Atonia Uteri
Atonia Uteri
Disusun Oleh
1. Dina Tamara 2115401007
2. Rani Fitriya 2115401016
3. Meylin Silvia Arnida 2115401032
4. Tri Sapitri 2115401037
Atonia merupakan kondisi rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik setelah
persalinan, terjadi pada sebagian besar perdarahan pasca persalinan. Faktor risiko
adalah gravida multipara, uterus yang sebelumnya mengalami overdistensi akibat
kehamilan ganda dan hidramnion, makrosimia janin, distensi rongga rahim akibat
bekuan, partus presipitatus atau partus lama, stimulasi uterotonika, anastesi berhalogen
atau anesthesia konduksi, amnionitis, dan riwayat nerdarahan pasca persalinan.
Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan berkontraksi dengan baik
setelah persalinan (Saifudin, 2002). Atonia merupakan hipotonia yang mencolok
setelah kelahiran placenta. Dua definisi tersebut pada intinya hampir semakna, yaitu
atonia ditandai dengan ketiadaan kontraksi segera setelah plasenta lahir. Keadaan
lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebab kan uterus tidak mampu menutup
perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
Otot rahim dapat berkontraksi secara sinergis pada kondisi uteri normal setelah
plasenta lahir. Otot tersebut saling bekerja sama untuk meng hentikan perdarahan yang
berasal dari tempat implantasi plasenta Akan tetapi, sebaliknya pada kondisi tertentu,
otot rahim tersebut tidak mampu berkontraksi atau kalaupun ada, kontraksi tersebut
kurang kuat Akibatnya, perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi plasenta tidak
akan berhenti sehingga kondisi tersebut sangat membahayakan ibu.
Sebagian besar (75-80%) perdarahan pada masa nifas diakibatkan oleh atonia uteri.
Faktanya, aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit.
Dengan demikian dapat diba yangkan bila uterus tidak berkontraksi dalam beberapa
menit saja, ibu dapat kehilangan banyak sekali darah. Sementara itu, volume darah
manusia hanya berkisar 5-6 liter.
Tindakan intrapartum sebelumnya harus dilakukan dengan hati-hati bagi pasien yang
dikenali mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya atonia uteri. Kadar hematokrit dasar
serta penentuan golongan dan antibodi darah adalah penting dalam menghadapi
perlunya transfuse darah yang cepat. Pasanglah jalur intravena yang berfungsi baik de
ngan kateter berukuran besar, karena mungkin diperlukan darah atau cairan dalam
jumlah yang besar, penggunaan kateter tekanan vena sentralis mungkin sangat penting,
terutama jika perdarahan tidak ter lihat dan tidak dapat segera dikontrol. Lakukan juga
pemeriksaan ko agulasi dasar.
Penatalaksanaan efektif perlu diberikan secara cepat saat perdarahan terdeteksi untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal Periksalah pasien dengan cepat untuk
kasus-kasus yang mungkin, ingatlah bahwa mungkin terdapat lebih dari satu sumber
perdarahan. Dengan cermat lihatlah jalan lahir bagian bawah untuk mendeteksi dan
memperbaiki laserasi serviks, vaginal, atau perineum. Tentukan apakah rahim
berkontraksi dengan baik dan tetap berkontraksi. Perdarahan dari rahim yang
berkontraksi dengan baik menandakan penyebab lainnya daripada aronia uteri. Ulangi
pemeriksaan koagulasi dan pertimbangkan kemungkinan rupture uteri atau laserasi
endoserviks.
Jika terdapat syok hipovolemik mulailah pergantian volume dengan cepat dan
menggunakan larutan kristaloid. Lakukan pengecekkan darah, monitor keadaan
kardiovaskuler pasien dengan cermat, amati output urin dan keseimbangan cairan.
Pada pasien dengan atonia uten dimana hanya terdapat kehilangan darah sedang, maka
teknik tambahan dapat merupakan alternatif yang baik dibandingkan dengan teknik
operatif. Lokalisasi tempat perdarahan secara angiografik dapat dilakukan dengan
embolisasi selektif dan terarah atau dengan infus vasopressin untuk mencapai
hemostasis yang efektif.
Penyakit dapat ditangani dengan baik bila diketahui penyebabnya. Penyebab atonia
uteri belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi, ter dapat beberapa faktor predisposisi
atonia uteri.
Mengenal tanda dan gejala sangat penting dalam penentuan diagnosis dan
penatalaksanaannya. Tanda dan gejala tersebut meliputi perdarahan pervaginam,
konsistensi rahim lunak, fundus uteri naik, dan syok.
1. Perdarahan Pervaginam.
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia sangat banyak dan darah tidak merembes.
Kondisi yang sering terjadi adalah pengeluaran darah yang disertai dengan gumpalan
karena tromboplastin sudah tidak mampu berperan sebagai antipembekuan darah.
Atonia Uteri
Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.
• Teruskan pemijatan uterus.
• Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
V. Penatalaksanaan
Gunakan selalu sembotan prevention is better than cure dimanapun penolong
persalinan berada. Sebaiknya pasien dengan risiko tinggi di rujuk agar persalinannya
berlangsung dalam rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup dan di awasi
dengan penuh dedikasi oleh petugas yang berpengalaman. Bila telah terjadi rupture
uteri tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang
sesuai. Di perlukan infus cairan kristaloid dan transfuse darah yang banyak, tindakan
anti syok, serta pemberian antibiotika spectrum luas dan sebagainya. Tatalaksana:
1. Lakukan masase fundus uteri segera setelah lahirnya pla senta (maksimal 15
detik).
2. Bersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari va gina, pastikan tidak ada
perlukaan jalan lahir yang berat.
3. Memastikan kandung kemih kosong. Jika penuh dan da pat di palpasi, lakukan
kateterisasi menggunakan teknik aseptic. Kandung kemih yang penuh dapat
menghalangi uterus berkontraksi dengan baik.
4. Lakukan Kompresi bimanual interna selama 1-2 menit. Kompresi ini memberikan
tekanan langsung pada pem buluh darah dinding uterus dan juga merangsang mio
metrium untuk berkontraksi.
5. Jika KBI tidak berhasil anjurkan keluarga untuk mulai membantu melakukan
Kompresi Bimanual Eksternal (KBE).
6. Saat keluarga melakukan KBE, penolong segera memberikan suntikan ergometrin
0,2 mg IM (pastikan pasien tidak memi 1d hipertens) atau misoprostol 600-1000
mcg per rectal.
7. Pasang infuse RL+ 20 IU Oksitosin, sesuaikan tetesan guyur Ulangi KBL, jika
tidak berhasil. Segera rujuk ibu.
8. Selama dalam perujukan lanjutkan pemberian infus+20 IU oksitosin minimal 500
cc / jam hingga mencapai tempat rujukan.
9. Lakukan KBE selama dalam rujukan.
DAFTAR PUSTAKA
Nurul Jannah, S.Si.T. 2012. Askeb II Persalinan Berbasis Kompetensi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Fernando Arias, M.D., pH.D. 2008. Practical Guide to High-risk Pregnancy and Delivery.
Mosby Year Book.
Prof. Dr. Abdul Bari Saifuddin, SpOG, MPH. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo d.a.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.