Anda di halaman 1dari 9

TUGAS RESUME

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pajak

Dosen Pengampu

Vincentius Joko, S.H., M.Kn

Disusun Oleh :

SITI SOLEHA (2010117569)

Kelas VI Malam C

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PANCA BAKTI

PONTIANAK

2023
PENDEKATAN DAN PENGERTIAN PAJAK DAN HUKUM PAJAK;

KEWENANGAN NEGARA MEMUNGUT PAJAK DAN TEORI JUSTIFIKASI


PEMUNGUTAN PAJAK

A. Pendekatan dan Pengertian Pajak dan Hukum Pajak

Pajak dapat ditinjau oleh berbagai bidang ilmu seperti ekonomi, hukum, sosiologi ,
pembangunan. Pendekatan yang berbeda terhadap pajak tersebut akan menghasilkan
pengertian yang berbeda tentang pajak, walaupun perbedaan tersebut tidak bersifat
prinsipiil.

Pendekatan dari segi ekonomi, melihat pajak dari segi:

1. Dampak ekonomi pengenaan pajak terhadap masyarakat;

2. Pengaruh pengenaan pajak terhadap penghasilan seseorang;

3. Pengaruh pengenaan pajak terhadap pola konsumsi;

4. Pengaruh pengenaan pajak terhadap harga pokok;

5. Pengaruh pengenaan pajak terhadap permintaan (demand) dan penawaran


(Supply).
Pendekatan dari segi ekonomi, melahirkan pengertian pajak sebagaimana dikemukakan
beberapa ahli berikut ini :

Prof. Dr. M.3.H. Smeets (1951): Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya tanpa adanya kontra-prestasi
yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai
pengeluaran pemerintah.

Prof. Dr. P.3.A. Adriani: Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Leroy Beulieu: Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak, yang dipaksakan
oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.

Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan peralihan sumber daya dari sektor privat kepada sektor
publik. Pemahaman terhadap pajak tersebut melahirkan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan
terjadinya perubahan dua situasi, yakni di satu sisi terjadi pengurangan terhadap kemampuan atau daya
beli individu, sedangkan pada sisi lain terjadi penambahan pada kemampuan Negara dari sektor
keuangan untuk menyediakan barang dan jasa demi memenuhi pemenuhan kebutuhan
masyarakat.

Pendekatan dari aspek hukum ini menyatakan bahwa pajak harus dipungut dengan undang-
undang demi terciptanya kepastian hukum, baik bagi pemungut maupun pembayar pajak.

Untuk dapat membebani warga dengan suatu kewajiban, harus ada dasar legalitasnya, ketika
undang-undang perpajakan sudah diundangkan, rakyat tidak hanya dianggap mengetahui
adanya undang-undang tersebut, melainkan juga menyetujui dirinya dipungut pajak.

Pajak memiliki unsur dan ciri yang berbeda dengan jenis pungutan lainnya, unsur merupakan syarat
mutlak yang harus dipenuhi agar suatu pungutan tersebut dapat dinamakan pajak, adapun unsur pajak
tersebut terdiri dari:

1. Ada masyarakat, berkaitan dengan adanya kepentingan umum;


2. Ada undang-undang sebagai dasar hukum pemungutannya yang mencerminkan adanya
demokrasi;
3. Adanya pemungut pajak;
4. Adanya subjek, yang kemudian akan menjadi wajib pajak jika telah memenuhi sasaran;
5. Adanya sasaran pemajakan (tatbestand), yang dapat berupa: keadaan, peristiwa atau perbuatan,
yang kemudian oleh undang- undang dirumuskan menjadi objek pajak;
6. Ada Surat Ketetapan Pajak (SKP), namun SKP ini bersifat fakultatif, bergantung pada
ajaran timbulnya utang pajak dan sistem pemungutan pajak yang dianut negara yang
bersangkutan.
Selain unsur yang sifatnya mutlak, pajak memiliki ciri yakni sesuatu hal yang dapat
membedakan pajak dari jenis pungutan lainnya, diantaranya sebagai berikut:

1. Adanya peralihan kekayaan dari sektor privat/rakyat/penduduk kepada sektor


publik/negara/masyarakat.
2. Tanpa imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk/dinikmatioleh pembayarnya.
3. Dapat dipaksakan.

4. Pungutan dilakukan secara berulang-ulang atau sekaligus, bergantung pada


jenis pajaknya.
5. Langsung ataupun tidak langsung.
6. Untuk membiayai pengeluaran negara (fungsi budgeter).
7. Untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan fungsi reguleren.

Dilihat dari unsur dan ciri pajak tersebut, perbedaan antara pungutan berupa pajak dengan
retribusi atau penerimaan negara bukan pajak, yang dilakukan pemerintah lndonesia pasca
amandemen UUD 1945 terletak pada ada atau tidaknya undang-undang sebagai dasar
pemungutannya, karena berdasarkan UUD 1945 amandemen ketiga Pasal 23A ,pajak dan
pungutan lain yang berlaku untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang, karena
itu pungutan berupa pajak atau retribusi harus berdasarkan undang-undang.

Perbedaan antara keduanya justru terletak pada cirinya, pajak tidak adanya kontraprestasi
atas pembayarannya sementara pada retribusi, pungutan tersebut dapat dilakukan
pemerintah disebabkan oleh adanya fasilitas yang disediakan pemerintah yang dinikmati
oleh pembayarnya sebagai bentuk kontraprestasi atas pembayaran retribusi tersebut.

Undang-undang merupakan salah satu bentuk hukum tertulis yang diproduksi oleh lembaga
yang berwenang (DPR dengan Presiden), secara teknis pemungutan pajak dapat dilakukan
dengan peraturan pelaksana undang-undang pajak.
B. Kewenangan Negara Memungut Pajakdan Teori Justifikasi
1) Pemungutan Pajak
Pajak sebagai suatu bentuk pungutan yang dilakukan penguasa kepada rakyat, bukanlah
hal yang baru melainkan sudah ada di muka bumi ini sejak ribuan tahun silam, pada
awalnya merupakan upeti (penyerahan harta benda) yang sifatnya merupakan kewajiban
yang dapat dipaksakan, oleh raja atau penguasa, yang harus dilaksanakan oleh rakyat
(masyarakat).

Pada masa lampau, rakyat memberikan upeti kepada raja atau penguasa berbentuk alam
berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya. Upeti tersebut saat itu digunakan untuk
keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat serta tidak ada ketidak
seimbangan atau prestasi yang diterima rakyat karena memang sifatnya hanya untuk
kepentingan sepihak.

Pada proses pemungutan pajak menunjukkan dengan jelas adanya kewajiban berupa
perpindahan kekayaan dari pihak pembayar pajak kepada penguasa/raja/negara.

Peralihan kekayaan dari satu pihak kepada pihak lain dalam kehidupan sehari-hari dapat
terjadi karena berbagai hal, dapat terjadi sebagai pemenuhan kewajiban akibat suatu
perjanjian atau transaksi, pemberian, hibah ataupun dengan cara kekerasan seperti
perampokan, pencopetan dan lain-lain.

Pajak tidak dapat dimasukkan sebagai hadiah, hibah atau bentuk pemberian lainnya,
karena dalam pajak terkandung unsur paksaan, dapat diasumsikan bahwa setiap orang
memiliki hak untuk menikmati kekayaan dan hasil karyanya, sehingga apabila orang
tersebut dipaksa untuk menyerahkan sebagian kekayaannya dapat dikatakan telah terjadi
perampasan atas kekayaan orang tersebut.
Negara berwenang untuk memungut pajak dan hal-hal pelaksanaan yang ditugaskan
tersebut ditujukan untuk semata-mata mengisi kas negara ataupun untuk tujuan lain yang
hendak dicapai yang tidak secara langsung berkaitan dengan pengisian kas negara adalah
menjadi kebijakan negara yang bersangkutan.

Berhubung pemungutan pajak itu merupakan wewenang negara, bukan suatu kewajiban
bagi negara, sehingga banyak negara yang tidak menggunakan wewenang tersebut dan
mencukupkan biaya penyelenggaraan pemerintahannya dari sumber daya alam,
khususnya minyak bumi seperti yang dilakukan negara- negara di Timur Tengah,
meskipun demikian justru pada kebanyakan negara, pajak menjadi sumber utama bagi
penerimaan negara.

Beberapa teori yang memberikan landasan atau justifikasi pemungutan pajak oleh
negara tersebut adalah :
a. Teori Asuransi
Menurut teori ini, negara memiliki kewajiban untuk melindungi semua kepentingan
warga negaranya, termasuk keselamatan jiwa dan harta bendanya, ada biaya bagi
negara untuk menerapkan perlindungan ini, seperti perjanjian asuransi, dan premi
harus dibayar.

Perpajakan dianggap sebagai bentuk pembayaran premi kepada negara, teori ini
ditentang karena negara tidak bisa disamakan dengan perusahaan asuransi, dan wajib
pajak tidak bisa menuntut ganti rugi jika terjadi kerugian karena tidak ada hubungan
langsung antara membayar pajak dan pelayanan yang diberikan oleh negara.

b. Teori Kepentingan
Dasar pengenaan pajak menurut teori kepentingan adalah perlindungan terhadap
adanya kepentingan setiap warga negara yaitu perlindungan jiwa dan harta benda,
pentingnya perlindungan berbanding lurus dengan besarnya pajak yang harus
dibayar.
Teori ini telah ditentang oleh fakta bahwa melindungi orang miskin (daripada
kemakmuran) memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi daripada orang kaya,
bagi warga negara yang tidak mampu, negara wajib memberikan jaminan sosial,
pendidikan, perawatan kesehatan, bahkan mereka yang tidak mampu pun bisa bebas
pajak atau bahkan bebas pajak.

c. Teori Daya Pikul


Menurut teori ini tekanan pajak harus sama untuk setiap orang dalam kondisi yang sama, dan
menurut teori surat kuasa, kriteria dapat atau tidaknya seseorang dikenakan pajak
bukanlah penghasilan/besarnya penghasilan, tetapi kenyataan bahwa penghasilan
kena pajak adalah sama, penghasilan kena pajak mengacu pada penghasilan bersih
setelah dikurangi biaya hukum yang sesuai dengan undang-undang perpajakan dari
total pendapatan.

d. Teori Daya Beli


Berdasarkan Teori Daya Beli, fungsi pengenaan pajak dianggap sebagai fenomena
sosial/masyarakat, oleh karena itu dampak baik dari pengenaan pajak terhadap
masyarakat menjadi dasar keadilan dalam pengenaan pajak oleh negara.

Pemungutan pajak dapat diibaratkan sebagai alat yang mengambil daya beli dari
warga masyarakat untuk kepentingan negara, dan mengembalikannya ke negara
sehingga manfaatnya dapat dinikmati oleh seluruh warga masyarakat, termasuk
mereka yang telah dan belum mampu membayar pajak.

e. Teori Kewajiban Pajak Mutlak atau Teori Bakti


Teori kewajiban pajak mutlak ini didasarkan pada paham Organischer staatleer oleh
Otto von Gierke, hak negara untuk membebankan suatu kewajiban kepada warganya,
seperti kewajiban bela negara atau kewajiban membayar pajak, timbul karena
karakteristik negara itu sendiri.
Keyakinan ini juga bergantung pada prinsip kolektivisme, yang menunjukkan bahwa
individu tidak dapat bertahan hidup tanpa adanya negara sebagai suatu organisasi yang
akan menjaga keamanan dan kesejahteraan warga negaranya.

Pandangan tersebut juga berasal dari prinsip kolektivisme, yang menyatakan bahwa
individu tidak dapat bertahan hidup tanpa negara sebagai organisasi yang akan
melindungi warganya.
Konsep ini jelas berbeda dengan individualisme yang menekankan pada kebebasan
individu, di mana individu tetap memiliki kebebasan dan negara tidak dapat mencabut
hak tersebut dari individu oleh karena itu, jika terjadi pembayaran pajak dari penduduk
kepada pemerintah, hal tersebut dilakukan semata-mata karena penduduk ingin
memberikan pengabdian kepada negara dengan ikut serta dalam pembiayaan negara
tersebut.

Teori Kewajiban Pajak Mutlak dapat diubah menjadi Teori Bakti, yaitu bahwa
membayar pajak oleh warga negara adalah bentuk pengabdian mereka kepada negara
untuk ikut serta dalam menjalankan pemerintahan, sehingga prinsip keadilannya
terletak pada kesediaan warga negara untuk berpartisipasi.

Pengenaan pajak oleh pemerintah bergantung pada sifat yang melekat pada
pemerintah itu sendiri bahwa individu hanya dapat ada di dalam suatu negara. Oleh
karena itu, pemerintah dapat menetapkan berbagai kewajiban, seperti kewajiban bela
negara termasuk kewajiban membayar pajak.

Menurut teori tersebut, pemerintah atau pemimpin berwenang menetapkan pajak


dengan asumsi bahwa rakyat telah memberikan kekuasaan mereka kepada negara,
dalam pandangan pemimpin pajak diperlukan untuk mencapai tujuan negara yang
besar namun bagi rakyat sebagai pembayar pajak atau subjek pajak.
f. Teori Pembenaran Pajak Menurut Pancasila

Teori pembenaran pemungutan pajak menurut Pancasila, secara terang benderang


menghubungkan dasar, falsafah dan ideologi bangsa dan negara lndonesia yakni
Pancasila dengan pemungutan pajak, pajak merupakan peralihan kekayaan yang
berasal dari kas pribadi rakyat kepada pemerintah yang imbalannya tidak
didapatkan secara langsung, sehingga dapat dikatakan perampokan.

Untuk menghindari tindakan yang tidak adil, pajak harus mendapatkan


persetujuan dari masyarakat, melalui DPR sebagai perwakilan masyarakat
yang kemudian diatur dalam undang-undang.

Pemungutan pajak harus mencerminkan sila-sila dari Pancasila, yaitu:

1) Sila Kesatu Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa.” bahwa dalam agama
pun dikenal juga adanya pajak. contoh dalam agama islam dengan adanya zakat,
namun terdapat perbedaan, jika zakat itu perintah Tuhan yang wajib dilaksanakan,
sedangkan pajak adalah kewajiban yang diperintahkan oleh pemerintah.
2) Sila Kedua Pancasila: “Kemanusiaan yang adil dan beradab.” bahwa
dalam pembuatan dan pelaksanaan undang-undang perpajakan
diterapkan asas kemanusiaan yang adil dan beradab.
3) Sila Ketiga Pancasila: “Persatuan Indonesia.” pajak adalah alat pemersatu
bangsa yang menyatukan dan mengikat bangsa dan memberikan hidup
kepada bangsa.
4) Sila Keempat Pancasila: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.” Maknanya adalah
bahwa pajak hanya ada dalam masyarakat; uang pajak digunakan untuk
membiayai kepentingan umum dan harus ada pertanggungjawaban keuangan
yang berasal dari rakyat tersebut.
5) Sila Kelima Pancasila: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat lndonesia.”
Pajak tidak berasal dari seluruh rakyat, artinya pajak hanya dari sebagian
rakyat yang telah memenuhi kriteria untuk membayar pajak, meskipun
demikian hasil atau uang pajak digunakan untuk kepentingan menciptakan
keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai