrasi manajemen risiko berdasarkan SNI ISO 31000:2011 juga


dapat diintegrasikan dengan proses organisasi yang juga mengacu kepada
beberapa standar lain. Pada Gambar 3.11 dapat dilihat bagaimana contoh-
contoh integrasi manajemen risiko dengan standar lain4243.

1 Integrasi manajemen risiko berbasis SNI ISO 31000 2 Integrasi manajemen risiko berbasis SNI ISO 31000
dengan standar berbasis ISO lainnya dengan Project risk management - PMBOK*

PMBOK

ISO 31000

*PMBOK: Project Management Body of Knowledge

Gambar 3.11 Ilustrasi integrasi manajemen risiko berbasis ISO 31000


dengan standar lain

42
Sumber: http://wha.co.za/ ,
43
Sumber: Nicola Crawford, IRM IPYD – ISO 31000, 2009
Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 81
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
3.3.5 Sumber daya

Pengalokasian sumber daya yang tepat dalam melakukan pengelolaan


risiko merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam menjamin
kesuksesan manajemen risiko. Oleh karena itu manajemen puncak organisasi
juga harus menunjukkan komitmen dalam penyediaan sumber daya yang
dibutuhkan oleh entitas/organisasi. Mengacu kepada SNI ISO 31000:2011
organisasi sebaiknya mengalokasikan sumber daya yang layak untuk
manajemen risiko. Dan pertimbangan sebaiknya diberikan untuk hal berikut
ini:

 orang, keterampilan, pengalaman, dan kompetensi;


 sumber daya yang dibutuhkan untuk setiap tahapan proses manajemen
risiko;
 berbagai proses, metode, dan alat bantu organisasi untuk digunakan
dalam pengelolaan risiko;
 proses dan prosedur yang terdokumentasi;
 sistem manajemen informasi dan ilmu pengetahuan; dan
 program pelatihan.

Pada implementasinya komitmen untuk penyediaan sumber daya


oleh manajemen puncak biasanya dituangkan dalam suatu mandat dan
komitmen dan diatur dalam kebijakan perusahaan secara lebih lanjut.
Peningkatan kapabilitas organisasi juga perlu menjadi perhatian khusus. Di
mana tingkat kematangan di setiap bagian dalam organisasi terkait dengan
pengelolaan risiko bisa berbeda-beda. Oleh karena itu unit manajemen risiko
pada praktiknya akan menjadi salah satu agen perubahan yang akan menjadi
penggerak dalam pembangunan budaya risiko. Dan karenanya dukungan
nyata dari manajemen puncak menjadi sangat krusial. Dukungan tersebut
dapat secara eksplisit maupun implisit. Pada Gambar 3.12 berikut ini
dijelaskan beberapa elemen yang dapat digunakan sebagai daftar periksa

82 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


(checklist) dalam penyediaan sumber daya pada implementasi manajemen
risiko44.

Gambar 3.12 Elemen checklist penyediaan sumber daya pada penerapan


manajemen risiko

3.3.6 Penetapan mekanisme komunikasi dan pelaporan internal

Mengacu kepada SNI ISO 31000:2011, organisasi sebaiknya


menetapkan mekanisme komunikasi dan pelaporan internal dalam rangka
mendukung dan mendorong akuntabilitas dan kepemilikan risiko. Mekanisme
tersebut sebaiknya dengan layak mencakupi berbagai proses untuk
mengkonsolidasikan informasi risiko dari berbagai sumber, dan mungkin
diperlukan untuk mempertimbangkan sensitivitas dari informasi tersebut. Dan
mekanisme tersebut sebaiknya dapat memastikan bahwa:

44
Sumber: Arif Budiman, 2017
Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 83
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
 komponen utama dari kerangka kerja manajemen risiko dan setiap
modifikasi yang dilakukan setelahnya, agar dikomunikasikan dengan
layak;
 terdapat pelaporan internal yang cukup mengenai efektivitas dan
manfaat keluaran pada kerangka kerja manajemen risiko;
 informasi relevan yang diturunkan dari pengaplikasian manajemen risiko
tersedia pada tingkatan yang layak dan waktu yang tepat; dan
 terdapat proses konsultasi dengan para pemangku kepentingan internal.
Pada proses penerapannya secara khusus organisasi harus memiliki
mekanisme komunikasi dan pelaporan formal terkait dengan
pengelolaan risiko. Pengomunikasian terkait dengan pengelolaan risiko
bisa digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu komunikasi yang bersifat
eskalasi dan komunikasi yang bersifat sosialisasi/internalisasi. Pada
kerangka kerja manajemen risiko kedua hal tersebut harus diatur dalam
suatu kebijakan/prosedur formal. Adapun terkait dengan pengaturan
mengenai pelaporan pengelolaan dan penerapan manajemen risiko
biasanya berisi mengenai sistem pelaporan, jenis pelaporan dan periode
pelaporan. Di mana ketiga hal tersebut juga harus diatur dalam
kebijakan/prosedur pengelolaan risiko yang ada.

3.3.7 Penetapan mekanisme komunikasi dan pelaporan eksternal

Hampir sama dengan poin sebelumnya, organisasi juga sebaiknya


mengembangkan dan mengimplementasikan suatu rencana sebagaimana
organisasi akan berkomunikasi dengan pemangku kepentingan eksternal. Di
mana hal tersebut sebaiknya melibatkan:

 pengikutsertaan pemangku kepentingan eksternal yang tepat dan


memastikan pertukaran informasi yang efektif;
 pelaporan ke pihak eksternal dalam memenuhi persyaratan hukum,
peraturan, dan kebutuhan tata kelola;
 penyediaan umpan balik dan pelaporan atas komunikasi dan konsultasi;

84 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


 pengunaan komunikasi untuk membangun kepercayaan dalam
organisasi; dan
 pengkomunikasian dengan para pemangku kepentingan pada peristiwa
krisis atau kontijensi.
Mekanisme tersebut sebaiknya mencakupi berbagai proses yang layak
untuk mengkonsolidasikan informasi risiko dari berbagai sumber, dan
mungkin diperlukan untuk mempertimbangkan sensitivitas dari informasi
tersebut.

3.4 Pengimplementasian Manajemen Risiko

Pada SNI ISO 31000:2011 pengimplementasian suatu kerangka kerja


untuk pengelolaan risiko diwujudkan dalam suatu proses manajemen risiko.
Di mana pembahasan proses manajemen risiko ini akan diuraikan lebih lanjut
pada bab selanjutnya. Secara umum, dalam pengimplementasian kerangka
kerja tersebut, organisasi sebaiknya:

 mendefinisikan strategi dan waktu yang tepat untuk


pengimplementasian kerangka kerja;
 menerapkan kebijakan dan proses manajemen risiko pada proses
organisasi;
 mematuhi ketentuan hukum dan peraturan;
 memastikan bahwa pengambilan keputusan, termasuk pengembangan
dan penentuan sasaran, telah diselaraskan dengan manfaat keluaran dari
proses manajemen risiko;
 menyelenggarakan informasi dan sesi pelatihan; dan
 berkomunikasi dan berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan
untuk memastikan bahwa kerangka kerja manajemen risiko tetap layak.

Manajemen risiko sebaiknya diimplementasikan dengan memastikan


bahwa proses manajemen risiko diterapkan melalui suatu rencana
manajemen risiko di semua tingkatan dan fungsi yang relevan dari organisasi
sebagai bagian dari praktik dan proses organisasi. Sangat disarankan untuk

Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 85
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
dapat pula mengimplementasikan praktik-praktik manajemen perubahan
dalam implementasi manajemen risiko ini, hal ini dikarenakan pada saat
implementasi manajemen risiko dimungkinkan berdampak pada banyaknya
perubahan internal yang harus terjadi. Adapun manajemen perubahan yang
dimaksud adalah suatu pendekatan untuk mengubah individu, tim, dan
organisasi kepada kondisi masa depan yang diinginkan45, di mana kondisi
yang diinginkan telah diuraikan dalam bentuk sasaran yang ingin dicapai.
Dengan adanya manajemen perubahan yang baik maka pada hakekatnya
dapat pula mengurangi risiko di kemudian hari yang timbul dari pengelolaan
perubahan yang kurang baik dari hasil pengelolaan risiko.

3.5 Pemantauan dan Tinjauan Suatu Kerangka Kerja

Mengacu pada SNI ISO 31000:2011, pemantauan dan tinjauan adalah


dua kegiatan berbeda yang dimaksudkan untuk menentukan apakah asumsi
dan keputusan tetap valid. Teknik yang digunakan baik dalam pemeliharaan
suatu kerangka kerja manajemen risiko yang efektif maupun dalam setiap
langkah dari proses manajemen risiko. Pemantauan melibatkan surveilen
rutin terhadap kinerja aktual dan perbandingannya dengan kinerja yang
diharapkan atau disyaratkan. Hal ini melibatkan pemeriksaan terus menerus
atau penyelidikan, pengawasan, pengamatan secara kritis, atau penentuan
status dalam rangka mengidentifikasi perubahan dari tingkat kinerja yang
disyaratkan atau diharapkan, serta perubahan pada konteks. Sedangkan
tinjauan melibatkan pemeriksaan berkala atau mendadak dalam situasi saat
ini, terhadap perubahan lingkungan, praktik industri, atau praktik organisasi.
Hal ini merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan
kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas dari kerangka kerja dan proses untuk
mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Tinjauan sebaiknya
mempertimbangkan keluaran dari kegiatan pemantauan. Berbeda dengan
definisi audit, di mana audit adalah proses berbasis bukti, tinjauan sistematis

45
Kottler, J.P (2011). Change Management vs. Change Leadership -- What's the
Difference? Forbes online
86 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
terhadap kriteria yang telah ditentukan. Sementara setiap audit adalah
merupakan suatu tinjauan, tidak setiap tinjauan adalah audit.

Bersama-sama, pemantauan dan tinjauan menyediakan pemastian


bahwa kinerja manajemen risiko seperti yang diharapkan, apakah kinerja
tersebut dapat diperbaiki dan apakah perubahan yang telah terjadi
memerlukan penyesuaian atau revisi baik kerangka kerja maupun beberapa
aspek dari proses. Pemantauan dan tinjauan bertujuan untuk menyediakan
pemastian yang masuk akal bahwa risiko dikelola secara memadai, untuk
mengidentifikasikan kekurangan dalam manajemen risiko, dan untuk
mengidentifikasikan kesempatan untuk mengembangkan pengelolaan risiko.
Keduanya diperlukan dalam rangka untuk memastikan organisasi
mempertahankan suatu pemahaman saat ini mengenai risiko terkait dengan
kriteria risikonya, konsisten dengan sikap terhadap risiko. Keduanya
membutuhkan pendekatan sistematik terpadu pada sistem manajemen
umum organisasi.

Aktivitas pemantauan dan tinjauan serta tindakan yang diambil dalam


menanggapi temuan sering dicirikan sebagai suatu sistem pemastian karena
aktivitas tersebut memiliki potensi untuk mendeteksi dan memperbaiki
kelemahan sebelum efek yang tidak diharapkan terjadi atau untuk
membangun keyakinan bahwa risiko masih sesuai dengan kriteria organisasi.
Kegiatan ini juga dapat digunakan untuk meyediakan kepada para pemangku
kepentingan internal dan eksternal pemastian yang masuk akal bahwa risiko
dikelola secara efektif.

Sebagaimana faktor dalam konteks internal dan eksternal berubah,


demikian juga akan risiko. Demikian pula, pemantauan terhadap konteks
eksternal dapat mengingatkan organisasi terhadap perubahan yang mungkin
memberikan suatu kesempatan untuk memperbaiki kinerja atau suatu
aktivitas baru. Dengan mempertahankan kewaspadaan terhadap perubahan,
terhadap kinerja, terhadap ketidaksesuaian, dan terhadap peristiwa yang
nyaris terjadi, organisasi akan mampu untuk mengidentifikasi kesempatan

Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 87
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
untuk peningkatan kerangka kerja manajemen risiko dan keseluruhan kinerja
organisasi.

Sebaiknya tersedia suatu program yang komprehensif untuk


memantau dan merekam indikator kinerja risiko yang selaras dengan
indikator kinerja organisasi. Program tersebut sebaiknya memberikan
peringatan dini terhadap tren yang tidak diharapkan yang mungkin
memerlukan tindakan pencegahan dan intervensi. Suatu kegiatan tunggal dari
pemantauan atau tinjauan mungkin dapat diarahkan pada risiko individual
atau sejumlah risiko yang saling terkait. Hal tersebut mungkin fokus pada
risiko atau terhadap pengendalian yang ditujukan pada risiko tersebut. Dalam
rangka memastikan bahwa manajemen risiko berjalan efektif dan terus
mendukung kinerja organisasi, maka organisasi tersebut sebaiknya:

 mengukur kinerja manajemen risiko terhadap berbagai indikator, yang


ditinjau secara berkala untuk kelayakannya;
 secara berkala mengukur kemajuan, dan penyimpangan atas rencana
manajemen risiko;
 secara berkala dilakukan tinjauan apakah kerangka kerja, kebijakan, dan
rencana manajemen risiko masih layak, berdasarkan konteks eksternal
dan internal organisasi;
 melaporkan mengenai risiko, kemajuan rencana manajemen risiko, dan
sejauh mana kebijakan manajemen risiko diikuti; dan
 melakukan tinjauan efektivitas dari kerangka kerja manajemen risiko.

3.6 Perbaikan Berkelanjutan Terhadap Suatu Kerangka Kerja

Berdasarkan hasil pemantauan dan tinjauan, keputusan sebaiknya


dibuat mengenai bagaimana kerangka kerja, kebijakan, dan rencana
manajemen risiko dapat ditingkatkan. Keputusan ini sebaiknya menuntun
untuk perbaikan pada pengelolaan risiko organisasi serta budaya manajemen
risiko organisasi. Jika di dalam praktik dan proses manajemen organisasi yang
sudah ada telah melibatkan komponen-komponen dari manajemen risiko,
atau jika organisasi telah mengadopsi suatu proses manajemen risiko formal

88 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


pada beberapa jenis risiko atau situasi, maka hal tersebut sebaiknya dinilai
dan ditinjau secara kritis dalam rangka menentukan efektivitas dan
kecukupannya dengan mengacu kepada SNI ISO 31000 tersebut. Berdasarkan
Lampiran A pada SNI ISO 31000:2011 terdapat beberapa atribut-atribut yang
dapat diberikan indikator nyata untuk digunakan membantu organisasi dalam
pengukuran kinerja untuk perbaikan berkelanjutan. Atribut-atribut tersebut
adalah sebagai berikut ini:

 Perbaikan terus-menerus, titik berat perbaikan terus-menerus dalam


manajemen risiko adalah dengan melalui pengaturan tujuan kinerja
organisasi, pengukuran kinerja organisasi, tinjauan kinerja organisasi
serta modifikasi atas proses, sistem, sumber daya, kapabilitas dan
keterampilan selanjutnya. Untuk itu tujuan kinerja secara eksplisit perlu
dipublikasikan, diukur dan dikomunikasikan, dan ditinjau secara
periodik. Untuk selanjutnya dilakukan revisi pembaharuan terhadap
proses dan sasaran kinerja yang untuk periode selanjutnya dengan
menetapkan sasaran kinerja yang lebih baik. Penilaian kinerja
manajemen risiko juga merupakan bagian terpadu dari sistem penilaian
kinerja keseluruhan organisasi serta menjadi sistem pengukuran bagi
masing-masing departemen dan individu.
 Akuntabilitas penuh atas risiko, diperlukan individu yang ditunjuk
menerima akuntabilitas sepenuhnya untuk pengendalian risiko dan
memiliki tugas untuk melakukan perlakuan risiko, individu tersebut juga
memiliki keterampilannya layak, serta memiliki sumber daya yang
mencukupi untuk memeriksa pengendalian, memantau risiko,
meningkatkan pengendalian serta komunikasi secara efektif dengan
para pemangku kepentingan eksternal dan internal tentang risiko dan
pengelolaannya.
Definisi dari peran, akuntabilitas dan tanggung jawab manajemen risiko
sebaiknya menjadi bagian dari keseluruhan program induksi organisasi.
Sehingga organisasi dapat memastikan bahwa individu yang akuntabel
telah dibekali secara cukup untuk dapat memenuhi perannya dan
memberikan kepada mereka kewenangan, waktu, pelatihan, sumber

Prinsip-Prinsip
Kerangka Risiko | 89
ManajemenRisiko
Kerja Manajemen
daya, dan ketrampilan untuk melaksanakan akuntabilitas mereka
secara layak.
 Aplikasi manajemen risiko dalam setiap pengambilan keputusan,
setiap pengambilan keputusan dalam organisasi melibatkan
pertimbangan eksplisit atas risiko serta aplikasi manajemen risiko pada
tingkatan tertentu yang sesuai, hal ini berlaku untuk tingkat
kepentingan dan signifikansi apapun. Dilengkapi dengan rekaman
pertemuan dan rekaman keputusan untuk menunjukkan bahwa diskusi
eksplisit mengenai risiko telah dilakukan.
 Komunikasi berkesinambungan, manajemen risiko yang diperkuat
memiliki komunikasi berkesinambungan dengan para pemangku
kepentingan eksternal dan internal, termasuk pelaporan yang
komprehensif dan rutin mengenai kinerja manajemen risiko, sebagai
bagian dari tata kelola yang baik. Komunikasi dipandang secara tepat
sebagai suatu proses dua arah, sedemikian rupa sehingga keputusan
tentang tingkat suatu risiko dan kebutuhan dari perlakuan risiko dapat
dibuat berdasarkan informasi cukup memadai. Pelaporan eksternal dan
internal yang komprehensif dan rutin, baik mengenai risiko signifikan
dan mengenai kinerja manajemen risiko akan berkontribusi secara
substansial pada tata kelola yang efektif dalam organisasi tersebut.
 Integrasi penuh dalam struktur tata kelola suatu organisasi,
manajemen risiko dipandang sebagai pusat dari proses manajemen
suatu organisasi, sedemikian rupa sehingga risiko dipertimbangkan
dalam konteks efek mengenai ketidakpastian dari sasaran.

90 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


BAB 4
4. PROSES MANAJEMEN RISIKO

Seperti yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya, SNI ISO


31000 mendefinisikan proses manajemen risiko sebagai:

“ Penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen,


prosedur dan praktik pada kegiatan komunikasi, konsultasi,
penetapan konteks, identifikasi, analisis, evaluasi, perlakuan,
pemantauan dan tinjauan risiko.

Mengacu pada definisi di atas maka proses manajemen risiko


merupakan serangkaian aktivitas/kegiatan (komunikasi & konsultasi,
penetapan konteks, penilaian, perlakuan, serta pemantauan dan tinjauan
risiko) yang tertata menurut suatu rancangan mekanisme kerja tertentu (lihat
bagian ‘Rancangan Kerangka Kerja untuk Pengelolaan Risiko’) dan
dipraktikkan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan manajemen (puncak,
lihat bagian ‘Mandat dan Komitmen’) dan prosedur (menjadi keluaran dari
konteks manajemen risiko dalam penetapan konteks). Adapun diagram alur
yang mengilustrasikan rangkaian aktivitas di dalam proses manajemen risiko
sesuai SNI ISO 31000 adalah sebagai berikut.
Gambar 4.1 Proses manajemen risiko SNI ISO 3100046

Berikut adalah penjelasan dari masing-masing aktivitas di dalam


proses manajemen risiko.

46
Diadopsi dari SNI ISO 31000:2011
92 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
4.1 Komunikasi dan Konsultasi

Menurut SNI ISO 31000, komunikasi dan konsultasi dijalankan di tiap


aktivitas dalam proses manajemen risiko. Adapun komunikasi dan konsultasi
ini dilaksanakan kepada baik pemangku kepentingan eksternal, khususnya
internal, dengan tujuan agar masing-masing pihak paham apa yang harus
dilakukan dalam proses manajemen risiko serta paham alasan mengapa
aktivitas tersebut harus terlaksanakan. Sehubungan dengan pentingnya peran
komunikasi dan konsultasi dalam memastikan kelancaran pelaksanaan proses
lainnya, SNI ISO 31000 mengarahkan organisasi agar komunikasi dan
konsultasi ini dapat dilakukan oleh setiap pihak terkait secara relevan dan
sesuai dengan kapasitasnya masing-masing secara terencana berdasarkan
suatu perencanaan di tahap awal pelaksanaan proses manajemen risiko itu
sendiri.

Pada dasarnya, komunikasi merupakan pertukaran informasi antara


lebih dari 1 (satu) pihak, sedangkan konsultasi merupakan komunikasi yang
memiliki tujuan untuk mencari suatu solusi. Dalam rangka menyusun rencana
komunikasi dan konsultasi tersebut, organisasi dapat memanfaat suatu alat
bantu yang dikenal sebagai Matriks RACI (Responsible-Accountable-Consulted-
Informed). Adapun alat bantu ini kerap digunakan di dalam manajemen
proyek dan dikenal juga sebagai responsible assignment matrix (RAM)47,
dapat membantu organisasi dalam menentukan peran masing-masing
pemangku kepentingan di dalam tiap aktivitas dalam proses manajemen
risiko, yang terdiri atas Responsible yaitu pihak pelaksana, Accountable sebagai
pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan hasil dari aktivitas,
Consulted adalah pihak yang diajak komunikasi dan konsultasi dalam aktivitas
atau dalam memastikan keluaran dari aktivitas sesuai dengan ekspektasi
awal, dan Informed sebagai pihak yang mendapatkan informasi, atau
menerima laporan, atas aktivitas dan hasil yang menjadi keluaran aktivitas
tersebut.

47
Project Management Institute, A Guide to The project Management Bodu of
Knowledge (PMBOK Guide), 5th Ed., 2013, hal. 257.
Proses Manajemen Risiko | 93
Contoh berikut menunjukkan penggunaan matriks RACI pada suatu
rancangan pelaksanaan lokakarya identifikasi risiko untuk membentuk
register risiko yang harus dilaporkan kepada pihak regulator.

Tabel 4.1 Contoh Matriks RACI dalam suatu aktivitas identifikasi risiko

No. Aktivitas Unit Manajer Ka. Direksi Regulator


MR MR Dept.
1. Identifikasi risiko
1.1 Penetapan tgl R A, C C I
pelaksanaan
1.2 Penetapan R A, C C I
undangan
1.3 Pendistribusian R A, C I I
undangan
1.4 Penyiapan R, A C, I
fasilitas &
perangkat
1.5 Pelaksanaan R A, C R, C I
lokakarya
identifikasi
risiko
1.6 Perumusan hasil R A, C R, C I
1.7 Pelaporan R A, C I
register risiko
internal
1.8 Pelaporan risk R A, C I
register ekternal

Mengacu pada contoh di atas, matriks RACI dapat dibuat secara


mendetil pada tiap aktivitas dalam proses manajemen risiko, bahkan terhadap
rangkaian aktivitas yang dilakukan pada tiap komponen kerangka kerja
manajemen risiko (lihat bab mengenai kerangka kerja manajemen risiko). Dari

94 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


matriks RACI ini pula organisasi mendapatkan daftar pemangku kepentingan,
internal maupun eksternal organisasi, yang perlu diajak berkomunikasi dan
konsultasi dalam tiap aktivitas dalam proses manajemen risiko (maupun
dalam tiap komponen kerangka kerja manajemen risiko). Berdasarkan daftar
pemangku kepentingan dan aktivitas inilah kemudian organisasi dapat
membuat rencana pelaksanaan komunikasi dan konsultasi yang lebih rinci
sebagaimana berikut.

