Makalah Filsafat MPI (10) Filsafat Pendidikan Islam Perspektif Imam Ghozali
Makalah Filsafat MPI (10) Filsafat Pendidikan Islam Perspektif Imam Ghozali
Dosen Pengampu :
Dr. Yunus M. Pd.I
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS PAMULANG
PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Dan Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
Sempurna di karenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkn kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya Kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dari berbegai aspek
Perkembangan dunia pendidikan. Amiin…
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Peranan Pendidikan
Al-Ghazali termasuk ke dalam kelompok sufistik yang banyak
menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan, karena
pendidikanlah yang banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa
dan pemikirannya. Demikian hasil pengamatan Ahmad Fuad Al-
Ahwani terhadap pemikiran pendidikan Al Ghazali.1
Sementara itu H. M Arifin, guru besar dalam bidang pendidikan
mengatakan, bila dipandang dari segi filosofis, al-Ghazali adalah
penganut faham idealisme yang konsekuen terhadap agama sebagai
dasar pandangannya.2 Dalam masalah pendidikan al-Ghazali lebih
cenderung berpaham empirisme. Hal ini antara lain disebabkan karena
ia sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik.
Menurutnya seorang anak tergantung kepada orang tua dan yang
mendidiknya. Hati seorang anak itu bersih, murni, laksana permata yang
amat berharga, sederhana, dan bersih dari gambaran apapun.
2. Tujuan Pendidikan
Setelah menjelaskan peranan pendidikan sebagaimana diuraikan di
atas, al-Ghazali lebih lanjut menjelaskan tujuan pendidikan.
Menurutnya tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT., bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang.
Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pada mendekatkan diri
1
Ahmad Fuad al-Ahwani, at-Tarbiyah fil al-Islam, (Mesir: Dar al-Misriyah, tanpa tahun), hlm. 238.
2
M. Arifin, 1991, cet. ke-1, Loc. Cit.
5
kepada Allah, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian dan
permusuhan.3
Rumusan tujuan pendidikan yang demikian itu sejalan dengan
firman Allah SWT. tentang tujuan penciptaan manusia, yaitu:
3. Pendidik
Sejalan dengan pentingnya pendidikan mencapai tujuan
sebagaimana disebutkan di atas, al-Ghazali juga menjelaskan tentang
ciri-ciri pendidik yang boleh melaksanakan pendidikan. Ciri-ciri
3
Al- Abrasy, Loc. Cit
4
Ibid., hlm. 237.
5
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, cet. ke-1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.
163.
6
tersebut adalah:
a. Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak
kandungnya sendiri.
b. Guru jangan mengharapkan materi (upah) sebagai tujuan utama
dari pekerjaan (mengajar), karena mengajar adalah tugas yang
diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW. sedangkan upahnya
adalah terletak pada terbentuknya anak didik yang mengamalkan
ilmu yang diajarkannya.
c. Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuannya dalam
menuntut ilmu bukan untuk kebanggan diri atau mencari keuntunga
pribadi, tetapi untuk mendekatkan diri kepada Allah.
d. Guru harus mendorong muridnya agar mencari ilmu yang
bermanfaat, yaitu ilmu yang membawa pada kebahagiaan dunia
dan akhirat.
e. Di hadapan muridnya, guru harus memberikan contoh yang baik,
seperti, berjiwa halus, sopan, lapang dada, muraha hati, dan
berakhlak terpuji lainnya.
f. Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan tingkat
intelektual dan daya tangkap anak didiknya.
g. Guru harus mengamalkan yang diajarkannya, karena ia menjadi
idola di mata anak muridnya.
h. Guru harus memahami niat, bakat dan jiwa anak didiknya, sehingga
di samping tidak akan salah dalam mendidik, juga akan terjalin
hubungan yang akrab dan baik antara guru dengan anak didiknya.
i. Guru harus dapat menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak
didiknya, sehingga akal pikiran anak didik tersebut akan dijiwai
oelh keimanan itu.6
6
M. Arifin, Op. Cit., hlm. 103-104.
7
dengan norma akhlak itu, masih dianggap relevan jika tidak dianggap
hanya itu satusatunya model, melainkan jika dilengkapi dengan
persyaratan yang lebih bersifat persyaratan akademis dan profesi. Guru
yang ideal di masa sekarang adalah guru yang memiliki persyaratan
kepribadian sebagaimana dikemukakan al-Ghazali dan persyaratan
akademis yang profesional.7
Selain ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, seorang pendidik
dituntut memiliki beberapa sifat keutamaan yang menjadi
kepribadiannya. Di antara sifat-sifat tersebut adalah:
a. Sabar dalam menghadapi pertanyaan murid.
b. Senantiasa bersifat kasih, tanpa pilih kasih (objektif).
c. Duduk dengan sopan, tidak riya’ atau pamer.
d. Tidak takabur, kecuali terhadap orang yang zalim dengan maksud
mencegah tindakannya.
e. Sikap dan pembicaraan hendaknya tertuju pada topik persoalan.
f. Memiliki sifat bersahabat terhadap semua murid-muridnya.
g. Menyantuni dan tidak membentak murid yang bodoh.
h. Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang
sebaikbaiknya.
i. Berani berkata tidak tahu terhadap masalah yang memang Anda
tidak ketahui.
j. Menampilkan hujja yang benar. Apabila berada dalam kondisi yang
salah, ia bersedia merujuk kembali kepada rujukan yang benar.8
4. Murid
Sejalan dengan prinsip bahwa menuntut ilmu pengetahuan sebagai
ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah, maka bagi murid
dikehendaki hal-hal sebagai berikut:
7
Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 165.
8
Al-Rasyidin dan Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis, cet. ke2, (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), hlm. 88.
8
a. Memuliakan Guru dan bersikap rendah hati atau tidak takabur.
Hal ini sejalan dengan pendapat Imam Ghozali yang menyatakan
bahwa menuntut ilmu itu adalah perjuangan yang berat yang
menuntut kesungguhan yang tinggi , dan bimbingan dari guru.
b. Merasa satu bangunan dengan murid lainnya sehingga
merupakan satubangunan yang saling menyayangi dan
menolong serta berkasih sayang.
c. Menjauhkan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang
dapatmenimbulkan kekacauan dam pikiran.
d. Mempelajari tidak hanya satu jenis ilmu yang bermanfaat saja,
melainkan mempelajari berbagai ilmu dan berupaya sungguh-
sungguh sehingga mencapai tujuan dari tiap ilmu tersebut.9
Ciri-ciri murid yang demikian itu nampak juga masih dilihat dari
perspektif tasawuf yang menempatkan murid sebagaimana murid
tasawuf di hadapan gurunya. Ciri-ciri tersebut untuk masa sekarang
tentu masih perlu ditambah dengan ciri-ciri yang lebih membawa
kepada kreatifitas dan kegairahan dalm belajar.10
9
Al-Abrasyi, Loc. Cit.
10
Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 166.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Latar belakang al-Ghazali sebagai seorang sufi, ahli ibadah, dan lebih
mengutamakan akhlak yang mulia itu sangatlah mempengaruhi beliau dalam
segala pemikirannya, termasuk pendidikan. Pendidikan yang ideal menurut al
Ghazali ini bukanlah pendidikan yang biayanya sangat mahal, dipenuhi dengan
kegiatan ekstra kurikuler yang menjamin masa depan, proses belajar fullday,
akan tetapi pendidikan yang membawa anak didik ini kepada bagaimana cara
menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, melakukan ibadah
yang tidak hanya sekedar memenuhi kewajiban seorang hamba kepada
Tuhannya akan tetapi lebih ke sebuah kebutuhan, karena semua itulah yang
akan membawa kepada kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
10
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. 1997. cet. ke-1. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.
al-Abrasyi, Muhammad Athiyyah. Al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha,
cet. ke-3. Mesir: Isa al-Babi al-Halabi. 1975.
al-Abrasyi, Muhammad Athiyyah. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, cet.
ke-7. Jakarta: Bulan Bintang. 1993.
Al-Ghazali. t.t. Ihya’ Ulumuddin. Beirut: Dar al-Fikr.
al-Ahwani, Ahmad Fuad. Tanpa Tahun. At-Tarbiyah fil al-Islam, Mesir: Dar al-
Misriyah.
Al-Rasyidin dan Syamsul Nizar. 2005. cet. ke-2. Filsafat Pendidikan Islam:
Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta: PT. Ciputat Press.
11