Makalah PCOS
Makalah PCOS
DOSEN PENGAMPU
EKA FITRI AMIR, S.ST., M.Keb
DISUSUN OLEH :
YOSSI OCTAVIA SAMOSIR 00521001
PUTRI IKA PARAWANSA 00521002
INTAN LESTARI 00521003
YOLA ABDILA BR SIANIPAR 00521004
PIA SIAGIAN 00521005
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya
kami boleh menyelesaikan penugasan pembuatan makalah ini. Dengan tema pembahasan
Polycystic Ovarian Syndromeguna untuk melengkapi tugas mata kuliah Obstetri dan Ginekologi
ini dengan baik.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan berbagai bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapt memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu kami juga mengucapkan mohon maaf atas
kekurangan dari segi penyusunan dan pembuatan kalimat maupun bahasanya.
Oleh karena itu dengan senang hati kami menerima masukan saran yang membangun dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki apa yang salah dari pembuatan makalah ini dan kami
berharap agar makalah ini dapat diterima di khalayak umum dan bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 2012 ditetapkan kriteria Rotterdam 2003 untuk digunakan sebagai
diagnosa PCOS. Diagnosis sindrom ini ditegakkan berdasarkan dua dari tiga kriteria
Rotterdam 2003 yaitu oligo-anovulasi atau anovulasi kronik, hiperandrogenisme (klinis
atau biokimia) dan gambaran ovarium polikistik pada pemeriksaan Ultrasonografi (USG).
Sindrom ini memiliki gejala antara lain siklus menstruasi yang tidak teratur, anovulasi
kronik, obesitas dan hiperandrogenisme. Wanita dengan PCOS menunjukkan keadaan
klinis yang jelas seperti tumbuhnya rambut di wajah dan tubuh seperti pria (hirsutisme),
acne/jerawat, obesitas, dan akantosis nigrikans atau keadaan dimana beberapa area di
lipatan kulit menghitam dan tekstur kulit menjadi lebih kasar. (Ndefo et al., 2013)
Penyebab SOPK terjadi karena adanya interaksi kompleks antara faktor genetik
dengan faktor lingkungan. Studi yang dilakukan oleh Franks et al menyebutkan bahwa
SOPK adalah patologi ovarium yang ditentukan secara genetik yang ditandai dengan
kelebihan androgen dan bermanifestasi secara heterogen tergantung pada interaksi
genetik dengan faktor lingkungan lainnya.Penyebab lain SOPK ialah terjadi karena
ketidakseimbangan hormon dalam tubuh, ovarium menghasilkan lebih banyak androgen
sehingga mempengaruhi perkembangan dan pelepasan sel telur dari ovarium setiap
bulannya (anovulasi) serta menyebabkan pertumbuhan rambut di wajah dan tubuh pada
wanita (hirsutisme).(Ndefo et al., 2013)
PCOS adalah gangguan endokrin yang heterogen, kompleks, dengan etiologi yang
tidak diketahui, memengaruhi 4−18% wanita usia reproduksi. PCOS adalah masalah
klinis dan kesehatan masyarakat yang penting karena sangat umum terjadi, di mana
memengaruhi hingga satu dari lima wanita usia reproduksi. PCOS memiliki implikasi
klinis yang signifikan dan beragam termasuk reproduksi (infertilitas, hiperandrogenisme,
hirsutisme), metabolisme (resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, diabetes
mellitus tipe 2, profil risiko kardiovaskular yang buruk) dan gangguan psikologis
(peningkatan kecemasan, depresi, dan kualitas hidup yang memburuk). Heterogenitas
dari gangguan PCOS ini menyebabkan perlunya penelitian klinis yang cukup luas dengan
melibatkan banyak disiplin ilmu, termasuk kesehatan mental. (Ii & Pustaka, 2002)
Hanya sedikit peneliti yang telah mempelajari prevalensi PCOS di India dan di
antara mereka, sebagian besar pengambilan sampel berdasarkan kenyamanan, yang
mungkin tidak mencerminkan status sebenarnya dari prevalensi PCOS di masyarakat.
Sebuah studi cross-sectional percontohan yang dilakukan di Tamil Nadu menilai
perempuan remaja muda dan menemukan prevalensi PCOS sebesar 18%. Mereka juga
menyimpulkan bahwa proporsi PCOS lebih tinggi pada wanita perkotaan dibandingkan
dengan wanita pedesaan. Sebuah studi serupa yang dilakukan di Mumbai, yang
merupakan studi berbasis komunitas perkotaan, menemukan bahwa prevalensi PCOS
adalah 22,5 persen menurut kriteria Rotterdam dan 10,7% menurut kriteria Androgen
Excess Society. (Yuliadha & Setyaningrum, 2022)
a. Resistensi insulin
PCOS resistensi insulin adalah jenis PCOS yang paling umum yang
memengaruhi sekitar 70 persen pengidap PCOS. Resistensi insulin sendiri pada
dasarnya adalah kondisi ketika tingkat insulin di dalam tubuh menjadi lebih
tinggi dari biasanya, yang dikenal pula dengan sebutan hiperinsulinemia. PCOS
ini terjadi ketika sel-sel tubuh menjadi kebal dan mati rasa terhadap efek insulin.
Alhasil, organ pankreas harus memompa lebih banyak insulin, hingga sel-sel
yang ada pada tubuh dapat menerima pesan dan mengambil glukosa
darah.Gejala dari PCOS resistensi insulin adalah memiliki keinginan tinggi
untuk mengonsumsi makanan manis, dan memiliki penumpukan lemak pada
area perut. guna membantu mengobati PCOS yang resisten terhadap insulin,
kuncinya adalah meningkatkan sensitivitas insulin, dengan cara olahraga teratur
dan pastikan kamu tetap bergerak untuk membantu membakar gula,
membangun otot, dan meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin, serta
menghindari makanan tinggi gula dan melakukan diet rendah karbohidrat untuk
menyeimbangkan kadar gula darah.(Ii & Pustaka, 2002)
b. Ketidakseimbangan Hormonal
c. Genetik
Sampai saat ini, patofisiologi PCOS masih belum jelas. Namun, bukti substansial
menunjukkan adanya interaksi kompleks antara faktor endokrin, metabolik, genetik, dan
lingkungan intrinsik (Yau et al., 2017; Holm, 2010). Beberapa teori telah diajukan untuk
menjelaskan patogenesis PCOS (Holm, 2010) :
1) Defek neuroendokrin, menyebabkan peningkatan frekuensi pulsasi danamplitudo LH
dengan FSH yang relatif rendah.
2) Defek intrinsik pada produksi androgen ovarium.
3)Perubahan metabolisme kortisol dan gangguan produksi androgen adrenal.
4) Resistensi insulin dengan hiperinsulinemia kompensasi yang mengakibatkan
peningkatan produksi androgen ovarium secara langsung dan tidak langsung melalui
penghambatan produksi SHBG hepar.
5) Peningkatan aktivitas saraf simpatis.
6) Defek genetik.
Gambar 1. Patofisiologi PCOS
Hingga kini, penyebab PCOS masih belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa
faktor yang berperan penyebab terjadinya PCOS, yaitu:
a. Menstruasi tidak teratur
Siklus menstruasi yang jarang, tidak teratur atau terlalu panjang adalah tanda paling
umum dari PCOS. Menstruasi bisa jadi sangat jarang, terlalu lama, atau malah tidak
terjadi sama sekali selama beberapa tahun (amenorrhoea). Kondisi ini berkaitan dengan
menurunnya aktivitas ovulasi pada sistem reproduksi, sehingga dinding rahim tidak dapat
meluruh.
b. Kelebihan Androgen
Ovarium wanita dengan PCOS memproduksi kadar androgen yang tinggi, sehingga
muncul pertumbuhan rambut di lokasi yang normalnya ditemukan pada pria dan
jerawat. Peningkatan kadar hormon pria dapat menyebabkan tanda-tanda fisik, seperti
kelebihan rambut wajah dan tubuh (hirsutisme), dan kadang-kadang disertai jerawat
parah dan kebotakan.
Pencegahan secara dini hal-hal yang menyebabkan kemandulan. Salah satu yang
sangat dianjurkan yaitu dengan pemeriksaan USG (Ultrasonography). USG
(Ultrasonography) adalah suatu kaidah pemeriksaan tubuh menggunakan gelombang
bunyi pada frekuensi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu sistem
aplikasi yang dapat mendiagnosa citra USG (Ultrasonography) dan mengklasifikasikan
rahim ke dalam kelas normal atau terdeteksi PCOS (Polycystic Ovary Syndrome). Proses
pendeteksian diawali dengan pemrosesan awal pada citra rahim, proses ekstraksi ciri
menggunakan Linear Discriminant Analysis (LDA), dan proses klasifikasi menggunakan
Fuzzy C-Mean Clustering. Pemrosesan awal dilakukan untuk membuang informasi yang
tidak dibutuhkan dalam pengolahan citra. Data keseluruhan yang digunakan dalam tugas
akhir ini berjumlah 167 citra. Pengujian sistem dilakukan dengan penentuan pengambilan
nilai w (pembobot), dan jumlah data latih normal maupun terdeteksi PCOS. Dari hasil
pengujian diperoleh hasil pengujian terbaik dengan akurasi 94, 44%. (richard oliver
( dalam Zeithml., 2021)
2.8 Treatment
Pengobatan PCOS tergantung pada gejala yang dialami pasien, seperti hirsutisme,
kemandulan, atau jerawat parah. Berikut ini adalah metode untuk mengatasi PCOS:
a. Perubahan gaya hidup. Dokter akan menyarankan olahraga dan diet rendah
kalori untuk menurunkan berat badan.
b. Obat-obatan. Dokter dapat memberikan kombinasi pil KB dengan obat lain
untuk mengontrol siklus menstruasi. Hormon estrogen dan progesteron dalam
pil KB dapat menekan produksi hormon androgen dalam tubuh.
c. Prosedur medis khusus. Selain beberapa metode pengobatan di atas, dokter
dapat menganjurkan pasien untuk melakukan electrolysis untuk menghilangkan
rambut di tubuh. Dengan aliran listrik rendah, electrolysis bisa menghancurkan
folikel rambut dalam beberapa kali terapi. (Maggyvin & Barliana, 2019)
Terapi farmakologi yang telah digunakan dalam menangani PCOS antara lain
ovulatory dysfunction-related infertility (klomifen sitrat, metformin, aromatase inhibitor,
dan glukokortikoid), gangguan menstruasi (progestin siklik dan kombinasi oral
kontrasepsi seperti estrogen dan progestin), dan androgen related symptom (anti-
androgen, glukokortikoid, gonadotropin-releasing hormone agonist, oral kontrasepsi
seperti etinil estradiol). Kekurangan dari pengobatan PCOS yang digunakan saat ini
diantaranya penurunan fertilitas, biaya yang relatif mahal, embryotoxic, dan
menyebabkan Ovarian Hyperstimulation Syndrome (OHSS) (Wong, 2011).
In-vitro fertilization (IVF) dapat menjadi pilihan terakhir bagi pasangan yang
ingin memiliki keturunan atau menjadi pilihan pertama apabila terdapat penyakit
penyerta pada wanita (endrometriosis yang parah) dan pria (azoospermia). Kekurangan
dari terapi ini adalah prosesnya yang invasif, rumit, mahal, dan dapat menyebabkan
OHSS (Badawy and Elnashar, 2011).
Untuk mendapatkan solusi pengobatan PCOS, targeted drug therapy gen CYP19
rs2414096 dapat menjadi pilihan terapi PCOS karena sifatnya yang sensitif, spesifik, dan
akurat, serta efek sampingnya yang minim.
Terapi gen merupakan terapi dengan menyisipkan materi genetik ke dalam sel
untuk berkompetisi atau menggantikan gen abnormal atau untuk memproduksi protein
fungsional. Pada gen yang termutasi seperti pada PCOS, gen terapi dapat digunakan
untuk memasukkan salinan gen normal untuk mengembalikan fungsi dari protein awal
(Genetic Home Reference, 2016). Salah satu gen yang berperan penting dalam
patogenesis PCOS adalah gen CYP19.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
PCOS adalah gangguan endokrin yang heterogen, kompleks, dengan etiologi yang
tidak diketahui, memengaruhi 4−18% wanita usia reproduksi. PCOS adalah masalah
klinis dan kesehatan masyarakat yang penting karena sangat umum terjadi, di mana
memengaruhi hingga satu dari lima wanita usia reproduksi. Prevalensi global PCOS
diperkirakan antara 4% dan 20%. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan bahwa sekitar 116 juta wanita (3,4%) terkena PCOS secara global.
Terapi farmakologi yang telah digunakan dalam menangani PCOS antara lain
ovulatory dysfunction-related infertility (klomifen sitrat, metformin, aromatase inhibitor,
dan glukokortikoid), gangguan menstruasi (progestin siklik dan kombinasi oral
kontrasepsi seperti estrogen dan progestin), dan androgen related symptom (anti-
androgen, glukokortikoid, gonadotropin-releasing hormone agonist, oral kontrasepsi
seperti etinil estradiol). Untuk mendapatkan solusi pengobatan PCOS, targeted drug
therapy gen CYP19 rs2414096 dapat menjadi pilihan terapi PCOS karena sifatnya yang
sensitif, spesifik, dan akurat, serta efek sampingnya yang minim.
DAFTAR PUSTAKA