Merujuk pada contoh Matriks RACI di atas, sebuah rencana


komunikasi dan konsultasi atas seluruh aktivitas yang ada dapat dibuat
sebagai berikut:

Proses Manajemen Risiko | 95


Tabel 4.2 Contoh rencana komunikasi dan konsultasi pada suatu rangkaian aktivitas
96 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000

No. Aktivitas Jenis Media yg Penerima Konten Tujuan Penyiap Penyampai Tgl.
KM/KS* digunakan pesan pesan pesan

1.1 Penetapan KS Rapat/diskusi Manajer Opsi tanggal (& lokasi) Tersedia 1 tanggal yang Kabag. MR Kabag. MR Q1 –
tgl. MR pelaksanaan lokakarya ditetapkan untuk Operasional Operasional Feb’18
pelaksanaa identifikasi risiko pelaksanaan lokakarya
n identifikasi risiko
1.2 Penetapan KS Rapat/diskusi Manajer Opsi para pihak Tersedia daftar pihak Kabag. MR Kabag. MR Q1 –
undangan MR terundang pada terundang sebagai pihak Operasional Operasional Feb’18
lokakarya identifikasi yang diharapkan hadir
risiko saat lokakarya
berlangsung
KS Rapat/diskusi Direktur Tanggal (& lokasi) + Direksi mengetahui (& Kabag. MR Manajer MR Q1 –
MR pihak terundang menyetujui) rencana Operasional Feb’18
lokakarya identifikasi pelaksanaan lokakarya
risiko
1.3 Pendistribu KM Email, Ka. Dept., Tanggal & lokasi Pihak terundang Kabag. MR Manajer MR Q1 –
sian telepon, WA cc. Direksi lokakarya identifikasi mendapatkan informasi Operasional Feb’18
undangan Group risiko dan undangan lokakarya
1.4 Penyiapan KM Rapat/diskusi Manajer Daftar fasilitas & Terdata fasilitas & Kabag. MR Kabag. MR Q1 –
fasilitas & MR perangkat yang perangkat lokakarya Operasional Operasional Feb’18
perangkat dibutuhkan untuk untuk dipastikan
pelaksanaan lokakarya ketersediaannya saat
identifikasi risiko lokakarya

96 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


96 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
No. Aktivitas Jenis Media yg Penerima Konten Tujuan Penyiap Penyampai Tgl.
KM/KS* digunakan pesan pesan pesan

1.5 Pelaksanaan KS Lokakarya Ka. Dept. Pendekatan & Identifikasi risiko Kabag. MR Manajer MR Q1 –
lokakarya metodologi serta dapat terlaksanakan Operasional Mar’18
identifikasi teknik identifikasi risiko secara efektif oleh
risiko para Ka. Dept.
1.6 Perumusan KS Rapat/diskusi Manajer MR Register risiko hasil Register risiko hasil Kabag. MR Kabag. MR Q1 –
hasil lokakarya para Ka. lokakarya mendapat Operasional Operasional Mar’18
Dept acc dari Manajer MR
untuk dilaporkan ke
Direksi dan regulator
1.7 Pelaporan KM Pelaporan Direktur MR Register risiko Register risiko Kabag. MR Manajer MR Q1 –
register organisasi organisasi mendapat Operasional Mar’18
risiko acc dari Direktur MR
internal untuk dilaporkan ke
regulator
1.8 Pelaporan KM Pelaporan Regulator Register risiko Pelaporan register Manajer MR Direktur MR Q2 –
Proses Manajemen Risiko | 97

register organisasi risiko organisasi Apr’18


risiko terlaksanakan sesuai
eksternal peraturan yang
berlaku

*) KM = Komunikasi;
KS = Konsultasi.

Proses Manajemen Risiko | 97


Adapun matriks RACI dan rencana komunikasi dan konsultasi di atas
dapat disusun tidak hanya bagi suatu aktivitas yang bersifat proyek, atau
dilaksanakan hanya pada suatu waktu tertentu saja melainkan juga bagi
aktivitas-aktivitas yang bersifat rutin dengan menambahkan kolom
keterangan ‘Frekuensi’ pelaksanaan aktivitas pada contoh tabel 4.2 di atas.

Sebagai tambahan, SNI ISO 31000 juga mengarahkan agar persepsi


pemangku kepentingan yang dapat mempengaruhi suatu pengambilan
keputusan perlu diindentifikasikan, dicatat, dan dipertimbangkan dalam
proses pengambilan keputusan tersebut. Selain itu, informasi yang dilibatkan
dalam komunikasi dan konsultasi hendaknya disampaikan secara jujur dan
bersifat relevan, akurat, dan mudah dipahami di mana aspek integritas
individu yang terlibat dalam proses maupun aspek kerahasiaan informasi
tetap harus diperhatikan.

4.2 Penetapan Konteks

Serupa ketika hendak merancang kerangka kerja manajemen risiko


(lihat bagian ‘Rancangan Kerangka Kerja untuk Pengelolaan Risiko’), suatu
organisasi perlu memahami konteks internal dan eksternalnya pada saat
hendak melakukan proses manajemen risiko. Bedanya adalah proses
manajemen risiko tidak hanya memerlukan penetapan konteks internal dan
eksternal melainkan juga konteks manajemen risiko serta kriteria risiko.

 Konteks Internal dan Eksternal


Adapun yang dimaksud dengan konteks adalah segala hal yang ada pada
lingkungan internal (konteks internal) dan eksternal (konteks eksternal)
di mana organisasi berupaya mencapai sasarannya, yang perlu
mempengaruhi kualitas, dan oleh karenanya perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan proses manajemen risiko.
Beberapa contoh konteks internal beserta pengaruhnya terhadap proses
manajemen risiko yang akan dilaksanakan organisasi adalah antara lain:

98 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Tabel 4.3 Contoh konteks internal dan pengaruhnya terhadap proses
manajemen risiko

No. Konteks Internal Pengaruh terhadap proses manajemen risiko


1. Struktur organisasi Penetapan para pihak yang terlibat dalam proses
MR berdasarkan peran dan akuntabilitas-nya
masing-masing (sesuai yang telah didefinisikan
dalam desain kerangka kerja MR)
2. Kondisi keuangan Penetapan selera & toleransi risiko finansial,
ketersediaan pilihan perlakuan risiko
3. Kompetensi SDM Pemilihan teknik penilaian risiko, tingkat
ekspektasi kualitas hasil penilaian dan perlakuan
risiko, bentuk media komunikasi & konsultasi
4. Sasaran organisasi Penetapan kriteria risiko, fokus penilaian risiko,
pemilihan kendali dan perlakuan risiko
5. Dsb.

Sedangkan beberapa contoh konteks eksternal beserta pengaruhnya


terhadap proses manajemen risiko yang akan dilaksanakan organisasi adalah
antara lain:

Tabel 4.4 Contoh konteks eksternal dan pengaruhnya terhadap proses


manajemen risiko

No. Konteks Eksternal Pengaruh terhadap proses manajemen


risiko

1. Ketentuan hukum & Penetapan kriteria risiko (termasuk di


peraturan dalamnya selera & toleransi risiko), frekuensi
dan bentuk penilaian risiko, serta pelaporan
manajemen risiko
2. Kondisi ekonomi Penetapan selera & toleransi risiko
3. Situasi politik Cakupan kriteria dan penilaian risiko
4. Pemangku Cakupan komunikasi & konsultasi, serta
kepentingan sumber risiko
5. Dlsb.

Proses Manajemen Risiko | 99


 Konteks Manajemen Risiko
Penetapan konteks manajemen risiko merupakan pendefinisian batasan-
batasan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan proses manajemen
risiko. Adapun contoh konteks manajemen risiko yang dimaksud adalah
antara lain:
a. Tujuan yang hendak dicapai dalam proses manajemen risiko;
b. Jenis risiko yang dikelola organisasi;
c. Para pihak yang terlibat dalam proses pengelolaan risiko (masing-
masing jenis risiko di atas);
d. Cakupan dan kedalaman proses manajemen risiko (untuk tiap jenis
pengelolaan risiko), termasuk di dalamnya frekuensi dan waktu
pelaksanaannya;
e. Rincian aktivitas, berikut waktu, perangkat, teknik, alat bantu yang
digunakan;
f. Keluaran dan metode evaluasi efektivitasnya, dsb.

Berdasarkan penetapan konteks manajemen risiko ini maka organisasi


dapat merumuskan prosedur kerja manajemen risiko sebagai salah satu
keluaran dari proses ini.

 Kriteria Risiko
Kriteria risiko merupakan kriteria yang digunakan dalam menghitung dan
mengevaluasi eksposur sebuah risiko terhadap organisasi. Adapun
kriteria risiko ini perlu diselaraskan dengan sasaran yang hendak diraih
oleh organisasi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan organisasi untuk
memantau seberapa besar suatu sasaran terpapar oleh risiko, atau
dengan sudut pandang yang berbeda, seberapa besar eksposur risiko
terhadap suatu sasaran tertentu.

Sebagai contoh: sebuah organisasi memiliki sasaran terkait kepuasan


pelanggan yang menggunakan indeks kepuasan pelanggan (atau
customer satisfaction index, disingkat CSI) sebagai parameternya,
misalnya target CSI untuk tahun ini adalah 90, maka organisasi tersebut
perlu menetapkan kriteria risiko terkait kepuasan pelanggan secara

100 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


selaras, yaitu dengan menggunakan parameter yang sama. Contoh: risiko
rendah = menyebabkan capaian CSI hanya 85 sd. < 90, risiko sedang =
menyebabkan capaian CSI hanya 80 sd. < 85, dan risiko besar =
menyebabkan capaian CSI < 80. Apabila organisasi ini menetapkan
kriteria risiko yang tidak selaras, misalnya dengan menggunakan
parameter yang berbeda seperti nilai Rupiah penjualan, maka akan sulit
bagi organisasi tersebut untuk memantau sejauh mana sasaran kepuasan
pelanggan terpapar oleh risiko karena tingkat penjualan tidak hanya
bergantung dari tingkat kepuasan pelanggan saja.

Adapun setidaknya beberapa hal yang perlu ditentukan dalam penetapan


kriteria risiko adalah antara lain:
a. Kriteria yang diperlukan mengukur eksposur risiko. Mengacu pada
proses analisis risiko, diperlukan suatu kriteria kemungkinan dan
dampak untuk mengukur eksposur suatu risiko;
b. Kriteria yang diperlukan untuk menentukan tingkat kegawatan risiko
mengacu pada eksposurnya terhadap organisasi;
c. Kriteria yang diperlukan untuk menentukan apakah suatu risiko dapat
diterima atau masih dapat ditoleransi, yaitu yang lebih dikenal
sebagai selera dan toleransi risiko organisasi.

Ketiga kriteria di atas dapat ditetapkan dan digunakan nantinya dalam


proses analisis dan evaluasi risiko secara kualitatif dan kuantitatif.
Melengkapi ketiga kriteria risiko ini umumnya juga ditetapkan kriteria
yang diperlukan untuk menentukan efektivitas kendali risiko, serta
standar respons dan eskalasinya yang dilakukan oleh para pemangku
kepentingan internal terhadap eksposur risiko yang ditemukan.
Terkadang, kriteria risiko juga dilengkapi dengan kriteria yang digunakan
untuk mengukur eksposur suatu risiko yang memperhitungkan berbagai
jenis dampak yang dapat muncul dari kejadian risiko tersebut, termasuk
di dalamnya kriteria yang akan digunakan untuk mengukur eksposur dari
sekumpulan risiko.

Proses Manajemen Risiko | 101


Kriteria Risiko
Dalam praktiknya, kriteria risiko dapat berupa antara lain:
 Kriteria yang diperlukan mengukur eksposur risiko:
a. Kriteria dampak (yang dapat ditimbulkan dari kejadian suatu
peristiwa risiko terhadap pencapaian sasaran), contoh:

Untuk mengukur eksposur dampak suatu risiko terhadap sebuah


sasaran pencapaian nilai penjualan Rp. 1 T,- maka dapat
digunakan suatu kriteria dengan pemeringkatan dan parameter
kuantitatif sebagai berikut.

Tabel 4.5 Contoh tingkat eksposur dampak risiko


Peringkat Tingkat Eksposur Indikator
Dampak Risiko
1 Sangat Kecil Risiko menyebabkan
penjualan hanya mencapai Rp.
950 M,- sd. < Rp. 1 T,-, atau
terdeviasi ≤ 5% dari target
yang diinginkan
2 Kecil Risiko menyebabkan
penjualan hanya mencapai Rp.
900 M,- sd. < Rp. 950 M,-, ,
atau terdeviasi > 5 - 10% dari
target yang diinginkan
3 Sedang Risiko menyebabkan
penjualan hanya mencapai Rp.
850 M,- sd. < Rp. 900 M,-, ,
atau terdeviasi > 10 - 15% dari
target yang diinginkan
4 Besar Risiko menyebabkan
penjualan hanya mencapai Rp.
800 M,- sd. < Rp. 850 M,-, ,
atau terdeviasi > 15 - 20% dari
target yang diinginkan
5 Sangat Besar Risiko menyebabkan
penjualan hanya mencapai <
Rp. 800 M,-, , atau terdeviasi >
20% dari target yang
diinginkan

102 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


b. Kriteria kemungkinan (berikut dengan rentang waktunya,
contoh: 1 tahun)

Sebenarnya dalam SNI ISO 31000, khususnya pada bagian


‘Analisis Risiko’, disampaikan bahwa analsis eksposur
kemungkinan dilakukan pada kemungkinan terjadinya dampak
yang dapat muncul dari sebuah kejadian peristiwa risiko. Namun
dalam praktiknya, penyederhanaan kerap dilakukan oleh
organisasi di mana analisis eksposur kemungkinan dilakukan
terhadap kemungkinan kejadian dari peristiwa risiko dan bukan
terhadap dampak risiko yang dapat ditimbulkannya, contoh:

Untuk mengukur eksposur kemungkinan suatu risiko maka


dapat digunakan suatu kriteria dengan pemeringkatan kualitatif
sebagai berikut.

Tabel 4.6 Contoh pengukuran peringkat eksposur kemungkinan risiko


secara kualitatif

Peringkat Tingkat Eksposur Indikator


Kemungkinan Risiko

1 Rendah Risiko sangat kecil


kemungkinannya untuk terjadi
dalam 1 tahun ke depan

2 Sedang Risiko bisa saja terjadi dalam


waktu 1 tahun ke depan

3 Tinggi Risiko sangat besar


kemungkinannya untuk terjadi
dalam waktu 1 tahun ke depan

 Kriteria yang diperlukan untuk menentukan tingkat kegawatan risiko


mengacu pada eksposurnya terhadap organisasi, umumnya berupa
suatu nilai tertentu yang dihitung secara semi-kuantitatif maupun
kuantitatif yang merepresentasikan tingkat kegawatan peristiwa risiko.

Proses Manajemen Risiko | 103


Contoh:
a. Nilai risiko yang terbentuk dari hasil kali peringkat eksposur
dampak dan kemungkinannya.
Misalnya, berdasarkan suatu kriteria dampak dan kemungkinan
yang sama-sama menggunakan 5 peringkat untuk menunjukkan
tingkat eksposur risiko, maka rentang nilai suatu risiko yang
muncul sebagai hasil analisis risiko dapat berupa 1 x 1 = 1 sebagai
nilai risiko terkecil (tingkat kegawatan terendah) sampai dengan 5
x 5 = 25 sebagai nilai risiko terbesar (tingkat kegawatan risiko
tertinggi).

Umumnya metode semi-kuantitatif ini dilengkapi dengan:


a.1. suatu matriks, dikenal dengan nama ‘Matriks Risiko’ atau
‘Peta Risiko’ yang menunjukkan posisi relatif antar peritiwa
risiko berdasarkan peringkat eksposur dampak dan
kemungkinan risiko tersebut. Dengan menggunakan kriteria
dampak dan kemungkinan dengan 5 peringkat seperti
contoh di atas maka matriks yang digunakan adalah matriks
5 x 5;

a.2. Suatu kategorisasi tingkat kegawatan risiko berdasarkan


hasil perhitungan nilai risiko.

Tabel 4.7 Contoh kategorisasi tingkat kegawatan risiko berdasarkan


hasil perhitungan nilai risiko

Nilai Risiko Kategori Tingkat Kegawatan Risiko


1–6 Risiko Rendah
8 - 12 Risiko Tinggi
15 – 25 Risiko Bahaya

Adapun dalam dokumen SNI ISO 31010, pendekatan pelaksanaan


di atas diterapkan dalam teknik penilaian risiko Matriks
Dampak/Probabilitas.

b. Nilai risiko yang terbentuk dari hasil perhitungan suatu model


matematis dengan menggunakan pendekatan statistik.
Misalnya, tingkat kegawatan suatu risiko yang ditentukan dari
seberapa proyeksi besar nilai Rupiah kerugian terbesar, yang

104 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


mungkin terjadi dalam suatu kurun waktu tertentu berdasarkan
suatu tingkat keyakinan tertentu yang telah ditetapkan, dapat
ditutupi oleh dana pemodalan yang dicadangkan oleh organisasi
untuk menutupi kerugian risiko (dikenal juga dengan nama Modal
Ekonomis). Adapun perhitungan nilai kerugian tersebut di atas
menggunakan sebuah analisis simulasi berulang yang melibatkan
faktor acak yang dikenal dalam dokumen SNI ISO 31000 sebagai
teknik penilaian risiko Simulasi Monte-Carlo.

 Kriteria yang diperlukan untuk menentukan apakah suatu risiko dapat


diterima atau masih dapat ditoleransi.
Serupa dengan kedua kriteria di atas, kriteria yang dapat digunakan
dalam menentukan selera dan toleransi risiko juga dapat bersifat
kualitatif atau kuantitatif.

Tabel 4.8 Contoh selera dan toleransi risiko

Jenis Selera Risiko Kriteria Toleransi


Kualitatif Publikasi Reputasi Publikasi negatif
negatif pada pada media massa
media massa nasional
lokal/daerah
Kuantitatif Timbul Profitabilitas Timbul kerugian
kerugian sd. Rp. 250jt
sd. Rp. 50jt

Selera & Toleransi Risiko

Menurut SNI ISO Guide 73:2016 Manajemen Risiko – Kosakata, Selera


Risiko adalah:

“Besaran dan tipe risiko yang siap dikejar atau diambil oleh sebuah
organisasi.”
Sedangkan Toleransi Risiko adalah:

“Kesiapan organisasi untuk menanggung risiko setelah perlakuan


risiko dalam rangka meraih sasaran organisasi .”

Proses Manajemen Risiko | 105


Namun apa yang sesungguhnya dimaksud dengan kedua pendefinisian di
atas?

Sekarang, bayangkan Anda sedang mengendarai sepeda motor. Umumnya


untuk sepeda motor bermesin 125cc, kecepatan maksimum yang dapat
ditempuh adalah 160 km/jam, setidaknya angka tersebutlah yang tampil
pada speedometer motor. 160 Km/jam untuk sepeda motor 125cc
merepresentasikan kapasitas risiko, atau total kemampuan motor tersebut
untuk dipacu dengan kencang. Meski motor yang Anda kendarai tersebut
memiliki potensi untuk dipacu hingga 160 km/jam, dalam kondisi normal
Anda mungkin hanya memacu motor tersebut di kisaran 60 – 80 km/jam.
Kecepatan tersebut menunjukkan selera risiko Anda dalam hal
berkendaraan sepeda motor. Meski demikian, ketika jalanan kebetulan
sedang sepi, mungkin sesaat Anda akan memacu motor yang Anda
kendarai lebih kencang dari kecepatan yang biasa, katakanlah hingga 120
km/jam. Kecepatan inilah yang mencerminkan toleransi risiko Anda. Tentu
saja ketika Anda memacu motor lebih cepat Anda akan melakukan
tambahan kendali agar Anda tetap dapat mengendalikan kendaraan dan
menurunkan kecepatan sepeda motor kembali sesuai dengan kecepatan
normal sehingga Anda merasa aman dan yakin untuk tiba di tujuan.

Sama halnya dengan organisasi, setiap organisasi memiliki kapasitas risiko,


atau total kemampuan untuk menanggung risiko, katakanlah sebesar total
asetnya senilai Rp. 1 M,-. Meski memiliki kapasitas risiko Rp. 1 M,-,
manajemen puncak organisasi umumnya memiliki selera risiko yang lebih
rendah dari kapasitas risiko yang dimiliki organisasi, yaitu misalnya hanya
sebesar Rp, 50jt. Artinya, meski memahami bahwa organisasi yang
dipimpinnya sanggup menanggung total kerugian hingga Rp. 1 M,-,
manajemen puncak menginginkan bahwa kalaupun ada potensi terjadi
kerugian maka nilai kerugian tersebut hanya berada di kisaran Rp. 50jt,-
saja.

106 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Kapasitas risiko

Toleransi risiko

Profil/eksposur risiko yang masih diperkenankan

Selera risiko
Profil/eksposur risiko yang diharapkan

Dengan kendali risiko yang efektif maka organisasi dapat mempertahankan


eksposur risiko yang dikelolanya sesuai selera risiko yang telah ditetapkan.
Namun terkadang, adanya perubahan pada konteks internal maupun
eksternal dapat membuat profil risiko yang dikelola organisasi meningkat
eksposurnya melebihi selera risiko yang ada. Dalam situasi seperti ini maka
organisasi memerlukan toleransi risiko, yaitu sebuah batasan peningkatan
eksposur risiko yang masih “diperkenankan” untuk dikelola lebih lanjut oleh
organisasi, semisal Rp. 200jt serta tambahan kendali untuk memastikan
organisasi tetap berjalan secara aman dan menurunkan eksposur risiko
hingga sesuai dengan selera risiko kembali.

Perilaku Risiko

Meski berada dalam industri yang sama dan menawarkan produk atau jasa
yang sama, sebuah organisasi sangat mungkin memiliki kapasitas, selera,
dan toleransi risiko yang berbeda dengan organisasi lainnya. Bahkan
dengan kapasitas risiko yang sama sekalipun, potensi suatu organisasi
memiliki selera dan toleransi risiko yang berbeda dengan organisasi lainnya
masih sangat besar.

Fenomena ini terjadi karena adanya perbedaan perilaku risiko dari masing-
masing organisasi, atau dalam hal ini, dari manajemen puncak masing-

Proses Manajemen Risiko | 107


masing organisasi yang menetapkan selera dan toleransi risiko bagi
organisasi.

Menurut SNI ISO Guide 73:2016, perilaku risiko adalah:

“pendekatan organisasi untuk menilai, dan pada akhirnya,


mengejar, mengambil, atau menolak risiko.”

Adapun perilaku risiko yang paling umum dan dikenal secara luas adalah
penolak risiko (risk averse) dan pengambil risiko (risk taker). Bagi organisasi
(dengan manajemen puncak) yang berperilaku penolak risiko, umumnya
memiliki selera dan toleransi risiko yang saling berjauhan lebih rendah dari
kapasitas risiko yang ada. Sebaliknya, organisasi (dengan manajemen
puncak) dengan perilaku pengambil risiko memiliki kecenderungan untuk
menetapkan selera dan toleransi risiko yang saling berdekatan dengan
kapasitas risiko yang dimiliki organisasi.

Kapasitas risiko Kapasitas risiko

Toleransi risiko

Selera risiko Toleransi risiko

Selera risiko

Pengambil Penolak
risiko risiko

Sebenarnya ada satu lagi perilaku risiko yang dikenal secara luas, yaitu
spekulan, atau pihak yang melakukan aktivitas spekulatif dengan
mengambil risiko demi merealisasikan peluang, atau mengejar keuntungan,
atau mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar. Sering kali spekulan
disejajarkan dengan perilaku pengambil risiko, atau dengan kata lain, hanya

108 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


pihak dengan perilaku pengambil risiko sajalah yang dapat menjadi
spekulan. Hal ini tidak sepenuhnya benar karena pada prinsipnya penolak
risiko juga berpotensi melakukan spekulasi.

Adapun aktivitas spekulasi dapat dilakukan secara konservatif, moderat,


maupun agresif, baik oleh pengambil ataupun penolak risiko. Bedanya
terletak pada seberapa besar eksposur risiko yang diambil. Secara umum:

a. penolak risiko akan memilih eksposur risiko yang cenderung lebih


rendah dari yang dipilih oleh pengambil risiko, dan
b. pengambil risiko cenderung untuk melakukan spekulasi secara lebih
agresif ketimbang penolak risiko yang lebih konservatif, bahkan
dapat melebihi kapasitas risiko yang dimilikinya (contoh: berjudi).

4.3 Penilaian Risiko

Penilaian risiko terdiri dari rangkaian proses yang diawali dengan


identifikasi risiko, yaitu aktivitas menemu-kenali risiko-risiko yang secara
relevan dihadapi atau harus dikelola oleh organisasi, kemudian dilanjutkan
dengan proses analisis risiko, berupa aktivitas pengukuran eksposur risiko-
risiko yang telah teridentifikasi, dan ditutup dengan proses evaluasi risiko, di

Proses Manajemen Risiko | 109


mana hasil dari analisis risiko dibandingkan dengan kriteria risiko yang telah
ditetapkan (dalam hal ini adalah selera risiko) guna menentukan risiko-risiko
mana saja yang perlu mendapatkan tindakan lebih lanjut (masuk ke dalam
proses ‘Perlakuan Risiko’).

Dalam dokumen SNI ISO 31010:2017 Teknik Penilaian Risiko


dijelaskan 31 teknik penilaian risiko yang dapat menjadi pilihan bagi organisasi
dalam rangka melaksanakan proses penilaian risiko ini. Adapun tidak semua
dari 31 teknik yang tersedia dapat digunakan secara aplikatif untuk
keseluruhan aktivitas identifikasi, analisis – baik dampak maupun
kemungkinan risiko, serta evaluasi risiko. Sehubungan dengan hal ini, SNI ISO
31010 juga menyediakan panduan bagi organisasi untuk memilih teknik mana
saja yang dapat diaplikasikan pada masing-masing aktivitas dalam proses
penilaian risiko di atas.

 Identifikasi Risiko
Menurut SNI ISO 31000, identifikasi risiko merupakan proses
menemukan, mengenali dan memberikan gambaran risiko. Tidak hanya
peristiwa risiko saja, SNI ISO 31000 juga mengarahkan proses identifikasi
risiko untuk mengidentifikasi sumber risiko – baik yang terkendali
maupun yang tidak, area dampak – yang membantu untuk menentukan
kriteria dampak apa saja yang relevan untuk digunakan saat melakukan
analisis risiko pada proses selanjutnya, penyebab (munculnya) peristiwa
risiko, serta dampak potensial apa yang mungkin timbul (ketika peristiwa
risiko terjadi).

Selain itu, SNI ISO 31000 juga mengarahkan agar organisasi memeriksa
hubungan keterkaitan kausal antar satu peristiwa risiko dengan peristiwa
risiko lainnya (dikenal dengan istilah knock-on effect di mana aktivitas
analisis hubungan antar risiko kerap disebut sebagai analisis keterkaitan
antar risiko atau risk interrelationship analysis).

Selain itu, diingatkan juga bahwa penting agar organisasi dapat


melakukan identifikasi risiko secara komprehensif karena risiko yang

110 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


tidak teridentifikasi otomatis tidak akan terikutsertakan dalam proses
selanjutnya.

Dalam praktiknya, proses identifikasi risiko menghasilkan suatu daftar


peristiwa risiko dengan informasi pendukungnya yang dikenal dengan
nama register risiko (risk register).

Contoh:
Pada sebuah universitas dilakukan penilaian risiko terkait risiko
kebakaran. Pada proses identifikasi risiko, hasil yang didapat dapat
berupa:

Tabel 4.9 Contoh register risiko

No Sasaran Risiko Penyeba Sumber Area Dampak


b Dampak Potensial

1. Aktivitas Kebakaran Arus Teknikal Operasional Gangguan


perkuliahan pendek pada kegiatan
berlangsung perkuliahan
dengan
lancar, tertib, Teknikal Finansial Kerugian
dan aman finansial
akibat
kerusakan
aset

K3 Timbulnya
korban

Reputasi Publikasi
negatif
tentang
insiden
kebakaran

Memahami risiko
Pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan risiko akan memudahkan
pelaksanaan proses identifikasi risiko, selain dari meningkatkan kualitas
register risiko sebagai keluaran proses.

Menurut SNI ISO 31000, risiko adalah:

“efek ketidakpastian terhadap sasaran.”


Proses Manajemen Risiko | 111
Bagaimana membangun pemahaman yang lebih lugas mengenai risiko
berdasarkan definisi di atas? Mari kita telaah satu persatu!
Kata efek pada definisi di atas mengandung makna sesuatu yang timbul dari
pemicunya. Pada definisi di atas dapat kita lihat bahwa risiko –sebagai efek,
muncul karena dipicu oleh apa yang disebut ketidakpastian.

Mengacu pada SNI ISO 31000, ketidakpastian adalah:

“suatu keadaan, meskipun sebagian, di mana terdapat kekurangan


informasi terkait pemahaman atau pengetahuan tentang suatu peristiwa,
dampaknya, beserta kemungkinannya.”

Dalam hal ini, dapat kita pahami bahwa ketidakpastian bukanlah risiko itu
sendiri karena risiko justru muncul sebagai efek dari hadirnya unsur
ketidakpastian, dalam pencapaian sasaran.

Sekarang bayangkan Anda berada dalam sebuah ruangan yang tidak terlalu
luas dan terang benderang di mana di dalamnya terdapat sebuah meja –
dengan sebuah gelas di atasnya, satu buah kursi, dan sebuah lemari. Sasaran
yang hendak Anda capai adalah mengambil gelas yang berada di atas meja.
Mudah bukan? Mengapa? Dalam ruangan tersebut tidak terlalu banyak
perabot, kondisi ruangan yang terang membuat Anda dapat melihat dengan
jelas apa saja yang ada di sekeliling Anda, serta anggota tubuh Anda dapat
berfungsi dengan baik sehingga Anda dapat melangkah maju menuju meja
tempat gelas yang Anda ingin ambil berada. Situasi di atas menunjukkan
bahwa tingkat kepastian Anda dalam mencapai sasaran sangat tinggi sekali.

Gambar 4.2 Simulasi efek ketidakpasian terhadap sasaran - kasus 1


112 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
Sekarang, situasinya berubah. Anda masih berada di dalam ruangan yang
sama, namun kini kondisi di dalam ruangan gelap gulita sehingga Anda nyaris
tidak dapat melihat apapun selama di dalam ruangan. Tidak hanya itu, kini
posisi perabot di dalam ruangan tersebut telah diubah tanpa sepengetahuan
Anda. Apakah masih sama mudahnya bagi Anda untuk meraih sasaran Anda
yaitu mengambil gelas yang terletak di atas meja?

Gambar 4.3 Simulasi efek ketidakpasian terhadap sasaran - kasus 2

Dalam situasi yang baru, tidak lagi mudah bagi Anda untuk berjalan menuju
meja dan mengambil gelas yang menjadi sasaran Anda. Mengapa demikian?
Ketika lampu ruangan tersebut dipadamkan sehingga ruangan menjadi gelap
gulita, ditambah lagi dengan posisi perabot di dalam ruagan tersebut ikut
berubah secara acak, maka hadir faktor ketidakpastian bagi Anda untuk
mencapai sasaran Anda.

Ketimbang tiba di meja tempat tujuan Anda dan mengambil gelas yang ada di
atasnya, Anda mungkin malah menabrak lemari, kursi, atau dinding, sesuatu
yang muncul karena telah hadir unsur ketidakpastian di atas. Dan ketika Anda
menabrak lemari, kursi, atau dinding maka sasaran Anda untuk mengambil
gelas di atas meja menjadi terhambat, atau setidaknya tertunda. Bahkan lebih
daripada itu, tanpa disengaja Anda bisa mendapatkan cidera karena
menabrak perabot yang ada, sehingga Anda tidak dapat lagi meneruskan
upaya Anda untuk mencari dan mengambil gelas yang Anda inginkan, dan
artinya sasaran gagal Anda raih.

Proses Manajemen Risiko | 113


Berdasarkan ilustrasi ini, dapat disimpulkan bahwa risiko juga dapat diartikan
sebagai “hal-hal yang bila terjadi maka dapat menghambat atau menggagalkan
pencapaian sasaran”, di mana hal-hal ini muncul sebagai efek, atau karena
dipicu oleh hadirnya faktor ketidakpastian (ketika lampu padam dan posisi
perabot berubah) ketika, atau dalam rangka, Anda hendak mencapai sasaran,
yaitu mengambil gelas di atas meja. Dengan demikian, risiko atas suatu
sasaran, misalkan nilai penjualan mencapai Rp. 1 T,- maka yang menjadi
peristiwa risiko bukanlah penjualan tidak mecapai Rp. 1 T,- melainkan hal apa
yang membuat penjualan Rp. 1 T,- dapat tidak tercapai atau terganggu
pencapaiannya, contoh perubahan tren/selera pasar yang tidak terantisipasi,
ketersediaan barang jadi yang tidak memenuhi target, munculnya pesaing
baru dengan program pemasaran yang agresif, dan sebagainya. Adapun
pemaknaan terminologi risiko seperi ini berbeda dengan pemaknaan kata
risiko yang kerap kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, di mana apa yang
disebut risiko lebih cenderung mengacu pada dampak yang ditimbulkan dari
suatu aktivitas atau hal yang berisiko. Bila Anda kebetulan mengendarai
sepeda motor untuk pergi-pulang kuliah, mungkin Anda pernah mendengar
orang tua Anda mengingatkan, ”Jangan lupa pakai helm, risikonya besar kalau
naik motor tidak pakai helm”.

Sebagai tambahan, definisi risiko yang diberikan SNI ISO 31000 di atas juga
menunjukkan suatu hubungan keterkaitan yang sangat erat antara risiko
dengan sasaran. Dalam hal ini, sasaran yang berbeda dapat mengandung
faktor ketidakpastian yang juga berbeda, dan dengan demikian dapat
memunculkan risiko-risiko yang berbeda juga. Sehubungan dengan hal ini,
penting bagi kita untuk memahami secara benar apa yang sesungguhnya
menjadi sasaran sebelum mencoba melakukan proses identifikasi risiko yang
melekat pada suatu sasaran tertentu.

 Analisis Risiko
Aktivitas analsis risiko mengacu pada serangkaian kegiatan pengukuran
eksposur dampak risiko dan kemungkinannya yang dapat dilakukan
secara kualitatif, semi-kuantitatif, maupun kuantitatif. SNI ISO 31000
juga mengingatkan bahwa suatu peristiwa risiko dapat menimbulkan
114 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
beberapa dampak sekaligus yang dapat mempengaruhi beberapa
sasaran organisasi.

Selain itu, hendaknya efektivitas kendali yang diterapkan terhadap risiko


ikut diperhitungkan ketika menganalisis eksposur risiko (dikenal dengan
istilah eksposur inheren). Hal ini berarti, organisasi perlu
mengidentifikasikan kendali apa saja yang dijalankan atas tiap risiko
teridentifikasi dan mengevaluasi efektivitas tiap-tiap kendali terhadap
risiko yang ada. Tidak hanya itu, organisasi hendaknya juga melakukan
analisis dengan memperkirakan atau memperhitungkan efektivitas
perlakuan risiko (dikenal dengan istilah eksposur residual).

Dalam praktiknya, tersedia beberapa panduan analsis risiko berupa


rujukan praktik yang dikeluarkan suatu institusi tertentu, seperti halnya
Basel Accord sebagai rujukan praktik analsis eksposur risiko perbankan
yang dikeluarkan oleh Komite Basel, maupun berupa regulasi, seperti
halnya yang diterbitkan oleh Otoritas jasa Keuangan bagi perusahaan
perasuransian serta konglomerasi jasa keuangan. Adapun selain
diketahui atau terhitungnya eksposur risiko, proses analisis risiko juga
menghasilkan keluaran suatu daftar nilai risiko yang umumnya
merupakan kombinasi dari eksposur dampak maupun kemungkinannya,
berikut dengan pemeringkatan risiko yang dilakukan berdasarkan nilai
risiko yang didapat.

Seperti halnya yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam praktiknya


terdapat juga penyederhanaan aktivitas analisis risiko di mana eksposur
yang dihitung dari suatu risiko adalah seberapa besar dampak yang
ditimbulkan bagi (pencapaian sasaran) organisasi bilamana risiko terjadi
serta seberapa tinggi kemungkinan kejadian peristiwa risiko tersebut.

Contoh:
Dengan melanjutkan contoh pada bagian proses ‘Identifikasi Risiko’ di
atas maka hasil analisis risiko dapat berupa:

Proses Manajemen Risiko | 115


(1) Kemungkinan terjadinya kebakaran dianalisis dengan menggunakan
salah satu teknik dalam SNI ISO 31010 yaitu analisis pohon kejadian,
atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan event tree analysis.
Asumsi:
(a) Air tidak dapat digunakan untuk memadamkan api yang
bersumber dari arus pendek sehingga tidak ikut diperhitungkan
dalam analisis;
(b) Analisis tidak membedakan apakah arus pendek dan munculnya
api terjadi pada hari perkuliahan atau tidak dan hanya
memperhitungkan situasi di mana apakah munculnya api
diketahui oleh seseorang atau tidak;
(c) Berdasarkan prediksi Dept. TI universitas, terjadinya arus
pendek dalam setahun hanya 1% mengingat kendali yang
efektif telah dilakukan, seperti instalasi kabel listrik yang rapih
dan aman;
(d) Dept. TI juga meyakini bahwa hanya terdapat peluang 30%
kemungkinan munculnya api (kebakaran ringan) setelah
terjadinya arus pendek mengingat material di sekeliling instalasi
kabel listrik dan stop kontak yang tidak terlalu mudah untuk
tersulut api;
(e) Dept. Keamanan meyakini bahwa 90% timbulnya api akan
segera diketahui oleh petugas keamanan dengan
mempertimbangkan jadwal kontrol yang dilakukan petugas
setiap 30 menit ke sekeliling area kampus sehingga hanya
tersisa peluang 10% bahwa timbulnya api tidak diketahui hingga
membesar;
(f) Dept. Keamanan juga meyakini bahwa ketika petugas
mengetahui adanya api maka dengan segera petugas dapat
memadamkan api dengan menggunakan alat pemadam api
ringan (APAR). Hanya saja perangkat APAR tidak selalu tersedia
di seluruh lokasi kampus. Dalam hal ini, Dept. Keamanan
memprediksi bahwa hanya terdapat kemungkinan 30% petugas
tidak dapat segera menemukan APAR untuk memadamkan api;

116 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


(g) Dept. K3 meyakini bahwa sistem pemadam api otomatis (water
sprinkler) akan berfungsi ketika terdapat api yang membesar
mengingat pemeliharaan sistem pemadam api otomatis yang
selalu dilakukan secara rutin dan tepat waktu sehingga
memprediksi bahwa hanya terdapat kemungkinan 5% sistem
tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya;

Berdasarkan asumsi di atas, dilakukan analisis pohon kejadian


seperti di bawah ini:

Gambar 4.4 Contoh analisis pohon kejadian risiko kebakaran karena arus
pendek

Mengacu pada hasil analisis diketahui bahwa, kemungkinan


terjadinya kebakaran berkisar antara 0,0015 – 0,0041% dalam
setahun, atau sekitar 2 hari dalam setahun terdapat kemungkinan
terjadi kebakaran yang diakibatkan oleh arus pendek.

Apabila oleh Dept. Manajemen Risiko universitas ditetapkan bahwa


kriteria kemungkinan risiko seperti berikut ini:

Proses Manajemen Risiko | 117


Tabel 4.10 Contoh kriteria risiko untuk kemungkinan risiko

Peringkat Tingkat Eksposur Indikator


Kemungkinan Risiko
1 Rendah Sangat kecil kemungkinan
terjadi, kemungkinan kejadian
kurang dari setiap semester
sekali
2 Sedang Mungkin bisa terjadi,
kemungkinan kejadian antara
setiap semester hingga setiap
bulan sekali
3 Tinggi Sangat besar kemungkinan
terjadi, kemungkinan kejadian
lebih dari setiap bulan sekali

maka hasil analisis risiko kebakaran di atas dapat berupa:

Tabel 4.11 Contoh hasil analisis risiko

No. Risiko PK* Area Dampak PD*


Dampak Potensial
1. Kebakaran 1 Operasional Gangguan pada
kegiatan
perkuliahan
Finansial Kerugian finansial
akibat kerusakan
aset
K3 Timbulnya korban
Reputasi Publikasi negatif
tentang insiden
kebakaran

*) PK = Peringkat kemungkinan; PD = Peringkat dampak.

(2) Dampak terjadinya kebakaran dianalisis secara kualitatif dengan


menggunakan asumsi sebagai berikut.
(a) Dept. Keamanan memprediksi bahwa kebakaran dapat meluas
pada lebih dari 1 lantai gedung sebelum mobil pemadam
kebakaran datang. Mengingat universitas memiliki beberapa

118 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


gedung terpisah sebagai tempat perkuliahan masing-masing
fakultas yang ada di universitas maka bila risiko kebakaran
terjadi hanya akan mengganggu kegiatan perkuliahan 1 fakultas
saja (efektivitas kendali: medium);
(b) Dept. Keuangan meyakini bahwa universitas dapat mengklaim
ganti rugi akibat kebakaran kepada pihak asuransi sehingga
memprediksi bahwa dampak finansial apabila terjadi risiko
kebakaran adalah terhitung minim (efektivitas kendali: kuat);
(c) Dept. K3 memprediksi bahwa bila kebakaran terjadi pada saat
kegiatan perkuliahan sedang berlangsung maka dapat timbul
kepanikan sehingga berpotensi menimbulkan hingga pada
celaka berat di mana korban dapat memerlukan perawatan
intensif di rumah sakit (efektivitas kendali: lemah);
(d) Dept. Humas memprediksi bahwa bila terjadi kebakaran maka
kejadian akan cepat tersebar melalui media sosial dan
pemberitaan buruk dapat muncul di TV (efektivitas kendali:
lemah);

Apabila oleh Dept. Manajemen Risiko universitas ditetapkan bahwa


kriteria dampak risiko seperti berikut ini:

Tabel 4.12 Contoh kriteria risiko untuk dampak finansial risiko

Peringkat Tingkat Eksposur Indikator (Finansial)


Dampak Risiko

1 Kecil Kerugian ≤ Rp. 10jt,-/tahun


2 Sedang Kerugian > Rp. 10jt,- sd. Rp.
100jt,-/tahun
3 Besar Kerugian > Rp. 100jt,-/tahun

Proses Manajemen Risiko | 119


Tabel 4.13 Contoh kriteria risiko untuk dampak operasional risiko

Peringkat Tingkat Eksposur Indikator (Operasional)


Dampak Risiko
1 Kecil Gangguan perkuliahan pada 1 kelas
2 Sedang Gangguan perkuliahan pada > 1 kelas
sd. 1 fakultas
3 Besar Gangguan perkuliahan pada > 1
fakultas

Tabel 4.14 Contoh kriteria risiko untuk dampak K3 risiko

Peringkat Tingkat Eksposur Indikator (K3)


Dampak Risiko
1 Kecil Celaka ringan, dapat ditangani
dengan pertolongan pertama
2 Sedang Celaka medium, dapat ditangani
dengan pertolongan RS (rawat jalan)
3 Besar Celaka berat, dapat ditangani
dengan pertolongan RS (rawat inap)

Tabel 4.15 Contoh kriteria risiko untuk dampak reputasi

Peringkat Tingkat Eksposur Indikator (Reputasi)


Dampak Risiko
1 Kecil Publikasi negatif pada media
cetak lokal
2 Sedang Publikasi negatif pada media
cetak nasional
3 Besar Publikasi negatif pada TV dan
viral melalui sosmed

Maka hasil analisis risiko selengkapnya untuk risiko kebakaran di


atas dapat berupa:

120 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Tabel 4.16 Contoh hasil analisis risiko

No. Risiko PK Are Dampak Potensial PD*


* Dampak
1. Kebakaran 1 Operasional Gangguan pada kegiatan 2
perkuliahan
Finansial Kerugian finansial akibat 1
kerusakan aset
K3 Timbulnya korban 3
Reputasi Publikasi negatif tentang 3
insiden kebakaran

*) PK = Peringkat kemungkinan; PD = Peringkat dampak.

(3) Guna membentuk suatu laporan profil risiko maka Dept. Manajemen
Risiko universitas melengkapi hasil analisis risiko dengan sebuah
peta risiko berupa matriks 3 x 3 sebagai berikut.

Gambar 4.5 Contoh peta risiko (matriks 3 x 3)

Dalam memetakan risiko kebakaran berdasarkan hasil analisis risiko


di atas, Dept. Manajemen Risiko mencoba menghitung agregat
eksposur dampak risiko dari beberapa dampak yang dapat
ditimbulkan dengan menggunakan suatu pendekatan semi-

Proses Manajemen Risiko | 121


kuantitatif, yaitu metode perhitungan rata-rata peringkat dampak
dengan pembobotan (weighted average) di bawah ini.

Tabel 4.17 Contoh perhitungan agregat eksposur risiko secara semi-


kuantitatif

No. Kriteria Peringkat Bobot Nilai


1. Operasional 2 0,3 0,6
2. Finansial 1 0,2 0,2
3. K3 3 0,2 0,6
4, Reputasi 3 0,3 0,9
Nilai Dampak 2,3 ≈ 2
5. Kemungkinan 1 1 1
Bow

Berdasarkan perhitungan di atas maka hasil analisis risiko kebakaran


dapat dipetakan pada peta risiko sebagaimana berikut.

Gambar 4.6 Contoh pemetaan risiko

Adapun tanpa memperhitungkan agregat eksposur risiko di atas,


risiko kebakaran dapat juga dipetakan secara langsung pada 4 peta
risiko yang berbeda-beda sesuai dampak yang dapat ditimbulkannya
(operasional, finansial, K3, dan reputasi).

122 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


 Evaluasi Risiko
Berdasarkan hasil analisis risiko, organisasi kemudian melakukan evaluasi
risiko, yaitu menentukan risiko mana saja yang perlu mendapatkan
perlakuan kebih lanjut, atau diikutsertakan dalam proses ‘Perlakuan
Risiko’ selanjutnya, dengan cara membandingkan hasil dari aktivitas
analisis risiko dengan kriteria risiko (dalam hal ini adalah selera risiko
organisasi) yang telah ditetapkan.

Dalam praktiknya, bisa saja aktivitas evaluasi risiko mengarahkaan


organisasi untuk melakukan analisis risiko secara lebih mendalam guna
mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai eksposur suatu
risiko. Dengan terlaksanakannya aktivitas evaluasi risiko maka
keseluruhan proses penilaian telah terselesaikan dengan keluaran berupa
profil risiko.

Mengacu pada isi dokumen SNI ISO Guide 73, profil risiko didefinisikan
secara sederhana sebagai gambaran dari serangkaian risiko. Dalam
praktiknya, profil risiko berupa suatu laporan yang menunjukkan
eksposur risiko-risiko teridentifikasi, di mana yang kerap didahulukan
dalam pelaporannya adalah risiko-risiko dengan nilai atau peringkat
teratas, yang sedang dihadapi organisasi saat ini atau dalam suatu kurun
waktu tertentu.

Contoh:
Melanjutkan contoh sebelumnya maka risiko kebakaran dinilai
memerlukan perlakuan risiko, khususnya bagi potensi dampak
operasional, K3, dan reputasi. Sedangkan terkait dampak finansial, risiko
kebakaran sudah dapat diterima karena kendali yang ada saat ini dinilai
sudah efektif.

Proses Manajemen Risiko | 123


4.4 Perlakuan Risiko

Menurut SNI ISO 31000, perlakuan risiko merupakan proses untuk


memodifikasi risiko, khususnya dalam hal menurunkan eksposur risiko.
Adapun perlakuan risiko dapat berupa beberapa bentuk aktivitas sebagai
berikut.

 Tolak (atau ‘Hindari’), dengan cara tidak melanjutkan aktivitas atau


mengejar sasaran di mana risiko yang ingin ditolak atau dihindari
melekat;
 Turunkan, dengan cara melakukan aktivitas tertentu dalam rangka
meningkatkan efektivitas kendali risiko yang kita miliki atau jalankan
saat ini, baik untuk menurunkan eksposur dampak maupun eksposur
kemungkinan risiko;
 Transfer (atau ‘Berbagi’) dengan cara berbagi eksposur risiko dengan
pihak lain;
 Terima, dilakukan dengan cara tidak melakukan suatu perlakuan
tertentu terhadap risiko karena eksposur risiko telah sesuai dengan
selera risiko organisasi. Umumnya perlakuan risiko dengan bentuk
seperti ini mengarah cukup pada aktivitas pemantauan yang perlu
dilakukan terhadap pergerakan atau perubahan eksposur risiko
tersebut.

Dalam praktiknya, bisa saja ditemukan beberapa opsi perlakuan risiko


bagi suatu risiko tertentu. Dalam situasi seperti ini maka sebuah analisis biaya-
manfaat dapat dilakukan untuk memilih suatu bentuk perlakuan risiko
tertentu dari sekian banyak opsi perlakuan risiko yang tersedia.

Terhadap risiko-risiko dengan eksposur yang signifikan, organisasi


diharap dapat membuat suatu perencanaan perlakuan risiko yang detil dan
matang yang dapat mengikutsertakan beberapa informasi, antara lain:
 Rangkaian aktivitas yang akan dilakukan dalam menerapkan perlakuan
risiko yang telah dipilih;

124 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


 Siapa yang menjadi pihak yang akuntabel atas pelaksanaan maupun
hasil dari perlakuan risiko;
 Biaya pelaksanaan perlakuan risiko (bila memang dibutuhkan atau
tersedia dananya), berikut dengan sumber daya lainnya yang mungkin
diperlukan dalam rangka menerapkan rencana perlakuan yang telah
disusun,
 Waktu, atau jadwal, berikut durasi pelaksanaan;
 Metode evaluasi atas keberhasilan perlakuan risiko; serta
 (bilamana perlu) rencana cadangan bila rencana perlakuan risiko yang
telah dipilih tidak dapat dilaksanakan ataupun menunjukkan hasil yang
tidak sesuai dengan ekspektasi para pemangku kepentingan.

Adapun bagi risiko-risiko yang tidak terlalu signifikan, rencana


perlakuan risiko dapat memuat informasi yang lebih sederhana.

Contoh:
Masih menggunakan contoh pada bagian sebelumnya, rencana perlakuan
risiko bagi risiko kebakaran dapat berupa:

Tabel 4.18 Contoh rencana perlakuan risiko

No. Risiko Dampak Perlakuan Aktivitas PiC Waktu


1. Kebakaran Operasional Turunkan Meminjam Pembantu Q2 (table
ruangan yang Dekan IV top
tersedia pada simulation
fakultas lain dengan
pejabat
fakultas
terkait)
K3 Turunkan Melaksanakan Dept. K3 Q2
fire drill bagi (kemudian
mahasiswa dilakukan
secara berkala secara rutin
2x/tahun)
Reputasi Turunkan Menyusun Dept. Q3 – Q4
protokol Humas
kehumasan
untuk situasi
bencana

Proses Manajemen Risiko | 125


Golden Rules for Risk Treatment

Beberapa hal yang perlu diingat atau diperhatikan ketika kita sedang
melaksanakan perlakuan risiko antara lain:
a. Perlakuan risiko merupakan proses yang teramat penting dalam proses
manajemen risiko yang perlu dipastikan efektivitas pelaksanaan maupun
hasilnya. Tanpa realisasi rencana perlakuan risiko maka sebenarnya risiko-
risiko yang tengah dihadapi organisasi belum terkelola;
b. Tidak dapat dibenarkan bila rencana perlakuan risiko berupa aktivitas yang
bertentangan atau melanggar norma hukum dan etika;
c. Ada dua tipe risiko yang tidak dapat kita tolak: (1) risiko yang melekat pada
core business, contoh: sebuah bank tidak akan bisa menolak atau
menghindar dari risiko perbankan, dan (2) risiko bawaan yang melekat pada
aset, contoh barang tiruan cenderung tidak tahan lama dan lebih cepat rusak
ketimbang barang orisinil;
d. Syarat keberhasilan berbagi risiko adalah dengan cara berbagi eksposur
risiko kepada pihak yang lebih mampu untuk mengelola risiko ketimbang diri
kita sendiri, contoh: outsource, subcon, joint operation, joint venture.
e. Prinsip analisis biaya-manfaat adalah memilih opsi perlakuan risiko dengan
ongkos pelaksanaan yang lebih murah ketimbang kerugian atau biaya
kerugian yang harus ditanggung organisasi bila risiko terjadi. Pada
pendekatan lainnya, opsi perlakuan risiko yang dipilih adalah perlakuan risiko
dengan ongkos yang lebih kecil dari penurunan eksposur finansial risiko yang
dihasilkan melalui pelaksanaan perlakuan risiko tersebut.
f. Terkadang, kita tidak, atau belum, menemukan perlakuan risiko dengan
ongkos yang lebih murah dari biaya kerugian yang ditimbulkan oleh risiko.
Terhadap risiko-risiko seperti ini maka opsi yang dapat dipilih organisasi
adalah (selain daripada tolak dan berbagi): “menerima” risiko untuk
sementara waktu hingga ditemukannya opsi perlakuan risiko yang sama
efektifnya dengan ongkos yang lebih reasonable;
g. Masih terkait dengan poin c di atas, tidak dalam setiap kesempatan ongkos
perlakuan risiko menjadi pertimbangan utama, seperti pada perlakuan risiko
yang mengancam reputasi organisasi serta risiko yang terkait dengan
kepatuhan organisasi terhadap hukum dan peraturan;
h. Buatlah rencana perlakuan risiko secara spesifik dan jelas. Seperti rencana
pada umumnya, rencana perlakuan risiko yang tidak spesifik dan tidak jelas

126 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


berpotensi mengarahkan kita pada perlakuan risiko yang tidak tepat sasaran
dan atau tidak efektif, bila tidak gagal dalam pelaksanaaannya. Contoh
rencana perlakuan risiko yang perlu dihindari: ‘Meningkatkan intensitas
pemantauan”, sedangkan contoh perlakuan risiko yang baik: “Menambah
frekuensi review meeting dari 1 bulan sekali menjadi setiap minggu di hari
Senin.”
i. Pihak yang mendapat pengaruh dari perlakuan risiko yang akan kita jalankan
perlu mendapatkan informasi yang cukup mengenai rencana perlakuan
risiko tersebut melalui proses komunikasi dan konsultasi;
j. Pihak yang kita butuhkan untuk melaksanakan perlakuan risiko yang akan
kita jalankan perlu mendapatkan informasi yang cukup mengenai ekspektasi
yang kita miliki melalui proses komunikasi dan konsultasi;
k. Risiko baru yang muncul dari pelaksanaan perlakuan risiko yang kita jalankan
hendaknya diperlakukan sama seperti halnya risiko lainnya.

4.5 Pemantauan dan Tinjauan

Adapun beberapa hal yang menjadi objek pemantauan dan tinjauan


adalah antara lain:
 Perubahan konteks internal dan eksternal organisasi yang dapat
menimbulkan kebutuhan untuk melakukan perubahan atau pengkinian
konteks manajemen risiko, kriteria risiko, maupun hal-hal lainnya dalam
pelaksanaan proses manajemen risiko;
 Perubahan eksposur risiko;
 Pelaksanaan dan efektivitas kendali serta perlakuan risiko (maupun
rangkaian aktivitas lainnya dalam proses manajemen risiko);
 Kesesuaian pelaksanaan proses manajemen risiko dengan pengaturan
proseduralnya;
 Munculnya risiko baru.

Dalam rangka memastikan bahwa pemantauan dan tinjauan dapat


terlaksana secara efektif maka diperlukan keterlibatan masing-masing pihak
secara relevan sesuai kapasitasnya masing-masing, antara lain:

 Pemilik risiko, yaitu orang atau entitas dengan akuntabilitas dan


kewenangan untuk mengelola risiko sesuai definisi dalam SNI ISO 31000,

Proses Manajemen Risiko | 127


terhadap kelancaran dan efektivitas dari pelaksanaan proses manajemen
risiko pada area tanggung jawabnya, termasuk di dalamnya efektivitas
kendali dalam aktivitas organisasi sehari-hari;
 Para atasan pemilik risiko, terhadap kelancaran dan efektivitas
pelaksanaan proses manajemen risiko yang dilakukan oleh pemilik risiko,
termasuk efektivitas kendali kunci dalam aktivitas organisasi sehari-hari;
 Manajemen puncak, terhadap profil risiko, efektivitas kendali dan
perlakuan risiko kunci, efektivitas pelaksanaan proses manajemen risiko,
serta budaya risiko yang terbentuk di tingkatan organisasi;
 Unit kerja manajemen risiko, terhadap kecukupan, efektivitas, dan
kesesuaian dengan karakteristik kebutuhan organisasi, baik pelaksanaan
proses manajemen risiko, pengaturan proseduralnya, hasil maupun
efektivitasnya, beserta perangkat pendukung, kompetensi SDM, dan
budaya risiko yang terbentuk;
 Unit kerja audit internal, terhadap kesesuaian pelaksanaan proses
manajemen risiko dengan pengaturan proseduralnya (dikenal sebagai
audit manajemen risiko / audit internal berbasis risiko), beserta
efektivitas kendali dan perlakuan risiko yang dijalankan oleh pemilik.

Adapun selain beberapa hal di atas, SNI ISO 31000 juga memberikan
arahan mengenai bagaimana dokumentasi proses manajemen risiko perlu
dilaksanakan dengan mempertimbangkan kebutuhan pembelajaran bagi
organisasi, kegunaannya dalam pengambilan keputusan manajemen, biaya
dan upaya yang dibutuhkan untuk membuat dan memelihara data, ketentuan
hukum dan peraturan terkait penyimpanan arsip, jangka waktu penyimpanan
dan pemeliharaan data, metode akses terhadap informasi beserta media
penyimpanannya, termasuk di dalamnya adalah sensitivitas informasi.

Sehubungan dengan sensitivitas informasi manajemen risiko di atas,


dokumentasi mengenai pelaksanaan maupun keluarannya masing-masing
aktivitas dalam proses manajemen risiko hendaknya diperlakukan sebagai
informasi rahasia organisasi.

128 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


BAB 5
5. TEKNIK PENILAIAN RISIKO BERBASIS
SNI ISO 31010:2016
6.

5.1 Penjelasan Umum mengenai Teknik Penilaian Manajemen Risiko

Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, penilaian risiko adalah


bagian dari manajemen risiko yang menyediakan suatu proses terstruktur
yang mengidentifikasi bagaimana sasaran mungkin akan dipengaruhi, dan
analisis risiko dalam hal konsekuensi dan probabilitasnya sebelum
pengambilan keputusan apakah diperlukan perlakuan lebih lanjut. Sehingga
tersedia informasi berbasis bukti dan analisis untuk membuat keputusan
berdasarkan informasi yang dianggap cukup tentang bagaimana
memperlakukan risiko tertentu dan bagaimana memilih di antara berbagai
opsi dalam menangani risiko.

Efektifitas komunikasi dan konsultasi dengan para pemangku


kepentingan juga menjadi hal yang penting dalam penilaian risiko ini, karena
dengan sudut pandang kepentingan yang berbeda juga akan memberikan
suatu persepsi atas risiko yang berbeda pula. Sehingga para pemangku
kepentingan sebaiknya berkontribusi dalam proses penilaian risiko dengan
membawa berbagai disiplin ilmu yang terkait, termasuk juga di dalamnya
dibahas mengenai manajemen perubahan yang juga dapat memberikan sisi
pandang dan persepsi risiko yang baru.

Pada proses penilaian risiko diawali dengan identifikasi risiko, di mana


proses identifikasi risiko adalah proses penemuan, pengenalan dan
pendeskripsian risiko48. Sesuai dengan SNI ISO/IEC 31010:2016, tujuan dari
identifikasi risiko adalah untuk mengidentifikasi apa yang mungkin terjadi
atau situasi apa yang mungkin mempengaruhi pencapaian sasaran dari sistem
atau organisasi. Setelah risiko diidentifikasi, organisasi sebaiknya

48
Sumber : SNI ISO Guide 73:2016 Manjemen Risiko-Kosakata
mengidentifikasi setiap pengendalian yang ada seperti fitur rancangan, orang,
proses dan sistem. Proses identifikasi risiko mencakup pengidentifikasian
penyebab dan sumber risiko (potensi bahaya dalam konteks kerusakan fisik),
kejadian, situasi atau keadaan yang bisa memiliki dampak material pada
sasaran dan sifat dampak itu. Adapun metode identifikasi risiko dapat
mencakupi:

 metode berbasis bukti, contohnya daftar periksa dan tinjauan dari


data historis;
 pendekatan tim yang sistematis di mana tim ahli mengikuti suatu
proses sistematis untuk mengidentifikasi risiko dengan sarana suatu
himpunan terstruktur dari gagasan atau pertanyaan;
 teknik penalaran induktif seperti HAZOP.

Berbagai teknik pendukung dapat digunakan untuk meningkatkan


akurasi dan kelengkapan dalam identifikasi risiko, termasuk curah pendapat,
dan metodologi Delphi.

Dari hasil proses identifikasi tersebut, kemudian dilakukan analisis


risiko, analisis risiko adalah tentang pengembangan suatu pemahaman
tentang risiko. Hal ini memberikan masukan untuk penilaian risiko dan
keputusan tentang apakah risiko perlu diberi perlakuan dan tentang strategi
dan metode perlakuan yang paling tepat. Analisis risiko terdiri dari penentuan
konsekuensi dan probabilitasnya untuk mengidentifikasi kejadian risiko,
dengan memperhitungkan keberadaan (atau ketidakberadaan) dan efektivitas
dari setiap pengendalian yang ada. Konsekuensi dan probabilitas risiko
tersebut kemudian dikombinasikan untuk menentukan tingkat risiko. Metode
yang digunakan dalam penganalisaan risiko dapat berupa kualitatif, semi-
kuantitatif atau kuantitatif. Tingkat kerincian yang diperlukan akan
tergantung pada aplikasi tertentu, ketersediaan data yang dapat dipercaya
dan kebutuhan pengambilan keputusan organisasi. Beberapa metode dan
tingkat kerincian dari analisis dapat dipersyaratkan oleh peraturan
perundangan. Penilaian kualitatif mendefinisikan konsekuensi, probabilitas
dan tingkat risiko dengan tingkat signifikansi seperti "tinggi", "menengah" dan

130 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


"rendah", dapat juga menggabungkan konsekuensi dan probabilitas, serta
mengevaluasi tingkat risiko yang dihasilkan terhadap kriteria kualitatif.

Berdasarkan dari analisis kemungkinan-kejadian dan konsekuensinya,


maka selanjutnya dilakukan evaluasi risiko. Di mana pada proses ini dapat
dilakukan analisa biaya dan manfaat yang untuk kemudian menjadi sebuah
masukan untuk sebuah keputusan terkait dengan risiko, yang secara umum
biasanya adalah sebagai berikut :

 apakah risiko memerlukan perlakuan;


 prioritas untuk perlakuan risiko;
 apa saja kegiatan yang sebaiknya dilakukan;

5.2 Memilih Tenik-Teknik Penilaian Risiko

Mengacu kepada SNI ISO/IEC 31010:2016, secara umum teknik yang


dapat dipilih sebaiknya yang sesuai dengan karakteristik sebagai berikut ini:

 teknik tersebut sebaiknya dapat dijustifikasi dan sesuai dengan situasi


atau berdasarkan pertimbangan organisasi;
 teknik tersebut sebaiknya memberikan hasil dalam bentuk yang
meningkatkan pemahaman tentang sifat dari risiko dan bagaimana
hal itu dapat diperlakukan;
 teknik tersebut sebaiknya mampu digunakan dengan cara yang dapat
ditelusuri, berulang dan dapat diverifikasi.

Begitu keputusan telah dibuat untuk melakukan penilaian risiko dan


sasaran serta ruang lingkup telah didefinisikan, teknik sebaiknya dipilih,
berdasarkan faktor-faktor yang berlaku seperti:

 Sasaran studi. Sasaran dari penilaian risiko akan memiliki pengaruh


langsung pada teknik yang digunakan. Misalnya, jika studi banding
antara pilihan yang berbeda sedang dilakukan, mungkin dapat

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO 31010:2016 | 131


diterima untuk menggunakan model konsekuensi kurang rinci untuk
bagian dari sistem yang tidak terpengaruh oleh perbedaan;
 Kebutuhan pengambil keputusan. Dalam beberapa kasus rincian
tingkat tinggi dibutuhkan untuk membuat keputusan yang baik,
dalamhal lain suatu pemahaman yang lebih umum sudah mencukupi;
 Jenis dan berbagai risiko yang dianalisis;
 Besarnya potensi konsekuensi. Keputusan dimana kedalaman
penilaian risiko dilakukan sebaiknya mencerminkan konsekuensi
persepsi awal (meskipun ini mungkin harus diubah setelah suatu
evaluasi pendahuluan telah dilengkapi);
 Tingkat keahlian, sumber daya manusia dan lainnya yang dibutuhkan.
Suatu metode sederhana, dilakukan dengan baik, dapat memberikan
hasil yang lebih baik daripada prosedur yang lebih canggih dilakukan
dengan buruk, asalkan memenuhi sasaran dan ruang lingkup
penilaian. Biasanya, upaya yang dimasukkan ke penilaian sebaiknya
konsisten dengan tingkat potensi risiko yang dianalisis;
 Ketersediaan informasi dan data. Beberapa teknik memerlukan
informasi lebih lanjut dan data daripada yang lain;
 Kebutuhan untuk modifikasi / pengkinian penilaian risiko. Penilaian
mungkin perlu dimodifikasi/ dikinikan di masa mendatang dan
beberapa teknik lebih bisa diperbaiki dari yang lain dalam hal ini;
 persyaratan peraturan dan kontrak.

Untuk setiap langkah dalam proses penilaian risiko, penerapan


metode digambarkan sebagai sangat aplikatif, aplikatif atau tidak aplikatif
(lihat Tabel 5.1) berikut ini:

132 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Tabel 5.1 Penerapan alat bantu yang digunakan untuk penilaian risiko

Proses Penilaian Risiko


Analisis Risiko
Alat bantu danTeknik Identifikasi Evaluasi
risiko Konsekuensi Probabilitas Tingkat Risiko
risiko
Curah pendapat SA1) NA2) NA NA NA
Wawancara terstruktur
SA NA NA NA NA
atau semi-terstruktur
Delphi SA NA NA NA NA
Daftar periksa SA NA NA NA NA
Analisis pendahuluan
potensi bahaya SA NA NA NA NA

Studi potensi bahaya dan


SA SA A3) A A
operabilitas (HAZOP)
Analisis potensi bahaya
dan titik kendali kritis SA SA NA NA SA
(HACCP)
Penilaian risiko
SA SA SA SA SA
lingkungan
Struktur “apa-jika”
SA SA SA SA SA
(SW IFT)
Analisis skenario SA SA A A A
Analisis dampak bisnis A SA A A A
Analisis akar penyebab NA SA SA SA SA
Analisis modus kegagalan
SA SA SA SA SA
dan dampak
Analisis pohon kesalahan A NA SA A A
Analisis pohon kejadian A SA A A NA
Analisis sebab dan
A SA SA A A
konsekuensi
Analisis sebab-dan-akibat SA SA NA NA NA
Analisis lapisan proteksi A SA A A NA
Pohon (LOPA)
keputusan NA SA SA A A
Analisi keandalan manusia SA SA SA SA A
Analisis dasi kupu-kupu NA A SA SA A
Pemeliharaan yang
SA SA SA SA SA
terpusat pada keandalan

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO 31010:2016 | 133


Proses Penilaian Risiko
Analisis Risiko
Alat bantu danTeknik Identifikasi Evaluasi
risiko Konsekuensi Probabilitas Tingkat Risiko
risiko
Analisis rangkaian selinap A NA NA NA NA
Analisis Markov A SA NA NA NA
Simulasi Monte carlo NA NA NA NA SA
Statistik Bayesian dan
NA SA NA NA SA
jaring Bayes
Kurva FN A SA SA A SA
Indeks risiko A SA SA A SA
Matriks
SA SA SA SA A
Konsekuensi/probabilitas
Analisis biaya/manfaat A SA A A A
Analisis keputusan multi-
A SA A SA A
kriteria (MCDA)
1) SA = Sangat dapat diterapkan.
2) NA = Tidak dapat diterapkan
3) A = Dapat diterapkan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan teknik-teknik


penilaian risiko dapat dipertimbangkan dengan mengacu atribut dibawah ini:
• kompleksitas masalah dan metode yang diperlukan untuk
menganalisis hal itu,
• sifat dan tingkat ketidakpastian dari penilaian risiko berdasarkan pada
jumlah informasi yang tersedia dan apa yang diperlukan untuk
memenuhi sasaran,
• tingkat sumber daya yang diperlukan dalam hal waktu dan tingkat
keahlian, kebutuhan data atau biaya,
• apakah metode ini dapat memberikan keluaran kuantitatif.

Pada Tabel 5.2 berikut ini adalah pengelompokan teknik-teknik


penilaian risiko berdasarkan metode, di mana setiap metode diperingkatkan
sebagai tinggi menengah atau rendah dalam hal sesuai dengan atribut
tersebut di atas.

134 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Tabel 5.2 Pengelompokan teknik-teknik penilaian risiko berdasarkan metode

Relevansi dari faktor yang mempengaruhi Dapat


Jenis teknik menyediakan
Deskripsi
penilaian risiko Sumber daya Sifat dan keluaran
dan tingkat Kompleksitas kuantitatif
kapabilitas ketidakpastian
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 135

METODE PENCARIAN
Suatu bentuk sederhana dari identifikasi risiko. Suatu
teknik yang menyediakan daftar ketidakpastian khas yang
Daftar periksa perlu dipertimbangkan. Pengguna mengacu pada daftar, Rendah Rendah Rendah Tidak
kode atau standar yang disusun sebelumnya.
suatu metode analisis induktif sederhana yang sasarannya
Analisis
untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan situasi serta
pendahuluan Rendah Tinggi Sedang Tidak
kejadian berpotensi bahaya yang dapat menyebabkan
potensi bahaya
kerugian untuk suatu kegiatan, fasilitas atau sistem.
METODE PENDUKUNG
Suatu cara pengumpulan sekelompok besar ide dan
Wawancara dan evaluasi, pemeringkatan hal tersebut oleh suatu tim. Curah
curah pendapat pendapat dapat distimulasi dengan cara diminta atau Rendah Rendah Rendah Tidak
terstruktur teknik wawancara satu dengan satu dan satu dengan
banyak orang.
Penilaian kehandalan manusia (HRA) berkaitan dengan
Analisis
dampak manusia pada kinerja sistem dan dapat
Keandalan Sedang Sedang Sedang Ya
digunakan untuk mengevaluasi pengaruh kesalahan
Manusia (HRA)
manusia terhadap sistem.
136 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000

Relevansi dari faktor yang mempengaruhi Dapat


Jenis teknik
penilaian risiko menyediakan
Deskripsi Sumber daya Sifat dan
keluaran
dan tingkat Kompleksitas
kuantitatif
kapabilitas ketidakpastian
ANALISIS SKENARIO
Suatu kerugian tunggal yang telah terjadi dianalisis dalam
rangka untuk memahami penyebab yang berkontribusi
Analisis akar dan bagaimana sistem atau proses dapat ditingkatkan
penyebab untuk menghindari kerugian semacam itu di masa Sedang Rendah Sedang Tidak
(Analisis kerugian mendatang. Analisis tersebut harus mempertimbangkan
tunggal) kendali apa yang ada pada waktu kerugian terjadi dan
bagaimana kendali dapat di tingkatkan.
Skenario masa depan yang mungkin diidentifikasikan
melalui imajinasi atau ekstrapolasi dari risiko pada saat ini
dan yang berbeda mempertimbangankan asumsi bahwa
Analisis skenario Sedang Tinggi Sedang Tidak
setiap skenario mungkin terjadi. Analisis ini dapat
dikerjakan dengan formal atau informal secara kualitatif
atau kuantitatif.
Penilaian risiko Potensi bahaya diidentifikasi dan dianalisis serta jalur yang
terkait racun mungkin di mana target tertentu dapat terekspos pada
potensi bahaya diidentifikasi. Informasi mengenai tingkat
paparan dan sifat bahaya yang disebabkan oleh suatu
Tinggi Tinggi Sedang Ya
tingkat paparan yang ada dikombinasikan untuk
memberikan suatu ukuran probabilitas bahaya tertentu
akan terjadi.

136 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Relevansi dari faktor yang mempengaruhi Dapat
Jenis teknik menyediakan
penilaian risiko Deskripsi Sumber daya Sifat dan
dan tingkat Kompleksitas keluaran
kapabilitas ketidakpastian kuantitatif
Menyediakan suatu analisis tentang bagaimana risiko-
risiko kunci yang mengganggu dapat mempengaruhi
Analisis dampak operasi sebuah organisasi dan mengidentifikasi serta
Sedang Sedang Sedang Tidak
bisnis mengkuantifikasi kemampuan yang dibutuhkan untuk
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 137

mengelolanya.
Suatu teknik yang dimulai dengan kejadian yang tidak
diinginkan (kejadian puncak) dan menentukan seluruh
jalan di mana kejadian tersebut dapat terjadi. Jalan
Analisis pohon tersebut ditampilkan berbentuk grafik dalam suatu
diagram pohon logis. Ketika pohon kesalahan telah Tinggi Tinggi Sedang Ya
kesalahan
dibangun, pertimbangan sebaiknya diberikan pada cara
untuk mengurangi dan mengeliminasi penyebab/sumber
potensial.
Menggunakan pemikiran induktif untuk menterjemahkan
Analisis pohon probabilitas kejadian awal yang berbeda menjadi hasil
Sedang Sedang Sedang Ya
kejadian keluaran yg mungkin.

Suatu kombinasi analisis pohon kesalahan dan kejadian


Analisis sebab- yang melibatkan keterlambatan waktu. Kedua sebab dan
Tinggi Sedang Tinggi Ya
akibat konsekuensi dari suatu kejadian awal dipertimbangkan.

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO 31010:2016 | 137


138 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000

Relevansi dari faktor yang mempengaruhi Dapat


Jenis teknik menyediakan
penilaian risiko Deskripsi Sumber daya Sifat dan
dan tingkat Kompleksitas keluaran
kapabilitas ketidakpastian kuantitatif
FMEA (Analisis modus kegagalan dan efek) adalah suatu
teknik yang mengidentifikasi modus dan mekanisme
kegagalan, dan efeknya. Ada beberapa jenis dari FMEA:
Rancangan (atau produk) FMEA yang digunakan untuk
komponen dan produk, sistem FMEA yang digunakan
untuk sistem, proses FMEA yang digunakan untuk
manufaktur dan proses perakitan, layanan FMEA dan
FMEA dan Perangkat lunak FMEA. FMEA dapat diikuti dengan suatu
Sedang Sedang Sedang Ya
FMECA analisis kekritisan yang mendefinisikan signifikansi setiap
modus kegagalan, secara kualitatif, semi-kuantitatif, atau
kuantitatif (FMECA). Analisis kekritisan dapat didasarkan
pada probabilitas di mana modus kegagalan akan
menghasilkan kegagalan sistem, atau tingkat yang
terasosiasikan dengan modus kegagalan, atau jumlah
prioritas risiko.

Pemeliharaan
Suatu metode untuk mengidentifikasi kebijakan yang
yang terpusat
harus dilaksanakan untuk mengelola kegagalan sehingga
pada keandalan
dapat dicapai efisien dan efektif yang memerlukan Sedang Sedang Sedang Ya
keselamatan, ketersediaan dan keekonomisan operasi
untuk semua jenis peralatan.

138 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Jenis teknik
penilaian risiko Relevansi dari faktor yang mempengaruhi
Dapat
menyediakan
Deskripsi Sumber daya Sifat dan keluaran
dan tingkat Kompleksitas kuantitatif
kapabilitas ketidakpastian

Suatu metodologi untuk mengidentifikasi kesalahan


Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 139

rancangan. Kondisi selinap adalah kondisi laten perangkat


keras, kondisi laten perangkat lunak atau kondisi laten
terintegrasi yang dapat menyebabkan suatu kejadian yang
Analisis selinap tidak diinginkan terjadi atau dapat menghambat kejadian
(Analisis yang diinginkan dan tidak disebabkan oleh kegagalan
komponen. Kondisi ini ditandai dengan sifat acak mereka Sedang Sedang Sedang Tidak
rangkaian
selinap) dan kemampuan untuk menghindar pada saat deteksi
paling ketat dari tes sistem terstandar. Kondisi selinap
dapat menyebabkan operasi yang tidak benar, hilangnya
ketersediaan sistem, keterlambatan program, atau bahkan
kematian atau cedera untuk personel.

Suatu proses umum dari identifikasi risiko untuk


HAZOP Hazard mendefinisikan deviasi yang mungkin dari kinerja yang
and operability diinginkan atau diupayakan .Hal ini menggunakan suatu Sedang Tinggi Tinggi Tidak
studies sistem berbasis kata-kata panduan kekritisan deviasi
dinilai.

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO 31010:2016 | 139


140 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000

Jenis teknik Relevansi dari faktor yang mempengaruhi Dapat


penilaian risiko
menyediakan
Deskripsi Sumber daya Sifat dan
keluaran
dan tingkat Kompleksitas
kuantitatif
kapabilitas ketidakpastian
Suatu sistem yang sistematis proaktif dan preventif untuk
HACCP Hazard
memastikan kualitas produk, keandalan dan keselamatan
analysis and
proses dengan pengukuran dan pemantauan karakteristik Sedang Sedang Sedang Tidak
critical control
spesifik yang dipersyaratkan untuk berada dalam batas
points
yang ditentukan.
PENILAIAN KENDALI
LOPA (Analisis (Mungkin juga disebut sebagai analisis hambatan). Sedang Sedang Sedang Ya
lapisan proteksi) Analisis ini memungkinkan kendali dan efektifitasnya di
evaluasi.

Analisis dasi Suatu cara diagram sederhana yang menggambarkan dan Medium High Medium Yes
kupu-kupu menganalisis jalur risiko dari penyebab ke konsekuensi.
Hal ini dapat dianggap sebagai kombinasi dari pemikiran
analisis pohon kesalahan penyebab dari suatu kejadian
(diwakili oleh simpul pada dasi kupu-kupu) dan
konsekuensi analisis pohon kejadian
METODE STATISTIK
Analisis Markov Analisis Markov, terkadang disebut juga analisis ruang- High Low High Yes
keadaan, biasanya digunakan dalam analisis sistem
kompleks yang dapat diperbaiki dan dapat muncul dalam
berbagai keadaan, termasuk keadaan terdegradasi.

140 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Relevansi dari faktor yang mempengaruhi Dapat
menyediaka
Jenis teknik
Deskripsi Sumber daya Sifat dan n keluaran
penilaian risiko
dan tingkat Kompleksitas kuantitatif
kapabilitas ketidakpastian
Analisis Monte- Simulasi monte carlo digunakan untuk menetapkan High Low High Yes
Carlo variasi agregat dalam suatu sistem yang dihasilkan dari
berbagai variasi dalam sistem, untuk sejumlah masukan,
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 141

di mana tiap masukan memiliki suatu distribusi yang


terdefinisi dan masukan terkait dengan keluaran melalui
hubungan yang terdefinisikan. Analisis tersebut dapat
digunakan untuk suatu model spesifik di mana interaksi
berbagai masukan secara matematis dapat di definisikan.
Masukan tersebut dapat berdasarkan suatu variasi tipe
distribusi menurut sifat ketidakpastian yang ingin
ditampilkan. Untuk penilaian risiko, distribusi berbentuk
segitiga atau distribusi beta umum digunakan.

Analisis Bayesian Suatu prosedur statistik yang menggunakan data High Low High Yes
distribusi awal untuk menilai probabilitas hasil tertentu.
Analisis Bayesian bergantung pada akurasi distribusi awal
untuk mendeduksi suatu hasil yang akurat. Jejaring
keyakinan Bayesian memodelkan sebab-dan-efek dalam
berbagai ranah dengan menangkap hubungan
probabilistik dari masukan variabel untuk membuahkan
suatu hasil

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO 31010:2016 | 141

141 | Daftar Isi


5.3 Pembahasan Beberapa Teknik Penilaian Risiko

5.3.1 Analisis Dampak Bisnis49 (Business Impact Analysis - BIA)

Analisis dampak bisnis, yang juga dikenal sebagai penilaian dampak


bisnis, menganalisis bagaimana risiko-risiko kunci yang mengganggu dapat
mempengaruhi operasi sebuah organisasi dan mengidentifikasi serta
mengkuantifikasi kemampuan yang dibutuhkan untuk mengelolanya. Secara
khusus, BIA menyediakan suatu pengertian yang sama atas:

 Identifikasi dan kekritisan dari proses kunci bisnis, fungsi dan sumber-
sumber terkait serta interdependensi kunci yang ada untuk suatu
organisasi;
 bagaimana kejadian yang mengganggu akan mempengaruhi
kapasitas dan kemampuan dalam pencapaian sasaran bisnis yang
kritis;
 kapasitas dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mengelola dampak
dari suatu gangguan dan memulihkan organisasi pada tingkat operasi
yang disetujui.

BIA digunakan untuk menentukan kekritisan dan jangka waktu


pemulihan dari proses dan sumber-sumber terkait (orang, peralatan,
teknologi informasi) untuk memastikan pencapaian sasaran yang
berkelanjutan. Sebagai tambahan, BIA membantu dalam penentuan
interdependensi dan hubungan timbal-balik antar proses, pihak internal dan
eksternal serta setiap hubungan rantai pasokan. BIA merupakan proses yang
dilakukan sebelum membuat Disaster Recovery Plan (DRP) melalui proses
identifikasi dampak bisnis, identifikasi aktivitas yang kritikal, penentuan
target waktu pemulihan dan pengukuran standar minimal yang dibutuhkan50.

Masukan (input)
Masukan mencakupi:

49
Diringkaskan dari SNI ISO 31010 Teknik Penilaian Risiko
50
Susan Snedaker (2007), Business Continuity and Disaster Recovery Planning for
IT Professionals
142 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
• sebuah tim yang melakukan analisis dan mengembangkan suatu
rencana;
• informasi tentang sasaran, lingkungan, operasi dan interdependensi
dari organisasi;
• rincian aktifitas dan operasi organisasi, termasuk proses, sumber
pendukung, hubungan dengan organisasi lain, pengaturan alih daya,
pemangku kepentingan;
• konsekuensi kerugian dari proses kritis finansial dan operasional;
• daftar pertanyaan yang disiapkan;
• daftar orang yang diwawancara dari area yang relevan dari organisasi
dan/atau pemangku kepentingan yang akan dihubungi;

Proses
BIA dapat dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan,
wawancara, lokakarya terstruktur atau kombinasi dari ketiganya, untuk
memperoleh suatu pengertian dari proses kritis, efek kerugian dari proses
tersebut dan jangka waktu pemulihan yang diperlukan serta sumber-sumber
pendukung.

Langkah-langkah kunci mencakupi:


• berdasarkan pada penilaian risiko dan kerentanan, konfirmasi
terhadap proses kunci dan keluaran dari organisasi untuk menentukan
kekritisan dari proses;
• penentuan konsekuensi dari suatu gangguan pada proses kritis yang
teridentifikasi dalam istilah finansial dan/atau operasional, sepanjang
periode yang ditetapkan;
• identifikasi terhadap interdependensi dengan pemangku kepentingan
internal dan eksternal. Hal ini dapat mencakup pemetaan sifat dari
interdependensi melalui rantai pasokan;
• penentuan sumber-sumber yang saat ini tersedia dan tingkatan
penting dari sumber-sumber yang dibutuhkan untuk melanjutkan
operasi pada tingkat minimum yang dapat diterima setelah terjadinya
suatu gangguan;

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 143


• identifikasi solusi alternatif dan proses yang dipakai saat ini atau
direncanakan untuk dikembangkan. Solusi alternatif dan proses
mungkin butuh untuk dikembangkan dimana sumber-sumber atau
kemampuan tidak dapat diakses atau tidak cukup selama terjadinya
gangguan;
• penentuan waktu kegagalan maksimal yang dapat diterima (Maximum
Acceptable Outage Time - MAO) untuk setiap proses berdasarkan pada
konsekuensi yang teridentifikasi dan faktor-faktor kesuksesan yang
kritis untuk fungsi tersebut. MAO merepresentasikan periode waktu
maksimal organisasi dapat mentolerir hilangnya kapabilitas proses
tersebut;
• Penentuan sasaran waktu pemulihan (Recovery Time Objective - RTO)
untuk setiap peralatan khusus atau teknologi informasi. RTO
merepresentasikan waktu dimana organisasi bertujuan untuk
memulihkan peralatan khusus atau kemampuan informasi teknologi;
• Konfirmasi dari tingkat kesiapan saat ini dari proses kritis untuk
mengelola suatu gangguan. Hal ini dapat mencakupi evaluasi tingkat
pengulangan dalam proses (seperti suku cadang peralatan) atau
eksistensi pemasok yang berganti-ganti.

Keluaran (output)
Keluarannya adalah sebagai berikut:
• daftar prioritas dari proses kritis dan saling ketergantungannya;
• dampak finansial dan operasional yang terdokumentasikan dari suatu
proses kritis yang hilang;
• sumber daya pendukung yang dibutuhkan untuk proses kritis yang
teridentifikasi;
• kerangka waktu penghentian sementara untuk proses kritis dan
kerangka waktu pemulihan informasi teknologi yang terkait.

Contoh kasus
Pada sebuah bank bisa terjadi kondisi-kondisi gangguan pada kelangsungan
bisnis dan layanan yang tidak direncanakan serta berpotensi menimbulkan

144 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


kerugian yang cukup besar bagi bank ataupun nasabahnya. Maka guna
mengukur toleransi risiko yang dimungkinkan, perlu dilakukan penetapan nilai
MAO. Adapun MAO yang dimaksud adalah berapa lama waktu layanan
aplikasi bank tersebut boleh tidak berfungsi dan bisa ditoleransi oleh bank dan
nasabahnya. Selanjutnya dari sudut bank penyedia layanan perlu
memperhitungkan waktu yang dibutuhkan terkait dengan upaya pemulihan
layanan aplikasi tersebut. Ada 2 sasaran yang harus diperhitungkan, yaitu:
 Recovery Time Objective (RTO) adalah lama waktu yang dibutuhkan
untuk pemulihan layanan aplikasi bank tersebut. Dalam contoh kasus
ini, bank tersebut menyatakan bahwa dalam waktu 5 jam maka
layanan aplikasi tersebut harus bisa kembali pulih, ini berarti RTO = 5
jam.
 Recovery Point Objective (RPO) adalah ambang berapa banyak data
yang boleh hilang sejak terakhir backup dilakukan. Dalam contoh
kasus ini, backup data dilakukan setiap 1 jam sekali, sementara
kerusakan yang berdampak pada sistem/storage dapat terjadi
beberapa menit sebelum proses backup dijalankan, oleh karena itu
nilai RPO adalah mendekati 1 jam (RPO = 1 Jam). Dengan kata lain,
suatu informasi/data boleh hilang maksimum 1 jam.

Mengacu kepada RTO dan RPO tersebut, maka waktu kegagalan maksimal
yang dapat diterima oleh bank dapat didefinisikan dengan jelas dan menjadi
sasaran yang harus dicapai. Gambar 5.1 berikut ini memperlihatkan gambaran
mengenai RTO dan RPO yang harus dicapai.

Gambar 5.1 Penjelasan RPO dan RTO contoh kasus

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 145


Berdasarkan hasil BIA untuk sistem aplikasi di sebuah bank diperoleh
daftar prioritas dari aplikasi bank yang kritis beserta dengan dampak
keuangan dan tingkat kekritisannya seperti Gambar 5.2 di bawah ini. Dan
berdasarkan dari hasil BIA tersebut maka kemudian disusun Disaster Recovery
Plan (DRP) sebagai sebuah rencana untuk pemulihan jika bahaya terjadi
dengan sasaran sesuai dengan MAO, RPO dan RTO yang ditargetkan.

Gambar 5.2 Daftar prioritas dari aplikasi bank yang kritis

Kekuatan dari BIA meliputi:


 suatu pengertian dari proses kritis yang mempersiapkan organisasi
dengan kemampuan untuk melanjutkan pencapaian sasaran mereka;
 suatu pengertian dari sumber daya yang diperlukan;
 suatu kesempatan untuk mendefinisikan kembali proses operasional
dari suatu organisasi untuk membantu ketangguhan organisasi.

Adapun keterbatasan dari analisis ini mencakupi:


 kekurangan pengetahuan dari partisipan yang terlibat dalam
melengkapi daftar pertanyaan, wawancara atau lokakarya;

146 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


 dinamika kelompok dapat mempengaruhi analisis yang lengkap dari
proses kritis;
 ekspektasi yang menggampangkan atau terlalu optimis dari syarat
pemulihan;
 kesulitan dalam mendapatkan tingkat pengertian yang cukup
terhadap operasi dan aktifitas organisasi.

5.3.2 Analisis Sebab-dan-Akibat51 (Cause-and-effect analysis)

Analisis sebab-dan-akibat adalah metode terstruktur untuk


mengidentifikasi kemungkinan penyebab dari suatu kejadian atau masalah
yang tidak diinginkan. Analisis ini mengatur faktor kontribusi yang mungkin
masuk ke dalam kategori yang luas sehingga semua kemungkinan hipotesis
dapat dipertimbangkan. Akan tetapi, analisis ini tidak dengan sendirinya
menunjuk pada penyebab sebenarnya, karena analisis ini hanya dapat
ditentukan oleh bukti nyata dan pengujian hipotesis secara empiris. Informasi
tersebut disusun baik dalam Diagram Tulang Ikan (juga disebut Ishikawa) atau
kadang-kadang suatu diagram pohon. Analisis sebab dan akibat memberikan
suatu tampilan bergambar terstruktur dari suatu daftar penyebab efek
tertentu. Efeknya mungkin positif (suatu sasaran) atau negatif (suatu
masalah) tergantung konteksnya. Analisis ini digunakan untuk
memungkinkan pertimbangan semua skenario yang mungkin dan sebab yang
dihasilkan oleh suatu tim ahli dan memperbolehkan konsensus untuk
ditetapkan mengenai penyebab paling mungkin yang kemudian dapat diuji
secara empiris atau dengan evaluasi dari data yang ada. Hal ini paling
berharga pada awal suatu analisis untuk memperluas pemikiran tentang
kemungkinan penyebab dan kemudian menetapkan hipotesis potensial yang
dapat dianggap lebih formal. Analisis sebab-dan-akibat dapat digunakan
sebagai suatu metode dalam melakukan analisis akar masalah.

Membangun suatu diagram sebab dan akibat dapat dilakukan bila ada
kebutuhan untuk:

51
Diringkaskan dari SNI ISO 31010 Teknik Penilaian Risiko
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 147
 Mengidentifikasi kemungkinan akar masalah, alasan dasar, untuk
suatu efek, masalah atau kondisi tertentu;
 Memilah dan menghubungkan beberapa interaksi di antara faktor
yang mempengaruhi suatu proses tertentu;
 Menganalisis permasalahan yang ada sehingga tindakan korektif
dapat dilakukan.

Manfaat dari membangun suatu diagram sebab dan akibat mencakupi:

 mengkonsentrasikan perhatian pada tinjauan anggota terhadap suatu


masalah tertentu;
 untuk membantu menentukan akar suatu masalah dengan
menggunakan suatu pendekatan terstruktur;
 mendorong partisipasi kelompok dan memanfaatkan pengetahuan
kelompok untuk produk atau proses;
 menggunakan suatu format yang tersusun, mudah dibaca untuk
menggambarkan hubungan sebab-dan-akibat dalam bentuk diagram;
 mengindikasikan variasi kemungkinan penyebab dalam suatu proses;
 mengidentifikasi area dimana data sebaiknya dikumpulkan untuk
studi lebih lanjut.

Masukan (input)
Masukan pada analisis sebab-akibat bisa berasal dari keahlian dan
pengalaman dari peserta atau suatu model yang dikembangkan sebelumnya
yang telah digunakan di masa lalu.

Proses
Analisis sebab dan akibat harus dilakukan oleh suatu tim ahli yang
berpengetahuan dengan masalah yang membutuhkan resolusi. Langkah
dasar dalam melakukan suatu analisis sebab dan akibat adalah sebagai
berikut:
• Tetapkan efek untuk dianalisis dan tempatkan dalam suatu kotak.
Efeknya mungkin bisa positif (suatu sasaran) atau negatif (suatu
masalah) tergantung pada keadaannya;

148 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


• Tentukan kategori penyebab utama yang direpresentasikan oleh
kotak dalam diagram tulang ikan (fishbone).
• Untuk suatu masalah sistem, kategori-kategori yang digunakan dapat
berupa manusia, peralatan, lingkungan, metode, material dan lain-
lain. Bagaimanapun, kategori tersebut dipilih sesuai dengan konteks
terkait;
• Isilah dengan kemungkinan penyebab untuk setiap kategori utama
dengan cabang dan sub-cabang untuk menggambarkan hubungan di
antara mereka;
• Teruslah bertanya "mengapa?" atau "apa yang menyebabkan hal
tersebut?" untuk menghubungkan dengan penyebabnya;
• Tinjau semua cabang untuk memverifikasi konsistensi dan
kelengkapan serta memastikan bahwa penyebabnya berkaitan
dengan efek utamanya;
• Identifikasi penyebab yang paling mungkin berdasarkan pendapat dari
tim dan bukti yang ada tersebut.

Hasilnya biasa ditampilkan baik sebagai suatu diagram tulang ikan


atau Ishikawa atau sebagai diagram pohon. Diagram tulang ikan disusun
dengan memisahkan penyebab ke dalam kategori utama (ditunjukkan oleh
garis dari tulang punggung ikan) dengan cabang dan sub-cabang yang
menggambarkan penyebab yang lebih spesifik dalam kategori tersebut.

Gambar 5.3 Contoh diagram Ishikawa atau Tulang Ikan

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 149


Bagaimanapun, hal ini tidak dapat dikuantifikasi untuk menghasilkan
suatu probabilitas kejadian utama karena faktor penyumbang yang
menyebabkan kejadian tersebut masih berupa suatu kemungkinan
dibandingkan dengan suatu kegagalan yang memiliki probabilitas kejadian
yang sudah diketahui. Diagram sebab-dan-akibat biasanya digunakan secara
kualitatif. Hal itu dimungkinkan untuk diasumsikan bahwa probabilitas
masalahnya adalah 1 dan menetapkan probabilitas untuk penyebab umum,
dan kemudian pada sub-penyebab, berdasarkan tingkat kepercayaan tentang
relevansinya.

Keluaran (output)
Keluaran dari suatu analisis sebab-dan-akibat adalah suatu diagram
tulang ikan atau diagram pohon yang menampilkan penyebab yang mungkin
dan lebih mungkin terjadi. Keluaran ini kemudian diverifikasi dan diuji secara
empiris sebelum rekomendasi dibuat.

Contoh kasus

Sebuah rumah makan pizza menambahkan layanan pesan antar untuk


produk pizza. Sasaran dari layanan pesan antar tersebut adalah diterimanya
pizza masih dalam keadaan hangat dan tidak lebih dari 15 menit sejak selesai
dimasak. Jika lebih dari 15 menit maka rumah makan akan memberikan
potongan harga 15%, sehingga rumah makan bisa tidak mendapatkan
keuntungan dari penjualannya. Pengantaran saat ini menggunakan sepeda
motor. Dan selama 10 hari pertama lebih dari 35% pengantaran terlambat
karena berbagai penyebab terjadinya hal tersebut, termasuk diantaranya
adalah kemacetan yang sulit diprediksi. Diagram tulang ikan dapat digunakan
untuk membantu mencari kemungkinan penyebab terjadinya risiko
keterlambatan tersebut.

150 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Gambar 5.4 Contoh pengisian diagram Ishikawa

Dari contoh diagram tersebut maka terdapat beberapa penyebab


risiko yang ditangani oleh rumah makan tersebut, diantaranya adalah
perbaikan proses verifikasi alamat pengantaran, penambahan pengantar pada
jam-jam tertentu, antisipasi terhadap hujan dan perbaikan jalan, mitigasi
masalah jauhnya POM Bensin. Sehingga rumah makan bisa mulai mencari
mitigasi risiko yang tepat untuk mengurangi risiko keterlambatan
pengantaran pizza yang berdampak pada kurangnya keuntungan.

Kesimpulan

Kekuatan dari analisis ini mencakupi:


 keterlibatan dari ahli terapan yang bekerja dalam suatu lingkungan
tim;
 analisis terstruktur;
 pertimbangan semua kemungkinan hipotesis;
 hasil berupa ilustrasi grafis yang mudah dibaca;
 area yang teridentifikasi untuk kebutuhan data lebih lanjut;
 dapat digunakan untuk mengidentifikasi efek faktor kontribusi baik
yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan. Mengambil suatu
fokus positif pada suatu isu dapat mendorong rasa memiliki dan
partisipasi yang lebih besar.

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 151


Adapun keterbatasan dari analisis ini mencakupi:
 tim mungkin tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan;
 analisis ini bukan suatu proses yang lengkap dan perlu menjadi bagian
dari suatu analisis akar masalah untuk menghasilkan rekomendasi;
 analisis ini adalah suatu teknik tampilan untuk curah pendapat
daripada sekedar suatu teknik analisis yang terpisah;
 pemisahan faktor penyebab ke dalam kategori utama pada awal
analisis berarti bahwa interaksi antar kategori mungkin tidak
dipertimbangkan secara memadai, misalnya ketika kegagalan
peralatan disebabkan oleh kesalahan manusia, atau masalah manusia
disebabkan oleh rancangan yang buruk.

5.3.3 Analisis Bahaya dan Titik Pengendalian Kritis (Hazard Analysis and
Critical Control Point)

Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and


Ctitical Control Point, HACCP) adalah salah satu teknik penilaian risiko yang
ikut diulas dalam SNI ISO 31010:2016 Teknik Penilaian Risiko. Masuk dalam
kategori Function Analysis bersama-sama dengan teknik penilaian risiko
Failure Mode & Effect Analysis (FMEA), Reliability-centred Maintenance, Sneak
Analysis, dan Hazard & Operability Studies (HAZOP), HACCP sangat aplikatif
untuk digunakan dalam proses identifikasi risiko, analisis dampak risiko,
maupun evaluasi risiko. Adapun teknik penilaian risiko ini umum digunakan
dalam sektor industri pangan dan telah diadopsi oleh Komisi Codex
Alimentarius (CAC), sebuah komisi yang didirikan oleh salah satu organisasi di
bawah naungan PBB, Food and Agriculture Organization (FAO), menjadi salah
satu rujukan metode penilaian risiko terkait keamanan pangan.

Mengacu pada definisi yang dibuat oleh CAC, HACCP merupakan


suatu pendekatan ilmiah yang sistematik yang membantu dalam
mengidentifikasikan suatu bahaya tertentu dan mengukur kendali yang

152 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


diterapkan untuk memastikan keamanan pangan. Adapun terdapat 7 (tujuh)
prinsip HACCP menurut CAC, yaitu52:

(a) Melakukan analisis bahaya,


(b) Menentukan titik pengendalian kritis,
(c) Menentukan ambang batas kritis,
(d) Menentukan suatu sistem untuk memantau kendali terhadap titik kritis,
(e) Menentukan tindakan perbaikan yang akan dilakukan ketika pemantauan
mengindikasikan suatu titik kritis tidak terkendali,
(f) Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem
HACCP berfungsi secara efektif,
(g) Membuat dokumentasi mengenai seluruh prosedur dan rekaman yang
sesuai dengan prinsip-prinsip di atas beserta pengaplikasiannya.

Proses
Untuk memahami teknik penilaian risiko HACCP, bayangkan seorang
supir truk pengangkut es krim yang bertugas mengantarkan es krim dari
pabrik pembuatan es krim ke sebuah pasar swalayan. Tentunya, pabrik es
krim maupun pasar swalayan tidak menginginkan es krim tiba dalam kondisi
telah mencair, bukan? Situasi ini menimbulkan tantangan bagi supir truk
untuk memastikan ruang pendingin truk bekerja secara baik selama dalam
perjalanan di mana akan sangat merepotkan bila supir truk harus menepikan
truknya, katakanlah setiap 15 menit sekali sepanjang perjalanan, untuk
memeriksa apakah ruang pendingin truk yang dikemudikannya tetap bekerja
dan suhu di dalam ruangan tidak melebihi titik cair es krim. Menyikapi situasi
ini, supir truk dapat memasang alat pengukur suhu ruang pendingin yang
dapat dipantau dari kabin pengemudi. Dengan demikian, supir truk akan tahu
kapanpun ruang pendingin truknya mengalami gangguan dan terjadi
peningkatan suhu di dalam ruang pendingin melebihi titik cair es krim. Melalui
mekanisme ini, supir truk hanya perlu memastikan bahwa ruang pendingin
truknya berfungsi dengan baik, serta indikator suhu dalam ruang pendingin
yang dipantau melalui kabin pengemudi juga berfungsi dengan benar agar ia

52
Codex Alimentarius Commission, General Principles of Food Hygene CAC/RCP 1-
1969, Rev. 4, 2003.
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 153
dapat memantau suhu dalam ruang pendingin dari kabin pengemudi selama
di perjalanan, dan melakukan tindakan pencegahan lebih lanjut bila indikator
suhu ruang pendingin menunjukkan peningkatan suhu agar tidak sampai
melebihi titik cair es krim.

Guna memastikan pengoperasian HACCP berlangsung secara efektif,


CAC memberikan rujukan urutan logis dalam pengaplikasian HACCP
sebagaimana yang ditunjukkan pada diagram berikut.

Gambar 5.5 Urutan logis HACCP53

53
Ibid.

154 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Adapun dalam penentuan titik pengendalian kritis, CAC juga
menyediakan sebuah contoh pohon keputusan (decision tree) sebagaimana
berikut.

Gambar 5.6 Contoh pohon keputusan untuk penentuan titik pengendalian


[

kritis HACCP54

54
Ibid.
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 155
Kesimpulan
Adapun menurut SNI ISO 31010, HACCP memiliki kekuatan dan keterbatasan
sebagai berikut:

Kekuatan:

 Merupakan sebuah proses terstruktur yang menyediakan bukti


terdokumentasi atas kendali mutu, pengidentifikasian dan upaya
penurunan eksposur risiko;
 Menyediakan sebuah fokus pada praktik-praktik mengenai
bagaimana dan di mana atau pada saat apa dalam suatu proses
sebuah bahaya dapat dicegah dan risiko dikendalikan;
 Menyediakan kendali risiko yang lebih baik di sepanjang proses
ketimbang hanya mengandalkan inspeksi akhir produk;
 Memampukan pengguna untuk mengidentifikasi bahaya yang berasal
dari aktivitas manusia serta bagaimana bahaya ini dapat dikendalikan
di tahap awal bahaya muncul atau pada tahap selanjutnya.

Keterbatasan:

 HACCP membutuhkan sebagai masukan dalam prosesnya, bahaya


dapat teridentifikasi, risiko yang muncul dari bahaya tersebut dapat
terdefinisikan, dengan tingkat signifikansinya yang diketahui, agar
kemudian dapat menentukan titik pengendalian kritis dan parameter
kendali ang diperlukan.
 Melaksanakan suatu tindakan bila parameter kendali mengindikasikan
ambang batas kritis telah terlampaui dapat menyebabkan pengguna
kurang memperhatikan hal-hal yang dapat dilakukan ketika umumnya
indikator meningkat secara bertahap.

156 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


5.3.4 Analisis Lapisan-Lapisan Proteksi55 (Layers of Protection Analysis)

Analisis Lapisan-lapisan Proteksi (Layers of Protection Analysis, LOPA)


adalah metode semi-kuantitatif untuk mengestimasi risiko-risiko yang terkait
dengan kejadian atau skenario yang tak diinginkan. Metode ini menelaah
cara-cara yang memadai untuk mengendalikan atau memitigasi risiko. Untuk
itu dipilih pasangan sebab-akibat dan diidentifikasi lapisan-lapisan
perlindungan yang mencegah terjadinya penyebab yang mengarah pada
terjadinya akibat (konsekuensi). Selanjutnya dilakukan kalkulasi untuk
menentukan apakah perlindungan cukup memadai untuk mengurangi risiko
hingga pada taraf yang dapat ditoleransi.

LOPA dapat digunakan secara kualitatif untuk meninjau-ulang


lapisan-lapisan perlindungan di antara suatu bencana atau kejadian penyebab
dan sebuah akibat. LOPA menggunakan masukan berupa informasi dasar
tentang risiko beserta faktor-faktor penyebab berikut akibat-akibatnya.
Analisis ini juga membutuhkan informasi tentang alat-alat kendali yang sudah
digunakan atau yang sudah direncanakan. Informasi yang berkaitan dengan
probabilitas dan tingkat keparahan kejadian risiko juga dibutuhkan, berikut
definisi tentang risiko yang dapat ditoleransi.

LOPA dilakukan dengan menggunakan sekelompok ahli dengan


prosedur sebagai berikut.

 Identifikasikan penyebab awal suatu akibat yang tidak diinginkan dan


cari data tentang frekuensi dan konsekuensinya.
 Pilihlah pasangan sebab-akibat tunggal.
 Identifikasikan dan analisis efektivitas lapisan-lapisan perlindungan
yang mencegah proses yang mengarah pada terjadinya konsekuensi
yang tidak diinginkan.

55
Diringkaskan dari ISO 31010 Teknik Penilaian Risiko
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 157
 Identifikasikan lapisan-lapisan perlindungan independen (independent
protection layers, IPL)
 Estimasikan probabilitas kegagalan tiap IPL
 Frekuensi penyebab awal dikombinasikan dengan probabilitas
kegagalan tiap IPL dan probabilitas sebarang pengubah kondisional,
misalnya apakah seseorang akan hadir untuk terkena dampak, untuk
menentukan frekuensi kemunculan konsekuensi yang tidak diinginkan.
Urutan besaran digunakan untuk frekuensi dan pobabilitas.
 Taraf risiko yang dikalkulasi dibandingkan dengan taraf toleransi risiko
untuk menentukan apakah apakah perlindungan lebih lanjut
dibutuhkan.

LOPA menghasilkan output berupa rekomendasi untuk pengendalian


lebih lanjut dan efektivitas pengendalian itu untuk mengurangi risiko. LOPA
adalah salah satu teknik untuk penilaian safety integrity level (SIL).

Gambar 5.7 Lapisan-lapisan perlindungan terhadap risiko dalam proses


produksi di sebuah pabrik (contoh ilustratif)56

56
https://arshadahmad.wordpress.com/mkkh1243-process-safety-loss-prevention/

158 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Community Response

Emergency Response

Physical Protection

Automated Safely

Alarms and Manual


Intervention

Basic Controls

Design

Gambar 5.8 Lapisan-lapisan perlindungan terhadap risiko bencana dalam


gedung pabrik (contoh ilustratif)57

LOPA mempunyai beberapa kekuatan, yakni:

 Membutuhkan waktu dan sumber daya lebih sedikit daripada analisis


pohon kesalahan (fault tree analysis) atau penilaian risiko yang
sepenuhnya kuantitatif, namun lebih ketat (rigorous) daripada
penilaian subjektif kualitatif;
 Membantu mengidentifikasikan dan memfokuskan sumber daya pada
lapisan perlindungan yang paling kritikal;
 Mengidentifikasikan operasi, sistem, dan proses dengan pelindung
kurang memadai;
 Berfokus pada konsekuensi yang paling parah.

LOPA mempunyai beberapa keterbatasan, yakni:


 LOPA berfokus pada satu pasangan penyebab-konsekuensi dan satu
skenario pada suatu waktu. Interaksi-interaksi yang rumit di antara
risiko-risiko atau di antara kendali-kendali tidak tercakup.

57
http://www.gmigasandflame.com/sil_info_lopa.html
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 159
 Risiko-risiko yag terkuantifikasi mungkin tidak ikut
diperhitungkanpada kegagalan cara yang umum;
 LOPA tidak cocok untuk skenario-skenario yang amat rumit dengan
banyak pasangan penyebab-konsekuensi ataupun untuk skenaro-
skenario dengan konsekuensi-konsekuensi beragam yang
berpengaruh pada pemangku-pemangku kepentingan yang berbeda.

5.3.5 Analisis Dasi Kupu-Kupu58 (Bow Tie Analysis)

Analisis Dasi Kupu-kupu adalah cara sederhana menguraikan dan


menganalisis jalur risiko dari penyebab hingga konsekuensi dengan bantuan
diagram. Cara ini dapat dipandang sebagai kombinasi antara pendekatan
pohon kesalahan untuk menelusuri asal-muasal penyebab suatu kejadian
(diwakili oleh simpul suatu dasi kupu-kupu) dan pohon kejadian yang
menganalisis konsekuensi dari suatu kejadian. Namun fokus analisis dasi
kupu-kupu adalah pada serangkaian penangkal di antara penyebab-penyebab
dan suatu risiko, dan di antara suatu risiko dan konsekuensi-konsekuensi.

Diagram dasi kupu-kupu dapat dibangun mulai dari pohon kesalahan


dan pohon kejadian, tapi sering langsung dibangun dari sesi curah pendapat
(brainstorming).

Analisis dasi kupu-kupu digunakan untuk menggambarkan suatu


risiko dengan secara terinci menguraikan kemungkinan-kemungkinan
penyebab-penyebabnya dan konsekuensi-konsekuensinya. Analisis ini
digunakan ketika situasi tidak memungkinan dilakukannya analisis pohon
kesalahan secara lengkap atau ketika fokusnya lebih pada pemastian adanya
penangkal atau kendali untuk tiap jalur kegagalan. Analisis ini berguna ketika
jalur-jalur menuju kegagalan secara jelas bersifat saling bebas (independen,
tidak saling bergantungan).

58
Diringkaskan dari ISO 31010 Teknik Penilaian Risiko

160 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Input atau prasyarat bagi penerapan analisis ini adalah pemahaman
tentang informasi penyebab-penyebab dan konsekuensi-konsekuensi suatu
risiko serta penangkal dan pengendali yang dapat mencegah, memitigasi,
atau merangsangnya.

Proses analisis ini terdiri atas beberapa langkah sebagai berikut:

 Tentukan risiko tertentu untuk dianalisis, tempatkan pada simpul


tengah dasi kupu-kupu.
 Penyebab-penyebab kejadian risiko itu didaftar dengan
mempertimbangkan sumber risiko.
 Mekanisme bagaimana sumber risiko mengarah pada kejadian kritis
diidentifikasi.
 Tarik garis antara tiap penyebab dan kejadian sedemikian sehingga
membentuk sayap kiri dasi kupu-kupu. Faktor-faktor yang mungkin
memicu eskalasi dapat diidentifikasi dan disertakan ke dalam
diagram.
 Penangkal yang dapat mencegah tiap penyebab yang mengarah pada
terjadinya konsekuensi yang tidak diinginkan dapat disajikan dengan
pita tegak melintang pada garis penghubung tersebut di atas. Bila
ada faktor-faktor yang mungkin dapat memicu eskalasi, penangkal
eskalasi itu dapat juga disajikan. Pendekatan ini dapat digunakan
untuk konsekuensi-konsekuensi positif, dalam hal ini pita tegak
mencerminkan kendali yang merangsang timbulnya kejadian.
 Pada sisi kanan dasi kupu-kupu disajikan konsekuensi-konsekuensi
potensial dari risiko. Garis-garis memancar dari simpul pusat menuju
ke setiap konsekuensi.
 Penangkal terjadinya konsekuensi disajikan dengan pita-pita tegak
melintang pada garis-garis yang memancar dari simpul pusat.
Pendekatan ini dapat digunakan untuk konsekuensi-konsekuensi
positif, dalam hal ini pita tegak mencerminkan kendali yang
mendukung pembangkitan konsekuensi.

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 161


 Fungsi manajemen yang mendukung kendali (misalnya pelatihan dan
inspeksi) dapat disajikan di bawah dasi kupu-kupu dihubungkan
dengan kendali yang terkait.

Output dari analisis ini adalah diagram sederhana yang menyajikan


jalur-jalur utama risiko dan penangkal-penangkal untuk mencegah atau
memitigasi konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan atau merangsang
dan mendorong terjadinya konsekuensi-konsekuensi yang diinginkan.

Contoh Kasus

Kasus 1. Sebuah perusahaan jasa boga (catering and restaurant) sedang


menjajaki kemungkinan mengembangkan usaha pengantaran makanan
langsung ke lokasi pelanggan dengan menggunakan kendaraan (sepeda
motor dan mobil). Perusahaan ini sedang berfokus pada risiko terjadinya
kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh kendaraan pengangkutan tersebut.
Diagram dasi kupu-kupu berikut ini dapat menggambarkan hasil analisis risiko
tersebut (Gambar 5.9).

Kasus 2. Sebuah perguruan tinggi mencatat kejadian-kejadian serangan


jantung yang semakin sering terjadi pada tenaga pengajarnya. Risiko ini
dapat dianalisis dengan hasil seperti yang disajikan pada diagram dasi kupu-
kupu berikut ini (Gambar 5.10).

Gambar 5.9 Diagram dasi kupu-kupu untuk analisis risiko kasus 1


162 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000
Gambar 5.10 Diagram dasi kupu-kupu untuk analisis risiko kasus 2

Kita dapat mengembangkan diagram tersebut dengan menambahkan


cabang-cabang baru di kedua sisi dasi kupu-kupu tersebut. Demikian juga,
pita-pita tegak yang melintang pada tiap cabang itu dapat pula diperbanyak
lagi. Sebagai contoh, untuk Kasus 1, pita-pita itu dapat mewakili (sesuai
dengan nomornya), (1) pemeriksaan kendaraan secara rutin berkala, (2) lulus
ujian mengemudi sebagai prasyarat, (3) membatasi jam kerja per hari, (4)
asuransi kesehatan, (5) asuransi kendaraan, (6) kendaraan dan pengemudi
cadangan.

Untuk Kasus 2, dapat didefinisikan makna pita-pita bernomor itu


sebagai (1) sosialisasi tentang gaya hidup sehat, (2) penetapan jumlah jam
kerja maksimum per hari, (3) pengetatan kriteria seleksi pegawai baru, (4)
santunan untuk pegawai yang meninggal dalam tugas, (5) asuransi kesehatan,
(6) peningkatan upaya rekrutmen.

Analisis ini mempunyai beberapa kekuatan sebagai berikut:

 Analisis ini sederhana sehingga mudah dipahami dan secara jelas


memberikan gambaran visual yang menyajikan permasalahan yang
dihadapi.
 Analisis ini berfokus pada kendali yang dapat dianggap merupakan
titik pusat pencegahan dan mitigasi berikut efektivitasnya.

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 163


 Hal yang serupa dengan butir di atas dapat diterapkan untuk
konsekuensi-konsekuensi yang diharapkan.
 Analisis ini tidak membutuhkan keahlian tingkat tinggi.

Adapun keterbatasan-keterbatasannya adalah sebagai berikut:

 Analisis ini tidak mampu diterapkan pada kasus dengan penyebab-


penyebab ganda yang secara serentak menjadi penyebab terjadinya
konsekuensi.
 Analisis ini mungkin terlalu menyederhanakan masalah pada situasi-
situasi yang rumit, khususnya bila diinginkan penerapan analisis yang
bersifat kuantitatif.

5.3.6 Analisis Monte Carlo59

Analisis Monte-Carlo sering juga disebut simulasi Monte-Carlo adalah


teknik yang sangat ampuh untuk evaluasi risiko. Teknik ini digunakan untuk
menggambarkan mekanisme kerja sebuah sistem yang terdiri atas unsur-
unsur yang saling berhubungan antara satu dan lainnya dengan bentuk
hubungan tertentu (didefinisikan). Tiap unsur itu diberi nilai berdasarkan
distribusi statistik tertentu. Analisis ini dapat digunakan untuk model spesifik
yang melibatkan interaksi-interaksi berbagai input yang dapat didefinisikan
secara matematis. Input-input itu dapat mengambil nilai dari berbagai
distribusi statistik sesuai dengan sifat ketidakpastian yang diwakilinya.

Contoh Kasus

Untuk memahami analisis Monte-Carlo, baiklah kita mulai dengan


membahas sebuah contoh sederhana berikut ini. Sewaktu belajar
matematika di sekolah menengah dulu, kita diberi tahu bahwa rumus untuk
menghitung keliling (K) sebuah lingkaran yang berjari-jari r, atau dengan kata
lain berdiameter D = 2r, adalah K = 2πr = πD. Dengan kata lain, sesungguhnya
π adalah perbandingan (ratio, nisbah) antara keliling dan diameter, yaitu π =

59
Diringkaskan dari ISO 31010 Teknik Penilaian Risiko

164 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


K/D. Contohnya, keliling lingkaran yang berdiameter satu meter adalah π
meter. Memang, kita diajari bahwa nilai π adalah 22/7, namun sesungguhnya
itu hanya pendekatan (aproksimasi). Prosedur analisis Monte-Carlo dapat
dijelaskan dengan contoh bagaimana mengaproksimasi nilai π berikut ini60.

Perhatikanlah Gambar berikut ini. Luas bujur sangkar pada Gambar


itu adalah B = 2 x 2 = 4. Sedangkan luas lingkaran di dalamnya adalah L = πr2 =
π 12 = π. Dengan demikian L/B = π/4 atau π = 4 (L/B).


1

y A

-1 x 1
0 

-1

Gambar 5.11 Lingkaran dan bujur sangkar dengan titik pusat berimpitan

Masuklah kita ke pembahasan metode simulasi Monte-Carlo. Kalau


saja pada Gambar itu kita taburkan butiran-butiran pasir secara merata
memenuhi bujur sangkar itu, maka kita dapat memperoleh pendekatan

60
Wikipedia menguraikan makna π dan cara mengaproksimasikannya dengan metode
simulasi Monte-Carlo. Tersedia juga daftar bahan bacaan yang mengulas topik itu.
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 165
(aproksimasi) nilai L/B dengan membagi banyaknya butir pasir dalam
lingkaran (L) dengan banyaknya pasir banyaknya butir pasir dalam bujur
sangkar (B).

Kita dapat mensimulasikan hal itu dengan bantuan program komputer


yang menyediakan pembangkit bilangan acak (random number generator).
Misalkanlah bilangan acak itu secara statistik terdistribusi secara seragam,
maka definisikanlah pasangan bilangan nyata (x, y) dengan x ϵ [-1, 1] dan y ϵ [-
1, 1]. Artinya, x dan y adalah bilangan nyata, masing-masing terambil secara
acak dari selang [-1, 1].

Perhatikan titik A(x, y). Sesuai dengan Hukum Pythagoras, tiap titik
pada kurva lingkaran itu memenuhi persamaan x2 + y2 = r2. Oleh karena itu,
maka tiap pasangan (x, y) yang memenuhi x2 + y2 < 1 mewakili sebutir pasir
yang jatuh di dalam lingkaran. Sebaliknya bila pasangan (x, y) yang terambil
itu tidak memenuhi syarat x2 + y2 < 1, maka pasangan itu mewakili sebutir
pasir yang jatuh tidak di dalam lingkaran namun tetap di dalam bujur sangkar.
Perintahkanlah komputer untuk melakukan hal itu berulang-ulang untuk
memperoleh jumlah butir pasir, yaitu pasangan (x, y), yang cukup banyak.
Menurut contoh yang diilustrasikan dalam Wikipedia, bila proses itu diulang
hingga 30 ribu kali atau lebih, maka kita peroleh nilai yang cukup bagus untuk
mengaproksimasi nilai π, yaitu dengan menggunakan rumus π = 4 (L/B),
dengan L adalah banyaknya butir pasir di dalam lingkaran, sedangkan B
adalah banyaknya keseluruhan butir pasir yang ada di dalam bujur sangkar itu.

Secara umum metode simulasi Monte-Carlo cenderung mengikuti


langkah-langkah berikut ini: (1) Definisikan domain, yaitu himpunan bilangan
untuk input nilai-nilai yang mungkin terambil. Dalam contoh ilustrasi tadi
langkah ini menentukan kisaran bilangan nyata yang dimungkinkan terambil
untuk nilai x dan y, yaitu x ϵ [-1, 1] dan y ϵ [-1, 1]. (2) Bangkitkan input secara
acak dari distribusi probabilitas pada domain tersebut. Dalam ilustrasi di atas
distribusi probabilitas itu adalah distribusi seragam. Maknanya, tiap titik pada
selang [-1, 1] mempunyai probabilitas yang sama untuk terambil sebagai
input. (3) Lakukan komputasi deterministik pada input yang terpilih. Dalam
ilustrasi tadi komputasi itu berupa pencacahan, yaitu menentukan jumlah

166 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


butir pasir yang jatuh di dalam lingkaran dan jumlah butir pasir yang jatuh di
dalam bujur sangkar. (4) Agregasikan hasilnya. Dalam ilustrasi tadi agregasi
itu itu berupa penghitungan nilai L/B, kemudian penerapan rumus π = 4 (L/B).

Agak jarang orang melakukan aproksimasi nilai π untuk tujuan-tujuan


praktis, kecuali dalam dunia astronomi misalnya sewaktu dibutuhkan
pendugaan atas panjang lintasan orbit benda luar angkasa yang mengikuti
rumus matematika yang melibatkan nilai π. Di luar itu, barangkali
matematikawan melakukan itu dalam studi mereka.

Agar lebih realistis, marilah kita bahas kasus berikut ini61. Misalkanlah
kita ingin mengestimasi waktu total untuk menyelesaikan suatu proyek.
Katakanlah ini proyek pembangunan gedung yang terdiri atas tiga bagian.
Bagian-bagian itu harus diselesaikan satu per satu secara berturutan, sehingga
jumlah keseluruhan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek ini
adalah jumlah dari waktu-waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
bagian-bagian itu.

Tabel 5.3 Model dasar

Perkiraan Waktu Penyelesaian


Tugas
(Bulan)
Bagian 1 5
Bagian 2 4
Bagian 3 5

Total 14

Dalam kasus yang paling sederhana, kita buat estimasi tunggal untuk
tiap bagian dalam proyek tersebut. Model ini memberikan perkiraan waktu
total untuk penyelesaian proyek selama 14 bulan. Namun nilai ini didasarkan
pada tiga estimasi, masing-masing sebenarnya merupakan nilai yang tidak
kita ketahui. Mungkin nilai itu merupakan hasil proses estimasi yang baik,
namun model seperti ini tidak bisa banyak berguna untuk penilaian risiko.

61
Kasus ini disadur dari tulisan dalam laman www.riskamp.com.
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 167
Bagaimana memperkirakan kemungkinan bahwa proyek ini dapat
diselesaikan tepat waktu? Kita dapat menjawab pertanyaan itu dengan
sebuah model dengan menggunakan simulasi Monte-Carlo. Kita ciptakan tiga
estimasi untuk tiap bagian dalam proyek itu. Untuk tiap bagian, kita
perkirakan waktu minimum dan waktu maksimum berdasarkan pengalaman,
saran ahli, atau data historis.

Tabel 5.4 Model perkiraan dengan kisaran

Perkiraan Waktu Penyelesaian


(Bulan)
Tugas
Kemungkinan
Minimum Maksimum
Terbesar
Bagian 1 4 5 7
Bagian 2 3 4 6
Bagian 3 4 5 6
Total 11 14 19

Model pada Tabel 5.4 memberikan tambahan informasi, yaitu kisaran


waktu yang dibutuhkan yang mungkin terjadi, minimum 11 bulan dan
maksimum 19 bulan. Dalam simulasi Monte-Carlo, dengan bantuan program
komputer kita secara acak membangkitkan nilai-nilai untuk tiap bagian tugas,
kemudian mengkalkulasi waktu total penyelesaian. Kita lakukan prosedur itu
berkali-kali, misalnya 500 kali. Berdasarkan hasil simulasi itu, kita dapat
mendeskripsikan beberapa karakteristik risiko dalam model itu.

Untuk menguji distribusi kemungkinan dari suatu hasil simulasi, kita


hitung berapa kali model itu memberikan hasil berdasarkan simulasi itu.
Dalam hal ini, kita ingin mengetahui berapa kali hasil simulasi itu lebih kecil
daripada atau sama dengan jumlah bulan tertentu seperti yang disajikan
dalam Tabel 5.5 berikut ini.

168 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Tabel 5.5 Hasil suatu simulasi Monte-Carlo

Waktu Jumlah Kemunculan Persentase dari Total


(bulan) (dari 500 percobaan) (dibulatkan)
12 1 0
13 31 6
14 171 34
15 394 79
16 482 96
17 499 100
18 500 100

Aslinya, perkiraan total jumlah bulan untuk “Kemungkinan Terbesar”


adalah 14 bulan. Namun, hasil simulasi Monte-Carlo menunjukkan bahwa dari
500 percobaan dengan bilangan acak, ternyata hasil 14 bulan atau kurang
hanya muncul dalam 34% kasus. Dengan kata lain, dalam simulasi ini
peluangnya hanya 34% (sekitar 1 dari 3) bahwa suatu percobaan menghasilkan
total waktu 14 bulan atau kurang. Di pihak lain, ada peluang sebesar 79%
bahwa proyek itu diselesaikan dalam 15 bulan. Lebih lanjut, model ini
menunjukkan bahwa kemungkinannya sangat kecil, dalam simulasi ini, bahwa
kita menemui nilai total minimum atau maksimum mutlak.

Temuan-temuan itu menunjukkan risiko dalam model. Berdasarkan


informasi ini, kita dapat membuat pilihan-pilihan yang berbeda-beda sewaktu
merencanakan proyek tersebut. Dalam proyek pembangunan konstruksi,
misalnya, informasi ini dapat berdampak pada pengaturan keuangan,
asuransi, perizinan, dan kebutuhan sewa-menyewa. Dengan demikian,
informasi yang lebih baik pada tahap awal dapat memperbaiki kualitas
perencanaan.

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 169


Gambar 5.12 Probabilitas waktu penyelesaian proyek dalam kurun tertentu
(bulan) atau kurang

Seperti model peramalan pada umumnya, kualitas simulasi ini


bergantung pada kualitas estimasi yang kita berikan. Perlu diingat bahwa
simulasi ini hanya memberikan probabilitas dan bukan kepastian. Namun
demikian, simulasi Monte-Carlo dapat menjadi alat yang berguna sewaktu
kita meramalkan masa depan yang tidak kita ketahui.

Dalam praktik manajemen risiko simulasi Monte-Carlo lazimnya


digunakan untuk memperoleh dasar bagi penghitungan probabilitas
terjadinya peristiwa risiko dalam sebuah sistem yang sedemikian rumit
sehingga mustahil atau terlalu sulit untuk dipecahkan secara analitis. Sistem
yang sangat rumit itu dalam simulasi Monte-Carlo dievaluasi dengan input
yang didefinisikan sebagai variabel acak. Nilai input tersebut diambilkan dari
pembangkit bilangan acak yang didefinisikan mengikuti fungsi distribusi
probabilitas tertentu. Selanjutnya dilakukan prosedur simulasi, yakni
memproses nilai input dari pembangkit bilangan acak secara berulang-ulang
(bisa hingga ribuan atau bahkan ratusan ribu kali) sehingga menghasilkan
distribusi probabilitas variabel-variabel output. Bila sistemnya cukup

170 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


sederhana, maka program-program komputer jenis spread sheet sudah cukup
memadai untuk digunakan sebagai alat bantu simulasi. Bila sistemnya lebih
rumit, maka perlu digunakan program-program komputer yang lebih canggih
yang kini sudah cukup banyak beredar di pasar.

5.3.7 Analisis Markov62

Analisis Markov dapat digunakan sebagai teknik untuk identifikasi


risiko dan analisis risiko khususnya untuk mengukur aspek konsekuensinya.
Analisis ini, sering disebut juga sebagai analisis ruang situasi (state space
analysis), umumnya digunakan dalam analisis sistem-sistem kompleks yang
dapat diperbaiki (repairable complex systems) yang ada dalam situasi-situasi
majemuk (multiple states), termasuk situasi-situasi yang memburuk. Menurut
SNI ISO 31010 Teknik Penilaian Risiko, teknik ini tergolong rumit dan
membutuhkan sumber daya dan kapabilitas yang tinggi, namun dapat
diandalkan dalam arti tingkat ketidakpastian keberhasilannya rendah. Teknik
ini juga dapat menghasilkan simpulan yang bersifat kuantitatif.

Analisis Markov digunakan pada kasus di mana situasi mendatang


suatu sistem semata-mata bergantung pada situasi kini. Analisis ini lazim
digunakan untuk analisis sistem-sistem yang dapat diperbaiki yang ada dalam
situasi majemuk (multiple states) dan situasi di mana penggunaan analisis blok
reliabilitas tidak cocok untuk menganalisis sistem secara memadai. Metode
ini dapat diperluas ke sistem-sistem yang lebih rumit dengan menggunakan
proses Markov dengan ordo lebih tinggi. Kemampuan analisis Markov dalam
memecahkan sistem-sistem yang rumit hanya dibatasi oleh model, komputasi
matematis dan asumsi-asumsi. Artinya, sejauh kita mampu menerjemahkan
sistem-sistem itu menjadi sebuah model matematis dengan asumsi-asumsi
yang masuk akal dan kemampuan komputasi dalam pemrograman komputer
cukup memadai, maka analisis Markov umumnya dapat diandalkan.

Proses analisis Markov adalah teknik kuantitatif, dapat bersifat diskret


(menggunakan probabilitas perubahan di antara situasi-situasi) atau kontinu

62
Diringkaskan dari ISO 31010 Teknik Penilaian Risiko
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 171
(menggunakan laju perubahan di antara stituasi-situasi). Analisis Markov
dapat dikerjakan secara manual, namun lazimnya teknik ini diterapkan
dengan bantuan program komputer yang banyak beredar di pasaran.

Contoh Kasus

Untuk memahami analisis Markov, baiklah kita mulai dengan


membahas sebuah contoh kasus63.

Dalam sebuah kota kecil hanya ada dua stasiun pengisian bahan bakar
umum (SPBU), yaitu sebuah milik perusahaan P dan sebuah lagi milik
perusahaan N. Asumsikanlah bahwa penduduk kota itu membeli bahan bakar
(bensin) sebulan sekali pada salah satu dari kedua SPBU itu. Berdasarkan hasil
survei yang dilakukan oleh perusahaan P, ternyata pembeli bensin di kota itu
tidak sepenuhnya loyal pada salah satu SPBU. Pembeli bersedia pindah ke
SPBU lain bila mereka mencermati iklan, kualitas layanan, dan faktor-faktor
lainnya. Hasil survei itu menyebutkan bahwa jika seseorang membeli bensin
dari perusahaan P pada suatu bulan, maka dia akan membeli lagi bensin di
perusahaan itu pada bulan berikutnya dengan probabilitas 0.60 dan akan
membeli di perusahaan N pada bulan berikutnya dengan probabilitas 0.40. Di
pihak lain, bila seseorang membeli bensin dari perusahaan N pada suatu
bulan, maka dia akan membeli lagi bensin di perusahaan itu pada bulan
berikutnya dengan probabilitas 0.80 dan akan membeli bensin di perusahaan
P pada bulan berikutnya dengan probabilitas 0.20. Distribusi probabilitas itu
disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 5.6 Probabilitas perpindahan pelanggan per bulan

Bulan depan
Bulan ini
Perusahaan P Perusahaan N
Perusahaan P 0.60 0.40
Perusahaan N 0.20 0.80

63
Uraian pada bagian ini mengikuti tulisan yang dapat diunduh pada laman
https://wps.prenhall.com/wps/media/objects/14127/14466190/online_modules/
taylor_ims11_module_F.pdf

172 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Dalam contoh ini ada beberapa asumsi penting. Pertama, seperti
yang terlihat dalam Tabel 5.6, jumlah probabilitas tiap baris adalah satu,
karena kejadian-kejadiannya bersifat saling asing (mutually exclusive) dan
mencakupi secara menyeluruh (collectively exhaustive). Artinya, jika
seseorang membeli bensin dari perusahaan P pada suatu bulan, maka orang
itu pada bulan berikutnya harus membeli bensin dari perusahaan P ataukah
dari perusahaan N. Dengan kata lain, orang itu pada bulan berikutnya tidak
akan berhenti membeli bensin dan tidak pula membeli dari perusahaan-
perusahaan itu kedua-duanya sekaligus. Kedua, distribusi probabilitas itu
berlaku untuk tiap orang yang membeli bensin di kota itu. Ketiga, distribusi
probabilitas itu tidak berubah dari waktu ke waktu. Dengan kata lain, kapan
pun pelanggan beli bensin di kota itu, probabilitasnya untuk membeli bensin
dari salah satu dari dua perusahaan itu tetap seperti yang disajikan dalam
tabel tersebut. Sejauh tidak ada kondisi yang berubah, distribusi probabilitas
dalam tabel itu tidak berubah juga.

Sifat-sifat itulah yang membuat contoh tersebut digolongkan sebagai


proses Markov. Dalam istilah Markov, SPBU itu disebut situasi sistem (states
of the system). Dengan demikian, contoh ini mempunyai dua situasi sistem,
seorang pelanggan membeli bensin mungkin di P atau mungkin juga di N,
pada suatu bulan tertentu. Probabilitas berbagai situasi yang disajikan dalam
tabel itu disebut probabilitas transisi. Dengan kata lain, nilai-nilai itu
menunjukkan probabilitas seorang pelanggan membuat transisi dari satu
situasi ke situasi lain dalam suatu periode waktu. Sifat-sifat dalam contoh
SPBU ini merupakan ciri-ciri proses Markov, yaitu (1) jumlah probabilitas
transisi untuk situasi awal adalah satu, (2) probabilitas-probablitas itu berlaku
untuk semua peserta dalam sistem, (3) probabilitas transisi bersifat konstan
sepanjang waktu, dan (4) situasi-situasi di sepanjang waktu bersifat saling
bebas (independen) satu terhadap yang lain.

Informasi apa yang dapat dihasilkan dari analisis Markov? Yang paling
jelas adalah informasi tentang probabilitas terjadinya situasi pada suatu
periode di masa mendatang, mirip dengan informasi yang kita peroleh dari
pohon keputusan. Misalnya, pengelola SPBU ingin tahu probabilitas bahwa

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 173


seorang pelanggan akan membeli bensin di SPBU itu pada bulan ketiga,
apabila diketahui bahwa pelanggan itu pada bulan ini membeli bensin dari
SPBU itu. Gambar 5.13 dan 5.14 menjawab masalah tersebut, yaitu dengan
menjumlahkan nilai probabilitas pada dua kedua cabang yang bersesuaian
dengan nama perusahaan. Misalkanlah pada bulan 1 seorang pembeli
membeli bensin dari perusahaan P. Pada bulan ketiga, probabilitas ia membeli
dari perusahaan P adalah 0.36 + 0.08 = 0.44; sedangkan probabilitas untuk
membeli dari perusahaan N adalah 0.24 + 0.32 = 0.56.

Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3

60 36
60

60 40
24

20 8
40

80 32
40
Gambar 5.13 Probabilitas situasi mendatang bila seorang pelanggan
membeli bensin dari perusahaan P bulan ini

Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3


20 60 12

20 40
8

80 20 16

80 80 64
Gambar 5.14 Probabilitas situasi mendatang bila seorang pelanggan
membeli bensin dari perusahaan N bulan ini

174 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Analisis serupa dapat dilakukan untuk kondisi awal di mana pelanggan
membeli bensin dari perusahaan N, seperti yang disajikan dalam Gambar 5.14.
Bila perusahaan N memulai proses pada bulan 1, maka probabilitas bahwa
pelanggan membeli bensin dari perusahaan N pada bulan ketiga adalah 0.08 +
0.64 = 0.72; sedangkan probabilitas bahwa pelanggan membeli dari
perusahaan P adalah 0.12 + 0.16 = 0.28. Perhatikan bahwa jumlah probabilitas
adalah satu, baik dalam kasus pertama (0.44 + 0.56 = 1.00) maupun kasus
kedua ini (0.72 + 0.28 = 1.00).

Tabel 5.7 Probabilitas pembelian bensin pada bulan ketiga

Bulan ketiga
Situasi awal Jumlah
Perusahaan P Perusahaan N
Perusahaan P 0.44 0.56 1.00
Perusahaan N 0.28 0.72 1.00

Walaupun penggunaan pohon keputusan sepenuhnya logis untuk


analisis ini, dalam praktiknya biasanya cara ini terlalu banyak makan waktu
dan ruwet. Bayangkan, betapa ruwetnya pohon keputusan yang dibutuhkan
untuk menghasilkan nilai-nilai probabilitas untuk bulan ke-10. Oleh karena itu,
yang lebih lazim digunakan adalah teknik-teknik yang menggunakan aljabar
matriks64. Dalam aljabar matriks tersedia konsep dan teknik untuk memenuhi
kebutuhan penghitungan nilai-nilai probabilitas tersebut.

Dengan teknik aljabar matriks dapat dengan lebih mudah dihitung


nilai-nilai probabilitas untuk masa depan yang jauh. Dapat ditunjukkan bahwa
akan terjadi proses konvergensi, artinya nilai-nilai probabilitas itu menuju ke
nilai tertentu yang akhirya konstan, sejalan dengan bertambahnya waktu ke
masa depan. Dalam contoh kasus di atas, untuk bulan ke 8, 9, 10, dan
seterusnya, nilai-nilai probabilitas untuk perusahaan P dan perusahaan N
adalah berturut-turut [0.33, 0.67]. Situasi yang telah mencapai konvergensi ini
disebut sebagai situasi mantap (steady state).

64
Aljabar matriks lazimnya dibahas dalam mata kuliah Matematika Dasar tingkat
perguruan tinggi.
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 175
Nilai-nilai probabilitas dalam steady state menunjukkan tidak hanya
probabilitas pelanggan membeli bensin dari perusahaan tertentu di masa
depan dalam jangka panjang melainkan jugapersentase pelanggan yang akan
membeli dari perusahaan tertentu pada suatu bulan di masa mendatang.
Misalnya, di kota kecil itu ada 3000 pelanggan yang akan membeli bensin,
maka dalam jangka panjang dapat diekspektasikan jumlah pembeli di tiap
SPBU pada bulan tertentu, yaitu untuk P = (0.33) (3000) = 990 pelanggan, dan
untuk N = (0.67) (3000) = 2010 pelanggan.

Kesimpulan

Metode Markov dapat digunakan untuk meramalkan probabilitas


situasi-situasi di masa mendatang sejauh semua asumsi yang melandasinya
cukup terpenuhi. Dengan demikian metode ini dapat menjadi alat analisis
yang bermanfaat dalam penilaian risiko sebagai tahap yang sangat penting
dalam proses manajemen risiko.

Dewasa ini paket program komputer untuk membantu penerapan


metode Markov sudah banyak beredar di pasaran. Prinsip kerjanya pada
dasarnya didasarkan pada teknik-teknik aljabar matriks. Dengan bantuan
paket program komputer penerapan analisis Markov untuk keperluan analisis
risiko menjadi lebih mudah.

5.3.8 Analisis Bayes65

Analisis Bayes adalah prosedur statistika yang memanfaatkan data


distribusi awal untuk mengases probabilitas hasil. Kualitas analisis Bayes
bergantung pada akurasi distribusi awal untuk dapat mendeduksi hasil yang
akurat. Jejaring kepercayaan Bayes (Bayesian belief networks) memodelkan
fenomena sebab-akibat (cause-and-effect) dalam berbagai ranah dengan
memotretkan hubungan probabilistik di antara input-input variabel untuk
menyajikan hasil. Menurut SNI ISO 31010 Teknik Penilaian Risiko, teknik ini
tergolong rumit dan membutuhkan sumber daya dan kapabilitas yang tinggi,

65
Diringkaskan dari ISO 31010 Teknik Penilaian Risiko

176 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


namun dapat diandalkan dalam arti tingkat ketidakpastian keberhasilannya
rendah. Teknik ini juga dapat menghasilkan simpulan yang bersifat
kuantitatif.

Contoh kasus

Untuk memahami analisis Bayes, baiklah kita bahas beberapa contoh


kasus66. Misalkanlah dalam sebuah kantong ada dua buah bola. Dari awal
sudah kita ketahui, bahwa sekurang-kurangnya satu di antara kedua bola itu
berwarna hitam (black, B), namun kita tidak tahu dengan pasti apakah
keduanya berwarna hitam, ataukah sebuah hitam dan sebuah lagi putih.
Marilah kita definisikan notasi, BB adalah kejadian bahwa kedua bola itu
berwarna hitam, sedangkan BW adalah kejadian bahwa satu bola itu hitam
dan satu lagi putih (white, W). Dengan demikian ada satu dan hanya satu
pernyataan yang benar di antara kedua hipotesis di berikut ini: (1) BB, kedua
bola itu berwarna hitam, dan (2) BW, satu bola berwarna hitam, dan satu lagi
berwarna putih. Misalkanlah kita lakukan eksperimen, untuk membantu kita
menentukan manakah di antara kedua hipotesis itu yang benar. Eksperimen
dilakukan dengan mengambil sebuah bola dari dalam kantong itu kemudian
mengamati warnanya. Katakanlah hasil eksperimen itu ternyata bahwa
warna bola yang terambil adalah hitam. Kita katakan, D: hasil eskperimen
adalah bahwa bola yang terambil berwarna hitam. Huruf D, singkatan dari
data.

Sekarang kita siap melakukan analisis Bayes, yaitu mengestimasi


distribusi probabilitas isi kantong itu, yaitu probabilitas untuk BB dan BW
berdasarkan hasil eksperimen tersebut. Adapun distribusi probabilitas
sebelum eksperimen tersebut di atas dilakukan disebut sebagai distribusi
probabilitas awal (prior probability distribution), yaitu P(BB) = 0.5 dan P(BW) =
0.5. Dengan kata lain, tanpa informasi tambahan tentang hasil eksperimen itu
kita memperkirakan bahwa probabilitas BB sama dengan probabilitas BW,

66
Kasus-kasus ini disadur secara bebas dari catatan kuliah Introduction to Bayesian
Statistics dari Prof. Brendon J. Brewer, The University of Auckland. Kunjungilah
https://www.stat.auckland.ac.nz/~brewer/
Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 177
yaitu masing-masing adalah setengah. Perhatikan bahwa kejadian BB dan
BW bersifat mutually exclusive, artinya bersifat saling asing (tidak mungkin BB
dan BW terjadi bersamaan dua-duanya sekaligus), dan exhaustive, artinya
tidak mungkin ada kejadian lain di luar kedua kejadian itu, sehingga jumlah
probabilitas keduanya adalah satu.

Prof. Brewer memperkenalkan konsep kotak Bayes berikut ini:

Tabel 5.8 Kotak Bayes kasus bola

Hipotesis Distribusi Kemungkinan h = Prior x Distribusi


awal (Likelihood) Likelihood akhir
(Prior) (Posterior)
BB 0.5
BW 0.5
Jumlah 1

Kolom yang berjudul Kemungkinan (Likelihood) sangat penting dan


perlu penjelasan khusus. Maknanya, kalau saja hipotesis benar, maka
berapakah probabilitas munculnya hasil eksperimen? Untuk baris yang di
atas, kalau saja hipotesis BB benar, berapakah probabilitas bahwa hasil
eksperimen itu adalah D: bola yang terambil berwarna hitam. Tentu saja, kalau
BB benar, hasil eksperimen (bola yang terambil berwarna hitam) sudah dapat
dipastikan, probabilitasnya satu. Untuk baris yang di bawah, kalau saja
hipotesis BW benar, yaitu di dalam kantong itu ada satu bola hitam dan satu
bola putih, maka probabilitas bahwa hasil eksperimen itu adalah D: bola yang
terambil berwarna hitam, adalah setengah. Fakta ini dapat diuraikan di dalam
tabel berikut.

Tabel 5.9 Kemungkinan hasil eksperimen dan probabilitasnya

Hipotesis Data hasil eksperimen Probabilitas


yang mungkin muncul
BB Bola hitam 1.0
Bola putih 0
BW Bola hitam 0.5
Bola putih 0.5

178 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Kini kita dapat mengisi kolom-kolom yang masih kosong pada Tabel
5.8, seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.10 Kotak Bayes kasus bola yang sudah dilengkapi

Hipotesis Distribusi Kemungkinan h = Prior x Distribusi


awal (Likelihood) Likelihood akhir
(Prior) (Posterior)
BB 0.5 1 0.50 0.667
BW 0.5 0.5 0.25 0.333
Jumlah 1 0.75 1.000

Perhatikan baik-baik bahwa kolom ketiga pada Tabel 5.10 berasal dari
kolom ketiga Tabel 5.9 yang berhuruf cetak tebal. Jelaslah, penjumlahan ke
bawah kedua nilai pada kolom itu tidak punya makna, oleh karena itu baris
terakhir pada kolom itu pada Tabel 3 dibiarkan kosong. Kolom keempat berisi
nilai hasil kali Prior dengan Likelihood. Kolom ini sesungguhnya
menggambarkan distribusi probabilitas yang belum dinormalkan
(dinormalkan berarti diubah sedemikian rupa sehingga jumlah probabilitas
menjadi sama dengan satu, namun perbandingannya tidak berubah). Untuk
menormalkannya, maka tiap nilai probabilitas itu (0.50 dan 0.25)
dibandingkan secara relatif terhadap jumlah keduanya (0.75), dan hasilnya
diberikan pada kolom paling kanan, yakni kolom Posterior. Kolom Posterior
inilah hasil akhir dari estimasi Bayesian terhadap distribusi probabilitas pada
BB dan BW. Dengan kata lain, tujuan analisis Bayes adalah menghasilkan
distribusi probabilitas posterior.

Bandingkanlah kolom Prior dengan kolom Posterior. Sebelum ada


informasi dari data hasil eksperimen kita mengestimasi bahwa probabilitas
kebenaran hipotesis BB dan BW bernilai sama, yakni sama-sama setengah.
Sesudah ada informasi dari hasil eksperimen bahwa yang terambil dari
kantong adalah bola hitam, maka estimasi diperbaiki dengan metode Bayes,
yakni menjadi P(BB) = 0.667 dan P(BW) = 0.333.

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 179


Apabila kasus di atas kita generalisasikan, maka kita peroleh Aturan Bayes
berikut ini:

P(H|D) =

P(H|D) adalah probabilitas posterior, artinya probabilitas bahwa


hipotesis H benar apabila diketahui bahwa hasil eksperimennya adalah data D.
Ruas kanan aturan itu menggambarkan proses normalisasi untuk membuat
jumlah probabilitas sama dengan satu. Pembilangnya bermakna sama
dengan kolom h pada Tabel 3, yaitu probabilitas prior P(H) kali probabilitas
kemunculan data kalau saja hipotesis benar, P(D|H). Penyebutnya, P(D),
adalah probabilitas bahwa eksperimen menghasilkan data D, untuk hipotesis
yang mana pun yang benar. Dengan kata lain, P(D) adalah nilai pada kolom h
untuk baris paling bawah (Jumlah).

Sekarang marilah kita tinjau contoh kasus kedua. Misalkanlah kita


baru saja pindah ke rumah baru yang sudah dilengkapi dengan saluran telepon
(wired fixed phone). Kita tidak begitu yakin nomornya, namun sepertinya 555-
3226. Untuk menguji hipotesis ini, kita lakukan eksperimen, yaitu mencoba
telepon itu dan memutar nomor tersebut.

Jika ingatan kita benar perihal nomor telepon tersebut, maka di


telepon itu akan terdengar nada sibuk, karena kita menelepon diri sendiri. Jika
ingatan kita tidak benar (nomor sesungguhnya bukan 555-3226), probabilitas
mendengar nada sibuk adalah 1/100. Namun, semua itu berlaku hanya bila
pesawat telepon itu tidak rusak, padahal mungkin saja pesawat telepon itu
sedang rusak. Bila pesawat telepon itu sedang rusak, tentu saja akan selalu
memberikan nada sibuk.

Sewaktu kita melakukan eksperimen itu, hasilnya adalah data bahwa


nada yang terdengar adalah nada sibuk (D = nada sibuk). Kita perlu
mempertimbangkan empat hipotesis berikut ini dan mengkalkulasi
probabilitas posteriornya. Perhatikan Gambar 5.15 yang menunjukkan

180 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


bahwa keempat hipotesis tersebut bersifat saling asing (mutually exclusive)
dan mencakupi semua kemungkinan secara keseluruhan (exhaustive).

Tabel 5.11 Deskripsi hipotesis dan distribusi probabilitas awalnya

Hipotesis Deskripsi Probabilitas awal


(Prior probability)
H1 Pesawat telepon baik, 0.4
555-3226 benar
H2 Pesawat telepon baik, 0.4
555-3226 salah
H3 Pesawat telepon rusak, 0.1
555-3226 benar
H4 Pesawat telepon rusak, 0.1
555-3226 salah

H2 H1 H3

Telepon Nomor
Baik Benar
H4

Gambar 5.15 Sekatan hipotesis-hipotesis

Analisis Bayes dapat dilakukan dengan bantuan Tabel 5.12. Kolom


pertama dan kedua berasal dari Tabel 5.11, yaitu hipotesis-hipotesis berikut
distribusi probabilitas awalnya (nilai-nilai pada kolom kedua diberikan
berdasarkan keyakinan kita). Adapun pada kolom Likelihood, nilai baris
pertama menyatakan bahwa jika H1 benar (yaitu pesawat telepon baik, 555-

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 181


3226 benar) maka eksperimen pastilah menghasilkan data bahwa D = nada
sibuk, atau P(D/H1) = 1.

Pada baris kedua kolom Likelihood, tertulis bahwa P(D/H2) = 0.01,


sesuai dengan asumsi yang telah kita sebutkan di atas. Ada pun dua baris
berikutnya menunjukkan bahwa P(D/H3) = 1, yaitu bila H3 benar (pesawat
telepon rusak, 555-3226 benar), pastilah terdengar nada sibuk. Demikian pula
P(D/H4) = 1, yaitu bila H3 benar (pesawat telepon rusak, 555-3226 salah),
pastilah terdengar nada sibuk. Selanjutnya, kolom h dan kolom posterior diisi
dengan prosedur seperti yang telah kita bahas untuk Tabel 5.10.

Tabel 5.12 Kotak Bayes kasus telepon

Hipotesis Distribusi Kemungkinan h = Prior x Distribusi


awal (Likelihood) Likelihood akhir
(Prior) (Posterior)
H1 0.4 1 0.4 0.662
H2 0.4 0.01 0.001 0.00662
H3 0.1 1 0.1 0.166
H4 0.1 1 0.1 0.166
Jumlah 1 0.604 1

Demikianlah, adanya data hasil eksperimen (bahwa terdengar nada


sibuk) telah mengubah distribusi probabilitas awal (prior) menjadi distribusi
probabilitas akhir (posterior). Sekali lagi, tujuan analisis Bayes adalah
menghasilkan distribusi probabilitas akhir (posterior probability distribution).

Kita dapat menggeneralisasi Tabel 5.12 menjadi Tabel 5.13 berikut ini.
Distribusi awal berasal dari keyakinan subjektif sebelum mempertimbangkan
data hasil eksperimen. Nilai likelihood diperoleh berdasarkan penalaran, yaitu
bila Hi benar, berapakah probabilitas bahwa eksperimen menghasilkan data D.
Kolom h berisi nilai-nilai probabilitas sekatan-sekatan kejadian D, sehingga
bila dijumlahkan, maka hasilnya adalah P(D). Kolom paling kanan adalah hasil
akhir dari analisis Bayes, yakni distribusi probabilitas akhir (posterior), yakni
distribusi probabilitas yang telah mempertimbangkan data hasil eksperimen
D.

182 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


Tabel 5.13 Kotak Bayes (generalisasi)

Hipotesis Distribusi Kemungkinan h = Prior x Distribusi


awal (Likelihood) Likelihood akhir
(Prior) (Posterior)
H1 P(H1) P(D/H1) P(H1) x P(H1/D)
H2 P(H2) P(D/H2) P(D/H1) P(H1/D)
….. ….. ….. P(H2) x …..
P(D/H2)
…..
Jumlah 1 P(D) 1

Analisis Bayes membantu kita memperbaiki pendugaan distribusi


probabilitas dari yang awalnya ditentukan secara a priori berdasarkan intuisi
subjektif atau data historis menjadi distribusi probabilitas a posteriori, yakni
pendugaan yang sudah mempertimbangkan informasi baru atau data
eksperimen termutakhir. Hasil pendugaan distribusi probabilitas berdasarkan
analisis Bayes secara a posteriori tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam
analisis risiko.

5.4 Latihan Soal Teknik Penilaian Risiko

5.4.1 Analisis Akar Penyebab (Root Cause Analysis)

Ada beberapa metode yang berbeda-beda untuk menerapkan analisis


ini. Berikut ini adalah langkah-langkah dasar yang biasanya digunakan:

 Membentuk satuan tugas.


 Menetapkan ruang lingkup dan tujuan analisis.
 Mengumpulkan data dan bukti dari kegagalan atau kerugian.
 Melakukan analisis secara terstruktur untuk menentukan akar
penyebab.
 Merumuskan solusi dan membuat rekomendasi.
 Menerapkan rekomendasi.
 Memverifikasi keberhasilan penerapan rekomendasi.

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 183


Soal untuk Latihan (1)

Sebuah grup perusahaan yang terdiri dari perusahaan-perusahaan di


berbagai sektor (properti, finansial, retail, dan hospitality) sedang
mengantisipasi risiko kekurangan tenaga-tenaga berpengalaman untuk
jabatan-jabatan strategis di dalam Grup tersebut. Terapkanlah langkah-
langkah dasar tersebut di atas. Secara lebih terinci uraikanlah daftar
pertanyaan untuk memperlancar pelaksanaan langkah keempat (melakukan
analisis secara terstruktur untuk menentukan akar penyebab).

Soal untuk Latihan (2)

Pemerintah Daerah sebuah provinsi memiliki dan mengelola beberapa


pasar, baik yang tradisional maupun yang modern. Salah satu kerugian besar
yang sering terjadi dalam pengelolaan itu disebabkan oleh kejadian
kebakaran. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis atas risiko tersebut.
Terapkanlah langkah-langkah dasar tersebut di atas. Secara lebih terinci
uraikanlah daftar pertanyaan untuk memperlancar pelaksanaan langkah
keempat (melakukan analisis secara terstruktur untuk menentukan akar
penyebab).

5.4.2 Analisis Sebab-dan-Akibat (Cause-and-effect analysis)

Instruksi
Gunakanlah analisis sebab-dan-akibat dalam rangka penilaian risiko
untuk soal dibawah ini. Gunakan diagram tulang ikan ataupun diagram pohon,
dan tentukan perlakuan risiko yang mungkin dilakukan. Bentuklah kelompok
kecil 3-5 orang dan pelajari berbagai pengetahuan tambahan yang dapat
memperkaya pemahaman yang terkait dengan contoh soal.

Soal
Sebuah koperasi di desa Kebon Naga memberikan fasilitas pinjaman
modal kerja untuk para petani di desa tersebut. Adapun dana yang
dipinjamkan kepada para petani berasal dari uang simpanan para anggota
koperasi dan juga pinjaman dari Bank Aman. Dan hasil keuntungan dari bagi

184 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


hasil pinjaman akan digunakan sebagai bagi hasil dari para anggotanya dan
juga membayar kewajiban kepada Bank Aman. Jika pinjaman dari tidak dapat
dibayarkan, maka Bank Aman dan perbankan lain tidaak dapat lagi
mendukung koperasi tersebut. Koperasi akan mengalami kesulitan keuangan
jika 10% pinjaman petani tersebut macet. Saat ini banyak petani yang
meminjam uang untuk membeli pupuk untuk menanam sayur mayur yang
setiap 2 bulan sudah bisa panen.

Apa saja yang harus diantisipasi untuk menghindarkan Risiko Reputasi


di mata perbankan. Perlakuan Risiko apa saja yang mungkin diambil ?

5.4.3 Analisis Dasi Kupu-Kupu (Bow Tie Analysis)

Instruksi
Kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk mengerjakan soal.
Masing-masing kelompok kemudian memaparkan hasil kerja kelompok dan
membandingkan kelengkapan hasil kerjanya dengan paparan kelompok
lainnya.

Soal
9 Kendaraan Tabrakan Beruntun di Tol Purbaleunyi67

Patroli, Jawa Barat - Tabrakaan beruntun yang melibatkan 9


kendaraan terjadi di ruas Tol Purbaleunyi arah Pasteur, Kota Cimahi, Jawa
Barat, Rabu pagi 4 Oktober 2017. Kecelakaan terjadi karena kendaraan sedan
yang berada paling depan mengerem secara mendadak sehingga 8 kendaran
di belakangnya tidak bisa menghindari tabrakan.

Seperti ditayangkan Patroli Siang Indosiar, Rabu (04/10/2017),


tabrakan beruntun ini menyebabkan kemacetan sepanjang 3 km dari arah
Jakarta menuju Gerbang Tol Pasteur Kota Bandung. Tabrakan yang

67
http://news.liputan6.com/read/3117188/9-kendaraan-tabrakan-beruntun-di-tol-
purbaleunyi, sebagaimana dikutip pada tanggal 15 November 2017.

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 185


melibatkan sembilan kendaraan jenis sedan dan minibus terjadi sekitar pukul 7
Rabu pagi.

Seluruh kendaraan mengalami kerusakan di bagian depan dan


belakang, bahkan ada kendaraan yang jendelanya pecah.

Menurut salah satu korban, tabrakan terjadi karena mobil sedan yang
melaju kencang di posisi paling depan tiba-tiba mengerem secara mendadak.
Hal itu mengakibatkan delapan kendaraan di belakangnya tidak bisa
menghindar sehingga terjadi tabrakan. Beruntung tabrakan ini tidak
menyebabkan korban jiwa. Petugas tol mengerahkan empat unit mobil Derek
untuk mengevakuasi seluruh kendaraan.

Berdasarkan kejadian di atas, pihak Polres Cimahi meminta Anda


untuk melakukan analisis dasi kupu-kupu terhadap risiko tabrakan beruntun
yang dapat terulang kembali di seputar lokasi yang sama.

Dengan melakukan analisis ini pihak kepolisian berharap dapat


menentukan kendali risiko apa saja yang perlu terjaga efektivitasnya, baik
terhadap rangkaian penyebab maupun dampak risiko, untuk selanjutnya
disosialisasikan kepada kepada seluruh petugas kepolisian yang bertugaas
menjaga ketertiban lalu-lintas dan kepada para pengguna jalan melalui
media-media komunikasi masyarakat yang tersedia.

186 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


CATATAN TIM PENULIS:
ISO 31000:2018

Dalam proses penerbitan buku ini, ISO merilis ISO 31000:2018 Risk
Management - Guidelines sebagai bentuk komitmen Technical Committee
262 ISO dalam melaksanakan tinjauan reguler 5 tahunan terhadap standar
ISO 31000 sesuai proses tinjauan sistematis yang diatur oleh ISO.

Adapun perubahan ISO 31000:2018 dari versi tahun 2009 tidak


terletak pada esensi penerapan manajemen risiko, di mana ISO 31000:2018
tetap mempertahankan keberadaan 3 unsur penting dalam penerapan
manajemen risiko: 1) bahwa penerapan manajemen risiko harus mengacu
atau berdasarkan serangkaian Prinsip Manajemen Risiko, yang 2)
pengaturan pelaksanaannya tertuang dalam Kerangka Kerja Manajemen
Risiko, dan kemudian 3) diwujudkan dalam serangkaian aktivitas dalam
Proses Manajemen Risiko. Perubahan pada versi 2018 tertuju pada atribut-
atribut yang melekat pada 3 unsur di atas, dengan ringkasan sebagai
berikut:

1) Prinsip Manajemen Risiko:


a) Prinsip “Menciptakan dan melindungi nilai” tujuan utama dari
penerapan manajemen risiko;
b) Prinsip “Merupakan bagian dari pengambilan keputusan” dan
“Secara eksplisit ditujukan pada ketidakpastian” dikeluarkan dari
daftar prinsip dan disampaikan secara implisit dalam penjelasan
bagian ‘Ruang Lingkup”, “Prinsip-Prinsip”, serta “Proses”;
c) Prinsip-prinsip manajemen risiko lainnya tetap dipertahankan
namun disampaikan dengan bentuk penamaan dan substansi yang
lebih ringkas.

2) Kerangka Kerja Manajemen Risiko:


a) Memberikan sorotan pada kepemimpinan manajemen puncak
organisasi dengan mengubah penamaan komponen “Mandat dan
Komitmen” menjadi “Kepemimpinan dan Komitmen”, berikut
dengan penjelasannya;
b) Memberikan sorotan pada integrasi manajemen risiko yang
bermula pada tata kelola organisasi dan menambahkannya sebagai
komponen kerangka kerja manajemen risiko dengan penamaan
“Pengintegrasian”;
c) Komponen-komponen lainnya dalam Kerangka Kerja Manajemen
Risiko tetap dipertahankan dengan bentuk penamaan yang lebih
ringkas berikut dengan beberapa perubahan dalam penjelasannya.
3) Proses Manajemen Risiko:
a) Memberikan sorotan pada sifat pelaksanaan proses manajemen
risiko yang dilaksanakan secara iteratif;
b) Terdapat aktivitas baru yang secara eksplisit ditampilkan dalam
bagan ilustrasi Proses Manajemen Risiko, yaitu “Perekaman &
Pelaporan”;
c) Aktivitas-aktivitas lainnya dalam Proses Manajemen Risiko tetap
dipertahankan dengan bentuk penamaan baru pada bagian
“Penetapan Konteks” menjadi “Ruang Lingkup, Konteks, Kriteria”
serta beberapa perubahan dalam penjelasannya.
4) Perubahan-perubahan di atas, berikut dengan perubahan bagan ilustrasi
Prinsip – Kerangka Kerja – Proses Manajemen Risiko, difokuskan untuk
menjelaskan bahwa penerapan manajemen risiko mengikuti
pengaplikasian sebuah model sistem terbuka yang berkesinambungan.

Mengingat bahwa perubahan yang terdapat pada versi tahun 2018


dan 2009 tidak pada tataran esensi melainkan pada atribut masing-masing
3 unsur esensial penerapan manajemen risiko, serta bahwa ISO 31000 yang
diadopsi dan ditetapkan sebagai Standar Nasional Indonesia sejauh ini
adalah ISO 31000:2009, maka tim penulis dan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) meyakini bahwa buku ini tetap dapat menjadi salah satu pilihan
literatur rujukan atau referensi akademis dalam dunia profesional maupun
pendidikan tinggi.

188 | Manajemen Risiko Berbasis SNI ISO 31000


DAFTAR
PUSTAKA

Teknik Penilaian Risiko Berbasis SNI ISO/IEC 31010:2016 | 189


DAFTAR PUSTAKA

Alijoyo, A. (n.d.). Pertahanan 3 Lapis (The 3 Lines of Defence) - Konteks ERM


Perusahaan Publik di Indonesia. <http://crmsindonesia.org/
publications/pertahanan-3-lapis-the-3-lines-of-defence-konteks-erm-
perusahaan-publik-di-indonesia/>

American Risk and Insurance Association. (2017).


<http://www.aria.org/documents/ARIA_History.pdf>

Audriene, D. (2017). Laba Adhi Karya Anjlok 32,4 Persen Sepanjang 2016.
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170217110543-92-
194188/laba-adhi-karya-anjlok-324-persen-sepanjang-2016/>

Ayuwuragil, K. (2017). Hindari Petya, Kominfo Minta Semua Kementerian


Matikan LAN. <https://www.cnnindonesia.com/teknologi/
20170702173520-185-225249/hindari-petya-kominfo-minta-semua-
kementerian-matikan-lan/>

Aziza, K. S. (2017). Pemerintah Targetkan Pemindahan Ibu Kota Dimulai 2018.


<http://ekonomi.kompas.com/read/2017/07/03/154128926/pemerintah
.targetkan.pemindahan.ibu.kota.dimulai.2018>

Badan Standardisasi Nasional. (2011). SNI ISO 31000:2011 Manajemen Risiko -


Prinsip dan Panduan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Badan Standardisasi Nasional. (2016). SNI ISO/IEC 31010:2016 Manajemen


Risiko - Teknik Penilaian Risiko. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Badan Standardisasi Nasional. (2016). SNI ISO Guide 73:2016 Manajemen Risiko
- Kosakata. (2016). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Brewer, B. J. (n.d.). Introduction to Bayesian Statistics.


<https://www.stat.auckland.ac.nz/~brewer/>

Budiman, A. (2017). Implementasi Manajemen Risiko. Bandung, Jawa Barat,


Indonesia.

191
CAH. (2017). Menristekdikti: Masyarakat Masih Takut dengan Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir. <http://www.beritasatu.com/kesra/425414-
menristekdikti-masyarakat-masih-takut-dengan-pembangkit-listrik-
tenaga-nuklir.html>

Crawford, N. (2009). ISO 31000 - Opportunities & Implications for Turkish


Organisations & Projects. Istanbul: Business Resilience Group.

Definisi dan Pengertian Akuntabilitas (Konsep Pendidikan).


<http://www.definisi-pengertian.com/ 2015/04/definisi-pengertian-
akuntabilitas-konsep.html>

Dionee, G. (2013). Risk Management: History, Definition, and Critiqu. Kanada:


CIRRELT.

Enterprise Risk Management Policy. <http://www.abm-investama.com/


media/pdf/Enterprise-Risk-Management-Policy_eng.pdf>

Firmansyah, F. (2016). Satelit BRIsat mengorbit, Seperti Apa Target Bisnis BRI?
<https://bisnis.tempo.co/read/780823/satelit-brisat-mengorbit-
seperti-apa-target-bisnis-bri>

Huda, L. (2016). Terancam Diblokir, Ini Rencana Cadangan Grab Indonesia.


<https://bisnis.tempo.co/read/753532/terancam-diblokir-ini-rencana-
cadangan-grab-indonesia>

ISMS: Context of the organization. <http://isoconsultantpune.com/isms-


context-of-the-organization/>

Kotter, J. (2011). Change Management vs. Change Leadership -- What's the


Difference?. <https://www.forbes.com/sites/johnkotter/2011/07/12/
change-management-vs-change-leadership-whats-the-
difference/#2cf7d8014cc6

Markov Analysis. <https://wps.prenhall.com/wps/media/ objects/14127/


14466190/online_modules/taylor_ims11_module_F.pdf>

Meiria, C. H. (2016). Raih Kembali Reputasi Perusahaan dengan Manajemen


Krisis. <https://swa.co.id/swa/my-article/raih-kembali-reputasi-
perusahaan-dengan-manajemen-krisis>

192
Pasopati, G. (2017). Dirut PT IBU Tersangka, Saham Tiga Pilar Melorot.
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170802175039-92-
232006/ dirut-pt-ibu-tersangka-saham-tiga-pilar-melorot/>

PEST Analysis. <https://en.wikipedia.org/wiki/PEST_analysis>

Pribadi, B. S., & Satlita, L. (2016). Manajemen risiko sosial pembangunan


bandara di Temon, Kulonprogo, DIY oleh PT. Angkasa Pura 1.
<http://library.fis.uny.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=6320>

Project Management Institute. (2013). A Guide to the Project Management


Body of Knowledge (PMBOK Guide) (5th ed.). Project Management
Institute.

RACI Matrix. <http://magnaqm.com/project-management-articles/raci-


matrix/>

Responsibility assignment matrix. <https://en.wikipedia.org/wiki/


Responsibility_assignment_matrix>

Risk Management Society. (2011). Rims Unveils New Look.


<https://www.rims.org/aboutRIMS/Documents/Re-
Brand%20Press%20Release.pdf>

Setiawan, S. R. (2017). Akhir 2016, Aset Konsolidasi Bank Mandiri Tembus Rp


1.000 Triliun. <http://ekonomi.kompas.com/read/2017/01/25/
190000526/akhir.2016.aset.konsolidasi.bank.%20mandiri.tembus.rp.1
.000.triliun>

Snedaker, S. (2007). Business Continuity and Disaster Recovery Planning for IT


Professionals. Syngress.

The Association of Insurance and Risk Managers. (n.d.). A structured approach


to Enterprise Risk Management (ERM) and the requirements of ISO
31000. <https://www.eisf.eu/wp-content/uploads/2014/09/0236-
Airmic-Alarm-IRM-2010-A-structured-approach-to-ERM.pdf>

The Geneva Association. (2017). The Geneva Papers on Risk and Insurance -
Issues and Practice. <https://www.genevaassociation.org/publications/
geneva-papers/geneva-papers-risk-and-insurance-issues-and-
practice>

193
The Organizational Process. <https://www.cliffsnotes.com/study-
guides/principles-of-management/creating-organizational-
structure/the-organizational-process>

Tim Viva. (2016). Pizza Hut Adukan Tempo dan BBC Indonesia ke Dewan Pers.
<http://www.viva.co.id/berita/nasional/822813-pizza-hut-adukan-
tempo-dan-bbc-indonesia-ke-dewan-pers>

Yusuf, Y. (2016). Manajemen Commuter Line Masih Buruk. <http://koran-


sindo.com/page/news/2016-04-08/0/18/Manajemen_Commuter_
Line_Masih_Buruk

Sekilas GCG. Retrieved from Pupuk Kaltim. <http://www.pupukkaltim.com/


ina/pkt-management-system-kebijakan-tata-kelola/#benturan-
kepentingan>

Kebijakan Umum Manajemen Risiko PT. Mitra Pinasthika Mustika, Tbk.


<http://www.mpmgroup.co.id/public/uploads/2016/09/MPM%20Grou
p-RM%20Policy%20&%20Guidance.pdf>

(n.d.). (2017). Garuda Indonesia SWOT & PESTLE Analysis. (2017).:


https://www.swotandpestle.com/garuda-indonesia/

194
INDEKS

195
196
INDEKS

KATA HALAMAN
A Analisis risiko 22, 111, 113, 114, 120, 121,
126, 127, 129, 132, 133, 134,
142, 143, 145, 176, 177, 186,
192, 199
Analisis Keputusan Multi Kriteria 147
Analisis Markov 146, 153, 186, 187, 188, 192
Analisis Monte-Carlo 154, 179
AS/NZS 5
B Bayesian Statistics 192
Benefit 16, 27
Bobot 133
Bow Tie Analysis 174, 201
Brainstorming 174
Business Impact Analysis 155
C Capital 5, 8, 12, 13
Cause and Effect Analysis 160, 192, 200
Check 22, 64, 65
Checklist 89, 90
Control 6, 23, 44, 153, 166, 173
COSO 6
Cost 26, 27
D Decision Tree 168
Delphi 143, 145
Deteksi 94, 152
Deviasi 112, 152
KATA HALAMAN
Disaster Recovery Plan 155, 159
Do 21, 64, 65
E Efektivitas 5, 23, 64, 65, 83, 90, 93, 95,
110, 111, 126, 130, 135, 137,
138, 139, 143, 172, 178, 202
Efisiensi 17, 18, 26, 30, 42, 83
Enterprise Risk Management 6
Entitas bisnis 14, 15
Evaluasi risiko 22, 111, 120, 121, 134, 143,
145, 166, 179
Event Tree Analysis 127
Eksposur 4, 5, 6, 7, 8, 9, 110, 111, 112,
113, 114, 117, 118, 119, 120,
126, 129, 130, 131, 133, 134,
135, 137, 138, 170
F Failure Mode and Effect Analysis 166
Fault Tree Analysis 173
Frekuensi 107, 109, 138, 171, 172
G Good Corporate Governance 82
H HACCP 146, 153, 166, 167, 168, 169,
170
Hazard Analysis and Critical 153, 166
Control Points
Hazard and Operability Studies 152
HAZOP 143, 146, 152, 166
I Identifikasi risiko 22, 102, 104, 105, 120, 121,
122, 125, 127, 142, 143, 145,

198
KATA HALAMAN
148, 152, 166, 186
Indikator 67, 74, 94, 95, 96, 112, 113,
129, 130, 131, 167, 170,
Inovasi 18
Input 156, 162, 175, 179, 181, 185,
192
Instalasi 127
Intangible 26, 27
Internalisasi 24, 91
Internal control 6
J Justifikasi 144
K Kebijakan manajemen risiko 67, 70, 71, 74, 75, 76, 80, 81,
82, 83, 86, 87, 95

Kerangka kerja manajemen risiko 21, 22, 24, 63, 64, 65, 66, 68,
69, 72, 76, 90, 91, 92, 93, 94,
95, 99, 103, 107
Ketidakpastian 4, 22, 30, 31, 44, 46, 50, 82, 97,
122, 123, 124, 125, 147, 148,
149, 150, 151, 152, 153, 154,
179, 186, 192
Konteks eksternal 33, 76, 77, 79, 94, 95, 107, 109,
Konteks internal 76, 78, 94, 107, 108, 117, 138
Kontrol 10, 84, 127
Korektif 73, 161
Kriteria risiko 35, 70, 72, 76, 94, 107, 108,

199
KATA HALAMAN
109, 110, 111, 120, 129, 130,
131, 134, 138
L Layers of Protection Analysis 171
LOPA 171
Loss of efficiency 42
M Metodologi 4, 13, 105, 143, 152
Mitigasi risiko 88, 165, 171
Monitoring 64
Multiple States 186
N Normalisasi 16, 196
O Objectives 42
Observasi 32, 57, 64
Operasional 6, 14, 15, 23, 24, 28, 29, 64, 72,
85, 86, 104, 105, 106, 122, 129,
131, 131, 132, 133, 134, 136,
156, 158, 160
Otoritas Jasa Keuangan 6, 8, 14, 74, 126
P Pemantauan risiko 86
PESTLE 78, 79
Plan 21, 64, 65
Probability 193, 197, 198
Profil risiko 6, 23, 33, 76, 86, 117, 132, 134,
139
Q Qualified 38
R Reliability-Centered Maintenance 166
Residual 126
Risiko reputasi 201

200
KATA HALAMAN
Risk Appetite 86
Risk Assesment Techniques 7, 20, 21
Risk Register 102, 121
Risk Tolerance 86
Root Cause Analysis 199
S Selera risiko 86, 115, 116, 117, 118, 120, 134,
135
Sneak Analysis 166
Stakeholder 45
Sumber risiko 109, 121, 142, 175
SWOT 78, 79
T Tata kelola 14, 15, 26, 27, 69, 71, 72, 78,
82, 84, 91, 97
U Unit 4, 42, 51, 52, 86, 89, 102, 139,
202
V Value-at-Risk 5
W Wewenang 22, 42, 80, 83, 86
Y Yield 42
Z Zona 17, 59

201
202
PROFIL PENULIS

Charles R. Vorst adalah Seorang Technical Adviser pada Center for


Risk Management Studies (CRMS) Indonesia, memiliki keahlian
tersertifikasi di bidang Good Governance , Risk Management dan
Business Continuity Mangement dengan sertifikasi profesi dalam dan
luar negeri. Selain itu, ia juga memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun
sebagai konsultaan yang telah mendampingi banyak perusahaan dan
lembaga negara. Saat ini, ia sedang menyelesaikan studi magister di salah satu
universitas terkemuka, serta aktif sebagai Sekretaris Jenderal Indonesia Risk
Management Professional Association (IRMAPA), anggota Komite Teknis 03-10
Manajemen Risiko, Badan Standardisasi Nasional serta Certified Master Trainer dan
Asessor Kompetensi pada LSP manajemen risiko berlisensi BNSP di Indonesia serta LSP
di luar negeri.
D. S. Priyarsono adalah Guru Besar Tetap pada Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ia berlatar belakang
pendidikan di bidang Statistika (lulus S1 dan S2 dari IPB) dan Ilmu
Ekonomi (lulus S3 dari The University of Tsukuba, Jepang). Bidang
Manajemen Risiko ditekuninya sejak bertugas sebagai Komisaris dan
Ketua Komite Pemantau Risiko di PT Angkasa Pura I yang mengelola
13 bandara di Indonesia. Ia juga lulus sertifikasi Enterprise Risk Management Certified
Professional dan Certified Enterprise Risk Governance dan diangkat sebagai Assesor
Kompetensi Bidang Manajemen Risiko oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Sejak
2015 hingga sekarang aktif sebagai anggota Komisi Teknis 03-10, Manajamen Risiko,
BSN.
Arif Budiman adalah seorang praktisi di bidang manajemen risiko
lebih dari 10 tahun. Ia merupakan lulusan Teknik Industri Universitas
Trisakti, serta pemegang bebearpa sertifikasi terkait manajemen
risiko dari lembaga sertifikasi dalam dan luar negeri, diantaranya
Enterpirse Risk Management Associate Professional, Risk Governance
Professional, dan Enterprise Risk Governance. Memiliki pengalaman
kerja di sektor perdagangan, pertambangan dan keuangan. Pernah bekerja di beberapa
perusahaan anak usaha PT Astra Internasional, Tbk dan saat ini bekerja di anak usaha PT
Tiara Marga Trakindo. Saat ini menjabat sebagai senior manajemen, anggota komite
manajemen risiko serta komisaris. Ia juga aktif sebagai anggota Komite Teknis 03-10
Manajemen Risiko BSN, anggota National Mirror Committee ISO/TC 262 Risk
Management, Wakil Ketua Komisi Manajemen Risiko Asosiasi Perusahaan Pembiayaan
Indonesia (APPI), dan Asesor Kompetensi BNSP.

203
204

Anda mungkin juga menyukai