Anda di halaman 1dari 2

1.

Perbedaan ini disebabkan oleh kedudukan bahasa Arab yang lafadznya mengandung lebih dari
satu makna. Ada pula yang disebabkan oleh periwayatan hadist dan cara penyampaiannya hadist
tersebut kepada mujtahid baik dari segi kuat maupun lemahnya, bisa juga karna adanya
pertimbangan menjaga muslihat,keperluan, dan adat yang senantiasa berkembang ketika
menetapkan hukum. Penyebab dari munculnya perbedaan pendapat yakni karena tingkat
perbedaan pikiran atau akal manusia dalam memahami nash, cara menyimpulkan hukum dari
dalil syara’, adanya kemampuan mengetahui rahasia yang terdapat dibalik aturan syara’ dan juga
dalam mengetahui ‘illat hukum syara’. perbedaan pendapat ini terjadi dalam lingkungan
madzhab mereka. Banyak orang mengingkari perbedaan pendapat ini, disebabkan keyakinannya
yang menyatakan bahwa agama ini satu, syariat juga satu, kebenaran itu satu tidak bermacam-
macam dan sumberhukum hanya satu yaitu wahyu ilahi.
2. khilafiyah hanyalah terjadi pada hadits dan pendapat orang saja, tidak pada dasar hukum yang
muthlaq AlQuran, sekiranya kita bisa kembali kepada AlQuran sebenarnya perbedaan itu
hanyalah pada kemampuan seseorang dalam memahami sesuatu, dan ini dalam quran sudah
disebutkan, (Walaa nukallifu nafsaan illaa wus`ahaa, waladainaa kitaabu yanthiqu bil haqqi
wahum laa yudzlamuuna.)aku tidak memebebani seseorang kecuali dengan ukuran
kemampuannya, dan kami berikan dalam kitab AlHaq(AlQuran), sekalipun berbeda mereka tidak
berdosa, asal semua itu berasal dengan izin dan kehendak Allah. jadi bila kembali kepada
AlQuran perbedaan itu sudah diberikan oleh Allah masing-masing sesuai dengan ukurannya, dan
orang lain tidak bisa menyalahkannya( belajarlah dalam berkeluarga, cara mengaturnya bagi
setiap orang sudah berbeda, tidak mungkin kita dalam mengatur keluarga kita, mampu mengikuti
keluarga lain, disitulah seninya perbedaan yang diberikan Allah swt, saling melengkafi apa yang
kurang pada diri kita masing-masing, dan memberi bagi yang berlebih, demikian kedamaian
dalam persaudaraan sesama Muslim.
3. Salah satu pendapat yang ada mengatakan, “Tidak wajib“. Inilah pendapat yang lebih tepat. Yang
namanya kewajiban adalah jika diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Pandangan yang dihasilkan
oleh semua mazhab dianggap benar, dengan catatan tetap mempunyai potensi salah. Mengikuti
pandangan mazhab tersebut tidak dalam kerangka untuk memastikan seratus persen pandangan
tersebut benar dan salah, melainkan dalam kerangka tarjh dan ghalabat zhann. Dengan kata lain,
kita mempunyai dugaan kuat, bahwa hukum yang kita ambil dan ikuti dalam masalah tertentu
adalah hukum Allah bagi kita, dan juga orang yang menyatakannya, terlepas dari siapa yang
menyatakannya. Namun, jika kemudian terbukti salah, hukum itu pun dianggap marjh dan lemah
sehingga ketika itu harus ditinggalkan. Itulah, mengapa semua mazhab Islam tersebut pada
dasarnya mazhabnya satu, yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Bahkan tidak satu pun di antara
mereka mengklaim dirinya
4. Contoh penilaian hadis dalam segi sanad adalah hadis tentang wajibnyamembaca al-Fatihah bagi
seorang makmun dalam shalat yang diriwayatkan olehUbadah yang mengatakan “Dari Ubadah
bin Shamit, ia berkata bahwa Rasulullahtelah shalat subuh agak panjang bacaannya, maka
setelah selesai shalat, Rasulullahberkata, “Aku memperhatikan kalian membaca di belakang
imam” , kami menjawab,“Ya Rasul, Demi Allah memang kami membaca”, Rasulullah berkata,
“janganlahkalian membaca, kecuali ummul qur’an (al-fatihah) karena sesungguhnya tidak
sahshalat seseorang yang tidak membacanya”. (HR. Abu Daud).15Imam Syafi’i adalah salah
seorang yang mendukung wajibnya membaca al-fatihah bagi makmun dalam shalat dengan
merujuk pada hadis di atas, sementaraIbnu Qatadah dalam kitabnya Al-mughni tidak ada yang
meriwayatkan kecuali IbnuIshaq dan Nafi bin Mahmud, sedangkan Ibnu Ishaq masuk kategori
mudallis,sementara Nafi’ sendiri jauh lebih rendah lagi. Dari inilah muncul dua pendapatyang
mendukung wajib dan tidaknya membaca al-fatihah.16Pada sisi yang lain, penilaian pada posisi
Nabi walaupun skalanya relatifsedikit, juga merupakan faktor dari munculnya perbedaan
pendapat. Nabi disamping kapasitasnya sebagai Rasul, beliau juga sebagai seorang Imam
(kepalanegara) sekaligus sebagai seorang hakim, untuk itu tindakan dan ucapan Rasultidaklah
sama kedudukannya. Tentu kalau kapasitasnya sebagai Rasul, Nabimeletakkan ketentuan-
ketentuan yang tidak dicetuskan oleh Al-Qur’an. Oleh karenaitu, dalam kapasitas ini sunnah bisa
berupa klasifikasi bagian Al-Qur’an yangbersifat ambiguitas (mujmal) atau spesifikasi serta
kwalifikasi kandungan Al-Qur’anyang umum.Apapun yang disahkan oleh Nabi mengenai prinsip-
prinsip agama,khususunya dalam soal-soal fakultatif (ibadah), ketentuan yang menjelaskan halal-
haram adalah legalisasi umum (tasyrik am) yang validitasnya tidak terbatas dalamlingkungan
waktu, dan keadaan serta mengikat setiap ummat Islam tanpa harusmelihat keadaan individual,
status sosial atau pun jabatan politis, maka bertindakatas jalan inilah yang tidak memerlukan
pengesahan dari pimpinan agama atau punpemerintah.17Berbeda dengan ketentuan sunnah
yang berasal dari Nabi dalam kapasitasnyasebagai kepala negara atau Imam, seperti dengan
pendistribusian harta rampasanperang, alokasi dan pembelanjaan dana publik serta corak
ketentuan kenegaraanlainnya, kalaupun hal ini termasuk dalam kategori Sunnah legal, tetapi
ketentuan-ketentuan tersebut tidak termasuk pada bagian legislasi umum (tasyrik am).
Sunnahjenis inilah yang tidak bisa dipraktekkan oleh individu-individu dengan inisiatif dirinya
sendiri tanpa memperoleh lecensi lebih awal dari otoritas pemerintah yangberwewenang,
kecuali bila ada indikasi yang menunjukkan sebaliknya. Tanpaknyauntuk ketentuan Sunnah yang
terakhir inilah yang relatif memberikan ruang gerakmunculnya perbedaan ulama.
5. Sangat penting , ilmu fikih, setiap muslim sebisa mungkin harus mengetahuinya. Karena hal ini
akan berhubungan dengan masalah kehidupan sehari-hari, seperti ibadah, mu’amalah dan lain
sebagainya. Sebab tidak mungkin kita bisa beribadah dengan benar, tanpa mengetahui fikih bab
ibadah. Jika seseorang tidak memahami ilmu fiqih , maka seseorang tersebut akan terjerumus
kepada kemaksiatan , baik batin atau pikiran.

Anda mungkin juga menyukai