Bab 1 Dan Bab 2
Bab 1 Dan Bab 2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan pada tahun 1945 sebagai salah
satu dari enam organ utama PBB yang diatur dalam Piagam PBB. Dewan Keamanan
bertanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional serta menangani
ancaman terhadap keamanan dunia. Hal ini diresmikan setelah berakhirnya Perang Dunia II
dengan tujuan menghindari terjadinya konflik berskala besar di masa depan dan mempromosikan
kerjasama internasional.
Pengenalan Dewan Keamanan PBB Dewan Keamanan PBB terdiri dari 15 anggota, di mana lima
anggota tetap memiliki hak veto, yaitu Amerika Serikat, Rusia, China, Prancis, dan Britania
Raya. Sisanya adalah anggota tidak tetap yang dipilih oleh Majelis Umum PBB untuk masa
jabatan dua tahun. Setiap anggota tidak tetap mendapat suara satu, sedangkan keputusan
substantif memerlukan setidaknya sembilan suara, termasuk persetujuan dari semua anggota
tetap yang memiliki hak veto.
Tugas Dewan Keamanan meliputi penyelesaian sengketa internasional, menjaga perdamaian dan
keamanan internasional, menetapkan sanksi ekonomi atau tindakan militer kolektif sebagai
tanggapan terhadap ancaman terhadap perdamaian, serta memberikan rekomendasi kepada
Majelis Umum tentang aksi yang perlu diambil. Dewan Keamanan juga dapat memberikan
wewenang kepada operasi penjaga perdamaian PBB untuk menjaga ketertiban di daerah konflik.
Dewan Keamanan memiliki peran kunci dalam menjaga stabilitas global dan merespons krisis
keamanan yang muncul di berbagai belahan dunia. Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan
Keamanan juga bekerja sama dengan organisasi dan lembaga regional serta negara-negara
anggota PBB untuk mempromosikan perdamaian dan keamanan internasional.
1
1. Ketidakadilan dan ketimpangan kekuasaan Hak veto memberikan kekuatan luar biasa kepada
lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (Amerika Serikat, Rusia, China, Prancis, dan Britania
Raya)
2. Blockade terhadap tindakan yang diperlukan Hak veto dapat digunakan oleh anggota tetap
Dewan Keamanan .
3. Pertentangan kepentingan Anggota tetap Dewan Keamanan yang memiliki hak veto sering
kali memiliki kepentingan politik, ekonomi, atau strategis yang bertentangan.
4. Kurangnya akuntabilitas karena hak veto memberikan kekuatan luar biasa kepada beberapa
negara tertentu, tidak ada mekanisme efektif untuk mengawasi atau mengontrol penggunaan hak
ini.
5. Reformasi yang sulit mengubah sistem pemberian hak veto dalam Dewan Keamanan PBB
membutuhkan persetujuan dari semua anggota Dewan Keamanan,
1.3Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas kita dapat merumuskan permasalahan sebagai:
1.Apa tujuan sebenarnya dari pemberian hak veto kepada anggota tetap Dewan Keamanan PBB?
2.Bagaimana penggunaan hak veto oleh anggota tetap mempengaruhi efektivitas dan kredibilitas
Dewan Keamanan?
3.Apakah pemberian hak veto sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan dalam
kerangka PBB?
4.Apakah penggunaan hak veto oleh anggota tetap memperkuat atau menghambat upaya
penyelesaian konflik dan pemeliharaan perdamaian internasional?
5.Apakah pemberian hak veto mencerminkan ketimpangan kekuasaan dalam sistem keamanan
global?
6.Bagaimana penggunaan hak veto oleh anggota tetap mempengaruhi legitimasi dan representasi
Dewan Keamanan?
1.Menganalisis tujuan utama dan pembenaran yang mendasari pemberian hak veto kepada
anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
2
2.Mengevaluasi pengaruh penggunaan hak veto oleh anggota tetap terhadap efektivitas dan
kredibilitas Dewan Keamanan.
3.Memeriksa konsistensi pemberian hak veto dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan
representasi dalam konteks PBB.
4.Menilai dampak penggunaan hak veto oleh anggota tetap terhadap upaya penyelesaian konflik
dan pemeliharaan perdamaian internasional.
5.Mengidentifikasi ketimpangan kekuasaan yang mungkin timbul akibat pemberian hak veto dan
implikasinya terhadap sistem keamanan global.
6.Membahas alternatif atau reformasi yang mungkin terkait dengan penggunaan hak veto untuk
meningkatkan legitimasi dan efektivitas Dewan Keamanan
Meningkatkan Keamanan dan Stabilitas: Hak veto dapat memainkan peran penting dalam
mencegah adopsi keputusan yang dapat mengancam keamanan dan stabilitas internasional.
Dalam beberapa kasus, penggunaan hak veto oleh anggota tetap dapat menghentikan
pengambilan tindakan yang dapat memicu konflik atau memperburuk situasi yang sudah kritis.
Menghormati Prinsip Kedaulatan dan Kebebasan: Pemberian hak veto mencerminkan prinsip
kedaulatan negara-negara anggota tetap dan kebebasan dalam mengambil keputusan yang
penting bagi keamanan nasional mereka. Ini memberikan kebebasan kepada negara-negara
anggota tetap untuk melindungi kepentingan nasional mereka dan mengambil tindakan yang
mereka anggap perlu.
Mendorong Dialog dan Diplomasi: Hak veto dapat mempromosikan dialog dan diplomasi antara
anggota tetap Dewan Keamanan. Dalam beberapa kasus, penggunaan hak veto dapat mendorong
negosiasi lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak yang
3
terlibat. Ini memungkinkan negara-negara anggota untuk mencari solusi yang saling
menguntungkan dan mencegah adopsi keputusan yang mengabaikan perspektif mereka.
Melindungi Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa: Hak veto, dalam konteks Dewan Keamanan
PBB, membantu melindungi prinsip dasar dan tujuan PBB. Dalam beberapa situasi, penggunaan
hak veto oleh anggota tetap dapat memastikan bahwa keputusan yang diambil tetap konsisten
dengan piagam PBB dan tidak melanggar prinsip-prinsip yang diamanatkan oleh organisasi
tersebut
4
BAB ll
PEMBAHASAN
1. Keberadaan hak veto ini sangat erat kaitannya dengan kedudukan dan kewenangan dari DK
PBB yang sangat luas. Kewenangan-kewenangan itu antara lain adalah :
(a) Kewenangan untuk memilih Ketua Majelis Umum yang mana Majelis Umum ini memiliki
arti yang sangat penting dalam kelangsungan hidup PBB;
(c) Kewenangan merekomendasikan suatu negara agar keluar dari keanggotaan PBB;
Hak veto yang dimiliki oleh negara-negara besar, pada awalnya dibicarakan secara teratur pada
waktu merumuskan Piagam PBB, baik di Dumbarton Oaks maupun di Yalta, dan di San
Fransisco. Bahwasanya kepada kelima negara yang dianggap sangat bertanggung jawab pada
penyelesaian Perang Dunia II akan merupakan anggota tetap DK dan kepada mereka diberikan
hak veto, hal ini adalah merupakan imbalan dari tanggung jawab mereka terhadap perdamaian
dan keamanan internasional (primary responsibilities).2 Secara hukum kekuasaan yang dimiliki
oleh anggota tetap DK PBB ini merupakan previleges yang diberikan kepada mereka. Namun
secara hukum mereka tidak mempunyai kewajiban atau tanggung jawab yang berbeda dengan
negara anggota PBB lainnya. Piagam hanya menentukan bahwa tanggung jawab utama (primary
responsibilities) untuk perdamaian dan keamanan internasional ada pada pihak DK dan bukan
5
pada anggota tetap DK.3
Pada pembicaraan di Dumbarton Oaks terdapat perbedaan perumusan tentang pasal mengenai
veto. AS menghendaki supaya ada aturan yang membatasi penggunaan veto, misalnya dlam soal
tata tertib. Demikian juga supaya suara dari negara yang menjadi pihak dalam sengketa yang
dibicarakan di DK tidak mempunyai hak suara, juga bagi negara anggota tetap DK, maka negara
tersebut tidak dapat menggunakan hak vetonya. Uni Sovyet waktu itu menolak pendapat AS dan
menghendaki veto penuh tanpa pembatasan. Di Yalta pembicaraan tentang veto ini berlanjut,
pembahasannya dititik beratkan pada anggota tetap DK. Anggota tetap DK yang memiliki hak
veto diwajibkan abstain dalam pemungutan suara yang diambil untuk penyelesaian sengketa di
mana mereka merupakan pihak yang berselisih. Uni Sovyet berjuang dengan gigih untuk dapat
mempergunkan hak vetonya di dalam segala kasus tanpa memperhatikan konsep yang ideal
dalam hukum bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menjadi hakim dalam masalahnya sendiri.
Akhirnya Uni Sovyet menerima saran AS, bahwa anggota tetap DK harus abstain bila ada
pemungutan suara yang harus diambil tentang suatu sengketa di mana mereka adalah salah satu
pihak dalam sengketa.5 Dalam Pasal 27 ayat 1 Piagam PBB dikatakan bahwa setiap anggota DK
mempunyai satu suara. Jika ketentuan Pasal 27 ayat 1 ini dihubungkan dengan Pasal 27 ayat 3,
maka akan nampak perbedan hak suara antara anggota tetap DK dengan anggota tidak teatp DK.
Perbedaan ini terletak pada masalah non prosedural dan masalah prosedural.
Dalam masalah non prosedural ditetapkan bahwa keputusan harus diputuskan oleh minimal 9
suara, termasuk suara bulat dari lima anggota tetap DK. Sedangkan untuk masalah prosedural
ditetapkan bahwa keputusan akan diambil minimal 9 suara anggota DK (tidak harus dengan
suara bulat anggota tetap DK).Ketentuan ini menunjukkan betapa besarnya peran dan pengaruh
anggota tetap DK dalam proses pengambilan keputusan, karena untuk masalahmasalah penting
yang menyangkut perdamaian dan keamanan internasional (non prosedural) harus ada
persetujuan mereka secara bulat (tanpa veto).
Kekuatan hak veto yang semula dimaksudkan sebagai alat agar DK memiliki kekuatan yang
memadai, dalam prakteknya telah menyimpang dari maksud semula. Ternyata penggunaan hak
veto oleh kelima negara anggota tetap DK, terutama AS telah digunakan dengan tidak ada
batasnya.Dengan demikian semakin mempertegas bahwa konsepsi hak veto menempatkan
kelima negara anggota tetap DK PBB memiliki kedudukan dan atau kedaulatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan negara-negara anggota PBB lainnya. Namun justru konsep tersebut
bertentangan dengan asas persamaan kedaulatan (principle of the sovereign equality).
Pada saat ini opini yang berkembang pada masyarakat internasional pada negara-negara dunia
ketiga, mengatakan bahwa keberadaan lima negara anggota tetap DK PBB dengan hak vetonya
itu perlu ditinjau kembali, karena perkembangan dunia yang sudah semakin global dan
demokrasi yagn semakin berkembang, serta berlarut-larutnya upaya penyelesaian sengketa
6
internasional yang membawa dampak pada masalah kemanusiaan akibat digunakannya hak
veto.7 Argumentasi lain adalah bahwa hak veto merupakan warisan Perang Dunia II yang
memberikan keistimewaan kepada negara-negara kuat sudah tidak releven lagi diterapkan pada
masa globalisasi dan letika peta politik internasional sudah berubah. Karena PBB perlu di
restrukturisasi atau direformasi, terutama organ DK, agar dapat mengakomodasi perkembangan
internasional, khususnya negaranegara dari dunia ketiga. Untuk keperluan tersebut, Pasal 108
dan 109 Piagam PBB mengatur tentang perubahan terhadap ketentuan Piagam yang dianggap
tidak relevan lagi. Pasal 108 Piagam PBB menyebutkan : “Perubahan-perubahan yang diadakan
terhadap Piagam ini berlaku bagi semua anggota PBB apabila hal itu telah diterima oleh suara
dua pertiga dari anggota-anggota Majelis Umumdan diratifikasi sesuai dengan prosesproses
perundang-undangan dari dua pertiga anggota-anggota PBB termasuk semua anggota tetap DK”
Pasal 109 Piagam PBB menyebutkan :
1. Suatu konferensi Umum dari anggota PBB yang bermaksud meninjau Piagam yang telah ada,
dapat diselenggarkan pada waktu dan tempat yang disetujui oleh dua pertiga suara anggota
Majelis Umum serta sembilan suara anggota manapun dari DK PBB. Setiap anggota PBB hanya
mempunyai satu suara dalam konferensi tersebut.
2. Setiap perubahan dari Piagam yang ada, disepakati oleh dua pertiga suara dari sidang akan
berlaku apabila diratifikasi sesuai dengan proses-proses konstitusional oleh dua pertiga dari
anggota-anggota PBB termasuk segenap anggota tetap DK.
3. Apabila sidang seperti tersebut di atas belum diadakan sebelum sidang tahunan yang
kesepuluh dari Majelis Umum sesudah berlakunya Piagam yang sekarang, maka usul untuk
mengadakan sidang tersebutagar dicantumkan dalam agenda sidang Majelis Umum PBB dan
sidang akan diadakan apabila ditetapkan demikian berdasarkan suara terbanyak dari anggota
Majelis Umum serta tujuh suara anggota manapun dari DK.
Organisasi ini terdiri atas lima anggota permanen dan 10 non anggota permanen. Lima negara
tersebut adalah Amerika, Inggris, Prancis, Russia dan Cina. Mengenai kedudukan Russia tidak
diperdebatkan untuk menggantikan posisi Uni Soviet yang bubar dan tidak perlu adanya
amandemen Piagam PBB. Sepuluh negara anggota tidaktetap dipilih setiap dua tahun sekali oleh
Majelis Umum. Pada awal anggota tidak tetap jumlahnya hanya enam negara, namun berubah
menjadi sepuluh negara sejak 1 Januari 1996.8 Suatu hal yang menarik dari lima negara anggota
Dewan Keamanan memiliki hak veto berdasarkan Pasal 27 ayat (3) Piagam PBB. Selanjutnya
dapat kita lihat frekuensi penggunaan hak veto yang digunakan oleh kelima, negara anggota
Dewan Keamanan sejak tahun 1945 sampai dengan 1992.9 Permasalahan yang krusial adalah
seberapa besar kekuasaan negara anggota Dewan Keamanan dalam kaitannya dengan hak veto
yang mereka miliki.
Apabila terdapat suatu konflik, negara anggota tetap Dewan Keamanan turut campur langsung
dalam sengketa tersebut atau paling tidak memiliki kepentingankepentingan tersembunyi.
7
Kesulitan lebih jauh adalah dengan besarnya kekuasaanyang ada di tangan Dewan Keamanan
akan menyulitkan PBB dalam mengambil tindakan terhadap kelima negara tersebut bahkan
semuanya pasti tidak akan mudah untuk mengendalikannya apalagi dengan hak veto yang
mereka miliki. Dibandingkan dengan Majelis Umum, Dewan Keamanan PBB lebih kompleks,
sekaligus sederhana. Dikatakan lebih kompleks karena Dewan ini tidak hanya menjadi ajang
politik dunia pada umumnya, tetapi juga politik negaranegara besar. Interaksinya lebih intensif
dari Majelis Umum. Sehingga benturan pendapat di dalamnya cenderung lebih mempengaruhi
sistem internasional. Kompleksitasnya semakin terasa dengan mengingat jenis pokok
permasalahan yang dihadapi Dewan. Dewan ini juga bisa dianggap sederhana karena hak veto
para anggota tetap dapat menghentikan pembuatan keputusan. Berbeda dengan Majelis Umum,
Dewan Keamanan sering gagal menetapkan resolusi-resolusi yang penting.Dewan Keamanan
tumbuh bentuk dasar atau persekutuan dasar para pemenang Perang Dunia kedua. Selama perang
pun terdapat rasa antipati dan saling mencurigai antara Barat dan Uni Soviet. Namun perlunya
bersekutu melawan ancaman fasis menumbuhkan kerjasama di antara negara-negara besar yang
kemudian menjadi pemenang perang. Manfaat kerjasama itu membuat mereka, termasuk Uni
Soviet, merasa yakin bahwa kerjasama itu dapat diteruskan sebagai sarana kolektif untuk,
melalui PBB, menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Namun rasa saling curiga yang terus melekat dan pengalaman menakutkan Amerika terlibat
dalam perang di luar negeri yang tidak dikehendakinya, terlihat pada rumus pemungutan suara
Dewan Keamanan yang rumit. Untuk hal-hal penting, keputusan Dewan diambil dari mayoritas
sembilan suara “termasuk kesepakatan para anggota tetap”.10 Artinya keputusan itu bebas dari
veto para anggota tetap. Suara-suara abstain tidak dihitung sebagai suara negatif. Biasanya
semua anggota tetap memilih suara abstain bila hal itu tidak akan mempengaruhi hasil
keputusan.
1. Tujuan dan Prinsip PBB
persamaan derajat;
ekonomi, sosial dan kebudayaan serta masalah kemanusiaan, dan hak-hak asasi manusia;
8
Adapun asas-asas PBB termuat dalam Pasal 2 Piagam PBB yang digunakan sebagai dasar untuk
mencapai tujuan PBB tersebut diatas, antara lain:
5. Kewajiban untuk membantu PBB terhadap tiap kegiatan yang diambil sesuai
dengan Piagam PBB dan larangan membantu negara di mana negara tersebut oleh PBB
6. Kewajiban bagi negara bukan anggota PBB untuk bertindak sesuai dengan Piagam
7. PBB tidak akan campur tangan dalam masalah persoalan dalam negeri (domestic
jurisdiction) dari negara-negara anggotanya.
Pasal 2 butir 1 Piagam PBB memuat asas yang menyatakan bahwa PBB berdasarkan asas
persamaan kedaulatan semua negara anggotanya. Asas ini sangat penting bagi semua negara
anggota, karena dengan demikian PBB bukanlah organisasi internasional yang bersifat
“supranasional”. Selain itu asas ini jugaa berkaitan dengan asas collectivity atau asas
kegotongroyongan, artinya tindakantindakan yang dijalankan atas nama PBB sifatnya kolektif,
bergotong royong sesuai dengan asas-asas demokrasi. Hal yang demikian mengharuskan
dijalankannya asas koordinasi, artinya bahwa segala tindakan dan kegiatan bangsa-bangsa ke
arah perdamaian harus diselaraskan dan dipersatukan.11 Asas persamaan kedaulatan yang
tercantum dalam Pasal 2 butir 1 Piagam PBB tersebut termasuk asas hukum umum.
Berdasarkan Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional, maka asas-asas hukum umum
merupakan sumber hukum internasional yang ketiga. Yang dimaksudkan dengan asas-asas
hukum umum adalah asas-asas hukum yang mendasari sistem hukum modern.
Sedangkan yang dimaksud dengan sistem hukum modern adalah sistem positif yang
didasarkan atas asas-asas dan lembaga-lembaga hukum negara barat, yang sebagian besar
didasarkan atas asas-asas dan lembaga-lembaga hukum Romawi.12 Perlu ditegaskan disini
9
bahwa yang menjadi sumber hukum internasional adalah asas-asas hukum-hukum umum dan
bukan hanya asas-asas hukum internasional. Brierly mengatakan bahwa asas-asas hukum
umum ini meliputi spektrum yang luas, yang juga meliputi asas-asas hukum perdata yang
diterapkan oleh peradilan nasional yang kemudian dipergunakan untuk kasus-kasus hubungan
internasional.13 Dengan demikian, yang termasuk ke dalam asas-asas hukum umum ini antara
lain, asas pacta sunt servanda, asas bonafides, asas penyalahgunaan hak (abus de droit), serta
asas adimpleti non est adiplendum dalam hukum perjanjian.
Tentu saja termasuk juga di dalamnya asas hukum internasional, misalnya asas kelangsungan
negara, penghormatan kemerdekaan negara, asas non intervensi dan asas persamaan
kedaulatan negara. Jika dihubungkan dengan persoalan hak veto yang dimiliki oleh 5 (lima)
negara anggota tetap DK PBB, maka pertanyaan yang timbul adalah apakah berarti hak veto
kelima negara anggota tetap DK PBB itu bertentangan dengan asas hukum umum? Untuk
menjawab ini tentu kita telusuri terlebih dahulu
Pembentukan PBB: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan pada tahun 1945 sebagai
organisasi internasional yang bertujuan untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia pasca
Perang Dunia II. Dewan Keamanan PBB, yang merupakan salah satu badan utama PBB,
diberikan tanggung jawab utama untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Hak Veto dalam Piagam PBB: Hak veto tidak secara langsung disebutkan dalam Piagam PBB,
namun ditegaskan dalam Pasal 27. Pasal ini menyatakan bahwa setiap keputusan Dewan
Keamanan yang melibatkan masalah substansi membutuhkan persetujuan semua anggota tetap
Dewan. Dalam konteks ini, "persetujuan" yang diperlukan oleh anggota tetap tersebut diartikan
sebagai hak veto.
Pembentukan Anggota Tetap: Dalam Pasal 23 Piagam PBB, lima negara yang saat ini menjadi
anggota tetap Dewan Keamanan PBB ditetapkan, yaitu Amerika Serikat, Rusia (sebelumnya Uni
Soviet), Tiongkok (sebelumnya Republik Tiongkok), Prancis, dan Britania Raya. Kelima negara
ini dipilih berdasarkan kekuatan mereka dalam politik, ekonomi, dan militer, serta peran mereka
dalam Perang Dunia II.
Penerapan Hak Veto: Sejak berdirinya PBB, anggota tetap Dewan Keamanan diberikan hak veto
yang memungkinkan mereka untuk menghentikan adopsi resolusi Dewan yang diajukan oleh
negara-negara anggota lainnya, meskipun resolusi tersebut mendapat dukungan mayoritas
anggota Dewan Keamanan.
Penggunaan Hak Veto: Hak veto telah digunakan oleh anggota tetap dalam sejumlah situasi yang
penting. Contoh penggunaan hak veto yang terkenal termasuk penolakan oleh Uni Soviet untuk
mengakui Republik Rakyat Tiongkok sebagai negara anggota PBB pada 1950, penggunaan veto
oleh Amerika Serikat dalam kasus invasi Irak pada 2003, dan veto Rusia dan Tiongkok terhadap
resolusi mengenai konflik di Suriah.
10
Diskusi Reformasi: Seiring berjalannya waktu, terdapat tuntutan untuk mereformasi hak veto dan
struktur Dewan Keamanan PBB. Beberapa negara berpendapat bahwa hak veto tidak lagi
mencerminkan realitas geopolitik dunia saat ini dan dapat menghambat tindakan efektif dalam
menangani ancaman global. Namun, perubahan semacam itu memerlukan persetujuan dari
mayoritas anggota PBB, termasuk persetujuan dari anggota tetap yang saat ini memiliki hak
veto.
Perkembangan hak veto dalam sejarah Dewan Keamanan PBB mencerminkan upaya untuk
menjaga keseimbangan kekuasaan dan kepentingan nasional negara-negara besar, sambil
mengakomodasi tuntutan untuk efektivitas dan representasi yang lebih inklusif dalam
pengambilan keputusan internasional.
Hak veto pertama kali diperkenalkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun
1945. Tujuan hak veto adalah untuk memberikan kekuasaan kepada negara-negara besar agar
mereka tidak tergantung pada mayoritas suara dalam pengambilan keputusan penting terkait
perdamaian dan keamanan dunia.
Selama beberapa dekade setelah didirikan, hak veto jarang digunakan. Pada awalnya, Amerika
Serikat menggunakan hak veto untuk melindungi kepentingan nasionalnya, sementara Uni Soviet
(kemudian menjadi Rusia) menggunakan hak veto untuk melindungi negara-negara sekutunya.
Seiring berjalannya waktu, pola penggunaan hak veto telah berubah. Pada masa Perang Dingin,
kedua blok kekuatan besar sering menggunakan hak veto untuk memblokir resolusi yang
diajukan oleh pihak lawan. Ini mengakibatkan paralisis dalam pengambilan keputusan Dewan
Keamanan.
Beberapa negara anggota PBB telah mengusulkan reformasi hak veto untuk mengurangi
kekuasaan yang absolut dari kelima negara tetap. Mereka berpendapat bahwa hak veto tidak lagi
mencerminkan realitas geopolitik saat ini dan harus disesuaikan dengan tuntutan
zaman.Beberapa tantangan terhadap hak veto telah muncul dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa negara berpendapat bahwa hak veto sering kali digunakan untuk melindungi
kepentingan nasional sempit daripada kepentingan global yang lebih luas.
Beberapa negara anggota PBB telah mengusulkan pembatasan penggunaan hak veto dalam
situasi-situasi tertentu, seperti dalam kasus kejahatan perang atau kejahatan terhadap
11
kemanusiaan. Mereka berpendapat bahwa hak veto tidak boleh digunakan untuk memblokir
tindakan yang diperlukan untuk melindungi rakyat sipil.Masalah hak veto telah menjadi topik
diskusi yang sering dibahas dalam Sidang Umum PBB. Beberapa negara mengusulkan
mekanisme alternatif untuk menggantikan hak veto, seperti mayoritas dua pertiga atau konsensus
yang lebih luas dalam pengambilan keputusan Dewan Keamanan.
Pada beberapa kesempatan, ketegangan antara anggota Dewan Keamanan yang memiliki hak
veto telah menghambat kemajuan dalam penyelesaian konflik dan perlindungan kemanusiaan.
Ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas hak veto dalam menjaga perdamaian dan
keamanan dunia.Meskipun tantangan dan ketegangan yang terkait dengan hak veto, ada juga
upaya kolaborasi antara anggota Dewan Keamanan untuk mengatasi masalah ini. Beberapa
negara telah mengeksplorasi ide-ide seperti "hak veto bertanggung jawab" atau "penggunaan hak
veto sukarela" sebagai langkah-langkah menuju reformasi.
Perkembangan hak veto masih menjadi isu yang kontroversial dalam hubungan internasional.
Tantangan masa depan meliputi bagaimana mencapai konsensus di antara anggota Dewan
Keamanan untuk reformasi hak veto, serta mempertimbangkan peran dan tanggung jawab
negara-negara besar dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia.
Lima anggota tetap Dewan Keamanan yang memiliki hak veto memiliki peran dan kekuatan
yang unik dalam proses pengambilan keputusan. Dalam kasus adopsi resolusi, suara mereka
memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan dengan anggota tidak tetap.Ketika sebuah resolusi
dihadirkan dalam Dewan Keamanan, anggota tetap yang memiliki hak veto dapat menggunakan
hak mereka untuk memblokir resolusi tersebut. Dalam hal ini, resolusi tidak dapat diadopsi
meskipun mendapatkan suara mayoritas.
Salah satu alasan utama penggunaan hak veto adalah perlindungan kepentingan nasional negara
yang memiliki hak veto. Ketika resolusi yang diajukan bertentangan dengan kepentingan
nasional tersebut, anggota tetap bisa menggunakan hak veto untuk mencegah adopsi
resolusi.Sejak berdirinya PBB, anggota tetap Dewan Keamanan telah menggunakan hak veto
secara beragam. Amerika Serikat, misalnya, telah menggunakan hak veto lebih dari 80 kali
dalam sejarah PBB, sementara Rusia (sebelumnya Uni Soviet) dan Tiongkok juga sering
12
menggunakan hak veto dalam konteks tertentu.Pemberian hak veto memiliki pengaruh yang
signifikan dalam politik global. Karena lima anggota tetap merupakan negara-negara besar dan
berpengaruh, hak veto mereka dapat mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil oleh
PBB dalam hal perdamaian, keamanan, dan penyelesaian konflik.Beberapa negara anggota PBB
telah mengusulkan reformasi hak veto. Usulan-usulan tersebut termasuk penghapusan hak veto
secara keseluruhan atau pembatasan penggunaan hak veto dalam situasi-situasi tertentu seperti
kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan.
Reformasi hak veto dihadapi dengan tantangan besar karena membutuhkan persetujuan dari
anggota tetap Dewan Keamanan yang memiliki hak veto itu sendiri. Sehingga mencapai
konsensus untuk mereformasi hak veto menjadi tugas yang rumit.Isu pemberian hak veto terus
menjadi topik diskusi yang berkelanjutan dalam PBB. Negara-negara anggota terus berupaya
untuk mencari solusi yang adil dan seimbang untuk mengatasi ketidakseimbangan yang terkait
dengan hak veto, sambil mempertimbangkan kepentingan global dan perlindungan kemanusiaan.
Ada beberapa kontroversi terkait pemberian hak veto. Kritikus berpendapat bahwa hak veto
memberikan kekuasaan yang tidak seimbang kepada kelima negara tersebut dan bisa digunakan
untuk melindungi kepentingan mereka sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan umum.
Keseimbangan Kekuatan: Pemberian hak veto kepada anggota tetap Dewan Keamanan
merupakan bagian dari upaya untuk mencapai keseimbangan kekuatan dalam sistem PBB.
Negara-negara besar yang memiliki hak veto dianggap memiliki kekuatan politik, ekonomi, dan
militer yang signifikan. Hak veto memberi mereka kekuasaan yang sebanding dengan status
mereka dalam tindakan kolektif untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia.
13
potensi penyalahgunaan. Salah satu anggota tetap dapat menggunakan hak veto untuk
melindungi kepentingan nasionalnya sendiri atau mencegah tindakan yang dapat merugikan
kepentingannya, meskipun tindakan tersebut didukung oleh mayoritas anggota Dewan
Keamanan. Hal ini dapat menghambat kemampuan Dewan Keamanan untuk mengambil
tindakan yang diperlukan dalam menghadapi ancaman terhadap perdamaian dan keamanan
internasional.
Tuntutan Reformasi: Implikasi hak veto yang dianggap tidak proporsional atau tidak sesuai
dengan realitas geopolitik saat ini telah memunculkan tuntutan reformasi. Beberapa negara dan
kelompok masyarakat sipil mengusulkan perubahan dalam struktur Dewan Keamanan, termasuk
pengurangan atau penghapusan hak veto. Tuntutan ini muncul dengan tujuan mencapai
keseimbangan kekuasaan yang lebih inklusif dan meningkatkan efektivitas Dewan Keamanan
dalam menangani isu-isu global.
Dalam kesimpulannya, hak veto memiliki implikasi yang signifikan terhadap keseimbangan
kekuasaan dalam sistem PBB. Sementara memberikan kekuatan kepada anggota tetap Dewan
Keamanan, hak veto juga menimbulkan tantangan dalam mencapai efektivitas dan representasi
yang lebih inklusif dalam pengambilan keputusan internasional. Diskusi dan perdebatan terus
berlanjut mengenai dampak dan relevansi hak veto dalam menjaga keamanan dan perdamaian
dunia
1. Kebuntuan dan Kelumpuhan: Ketika salah satu atau beberapa anggota tetap menggunakan hak
veto mereka, resolusi atau tindakan yang didukung oleh mayoritas anggota Dewan Keamanan
dapat diblokir. Hal ini dapat menyebabkan kebuntuan politik dan kelumpuhan dalam
menghadapi situasi krisis dan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Dewan
Keamanan tidak dapat mengambil tindakan yang diperlukan untuk menangani masalah tersebut,
sehingga mengurangi efektivitasnya dalam melindungi keamanan global.
2. Ketidakadilan dan Ketimpangan: Penggunaan hak veto juga dapat menciptakan persepsi
ketidakadilan dan ketimpangan di antara anggota PBB. Hal ini karena keputusan Dewan
Keamanan tidak selalu mencerminkan pandangan mayoritas anggota atau kepentingan umum,
tetapi dipengaruhi oleh kepentingan nasional negara-negara besar pemegang hak veto. Ini dapat
merusak legitimasi dan kredibilitas Dewan Keamanan sebagai lembaga penjaga perdamaian
internasional.
14
3. Ketidakkonsistenan dalam Penanganan Krisis: Penggunaan hak veto dalam penanganan krisis
tertentu juga dapat menciptakan ketidakkonsistenan dalam respons Dewan Keamanan. Misalnya,
jika salah satu anggota tetap menggunakan hak veto untuk melindungi kepentingan politik atau
ekonomi sendiri, hal ini dapat menghambat tindakan yang konsisten dan koheren dalam
menangani situasi serupa di masa depan. Hal ini dapat merugikan upaya menjaga perdamaian
dan keamanan dunia.
4. Keraguan dan Kekuatan Alternatif: Penggunaan hak veto oleh anggota tetap juga dapat
memicu keraguan dan ketidakpercayaan terhadap kredibilitas Dewan Keamanan dan PBB secara
keseluruhan. Negara-negara dan kelompok masyarakat sipil dapat merasa bahwa Dewan
Keamanan tidak mampu atau tidak adil dalam menangani isu-isu global karena pengaruh
dominan anggota tetap dengan hak veto. Hal ini dapat merangsang upaya pencarian alternatif
dalam penanganan krisis dan peran Dewan Keamanan.
Dampak-dampak tersebut telah menjadi subjek perdebatan dan tuntutan reformasi dalam upaya
meningkatkan efektivitas Dewan Keamanan PBB. Beberapa usulan reformasi termasuk
pembatasan penggunaan hak veto, pengurangan hak veto, atau perluasan anggota tetap Dewan
Keamanan untuk mencerminkan perubahan dalam kekuatan geopolitik global.
Hak veto memiliki dampak signifikan terhadap kredibilitas PBB. Ketika salah satu anggota tetap
menggunakan hak veto, keputusan yang sudah disepakati oleh mayoritas anggota Dewan bisa
diblokir. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam sistem pengambilan keputusan, yang
dapat memicu keraguan terhadap keefektifan PBB sebagai organisasi global.
Penggunaan hak veto dapat merusak legitimasi PBB. Ketika negara-negara besar dapat
memblokir resolusi yang didukung oleh mayoritas anggota PBB, muncul pertanyaan tentang
sejauh mana PBB mewakili kepentingan seluruh negara anggotanya. Ini menciptakan persepsi
bahwa PBB mungkin terlalu dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan negara-negara besar
yang memiliki hak veto.
Hak veto seringkali menciptakan kebuntuan dalam pengambilan keputusan di Dewan Keamanan.
Ketika negara-negara anggota tidak dapat mencapai konsensus karena adanya veto, masalah-
masalah penting yang membutuhkan tindakan segera seringkali terabaikan atau terhambat
penyelesaiannya.
15
Hak veto memberikan anggota tetap Dewan Keamanan kelebihan kekuasaan yang tidak
proporsional. Meskipun semua anggota Dewan memiliki hak yang sama untuk mengajukan
resolusi, hak veto memberikan kekuatan luar biasa kepada negara-negara yang memilikinya. Hal
ini dapat menyebabkan ketidakadilan dalam sistem perwakilan dan mengurangi kesempatan
partisipasi negara-negara kecil dalam pengambilan keputusan global.
Ketika hak veto digunakan untuk melindungi kepentingan nasional atau politik negara yang
menggunakannya, hal ini dapat merusak tujuan dan prinsip-prinsip PBB dalam menjaga
perdamaian dan keamanan dunia. Tindakan seperti ini meningkatkan ketegangan dan
ketidakstabilan, serta mengurangi kemungkinan penyelesaian damai dalam konflik-konflik
internasional.
Penggunaan hak veto oleh anggota tetap Dewan Keamanan juga dapat memperkuat
ketidakpercayaan dan ketegangan antara negara-negara anggota PBB. Negara-negara yang
merasa dirugikan atau tidak adil karena penggunaan hak veto dapat kehilangan kepercayaan
terhadap PBB sebagai forum yang objektif dan netral.
Hak veto bisa menciptakan pengaruh politik yang tidak seimbang di tingkat global. Negara-
negara yang memiliki hak veto cenderung memiliki kelebihan diplomasi dan kekuatan tawar-
menawar dalam hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan internasional. Ini dapat mengurangi
legitimasi PBB sebagai forum yang adil dan merata.
Ketidakmampuan PBB untuk mengatasi beberapa konflik dan krisis besar di dunia, terutama
ketika negara-negara besar menggunakan hak veto mereka, dapat merusak citra organisasi
tersebut. Ketidakmampuan untuk bertindak dapat dianggap sebagai kelemahan struktural dalam
sistem PBB, yang mempengaruhi kredibilitas dan legitimasi PBB di mata masyarakat
internasional.
Dalam beberapa kasus, penggunaan hak veto oleh anggota tetap Dewan Keamanan telah
mengakibatkan pembekuan atau perlambatan penyelesaian konflik, seperti yang terjadi dalam
konflik di Suriah. Hal ini merusak kepercayaan terhadap kemampuan PBB untuk bertindak
sebagai penengah atau penyelesaian konflik, dan oleh karena itu mempengaruhi kredibilitasnya.
Namun, beberapa pendukung hak veto berpendapat bahwa mekanisme ini penting untuk
mencegah dominasi oleh satu atau beberapa kekuatan besar dalam sistem PBB. Dalam
pandangan mereka, hak veto dapat memastikan perlindungan kepentingan nasional negara-
negara anggota, menjaga keseimbangan kekuatan, dan menghindari keputusan yang tidak adil
atau terlalu dipaksakan oleh mayoritas anggota.
Dalam keseluruhan, pengaruh hak veto terhadap kredibilitas dan legitimasi PBB merupakan isu
kompleks dengan berbagai argumen yang saling bertentangan. Sementara beberapa percaya
bahwa hak veto dapat merusak kepercayaan terhadap PBB dan menghambat kemampuannya
16
untuk bertindak, yang lain melihatnya sebagai sarana untuk menjaga keseimbangan kekuatan dan
kepentingan nasional negara-negara anggota
Penghapusan hak veto sepenuhnya: Beberapa pihak berpendapat bahwa hak veto harus
dihapuskan sepenuhnya karena dianggap tidak adil dan menghambat tindakan yang efektif dalam
mengatasi masalah global.
Membatasi penggunaan hak veto: Alternatif lain adalah dengan membatasi penggunaan hak
veto.Misalnya, membatasi penggunaannya hanya untuk isu-isu yang berkaitan dengan
kepentingan nasional langsung negara-negara anggota Dewan Keamanan.
Sistem rotasi: Ide lainnya adalah menerapkan sistem rotasi, di mana hak veto dialihkan secara
bergantian di antara semua negara anggota Dewan Keamanan.Salah satu alternatif adalah
memberlakukan persyaratan tertentu untuk menggunakan hak veto, seperti pemungutan suara
mayoritas kualitatif atau persetujuan dari mayoritas negara anggota.
Konsep ini melibatkan adanya veto ganda di mana setidaknya dua negara anggota Dewan
Keamanan harus setuju untuk menghentikan atau menghalangi suatu tindakan.Mekanisme
peninjauan dalam hal ini, hak veto dapat direformasi dengan memperkenalkan mekanisme
peninjauan teratur untuk mengevaluasi penggunaan hak veto oleh negara anggota.
Kendali publik yang lebih besar salah satu usulan adalah meningkatkan transparansi dan
memberikan peran yang lebih besar bagi masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah dalam
mengawasi penggunaan hak veto.
Penggunaan hak veto untuk kepentingan kemanusiaan Alternatif lain adalah membatasi
penggunaan hak veto hanya untuk situasi-situasi yang berkaitan dengan kepentingan
kemanusiaan, seperti genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pengurangan ambang batas penggunaan hak veto Alternatif lain adalah mengurangi ambang
batas atau persyaratan untuk menggunakan hak veto, sehingga membatasi potensi
penyalahgunaan hak veto.
17
Dewan Keamanan yang lebih inklusif Reformasi lebih luas dapat mencakup perluasan jumlah
anggota Dewan Keamanan dan pengikutsertaan negara-negara yang belum pernah menjadi
anggota tetap.
Pembatasan penggunaan hak veto dalam konflik internal: Salah satu alternatif adalah membatasi
penggunaan hak veto dalam kasus konflik internal, seperti melibatkan pelanggaran HAM serius.
Konsensus dalam pengambilan keputusan Salah satu alternatif adalah menggantikan hak veto
dengan prinsip konsensus dalam pengambilan keputusan Dewan Keamanan.Perubahan struktur
Dewan Keamanan Reformasi lebih luas dapat melibatkan perubahan struktur Dewan Keamanan,
termasuk penambahan anggota permanen atau non-permanen.
Penggunaan veto terbuka untuk peninjauan Ide ini melibatkan penggunaan hak veto secara
terbuka dan dapat ditinjau oleh anggota Dewan Keamanan lainnya, sehingga memungkinkan
dialog dan pertanggungjawaban lebih besar.Penting untuk dicatat bahwa implementasi alternatif
atau reformasi ini akan melibatkan negosiasi yang kompleks dan sulit antara negara-negara
anggota PBB
1. Keputusan negara pemegang hak veto bersifat final dan mengikat, sehingga mereka dapat
mencegah pengambilan tindakan oleh Dewan Keamanan yang bertentangan dengan kepentingan
nasional mereka.
18
2. Hak veto memberikan perlindungan kepada negara-negara besar dari campur tangan atau
3. Dengan hak veto, negara-negara pemegang dapat memastikan bahwa kepentingan mereka
4. Hak veto memastikan bahwa negara-negara pemegangnya memiliki pengaruh yang besar
5. Hal ini mencegah tindakan yang tidak adil atau berlebihan terhadap negara-negara kecil
dapat menghindari tindakan agresif atau sanksi yang mungkin diambil terhadap mereka.
7. Negara-negara pemegang hak veto dapat menggunakan hak ini sebagai alat negosiasi
Keamanan PBB, dengan memberikan kekuatan luar biasa kepada negara-negara pemegang
hak veto.
2. Negara-negara pemegang hak veto dapat menggunakan hak ini untuk melindungi atau
3. Hal ini dapat mengakibatkan keputusan yang lambat atau tidak efektif dalam menangani
4. Hak veto dapat memicu blokade atau kebuntuan dalam proses pengambilan keputusan di
19
5. Negara-negara non-pemegang hak veto dapat merasa tidak dihormati atau diabaikan
6. Hak veto dapat digunakan sebagai alat politik oleh negara-negara pemegangnya, yang
kepada sekutu atau negara yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia.
8. Hak veto dapat menghambat upaya untuk mencegah atau menghentikan konflik,
9. Keputusan yang diblokir oleh hak veto dapat mengakibatkan ketidakpuasan dan frustrasi
di kalangan negara-negara lain yang ingin melihat tindakan yang lebih kuat atau lebih adil.
10. Hak veto dapat memperburuk perpecahan politik dan ideologis di antara negara-negara
11. Keputusan yang ditentang oleh negara-negara pemegang hak veto mungkin tetap
12. Hak veto dapat memperlambat tanggapan internasional dalam menghadapi ancaman
13. Pemegang hak veto dapat menggunakan hak ini sebagai alat untuk melindungi atau
14. Hak veto dapat menyebabkan keputusan yang tidak konsisten atau tidak koheren dalam
15. Negara-negara pemegang hak veto dapat menjadi korban manipulasi politik oleh negara
-negara non-pemegang hak veto, yang dapat mempengaruhi keputusan yang diambil.
16. Hak veto dapat menghambat upaya untuk melakukan reformasi atau perubahan dalam
20
17. Keputusan yang diambil dengan menggunakan hak veto dapat mengurangi legitimasi
18. Hak veto memunculkan kritik terkait kesenjangan antara prinsip-prinsip demokrasi dan
20. Keputusan yang diblokir oleh hak veto dapat merugikan kelompok atau komunitas
21. Hak veto dapat memperkuat rivalitas dan persaingan geopolitik di antara negara-negara
22. Pemegang hak veto dapat menggunakan hak ini untuk memperkuat dominasi mereka
23. Keputusan yang dibuat dengan menggunakan hak veto tidak selalu mencerminkan
24. Hak veto dapat memperkuat sikap intransigensi dan ketidakmampuan untuk mencapai
25. Hak veto dapat menyebabkan ketidakpercayaan dan frustrasi terhadap sistem
Meskipun hak veto memiliki kelebihan dan kelemahan, penting untuk terus mempertimbangkan
dan membahas reformasi dan penyesuaian terkait dengan penggunaan hak veto guna
meningkatkan kinerja Dewan Keamanan dan menjaga keadilan serta efektivitas dalam
penyelesaian konflik dan pemeliharaan perdamaian dunia.
Berikut adalah analisis dampak penggunaan hak veto dalam beberapa kasus studi yang
mencerminkan konsekuensi dari penggunaan hak veto oleh negara-negara pemegangnya:
Kasus Suriah: Penggunaan hak veto oleh Rusia dan Tiongkok dalam kasus Suriah telah
menghambat upaya internasional untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran hak
asasi manusia dan kekerasan yang berkepanjangan. Keputusan ini telah membantu rezim
21
pemerintahan Suriah dalam melanjutkan serangan terhadap warganya sendiri tanpa konsekuensi
yang nyata.
Kasus Israel-Palestina: Penggunaan hak veto oleh Amerika Serikat untuk melindungi Israel
telah mempengaruhi kemampuan PBB untuk mengambil langkah-langkah efektif dalam
menangani konflik Israel-Palestina. Keputusan ini telah membatasi upaya untuk menegakkan
hukum internasional dan mencapai penyelesaian yang adil.
Kasus Ukraina:Penggunaan hak veto oleh Rusia dalam kasus aneksasi Krimea dan konflik di
Ukraina Timur telah menghambat upaya internasional untuk mengutuk tindakan agresif Rusia
dan menyediakan bantuan bagi Ukraina. Keputusan ini telah memperpanjang durasi dan
intensitas konflik tersebut.
Kasus Darfur:Penggunaan hak veto oleh Tiongkok dalam kasus Darfur telah memperlambat
respons internasional terhadap kekerasan yang melanda wilayah tersebut. Keputusan ini telah
menyebabkan penundaan dalam pelaksanaan sanksi dan upaya penegakan hukum terhadap
pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kasus Libya:Penggunaan hak veto oleh Rusia dan Tiongkok dalam kasus Libya telah
menghambat respon internasional terhadap konflik dan pelanggaran hak asasi manusia yang
terjadi di sana. Keputusan ini telah memperburuk keadaan krisis dan memperpanjang durasi
konflik.
Kasus Iran:Penggunaan hak veto oleh Amerika Serikat dalam kasus Iran telah mempengaruhi
upaya diplomasi dan perundingan multilateral terkait program nuklir Iran. Keputusan ini telah
meningkatkan ketegangan dan mempersulit mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua
pihak.
Kasus Rwanda:Penggunaan hak veto oleh beberapa negara dalam kasus genosida Rwanda pada
tahun 1994 telah mencegah pengiriman pasukan perdamaian dan intervensi yang diperlukan
untuk menghentikan pembantaian tersebut. Keputusan ini telah memperburuk dampak
kemanusiaan dan memperpanjang durasi genosida.
Kasus Myanmar (Burma):Penggunaan hak veto oleh Tiongkok dan Rusia dalam kasus Rohingya
di Myanmar telah menghambat upaya internasional untuk menghukum pelaku kejahatan
terhadap kemanusiaan dan memberikan perlindungan bagi warga Rohingya. Keputusan ini telah
meningkatkan penderitaan dan mencegah proses keadilan yang efektif.
Kasus Sudan Selatan:Penggunaan hak veto oleh Rusia dalam kasus Sudan Selatan telah
menghambat langkah-langkah PBB untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan menyelesaikan
konflik yang berkepanjangan. Keputusan ini telah meningkatkan penderitaan dan kesulitan bagi
rakyat Sudan Selatan.
22
. Kasus Kongo:Penggunaan hak veto oleh beberapa negara dalam kasus Kongo telah
mempengaruhi upaya untuk mengakhiri konflik berkepanjangan dan melindungi warga sipil.
Keputusan ini telah memperburuk situasi kemanusiaan dan menunda proses perdamaian.
Kasus Kepulauan Diaoyu/Senkaku:Penggunaan hak veto oleh Tiongkok atau Jepang dalam kasus
Kepulauan Diaoyu/Senkaku dapat memperpanjang sengketa dan meningkatkan ketegangan
antara kedua negara. Keputusan ini dapat menghambat upaya mediasi dan penyelesaian damai.
Kasus Kosovo:Penggunaan hak veto oleh Rusia dalam kasus kemerdekaan Kosovo telah
mempengaruhi pengakuan internasional dan kestabilan di wilayah tersebut. Keputusan ini telah
memperpanjang ketidakpastian politik dan kesulitan bagi rakyat Kosovo.
Kasus Yaman:Penggunaan hak veto oleh Arab Saudi dalam kasus konflik Yaman telah
mempengaruhi upaya internasional untuk mengakhiri perang dan memberikan bantuan
kemanusiaan kepada warga sipil. Keputusan ini telah memperburuk krisis kemanusiaan dan
memperpanjang durasi konflik.
Kasus Sudan:Penggunaan hak veto oleh beberapa negara dalam kasus Sudan telah
memperlambat upaya internasional untuk menghukum pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan
dan mencapai keadilan bagi korban. Keputusan ini telah meningkatkan ketidakpastian dan
frustrasi di kalangan masyarakat Sudan.
Kasus Kuba:Penggunaan hak veto oleh Amerika Serikat dalam kasus embargo terhadap Kuba
telah mempengaruhi kehidupan ekonomi dan sosial rakyat Kuba. Keputusan ini telah
memperburuk kondisi hidup dan membatasi peluang pembangunan di negara tersebut.
Kasus India-Pakistan:Penggunaan hak veto oleh India atau Pakistan dalam kasus konflik
Kashmir telah mempengaruhi kemampuan PBB untuk memediasi dan mencapai penyelesaian
damai. Keputusan ini telah meningkatkan ketegangan dan memperpanjang konflik.
Kasus Timor Leste:Penggunaan hak veto oleh beberapa negara dalam kasus kemerdekaan Timor
Leste telah memperlambat pengakuan internasional dan pengembangan negara yang baru
merdeka. Keputusan ini telah memperpanjang ketidakpastian dan kesulitan dalam membangun
negara.
Kasus Ukraina:Penggunaan hak veto oleh Amerika Serikat dalam kasus krisis Ukraina telah
mempengaruhi perundingan dan upaya untuk mencapai solusi politik. Keputusan ini telah
memperpanjang ketidakstabilan politik dan ketegangan antara negara-negara terlibat.
Kasus Somalia:Penggunaan hak veto oleh beberapa negara dalam kasus Somalia telah
mempengaruhi upaya internasional untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan stabilisasi
negara. Keputusan ini telah memperburuk krisis kemanusiaan dan keamanan di Somalia.
23
Kasus Kepulauan Spratly:Penggunaan hak veto oleh Tiongkok atau negara lain dalam kasus
Kepulauan Spratly dapat memperpanjang sengketa wilayah dan meningkatkan ketegangan antara
negara-negara di kawasan tersebut. Keputusan ini dapat menghambat upaya penyelesaian damai
dan kerjasama regional.
Kasus Kolombia:Penggunaan hak veto oleh beberapa negara dalam kasus perdamaian Kolombia
telah mempengaruhi implementasi kesepakatan perdamaian dan proses rekonsiliasi. Keputusan
ini telah memperpanjang konflik dan kesulitan bagi rakyat Kolombia.
Kasus Venezuela:Penggunaan hak veto oleh beberapa negara dalam kasus Venezuela telah
mempengaruhi upaya internasional untuk mengatasi krisis politik dan kemanusiaan di negara
tersebut. Keputusan ini telah memperburuk situasi sosial dan ekonomi yang sulit.
Kasus Ukraina:Penggunaan hak veto oleh Rusia dalam kasus Ukraina telah mempengaruhi upaya
internasional untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan menyelesaikan konflik. Keputusan ini
telah memperpanjang penderitaan dan ketidakstabilan di Ukraina.
Kasus Afrika Tengah:Penggunaan hak veto oleh beberapa negara dalam kasus konflik di
Republik Afrika Tengah telah mempengaruhi upaya untuk mencapai perdamaian dan stabilisasi
negara. Keputusan ini telah memperburuk situasi keamanan dan kemanusiaan di negara tersebut.
Kasus Kepulauan Falkland/Malvinas:Penggunaan hak veto oleh Britania Raya atau Argentina
dalam kasus Kepulauan Falkland/Malvinas dapat memperpanjang sengketa wilayah dan
meningkatkan ketegangan bilateral. Keputusan ini dapat menghambat upaya dialog dan
penyelesaian damai.
Kasus Taiwan:Penggunaan hak veto oleh Tiongkok atau negara lain dalam kasus Taiwan dapat
memperpanjang sengketa politik dan meningkatkan ketegangan antara negara-negara terkait.
Keputusan ini dapat menghambat upaya untuk mencapai rekonsiliasi dan pemulihan hubungan.
Kasus Bosnia dan Herzegovina:Penggunaan hak veto oleh beberapa negara dalam kasus perang
Bosnia dan Herzegovina telah mempengaruhi upaya untuk mengakhiri konflik dan memulihkan
perdamaian. Keputusan ini telah memperpanjang penderitaan dan kesulitan bagi warga sipil.
Kasus Nagorno-Karabakh:Penggunaan hak veto oleh Armenia atau Azerbaijan dalam kasus
konflik Nagorno-Karabakh telah mempengaruhi upaya mediasi dan mencapai penyelesaian yang
berkelanjutan. Keputusan ini dapat memperpanjang ketegangan dan konflik wilayah.
Kasus Kasai di Republik Demokratik Kongo:Penggunaan hak veto oleh beberapa negara dalam
kasus konflik di wilayah Kasai di Republik Demokratik Kongo telah mempengaruhi upaya untuk
mengakhiri kekerasan dan memberikan bantuan kemanusiaan. Keputusan ini telah memperburuk
situasi kemanusiaan dan ketidakstabilan di wilayah tersebut.
24
Kasus Nigeria:Penggunaan hak veto oleh beberapa negara dalam kasus konflik Boko Haram di
Nigeria telah mempengaruhi upaya internasional untuk melawan terorisme dan melindungi
warga sipil. Keputusan ini telah memperpanjang penderitaan dan ketidakamanan di Nigeria.
Dalam banyak kasus ini, penggunaan hak veto telah mempengaruhi kemampuan PBB dan
komunitas internasional untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi konflik,
melindungi hak asasi manusia, dan mempromosikan perdamaian. Keputusan-keputusan ini dapat
memperpanjang durasi konflik, meningkatkan penderitaan warga sipil, dan memperburuk situasi
kemanusiaan.
Perubahan struktur Dewan Keamanan PBB telah menjadi topik yang diperdebatkan secara luas
dalam rangka meningkatkan representasi, keadilan, dan efektivitas lembaga tersebut. Berikut ini
adalah berbagai usulan perubahan yang telah diajukan:
Salah satu usulan utama adalah peningkatan anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Saat ini,
hanya lima negara yang menjadi anggota tetap, yang dianggap tidak mencerminkan kondisi
geopolitik dan kekuatan global saat ini.
Beberapa negara seperti Brasil, India, Jepang, dan Jerman (dikenal sebagai negara G4) telah
mengusulkan agar mereka diberikan status anggota tetap sebagai langkah menuju representasi
yang lebih adil dan seimbang dalam Dewan Keamanan.
Selain itu, beberapa negara Afrika, seperti Nigeria dan Afrika Selatan, juga menyerukan
peningkatan anggota tetap dari benua Afrika untuk memperkuat suara dan perwakilan mereka.
Usulan lain adalah meningkatkan jumlah anggota tidak tetap Dewan Keamanan yang dipilih dari
kelompok regional. Hal ini bertujuan untuk mencerminkan keragaman dan meningkatkan
partisipasi negara-negara kecil dan berkembang dalam pengambilan keputusan.
Dalam hal ini, beberapa usulan termasuk penambahan anggota tidak tetap yang dipilih dari
wilayah Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Eropa Timur.
Selain itu, beberapa usulan menekankan pentingnya rotasi lebih sering dalam pemilihan anggota
tidak tetap Dewan Keamanan untuk memberikan kesempatan yang lebih besar bagi negara-
negara untuk berpartisipasi secara merata.
Usulan lainnya adalah pengurangan atau pembatasan penggunaan hak veto oleh anggota tetap.
Hak veto telah menjadi sumber kontroversi karena dapat menghambat kemampuan Dewan untuk
mengambil tindakan dalam situasi darurat dan krisis.Beberapa pihak berpendapat bahwa hak
veto harus digunakan secara bertanggung jawab dan dalam situasi yang terbatas untuk
memastikan bahwa kepentingan global diutamakan.Ada juga usulan untuk memberikan hak veto
sementara kepada negara-negara dalam situasi konflik atau krisis yang mempengaruhi wilayah
mereka secara langsung.
25
Dalam upaya untuk mencapai representasi regional yang lebih adil, ada usulan untuk
memastikan bahwa setiap wilayah geografis memiliki setidaknya satu anggota tetap Dewan
Keamanan.Selain itu, beberapa usulan mengusulkan pembatasan jumlah masa jabatan anggota
tetap agar tidak ada dominasi berkelanjutan oleh kekuatan tertentu.
Beberapa negara dan organisasi regional juga telah mengusulkan peningkatan keterlibatan
regional dalam pengambilan keputusan Dewan Keamanan.Dalam konteks ini, ada usulan untuk
memperkuat peran organisasi regional seperti Uni Afrika, Organisasi Kerja Sama Islam, dan Uni
Eropa dalam menyelesaikan konflik dan mempromosikan perdamaian.
Peningkatan transparansi dan akuntabilitas juga menjadi perhatian dalam usulan perubahan
struktur Dewan Keamanan. Beberapa negara mendesak untuk memperkuat mekanisme pelaporan
dan evaluasi terkait keputusan dan tindakan Dewan.Selain itu, ada usulan untuk meningkatkan
peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam proses pengambilan keputusan Dewan Keamanan,
dengan lebih banyak mendengarkan pandangan dan aspirasi masyarakat yang terkena dampak
langsung konflik dan kekerasan.
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi juga telah diajukan sebagai sarana untuk
meningkatkan transparansi dan partisipasi dalam Dewan Keamanan.Usulan lain adalah
memperkuat hubungan antara Dewan Keamanan PBB dengan Majelis Umum PBB untuk
meningkatkan koordinasi dan kolaborasi dalam penyelesaian konflik dan perlindungan
perdamaian.
Peningkatan representasi gender juga menjadi perhatian dalam beberapa usulan. Ada dorongan
untuk memastikan partisipasi perempuan yang lebih besar dalam Dewan Keamanan, baik sebagai
anggota tetap maupun tidak tetap.Beberapa pihak juga mengusulkan peningkatan kapasitas dan
dukungan teknis bagi negara-negara kecil dan berkembang dalam berpartisipasi dalam Dewan
Keamanan.
Peningkatan sumber daya dan dukungan finansial bagi negara-negara anggota tidak tetap juga
menjadi perhatian dalam beberapa usulan, agar mereka dapat lebih aktif dan efektif dalam
menyampaikan suara mereka.Meningkatkan peran dan keterlibatan negara-negara non-anggota
dalam proses pengambilan keputusan Dewan Keamanan juga telah diajukan. Beberapa usulan
mengusulkan penciptaan forum dialog dan konsultasi yang lebih terbuka dan inklusif.
Sejumlah usulan juga telah mengusulkan peningkatan sinergi antara Dewan Keamanan dan
lembaga-lembaga regional dan subregional, seperti Liga Arab, Organisasi Negara-Negara
Amerika, dan ASEAN, dalam menyelesaikan konflik dan membangun perdamaian.Dalam upaya
untuk meningkatkan representasi negara-negara pulau kecil dan negara-negara berpenduduk
kecil, beberapa usulan telah diajukan untuk memberikan perhatian khusus pada masalah
keamanan yang mereka hadapi dan memastikan suara mereka didengar.
26
Ada pula usulan untuk memperkuat kerjasama antara Dewan Keamanan dan organisasi regional
dalam penanganan ancaman baru seperti terorisme internasional, radikalisasi, dan peredaran
senjata.Dalam konteks krisis kemanusiaan, ada usulan untuk memperkuat peran Dewan
Keamanan dalam perlindungan sipil, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan penanganan konflik
yang melibatkan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.
Usulan lain adalah memperkuat koordinasi antara Dewan Keamanan dan lembaga-lembaga PBB
lainnya, seperti Pengadilan Pidana Internasional, dalam memastikan penegakan hukum dan
akuntabilitas untuk pelanggaran berat terhadap hukum internasional.Beberapa usulan juga telah
diajukan untuk memperkuat hubungan antara Dewan Keamanan dan sektor swasta, dengan
tujuan mendorong investasi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dalam pembangunan
perdamaian.
Akhirnya, ada juga usulan untuk memperkuat peran Dewan Keamanan dalam mengatasi
ancaman baru dan multidimensi, seperti perubahan iklim, keamanan cyber, dan peredaran senjata
nuklir, agar dapat menjawab tantangan global yang semakin kompleks.
Penting untuk dicatat bahwa perubahan struktur Dewan Keamanan PBB merupakan proses yang
kompleks dan memerlukan negosiasi antara negara-negara anggota untuk mencapai konsensus.
Usulan-usulan tersebut masih dalam diskusi aktif dan belum ada kesepakatan yang diterima
secara universal.
Hak veto dalam Dewan Keamanan PBB adalah salah satu aspek yang kontroversial dan telah
menjadi subjek rekomendasi dan inisiatif reformasi. Berikut adalah tinjauan terhadap berbagai
rekomendasi dan inisiatif yang berkaitan dengan hak veto dalam.Beberapa pihak telah
merekomendasikan pengurangan atau pembatasan penggunaan hak veto oleh anggota tetap
Dewan Keamanan. Argumen yang diajukan adalah bahwa hak veto dapat menghambat
kemampuan Dewan untuk mengambil tindakan dalam situasi darurat dan krisis.
Usulan ini menekankan perlunya penggunaan hak veto secara bertanggung jawab dan dalam
situasi yang terbatas untuk memastikan bahwa kepentingan global dan perdamaian dunia
diutamakan.Beberapa rekomendasi mengusulkan penghapusan hak veto sepenuhnya untuk
semua anggota tetap, dengan argumen bahwa hak veto menciptakan ketidakadilan dan tidak
seimbang dalam sistem pengambilan keputusan. Pendukung penghapusan hak veto berpendapat
bahwa setiap negara harus tunduk pada prinsip kesetaraan dan bahwa tidak ada negara yang
27
seharusnya memiliki kekuasaan yang lebih besar dari yang lain dalam menentukan kebijakan
keamanan global.
Sebaliknya, ada juga pendapat yang berargumen untuk mempertahankan hak veto sebagai
mekanisme yang memungkinkan anggota tetap untuk melindungi kepentingan nasional dan
mencegah pengambilan keputusan yang dapat merugikan mereka.Beberapa rekomendasi
mengusulkan penggantian hak veto dengan mekanisme pengambilan keputusan yang lebih
inklusif, seperti mayoritas super atau mayoritas dua pertiga.Usulan ini bertujuan untuk
memastikan bahwa keputusan Dewan Keamanan mencerminkan suara mayoritas negara anggota
dan meminimalkan risiko penyalahgunaan hak veto oleh satu atau beberapa anggota tetap.
Ide lain adalah memberlakukan klausul tanggung jawab bersama, di mana negara-negara anggota
Dewan Keamanan memiliki kewajiban kolektif untuk bertindak dalam situasi darurat atau
konflik yang melibatkan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.Beberapa inisiatif
reformasi mengusulkan pengurangan frekuensi penggunaan hak veto, seperti batasan jumlah
penggunaan dalam satu periode waktu tertentu.Rekomendasi lain adalah memberlakukan kriteria
yang lebih ketat untuk penggunaan hak veto, seperti persetujuan mayoritas atau konsensus dari
anggota tetap, untuk memastikan bahwa penggunaan hak veto memiliki dasar yang kuat dan
konsensual.
Ini bertujuan untuk memastikan bahwa suara negara-negara yang paling terpengaruh didengar
dalam proses pengambilan keputusan, meskipun mereka bukan anggota tetap Dewan
Keamanan.Pendukung reformasi juga mengusulkan peningkatan transparansi dan dialog terkait
proses pengambilan keputusan hak veto, termasuk konsultasi dengan negara-negara anggota dan
masyarakat sipil.
Rekomendasi lain adalah menghubungkan penggunaan hak veto dengan tanggung jawab
perlindungan, sehingga negara yang menggunakan hak veto bertanggung jawab dalam
melindungi penduduk sipil dan mencegah kejahatan terhadap kemanusiaan.Beberapa pihak juga
28
mengusulkan kriteria objektif untuk penggunaan hak veto, seperti pelanggaran berat terhadap
hukum internasional atau kejahatan terhadap kemanusiaan, untuk membatasi kemungkinan
penyalahgunaan hak veto.
Dalam upaya meningkatkan efektivitas Dewan Keamanan, ada usulan untuk mengurangi
penggunaan hak veto dalam kasus-kasus di mana keputusan yang diambil telah mendapatkan
dukungan mayoritas negara anggota lainnya.Pendukung reformasi juga mengusulkan
peningkatan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan Dewan Keamanan dan
mengurangi kesenjangan gender dalam penggunaan hak veto.Beberapa rekomendasi menyoroti
pentingnya pengawasan independen terhadap penggunaan hak veto dan mekanisme akuntabilitas
yang efektif untuk mengatasi penyalahgunaan hak ini.
Inisiatif reformasi juga mencakup peningkatan pemahaman dan kesadaran tentang hak veto
melalui pendidikan dan dialog yang lebih luas.Beberapa usulan menekankan perlunya
pendekatan evolusioner dalam reformasi hak veto, mengakui kompleksitas dan sensitivitas isu ini
serta perlunya konsensus di antara negara-negara anggota.Akhirnya, penting untuk diingat bahwa
reformasi hak veto memerlukan kesepakatan luas dari negara-negara anggota Dewan Keamanan,
dan implementasinya memerlukan proses panjang dan kompromi.
29
BAB lll
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemberian hak veto kepada anggota tetap Dewan Keamanan PBB adalah masalah yang rumit
dan kompleks. Sementara beberapa pihak mendorong reformasi yang signifikan atau
penghapusan hak veto, pendekatan yang realistis dapat mencakup pertimbangan keterbatasan dan
risiko penyalahgunaan, perlunya kesetaraan dan representasi yang lebih adil, peningkatan
transparansi dan partisipasi, perkuatan tanggung jawab perlindungan, reformasi evolusioner,
serta lanjutan dialog dan pendidikan. Implementasi reformasi hak veto memerlukan kesepakatan
luas dari negara-negara anggota dan harus mempertimbangkan kerangka kerja yang
komprehensif untuk memastikan keadilan, efektivitas, dan keamanan global yang lebih baik.
3.2 Saran
Pemberian hak veto kepada anggota tetap Dewan Keamanan PBB merupakan masalah kompleks
yang telah menjadi subjek diskusi dan debat selama bertahun-tahun. Berdasarkan tinjauan atas
rekomendasi dan inisiatif reformasi yang ada, serta berbagai argumen yang diajukan, berikut
adalah beberapa saran dan yang dapat dipertimbangkan terkait pemberian hak veto.
Pertimbangkan perlunya kesetaraan dan representasi yang lebih adil: Ada argumen yang
menyatakan bahwa hak veto tidak sejalan dengan prinsip kesetaraan antara negara-negara
anggota PBB. Mempertimbangkan perlunya kesetaraan dan representasi yang lebih adil dalam
pengambilan keputusan keamanan global dapat menjadi pertimbangan penting dalam reformasi
hak veto.
Tingkatkan transparansi dan partisipasi: Penting untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi
dalam proses pengambilan keputusan hak veto. Keterlibatan masyarakat sipil, negara-negara
30
non-anggota, dan pihak-pihak terkait lainnya dapat membantu memperkaya perspektif dan
mendorong akuntabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/Hak-veto
http://digilib.uinsgd.ac.id/Lembaga-lembagaInternasional..pdf
https://id.scribd.com/document/MAKALAH-PKN
https://www.coursehero.com/MAKALAH-PKN-docx
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article
http://repository.unpas.ac.id/.pdf
31