Anda di halaman 1dari 44

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

serius baik di dunia maupun di Indonesia karena jumlah penderitanya yang semakin meningkat. Lebih dari 2 milyar penduduk dunia pernah terkena infeksi ini. Pada saat ini diperkirakan terdapat sekitar 400 juta orang penduduk dunia yang mengidap HBsAg ( Dalimartha S, 2005 ). Dari jumlah tersebut, diperkirakan penderita kronik karier terdapat 125 juta orang Di China, 2,6 juta di Korea, dan 1,7 juta di Jepang. Infeksi virus hepatitis B kronik tinggal di Brazil, dan sekitar 0,9 juta karier ada di Itali ( Dalimartha S, 2005 ) Di Indonesia sendiri, yang banyak ditemukan adalah infeksi virus hepatitis A, B, dan C. World Health Organization (WHO) melaporkan, ada dua miliar penduduk dunia telah terinfeksi virus hepatitis B dan sekitar 400 juta orang di antaranya mengalami infeksi hepatitis B kronis. Dari 400 juta tersebut, menurut laporan Asian Lever Foundation, seperempat atau 75 persen berasal dari Asia. Di Indonesia, hepatitis bermasalah pertama oleh karena carrier-

nya tergolong banyak, nomor tiga terbanyak setelah Cina dan India. Kedua, imunisasi Hepatitis B pada bayi (Universal Immunization) di Indonesia baru dimulai beberapa tahun lampau. Hal ketiga, belum semua orang beresiko tinggi terkena Hepatitis B patuh meminta vaksinasi. Peningkatan bilirubin dalam darah dapat mempengaruhi fungsi hati, saluran empedu, pankeas dapat menyebabkan infeksi akut yang

dapat berkembang menjadi infeksi virus hepatitis. Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang di sebabkan oleh faktor faktor fungsional (hepatitis) maupun obstruktif Karena terutama bilirubin

mengakibatkan

hiperbilirubinemia

terkonjugasi.

terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin ini dapat di ekskresi kedalam kemih sehingga menimbulkan bilirubinuria. Penentuan penyebab ikterus apakah hiperbilirubinemia

terkonjugasi (bilirubin direk ) atau tak terkonjugasi ( bilirubin indirek ). Apabila secara klinis menunjukkan adanya ikterus, tetapi bilirubin urin negatif maka ikterus tersebut disebabkan karena hiperblirubinemia indirek. Sedangkan bila bilirubin urin positif, maka ikterus tersebut disebabkan hiperbilirubinemia direk. Semua metode pemeriksaan menganjurkan tes bilirubin

dilakukan segera setelah pengambilan sampel. Hal ini disebabkan oleh sifat bilirubin yang photo-oxidized, bersiaf labil bila terpapar cahaya baik

cahaya matahari maupun cahaya buatan, langsung maupun tidak langsung ( Suyono, 1994). Sensitivitas bilirubin terhadap cahaya selain dipengaruhi waktu, juga tegantung pada temperatur penyimpanan. Bila terjadi penundaan tes, untuk memperoleh stabilitas bilirubin yang optimal, penyimpanan spesimen harus dilakukan dalam tempat gelap dan temperatur rendah ( Balistreri, 1996). Pengalaman di Laboratorium menunjukkan, sering dijumpai keadaan yang menyebabkan tes tidak dapat segera dilakukan terhadap spesimen yang telah diambil oleh karena beberapa kendala. Kendala yang mungkin ditemui misalnya adanya pemadaman listrik, kerusakan alat, reagen yang habis. Kadang kadang spesimen tidak segera diperiksa karena kesibukan tak terhindarkan. Berdasarkan uraian diatas maka penulis berkeinginan melakukan penelitian dengan judul Pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap hasil bilirubin urin pada penderita ikterus. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap hasil apakah ada

bilirubin urin pada

penderita ikterus di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap hasil bilirubin urin pada Labuang Baji. 2. Tujuan Khusus Untuk menentukan pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap hasil bilirubin urin pada Labuang Baji. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Sebagai sumbangsih ilmiah bagi almamater Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar tentang pengaruh penundaan penderita ikterus di Rumah Sakit Umum Daerah penderita ikterus di Rumah Sakit Umum Daerah

pemeriksaan terhadap hasil

bilirubin urin pada

penderita ikterus di

Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji 2. Bagi tempat penelitian Sebagai informasi ilmiah bagi praktisi laboratorium terhadap pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap hasil bilirubin urin pada penderita ikterus di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji ?

3. Manfaat bagi peneliti Sebagai wahana untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan terhadap pengaruh penundaan ilmu

pemeriksaan terhadap

hasil bilirubin urin pada penderita ikterus di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji. E. Hipotesis 1. Hipotesa nol : tidak ada pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap hasil bilirubin urin pada penderita ikterus di Rumah Sakit Umum

Daerah Labuang Baji. 2. Hipotesa alternatif : ada pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap hasil bilirubin urin pada penderita ikterus di Rumah Sakit Umum

Daerah Labuang Baji.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Bilirubin Bilirubin merupakan produk metabolit utama hem yang berasal dari hemoglobin. Sekitar 80 dari bilirubin berasal dari pemecahan eritrosit tua. Eritrosit pada akhir masa hidupnya dirusak oleh terutama terjadi di lien, retikuloendotelial,

hati dan sumsum tulang. Perusakan eritrosit

menyebabkan pelepasan hemoglobin kemudian dimetabolisme menjadi rantai globin bebas dan hem. Globin terpisah dari hem, sedangkan besi hem diubah menjadi besi III feri ( Hartono A, 1999) Bagian forfirin hem protoforfirin IX akan diuraikan menjadi bilirubin IX alpha. Katabolisme hem terjadi pada bagian mikrosomal sel sel retikuloendotelial oleh enzim hem oksigenase dan dengan bantuan nikotinamide adenin dinucleotida phosphate (NADPH), terjadi

penambahan oksigen pada jembatan alfa metenil. Kemudian cincin porfin terbuka,besi dilepaskan maka terbentuklah biliverdin IX alpha, suatu pigmen berwarna hijau. Biliverdin IX alpha mengalami reduksi menjadi bilirubin IX alpha dengan bantuan ensim biliverdin reduktase mereduksi jembatan metenil menjadi gugus metenil sehingga dihasilkan bilirubin IX alpha, suatu senyawa tetrapirol yang berbentuk linier ( Hartono A, 1999) Setiap mol hem yang dikatabolisme menghasilkan karbon monoksida, ion feri dan bilirubin. Besi yang dilepaskan kemudian terikat

dengan trasferin dan memasuki tempat penyimpanan besi atau digunakan untuk sintesa hemoglobin selanjutnya. Globin yang terpisah dari hem dikembalikan kembali.Karbon ketempat penyimpanan dikeluarkan protein dari untuk digunakan paru

monoksida

tubuh

melalui

paru.Sekitar 15 - 20 persen dari bilirubin berasal dari sumber lain, meliputi; eritropoesis inefektif, hasil dari dekstruksi sel eritroit yang sumsum tulang dan metabolisme hemoprotein lain matur didalam

seperti sitokrom,

myoglobin peroksidase, triptofan pirolase ( Gourley GR, 1999) Diperkirakan 1 gram hemoglobin menghasilkan 35 mg

bilirubin. .Pembentukan bilirubin pada manusia dewasa kurang lebih 250350 mg setiap harinya. Bilirubin yang diproduksi disel retikulosit endothelial (RES) bersifat tidak larut dalam air sehingga ditransportasi dalam plasma berikatan dengan afinitas rendah. Sifat bilirubin yang tidak larut dalam air berhubungan dengan struktur kimia bilirubin. Selain bentuk bilirubin yang linier, bilirubin bisa mengalami ikatan hidrogen internal atau intramolekul. Ikatan ini terjadi karena jenuhnya karbon sentral, menyebabkan 2 molekul bilirubin mengalami rotasi sehingga terjadi ikatan antara nitrogen pirol dan oksigen laktam dengan gugus karboksil asam propionat membentuk ikatan hidrogen internal ini menyebabkan bilirubin bersifat lipophilik ( Gourley GR, 1999)

Bentuk bilirubin yang asli adalah konfigurasi 4Z-15Z, dapat berupa salah satu konfigurasi dari tiga konfigurasi. Metabolisme bilirubin selanjutnya terjadi didalam hati. Peristiwa metabolisme ini dapat dibagi menjadi 3 proses ; 1. Pengambilan uptake bilirubin oleh sel-sel parenkim hati 2. Konjugasi biliubin dalam retikulum endoplasma halus 3. Sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu Bilirubin yang tak larut dalam air tetapi larut dalam lemak disebut bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi memasuki sel hati melalui 2 mekanisme, yaitu difusi pasif dan endositosis melalui perantara reseptor.Setelah tiba dipermukaan sinusoid sel hati, kompleks bilirubin albumin melekat kmmbran sel. Kemudian bilirubin dipisahkan dari albumin,berikatan dengan protein Y ligandin dan Z, dan diangkut ke

retikulum endoplasma halus untuk dikonjugasi. Pada proses konjugasi terjadi ini terjadi transport molekul asam glukuronat yang berasal dari uridine diphosphat glucuronic acid (UDPGA) dengan gugus karboksil rantai asam propionate bilirubin dengan bantuan enzim urdine diphosphat Glucuronyl Transferae (UDPGT). Bilirubin yang terbentuk adalah bilirubin glukuronida yang merupakan senyawa antara intermediate ( Wilson LM, 1996) Pembentukan bilirubin diglukuronid terjadi dalam daerah

kanalikuli biliaris pada membrane sel hati oleh enzim Uridin Glukuronyl

transferase

yang sama atau melalui proses dismutase 2 molekul bilirubin

monoglukuronik menjadi molekul diglukuronik 90 persen, sedangkan bilirubin monoglukuronida sekitar 10 persen ( Hartono, 1995)

UDP Glukuronil Transferase UDP - Asam glukuronat + Bilirubin UDP Glukuronil Transferase UDP - Asam glukuronat + Bilirubin monoglukuronida Bilirubin diglukuronida + UDP Bilirubin monoglukuronida + UDP

Dismustase UDP - Asam glukuronat Bilirubin diglukuronida + UDP

Gambar 2. 1 : Proses konjugasi bilirubin oleh enzim UDP glukuronida transferase ( sumber Biokimia Harper ed. 22. Jakarta, EGC, 1995;395) Bilirubin terkonjugasi yang dapat larut dalam air diekskresi dedalam kanalikuli biliaris melalu transport aktif. Dalam keadaan fisiologs, seluruh bilirubin yang diekskresi getah empedu daam bentuk terkonjugasi ( bilirubin glukuonida) (Hartono, 1999). Dari saluran empedu, bilirubin terkonjugasi dialirkan ke usus. Didalamusus halus, hanya sebagia kecil bilirubin terkonjugasi yang

10

reabsorbsi. Pada bagian terminal usus haus dan usus besar, bilirubin terkonjugasi akan dihidrolisis menjadi bilirubin tak terkonjugasi oleh enzim Beta glukuronidase yang berasal dari hati, sel-sel epitel usus dan bakteri usus. Bilirubin tak terkonjugasi ini direduksi oleh flora usus menjadi kelompok senyawa tetrapirol tak berwarna yang disebut urobilinogen. 1. Metabolisme bilirubin normal Pada individu normal, sekitar 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan sel darah merah tua dalam sistem monosit magrofag.

Masa hidup eritrosit rata-rata 120 hari, setiap hari sekitar 50 ml arah dihancurkan, menghasilkan 200 sampai 250 mg bilirubin. Kini diketahui bahwa sekitar 15 % pigmen empedu total tidak tergantung pada mekanisme ini, tetatpi berasal dari destruksi eritrosi matang dalam sumsum tulang ( hemopoiesis tak efektif) dan ari hemopoietin lain, terutama dari hati ( Sacher, 2004) Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dilimpa), globulin mula-mula dipisahkan dari hem, setelah itu hem dirubah menjadi biliverdin.Bilirubi tak terkonjugasi berikatan lemah dengan albumin, diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin oleh sel hati berlangsung dalam tiga langkah, pengambilan, konjugasi dan ekskresi. Pengambilan oleh sel hati memerlukan protein sitoplasma atau protein penerima yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z. Konjugasi molekul bilirubin dengan asam glukuronat berlangsung dalam retukulum

11

endoplasma sel hati. Langkah ini tergantung pada adanya glukuronul trasferase, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi. Konjugasi molekul bilirubin sangat mengubah sifat-sifat bilirubin. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresikan dalam kemih. Sebaliknya bilirubin yang tidak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam air dan tidak dapat dikeskresikan dalam kemih ( Widman, 1995) Transfor bilirubin terkonjugasi melalui membran sel dan sekresi kedaam kanalikuli dalam hati. Agar dapat diekskresikan dalam empedu, bilirubin harus dikonjugasi. Bilirubun terkonjugasi kemudian

diekskresikan melalui saluran empedu ke dalam usus halus. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresikan kedalam empedu kecuali setelah proses foto oksidasi ( Widman, 1995). 2. Ikterus dan Gangguan Metabolisme Bilirubin Kadar bilirubin merupakan hasil akhir antara produksi biirubin dan kemamampuan hati untuk mengeluarkan billirubin tersebut. Dalam keadaan normal kedua faktor tersebut seimbang. Peningatan kadar

bilirubin dalam darah terjadi jika produksi bilirubin melebihi metabolisme dan ekskresinya atau terjadi ketidak seimbangan antara produksi dengan metabolisme dan ekskresinya ( Kaplan, 1998) Akumulasi bilirubin dalam sirkulasi darah menyebabkan

pigmentasi kuning dalam plasma sehingga terjadi perubahan warna

12

pada jaringan secara menyeluruh. Secara klinis hiperbilirubinemia tampak pada ikterus yang dapat dilihat pada kulit dan sklera ikterus yang jelas (clinical jaundice) terjadi bila kadar bilirubin total lebih dari 2 mg/dl ( Kaplan, 1998) Dalam penentuan penyebab ikterus apakah hiperbiirubinemia terkonjugasi (direk) atau tak terkonjugasi ( indirek). Pendekatan sederhana untuk menentukan penyebab ikterus apabila tes kimia darah tidak tersedia adalah dengan melihat keberadaan bilirubin dalam urin. Apabila secara klinik ada ikterus , tetapi bilirubin urin negatif maka diperkirkan ikterus tersebut di sebabkan hiperbilirubinemia indirek, sedangkan bila bilirubin urin positif maka diperkirakan ikterus tersebut disebabkan hiperbilirubinemia direk. Apabila kadar bilirubin indirek 80 85 % dari kadar bilirubi total, maka pasien dianggap menderita hiperbilirubinemia indirek. Apabila kadar bilrubin direk lebih dari 50 % dari kadar bilirubin total maka pasien dianggap menderita

hiperbilirubinemia direk ( Kaplan, 1998). Peningkatan kadar bilirubin serum disebabkan oleh adanya gangguan metabolisme bilirubn yang terjadi melalui 4 mekanisme yaitu; 1. Produksi bilirubin berlebihan 2. Penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit 3. Gangguan konjugasi bilirubin di hati 4. Penurunan ekskresi bilirubin kedalam empedu.

13

Penyebab peningkatan kadar bilirubin : 1. Peningkatan bilirubin indirek a. Produksi Bilrubin berlebihan : hemolisis, eritropoiesis inefektif, puasa, hematoma. b. Penurunan Uptake bilirbin oleh hepatosit : kadar bilirubin rendah, adanya zat yang menggatikan posisi bilirubin unutk berikatan dengan albumin ( peningkatan asam lema bebas, obat-obatan), Gilberts syndrome. c. Ganggua konjugasi bilirubin : kelainan yang bersifat herediter ( Gilberts syndrome, Crigler-Najjar syndrome tipe I dan II), ikterus pada neonatus, kelainan didapat (Penyakit hepatoseluler, hambatan konjugasi bilirubin oleh obat, ikterus akibat ASI ) 2. Peningkatan kadar bilirubin direk a. Gangguan ekkresi bilirubin intrahepatik : kelainan yang bersifat herediter( Dubin-Jonson syndrome, Rotor syndrome, kolestatis pada kehamilan), kelainan yang didapat ( penyakit hepatoseluler, kolestatis akibat obat b. Obstruksi biliaris ektrahepatik: obstruksi intraduktus 3. Peningkatan kadar bilirubin direk dan indirek Penyakit - penyakit hati / nekrosis hepatoseluler : hepatitis ( virus, obat), sirosis.

14

B. Tinjauan Umum tentang Bilirubin urin Bilirubin yang terdapat dalam urin berasal dan diproses dari bilirubin yang terkonjugasi secara aktif dan disalurkan ke nalikulus empedu, dari sini bilirubin disalurkan bersama-sama dengan komponen empedu lainnya menuju ke kandung empedu atau usus halus. Bilirubin yang tidak diserap masuk kedalam usus, diproses oleh bakteri dan di ekskresikan oleh ginjal dalam urin. Bilirubinuria menetap selama penyakit berlangsung, namun uroblinogen kemih akan menghilang sementara waktu bilamana fase obstruktif yang disebabkan oleh kolestatis dalam perjalanan penyakit selanjutnya, dapat timbul peningkatan urobilinogen kemih sekunder. Fase ikterus dikaitkan dengan hiperbilirubnemia (baik fraksi konjugasi dan tak terkonjugasi) yang biasanya kurang dari 10 mg/100 mL. Kadar alkali fosfatase serum biasanya normal atau sedikit meningkat. Pada kasus yang tidak berkomplikasi, penyembuhan di mulai 1 atau 2 minggu setelah awitan ikterus, dan berlangsung 2 hingga 6 minggu. Ikterus berkurang dan bila ada splenomegali akan segera mengecil dan pada tes laboatorium tes fungsi hati yang abnormal menetap sampai 3 hingga 6 bulan. C. Tinjauan Umum Tentang Hepatitis Hepatitis adalah penyakit pada hati, yang sering menyebabkan radang atau pembengkakan hati. Hati kita bertugas untuk menyaring sebagian besar bahan toksik dari tubuh, tetapi racun itu dapat merusakkan

15

hati. Jadi hepatitis sering disebabkan oleh bahan yang mengandung toksin, misalnya alkohol, narkoba dan obat. Kerusakan ini juga dapat disebabkan oleh virus yang cukup umum. Penyebabnya, kerusakan dapat

mengakibatkan sirosis (radang yang parah) dan akhirnya kegagalan hati ( Japaries, 1996) Ada beberapa gejala umum yang menunjukkan adanya hepatitis, tidak tergantung pada penyebab penyakit: Nafsu makan hilang, Kelelahan, Demam, Pegal sekujur tubuh, Mual, Muntah, Sakit perut, Mata kuning. Sebagian besar ini gejala sangat umum dan sering diakibatkan penyakit lain, tetapi yang paling khas adalah mata atau kulit yang kelihatan kuning, yang disebut sebagai ikterus. Ini disebabkan oleh kelebihan bahan pewarna yang disebut bilirubin dalam empedu. Namun ikterus juga mempunyai banyak penyebab. Jadi bila dokter mencurigai hepatitis, harus dilakukan tes laboratorium ( Price,Silvia, 1994) Dalam pekerjaannya, hati membuat dua jenis protein yang disebut enzim. Enzim ini disebut sebagai SGPT dan SGOT. Bila hati rusak, enzim ini memasukkan darah dengan kadar yang lebih tinggi dan tingkat yang tergantung pada kerusakan. Jadi, tingkat kedua enzim ini dalam darah memberi gambaran mengenai kesehatan hati. Tingkat enzim ini diukur dengan tes fungsi hati atau liver function test (LFT). Namun tes ini tidak menunjukkan penyebab kerusakan.

16

Kerusakan itu pada hati mungkin disebabkan oleh satu atau lebih dari enam jenis virus hepatitis, dari A sampai E dan G, sebagian besar ahli menganggap bahwa laporan ditemukan hepatitis F pada 1994 adalah salah. Namun ada bukti bahwa ada virus penyebabkan hepatitis yang bukan A sampai E atau G. Yang paling gawat dan umum adalah hepatitis A, B dan C. Semuanya dapat menular dari orang ke orang ( Handoyo, 2003) Penyakit yang dialami oleh manusia dapat akut atau kronis. Dalam dunia kedokteran, artinya istilah ini agak berbeda daripada dengan bahasa sehari-hari, Akut yaitu sakit beberapa minggu kemudian pulih, sedangkan kronis, yaitu penyakit menetap (menahun). Hampir semua virus hepatitis biasanya menimbulkan penyakit akut, walaupun gejalanya dapat ringan dan mungkin tidak diperhatikan. Kebanyakan virus hepatitis juga menimbulkan penyakit kronis, yang ditandai oleh radang hati selama lebih dari enam bulan. Kini telah dikenal beberapa virus penyebab radang hati yaitu : virus hepatitis A ( VHA ), virus hepatitis B (VHB ), Virus Hepatitis C (VHC , non A non B ), Virus hepatitis D ( VHD ), Virus hepatitis E (HVE) Virus hepatitis G ( VHG ). Kecenderungan peningkatan prevalensi penderita hepatitis, terutama yang disebabkan oleh virus, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan yang lebih baik. Diagnosis

17

laboratorium penyakit hati merupakan bagian dari diagnosa lain yang sangat penting dan kompleks, karena luasnya fungsi hati dan sulitnya melakukan suatu diagnosis differensial untuk bermacam-macam penyakit hati ( Hardjoeno, H, 2006 ). Virus hepatitis B ditemukan pertama kali secara kebetulan oleh Dr. Baruch S. Blumberg dan asistennya Dr. Barbara Werner. Mereka mendeteksi adanya suatu antigen dalam darah seorang warga suku Aborigin Australia penderita hemofilia. Antigen ini kemudian dinamakan Australian antigen. Sekarang lebih dikenal dengan nama antigen permukaan VHB ( HBsAg ) karena terdapat di permukaan VHB. Gambar 2.2 : Virus Hepatitis B

Sumber : www.hon.html,2006 dalam Irmansyah L, 2006 VHB adalah virus DNA berukuran 42 nanometer ( nm ) yang tergolong kelas Hepadnaviridae ). Virus ini hanya menginfeksi manusia dan simpanse. Dengan mikroskop elektron dapat dibedakan tiga macam partikel virus yang terdapat pada darah penderita hepatitis

18

B. ketiga partikel virus ini adalah partikel protein terselubung berbentuk spheris, partikel berbentuk tubular ( filamen) berdiameter 22 nm, dan Partikel Dane dengan diameter 42 nm yang merupakan bentuk virus lengkap. Ada beberapa komponen VHB maupun hasil respon tubuh penderita hepatitis B yang dapat dipakai sebagai marka (marker) infeksi VHB. Sampai saat ini telah dikenal marka serologik virus hepatitis B ( Handojo, I.2004 ). a) Hepatitis B surface antigen ( HBsAg ) b) Antibodi Hepatitis B surface ( Anti-HBs) c) Hepatitis B core Antigen ( HBcAg ) d) Antibodi Hepatitis B core ( Anti-HBc) e) Hepatitis B e Antigen ( HBeAg ) f) Antibodi Hepatitis B e Antigen ( Anti-HBeAg ) g) VHB DNA spesifik dan DNA polymerase Menurut penelitian hepatitis B virus bukanlah suatu virus yang primer yang dapat merusak sel-sel hati. Banya individu yang terkena infeksi VHB dan didalam sel-sel hati ternyata tidak menderita penyakit hati. Kerusakan yang timbul pada sel-sel hati bukanlah disebabkan oleh VHB itu sendiri, tetapi ditimbulkan oleh reaksi imunologik dari tubuh terhadap VHB tersebut terutama kekebalan seluler (Soemohardjo, S, 1993 ).

19

Begitu memasuki sel hati, Virus VHB akan melepas selubung luarnya dan memasukkan materi genetiknya kedalam inti sel. Akibatnya sel hati diperalat untuk menghasilkan lebih banyak virus. Virus yang semakin banyak membuat sel hati pecah dan mati keluarlah virus-virus baru yang siap menyerang sel-sel hati lainnya (Kresno.S.B,1996 ) Kegunaan praktis dari pemeriksaan antigen dan antibodi dari virus hepatitis B yaitu ( Soemohardjo, S, 1993 ) 1) Untuk menegakkan diagnosis penyakit-penyakit hati yang disebabkan oleh infeksi virus B. 2) Menyelidiki epidemiologi dari virus B. 3) Mengadakan evaluasi terhadap imunisasi aktif dan pasif untuk mencegah hepatitis B. 4) Untuk mengetahui carrier dari virus B pada donor darah atau plasma. Bila seseorang terinfeksi dengan VHB maka manifestasi yang timbul dapat berupa penyakit hepatitis B dengan gejala yang ringan (infeksi subklinis), hepatitis akut ikterik, hepatitis fulminan, atau berlanjut menjadi hepatitis kronis. Pada penyakit hepatitis B akut ternyata yang berperan adalah sel T sitotoksik. Proses penyembuhan terjadi bila sel tersebut berhasil membersihkan semua sel hati yang terinfeksi. .

20

Bila sel T sitotoksik tidak berhasil menghancurkan seluruh sel hati yang terinfeksi, maka proses ini akan berkepanjangan sehingga menjad kasus kronis. Namun, jika proses penghancuran sel hati tidak terjadi, maka akan terjadi kasus kronis yang disebut pengidap. VHB mudah ditularkan kepada semua orang. Penularannya melalui darah atau bahan yang berasal dari darah, atau kontak dengan cairan tubuh seperti cairan sperma dan lendir kemaluan wanita (secret vagina). Dalam jumlah kecil HBsAg dapat juga ditemukan pada air susu ibu ( ASI ), air liur, urine, keringat, tinja, cairan eksudat seperti pada asites ( busung ), cairan amnion, cairan lambung, dan cairan sendi yang sangat kecil peranannya dalam penularan penyakit. Masuknya VHB ke dalam tubuh dapat melalui beberapa cara seperti melalui kulit (perkutan), selaput lendir mulut ( per oral ), selaput lendir kelamin (genital) akibat hubungan seks heteroseksual maupun homoseksual dengan pasangan yang mengandung HBsAg positif dan infeksius, dan semasa persalinan. Penularan melalui kulit terjadi antara lain melalui jarum suntik bekas, jarum akupuntur yang tidak steril, alat tato, alat cukur, dan peralatan tajam lainnya yang tercemar HBsAg atau partikel VHB. Virus hepatitis juga bisa masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang terluka, proses cuci darah ( hemodialisa ), atau karena mendapat transfusi darah yang mengandung HBsAg.

21

Ada dua macam cara penularan ( transmisi ) hepatitis B, yaitu transmisi vertikal dan transmisi horisontal ( Dalimartha, S, 2005 ) a. Transmisi Vertikal Penularan terjadi pada masa persalinan (perinatal). VHB ditularkan dari ibu kepada bayinya yang disebut juga penularan maternal neonatal. Penularan cara ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil menderita penyakit hepatitis B akut atau sang ibu memang pengidap virus hepatitis B. Tingginya persentasi pegidap VHB akibat terinfeksi semasa bayi, dihubungkan dengan imunotoleransi sel T yang rendah akibat infeksi terjadi pada saat system kekebalan tubuh belum berkembang sempurna. b. Transmisi horisontal Transmisi horisontal yaitu penularan dan penyebaran VHB dalam masyarakat. Penularan terjadi akibat kontak dengan cairan tubuh pengidap virus hepatitis B ,atau penderita hepatitis B akut. Misalnya pada orang yang tinggal serumah atau melakukan hubungan seksual dengan penderita hepatitis B. kelompok resiko tinggi antara lain homoseksual dan penyalahgunaan obat injeksi (injection drug abuser ) ( Dalimartha S, 2005 ). Infeksi VHB menimbulkan berbagai manifestasi klinis dari keadaan yang ringan sekali atau bahkan tanpa gejala yang berat dan fatal ( sekitar 1% penderita ) yaitu hepatitis fulminan.

22

Pada umumnya, semakin nyata dan akut serangan awal hepatitis B yang disertai fase ikterik, kemungkinan untuk berlanjut menjadi hepatitis kronis semakin berkurang. Dari berbagai penelitian, ternyata sebagian besar dari penderita hepatitis B kronis maupun sirosis sebelumnya tidak pernah menderita hepatitis akut. Diduga infeksinya berlangsung subklinis dengan gejala yang sangat ringan sehingga luput dari perhatian. Pada penyakit hepatitis B kronis, tanda gejala fisik tidak begitu menonjol. Yang mengalami perubahan adalah data laboratorium. Namun begitu, karena infeksi hepatitis B selalu merusak sel-sel hati, maka resiko timbul penyakit hati meningkat seperi timbulnya sirosis dan kanker hati. Sekitar 15 25% kematian yang terjadi pada penyakit hati akibat infeksi hepatitis B kronik. D. Tinjauan Umum Tentang Urin Urin atau air seni atau kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urrinasi. Ekskresi urin diperlukan untuk membuang molekulmolekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostatis cairan tubuh. Namun, ada juga juga beberapa species yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring didalam ginjal, dibawah melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar melalui uretra ( Hardjoeno, 2004)

23

Urin yang normal akan tampak jernih atau sedikit keruh dengan bau yang karateristik. Warna kuning muda pada urin ormal berasal dari pigmen urokrom ( produk dari pecahan urobilinogen), urin segar yang baru dikeluarkan mempunyai kadar pH sekitar 6,0, Tapi pH tersebut akan menjadi alkalis jika urin didiamkan karena adanya pelepasan amonia urea. (Hardjoeno, 2004) Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan saluran urin, tetapi juga mengenai faal pelbagai organ dalam tubuh seperti : hati, saluran empedu, pankreas, corteks adrenal ( Gandasoebrata, R, 2006 ) 1. Pembentukan dan fungsi urin Dalam kedaan normal, tubuh memiliki 2 ginjal. Setiap ginjal memiliki sebuah ureter yang mengalirkan air kemih dari pelvis renalis ( bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air seni) kedalam kandung kemih. Dari kandung kemih kemudian mengalir ke ureter lalu meninggalkan tubuh melalui penis (pria) dan vulva (wanita). Ginjal melakukan berbagai fungsi metabolik dan ekskretori, selain membersihkan tubuh dari zat yang mengandung nitrogen dan hasil metabolisme lainnya, ginjal juga berperan dalam melaksanakan haemostasis cairan, elektrolit dan asam basa. Ginjal mengolah sekitar satu liter atau setengah liter plasma permenit. Dengan proses filtrasi,

24

reabsorbsi dan sekresi dapat diproduksi 200 2000 ml urine setiap hari. ( Guyton, 1997) Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula bowman. Pengeluaran cairan urin sangat tergantung pada fungsi fungsi organ eliminasi urin seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum bahwa urin

sebagai zat yang kotor, hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yag sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hamper tidak berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh bakteri akan mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan menghasilkan bau khas, terutama bau ammonia yang di hasilkan oleh urin (Guyton,1997) 2. Komposisi urin Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme ( Seperti urea), garam terlarut, dan zat organik. Cairan dan pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstitial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorbsi ketika molekul yang penting

25

bagi tubuh, misalnya glukosa diserap kembali kedalam tubuh melalui molekul pembawa glukosa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Urea yang terkandung didalam urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos. Urin dibentuk selama berjam-jam dalam kantong kencing sehingga terakumulasi protein, bakteri dan

unsure- unsure lainnya. Untuk pemeriksaan kualitatif urin, urin sewaktu sudah dapat memadai untuk pemeriksaan. Untuk pemeriksaan bilirubin urin urin pagi merupakan yang terbaik di jadikan sampel pemeriksaan. 3. Jenis Jenis sampel Urin a. Urin Sewaktu Untuk bermacam macam pemeriksaan dapat digunakan urin sewaktu, yaitu yang dikeluarkan pada waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urin sewaktu ini biasanya cukup baik untuk pemeriksaan urin rutin yang menyertai pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus. b. Urin Pagi Yang dimaksud dengan urin pagi ialah urin yang pertamatama dkeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin ini lebih

26

pekat dari urin yang dikeluarkan siang hari, jadi baik untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, protein, tes kehamilan. c. Urin Postprandial Sampel urin postprandial digunakan untuk pemeriksaan glukosuria. Urin postprandial adalah urin yang pertama kali dikeluarkan 1 3 jam sehabis makan d. Urin 24 Jam Urin 24 jam adalah urin yang dukumpulkan selama 24 jam. Cara penampungan urin 24 jam sebagai berikut : jam 7 pagi penderita penderita mengeluarkan urinnya, urin ini dibuang. Semua urin yang dikeluarkan kemudian, termasuk jam 7 keesokan harinya ditampung alam botol besar bervolume 1 2 liter yang dapat ditutup dengan baik ( Gandasoebrata, 2006) 4. Pengambilan Contoh urin Untuk pemeriksaan urin analisa dianjurkan memakai urin segar. Urin harus semurni mungkin, ini berarti tidak tercemari dari bahan bahan dari luar. Penderita mengeluarkan urin langsung dan ditampung pada tempat yang bersih dan kering, terbuat dari kaca atau plastik

dengan mulut lebar dan mempunyai tutup, Pada wadah penampung harus mempunyai label identitas penderita. Cara penampungan urin untuk pemeriksaan sebaiknya diambil urin tengah, yaitu curahan urin pertama penderita tidak ditampung, dari curahan urin kedua ditampung

27

dan curahan yang ketiga tidak ditampung

( Mantgem, 2000). Pada

penderita yang sedang haid untuk mencegah kontaminasi dianjurkan pengambilan contoh urin dengan Clean Voided Secimen seperti pengambilan urin untuk pemeriksaan bakteriologi ( Anonim, 2009) E. Tinjauan tentang Meditron Junior Meditron Junior adalah suatu alat semiotomatik yang

merupakan suatu fotometer pantul menggunakan panjang gelombang tertentu, warna hijau panjang gelombang 557 nm, warna kuning

panjang gelombang 610 nm, warna merah panjang gelombang 660 nm. Meditron Junior menggunakan sistem optik yang terdiri dari beberapa ligh emitting diode dan satu fotodetektor yang dirancang untuk membaca hasil pemeriksaan urin dengan carik celup khusus. Alat ini dapat membaca hasil pemeriksaan kimia urin sampai 10 jenis parameter. Sebelum pemeriksaan dimulai, alat proses self-calibration dengan merekam cahaya yang dipantulkan dari suatu cakram keramik atau keping plastik pada setiap panjang gelombang. Chaya yang dipantlkan ini akan menjadi pantulan eferensi dan dibandingkan degancahaya yang dipantulkan dari pita carik celup. Impuls listrik yang dihasilkan oleh fotodetektor akan diroses oleh mikrokompresor dari alait ini dan dikonversimenjadi hasil semikuantitatif yang akan divetak oleh print out ( Suryaatmaja M, 2004)

28

F. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Bilirubin Urin Dalam keadaan patologik bilirubin terdapat dalam urin. Ada beberapa tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya bilirubin dalam urin. 1. Percobaan Busa. a) Kocoklah kira-kira 5 mL urin segar dalam tabung dengan kuatkuat. b) Jika terjadi busa berwara kuning, itu tanda bahwa terdapat

bilirubin dalam urin. Busa urin yang tidak mengandung bilirubin berwana putih atau kuning muda sekali. 2. Percobaan Harrison a) 5 mL dimasukkan kedalam tabung reaksi. b) Tambahkan 5 mL larutan bariumclorida 10 %, campur dan saringlah. c) Kertas saring yang berisi presipitat diangkat dari corong, dibuka lipatannya dan simpanlah mendatar diatas corong itu. Biarkan beberapa lama sampai agak kering. d) Teteskan 2 tetes reagen Fouchet keatas presipitat di atas kertas saring itu. e) Amati timbulnya warna hijau yang menandakan adanya bilirubin dalam uri n tersebut.

29

3. Modifikasi percobaan Harrison dengan potongan kertas saring a) Potongan kertas saring dipegang pada salah satu ujungna

dan sebelah lain dimasukkan ke dalam urin sampai kira-kira sepertiga dari panjangnya.Peganglah kertas dalam keadaan sepertiga terendam dari 30 detik sampai 2 menit. b) c) Angkatlah kertas dan biarkan sampai agak kering. Teteskan setetes reagen Fouchet pada kertas asing, tepat

pada batas permukaan urin tadi. d) urin. 4. Metode Carik Celup Reaksi yang terjadi pada cara ini ialah reaksi diazotasi antara bilirubin dalam urin dengan senyawa diazo pada carik celup. Warna yang terjadi pada reaksi ini ditentukan oleh jenis senyawa diazo yang dipakai, sedangkan intensitasnya dapat menunjukkan banyaknya bilirubin. Keuntungan pemeriksaan metode carik celup adalah secarik celup yang kecil dapat digunakan untuk pemeriksaan urin dengan banyak parameter sekaligus dan dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan murah. Carik celup terdiri dari batang plastik yang ditempel kertas yang mengandung reagen. G. Kerangka Pikir Adanya warna hijau menandakan adanya bilirubin dalam

30

Bilirubin merupakan produk perombakan hemoglobin oleh sel-sel retikuloendotelial yang tersebar diseluruh tubuh. Bilirubin yang semula bersifat tak laurt dalam air berubah menjadi larut dalam air setelah terkonjugasi dihati. Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat melalui ginjal. Bilirubinuria terjadi bila didalam darah terdapat banyak bilirubin terkonjugasi ( bilirubin direk). Peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam darah berkaitan dengan fungsi hati. Warna urin yang kecoklatan

member petunjuk tentang adanya bilirubin dalam urin.

Hemoglobin Bilirubin Terkonjugasi Bilirubinuria

Gangguan Fungsi hati Urin PeningkatanKadar Bilirubin

Gambar 2.3 : Skema Kerangka Pikir

31

32

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitin quasi eksperimen untuk

mengetahui pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap hasil bilirubin urin pada penderita ikterus di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah pasien ikterus yang melakukan pemeriksaan laboratorium di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makasar 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah penderita ikterus yang melakukan pemeriksaan bilirubin urin sebanyak 20 orang yang di ambil secara aksidental sampling. C. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas penelitian ini adalah penundaan pemeriksaan 2. Variabel terikat. Variabel terikat penelitian ini adalah hasil pemeriksaan bilirubin urin.

31

33

D. Alur Penelitian Penderita Ikterus

Urin Tempat gelap Simpan 3 jam Terpapar cahaya

Pemeriksaan Bilirubin ( Meditron Junior)

Data Pemeriksaan

Analisa data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3.1 Alur Penelitian E. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu Penelitian di laksanakan pada bulan Juli 2010 2. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian di lakukan di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.

34

F. Defenisi Operasional 1. Urin atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresi oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. 2. Bilirubin dalam urin adalah suatu pertanda keadaan patologik adanya ikterus (hepatitis). 3. Carik celup adalah secarik celup yang kecil yang digunakan untuk pemeriksaan beberapa parameter kimia urin. 4. Hepatitis yaitu salah satu jenis penyakit kuning yang disebabkan oleh virus yang menyerang hati dan menyebabkan gangguan fungsi hati. 5. Meditron Junior adalah suatu alat pemeriksaan bilirubin urin dengan menggunakan carik celup Combur Test yang dibaca dengan cara reflectance photometry menggunakan ligh-emitting diode panjang gelombang. 6. Tempat gelap yaitu urin disimpan tempat tidak tembus cahaya pada

( dibuat kotak berwarna hitam ) pada suhu ruangan 7. Terpapar cahaya yaitu urin dimasukkan kedalam botol bening lalu disimpan diruangan yang terpapar cahaya lampu pada suhu ruangan 8. Tes 3 jam yaitu sampel urin disimpan selama 3 jam baru dilakukan pemeriksaan bilirubin urin.

35

G. Pengumpulan Data Penelitan. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan melaksanakan pemeriksaan bilirubin urin pada penderita hepatitis di Rumah Sakit Umum Labuang Baji. 1. Pengambilan sampel urin Penderita mengeluarkan urin langsung dan ditampung pada wadah yang terbuat dari plastik atau kaca, bermulut lebar, mempunyai tutup. Pada wadah diberikan label yang berisi identitas penderita. Urin langsung diperiksa bilirubin urin dengan menggunakan carik celup dan dibaca pada alat semiotomatik Meditron Junior. 2. Pemeriksaan Bilirubin menggunakan Meditron Junior a) Prinsip pemeriksaan. Carik celup mengandung garan diazonium yang bereaksi dengan bilirubin dalam urin yang menyebabkan perubahan warna merah menjadi ungu, kemudian alat Meditron Junior mengevaluasi carik celup dengan cara reflectance fotometry menggunakan light emitting diode pada panjang gelombang tertentu. b) Prosedur kerja Urin segar dimasukkan kedalam tabung reaksi, ambil carik celup dari tabung reagen dan tutup kemali tabung dengan rapat. Celupkan carik celup kedalam urin kurang dari 5 detik, angkat lalu tiriskan pada tissue.Selanjutnya carik celup ditempatkan pada

36

tempat muat alat Meditron Junior yang akan bergerak

secara

otomatis membawa carik celup pada posisi pengukuran dan memulai pembacaan, hasil pembacaan akan keluar berupa lembar print out. c) Penilaian kadar bilirubin urin Kadar bilirubin urin dengan menggunakan carik celup merupakan penilaian semikuantitatif dimana didasarkan pada

perbahan warna merah menjadi ungu yag terjadi pada carik celup. ( Gandasoebrata, 2006). H. Analisa Data Data disajikan dalam bentuk tabel yang akan diuji tanda dari Cox dan Stuart pada tingkat kepercayaan 95 % ( = 0.05) Rumus yang dipakai untuk (uji tanda ) sampel kurang dari 30 adalah :
S n 0,5 6 n 12

Keterangan : S : Jumlah total nilai posistif ( + ). n : Jumlah sampel. Kriteria penerimaan : Hipotesa Ho di terima jika nilai Z < dari pada nilai tc Hipotesa Ha di terima jika nilai Z > dari pada nilai tc.

37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak tanggal 6 s/d 15 Juli 2010 mengenai pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap hasil bilirubin urin di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji diperoleh hasil sebagai berikut :. Tabel 4.1: Hasil Pemeriksaan Biilirubin urin segera dan yang ditunda selama 3 jam di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji. No Kode Sampel Hasil pemeriksaan Bilirubin urin Segera Ditunda 3 Jam (+) (+) (+) (+) ( ++ ) ( ++ ) (+) (+) (+) (+) (++ ) (++ ) ( +++ ) ( +++ ) ( ++ ) ( ++ ) (+) (+) (+) (+) ( ++ ) ( ++ ) ( ++ ) ( ++ ) (+) (+) ( +++ ) ( +++ ) ( ++ ) ( ++ ) (+) (+) ( ++ ) ( ++ ) ( ++ ) ( ++ ) (+) (+) (+) (+)

1 A 2 B 3 C 4 D 5 E 6 F 7 G 8 H 9 I 10 J 11 K 12 L 13 M 14 N 15 O 16 P 17 Q 18 R 19 S 20 T Sumber : Data Primer 2010

37

38

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 20 hasil pemeriksaan bilirubin urin segera dan yang ditunda selama 3 jam pada suhu ruangan tidak ada perbedaan hasil . Tabel 4.2: Uji Tanda Pemeriksaan Biilirubin urin segera dan yang ditunda selama 3 jam di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji. N 20 S 20 Z -0,06 tc 1,646 ( ) 0,05

Sumber : Data Primer 2010. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa Z (-0,06) < tc (1,646 ) hipotesa Ho diterima berarti tidak pengaruh penundaan bilirubin urin. A. Pembahasan. Bilirubin merupakan produk metabolit utama hem yang berasal dari hemoglobin. Sekitar 80 dari bilirubin berasal dari pemecahan eritrosit tua. Eritrosit pada akhir masa hidupnya dirusak oleh terutama terjadi di lien, retikuloendotelial, pemeriksaan terhadap hasil

hati dan sumsum tulang. Perusakan eritrosit

menyebabkan pelepasan hemoglobin kemudian dimetabolisme menjadi rantai globin bebas dan hem. Globin terpisah dari hem, sedangkan besi hem diubah menjadi besi III feri ( Hartono A, 1999) Peningkatan bilirubin dalam darah dapat mempengaruhi fungsi hati, saluran empedu, pankeas dapat menyebabkan infeksi akut yang

dapat berkembang menjadi infeksi virus hepatitis.

39

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang di sebabkan oleh faktor faktor fungsional (hepatitis) maupun obstruktif Karena terutama bilirubin

mengakibatkan

hiperbilirubinemia

terkonjugasi.

terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin ini dapat di ekskresi kedalam kemih sehingga menimbulkan bilirubinuria. Sensitivitas bilirubin terhadap cahaya selain dipengaruhi waktu, juga tegantung pada temperatur penyimpanan. Bila terjadi penundaan tes, untuk memperoleh stabilitas bilirubin yang optimal, penyimpanan

spesimen harus dilakukan dalam tempat gelap dan temperatur rendah ( Balistreri, 1996). Kadar bilirubin merupakan hasil akhir antara produksi biirubin dan kemamampuan hati untuk mengeluarkan billirubin tersebut. Dalam keadaan normal kedua faktor tersebut seimbang. Peningatan kadar

bilirubin dalam darah terjadi jika produksi bilirubin melebihi metabolisme dan ekskresinya atau terjadi ketidak seimbangan antara produksi dengan metabolisme dan ekskresinya. Akumulasi bilirubin dalam sirkulasi darah menyebabkan

pigmentasi kuning dalam plasma sehingga terjadi perubahan warna pada jaringan secara menyeluruh. Secara klinis hiperbilirubinemia tampak pada ikterus yang dapat dilihat pada kulit dan sklera ikterus yang jelas (clinical jaundice) terjadi bila kadar bilirubin total lebih dari 2 mg/dl.

40

Dalam penentuan penyebab ikterus apakah hiperbiirubinemia terkonjugasi (direk) atau tak terkonjugasi (indirek). Pendekatan

sederhana untuk menentukan penyebab ikterus apabila tes kimia darah tidak tersedia adalah dengan melihat keberadaan bilirubin dalam urin. Apabila secara klinik ada ikterus , tetapi bilirubin urin negatif maka diperkirkan ikterus tersebut di sebabkan hiperbilirubinemia indirek, sedangkan bila bilirubin urin positif maka diperkirakan ikterus tersebut disebabkan hiperbilirubinemia direk. Apabila kadar bilirubin indirek 80 85 % dari kadar bilirubi total, maka pasien dianggap menderita hiperbilirubinemia indirek. Apabila kadar bilrubin direk lebih dari 50 % dari kadar bilirubin total maka pasien dianggap menderita hiperbilirubinemia direk. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sejak tanggal 6 s/d 15 Juli 2010 tidak terjadi perbedaan antara hasil pemeriksaan bilirubin urin yang segera dan yang ditunda selama 3 jam pada suhu ruangan, Pada penelitian selain penundaan hal hal yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan bilirubin urin di kontrol, baik pra analitik seperti pengambilan urin, menggunakan tempat penampungan yang bersih dan kering, analitik maupun pasca analitik. Dengan kondisi ruangan tempat penyimpanan spesimen ber-AC, penerangan oleh cahaya lampu, tidak terpapar cahaya langsung masih memungkinkan penundaan pemeriksaan sampai 3 jam setelah

41

pengambilan urin. Hal ini sesuai literatur yang menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin masih bisa dilakukan dalam waktu 3 jam setelah pengambilan sampel ( Suyono, 1994).

42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sejak tanggal 6 s/d 15 Juli 2010 dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap hasil bilirubin urin yang ditunda selama 3 jam dimana nilai Z (-0,06) < tc (1,646). B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas disarankan : 1. Penundaan pemeriksaan bilirubin urin selama 3 jam setelah

pengambilan dapat dilakukan dengan syarat

ruangan mempunyai

pendingin ( ber-AC ) dan tidak terpapar cahaya matahari. 2. Untuk peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian mengenai bilirubin urin dengan waktu penundaan yang lebih lama.

41

43

DAFTAR PUSTAKA Anonim, ( 2006). Modern Urine Chemistry. Balestreri WF, 1996. Liver Fuction, Fundamental of Clinical Chemistry ed. 4 WB Saunders : Philadelphia. Dalimarta, S, (2005) : Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Hepatitis :Jakarta Gourley GR, 1999. Bilirubin metabilsm and neonatal joundic. In : Suchy FD, ed Liver disease in chidren, St Louis : Mosby. Gandasoebrata R, 2006, Penuntun Laborat orium Klinik, Dian Rakyat : Jakarta Guyton, 1997, Tex Book Of Medical Physiologi, EGC Jakarta Handoyo, I.(2003). Pengantar Imunoasai Dasar, Universitas Airlangga, Cetakan I, :Surabaya. _________ (2004). Imunoasai Terapan pada Beberapa Penyakit Infeksi, Universitas Airlangga, cetakan I Surabaya Hardjoeno, H. (2006), Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik, Penerbit UNHAS cetakan ke-3 Japaries, W, 1996. Hepatitis, Penerbit Arcan, Jakarta. Kaplan, 1998, Principles of Internal Medicine, 14Th ad. New Work Kresno SB, 1996, Tinjauan Klinis Pemeriksaan Laboratorium Sacher, Sylvia, 2004, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi II EGC : Jakarta Soemohardjo.S, 1993, Tes Faal Hati : Dasar-dasar teoritik dan Pemakaian dalam Klinik, Edisi I, Penerbit Alumni :Bandung . Suryaatmaja M, 2004, Automed Analyser, FKUI : Jakarta Suyono J, Kresno SB. 1994. Ed. Terjemahan . Pemilihan Uji Laboratorium yang efektif . EGC : Jakarta

44

Suwarno, 1995, Aplikasi metode statistik untuk Analisa Data, Penerbit Alumni : Bandung. Widman, 1995.,Clinichal Interpretation Of Laboratory , St Louis : Mosby. Wilson LM, 1996, Hati, Saluran Empedu dan Pankreas , dalam Silvia A. Lorrain M. Wilson. Patofisiologi, ed 4 EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai