Anda di halaman 1dari 11

cerpen singkat beserta unsur instrinsik dan ekstrinsiknya

Dia Sahabatku

Pada suatu hari hiduplah dua orang sahabat mereka bernama shelly dan yenni. Mereka bersahabat
selama 3 tahun lamanya. Shelly dan yenni saling menyayangi bahkan banyak orang-orang yang
menyangka bahwa mereka saudara kandung. Setiap pagi sebelum berangkat kesekolah shelly selalu
pergi kerumah Yenni untuk bersama berangkat ke sekolah.

Pada siang harinya sesuai dengan rencana yang mereka telah sepakati sebelumnya, merka akan pergi ke
swalayan yang tidak berada jauh dari sekolah mereka. Mereka pergi ke swalayan untuk membeli sebuah
kado dan kue yang akan mereka belikan untuk nenek shelly. Nenek Shelly adalah orang yang baik. Ia
selalu baik dan ramah kepada Yenni walaupun Yenni bukan cucu dari sang Nenek. Bukan hanya itu
Nenek shelly juga terkadang memberikan nasihat dan uang saku Cuma-Cuma kepada mereka.

Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore tetapi belum juga ada kabar yang pasti dari Yenni. Sembari
menunggu kedatangan Yenni , Shelly membaca novel yang sebelumnya di beli di Toko Buku langganan
mereka bersama Yenni. Membaca novel adalah hobi yang dimiliki shelly, berbeda dengan Yenni yang
lebih memilih untuk bermain basket. Meskipun hobi mreka yang berbeda tetapi mereka tetap dapat
bersama. Bila ada latihan basket di sekolah maka shelly selalu setia menunggu Yenni sembari
mengerjakan tugas atau sekedar untuk melanjutkan membaca novel.

“Aduh Yenni kemana ya?, Tanya shelly dalam hati” Shelly yang merasa panik terhadap Yenni karena
sudah 3 jam setelah dirinya menunggu tidak ada kabar yang pasti dari Yenni. “ Shelly “ Teriak seorang
remaja yang berada tidak jauh dari keberadaannya. “ maaf, tadi aku harus membersihkan lapangan
sebelum pulang, karena aku lupa mengerjakan tugas Matematika “ Jawab Yenni. Dengan wajah kesal
sekaligus kasihan setelah mendengarkan alasan yang diberikan Yenni akhirnya Shelly memutuskan untuk
pergi ke Swalayan. “ kan aku udah pernah bilang, kalo ada tugas itu langsung dikerjain malemnya “
Shelly member nasihat kepada Yenni dengan sedikit marah.

Setelah sampai di tempat yang mereka tuju yaitu swalayan, mereka langsung segera membeli kue dan
memilih kira-kira kado yang mana yang pantas untuk Nenek Shelly. Shelly dan Yenni memutuskan untuk
membeli baju sebagai hadiah yang akan mereka belikan kepada Nenek. Baju berwarna kuning yang
cocok dengan kuli Nenek yang berwarna cukup cerah membuat mereka merasa itulah hadiah yang pas
dan cocok untuk mereka berikan kepada Nenek. Bagi Yenni, Nenek Shelly adalah neneknya juga karena,
Nenek Shelly juga selalu menyamakan kasih sayang yang ia berikan kepada Shelly dan Yenni. Maka dari
itu, Yenni selalu menyayangi semua keluarga Shelly. Bagi Yenni mengeluarkan uang itu tak masalah
asalkan Nenek atau keluarga Shelly yang lain bahagia. Setelah selesai membelanjakan kebutuhan apa
saja yang mereka inginkan, mereka memutuskan untuk pulang karena mereka sudah ditunggu di Rumah
Nenek oleh keluarga Shelly. Maka dari itu, mereka memutuskan untuk cepat-cepat pulang.

Sesampainya di Rumah, mereka segera disambut oleh keluarga Shelly. Keluarga Shelly sudah
mengganggap Yenni sebagai keluarga. Kebersamaan yang tidak bisa di dapatkan di dalam keluarga Yenni
dapat Ia dapatkan di saat bersama dengan keluarga Shelly. Selain itu baik keluarga Shelly juga selalu
memperhatikan Yenni.

Yenni hanya tinggal berdua dengan ayahnya selain itu, ayah Yenni sering pergi meninggalkan Yenni
untuk mencari uang berdagang di luar kota. Dengan kata lain, Yenni selalu merasa kesepian bahkan
kadang enggan untuk pulang kerumah. Ibu Yenni telah lama bercerai dengan Ayahnya kurang lebih
semenjak Yenni berumur 11 tahun. Semenjak Ayah dan Ibunya bercerai Yenni tidak pernah bertemu
Ibunya. Ia tidak pernah merasakan perhatian dari seorang Ibu semenjak kedua orang tuanya telah resmi
bercerai. Oleh karena hal itu, Shelly selalu berada di dekat Yenni karena ia tidak ingin sahabatnya
merasa kesepian karena baginya persahabatan itu bukan hanya dapat dikatakan dimulut saja tetapi
dibuktikan dengan nyata.

Analisis Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik

1. Unsur Instrinsik

a. Tokoh

-Shelly

-Yenni

-Nenek

b. Penokohan
-Shelly : Baik, Rajin, Pintar

-Yenni : Baik, Malas

-Nenek: Baik

c. Latar

- Sekolah

- Swalayan

- Rumah Nenek

d. Sudut Pandang

Dalam penulisan cerpen ini penulis menuliskan cerpen dengan menggunakan sudut pandang orang
ketiga karena dalam penulisan cerpen menceritakan kisah orang lain.

e. Tema

Persahabatan

f. Amanat

Amanat yang di sampaikan dari cerpen di atas adalah kita harus menyayangi orang lain walaupun kita
tidak ada berhubungan darah dan saling mengerti satu sama lain.

2. Unsur Ekstrinsik

Latar Belakang Masyarakat

Latar belakang yang dituliskan dari cerpen diatas yang telah disampaikan penulis adalah adanya kasih
sayang dari lingkungan sekitar yang membuat menguatnya persahabatan yang diceritakan oleh penulis.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Cerpen


a. Nilai Budaya

Nilai Budaya yang dapat kita pelajari dari cerpen diatas adalah kuatnya persahabatan yang masih terjalin
diantara mereka walaupun perbedaan sifat yang mereka miliki.

b. Nilai Moral

Nilai Moral yang dapat kita ambil dari cerpen diatas adalah kita harus senantiasa meminta maaf apabila
terdapat kesalahan baik itu kepada sahabat terdekat sekalipun.

KETIKA SEBUAH MIMPI DIPAHAMI

Tidak kusangka, siang yang tadinya ingin kujadikan waktu bersantai untuk melepas lelah. Setelah
seharian berolahraga seperti minggu biasanya, malah berubah menjadi momen paling mengasyikan
daripada hanya sekedar melepas rasa letih di tubuhku hari ini.Pukul 13:00 tengah hari tadi, sewaktu
mataku yang terjaga ini mulai kehilangan arah dalam persiagaannya di tempat tidurku, kemudian ia
(baca: mata) menutup dirinya dan membawaku ke alam lain. Dalam khayalnya aku hanya mengikuti
kemana alam bawah sadar mengalir, karena aku berharap bisa bermimpi indah.

Di suatu tempat yang belum jelas asal usulnya, cahaya matahari menyilaukan mataku yang masih
berkedip-kedip mulai memperhatikan keadaan di sekitarnya. Terlihat bangunan batu bata besar
memanjang ke arah pegunungan tinggi berkebut ini seperti sebuah benteng raksasa tak berujung.
Dengan lebar sisinya sekitar 10 meter. Aku berada di atasnya dan mulai tahu dimana aku berdiri. Betul
sekali, TEMBOK BESAR CINA biasa orang-orang menyebutnya.

“Senangnya bisa berada di tempat indah dan bersejarah seperti ini.” ujarku dalam hati.

Menikmati indahnya monumen paling terkenal, yang bahkan masuk dalam kategori 7 Keajaiban Dunia,
membuatku LUPA bahwa dunia yang kutempati saat ini hanya sebuah fantasi belaka.

“Andai aku membawa sebuah kamera, pasti sudah ku jepret setiap sudut yang kulihat ini.”
pikirku.Sejuknya angin membuatku penasaran untuk melihat setiap sudut di tembok ini. Ketika hendak
melihat bagian bawah tembok dari atas, tiba-tiba terdengar suara. Gedebuk gedebuk… Bunyi mulai
terngiang di telingaku, disaat indra penghlihatan mengarah ke kanan jalur perjalanan tembok. Aku
melihat dari jarak ku berdiri sekitar 200 meter disana segerombolan singa besar berlari ke
arahku.Perasaanku yang saat itu bingung bercampur kesal, langsung berlari dengan kencang lurus ke
dapan. Betapa tidak, jika aku melompat ke sisi luar pun, mungkin nyawaku juga akan hilang karena
tingginya benteng ini setara sebuah bukit dan lebih parahnya lagi di belakangku singa-singa ganas mulai
menyerbuku.

Berlari dan terus berlari walau kaki terasa sangat lelah, tapi itulah yang sedang aku lakukan karena tak
ada cara lain kecuali berlari sekencang-kencangnya untuk menyelamatkan diri.

Beberapa saat kemudian aku terhenti ketika melihat nyawaku sudah tidak punya harapan lagi ditambah
kaki yang sudah tak mampu melangkah dalam peristiwa berbahaya ini, karena seekor singa buas berada
di depanku dengan jarak 50 meter. “Astaga kalau begini, aku hanya bisa pasrah kepadamu tuhan.”
ucapku. Dalam keadaan yang mungkin tidak bisa dibayangkan. Aku mencoba menenangkan hati, dan
berdamai dengan diriku sendiri. Aku bertanya “Tunggu-tunggu, kenapa aku berada di tempat ini?”
“Sedangkan aku tidak tahu jalan ke negeri ini.” lanjutku dalam hati yang agak tenang. Terbesit
kesadaranku yang memahami tentang kejadian semua ini. Aku membuka mata melihat tubuhku masih
berada di antara segerombolan singa dari belakang dan seekor singa paling besar dari depan yang
mendekat ke arah se’onggok daging segar, yah daging itu adalah diriku. Singa-singa yang berlari
langsung melompat ke arahku dengan cakar dan taring-taringnya yang tajam wuuz… seketika terhanti
begitu saja, saat mereka melihatku tertawa. “Hahahaha… Hey kalian mau makan apa dariku?” tubuhku
dan kalian hanya ilusi dalam keadaan sekarang ini, aku ini sedang bermimpi.” “Kalian diciptakan oleh
pikiranku sendiri, bahkan bukan kalian saja, semua yang kulihat cuma ada di halusinasiku.” lanjutku pada
binatang-binatang itu yang sepertinya mengerti ucapanku.

Sekarang singa-singa itu menunduk padaku kemudian lenyap tak tahu kemana. Aku pun kembali
menikmati pemandangan indah dari atas tembok besar, beberapa saat juga semuanya yang ku lihat
sirna seperti singa singa tadi. Mataku yang mulai terbuka membuatku sadar, kalau aku sudah kembali ke
kamarku lagi, dan dalam kelelahan kaki yang kurasakan karena sudah berlarian dalam pikiranku sendiri,
aku pun tersenyum puas telah melewati mimpi yang mengasyikan hari ini. Kejadian ini memberiku pesan
bahwa ketakutan, keindahan, rasa senang atau derita semuanya hanya ada di dalam pikiranku, bukan
hanya di dunia mimpi, tapi juga dunia nyata.
END.

Unsur Intrinsik Cerpen :

1.Tema

– Khayalan.

2. Latar

-Waktu : Siang Hari.

-Tempat : Di Kamar Tidur.

-Suasana : Mengasyikan.

3. Alur

-Maju.

-Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari pengenalan latar dan masalah sampai ke konflik
dan di akhir cerita terdapat penyelesaian konflik.

4. Penokohan :

– Aku : pemimpi, pemberani, periang.

5.Sudut pandang :

-orang pertama sebagai pelaku utama.

-Bukti : Cerpen bangkit menggunakan kata ganti “aku” sebagai tokoh utama dan mengisahkan tentang
dirinya sendiri.

6. Gaya Bahasa

Bahasa yang digunakan menarik, dan dapat di mengerti oleh pembaca.

7. Amanat

Kejadian ini memberikan pesan bahwa ketakutan, keindahan, rasa senang atau derita semuanya hanya
ada di dalam pikiran, bukan hanya di dunia mimpi, tapi juga dunia nyata.

Unsur Ekstrinsik Cerpen :

1. Nilai Sosial
“Sekarang singa-singa itu menunduk padaku kemudian lenyap tak tahu kemana.”

2. Nilai Budaya

“Terlihat bangunan batu bata besar memanjang ke arah pegunungan tinggi berkebut ini seperti sebuah
benteng raksasa tak berujung. Dengan lebar sisinya sekitar 10 meter. Aku berada di atasnya dan mulai
tahu dimana aku berdiri. Betul sekali, TEMBOK BESAR CINA biasa orang-orang menyebutnya.”

3. Nilai Moral

“Singa-singa yang berlari langsung melompat ke arahku dengan cakar dan taring-taringnya yang tajam
wuuz…”
Untuk Sahabatku

Ketika dunia terang, alangkah semakin indah jikalau ada sahabat disisi. Kala langit mendung, begitu
tenangnya jika ada sahabat menemani. Saat semua terasa sepi, begitu senangnya jika ada sahabat
disampingku. Sahabat. Sahabat. Dan sahabat. Ya, itulah kira-kira sedikit tentang diriku yang begitu
merindukan kehadiran seorang sahabat.

Aku memang seorang yang sangat fanatik pada persahabatan. Namun, sekian lama pengembaraanku
mencari sahabat, tak jua ia kutemukan. Sampai sekarang, saat ku telah hampir lulus dari sekolahku.
Sekolah berasrama, kupikir itu akan memudahkanku mencari sahabat. Tapi kenyataan dengan
harapanku tak sejalan. Beragam orang disini belum juga bisa kujadikan sahabat. Tiga tahun berlalu, yang
kudapat hanya kekecewaan dalam menjalin sebuah persahabatan. Memang tak ada yang abadi di dunia
ini. Tapi paling tidak, kuharap dalam tiga tahun yang kuhabiskan di sekolahku ini, aku mendapatkan
sahabat.

Nyatanya, orang yang kuanggap sahabat, justru meninggalkanku kala ku membutuhkannya. “May,
nelpon yuk. Wartel buka tuh,” ujar seorang teman yang hampir kuanggap sahabat, Ria pada sahabatku
yang lain saat kami di perpustakaan. “Yuk, yuk, yuk!” balas Maya, ‘sahabatku’. Tanpa mengajakku
Kugaris bawahi, dia tak mengajakku. Langsung pergi dengan tanpa ada basa-basi sedikitpun. Padahal
hari-hari kami di asrama sering dihabiskan bersama. Huh, apalagi yang bisa kulakukan. Aku melangkah
keluar dari perpustakaan dengan menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu lelah menghadapi
kesendirianku yang tak kunjung membaik. Aku selalu merasa tak punya teman. “Vy, gue numpang ya, ke
kasur lo,” ujarku pada seorang yang lagi-lagi kuanggap sahabat. Silvy membiarkanku berbaring di
kasurnya. Aku menutup wajahku dengan bantal.

Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah juga. Tak lagi terbendung. Sesak di dadaku tak lagi
tertahan. Mengapa mereka tak juga sadar aku butuh teman. Aku takut merasa sendiri. Sendiri dalam
sepi begitu mengerikan. Apa kurangku sehingga orang yang kuanggap sahabat selalu pergi
meninggalkanku. Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu banyak pengorbanan yang kulakukan untuk
sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi mereka menjauhiku. “Faiy, lo kenapa sih ? kok nangis tiba-tiba,” tanya
Silvy padaku begitu aku menyelesaikan tangisku. “Ngga papa, Vy,” aku mencoba tersenyum. Senyuman
yang sungguh lirih jika kumaknai. “Faiy, tau nggak ? tadi gue ketemu loh sama dia,” ujar Silvy malu-malu.
Dia pasti ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai.

Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku. Kurasa semua sama. Tak ada yang
setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan oleh ‘sahabat-sahabatku’ itu. Kala dibutuhkan, aku
didekati. Begitu masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali. “Faiy, kenapa ya, Lara malah jadi
jauh sama gue. Padahal gue deket banget sama dia. Dia yang dulu paling ngerti gue. Sahabat gue,” Silvy
curhat padaku tentang Lara yang begitu dekat dengannya, dulu. Sekarang ia lebih sering cerita padaku.
Entah mengapa mereka jadi menjauh begitu. “Yah, Vy. Jangan merasa sendirian gitu dong,” balasku
tersenyum. Aku menerawang,” Kalau lo sadar, Vy, Allah kan selalu bersama kita. Kita ngga pernah
sendirian. Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga, berarti jelas kita ngga ingat
Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari bibirku. Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga tepat
untukku. Oh, Allah, maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu bersamaku. Tetapi aku
masih sering merasa sendiri.

Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang waktu. Bodohnya aku. Aku ngga pernah hidup sendiri.
Ada Allah yang selalu menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua malaikat bahkan selalu di sisiku. Tak
pernah absen menjagaku. Kenapa selama ini aku tak menyadarinya? Dia akan selalu mendengarkan
‘curhatanku’. Dijamin aman. Malah mendapat solusi. Silvy tiba-tiba memelukku. “Sorry banget, Faiy.
Seharusnya gue sadar. Selama ini tuh lo yang selalu nemenin gue, dengerin curhatan gue, ngga pernah
bete sama gue. Dan lo bisa ngingetin gue ke Dia. Lo shabat gue. Kenapa gue baru sadar sekarang, saat
kita sebentar lagi berpisah…” Silvy tak kuasa menahan tangisnya. Aku merasakan kehampaan sejenak.
Air mataku juga ikut meledak. Akhirnya, setelah aku sadar bahwa aku ngga pernah sendiri dan ingat lagi
padaNya, tak perlu aku yang mengatakan ‘ingin menjadi sahabat’ pada seseorang. Bahkan malah orang
lain yang membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Aku melepaskan pelukan kami. “ Makasih ya, Vy. Ngga
papa koki kita pisah. Emang kalau pisah, persahabatan bakal putus. Kalau putus, itu bukan
persahabatan,” kataku tersenyum.

Akhir sisa-sisa air mataku. Kami tersenyum bersama. Persahabatan yang indah, semoga persahabatan
kami diridoi Allah. Sahabat itu, terkadang tak perlu kita cari. Dia yang akan menghampiri kita dengan
sendirinya. Kita hanya perlu berbuat baik pada siapapun. Dan yang terpenting, jangan sampai kita
melupakan Allah. Jangan merasa sepi. La takhof, wala tahzan, innallaha ma’ana..Dia tak pernah
meninggalkan kita. Maka jangan pula tinggalkannya. TAMAT –

Unsur Instrinsik :

• Tema : Persahabatan

• Tokoh : Faiy, Maya, Ria, Silvy, Lara

• Watak :

Faiy : Kurang percaya diri


Maya : Tidak peduli

Ria: Tidak peduli

Lara : Acuh

Silvy: Peduli

• Alur : Maju mundur

• Latar :

Tempat

Asrama

Perpustakaan

Di kamar silvy

Waktu

Siang Hari

Suasana : Mengharukan

Sudut pandang : Orang Pertama

Amanat : Sebagai makluk hidup kita harus percaya adanya tuhan yang selalu menemani umatnya
dimana pun berada.

Unsur Ekstrinsik:

-Nilai Agama

Nilai agama yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan aturan/ajaran yang bersumber dari
agama tertentu.

-Nilai Moral

Nilai moral yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan akhlak/perangai atau etika. Nilai moral
dalam cerita bisa jadi nilai moral yang baik, bisa pula nilai moral yang buruk/jelek.

-Nilai Budaya
Nilai budaya adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan kebiasaan/tradisi/adat-istiadat yang berlaku pada
suatu daerah.

-Nilai Sosial

Nilai sosial yaitu nilai-nilai yang berkenaan dengan tata pergaulan antara individu dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai