Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

POLYCYSTIC OVARY SYNDROME


(PCOS)

DOSEN PENGAMPU
EKA FITRI AMIR, S.ST., M.Keb

DISUSUN OLEH :
YOSSI OCTAVIA SAMOSIR 00521001
PUTRI IKA PARAWANSA 00521002
INTAN LESTARI 00521003
YOLA ABDILA BR SIANIPAR 00521004
PIA SIAGIAN 00521005

UNIVERSITAS AWAL BROS


BATAM
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya
kami boleh menyelesaikan penugasan pembuatan makalah ini. Dengan tema pembahasan
Polycystic Ovarian Syndromeguna untuk melengkapi tugas mata kuliah Obstetri dan Ginekologi
ini dengan baik.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan berbagai bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapt memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu kami juga mengucapkan mohon maaf atas
kekurangan dari segi penyusunan dan pembuatan kalimat maupun bahasanya.
Oleh karena itu dengan senang hati kami menerima masukan saran yang membangun dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki apa yang salah dari pembuatan makalah ini dan kami
berharap agar makalah ini dapat diterima di khalayak umum dan bermanfaat bagi kita semua.

Batam, 6 Mei 2023

Penulis
Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2012 ditetapkan kriteria Rotterdam 2003 untuk digunakan sebagai
diagnosa PCOS. Diagnosis sindrom ini ditegakkan berdasarkan dua dari tiga kriteria
Rotterdam 2003 yaitu oligo-anovulasi atau anovulasi kronik, hiperandrogenisme (klinis
atau biokimia) dan gambaran ovarium polikistik pada pemeriksaan Ultrasonografi (USG).
Sindrom ini memiliki gejala antara lain siklus menstruasi yang tidak teratur, anovulasi
kronik, obesitas dan hiperandrogenisme. Wanita dengan PCOS menunjukkan keadaan
klinis yang jelas seperti tumbuhnya rambut di wajah dan tubuh seperti pria (hirsutisme),
acne/jerawat, obesitas, dan akantosis nigrikans atau keadaan dimana beberapa area di
lipatan kulit menghitam dan tekstur kulit menjadi lebih kasar. (Ndefo et al., 2013)

Penyebab SOPK terjadi karena adanya interaksi kompleks antara faktor genetik
dengan faktor lingkungan. Studi yang dilakukan oleh Franks et al menyebutkan bahwa
SOPK adalah patologi ovarium yang ditentukan secara genetik yang ditandai dengan
kelebihan androgen dan bermanifestasi secara heterogen tergantung pada interaksi
genetik dengan faktor lingkungan lainnya.Penyebab lain SOPK ialah terjadi karena
ketidakseimbangan hormon dalam tubuh, ovarium menghasilkan lebih banyak androgen
sehingga mempengaruhi perkembangan dan pelepasan sel telur dari ovarium setiap
bulannya (anovulasi) serta menyebabkan pertumbuhan rambut di wajah dan tubuh pada
wanita (hirsutisme).(Ndefo et al., 2013)

1.2 Rumusan Masalah


Penulis sudah menyusun sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini.
Ada pula sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini, antara lain:
a. Apa pengertian dari PCOS?
b. Bagaimana perspektif sejarah penyakit, insiden, dan prevalensi penyakit PCOS?
c. Apa etiologi dari penyakit PCOS?
d. Bagaimana proses patofisiologi serta spektrum penyakit PCOS?
e. Apa yang menjadi faktor penyebab dari PCOS?
f. Bagaimana cara mendiagnosis PCOS?
g. Bagaimana cara pencegahan penyakit PCOS?
h. Apa saja treatment yang harus dilakukan untuk mengatasi PCOS?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui defenisi dari PCOS
b. Untuk mengetahui perspektif sejarah penyakit, insiden, dan prevalensi penyakit PCOS
c. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit PCOS
d. Untuk mengetahui proses patofisiologi serta spektrum penyakit PCOS
e. Untuk mengetahui faktor penyebab dari PCOS
f. Untuk mengetahui bagaimana caranya mendiagnosis PCOS
g. Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah penyakit PCOS
h. Untuk mengetahui treatment apa saja yang harus dilakukan untuk mengatasi PCOS
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)

PCOS adalah gangguan endokrin yang heterogen, kompleks, dengan etiologi yang
tidak diketahui, memengaruhi 4−18% wanita usia reproduksi. PCOS adalah masalah
klinis dan kesehatan masyarakat yang penting karena sangat umum terjadi, di mana
memengaruhi hingga satu dari lima wanita usia reproduksi. PCOS memiliki implikasi
klinis yang signifikan dan beragam termasuk reproduksi (infertilitas, hiperandrogenisme,
hirsutisme), metabolisme (resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, diabetes
mellitus tipe 2, profil risiko kardiovaskular yang buruk) dan gangguan psikologis
(peningkatan kecemasan, depresi, dan kualitas hidup yang memburuk). Heterogenitas
dari gangguan PCOS ini menyebabkan perlunya penelitian klinis yang cukup luas dengan
melibatkan banyak disiplin ilmu, termasuk kesehatan mental. (Ii & Pustaka, 2002)

Studi telah menunjukkan bahwa sejumlah gangguan berhubungan dengan PCOS,


termasuk depresi, kecemasan, gangguan citra tubuh dan ketidakpuasan tubuh, gangguan
makan, disfungsi seksual, serta penurunan kualitas hidup. Wanita dengan PCOS memiliki
tanda-tanda klinis dan/atau biokimia hiperandrogenisme. Beberapa studi telah
menunjukkan korelasi antara depresi dan hirsutisme. Wanita dengan PCOS memiliki
harga diri yang lebih rendah, citra diri yang lebih negatif, dan memiliki tingkat depresi
dan tekanan psikologis yang lebih tinggi karena karakteristik penampilan fisik
hiperandrogenisme, termasuk obesitas, hirsutisme, jerawat kistik, seborrhea dan
kerontokan rambut, kemungkinan dengan memengaruhi identitas feminine.(Ii & Pustaka,
2002)

2.2 Perspektif Sejarah Penyakit, Insiden, dan Prevalensi Penyakit PCOS

Stein dan Leventhal dianggap sebagai peneliti pertama sindrom ovarium


polikistik (PCOS); namun, pada tahun 1721 Vallisneri, seorang ilmuwan Italia,
menggambarkan seorang wanita yang sudah menikah dan tidak subur dengan ovarium
mengkilap dengan permukaan putih, dan seukuran telur merpati. Baru pada awal 1990-an
di sebuah konferensi yang disponsori National Institute of Health (NIH) tentang PCOS,
kriteria diagnostik formal diusulkan dan kemudian digunakan secara luas. Banyak
ilmuwan mencoba menjelaskan patofisiologi PCOS dan banyak penelitian dilakukan.
Sekarang diterima bahwa itu multifaktorial, sebagian bersifat genetik; namun, sejumlah
gen kandidat telah dipostulatkan. Resistensi insulin telah dicatat secara konsisten di
antara banyak wanita dengan PCOS, terutama pada mereka dengan hiperandrogenisme,
tetapi tidak termasuk dalam kriteria diagnostik manapun. Sekarang terdapat bukti kuat
bahwa faktor risiko penyakit kardiovaskular dan gangguan metabolisme karbohidrat
semuanya meningkat pada pasien PCOS dibandingkan dengan populasi sehat. Kriteria
yang ditetapkan oleh sekelompok ahli selama konferensi di Rotterdam yang diadakan
pada tahun 2003 adalah wajib (The Rotterdam ESHRE/ASRM - Grup Lokakarya
Konsensus PCOS yang Disponsori). "Kriteria Rotterdam" selanjutnya memasukkan
ukuran dan morfologi, sebagaimana ditentukan oleh USG, ovarium ke dalam kriteria
diagnostik.(Yuliadha & Setyaningrum, 2022)

Prevalensi global PCOS diperkirakan antara 4% dan 20%. Data Organisasi


Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa sekitar 116 juta wanita (3,4%) terkena
PCOS secara global. Data tentang prevalensi PCOS di India sangat langka. Menurut
Portal Kesehatan Nasional India, tingkat prevalensi PCOS di Maharashtra tercatat sebesar
22,5%. Laporan lain sebelumnya dari India Selatan, termasuk remaja, menunjukkan
kejadian 9,13%. Namun, kriteria diagnostik untuk PCOS berbeda pada penelitian
tersebut.Prevalensi PCOS ditemukan lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada
kriteria yang digunakan, yang mungkin menjadi alasan yang jelas untuk perbedaan
tingkat prevalensi di antara penelitian. Mempertimbangkan keragaman yang luas dalam
populasi India, studi berbasis komunitas skala besar menggunakan kriteria yang diterima
secara internasional, di berbagai wilayah geografis, diperlukan untuk menjelaskan
prevalensi sebenarnya dari gangguan ini. Berbagai metabolisme, komponen inflamasi dan
autoimun termasuk sitokin yang berhubungan dengan obesitas dan penanda
stres oksidatif.(Yuliadha & Setyaningrum, 2022)

Hanya sedikit peneliti yang telah mempelajari prevalensi PCOS di India dan di
antara mereka, sebagian besar pengambilan sampel berdasarkan kenyamanan, yang
mungkin tidak mencerminkan status sebenarnya dari prevalensi PCOS di masyarakat.
Sebuah studi cross-sectional percontohan yang dilakukan di Tamil Nadu menilai
perempuan remaja muda dan menemukan prevalensi PCOS sebesar 18%. Mereka juga
menyimpulkan bahwa proporsi PCOS lebih tinggi pada wanita perkotaan dibandingkan
dengan wanita pedesaan. Sebuah studi serupa yang dilakukan di Mumbai, yang
merupakan studi berbasis komunitas perkotaan, menemukan bahwa prevalensi PCOS
adalah 22,5 persen menurut kriteria Rotterdam dan 10,7% menurut kriteria Androgen
Excess Society. (Yuliadha & Setyaningrum, 2022)

2.3 Etiologi dari PCOS

Belum diketahui pasti penyebab sebenarnya dari PCOS. Gangguan pengaturan


ovulasi dan malfungsi enzim yang berperan pada proses sintesis estrogen di ovarium
diduga sebagai faktor penyebabnya. Etiologi PCOS juga diperkirakan berkaitan dengan
kadar hormon abnormal. Berikut ini adalah beberapa etiologi dari PCOS :

a. Resistensi insulin
PCOS resistensi insulin adalah jenis PCOS yang paling umum yang
memengaruhi sekitar 70 persen pengidap PCOS. Resistensi insulin sendiri pada
dasarnya adalah kondisi ketika tingkat insulin di dalam tubuh menjadi lebih
tinggi dari biasanya, yang dikenal pula dengan sebutan hiperinsulinemia. PCOS
ini terjadi ketika sel-sel tubuh menjadi kebal dan mati rasa terhadap efek insulin.
Alhasil, organ pankreas harus memompa lebih banyak insulin, hingga sel-sel
yang ada pada tubuh dapat menerima pesan dan mengambil glukosa
darah.Gejala dari PCOS resistensi insulin adalah memiliki keinginan tinggi
untuk mengonsumsi makanan manis, dan memiliki penumpukan lemak pada
area perut. guna membantu mengobati PCOS yang resisten terhadap insulin,
kuncinya adalah meningkatkan sensitivitas insulin, dengan cara olahraga teratur
dan pastikan kamu tetap bergerak untuk membantu membakar gula,
membangun otot, dan meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin, serta
menghindari makanan tinggi gula dan melakukan diet rendah karbohidrat untuk
menyeimbangkan kadar gula darah.(Ii & Pustaka, 2002)

b. Ketidakseimbangan Hormonal

c. Genetik

2.4 Patofisiologi dan Spektrum Penyakit PCOS

Sampai saat ini, patofisiologi PCOS masih belum jelas. Namun, bukti substansial
menunjukkan adanya interaksi kompleks antara faktor endokrin, metabolik, genetik, dan
lingkungan intrinsik (Yau et al., 2017; Holm, 2010). Beberapa teori telah diajukan untuk
menjelaskan patogenesis PCOS (Holm, 2010) :
1) Defek neuroendokrin, menyebabkan peningkatan frekuensi pulsasi danamplitudo LH
dengan FSH yang relatif rendah.
2) Defek intrinsik pada produksi androgen ovarium.
3)Perubahan metabolisme kortisol dan gangguan produksi androgen adrenal.
4) Resistensi insulin dengan hiperinsulinemia kompensasi yang mengakibatkan
peningkatan produksi androgen ovarium secara langsung dan tidak langsung melalui
penghambatan produksi SHBG hepar.
5) Peningkatan aktivitas saraf simpatis.
6) Defek genetik.
Gambar 1. Patofisiologi PCOS

2.5 Faktor-faktor Penyebab PCOS

Hingga kini, penyebab PCOS masih belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa
faktor yang berperan penyebab terjadinya PCOS, yaitu:
a. Menstruasi tidak teratur 
Siklus menstruasi yang jarang, tidak teratur atau terlalu panjang adalah tanda paling
umum dari PCOS. Menstruasi bisa jadi sangat jarang, terlalu lama, atau malah tidak
terjadi sama sekali selama beberapa tahun (amenorrhoea). Kondisi ini berkaitan dengan
menurunnya aktivitas ovulasi pada sistem reproduksi, sehingga dinding rahim tidak dapat
meluruh.

b. Kelebihan Androgen
Ovarium wanita dengan PCOS memproduksi kadar androgen yang tinggi, sehingga
muncul pertumbuhan rambut di lokasi yang normalnya ditemukan pada pria dan
jerawat. Peningkatan kadar hormon pria dapat menyebabkan tanda-tanda fisik, seperti
kelebihan rambut wajah dan tubuh (hirsutisme), dan kadang-kadang disertai jerawat
parah dan kebotakan.

c. Kelebihan Hormon Insulin


Hormon insulin adalah hormon yang menurunkan kadar gula dalam darah. Insulin yang
berlebih akan membuat tubuh meningkatkan produksi hormon androgen dan mengurangi
sensitivitas tubuh terhadap insulin.

d. Peningkatan berat badan


Obesitas atau berat badan berlebih adalah penyebab lain dari PCOS. Saat tubuh memiliki
berat badan yang melebihi batas ideal, resistensi terhadap insulin akan semakin
parah. Sebenarnya, wanita yang menderita PCOS mungkin juga mengalami resistensi
terhadap insulin, tetapi gejalanya tidak timbul karena berat badan ideal. Sementara, berat
badan yang meningkat justru memicu resistensi insulin untuk menunjukkan berbagai
gejala. Seperti siklus menstruasi yang tidak teratur atau pertumbuhan rambut yang cukup
berlebihan.(Ii & Pustaka, 2002)

2.6 Diagnosis PCOS

Pengetahuan masyarakat masih rendah tentang penyakit Polycystic Ovary


Syndrome, informasi tentang penyakit Polycystic Ovary Syndrome masih belum
tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat sehingga masyarakat masih belum
megetahui cara penanganan dan pengobatannya. Dalam mendiagnosa penyakit Polycystic
Ovary Syndrome, ada metode yang dapat digunakan, diantaranya adalah metode
Certainty Factor. Teori Certainty Factor (CF) diusulkan oleh Shortlife dan Buchanan
pada 1975 untuk mengakomodasi ketidakpastian pemikiran (inexact reasoning) seorang
pakar.Penelitian ini diperkuat oleh beberapa penelitian sebagai pendukung dimana jurnal
pendukung tersebut berkaitan dan berkesesuaian dengan penelitian penulis. Penelitian
pertama oleh Gatot Fitriyanto, et al. (2016)

Dengan judul “Mendeteksi Hama Tanaman Buah Mangga Dengan Metode


Certainty Facto”, menyimpulkan bahwanilai tingkat keyakinan gejala pada proses
diagnosa dapat ditentukan secara berbeda- beda oleh popt, sehingga dalam proses
pendiagnosaan menjadi lebih teliti dalam menentukan hasil diagnose. Penelitian
selanjutnya oleh Roni Pambudi, Sumarno (2015), dengan judul “Aplikasi Sistem Pakar
Diagnosa Penyakit Kanker Menggunakan Metode Certanty Facto”.Menyimpulkan bahwa
Semakin banyak gejala yang mendekati penyakit sehingga memperbesar kemungkinan
seseorang tedeteksi terkena salah satu penyakit kanker. (Fitri Handayani et al., 2020).

Diagnosisnya dapat ditegakkan dengan menemukan gejala klinis. Gejala yang


akan timbul tergantung dari derajat abnormalitas sistem metabolisme dan gonadotropin
yang dihubungkan dengan interaksi antara genetik dan lingkungan. Sindroma polikistik
ovarium adalah suatu penyakit hormonal yang biasa dikaitkan dengan gangguan
menstruasi, hirsutisme, jerawat diwajah, obesitas, infertilitas dan aborsi yang dalam
beberapa kasus akan mempengaruhi kualitas hidup. Penamaan penyakit ini didapatkan
karena adanya lesi di ovarium yang membesar dan didalamnya diisi dengan kista yang
multiple. Penyebab sindrom polikistik ovarium ini belum diketahui, namun diduga
terdapat keterkaitan dengan proses pengaturan ovulasi dan ketidakmampuan enzim yang
berperan dalam sintesisestrogen di ovarium. (Fitri Handayani et al., 2020)
2.7 Pencegahan penyakit

Pencegahan secara dini hal-hal yang menyebabkan kemandulan. Salah satu yang
sangat dianjurkan yaitu dengan pemeriksaan USG (Ultrasonography). USG
(Ultrasonography) adalah suatu kaidah pemeriksaan tubuh menggunakan gelombang
bunyi pada frekuensi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu sistem
aplikasi yang dapat mendiagnosa citra USG (Ultrasonography) dan mengklasifikasikan
rahim ke dalam kelas normal atau terdeteksi PCOS (Polycystic Ovary Syndrome). Proses
pendeteksian diawali dengan pemrosesan awal pada citra rahim, proses ekstraksi ciri
menggunakan Linear Discriminant Analysis (LDA), dan proses klasifikasi menggunakan
Fuzzy C-Mean Clustering. Pemrosesan awal dilakukan untuk membuang informasi yang
tidak dibutuhkan dalam pengolahan citra. Data keseluruhan yang digunakan dalam tugas
akhir ini berjumlah 167 citra. Pengujian sistem dilakukan dengan penentuan pengambilan
nilai w (pembobot), dan jumlah data latih normal maupun terdeteksi PCOS. Dari hasil
pengujian diperoleh hasil pengujian terbaik dengan akurasi 94, 44%. (richard oliver
( dalam Zeithml., 2021)

2.8 Treatment
Pengobatan PCOS tergantung pada gejala yang dialami pasien, seperti hirsutisme,
kemandulan, atau jerawat parah. Berikut ini adalah metode untuk mengatasi PCOS:
a. Perubahan gaya hidup. Dokter akan menyarankan olahraga dan diet rendah
kalori untuk menurunkan berat badan.
b. Obat-obatan. Dokter dapat memberikan kombinasi pil KB dengan obat lain
untuk mengontrol siklus menstruasi. Hormon estrogen dan progesteron dalam
pil KB dapat menekan produksi hormon androgen dalam tubuh.
c. Prosedur medis khusus. Selain beberapa metode pengobatan di atas, dokter
dapat menganjurkan pasien untuk melakukan electrolysis untuk menghilangkan
rambut di tubuh. Dengan aliran listrik rendah, electrolysis bisa menghancurkan
folikel rambut dalam beberapa kali terapi. (Maggyvin & Barliana, 2019)

Terapi farmakologi yang telah digunakan dalam menangani PCOS antara lain
ovulatory dysfunction-related infertility (klomifen sitrat, metformin, aromatase inhibitor,
dan glukokortikoid), gangguan menstruasi (progestin siklik dan kombinasi oral
kontrasepsi seperti estrogen dan progestin), dan androgen related symptom (anti-
androgen, glukokortikoid, gonadotropin-releasing hormone agonist, oral kontrasepsi
seperti etinil estradiol). Kekurangan dari pengobatan PCOS yang digunakan saat ini
diantaranya penurunan fertilitas, biaya yang relatif mahal, embryotoxic, dan
menyebabkan Ovarian Hyperstimulation Syndrome (OHSS) (Wong, 2011).
In-vitro fertilization (IVF) dapat menjadi pilihan terakhir bagi pasangan yang
ingin memiliki keturunan atau menjadi pilihan pertama apabila terdapat penyakit
penyerta pada wanita (endrometriosis yang parah) dan pria (azoospermia). Kekurangan
dari terapi ini adalah prosesnya yang invasif, rumit, mahal, dan dapat menyebabkan
OHSS (Badawy and Elnashar, 2011).

Untuk mendapatkan solusi pengobatan PCOS, targeted drug therapy gen CYP19
rs2414096 dapat menjadi pilihan terapi PCOS karena sifatnya yang sensitif, spesifik, dan
akurat, serta efek sampingnya yang minim.

Terapi gen merupakan terapi dengan menyisipkan materi genetik ke dalam sel
untuk berkompetisi atau menggantikan gen abnormal atau untuk memproduksi protein
fungsional. Pada gen yang termutasi seperti pada PCOS, gen terapi dapat digunakan
untuk memasukkan salinan gen normal untuk mengembalikan fungsi dari protein awal
(Genetic Home Reference, 2016). Salah satu gen yang berperan penting dalam
patogenesis PCOS adalah gen CYP19.

CYP19 merupakan suatu kompleks enzim yang berfungsi untuk mengonversi


androgen (C19) menjadi estrogen (C18). Kompleks enzim ini terdiri dari sitokrom P450
aromatase (P450arom) dan sitokrom NADPH P450 reduktase yang dikode oleh gen
CYP19 pada kromosom 15p21.1. Aromatase (P450 arom) merupakan enzim kunci dalam
sintesis estrogen dengan mengatalisis konversi testosteron dan androstenedion menjadi
estradiol dan estrone secara terpisah. Ekspresi dari CYP19 pada sel granulosa berperan
penting dalam perkembangan folikel (Panda et al., 2016; Zaree et al., 2015).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

PCOS adalah gangguan endokrin yang heterogen, kompleks, dengan etiologi yang
tidak diketahui, memengaruhi 4−18% wanita usia reproduksi. PCOS adalah masalah
klinis dan kesehatan masyarakat yang penting karena sangat umum terjadi, di mana
memengaruhi hingga satu dari lima wanita usia reproduksi. Prevalensi global PCOS
diperkirakan antara 4% dan 20%. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan bahwa sekitar 116 juta wanita (3,4%) terkena PCOS secara global. 

Pengetahuan masyarakat masih rendah tentang penyakit Polycystic Ovary


Syndrome, informasi tentang penyakit Polycystic Ovary Syndrome masih belum
tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat sehingga masyarakat masih belum
megetahui cara penanganan dan pengobatannya. Pencegahan secara dini hal-hal yang
menyebabkan kemandulan. Salah satu yang sangat dianjurkan yaitu dengan pemeriksaan
USG (Ultrasonography).

Terapi farmakologi yang telah digunakan dalam menangani PCOS antara lain
ovulatory dysfunction-related infertility (klomifen sitrat, metformin, aromatase inhibitor,
dan glukokortikoid), gangguan menstruasi (progestin siklik dan kombinasi oral
kontrasepsi seperti estrogen dan progestin), dan androgen related symptom (anti-
androgen, glukokortikoid, gonadotropin-releasing hormone agonist, oral kontrasepsi
seperti etinil estradiol). Untuk mendapatkan solusi pengobatan PCOS, targeted drug
therapy gen CYP19 rs2414096 dapat menjadi pilihan terapi PCOS karena sifatnya yang
sensitif, spesifik, dan akurat, serta efek sampingnya yang minim.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai