Anda di halaman 1dari 9

Dinamika perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Kampung

Naga di Kabupaten Tasikmalaya

Abstrak.
Dinamika Perubahan Sosial Dan Ekonomi Masyarakat Kampung Naga Di Kabupaten. Secara umum,
tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dinamika masyarakat tradisional Kampung Naga, secara
khusus bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi sosial masyarakat Kampung Naga; (2) mengidentifikasi
dinamika masyarakat; dan (3)mengidentifikasi perubahan perekonomian masyarakat kampung naga .
Disain penelitian menggunaka metode kepustakaan. Buku yang menjadi acuan penulis adalah beberapa
buku-buku dari karangan penulis. Selain dari buku-buku tersebut, penulis juga mencari beberapa sumber
dari beberapa data yang didapatkan melalui internet untuk melengkapi informasi untuk bahan skrpsi ini.

 PENDAHULUAN

Dinamika merupakan keliru satu bukti diri kehidupan insan baik secara individual, grup juga rakyat. Dinamika
rakyat bersifat universal yakni terjadi dalam setiap rakyat pada aneka macam tempat, kondisi, dan situasi.
Salah satu faktor pendorong terjadinya dinamika dalam rakyat adalah penemuan. Salah satu faktor pendorong
terjadinya dinamika rakyat yaitu penemuan (Gillin & Gillin pada Saripudin: 2005: 49). Proses dinamika rakyat
semakin intensif menggunakan adanya kemajuan ilmu pengetahuan & teknologi (IPTEK) bidang warta dan
komunikasi. Proses difusi penemuan nir lagi terkendala ruang dan ketika. Terjadinya adopsi penemuan
diperlukan nir Mengganggu tatanan kehidupan rakyat yg telah mapan, melainkan menaruh kebermaknaan bagi
peningkatan kehidupan bermasyarakat. pentingnya kearifan menyikapi penemuan supaya menaruh
kebermaknaan dan menghindari bahaya degradasi martabat. Masyarakat dan kebudayaan adalah 2 konsep yg
mempunyai jalinan fungsional bagi kelangsungan hayati dan dinamika warganya. Dinamika Masyarakat
Tradisional Kampung Naga pada Kabupaten Tasikmalaya terbagi atas 3 subsistem, yakni:

(1) subsistem budaya (cultural system) yang berupa nilai, kebiasaan, pengetahuan, dan kepercayaan;

(2) subsistem sosial (social system) berupa kelembagaan sosial yang mengatur status dan peran;

(3) subsistem kepribadian (personality system) yaitu proses dimilikinya kepribadian sampai individu
mempunyai ciri rakyat.

Kehidupan rakyat pada koneksitasnya menggunakan ruang hayati (living space) dan ketika sudah menciptakan
suatu pola konduite kehidupan pada wujud kebudayaan. Selanjutnya dikemukakan bahwa kehidupan
bermasyarakat berlandaskan dalam cara, kebiasaan, nilai, dan kebiasaan yang bersifat kontinyu terikat sang
suatu rasa bukti diri beserta sampai terbentuk tata cara istiadat. Kebudayaan yang menguntungkan dan bisa
berfungsi mempertahankan keberadaan rakyat pada lingkungan alam, hayati dan fisik, akan diteruskan ke
generasi berikutnya sampai terbentuk tradisi.Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah :

(1) mengidentifikasi sosial ,masyarakat Kampung Naga;


(2) mengetahui dinamika masyarakat pada aspek sosial ; dan
(3) merekomendasikan strategi pemberdayaan masyarakat berbasis adat istiadat.
Kampung Naga adalah satu dari sekian banyaknya kampung adat yang berada di Jawa Barat. Kampung
Naga termasuk kedalam wilayah Desa Neglasari,Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Tidak
seperti kampung adat pada umumnya yang berada pada wilayah terpencil, Kampung Naga terletak di
perlintasan jalur selatan yang menghubungkan Garut dan Tasikmalaya. Lokasinya berada di suatu lembah
yang berjarak kurang lebih 200 meter dari jalan raya. Lokasi Kampung Naga merupakan daerah
perbukitan dengan latar belakang pegunungan. Semua penduduk di daerah ini adalah orang Sunda,
sehingga bahasa yang digunakan dalam kesehariannya adalah bahasa Sunda, dan menganut agama Islam.
Masyarakat Kampung Naga adalah seratus persen pemeluk agama Islam, seperti masyarakat adat lainnya
mereka juga sangat taat memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Kepercayaan
masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat istiadat warisan nenek moyang berarti
menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun
Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-
hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati
karuhun, hal ini dipandang akan menimbulkan malapetaka .
Mayoritas penduduknya bekerja menjadi petani, selebihnya berprofesi sebagai pedagang kecil, peternak,
pegawai negeri dan swasta, serta buruh lepas lainnya. Selain bisnis kecil-kecilan di bidang kerajinan
tangan, tidak ada sektor industri sektor besar yang melibatkan banyak tenaga kerja di daerah ini. Dapat
dikatakan, bahwa Kampung Naga dan daerah di sekitarnya ini mencerminkan kehidupan agraris di tanah
Priangan pada umumnya. Kampung Naga telah menjadi salah satu wisata budaya yang diperhitungkan di
Jawa Barat, terutama di dareah Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini jelas terlihat jelas dari adanya
peningkatan kunjungan wisatawan ke Kampung Naga. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kampung Naga
ini memiliki daya tarik yang cukup besar bagi wisatawan, terutama pada aspek kebudayaan yang memang
menjadi salah satu unggulan dalam objek wisata. Aksesibilitas dari Kampung Naga merupakan salah satu
yang menjadi daya tarik pada objek wisata, dimana wisatawan tidak perlu susah payah menempuh jarak
yang jauh dengan berjalan kaki ke pedalaman karena letak Kampung Naga terbilang dekat dari jalan raya
penghubung antara kota Tasikmalaya dan kota Garut.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik dengan sosial dan ekonomi
masyarakat kampung naga. Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah pada
Bagaimana perkembangan ekonomi kampung naga dan dinamika sosial di masyarakat kampung naga
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana perubahan dinamika sosial dan ekonomi kampung naga ?

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perubahan dinamika sosial dan ekonomi kampung naga .


Metode Penelitian

Desain Penelitian menggunaka metode kepustakaan. Buku yang menjadi acuan penulis adalah beberapa
buku-buku dari karangan penulis. Selain dari buku-buku tersebut, penulis juga mencari beberapa sumber
dari beberapa data yang didapatkan melalui internet untuk melengkapi informasi untuk bahan skrpsi ini.
 PEMBAHASAN

Asal-Usul Kampung Naga

Sejarah Kampung Naga ialah bermula pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan
Gunung Jati ada yang mengabdikan menyebarkan agama islam yang bernama Singaparana ditugasi untuk
menyebarkan ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa
Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat
Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus
bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu
tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.Nenek moyang Kampung Naga yang paling berpengaruh
dan berperan bagi masyarakat Kampung Naga “Sa Naga” yaitu Eyang Singaparana atau Sembah Dalem
Singaparana yang disebut lagi dengan Eyang Galunggung, dimakamkan di sebelah Barat Kampung Naga.
Makam ini dianggap oleh masyarakat Kampung Naga sebagai makam keramat yang selalu diziarahi pada
saat diadakan upacara adat bagi semua keturunannya.

Menuru versi lain Kampung Naga adalah suatu perkampungan di Kabupaten Tasikmalaya dalam
lingkup ke RT-an yang menjadi bagian dari kapunduhan (dusun) Naga, Desa Neglasari Kecamatan
Salawu Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Kampung Naga dihuni oleh sekelompok
masyarakat yang sangat kuat dalam memegang teguh adat istiadat serta peninggalan para leluhurnya,
yaitu adat Sunda. Asal usul mengenai sejarah Kampung Naga tidak banyak disebutkan dalam banyak
literatur sehingga tidak begitu jelas dan diketahui bagaimana, kapan dan siapa yang mendirikan Kampung
Naga. Keterangan sejarah Kampung Naga saat ini tidak dapat diperoleh secara mendetail, hanya
ceritacerita yang disampaikan dari lisan ke lisan tanpa ada bukti secara tertulis. Hal ini disebabkan
manuskrip-manuskrip peninggalan leluhur yang bisa menceritakan sejarah Kampung Naga terbakar saat
pemberontakan DI/TII oleh Kartosuwiryo tahun 1956. Gerombolan yang tidak senang terhadap
masyarakat Kampung Naga karena tidak mendukung perjuangan mereka, membumihanguskan kampung
tersebut termasuk tempat peninggalan pusaka. Keterangan yang ada saat ini hanya merupakan garis
besarnya saja yang diwariskan secara turun temurun dalam lingkungan keturunan ketua adat.

sosial

Sejak dahulu masyarakat Kampung Naga dikenal sebagai masyarakat yang sangat memegang teguh adat
tradisi leluhur, tetapi saat ini kemajuan yang terjadi di berbagai sendi kehidupan sosial dan aktivitas
pariwisata yang masuk ke Kampung Naga, telah membawa berbagai nilai baru ke wilayah Kampung
Naga. Oleh karena itu, bahwa besar atau kecil, cepat atau lambat, perubahan sosial, ekonomi dan
lingkungan fisik di Kampung Naga tidak dapat dihindarkan dari sisi sosial yang terjadi dalam masyarakat
kampung naga, bisa dibilang pengelompokan tidak terjadi dalam masyarakat ini. Pengelompokan hanya
terjadi karena faktor kekuasaan atau pemerintahan seperti jabatan Kadus (kepala dusun) dan Kuncen (juru
kunci). Mereka menjalankan kekuasaan dan bermufakat dengan sesama para pejabat dikampung naga
tersebut, dan pengelompokan dalam mata pencaharian ketika sedang bekerja, seperti para pengrajin akan
berkumpul bersama-sama dalam membuat kerajinan dirumah salah satu warga yang dikiranya nyaman
untuk bersantai sembari membuat kerajianan tersebut, atau para petani yang berkumpul di sawah ketika
bekerja, tetapi dalam kehidupan seseharinya mereka berbaur kembali dengan masyarakat seperti biasanya,
tidak ada kelompok-kelompok yang pada akhirnya menghasilkan kelompok mayoritas, minoritas atau
bahkan menimbulkan kelompok dominan dalam masyarakat kampung Naga. Kehidupan hubungan
masyarakat kampung Naga begitu kuat tali silaturahminya, karena mereka memegang tinggi nilai-nilai
kegamaan yang pada dasarnya membuat mereka berbudi baik dan memilki sikap saling menghargai dan
toleransi yang begitu tinggi, sehingga jarang terjadi perselisihan dalam kehidupan. Sehingga sangat sulit
dalam masyarakat kampung naga terjadi pengelompokan sosial.

Kuncen adalah ketua adat di kampung naga, yang Bertugas sebagai pemangku Adat dan bertanggung
jawab atas keberlangsungan dan terjaganya kelestarian adat. Saat ini di kampung naga, kuncen masih
dipegang oleh Bapak Ade Suherwin dan wakilnya Bapak Henhen.

Lebe Bertugas dalam proses keagamaan terutama mengenai pengurusan jenazah, saat ini Lebe di jabat
oleh Bapak Ateng.

Punduh Bertugas dalam ngurus laku meres gawe, yaitu mengayomi masyarakat dalam kerukunan
kehidupan bermasyarakat,yang saat ini dijabat oleh Bapak Ma’un.

Umumnya stratifikasi sosial terjadi dalam bidang ekonomi, tapi hal tersebut tidak terjadi dalam
masyarakat kampung Naga, mereka tidak memilki sifat untuk saling bersaing dalam kemajuan ekonomi
keluarga, jikalau pun ada tidak begitu terlihat karena tingginya sifat saling menghargai. Mereka akan
malu atau hormat kepada orang yang tidak mampu, sehingga tidak ada niat dalam benak masyarakat
kampung naga untuk menonjolkan diri dalam bidang-bidang tertentu. Karena dalam tradisi masyarakat
kampung Naga memberlakukan bahwa atribut yang sekiranya berdampak pada adat kampung Naga harus
ditinggal diluar daerah Kampung Naga.

Namun demikian, masyarakatnya masih kuat mempertahankan adat istiadat sehingga termasuk kategori
masyarakat tradisional. Dengan demikian dapat diungkapkan suatu asumsi bahwa adat istiadat memiliki
daya dukung terhadap kelangsungan hidup masyarakat dan masyarakat memiliki daya adaptabilitas
terhadap adat istiadat. Secara demografis, jumlah keluarga dipertahankan tidak lebih dari 99 KK dan
jumlah bantunan tetap 102 buah. Mereka menempati wilayah seluas 1,5 hektar. Masyarakat Kampung
Naga dipersatukan oleh adat istiadat yang terus dipertahankan oleh seluruh warganya, sehingga dapat
dikategorikan sebagai masyarakat tradisional. Pada masyarakat tradisional, tradisi masih kuat dipelihara
dan dipertahankan sehingga warganya memiliki sifat-sifat tradisional

Adat Istiadat Masyarakat Tradisional Kampung Naga

Tradisi Aspek Keterangan

Wasiat  Rumah  Material,Jenis bangunan, arah dan ukuran,ruangan.


 Bertani  Bibit padi, pemeliharaan,panen
 Benda Pusaka  Peninggalan leluhur
 Tempat  Hutan Naga (larangan) dan kawasan makam (kawasan pasarean)

Amanat  Pola  hidup Sederhana, kebersamaan, dan damai


 upacara
 Kelahiran, tingkeban, khitanan, perkawinan, kematian, nyepi, mendirikan
tumah/bangunan, bertani, dan hajat sasih.
Akibat  Pelanggran  Perasaan bersalah
terhadap tradisi

Larangan  Ucapan  12 macam upacara


 Perbuatan  Kerjabakti, kegiatan bersama, ngobrol, dan rapat
 Benda  Material dari tembok, kursi tamu, padi varietas baru, dan listrik.

Dinamika masyarakat kampung naga


Di masyarakat Kampung Naga, adat istiadat memiliki makna yang mendalam diperoleh secara turun
temurun yang terhimpun ke dalam adat leluhur. Masyarakat menjadi wahana proses pewarisan nilai sosial
budaya, inovasi, dan transformasi sosial. Tradisi terbentuk melalui proses pewarisan nilai sosial budaya
(enculturation) hingga terbentuk adat istiadat. Adat istiadat berfungsi sebagai kontrol sosial bagi dinamika
masyarakat. Inovasi merupakan salah satu faktor pendorong dinamika masyarakat, sedangkan tingkat
inovasi masyarakat menjadi indikator dan katalisator bagi terjadinya transformasi sosial.
Proses difusi inovasi tidak lagi terbatas ruang dan waktu, melainkan terseleksi oleh adat istiadat, sifat dan
tingkat inovasi masyarakat dalam menyikapi suatu unsur baru. Sikap masyarakat Kampung Naha
terhadap suatu inovasi dipengaruhi oleh adat istiadat. Bagi masayarakat kampung naga, adat istiadat
bersifat proteksionistik terhadap perubahan yang dipandang dapat mengganggu keseimbangan sosial.
Namun demikian, masyarakat tradisional di Indonesia memiliki ciri dinamis yang ditandai dengan
terjadinya perubahan sosial yang terus menerus sesuai dengan tantangan internal dan kekuatan eksternal
(Dove, 1985: 287). Faktor eksternal yang tidak bertentangan dengan adat istiadat menjadi salah satu
sumber dinamika kehidupan bagi masyarakat Kampung Naga.
Kehidupan masyarakat Kampung Naga mengalami dinamika pada aspek sosial, ekonomi, dan budaya
yang meliputi perubahan teknologi, mata pencaharian, pendapatan dan kepemilikan fasilitas hidup.
Fenomena sosial tersebut menurut Sorokin (Ningrum; 2006: 463) adalah merupakan konsekuensi dari
hakikat masyarakat yang potensial mengalami perubahan, yakni perubahan idea (ideational change),
pengaruh unsur budaya material terhadap mental masyarakat (sensational change), dan perubahan
ideologi (idealistic change). Bagi masyarakat, aspek teknologi merupakan unsur budaya yang lebih cepat
berubah karena proses adopsinya tidak selalu memerlukan perubahan mental terlebih dahulu. Masyarakat
Kampung Naga memiliki keterampilan membuat peralatan rumah tangga dari bambu. Kebiasaan tersebut
telah mengalami perubahan yakni dari orientasi kebiasaan ke arah orientasi bisnis.
Hal ini berkenaan dengan perubahan pengetahuan dan keterampilan usaha kerajian, yakni dari teknologi
tradisional ke teknologi tepat guna. Perubahan tersebut menghasilkan produk kerajinan yang memiliki
nilai ekonomi tinggi, dengan jangkaun pemasaran ke perkotaan, hotel, dan luar negeri. Perubahan tersebut
merupakan dinamika masyarakat yang bersumber dari kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi dan
peningkatan produktivitas. Bagi masyarakat Kampung Naga, usaha kerajinan tidak terproteksi adat
istiadat, sehingga perubahannya tidak menimbulkan kegoncangan sosial (Margono dalam Ningrum; 2006:
478). Usaha kerajinan sebagai kebiasaan untuk mengisi waktu luang, memanfaatkan sumber alam yang
ada, dan untuk memenuhi kebutuhan telah mengalami peningkatan efisiensi dan produktivitasnya.
Sesungguhnya, mata pencaharian utama adalah bertani yang terproteksi secara adat istiadat, sehingga
usaha kerajinan menjadi mata pencaharian sampingan. Artinya, masyarakat Kampung Naga memiliki
mata pencaharian baru dalam bidang usaha kerajinan. Fenomena tersebut merupakan salah satu ciri
perubahan sosial yaitu perubahan yang terjadi pada aspek material maupun immaterial. Perubahan bentuk
dan model produksi kerajinan (aspek material),
sedangkan pengelolaan usaha kerajinan (aspek immaterial). Seiring dengan meningkatnya produktivitas
usaha kerajinan, maka pendapatan masyarakat mengalami peningkatan pula yang berdampak pada
kepemilikan fasilitas hidup. Dinamika masyarakat Kampung Naga memiliki dampak terhadap
peningkatan kesejahteraan. Fasilitas hidup yang dimiliki oleh masyarakat adalah alat transfortasi, media
informasi dan hiburan, mebeler, kepemilikan lahan, dan rumah permanen. Rumah panggung tradisional
memiliki perlengkapan yang relatif sama dengan masyarakat umumnya. Alat transfortasi, kepemilikan
lahan, dan rumah permanen berada di luar kampung naga, yakni di kecamatan Cigalontang Kabupaten
Tasikmalaya. Fenomena tersebut menunjukkan terpeliharanya solidaritas, pola hidup sederhana, dan
damai di kampung naga. Dinamika masyarakat tradisional kampung naga merupakan upaya penyesuaian
(conformity) antara kebutuhan, potensi alam, dengan adat istiadat dengan, sehingga sifat-sifat masyarakat
tradisional tetap terpelihara.
Pendidikan
Dari segi pendidika, warga Kampung Naga terhitung rendah karena keterbatasan biaya dan kurangnya
fasilitas, namum seiiring berkembangnya jaman Tingkat pendidikan masyrakat Kampung Naga semakin
meningkat. Sampai saat ini tingkat Pendidikan di Kampung Naga sebagian kecil adalah lulusan SLTP,
SLTA, bahkan ada yang lulusan perguruan tinggi. Hanya saja yang sudah lulus dari perguruan tinggi
mereka tidak berdomisili di Naga karena harus bekerja di luar daerah. Walaupun demikian, sewaktuwaktu
datang untuk pulang kampung, terutama pada hari Lebaran dan pada upacaraupacara adat. Meskipun
lulusan dari perguran tinggi jika orang tersebut harus balik lagi ke Kampung Naga harus melepas predikat
jabatannya dan kembali menjadi masyarakat Kampung Naga yang biasanya.

Ekonomi
Ekonomi Kehidupan masyarakat di Kampung Naga tidak jauh dari pertanian dan ladang sehingga pada
umumnya, Ekonomi Mata pencaharian pokok masyrakat kampung Naga adalah bertani, bercocok tanam
dan berternak. Warga setempat menanam padi dan sayur-sayuran serta berternak untuk konsumsi mereka
sehari-hari, bukan untuk di jual kemasyarakat luar. Di sekitar Kampung Naga terdapat lahan sawah yang
sangat subur dan luar, maka masyarakat Kampung Naga memanfaatkan lahan tersebut untuk menanam
padi dan mereka menanam padi masih menggunakan system setahun dua kali, yaitu setiap Bulan Januari
dan Bulan Juli, karena mereka percaya pada bulan-bulan tersebut sawah akan bebas dari hama, sehingga
tidak perlu bahan kimia untuk membasmi serangga mereka juga menggunakan masih bahan organic
sebagai pupuknya. Beras mereka pun benar-benar beras organik yang sehat dari obat-obatan. Setiap
panen, tanpa diminta, mereka menyisihkan sebagian untuk disimpan di lumbung padi umum. Lumbung
padi digunakan dan dimanfaatkan oleh warga untuk kepentingan bersama seperti menyambut tamu atau
upacara adat. Seiring banyaknya aktivitas pariwisata yang datang ke Kampung Naga, maka mata
pencaharian masyarakat Kampung Naga meningkat, seperti mulainya membuat kerajinan tangan untuk di
jual ke pengunjung Kampung Naga sebagai bentuk oleh-oleh khas Kampung Naga. Selain itu, mereka
juga membuka warung-warung kecil yang di sediakan bagi masyarakat setempat juga untuk pengunjung
yang datang. Kerajinan tanganyang dibuat oleh masyarakat Kampung Naga sangat diminati wisatawan
saat berkunjung di 31 Kampung Naga juga masyarkat luar banyak yang memesan secara khusus kerajinan
tanganya. Sudah banyak juga masyrakat Kampung Naga yang mencari pekerjaan keluar seperti menjadi
buruh di ibu kota, menjadi guru, menjadi polisi dan lain sebagainya.

KESIMPULAN
Dinamika adalah salah satu identitas kehidupan manusia baik secara individual, kelompok maupun
masyarakat. Dinamika masyarakat bersifat universal yakni terjadi pada setiap masyarakat di berbagai
tempat, kondisi, dan situasi. Salah satu faktor pendorong terjadinya dinamika pada masyarakat ialah
inovasi. Inovasi merupakan salah satu faktor pendorong dinamika masyarakat, sedangkan tingkat inovasi
masyarakat menjadi indikator dan katalisator bagi terjadinya transformasi sosial.
Proses difusi inovasi tidak lagi terbatas ruang dan waktu, melainkan terseleksi oleh adat istiadat, sifat dan
tingkat inovasi masyarakat dalam menyikapi suatu unsur baru. Sikap masyarakat Kampung Naha
terhadap suatu inovasi dipengaruhi oleh adat istiadat. Kehidupan masyarakat Kampung Naga mengalami
dinamika pada aspek sosial, ekonomi, dan budaya yang meliputi perubahan teknologi, mata pencaharian,
pendapatan dan kepemilikan fasilitas hidup. Fenomena sosial tersebut menurut Sorokin (Ningrum; 2006:
463) adalah merupakan konsekuensi dari hakikat masyarakat yang potensial mengalami perubahan, yakni
perubahan idea (ideational change), pengaruh unsur budaya material terhadap mental masyarakat
(sensational change), dan perubahan ideologi (idealistic change). Bagi masyarakat, aspek teknologi
merupakan unsur budaya yang lebih cepat berubah karena proses adopsinya tidak selalu memerlukan
perubahan mental terlebih dahulu. Masyarakat Kampung Naga memiliki keterampilan membuat peralatan
rumah tangga dari bambu. Kebiasaan tersebut telah mengalami perubahan yakni dari orientasi kebiasaan
ke arah orientasi bisnis.
Dinamika masyarakat tradisional kampung naga merupakan upaya penyesuaian (conformity) antara
kebutuhan, potensi alam, dengan adat istiadat dengan, sehingga sifat-sifat masyarakat tradisional tetap
terpelihara.

Daftar pustaka
http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jgel
7432-ID-dinamika-masyarakat-tradisional-kampung-naga-di-kabupaten-tasikmalaya.pdf

Lampiran- lampiran

Anda mungkin juga menyukai