Anda di halaman 1dari 161

TESIS

POLITIK HUKUM KESEHATAN PADA MASA PANDEMI CORONA


VIRUS DISEASE 2019
(COVID-19)

Diajukan oleh :

AULYA NOOR RAHMAH


NIM. 2020215320068

PROGRAM MAGISTER HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
Desember, 2022
POLITIK HUKUM KESEHATAN PADA MASA PANDEMI CORONA
VIRUS DISEASE 2019
(COVID-19)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister


Dalam Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Lambung Mangkurat

Diajukan oleh:

AULYA NOOR RAHMAH


NIM. 2020215320068

PROGRAM MAGISTER HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
Desember, 2022
JuduJ Tesis : Politik Hukum Kesehatan Pada Masa Pandemi Corona Viru.v Disease
2019 (Covid-19)

Nama : Aulya Noor Rahmah

NIM : 2020215320068

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Dr. H. M. Effendy, S.H., M. Hum. Dr. Diana Haiti, S.H., M.H.


NIP. 19580320 198503 1 001 NIP. 19680414 199412 2 001

Diketahui,

Koordinator Program Studi Dekan Fakultas Hukum


Megister Hukum _lJniversitas L~bung Mangkurat
Universitas Lambung Mangkurat --~
,,,;·,,/
I

(? 4:
tr •-~
.1; I'
\~
fi, S.H., M.H. al, S.H., M.H.
~ ~tE
I
, - , J_J, , -

-J' 199903 1 004 '' , 00312 1 001

Tanggal Lulus: Tanggal Wisuda


Tesis Ini
Tclah Diperiksa Dan Disetujui
Pada Tanggal 21 Desember 2022

PEMBI.MBING UTAMA

Dr. H. M. Effendy S.H., M.Hum.


NIP. 19580320 198503 1 001

PEMBIMBING PENDAMPING

Dr. Diana Haiti, S.H., M.H.


NIP. 19680414 199412 2 001

.,

,
,1·
✓:~::
••'~ ;iletahui oleh
'11· '
/ ,._ ·Dek Fakultas Hokum
(,{ . ~, U~iv!~ i :r"i mbung Mangkura
,! -~ . . !- ) !
:1 ~ ' ' , ' I:!
I • , :_~

' ,'(/! I -

' I 1/_
D.r.-Ach ad Faishal, S.H., M.H.
. " ,_··"_NW.I '750615 200312 1 001
Tesis Ini Telah Dipertahankan
Di Depan
Sidang Panitia Penguji Tesis
Pada Tanggal 21 Desember 2022

Susunan Paitia Penguji Tesis


Ketua : Dr. H. Ahmad Syaufi, S.H., M.H.
Sekretaris : Dr. Hj. Erlina, S.H., M.H.
Anggota : 1. Dr. H. M. Effendy, S.H., M.Hum. (Pembimbing Ketua)
2. Dr. Diana Haiti, S.H., M.H. (Pembimbing Pendamping)
3. Dr. Achmad Faishal, S.H., M.H.
UCAPAN PERSEMBAHAN

Tesis ini penulis persembahkan untuk:

Ayahanda, H. Muhammad Noor Prayitno, S.E, Amd. T. dan Ibunda Dra. Hj. Sri Hartati

Serta kakanda, Muhammad Noviar Rahman, S.Pd,. M.M.

Yang selalu mendukung dan membantu serta memberi semangat kepada penulis. Terima kasih atas doa, dukungan,
kepercayaan, dan pengertian kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini

Hormat penulis,

Aulya Noor Rahmah


RAHMAH, AULYA NOOR, 2022. POLITIK HUKUM KESEHATAN PADA
MASA PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19). Program
Magister Hukum, Fakultas Hukum, Program Pascasarjana, Universitas
Lambung Mangkurat. Pembimbing Utama: Dr. Muhammad Effendy, S.H.,
M.Hum dan Pembimbing Pendamping: Dr. Diana Haiti, S.H., M.H. 134
halaman.

RINGKASAN

Pada tahun 2020, dunia dilanda pandemi internasional dikarenakan Virus Covid-
19 atau Virus Corona. Penemuan virus ini pertama kali di identifikasi ditemukan
di Wuhan, Tiongkok pada akhir tahun 2019. Pada awal Januari 2020, media
Tiongkok melaporkan kematian pertama, Pada 23 Januari 2020 pemerintah
Tiongkok mulai menutup kota Wuhan dan pada tanggal 30 Januari 2020 World
Health Organization (WHO) mengumumkan virus corona sebagai darurat
kesehatan global. Pada awal Maret 2020, di Indonesia diumumkan penemuan
kasus pertama Covid-19. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan tidak adanya ketentuan tersurat mengenai “pandemi” namun yang ada
dalam Undang-Undang tersebut hanya ketentuan tersurat mengenai “penyakit
menular” yang terdapat dalam Bab X Pasal 152 sampai dengan Pasal 157. Selain
itu dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular, tidak dikenal pula istilah “pandemi” yang ada hanya wabah penyakit
menular yang terdapat dalam Bab I Pasal 1 huruf a. Selain itu dalam Pasal 5 ayat
(3) disebutkan bahwa upaya penanggulangan wabah diatur dengan Peraturan
Pemerintah yang dapat ditetapkan setelah Menteri Kesehatan menetapkan daerah
wabah. Hal tersebut menimbulkan kekosongan hukum bagi para tenaga kesehatan
dan masyarakat dalam penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-
19) yang tentunya berbeda penanganannya dengan penyakit menular yang sudah
menyebar sebelum adanya Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang tentunya
langkah yang diambil Pemerintah tersebut harus menimbulkan kepastian hukum
bagi tenaga kesehatan dan masyarakat umum.

Dalam penulisan tesis ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yaitu
menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma
hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan
prinsip hukum, serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum
(bukan hanya sesuai aturan hukum) atau prinsip hukum. Lalu pada pendekatan
penelitian menggunakan pendekatan undang-undang (statute aprroach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum berupa bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier yang didapat
dari studi kepustakaan. Pengolahan dan analisis bahan hukum dilakukan dengan
menganalisa bahan hukum deduktif ke induktif yaitu menarik kesimpulan dari
suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang
dihadapi yaitu menjelaskan hal-hal yang bersifat umum menuju hal hal yang
bersifat khusus untuk menarik kesimpulan yang dapat memberikan jawaban untuk
permasalahan tesis ini.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: Pertama. Politik hukum kesehatan pada 1
tahun awal masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dilakukan untuk
memulihkan sistem kesehatan nasional yang terkendala pada saat munculnya
pandemi dan untuk pemenuhan hak atas kesehatan yang didasarkan pada asas
Salus Populi Suprema Lex Esto (Keselamatan Rakyat merupakan Hukum
Tertinggi). Politik hukum kesehatan yang diambil oleh pemerintah cukup untuk
memberikan kepastian hukum untuk memenuhi hak atas kesehatan masyarakat,
dikarenakan banyaknya produk hukum yang dikeluarkan untuk pemenuhan hak
atas kesehatan, namun masih kurang dalam hal pemenuhan prinsip keberterimaan
dan prinsip kualitas dalam pemenuhan 4 prinsip hak atas kesehatan. Kedua.
Tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan terhadap kesehatan masyarakat
dilakukan dengan memberikan kebijakan-kebijakan yang lebih mengutamakan
kesehatan seperti kebijakan PSBB, PPKM dan Penundaan Pemilu yang mana pada
masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pengaturan tersebut
didasarkan kepada hukum tata negara darurat objektif.
RAHMAH, AULYA NOOR, 2022. POLITIK HUKUM KESEHATAN PADA
MASA PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19). Program
Magister Hukum, Fakultas Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Lambung
Mangkurat. Pembimbing Utama: Dr. Muhammad Effendy, S.H., M.Hum dan
Pembimbing Pendamping: Dr. Diana Haiti, S.H., M.H. 134 halaman.

ABSTRAK

Kata Kunci: Politik Hukum, Kesehatan, Pandemi Covid-19.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tesis untuk menganalisis dan membahas
mengenai politik hukum pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-
19) dan untuk menganalisis dan membahas mengenai tanggung jawab negara dalam
memberikan perlindungan terhadap kesehatan masyarakat.

Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan penelitian dengan jenis penelitian
hukum normatif dengan sifat penelitian yaitu preskriptif suatu penelitian yang
bertujuan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan
untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. Bahan hukum berupa bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer yang didapat dari studi
kepustakaan. Pengolahan dan analisis bahan hukum dilakukan dengan menganalisa
bahan hukum deduktif keinduktif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: Pertama. Politik hukum kesehatan pada 1


tahun awal masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dilakukan untuk
memulihkan sistem kesehatan nasional yang terkendala pada saat munculnya
pandemi dan untuk pemenuhan hak atas kesehatan yang didasarkan pada asas Salus
Populi Suprema Lex Esto (Keselamatan Rakyat merupakan Hukum Tertinggi).
Politik hukum kesehatan yang diambil oleh pemerintah cukup untuk memberikan
kepastian hukum untuk memenuhi hak atas kesehatan masyarakat, dikarenakan
banyaknya produk hukum yang dikeluarkan untuk pemenuhan hak atas kesehatan,
namun masih kurang dalam hal pemenuhan prinsip keberterimaan dan prinsip
kualitas dalam pemenuhan 4 prinsip hak atas kesehatan.Kedua. Tanggung jawab
pemerintah dalam perlindungan terhadap kesehatan masyarakat dilakukan dengan
memberikan kebijakan-kebijakan yang lebih mengutamakan kesehatan seperti
kebijakan PSBB, PPKM dan Penundaan Pemilu yang mana pada masa pandemi
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pengaturan tersebut didasarkan kepada
hukum tata negara darurat objektif.
RAHMAH, AULYA NOOR, 2022. LEGAL HEALTH POLITICS ON CORONA
VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) PANDEMIC ERA. Master of Law Program,
Faculty of Law, Postgraduate Program, Lambung Mangkurat University. Advisor
I: Dr. Muhammad Effendy, S.H., M.Hum and Advisor II: Dr. Diana Haiti, S.H.,
M.H. 134 page.

ABSTRACT

Keywords: Legal Politics, Health, Covid-19 Pandemic.

The objectives to be achieved in writing the thesis are to analyze and investigate
about legal health politics on Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Pandemic
Era and to analyzeand investigate about state responsibility on giving protection
abaout public health.

In writing this thesis, the author uses research with a normative legal research type
with the nature of the research, namely prescriptive research that aims to get
suggestions on what to do to overcome certain problems. Legal materials in the
form of primary, secondary legal materials and tertiary legal materials obtained
from literature studies. Processing and analysis of legal materials is carried out by
analyzing deductive toinductive legal materials.

The result of study is: First. Legal health politics in the first year of the Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19) pandemic was carried out to restore the national
health system that wa constrained during the emergence of the pandemic and to
fulfill the right to health based on the principles of Salus Populi Suprema Lex Esto
(People’s Safety is the Supreme Law). Legal health politics taken by the government
was sufficient to provide legal certainty to fulfill the right to public health, because
many legal product are issued for the fulfillment of the right to health, but still
lacking in terms of acceptance and the principle of quality in fulfilling the 4
principles of the right to health. Second. The government’s responsibility in
protecting public health is carried put by providing policies that prioritize health
such as PSBB Policies, PPKM and election postponement which during the Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19) pandemic these arrangements are based on
objective emergency constitutional law.
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan mengucapkan puji dan syukur

kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunianya penulis dapat

dimudahkan dalam menyusun Tesis ini yang berjudul “POLITIK HUKUM

KESEHATAN PADA MASA PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

(COVID-19)”.

Diselesaikannya penulisan Tesis ini tidak terlepas dari bantuan

berbagaipihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Achmad Faishal, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lambung Mangkurat.

2. Bapak Dr. H. Ahmad Saufi, S.H., M.H. selaku Koordinator Program Studi

Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lambung

Mangkurat.

3. Ibu Dr. Diana Haiti S.H., M.H. selaku Dosen pembimbing akademik.

4. Bapak Dr. Muhammad Effendy, S.H., M.Hum. selaku Dosenpembimbing

ketua yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan

masukkan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.

5. Ibu Dr. Diana Haiti S.H., M.H. selaku Dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan masukkan

sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.

6. Para Dosen penguji yang telah berkenanan hadir mulai dari usulan

penelitian Tesis ini sampai ujian Tesis ini.

7. Para Dosen pengajar Program Magister Hukum Fakultas Hukum


Universitas Lambung Mangkurat yang telah memberikan ilmu dan

wawasan kepada penulis selama penulis berkuliah.

8. Seluruh Staf Bagian Akademik Program Magister Hukum Fakultas Hukum

Universitas Lambung Mangkurat yang telah memberikan kemudahan

kepada penulis selama penulis berkuliah.

9. Kepada kedua orang tua penulis H. Muhammad Noor Prayitno, S.E., Amd.T

dan Dra. Hj. Sri Hartati serta kakak kandung Muhammad Noviar Rahman,

S.Pd., M.M yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan

motivasi kepada penulis ketika penulis bekuliah di Program Magister

Hukum Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat.

10. Sahabat penulis yang selalu saling dukung Muhammad Rasyid Ridha,

S.H., Lintang Fajarisya Setiawan, S.H., S.Psi., Nisa Afifa, S.H., M.H.,

Ajeng Nur Fitri Pratiwi Putri, S.H., Delfy Dian Yessy Simanjuntak, S.H.,

dan Thomas Panji Nugroho, S.H.

11. Teman-teman penulis satu angkatan 2020 dan kelas konsentrasi Hukum

Kesehatab yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

12. Teman-teman Kantor Pertanahan Kota Banjarbaru yang selalu mendukung

penulis untuk menuntaskan Tesis ini.

Akhir kata, semoga Tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para

pembaca.

Banjarmasin, Desember 2022

Penulis,

Aulya Noor Rahmah


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 12


A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 12
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 8
C. Keaslian Penelitian ..................................................................................... 9
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian .............................................................. 11
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 12
F. Metode Penelitian ...................................................................................... 36
G. Pertanggung Jawaban Sistematika Penulisan ............................................ 41
BAB II POLITIK HUKUM KESEHATAN PADA MASA PANDEMI CORONA
VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) .................................................................... 43
A. Politik Hukum Kesehatan di Indonesia ...................................................... 43
B. Politik Hukum Kesehatan pada Pandemi Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) ......................................................................................................... 61
BAB III TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT ................. 110
A. Tanggung Jawab Negara Dalam Perlindungan Terhadap Kesehatan
Masyarakat ...................................................................................................... 110
B. Bentuk Tanggung Jawab Negara Dalam Perlindungan Terhadap Kesehatan
Masyarakat pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ..... 125
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 133
A. Kesimpulan .............................................................................................. 133
B. Saran ........................................................................................................ 133
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara hukum yang didasarkan pada ketentuan Pasal

1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam menjalankan ketentuan tersebut, dikeluarkanlah berbagai produk

hukum berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur banyak hal

dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Pengaturan mendasar produk

hukum tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang secara garis besar mengatur mengenai bentuk dan

kedaulatan, Majelis Permusyawaratan Rakyat, kekuasaan Pemerintah,

Kementerian Negara, Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Pemilihan Umum, Keuangan, Badan Pemeriksa

Keuangan, Kekuasaan Kehakiman, Wilayah Negara, Warga Negara dan

Penduduk, Hak Asasi Manusia, Agama, Pertahanan Negara dan Keamanan

Negara, Pendidikan dan Kebudayaan, Perekonomian Nasional dan

Kesejahteraan Sosial. Dan Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu

Kebangsaan.

Hukum mengatur berbagai macam aspek hidup dalam bermasyarakat

tidak terkecuali dalam hal kesehatan, apalagi setelah kesehatan diakui sebagai

salah satu hak asasi manusia yang tercantum dalam berbagai kovenan

internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Dalam Undang-Undang


2

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pengaturan mengenai

kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia tertuang dalam Pasal 28

H ayat (1) yang berbunyi “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Selain itu juga terdapat

dalam Pasal 34 ayat (3) yang berbunyi “Negara bertanggung jawab atas

penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang

layak.”.

Ketentuan kesehatan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 tidak hanya dalam cakupan pelayanan kesehatan

namun juga terkait dengan jaminan sosial yang tertuang dalam Pasal 28 H

ayat (3) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang

memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang

bermartabat”. Selain itu juga terdapat dalam Pasal 34 ayat (2) yang berbunyi

“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan

martabat kemanusiaan”.

Berdasarkan pengaturan dasar mengenai kesehatan pada Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah

mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan mengenai kesehatan

yang secara berkala, isi pengaturan peraturan perundang-undangannya

disesuaikan dengan keadaan dalam masyarakat.


3

Pada tahun 2020, dunia dilanda pandemi internasional dikarenakan

Virus Covid-19 atau Virus Corona. Penemuan virus ini pertama kali di

identifikasi ditemukan di Wuhan, Tiongkok pada akhir tahun 2019,

dikarenakan sejumlah pasien berdatangan ke rumah sakit di daerah Wuhan

dengan gejala penyakit yang tak dikenal. Kemudian Dr. Li Wen Liang

menyebarkan berita mengani suatu virus misterius. Diketahui sejumlah

pasien pertama memiliki akses ke pasar ikan Huanan yang juga menjual

hewan liar. Pada awal Januari 2020, media Tiongkok melaporkan kematian

pertama, Pada 23 Januari 2020 pemerintah Tiongkok mulai menutup kota

Wuhan dan pada tanggal 30 Januari 2020 World Health Organization (WHO)

mengumumkan virus corona sebagai darurat kesehatan global1.

Pada pertengahan Februari 2020 World Health Organization (WHO)

mengumumkan bahwa penyakit yang disebabkan oleh Virus Corona jenis

baru disebut sebagai “Covid-19”. Pada awal Maret 2020, di Indonesia

diumumkan penemuan kasus pertama Covid-19 dan pada akhir Maret 2020

berbagai negara di dunia menerapkan aturan “Lockdown”. Pada saat ini,

Desember 2022 total kasus positif Covid-19 di seluruh dunia adalah

656.864.989 total kasus positif dan 6.678.098 orang yang meninggal dunia

akibat Covid-192. Untuk wilayah Indonesia, total kasus positif Covid -19

1
Ayu Maharani. Tiongkok buat Timeline Penyebaran Virus Corona, ini Kronologinya.
Diakses melalui https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3638381/tiongkok-buat-timeline-
penyebaran-virus-corona-ini-kronologinya. Diakses pada 30/11/2021.

2
Google News. Total Kasus Covid-19 Seluruh Dunia. Diakses melalui
https://news.google.com/covid19/map?hl=id&gl=ID&ceid=ID%3Aid. Diakses pada 12/12/2022.
4

adalah 6.715.586 total kasus positif dan 160.524 orang yang meninggal dunia

akibat Covid-193.

Pada awal pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di

Indonesia, terjadinya kepanikan dalam masyarakat akibat terdeteksinya kasus

awal pasien positif Covid-19 di Indonesia, hingga terjadi panic buying untuk

masker dan hand sanitizer4. Selain itu dalam kurun waktu 1 bulan, pada 31

Maret 2020 terhitung kasus positif Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

sebanyak 1.528 kasus yang tersebar di 32 Provinsi di Indonesia5. Kasus

tersebut secara merata mulai tersebar diseluruh Provinsi di Indonesia

sehingga pada bulan-bulan berikutnya terus meningkat, sehingga pada bulan

September 2020 tercatat penambahan kasus perhari mencapai 3000 kasus.

Kasus yang terus meningkat membuat meludaknya pasien yang berobat ke

fasilitas pelayanan kesehatan sehingga tidak seluruh pasien dapat diberikan

pelayanan yang sesuai dengan standar pelayanan. Selain itu bagi rumah sakit

rujukan didaerah masih kurangnya alat bantu untuk penanganan Corona

3
Google News. Total Kasus Covid-19 di Indonesia. Diakses melalui
https://news.google.com/covid19/map?hl=id&mid=%2Fm%2F03ryn&gl=ID&ceid=ID%3Aid.
Diakses pada 12/12/2022.

4
Kompas. 2022. 2 Maret 2020, Saat Indonesia Pertama Kali Dilanda Covid-19. Diakses
melalui https://amp.kompas.com/naisonal/read/2022/03/02/10573841/2-maret-2020-saat-
indonesia-pertama-kali-dilanda-covid-19. Diakses pada 14/4/2022.

5
Tribun. 2020. Genap 30 Hari, Total Kasus Positif Virus Corona di Indonesia Selama
Maret capai 1.528, Ini Rekapnya. Diakses melalui
https://ternate.tribunnews.com/amp/2020/04/01/genap-30-hari-total-kasus-positif-virus-corona-di-
indonesia-selama-maret-capai-1528-ini-rekapnya. Diakses pada 14/4/2022.
5

Virus Disease 2019 (Covid-19) dan juga pada masa awal pandemi program

diagnostik seperti rapid test dan swab sangat sulit didapatkan6.

Pandemi Covid-19 memberikan goncangan hebat kepada sistem

kesehatan di Indonesia, hal ini berdampak adanya ancaman terhadap

ketahanan kesehatan, pelayanan kesehatan esensial terganggu, sistem

kesehatan terbebani, keterbatasan tenaga kesehatan dan lemahnya

manajemen pelayanan kesehatan. Dalam proses penanganan Covid-19 di

Indonesia pemerintah mengeluarkan berbagai produk hukum sebagai

tindakan politik hukum dalam keadaan darurat kesehatan untuk

penanggulangan penyebaran Covid-19. Beberapa produk hukum pemerintah

pusat yang dikeluarkan pada masa awal penanganan penanggulangan

penyebaran Covid-19 yang memiliki peran penting ialah:

1) Diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan

Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk

Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Membahayakan

Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Perppu tersbeut kini disahkan sebagai Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020 tentang

6
MKRI. 2020. Saksi: Rumah Sakit Rujukan Covid-19 Minim Fasilitas. Diakses melalui
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=16699. Diakses pada 14/4/2022.
6

Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan

untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019

(COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman

Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas

Sistem Keuangan.

2) Diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan

Sosial Berskala Besar dengan adanya Peraturan Pemerintah

Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala

Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19).

3) Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020

tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Keputusan Presiden Nomor

12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai

Bencana Nasional.

Politik hukum yang dilakukan pemerintah Indonesia pada masa awal

pandemi untuk penanggulangan penyebaran Covid-19 tersebut memunculkan

kritikan dikalangan masyarakat. Menurut kajian Dema Justitia Universitas

Gajah Mada, ada 2 masalah pokok dalam pola kerja pemerintah dalam

menangani pandemi, yaitu7:

7
Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada. 2020. Politik
Hukum Pemerintah dalam Penanganan Pandemi Covid-19. Artikel dalam “Sebuah Kajian Dema
Justitia FH UGM” Kajian 7, hlm. 3-5.
7

1. Pemerintah pusat terlambat dalam mengeluarkan 3 kebijakan

yang disebutkan diatas, yang mana kebijakan tersebut baru

dikeluarkan 1 bulan setelah merebaknya pandemi.

2. Terdapat ketidakpastian hukum terhadap instrumen hukum

yang akan keluar.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

tidak adanya ketentuan tersurat mengenai “pandemi” namun yang ada dalam

Undang-Undang tersebut hanya ketentuan tersurat mengenai “penyakit

menular” yang terdapat dalam Bab X Pasal 152 sampai dengan Pasal 157,

yang tentunya tidak dapat memberikan kepastian hukum secara pasti pada

masa pandemi Covid-19 yang sedang terjadi yang mana pandemi Covid-19

ini dikarenakan penyebarannya yang cepat sehingga memerlukan

penanganan yang cepat pula.

Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang

Wabah Penyakit Menular, tidak dikenal pula istilah “pandemi” yang ada

hanya wabah penyakit menular yang terdapat dalam Bab I Pasal 1 huruf a.

Undang-Undang wabah penyakit menular ini sejak diundangkan tidak pernah

mengalami perubahan, sehingga isi didalam undang-undang ini tidak terlalu

relevan apabila diterapkan dengan keadaan sekarang. Selain itu dalam Pasal

5 ayat (3) disebutkan bahwa upaya penanggulangan wabah diatur dengan

Peraturan Pemerintah yang dapat ditetapkan setelah Menteri Kesehatan

menetapkan daerah wabah. Hal tersebut menimbulkan kekosongan hukum

bagi para tenaga kesehatan dan masyarakat dalam penanganan pandemi


8

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang tentunya berbeda

penanganannya dengan penyakit menular yang sudah menyebar sebelum

adanya Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang tentunya langkah yang

diambil Pemerintah tersebut harus menimbulkan kepastian hukum bagi

tenaga kesehatan dan masyarakat umum.

Berdasarkan uraian diatas, maka Penulis ingin meneliti lebih lanjut

terkait politik hukum kesehatan pada masa pandemi Covid-19 yang dibatasi

hanya politik hukum kesehatan pada 1 tahun pertama pandemi Covid-19

(Maret 2020-Maret 202021) yang dikaitkan dengan hak atas kesehatan

masyarakat dan tanggung jawab negara dalam bentuk penelitian hukum

dengan judul: “POLITIK HUKUM KESEHATAN PADA MASA

PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang diatas, maka yang

menjadi rumusan masalah yaitu:

1. Apakah politik hukum kesehatan pada masa pandemi Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19) telah memenuhi hak atas

kesehatan?

2. Apa yang menjadi tanggung jawab negara dalam memberikan

perlindungan terhadap kesehatan masyarakat?


9

C. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian diperlukan sebagai bukti agar tidak adanya

plagiarisme antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan.

Sepengetahuan penulis, tesis dengan topik politik hukum kesehatan pada

masa pandemic Covid-19 yang dikaitkan dengan hak atas kesehatan dan

tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan kesehatan

masyarakat belum pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya.

Namun, ditemukan beberapa karya ilmiah berupa tesis yang

mengangkat tema atau topik yang dapat dijadikan bahan perbandingan dan

landasan berpikir penulis, antara lain:

1. Tesis dengan judul “PROBLEMATIKA PENERAPAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

DI TENGAH PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 DALAM

PERSFEKTIF HUKUM TATA NEGARA DARURAT” yang ditulis

oleh Mohammad Risky S Mahasiswa Program Studi Magister Hukum

Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta

dan dipublikasikan tahun 2021. Dengan rumusan masalah sebagai

berikut:

a. Bagaimana mekanisme pengaturan PERPU dalam perspektif

Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia?

b. Bagaimana penerapan pengaturan PERPU di tengah pandemi

COVID-19 ditinjau dari perspektif Hukum Tata Negara

Darurat?

Dengan hasi penelitian sebagai berikut:


10

a. Mekanisme pembentukan PERPU dalam perspektif hukum tata

negara darurat yaitu, PERPU perlu ditetapkan mengiri atau

bersamaan dengan pernyataan keadaan bahaya oleh Presiden.

b. Seharusnya diawal Presiden menetapkan pandemi Covid-19

sebagai sebuah keadaan bahaya sesuai dengan Pasal 12 UUD

1945, maka jika Presiden menetapkan Pandemi Covid-19

sebagai sebuah keadaan bahaya Presiden dapat pula

menerbitkan PERPU yang berlandaskan Hukum Tata Negara

Darurat (Pasal 12 Jo. Pasal 22 UUD 1945).

2. Tesis dengan judul “KETATANEGARAAN OTORITARIANISME

MASA DARURAT KESEHATAN DI INDONESIA” yang ditulis

oleh Holly Muridi Zham-Zham Mahasiswa Program Studi Magister

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya dan

dipublikasikan tahun 2021. Dengan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apa konsep, teori dan hukum terkait ketatanegaraan

Otoritarianisme?

b. Bagaimana demokrasi konstitusional Indonesia dapat mencegah

lahirnya ketatanegaraan Otoritarianisme, termasuk dalam masa

darurat kesehatan?

Dengan hasil penelitian bahwa dari penelitian tesis tersebut diketahui

bahwa menguatnya rezim otoritarianisme akibat munculnya pandemi

virus Covid-19, hal ini berupa dugaan intimidasi dan serangan digital

terhadap masyarakat yang melakukan kritik, sikap tidak konsisten


11

pemerintah dalam memberikan himbauan dan kebijakan yang tidak

mempertimbangkan kepentingan umum seperti new normal, serta

penyalahgunaan wewenang berupa tindakan korupsi dana bantuan

sosial Covid-19.

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk melengkapi

penelitian-penelitian politik hukum kesehatan sebelumnya, sehingga keaslian

penelitian ini dapat dijaga keasliannya.

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian :

a. Untuk menganalisis dan membahas mengenai politik hukum

pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

b. Untuk menganalisis dan membahas mengenai tanggung jawab

negara dalam memberikan perlindungan terhadap kesehatan

masyarakat.

2. Kegunaan Penelitian :

a. Segi teoritis

Penelitian ini diharapkan untuk dapat memberikan masukan

secara umum untuk pengembangan Ilmu Hukum dan secara

khusus dalam bidang Hukum Kesehatan yang berkaitan dengan

kebijakan pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019

(Covid-19).

b. Segi Praktis
12

Penelitian ini diharapkan untuk dapat menjadi bahan pemikiran

bagi pembuat peraturan perundang-undangan terkait pembuatan

kebijakan dalam masa pandemi Corona Virus Disease 2019

(Covid-19).

E. Tinjauan Pustaka
1. Kerangka Teori

a. Teori Kepastian Hukum

Gustaf Radbruch mengemukakan ada tiga ide dasar

hukum atau tiga tujuan hukum adalah keadilan, kemanfaatan dan

kepastian hukum. Kepastian hukum dapat berfungsi sebagai

peraturan yang harus ditaati. Kepastian hukum yang

menghendaki bahwa hukum dapat berfungsi sebagai peraturan

yang harus ditaati tentunya tidak hanya terhadap bagaimana

peraturan tersebut dilaksanakan, akan tetapi bagaimana norma-

norma atau materi muatan dalam peraturan tersebut memuat

prinsip-prinsip dasar hukum8.

Teori Kepastian Hukum mengandung 2 (dua) pengertian9,

yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat

8
R. Tony Prayogo. 2016. Penerapan Asas Kepastian Hukum Dalam Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil dan Dalam PeraturanMahkamah Konstitusi
Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Pengujian Undang-Undang. Artikel
dalam “Jurnal Legislasi Indonesia”. Vol. 13. No. 2. Juni, hlm. 192.

9
Peter Mahmud Marzuki. 2013. Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi. Jakarta : Kencana,
hlm. 137.
13

individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh

dilakukan; dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari

kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum

yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang

boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.

b. Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State)

Menurut Black’s Law Dictionary10, “Welfare State is a

nation in which the government undertakes various social

insurance programs, such as unemployment compensation, old-

age pensions. Family allowances, food stamps, and aid to the

blind or deaf” (Negara Kesejahteraan adalah negara yang

pemerintahannya menjalankan berbagai program jaminan sosial,

seperti jaminan penganguran, pension, bantuan biaya hidup

keluarga, voucher makanan, dan pengobatan terhadap penderita

buta dan tuli).

Menurut Prof. Mr. R. Kranenburg, teori Welfare State

bukan sekedar memelihara ketertiban hukum, melainkan juga

aktif mengupayakan kesejahteraan warganya. Kesejahteraan

meliputi berbagai bidang yang luas cakupannya untuk

10
Henry Campbell Black. Ed Bryan A.Garner. 2009. Black’s Law Dictionary 9th Edition.
United States of America, hlm. 1326.
14

mewujudkan tujuan negara yang dilandaskan oleh keadilan

secara merata11.

Negara Hukum Kesejahteraan menurut Bagir Manan

menempatkan negara atau pemerintah tidak saja sebagai penjaga

keamanan atau ketertiban masyarakat, tetapi memiliki tanggung

jawab untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan kesejahteraan

umum bagi rakyatnya12.

Negara Kesejahteraan adalah gambaran sebuah negara

demokratis yang secara konstitusional tidak hanya menjamin

hak-hak dasar dan kebebasan individual serta kebebasan ekonomi

sebuah negara hukum, tetapi juga mengambil langkah hukum,

finansial dan material untuk menyeleraskan perbedaan sosial dan

dalam batas tertentu ketegangan dalam masyarakat13.

c. Teori Tanggung Jawab Hukum

Menurut Hans Kelsen14, tanggung jawab berkaitan

dengan kewajiban. Kewajiban tersebut muncul karena adanya

aturan hukum yang mengatur dan memberikan kewajiban kepada

11
Winda Roselina Effendi. 2017. Konsep Welfare State di Indonesia. Artikel dalam “Jurnal
Trias Politika”. Vol. 1. No.1. April, hlm. 173.

12
Elviandri, Khuzdaifah Dimyati dan Absori. 2019. Quo Vadis Negara Kesejahteraan:
Meneguhkan Ideologi Welfare State Negara Hukum Kesejahteraan Indonesia. Artikel dalam “Jurnal
Mimbar Hukum”. Vol. 31. No. 2. Juni, hlm. 259.

13
Alexander Petring dkk. Ed Ivan A. Hadar. 2018. Buku Bacaan Sosial Demokrasi 3
Negara Kesejahteraan dan Sosial Demokrasi. Jakarta : Riedrich-Ebert-Stiftung Indonesia, hlm. 10.

14
Vina Akfa Dyani. 2017. Pertangggungjawaban Hukum dan Perlindungan Hukum bagi
Notaris dalam Membuat Party Acte. Artikel dalam “Lex Renaissance”. Vol. 2. No. 1. Januari, hlm.
166.
15

subyek hukum. Subyek hukum yang dibebani kewjaiban harus

melaksanakan kewajiban tersebut sebagai perintah aturan hukum.

Akibat tidak dilaksanakannya kewajiban maka akan

menimbulkan sanksi. Sanksi ini merupakan tindakan paksa dari

aturan hukum supaya kewajiban dapat dilaksanakan dengan baik

oleh subyek hukum. Menurut Hans, subyek hukum yang

dikenakan sanksi tersebut dikatakan “bertanggung jawab” atau

secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran.

d. Teori Perlindungan Hukum

Istilah perlindungan hukum dalam Bahasa Inggris dikenal

dengan legal protection, sedangkan dalam Bahasa Belanda

dikenal dengan Rechtsbescherming. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan perlindungan dapat

diartikan: (1) tempat berlindung; (2) hal (perbuatan dan

sebagainya) memperlindungi15.

Teori yang digunakan dalam makalah ini adalah Teori

Perlindungan Hukum yang dikemukakan oleh FitzGerald yang

menjelaskan “That the law aims to integrate and coordinate

various interests in society by limiting the variety of interests such

as in a traffic interest on other”16 (Bahwa hukum bertujuan untuk

15
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Pusat Bahasa). 2021. Diakses melalui
https://kbbi.web.id/perlindungan. Diakses pada 12/12/2022.

16
Fitzgerald, J P. Salmond On Jurisprudence 12th Edition. 1966. Sweet & Maxwell :
London, hlm. 53.
16

mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan

dalam masyarakat dalam suatu lalu lintas kepentingan dengan

cara membatasi berbagai kepentingan dilain pihak).

2. Kerangka Konseptual

a. Politik Hukum

Politik hukum menurut Mahfud MD dimaknai sebagai

legal policy atau garis kebijakan resmi dan sah tentang hukum

yang akan diberlakukan dengan baik dengan pembuatan hukum

lama dalam rangka mencapai tujuan negara17. Studi politik

hukum mencakup sekurang-kurangnya 3 hal18: pertama,

kebijakan negara (garis resmi) tentanghukum yang akan

diberlakukan atau tidak diberlakukan dalam rangka pencapaian

tujuan negara; kedua, latar belakang politik, ekonomi, sosial,

budaya atas lahirnya produk hukum; ketiga, penegakan hukum

didalam kenyataan lapangan.

Satjipto Rahardjo mendefinisikan politik hukum sebagai

aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai

suatu tujuan nasional dan hukum tertentu dalam masyarakat19.

17
Mahfud MD. 2012. Pengantar Buku Pataniara Siahaan Politik Hukum Pembentukan
UU Pasca Amandemen UUD 1945. Jakarta : Kompress, hlm. XIV.

18
Mahfud MD. 2012. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta : Rajagrafindo Persada, hlm. 3-
4.

19
Satjipto Rahardjo. 1991. Ilmu Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti, hlm. 352.
17

Politik hukum adalah bagian dari ilmu hukum yang

mengkaji perubahan hukum yang telah ditetapkan atau hukum

yang berlaku (ius constitutum) menjadi hukum yang seharusnya

berlaku atau hukum yang dicita-citakan (ius constituendum)20.

Politik hukum nasional dibentuk untuk mewujudkan

tujuan cita-cita ideal Negara Republik Indonesia. Tujuan itu

meliputi 2 hal, yaitu21:

1) Sebagai suatu alat (tool) atau sarana dan langkah

yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk

menciptakan suatu sistem hukum nasional yang

dikehendaki;

2) Dengan sistem hukum nasional akan diwujudkan

cita-cita bangsa Indonesia yang lebih besar.

Dari beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan

bahwa politik hukum merupakan arahan atau dasar dan cara untuk

membuat dan melaksanakan hukum untuk mencapai tujuan

negara. Dalam konteks politik hukum, hukum adalah “alat” yang

20
Arman Anwar. 2013. Politik Hukum Daerah Tentang Kebijakan Pembangunan Bidang
Kesehatan di Kepulauan Maluku. Diakses melalui https://fhukum.unpatti.ac.id/politik-hukum-
daerah-tentang-kebijakan-pembangunan-bidang-kesehatan-di-kepulauan-maluku/. Diakses pada
30/11/2021.

21
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari. 2013. Dasar-Dasar Politik Hukum. Jakarta :
Rajagrafindo Persada, hlm. 59.
18

bekerja dalam sistem hukum tertentu untuk mencapai tujuan

negara atau cita-cita masyarakat Indonesia22.

Tujuan negara Indonesia tertuang dalam Alinea keempat

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang meliputi:

1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah

darah Indonesia

2) Memajukan kesejahteraan umum

3) Mencerdaskan kehidupan bangsa

4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial.

Politik Hukum Kesehatan pada masa pandemi Covid-19

didalam penelitian ini diartikan sebagai kebijakan hukum tentang

kesehatan yang mencakup kebijakan negara mengenai kebijakan

negara tentang kesehatan pada masa 1 tahun awal pandemi

Covid-19 untuk tetap terlaksananya hak atas kesehatan yang adil

bagi seluruh masyarakat Indonesia.

b. Hukum Kesehatan

Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang

berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan

22
Mahfud MD. 2010. Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi. Jakarta :
Rajawali Pers, hlm. 17.
19

kesehatan dan penerapannya. Hal ini berarti hukum kesehatan

adalah aturan tertulis mengenai hubungan antara pihak pemberi

pelayanan kesehatan dengan masyarakat atau anggota

masyarakat. Dengan sendirinya hukum kesehatan itu mengatur

hak dan kewajiban masing-masing penyelenggara pelayanan dan

penerima pelayanan atau masyarakat23.

Hukum kesehatan adalah serangkaian ketentuan hukum

baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkaitan secara langsung

maupun tidak langsung dengan kesehatan hubungan antara pasien

atau masyarakat dengan tenaga kesehatan dalam upaya

pelaksanaan kesehatan24.

Menurut Prof. H. J. J Leenen, hukum kesehatan adalah

semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada

pemberian pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum

perdata, hukum administrasi dan hukum pidana. Kondisi ini tidak

hanya mencakup pedoman internasional, hukum kebiasaan,

hukum yurisprudensi, namun ilmu pengetahuan dan kepustakaan

dapat juga merupakan sumber hukum25.

23
Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (Tim Penyusunan Kopendium Hukum
Kesehatan). 2011. Laporan Akhir, hlm. 17.

24
Zaeni Asyhadie. 2017. Aspek-Aspek Hukum Kesehatan di Indonesia. Jakarta :
Rajagrafindo Persada, hlm. 5.

25
Muhammad Sadi Is. 2017. Etika Hukum Kesehatan Teori dan Aplikasinya di Indonesia.
Jakarta : Kencana, hlm. 2
20

Hukum kesehatan oleh William J. Curan yang dikutip

dalam tulisan Tom Christoffel26, “Health law is a speciality area

of law and the law practice related to the medical and other

health field such as dentistry, nursing, hospital administration

and environmental law” (Hukum kesehatan adalah area

spesialisasi dalam hukum dan praktik hukum yang berhubungan

dengan kedokteran dan rumpun kesehatan lain seperti kedokteran

gigi, keperawatan, administarsi rumah sakit dan hukum

lingkungan). “Health law be used to identify the wide range of

legal aspects of medicine, nursing, dentistry, and the other health

service fields including public health and the environment”

(Hukum kesehatan digunakan untuk mengidentifikasi ruang

lingkup aspek hukum dalam bidang kedokteran, keperawatan dan

kedokteran gigi dan rumpun pelayanan kesehatan lainnya seperti

kesehatan masyarakat dan lingkungan).

Menurut Prof. Van der Mijn27, “Health law can be defined

as the body of rules that relate directly to the care for health as

well as to the application of general civil, criminal and

administrative law. Medical law, the study of the judicial

relations to which the doctor is a party, is a part of health law”.

26
Machli Riyadi. 2017. Hukum Kesehatan Kontemporer Aegroti Salus Lex Suprema.
Academia, hlm.3.

27
J. Guwandi. 2005. Hukum Medik (Medical Law). Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, hlm. 13.
21

(Hukum kesehatan dapat didefiniskan sebagai kumpulan

peraturan yang mengatur secara langsung mengenai penanganan

kesehatan dan juga penerapannya dalam hukum perdata, pidana

dan administrasi. Hukum medis mempelajari hubungan yuridis

yang mana dokter menjadi salah satu pihak, merupakan bagian

dari hukum kesehatan).

Menurut Black’s Law Dictionary28, “Health law is a

statute, ordinance or code that prescribes sanitary standards and

regulations for the purpose of promoting and preserving the

community's health” (Hukum kesehatan adalah undang-undang,

peraturan atau kitab yang mengatur kebijakan dan standar

kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara

kesehatan masyarakat).

Hukum kesehatan adalah “serangkaian ketentuan hukum,

baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkaitan secara

langsung dengan kesehatan, hubungan antara pasien atau

masyarakat dengan tenaga kesehatan dalam upaya pelaksanaan

kesehatan”29.

Aturan hukum kesehatan didalam peraturan perundang-

undangan yang berbentuk Undang-Undang terdapat pada:

28
Henry Campbell Black. Ed Bryan A.Garner. Op. Cit, hlm. 597.

29
Zaeni Asyhadie. Loc.Cit,
22

1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran;

2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Kesehatan Nasional;

3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan;

4) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit;

5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang

Kesehatan Jiwa;

6) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang

Tenaga Kesehatan;

7) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang

Keperawatan;

8) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang

Kekarantinaan Kesehatan;

9) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang

Kebidanan

c. Pandemi
23

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang

dimaksud dengan pandemi adalah wabah yang berjangkit

serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas30.

The World Health Organization (WHO) is responsible for

declaring when a global influenza pandemic is occurring. The

WHO does this by monitoring outbreaks of a disease and taking

advice from international health experts31 (Organisasi Kesehatan

Dunia/WHO bertanggung jawab untuk mendeklarasikan saat

global pandemi terjadi. WHO melakukan hal tersebut dengan

memonitor penyebaran penyakit dengan mempertimbangkan

saran dari ahli kesehatan internasional).

d. Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) merupakan

penyakit yang disebabkan oleh infeksi Coronavirus baru yang

dilaporkan sebagai pneumonia (peradangan di paru-paru yang

disebabkan oleh pathogen seperti virus/bakteri/jamur) misterius

di Wuhan, China 31 Desember 201932 dan setelah itu penyakit ini

mulai menyebar secara merata ke seluruh negara di dunia tak

30
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Pusat Bahasa). 2021. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Diakses melalui https://kbbi.web.id/pandemi. Diakses pada 26/01/2022.

31
Health Direct. 2020. What is a Pandemic?. Diakses melalui
https://www.healthdirect.gov.au/what-is-a-pandemic. Diakses pada 26/01/2022.

32
Erlina Burhan. Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Satgas Waspada dan Siaga
COVID-19 PB IDI.
24

terkecuali Indonesia. On 11 March 2020, Deeply concerned both

by the alarming levels of spread and severity, and by the alarming

levels of inaction, WHO made the assessment that Covid-19 can

be characterized as a pandemic33 (Pada 11 Maret 2020, dengan

pertimbangan mendalam dari mengkhawatirkannya level

penyebaran dan kelambanan penanganan, WHO mengumumkan

bahwa Covid-19 dapat dikategorikan sebagai pandemi).

Kasus pertama Covid-19 di Indonesia yang diderita 2

warga dari depok dikonfirmasi oleh Presiden Joko Widodo pada

tanggal 2 Maret 202034. Setelah itu pada 31 Maret 2020, Presiden

menetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang

Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19) dan ditindak lanjuti dengan penetapan

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan

Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Penanganan Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19).

Most people infected with the virus will experience mild

to moderate respiratory illness and recover without requiring

special treatment. However, some will become seriously ill and

33
World Health Organization. 2020. Archived: WHO Timeline – Covid-19. Diakses melalui
https://www.who.int/news/item/27-04-2020-who-timeline---covid-19. Diakses pada 26/01/2022.

34
CNN Indonesia. 2021. Jejak Pandemi Covid-19, dari Pasar hingga mengepung Dunia.
Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210804100935-113-676183/jejak-
pandemi-covid-19-dari-pasar-hingga-mengepung-dunia. Diakses pada 26/01/2022.
25

require medical attention. Older people and those with

underlying medical conditions like cardiovascular disease,

diabetes, chronic respiratory disease, or cancer are more likely

to develop serious illness. Anyone can get sick with Covid-19 and

become seriously ill or die at any age35(Kebanyakan orang yang

terinfeksi virus ini akan mengalami gangguan pernapasan ringan

dan sedang dan akan sembuh tanpa perlu penangan khusus.

Namun, beberapa akan mengalami sakit serius yang memerlukan

penangnan khusus biasanya yang mengalami adalah lansia dan

orang yang memiliki riwayat penyakit jantung, diabetes, penyakit

pernapasan kronis atau kanker. Siapapun bisa mengalami sakit

dikarenakan Covid-19 bahkan bisa menyebabkan kematian).

e. Hak Atas Kesehatan

Dalam Konvensi Internasional, ketentuan mengenai hak

atas kesehatan ditetapkan sebagai salah satu hak dasar yang

dimiliki oleh setiap individu. Ketentuan mengenai hak atas

kesehatan merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu

diantaranya tercantum dalam pembukaan World Health

Organization (WHO) Constitution36 yang menyatakan bahwa

35
World Health Organization. Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Diakses melalui
https://www.who.int/health-topics/coronavirus#tab=tab_1. Diakses pada 26/01/2022.

36
Virginia A. Leary. The Right To Health In International Human Rights Law. Artikel
dalam “JSTOR Health and Human Rights The President and Fellows of Harvard College”. Vol. 1.
No. 1, hlm. 32.
26

“The enjoyment of the highest attainable standard of health is one

of the fundamental rights of every human being without

distinction of race, religion, political belief, economic or social

conditions” (Standar kesehatan yang tinggi adalah salah satu hak

dasar yang dimiliki manusia tanpa membedakan ras, agama,

kepercayaan politik, ekonomi atau keadaan sosial).

Kewajiban negara dalam memberikan perlindungan

terhadap hak atas kesehatan yang dimiliki oleh seluruh warga

negara sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh WHO yaitu

negara dalam hal ini pemerintah mempunyai tanggung jawab

terhadap kesehatan dari warga negaranya. Menurut WHO37

“Government has a responsibility for the health of their people

which can be fulfilled only by the provision of adequate health

and social measures” (Negara memilik tanggung jawab terhadap

kesehatan warga negaranya yang dapat dipenuhi dengan

penyediaan langkah-langkah kesehatan dan sosial yang

memadai).

Pemerintah Indonesia, meratifikasi hampir semua

Kovenan Internasional yang berkaitan dengan kesehatan38.

37
Rico Mardiansyah. Dinamika Politik Hukum Dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan di
Indonesia. Artikel dalam “VeJ”. Vol. 4. No.1, hlm. 228-229.

38
Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat. 2019. Buku Saku Hak Atas Kesehatan, hlm. 10.
27

Peraturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang hak atas

kesehatan tertuang dalam:

1) Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin,

bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan

hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh

layanan kesehatan”.

2) Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

“Negara bertanggung jawab atas penyediaan

fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak”.

3) Pasal 42 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia

“Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik

dan atau cacat mental berhak memperoleh

perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan

khusus atas biaya negara, untuk menjamin

kehidupan yang layak sesuai dengan martabat

kemanusiaannya, miningkatkan rasa percaya diri,

dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.


28

4) Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan

“Setiap orang berhak atas kesehatan” & “Setiap

orang mempunyai hak yang sama dalam

memperoleh akses atas sumber daya di bidang

kesehatan, serta memperoleh pelayanan kesehatan

yang aman, bermutu, dan terjangkau dan juga setiap

orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab

menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang

diperlukan bagi dirinya”.

Hak atas kesehatan bukanlah berarti hak agar setiap orang

untuk menjadi sehat atau pemerintah harus menyediakan sarana

pelayanan kesehatan yang mahal di luar kesanggupan

pemerintah. Tetapi lebih menuntut agar pemerintah dan pejabat

publik dapat membuat berbagai kebijakan dan rencana kerja yang

mengarah kepada tersedia dan terjangkaunya saran pelayanan

kesehatan untuk semua dalam kemungkinan waktu yang

secepatnya39.

Hak atas kesehatan dikenal dengan empat prinsip (Prinsip

Right to Health), yaitu40:

Dedi Afandi. 2008. Hak Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM. Artikel dalam “Jurnal
39

Ilmu Kedokteran”. Jilid 2. No. 1. Maret, hlm. 3.

40
Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, Op. Cit, hlm. 9-11.
29

1) Ketersediaan (Availability):

Prinsip ini mengatur bahwa layanan kesehatan harus

tersedia dalam jumlah yang cukup, baik dalam hal

ketersediaan sumber daya manusia, obat-obatan dan

maupun sarana dan pra sarana lainnya.

2) Keterjangkauan (Accessibility):

Ada empat turunan prinsip keterjangkauan, yaitu:

non diskriminasi, keterjangkauan secara fisik,

keterjangkauan ekonomi, keterjangkauan informasi.

3) Keberterimaan (Acceptability):

Layanan kesehatan yang diberikan harus sesuai

dengan etika kedokeran dan bisa diterima secara

budaya, termasuk di dalamnya menghormati

kerahasiaan status kesehatan dan peningkatan status

kesehatan bagi mereka yg memerlukan. Pentingnya

prinsip keberterimaan ini juga berkaitan erat dengan

kelompok masyarakat adat.

4) Kualitas (Quality):

Masyarakat harus mendapatkan layanan kesehatan

dengan kualitas yang terbaik, meliputi obat-obatan,

layanan kesehatan (peralatan) dan juga tenaga

kesehatan yang kompeten.


30

Negara memiliki kewajiban utama terkait HAM yaitu

kewajiban untuk menghormati (to respect), kewajiban untuk

memenuhi (to fulfill), dan kewajiban untuk melindungi (to

protect). Bentuk kewajiban negara untuk memenuhi hak atas

kesehatan diinternalisasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah

dengan prinsip menghormati hak atas kesehatan, melindungi hak

atas kesehatan, dan memenuhi hak atas kesehatan41.

Kewajiban negara untuk menghormati, melindungi, dan

memenuhi berkenaan dengan hak atas kesehatan diusulkan

sebagai berikut42:

1) Kewajiban untuk menghormati:

a) Kewajiban untuk menghormati akses setara

ke pelayanan kesehatan yang tersedia dan

tidak menghalangi individu atau kelompok

dari akses mereka ke pelayanan yang tersedia.

b) Kewajiban untuk tidak melakukan tindakan

yang mengganggu kesehatan, seperti kegiatan

yang menimbulkan polusi lingkungan.

2) Kewajiban untuk melindungi:

41
Fheriyal Sri Isriawaty. 2015. Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas
Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Artikel dalam “Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion”. Edisi 2. Vol. 3, hlm. 5.

42
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). JKN, Hak Atas
Kesehatan dan Kewajiban Negara, hlm. 1.
31

a) Kewajiban untuk melakukan langkah-langkah

di bidang perundang-undangan dan langkah-

langkah lain untuk menjamin bahwa warga

memiliki akses (setara) ke pelayanan

kesehatan jika disediakan oleh pihak ketiga.

b) Kewajiban untuk melakukan langkah-langkah

di bidang perundang-undangan dan langkah-

langkah lain untuk melindungi manusia dari

pelanggaran di bidang kesehatan oleh pihak

ketiga.

3) Kewajiban untuk memenuhi:

a) Kewajiban untuk mengadopsi kebijakan

kesehatan nasional dan untuk menyediakan

bagian secukupnya dari dana kesehatan yang

tersedia.

b) Kewajiban untuk menyediakan layanan

kesehatan yang diperlukan atau menciptakan

kondisi di bawah mana warga memiliki akses

memadai dan mencukupi ke pelayanan

kesehatan, termasuk pelayanan perawatan

kesehatan serta air bersih layak minum dan

sanitasi memadai.
32

f. Salus Populi Suprema Lex Esto (Keselamatan Rakyat

merupakan Hukum Tertinggi)

Adagium latin “Salus Populi Suprema Lex Esto” pertama

kali dipopulerkan oleh filsuf Romawi kuno Marcus Tullius

Cicero dalam bukunya “De Legibus” kemudian oleh Thomas

Hobbes dalam karya “Leviathan” dan Baruch Spinoza dalam

karyanya “Theological-Political Treatise” dan John Locke dalam

bukunya “Second Treatise on Government”43. “Salus Populi

Suprema Lex Esto” is Latin for “good” or “welfare” of the

people is the supreme law44 (Salus Populi Suprema Lex Esto

adalah bahasa Latin yang berarti kebaikan atau keselamatan

rakyat merupakan hukum tertinggi).

Welfare can be of any type like welfare in form of medical

facilities provided to the people of the state. Or security of their

lives, providing food or some special welfare as required by the

particular time period for which that law is made45 (Keselamatan

bisa dalam bentuk keselamatan dalam pelayanan kesehatan dari

rakyat dalam suatu negara atau perlindungan kehidupan,

43
Pan Mohamad Faiz. 2020. Memaknai Salus Populi Suprema Lex. Artikel dalam “Ruang
Konstitusi Majalah Konstitusi”. No. 159. Mei, hlm 68.
44
Phoebe E. Arde-Acquah. 2015. Salus Populi Suprema Lex Esto : Balancing Civil
Liberties and Public Health Interventions in Modern Vaccination Policy. Artikel dalam
“Washington Univesity Jurisprudence Review”. Vol. 7. No. 2, hlm. 337.

45
Saad Ahmed. Salus Populi Suprema Lex Esto. Diakses melalui
https://id.scribd.com/document/441670567/SALUS-POPULI-SUPREMA-LEX-ESTO. Diakses
pada 26/01/2022.
33

penyediaan makanan atau keselamtan khusus yang dibutuhkan

dalam keadaan waktu tertentu yang disesuaikan dengan hukum

yang dibuat).

Penerapan asas salus populi suprema lex esto perlu

diterapkan agar kepentingan masyarakat lebih diutamakan46.

Frasa keselamatan rakyat tersebut dapat ditafsirkan dengan dua

metode yaitu metode segmentatif dan metode integratif. Konsep

keselamatan rakyat dapat terdiri dari segmen-segmen yang

bersifat multidisipliner, salah satu segmen yang dimaksudkan

adalah segmen kesehatan47. Asas “Keselamatan Rakyat

merupakan Hukum Tertinggi” dalam segmen kesehatan tentu saja

bersinggungan dengan Hak Atas Kesehatan.

g. Hukum Tata Negara Darurat

Herman Sihombing48 mendefinisikan hukum tata negara

darurat sebagai rangkaian pranata dan wewenang negara secara

luar biasa dan istimewa, untuk dalam jangka waktu yang

sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan darurat atau bahaya

46
Dina Federica Shodikin dan Fidya Panorama Damayanti. 2017. Penerapan Asas Salus
Populi Suprema Lex untuk Mengurangi Pelanggaran Hak Atas Kasus Pembangunan Infrastruktur.
Artikel dalam “Prosiding Simposium II-UNIID”. September, hlm. 4.

47
Kristianus Jimy Pratama. 2020. Telaah Kritis Mengenai Interpretasi Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat Sebagai Keadaan Memaksa Berdasarkan Prespektif Hukum Kontrak.
Artikel dalam “Majalah Hukum Nasional”. Vol. 50. No. 2, hlm. 282.
48
Muhammad Yasin. 2019. Staatsnoodrecht dalam Pandangan Tiga Tokoh Hukum.
Diakses melalui https://www.hukumonline.com/berita/a/istaatsnoodrecht-i-dalam-pandangan-tiga-
tokoh-hukum-lt5cbe8b5369ofd?page=2. Diakses pada 26/01/2022.
34

yang mengancam, ke dalam kehidupan biasa menurut perundang-

undangan dan hukum yang umum dan biasa.

Jimly Asshidiqie49 mendefinisikan Hukum Tata Negara

Darurat adalah keadaan bahaya yang tiba-tiba mengancam

ketertiban umum, yang menuntut negara untuk bertindak dengan

cara-cara yang tidak lazim menurut aturan hukum yang biasa

berlaku dalam keadaan normal.

Hukum Tata Negara Darurat (staatsnoodrecht) dibagi

menjadi 2 macam yaitu Hukum Tata Negara Darurat Subjektif

dan Hukum Tata Negara Darurat Objektif50. Hukum Tata Negara

Darurat Subjektif merupakan hak negara untuk bertindak dalam

keadaan bahaya atau darurat bisa dengan cara menyimpang dari

ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahkan apabila

diperlukan dapat menyimpang dari Undang-Undang Dasar.

Hukum Tata Negara Darurat Objektif merupakan hukum tata

negara yang berlaku atau baru berlaku dalam masa negara berada

dalam keadaan darurat, keadaan bahaya, atau dalam keadaan

genting.

49
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Hukum Tata
Negara Darurat – Qurrata Ayuni, S.H., MCDR. Diakses melalui https://youtu.be/jP7bJP58j84.
Diakses pada 26/01/2022.
50
Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Medan Area. 2021. Hukum Tata Negara
Darurat. Diakses melalui https://mh.uma.ac.id/2021/11/hukum-tata-negara-darurat/. Diakses pada
26/01/2022.
35

Landasan hukum penetapan hukum tata negara darurat

diatur dalam Pasal 12 dan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 12

menyebutkan bahwa “Presiden menyatakan keadaan bahaya.

Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan

undang-undang” dan Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa

“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak

menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-

Undang”.

Selain Pasal tersebut landasan hukum tata negara darurat

terdapat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(Perrpu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan Undang-

Undang Nomor 74 Tahun 1957 dan Penetapan Keadaan Bahaya

yang didalamnya memuat ketentuan dalam Pasal 1 mengenai

kategori dari keadaan bahaya yaitu darurat sipil, darurat militer

dan darurat perang. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2007 tentang Penanggulangan Bencana terdapat ketentuan dalam

Pasal 1 Angka 19, keadaan bahaya mengenai keadaan darurat

bencana.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang

Penanganan Konflik Sosial yang memuat ketentuan dalam Pasal

1 Angka 7 yaitu keadaan bahaya mengenai keadaan konflik

sosial. Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang


36

Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan yang

memuat ketentuan dalam Pasal 1 Angka 3 yaitu keadaan bahaya

mengenai krisis sistem keuangan. Dalam Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan memuat

ketentuan dalam Pasal 1 Angka 2 yaitu keadaan bahaya mengenai

kedaruratan kesehatan.

Dalam perspektif hukum tata negara darurat setiap

pendeklarasian keadaan darurat menimbulkan konsekuensi

pembolehan bagi pemerinntah untuk melakukan pengabaian

terhadap berlakunya beberapa prinsip dasar seperti

penyimpangan hukum dan penangguhan Hak Asasi Manusia51.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan jenis

penelitian hukum normatif. Peter Mahmud Marzuki berpendapat bahwa

istilah legal research atau bahasa Belanda rechtsonderzoek selalu

normatif.52 Penelitian hukum (legal research) adalah menemukan

kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum

dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan

prinsip hukum, serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan

51
Jimly Asshiddiqie. 2007. Hukum Tata Negara Darurat. Jakarta : Raja Grafindo Persada,
hlm. 58.

52
Peter Mahmud Marzuki. 2017. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta : Prenada Media
Group, hlm. 55.
37

norma hukum (bukan hanya sesuai aturan hukum) atau prinsip

hukum.53

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum preskriptif.

Peter Mahmud Marzuki merumuskan bahwa ilmu hukum bersifat

preskriptif54. Yaitu memberikan preskripsi mengenai apa yang

seyogyianya, bukan membuktikan kebenaran hipotesis. Perskripsi itu

harus timbul dari hasil telaah yang dilakukan55.

3. Tipe penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian terhadap sistematika hukum yang dilakukan pada peraturan

perundang-undangan tertentu atau hukum tertulis. Dengan tujuan untuk

mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok/dasar

dalam hukum yaitu: masyarakat hukum; subyek hukum; hak dan

kewajiban; peristiwa hukum; hubungan hukum; dan obyek hukum56.

4. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan guna mencari pemecahan masalah

atas permasalahan hukum yang timbul adalah dengan menggunakan

pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan

53
Ibid, hlm. 47.

54
Ibid, hlm. 41.

55
Ibid, hlm. 69.

56
Bambang Sunggono. 2016. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Rajawali Pers, hlm.
93.
38

konseptual (conceptual approach) dan pendekatan historis (historical

approach).

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan

dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang

bersangkut paut dengan permasalah hukum yang diteliti57, sedangkan

pendekatan konseptual (conceptual approach) dilakukan dengan cara

mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu

hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-

pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang

relevan dengan isu yang dibahas58 dan pendekatan historis (historical

approach) dilakukan dengan cara pelacakan sejarah hukum dari waktu

ke waktu, untuk memahami filosofi dari aturan hukum59.

5. Sumber Bahan Hukum

Jenis bahan yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yang dianalisis dalam penelitian ini adalah:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah

Penyakit Menular;

57
Peter Mahmud Marzuki. Op.cit, hlm. 133.

58
Ibid, hlm. 136.

59
Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta : Prenada Media Group , hlm.
126.
39

3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia;

4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang

Kekarantinaan Kesehatan;

6) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)

No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan

Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam

Rangka Menghadapi Ancaman Membahayakan

Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem

Keuangan;

7) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang

Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka

Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019

(Covid-19).

8) Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang

Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Keputusan Presiden

Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana

Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19) Sebagai Bencana Nasional.


40

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang

digunakan sebagai penunjang untuk memperkuat bahan hukum

primer. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum

termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal

hukum, kamus-kamus hukum, dan komentar-komentar atas

putusan pengadilan.60

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder. Bahan hukum ini berupa Kamus Hukum

baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yang dapat

menjelaskan tentang istilah-istilah hukum yang berkaitan dengan

pokok permasalahan yang memberikan informasi secara relevan

dalam penelitian. Bahan hukum ini juga berupa Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) untuk menjelaskan beberapa istilah-

istilah dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan pokok permasalahan yang memberikan informasi secara

relevan dalam penelitian.

6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui penelitian

kepustakaan (library research) yakni, seluruh bahan hukum baik bahan

60
Peter Mahmud Marzuki. Op.cit, hlm. 195.
41

hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier

yang telah dikelompokan secara sistematis dan relevan dengan pokok

bahasan, kemudian menghubungkan semua bahan hukum tersebut,

sehingga didapat kesimpulan sebagai hasil penelitian.

7. Analisis Bahan Hukum

Penganalisaan yang ditempuh adalah dengan tahap awal penulis

mencoba untuk mengumpulkan segala bentuk bahan hukum yang

mempunyai hubungan dengan permasalahan yang dibahas. Kemudian

mengklasifikasian bahan hukum tersbeut berdasarkan jenisnya apakah

bahan hukum primer, sekunder atau tersier. Kemudian langkah

selanjutnya penulis mencoba menganalisa bahan-bahan hukum tersebut

yang tentu saja hanya pada bagian yang berkaitan dengan permasalahan

yang dibahas. Kemudian langkah terakhir setelah melakukan analisa

maka dimulailah suatu pembahasan terhadap masalah-masalah yang

diangkat yang didasarkan atas analisis dan kajian terhadap bahan-bahan

hukum yang telah diperoleh tersebut.

G. Pertanggung Jawaban Sistematika Penulisan


Bab I adalah bab Pendahuluan, yang berisi uraian tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan dan

kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian serta

pertanggungjawaban sistematika penulisan.


42

Bab II adalah bab Analisis, yang berisi uraian tentang isu hukum

pertama yang terkait dengan pemenuhan hak atas kesehatan dalam politik

hukum kesehatan pada masa pandemi Covid-19.

Bab III adalah bab Analisis, yang berisi uraian tentang isu hukum

kedua yang terkait dengan tanggung jawab negara dalam memberikan

perlindungan terhadap kesehatan masyarakat.

Bab IV adalah bab Penutup, yang berisi uraian tentang kesimpulan

dan saran dari penelitian yang dilakukan oleh penulis.


BAB II
POLITIK HUKUM KESEHATAN PADA PANDEMI CORONA VIRUS

DISEASE 2019 (COVID-19)

A. Politik Hukum Kesehatan di Indonesia


Indonesia adalah negara hukum yang sesuai dengan ketentuan dalam

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Indonesia tidak hanya berdasarkan kekuasaan. Konsep negara hu kum

ini menyebabkan berbagai ketentuan didalam masyarakat didasarkan kepada

hukum. Kesehatan merupakan aspek penting dalam pembangunan suatu

dalam pembangunan negara, termasuk negara Indonesia, apabila aspek

kesehatan terganggu maka akan mempengaruhi proses pembangunan suatu

negara. Kesehatan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang

merupakan hak bagi setiap orang didalam masyarakat yang dilindungi oleh

Undang-Undang. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental,

spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomis.

Jaminan tentang hak atas kesehatan dalam ranah internasional

terdapat dalam Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR)

yang menyatakan bahwa “Everyone has the right to a standard of living

adequate for the health and well-being of himself and his family, including

food, clothing, housing and medical care and necessary social services and

the right to security in the event of unemployment, sickness, disability,

widowhood, old age or other lack of livelihood in circumstances beyond his

43
44

control” (Setiap orang berhak atas taraf/standar kehidupan yang memadai

untuk kesehatan dan kesejahteraan diri sendiri dan keluarga, termasuk hak

atas pangan, sandang, papan dan pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial

yang diperlukan, serta hak atas keamanaan saat menganggur, sakit,

disabilitasi/cacat. keadaan janda/duda, lanjut usia atau keadaan lain yang

mengakibatkan turun/merosotnya taraf hidup yang terjadi diluar kuasanya).

Selain itu Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial

dan Budaya yang ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-

Bangsa pada 16 Desember 1966 yang telah diratifikasi oleh Indonesia

melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan

International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan

Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) dalam Pasal

12 menyatakan bahwa:

1. The States Parties to the present Covennat recognize the right

of everyone to the enjoyment of the highest attainable standard

of physical and mental health. (Negara peserta Kovenan

mengakui hak seiap orang untuk menikmati standar tertinggi

yang dapat dicapai untuk kesehatan jasmani dan rohani)

2. The steps to be taken by the States Parties to the present

Covennat to achieve the full realization of this right shell

include those necessary for (Langkah-langkah yang diambil

Negara peserta Kovenan untuk mencapai pelaksanaan

sepenuhnya atas hak ini termasuk):


45

a. The provision for the reduction of the stillbirth-rate and of

infant mortality and for the healthy development of the

child (Ketentuan untuk penurunan angka kelahiran dan

kematian bayi serta perbaikan kesehatan anak)

b. The improvement of all aspects of environment and

industrial hygiene (Perbaikan seluruh aspek kesehatan

lingkungan dan industri)

c. The prevention, treatment and control of epidemic,

endemic, occupational and other diseases (Pencegahan,

perawatan dan pengawasan terhadap penyakit epidemic,

endemic, penyakit karena pekerjaan dan penyakit lainnya)

d. The creation of conditions which would assure to all

medical service and medical attention in the event of

sickness (Penciptaan kondisi yang akan menjamin semua

pelayanan kesehatan dan pemeriksaan seandainya

menderita sakit).

Dalam hukum Nasional, jaminan yuridis terhadap hak atas kesehatan

telah diberlakukan sejak diberlakukannya Konstitusi Republik Indonesia

Serikat (RIS) tahun 1949. Pasal 40 Konstitusi Republik Indonesia Serikat

yang menyatakan bahwa “Penguasa senantiasa berusaha dengan sungguh-

sungguh mewujudkan kebersihan umum dan kesejahteraan rakyat”. Setelah

berubah kembali menjadi bentuk negara kesatuan, dibentuklah konstitusi baru

yang dinamakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, yang mana


46

ketentuan Pasal 40 Republik Indonesia Serikat diadopsi kedalam Pasal 42

Undang-Undang Dasar Sementara yang mana bunyi dari Pasal tersebut tidak

ada perubahan.

Dalam perubahan kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 pada tahun 2000, kesehatan dimasukkan kedalam

bagian Hak Asasi Manusia. Pasal 28 H ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap

orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan”.

Amanat terhadap hak atas kesehatan dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat juga pada Alinea keempat

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

yang berbunyi “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu

pemerintahanan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah negara Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan

Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha

Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


47

permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan bunyi Alinea keempat pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa tujuan negara Indonesia adalah:

1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia

2) Memajukan kesejahteraan umum

3) Mencerdaskan kehidupan bangsa

4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sesuai dengan tujuan negara yang termuat dalam Alinea keempat

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam hal

ranah pembangunann kesehatan maka dalam setiap kegiatan dan upaya untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyaj rakat yang setinggi-tingginya yang

dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminasi, partisipasi perlindungan

dan berkelanjutan demi tercapainya kesejahteraan dan meratanya

pembangunan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan dan pemeliharaan

kesehatan masyarakat, Pemerintah telah mengeluarkan produk hukum yang

mengatur ketentuan mengenai kesehatan atau kebijakan public yang belaku

untuk bidang kesehatan, yang dimulai dengan adanya Undang-Undang yang


48

berlaku untuk ketentuan kesehatan secara umum dan berbagai Undang-

Undang lain yang mengatur ketentuan kesehatan khusus.

Health policy embraces courses of action that affect the set of

institutions, organizations, services, and funding arrangements of the health

care system. It goes beyond health services, however, it includes actions by

public, private, and voluntary organizations that have an impact on health62

(Kebijakan kesehatan mencakup segala tindakan yang mempengaruhi

institusi, organisasi, pelayanan dan renacana anggaran system pelayanan

kesehatan. Hal tersebut tidak hanya mencakup tentang tindakan pelaksanaan

pelayanan kesehatan tapi juga tindakan dari masyarakat, swasta dan

organisasi sukarelawan yang memiliki pengaruh terhadap kesehatan).

World Health Organization (WHO) menetapkan 8 elemen yang harus

tercakup dan menentukan kualitas dari suatu kebijakan kesehatan, yaitu63:

1) Pendekatan Holistik

Pendekatan dalam kebijakan kesehatan tidak dapat semata-

mata mengandalkan upaya kuratif, tetapi harus lebih

mempertimbangkan upaya prevetif, promotif, dan rehabilitatif.

2) Partisipatori

Partisipasi masyarakat akan meningkatkan efisiensi dan

efektivitas kebijakan.

62
Dumilah Ayuningtyas. 2014. Kebijakan Kesehatan : Prinsip dan Praktik. Jakarta :
RajaGrafindo Persada, hlm. 10.

63
Ibid, hlm. 12.
49

3) Kebijakan Publik yang Sehat

Setiap kebijakan harus diarahkan untuk mendukung

terciptanya pembangunan kesehatan yang kondusif dan

berorientasi kepada masyarakat.

4) Ekuitas

Terdapat distriusi yang merata dari layanan kesehatan.

Negara wajib menjamin pelayana kesehatan setiap warga negara

tanpa memandang status ekonomi maupun status sosialnya.

5) Efisiensi

Layanan kesehatan harus berorientasi proaktif dengan

mengoptimalkan biaya dan teknologi

6) Kualitas

Pemerintah harus menyediakan pelayanan kesehatan yang

ebrkualitas bagi seluruh warga negara. Pemerintah perlu

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan setara dengan

pelayanan kesehatan bertaraf internasional.

7) Pemberdayaan Masyarakat

Terutama pada daerah terpencil dan daerah perbatasan

untuk mengoptimalkan kapasitas sumber daya yang dimiliki.

Pemberdayaan ini dilakukan dengan mengoptimalkan social

capital.

8) Self-reliant
50

Kebijakan kesehatan yang diterapkan sebisa mungkin

dapat memenuhi keyakinan dan kepercayaan masyarakat akan

kapasitas kesehatan di wilayah sendiri. Pengembangan

teknologi dan riset bertujuan untuk membantu memberdayakan

masyarakat dan otoritas nasional dalam mencapai standar

kesehatan yang diterapkan di masing-masing negara.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, ketentuan peraturan perundang-

undangan mengenai Kesehatan dimulai dengan diundangkannya Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 1960 yang terdiri dari 7 Bab dan 17 Pasal yang

diundangkan pada 15 Oktober 1960. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960

dilengkapi dengan undang-undang lain dan berbagai peraturan pelaksananya,

yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1953, Undang-Undang Nomor 18

Tahun 1953, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1962, Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1963, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1963, Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 1964, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966,

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1966, Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1984, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 mengatur mengenai ketentuan

mengenai hak warga negara untuk memperoleh derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya, tugas pemerintah dalam pelaksanaan memelihara dan

mempertinggi derajat kesehatan rakyat, alat-alat perlengkapan pemeritah dan

pengawasan terhadap usaha swasta dibidag kesehatan.


51

Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 ketentuan mengenai

hak atas kesehatan terdapat dalam ketentuan Pasal 1 yang berbunyi bahwa

tiap-tiap warganegara berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya dan perlu diikut sertakan dalam usaha-usaha kesehatan Pemerintah.

Dalam undang-undang ini banyak memuat ketentuan mengenai tugas

pemerintah dalam melaksankaan dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

Setelah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 dianggap tidak sesuai

lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan kesehatan, maka dalam

rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat diundangkanlah Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1992. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 ini

mencabut dan menyatakn tidak berlaku lagi Undang-Undang Nomor 9 Tahun

1960 dan undang-undang turunannya.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 terdiri dari 12 Bab dan 90

Pasal yang diundangkan pada 17 September 1992. Undang-Undang Nomor

23 Tahun 1992 dilengkapi dengan undang-undang lain dan berbagai

peraturan pelaksananya, yaitu Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004,

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 32

Tahun 1996, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998, Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 2004, Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun

1995, Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2000, Keputusan Menteri

Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial No. 1446A/Menkes-

Kessos/SK/IX/2000, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


52

228/Menkes/SK/II/2022, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 900/Menkes/SK/III/2022, Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 1202/Menkes/SK/VII/2005, Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 125/Menkes/SK/II/2008, Peraturan Menteri

Kesehatan No. 269/Menkes/Per/III/2008.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 mengatur ketentuan

mengenai asas dan tuujuan pembangunan kesehatan, hak dan kewajiban bagi

masyarakat, tugas dan tanggung jawab pemerintah, pengaturan kategori

upaya kesehatan, sumber daya kesehatan, peran serta masyarakat, pembinaan

dan oengawasan dari Pemerintah, penyidikan dan ketentuan pidana.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 ketentuan mengenai

hak atas kesehatan terdapat dalam ketentuan Pasal 4 yang menyatakan bahwa

“Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh kesehatan yang

optimal” dan ketentuan Pasal 55 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap

orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan

tenaga kesehatan” dan dalam rangka pemenuhan hak tersebut muncullah

kewajiban yang termuat dalam ketentuan Pasal 5 yang menyatakan bahwa

“Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, dan lingkungannya.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 mulai dikenal adanya

upaya kesehatan dengan menggunakan pendekatan promotif, preventif,

kuratif, dan rehabilitatif. Selain itu dalam undang-undang ini juga ditentukan

ketentuan pelayanan kesehatan dalam berbagai aspek kesehatan yang


53

dijadikan dasar hukum untuk memberikan kepastian hukum bagi pasien dan

tenaga kesehatan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 dianggap tidak sesuai lagi

dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat,

sehingga perlu dicabut dan diganti dengan undang-undang tentang Kesehatan

yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 terdiri dari 22 Bab dan 205 Pasal yang diundangkan

pada tanggal 13 Oktober 2009. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

dilengkapi dengan undang-undang lain dan berbagai peraturan pelaksananya,

yaitu Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014, Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014, Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2018, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019,

Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor

47 Tahun 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36

Tahun 2012,

1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu

Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang

Kesehatan

2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat


54

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur

ketentuan mengenai asas dan tujuan pembangunan kesehatan, hak dan

kewajiban setiap orang, tanggung jawab pemeritah, sumber daya dibidang

kesehatan, kategori upaya kesehatan, kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, lanjut

usia dan penyandang cacat, gizi, kesehatan jiwa, penyakit menular dan

penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, pengelola

kesehatan, informasi kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta

masyarakat, badan pertimbangan kesehatan, pembinaan danpengawasan,

penyidikan dan ketentuan pidana.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

ketentuan mengenai hak atas kesehatan terdapat dalam ketentuan Bab III

bagian kesatu mengenai “Hak”, yang terdapat dalam beberapa Pasal, yaitu:

1) Pasal 4 : “Setiap orang berhak atas kesehatan”

2) Pasal 5 :

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam

memperoleh akses atas sumber daya dibidang kesehatan.

(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh

pelayana kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung

jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang

dieprlukan bagi dirinya.

3) Pasal 6 : “Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang

sehat bagi pencapaian derajat kesehatan”.


55

4) Pasal 7 : “Setiap orang berhak mendapatkan informasi dan

edukasi tentang kesehtaan yang seimbang dan bertanggung

jawab”.

5) Pasal 8 : “Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang

data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang

telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan”.

6) Pasal 56 ayat (1) : “Setiap orang berhak menerima atau menolak

Sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan

diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami

informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap”.

7) Pasal 57 ayat (1) : “Setiap orang berhak atas rahasia kondisi

kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan penyelenggara

pelayanan kesehatan”.

8) Pasal 58 ayat (1) : “ Setiap orang berhak menuntut ganti rugi

terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara

kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau

kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya”.

Ketentuan mengenai hak atas kesehatan tersebut tentunya membuat

munculnya kewajiban yang perlu dipenuhi agar terciptanya perlindungan

hukum. Ketentuan mengenai kewajiban terdapat dalam beebrapa pasal, yaitu:

1) Pasal 9 ayat (1) : “ Setiap oang berkewjaiban ikut mewujudkan,

mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya”.


56

2) Pasal 10 : “Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang

lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik,

biologi, maupun sosial”.

3) Pasal 11 : “ Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat

untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan

kesehatan yang setinggi-tingginya”.

4) Pasal 12 : “Setiap orang berkewajiban menjaga dan

meningkatkan derajat kesehtaan bagi orang lain yang menjadi

tanggung jawabnya”.

5) Pasal 13 : “Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program

jaminan kesehatan nasional”.

Sejalan dengan munculnya produk hukum peraturan perundang-

undangan mengenai kesehatan, untuk menjamin adanya sutau sistem

penunjang pelaksanaan pelayanan kesehatan maka pada 1982 dikeluarkanlah

Sistem Kesehatan Nasional. Sistem Kesehatan Naisonal adalah bentuk dan

cara penyelenggaraan pembanunan kesehatan yang memadukan berbagai

upaya Bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin

tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan

kesejahteraan rakyat sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 194564.

64
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Sistem Kesehatan Nasional Bentuk
dan cara Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan, hlm. 2.
57

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa yang ebrtujuan untuk meningkatkan kessadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehta bagi setiap orang agar peninngkatan derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

diselenggarakan berdasarkan pada perikemanusiaan, pemberdayaan dan

kemandirian, adil dan merata serta pengutamaan dan manfaat65.

Sistem Kesehatan Nasional pada Tahun 1982 didasarkan dengan

dikeluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

99A/MENKES/SK/III/1982 tentang berlakunya Ssistem Kesehatan Nasional

yang ditetapkan dan mulai berlaku pada 2 Maret 1982. Sistem Kesehatan

Nasional 1982 terdiri dari 3 bagian yaitu

1) Pemikiran dasar pembangunan kesehatan

2) Rencana pembangunan jangka panjang kesehatan

3) Bentuk pokok Sistem Kesehatan Nasional.

Pada tahun 2002-2003 dibuat penyusunan Sistem Kesehatan Nasional

yang baru untuk melakukan penyempurnaan dari Sistem Kesehatan Nasional

1982 dan untuk penyesuaian tantangan eksternal dan internal, sehingga pada

tahun 2004 diterbitkannya Sistem Kesehatan Nasional 2004 dengan

diberlakukannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

131/MENKES/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Sistem

Kesehatan Nasional 2004 terdiri dari 6 sub sistem yaitu:

65
Ibid, hlm. 3.
58

1) Upaya kesehatan

2) Pembiayaan kesehatan

3) Sumber daya manusia kesehatan

4) Obat dan perbekalan kesehatan

5) Pemberdayaan masyarakat

6) Manajemen kesehatan

Pada tahun 2008-2009 disusunlah Sistem Kesehatan Nasional yang

baru yang merupakan penyesuaian dari Sistem Kesehatan Nasional 1982 dan

Sistem Kesehatan Nasional 2004 yang menghasilkan Sistem Kesehatan

Nasional 2009 yang ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

374/MENKES/SK/V/2009 tahun 2009 pada April 2009. Sistem Kesehatan

Nasional 2009 sudah disesuaikan dengan visi misi Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK) 2005-2025. Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK) 2005-2025 dan

Sistem Kesehatan Nasional adalah dokumen kebijakan pembangunan

kesehatan sebagai acuan penylenggaraan pembangunan kesehatan.

Sistem Kesehatan Nasional 2009 terdiri dari 6 sub sistem, yaitu:

1) Upaya Kesehatan

2) Pembiayaan Kesehatan

3) Sumber Daya Manusia Kesehatan

4) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan

5) Manajemen dan Informasi Kesehatan

6) Pemberdayaan Masyarakat
59

Pada Tahun 2010-2012 disusunlah Sistem Kesehatan Nasional yang

baru yang merupakan impelementasi dari Pasal 167 Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 167 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa:

(1) Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah,

pemerintah daerah dan/atau masyarkat melalui pengelolaan

administarsi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya

kesehatan, upaya kesehatan, pembiayan kesehatan, peran serta

dan pemberdayaan masyarkat, serta pengaturan hukum

kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin

tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

(2) Pengelolaan kesehatan dilakukan secara berjenjang di pusat dan

daerah.

(3) Pengelolaan kesehatan sebgaimana dimaksud pada ayat (1)

dibuat dalam suatu system kesehatan nasional.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan

ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.

Sistem Kesehatan Nasional yang didasarkan kepada pasal 167

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut dkenal

dengan Sistem Kesehatan Nasional 2012 yang ditetapkan melalui Peraturan

Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional yang

ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2012 dan diundangkan pada tanggal 17


60

Oktober 2012. Sistem Kesehatan Nasional 2012 terdiri dari 7 sub sistem,

yaitu:

1) Upaya Kesehatan

2) Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

3) Pembiayaan Kesehatan

4) Sumber Daya Manusia Kesehatan

5) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan

6) Manajemen, Informasi dan Regulasi Kesehatan

7) Pemberdayaan Masyarakat

Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengaturan

mengenai hukum kesehatan dalam peraturan perundang-undangan dari waktu

ke waktu memuat ketentuan mengenai pelaksanaan pelayanan kesehatan

yang lebih spesifik yairu pengaturan mengenai hak dan kewajiban bagi

seluruh pihak terkait dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan

perlindungan hukum apabila hak dan kewajiban tersebut dilanggar sehingga

memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam pelaksanaan

pemenuhan hak asasi manusia dalam hal ini hak atas kesehatan.

Politik hukum kesehatan juga menunjukkan komitmen Pemerintah

untuk mensejahterakan dan pemenuhan derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya yang terbukti dengan adanya Sistem Kesehatan Nasional, program

BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan disertai pula dengan pembangunan

fasilitas pelayanan kesehatan yang berteknologi tinggi untuk mendukung

pengembangan teknologi kesehatan, yang mana hal tersebut menunjukkan


61

bahwa Pemerintah menjalankan negara untuk merealisasikan tujuan negara

yang termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

B. Politik Hukum Kesehatan pada Pandemi Corona Virus Disease 2019


(Covid-19)
Pada pembahasan sebelumnya diatas, telah diuraikan mengenai

politik hukum kesehatan di Indonesia yang mana politik hukum kesehatan

tersebut diterapkan pada negara Indonesia dalam keadaan normal. Namun

dalam bernegara tentunya tidak selalu dalam keadaan normal, adanya

keadaan tidak normal atau keadaan darurat. Keadaan tidak normal atau

keadaan darurat tersebut membuat negara untuk dapat bertindak dalam

penanganan keadaan tidak normal tersebut, hal inilah yang kemudian dikenal

dalam hukum nasional sebagai Hukum Tata Negara Darurat.

Pada keadaan normal maka negara dijalankan sesuai dengan norma

hukum yang didasarakan pada konstitusi dan produk hukum lain. Dalam

keadaan tidak normal atau keadaan darurat, sistem hukum tidak dapat

berfungsi secara baik untuk mengatasi keadaan tidak normal atau luar biasa

tersebut.

Dalam kondisi negara tidak normal atau keadaan darurat, sistem

hukum yang diterapkan harus menggunakan kekuasaan dan prosedur yang

bersifat darurat lewat hukum keadaan darurat yang dapat mengesampingkan

hukum dalam keadaan normal, tanpa harus mempengaruhi sistem-sistem

pemerintahan yang demokratis yang dianut berdasarkan kosntitusi


62

Dalam Black’s Law Dictionary, istilah keadaan darurat dikaitkan

dengan emergency doctrine. Emergency doctrine dijabarkan sebagai berikut:

1) A legal principle exempting a person from the ordinary

standard of a reasonable care if that person acted instinctively

to met a sudden an urgent need for aid (Dasar hukum yang

mengecualikan seorang dari ketentuan hukum dasar dari suatu

keadaan tertentu apabila seseorang itu telah memenuhi kriteria

untuk mendapatkan bantuan).

2) A legal principle by which consent to medical treatment in a dire

situation is inferred when neither the patient nor a responsible

party can consent but a reasonable person would do so (Dasar

hukum yang membolehkan pelayanan kesehatan yang

dilakukan dalam keadaan genting dilakukan oleh seseorang

yang memiliki pengetahuan tertentu yang tidak dapat dilakukan

persetujuan oleh pasien atau kuasanya.

Dalam Politik Hukum, peraturan perundang-undangan dibuat sesuai

dengan visi misi pembentukan peraturan perundang-undangan, namun isi

peraturan harus disesuaikan dengan keadaan yang ada pada saat peraturan

perundang-undangan dibentuk

Dalam hukum nasional Indonesia, ketentuan mengenai keadaan

darurat tersebar dalam beberapa produk hukum yang berbentuk Undang-

Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, diantaranya

yaitu:
63

1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perrpu)

Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan Undang-Undang

Nomor 74 Tahun 1957 dan Penetapan Keadaan Bahaya. Pada

Pasal 1 dikenal adanya keadaan darurat sipil, keadaan darurat

militer dan keadaan darurat perang.

2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana. Pada Pasal 1 Angka 19 dikenal

adanya status keadaan darurat bencana yang mana merupakan

suatu keadaan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk jangka

waktu tertentu atas dasar rekomendasi badan yang diberi tugas

untuk menanggulangi bencana

3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan

Konflik Sosial. Pada Pasal 1 Angka 7 dikenal adanya status

keadaan konflik sosial yang mana merupakan suatu status yang

ditetapkan oleh pejabat yang berwenang tentang konflik sosial

(perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan yang

berdampak luas sehingga menggangu stabilitas nasional dan

menghambat pembangunan nasional) yang terjadi di daerah

kabupaten/kota, provinsi atau nasional yang tidak dapat

diselesaikan dengan cara biasa.

4) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan

Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Pada Pasal 1 Angka 3

dikenal adanya status krisis sistem keuangan yang mana


64

merupakan kondisi sistem keuangan yang gagal menjalankan

fungsi dan perannya secara efektif dan efisien, yang idtujukan

dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi dan

keuangan.

5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan

Kesehatan. Pada Pasal 1 Angka 2 dikenal adanya status

kedarurattan kesehatan masyarajat yang mana merupakan

kejadian kesehatan masyrakat yang bersifat luar biasa dengan

ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang

disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi,

kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang

menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas

wilayah atau lintas negara

Pada akhir tahun 2019, dunia dikejutkan dengan suatu laporan yang

terjadi di Wuhan, China. Diberitakan bahwa banyak pasien mengalami

pneumonia yang penyebabnya tidak diketahui yang menginfeksi kerja paru-

paru. Kejadian tersebut sekarang ini dikenal dengan Corona Virus Disesase

2019 (Covid-19) yang merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

corona virus yang baru ditemukan. Corona Virus Disesase 2019 (Covid-19)

merupakan keluarga besar virus yang dapat menyebabkan penyakit pada

hewan dan manusia, yaitu corona virus yang menyebabkan infeksi

pernapasan mulai dari influenza biasa sampai dengan penyakit yang lebih
65

parah seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute

Respiratory Syndrome (SARS)

Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak keajdian

luar biasa yang muncul di Wuhan, China pada Desember 2019, kemudian

diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-

COV2) dan menyebabkan penyakit Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Covid-19 mempunyai gejala umu berupa demam ≥38°C, batuk kering, sesak

napas dan nyeri dada atau sesak saat bernapas dan batuk. Covid-19 dapat

menyebabkan gejala ringan hingga berat. Orang yang mengalami gejala

ringan (pilek, sakit, tenggorokan, batuk dan demam) dapat pulih tanpa perlu

perawatan khusus. Namun orang yang mengalami gejala berat atau orang

yang berusia lanjut dan orang yang memiliki kondisi medis yang sudah ada

sebelumnya (diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, paru-paru, dan

kanker) perlu penangan khusus yang disesuaikan dnegan kebutuhan pasien

Pada awal Januari 2020, media Tiongkok melaporkan kematian

pertama akibat penyakit Covid-19, Pada 23 Januari 2020 pemerintah

Tiongkok mulai menutup kota Wuhan dan pada tanggal 11 Maret 2020 World

Health Organization (WHO) mengumumkan virus corona sebagai Pandemi.

Kasus pertama Covid-19 di Indonesia yang diderita 2 warga dari depok

dikonfirmasi oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Maret 2020.

Setelah pengumuman kasus pertama Covid-19, kasus selanjutnya

ditemukan secara berkala diwilayah Jawa dan menyebar ke provinsi lain di

Indonesia. Penambahan kasus positif Covid-19 tersebut menyebabkan


66

terjadiya penumpukan pasien di Rumah Sakit sehingga pelayanan di Rumah

Sakit tidak berjalan maksimal dan juga untuk Rumah Sakit Daerah tidak

memiliki peralatan untuk pengecekan awal (Rapid Test). Terjadinya

kepanikan di masyarakat dan tidak dapat berjalan dengan baik sistem

kesehatan nasional yang telah dibuat terlebih dahulu nyatanya tidak dapat

memenuhi keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat ini.

Pada perencanaan pembangunan hukum nasional dibidang kesehatan,

direncanakan untuk membuat suatu penanganan wabah, yang mana hal

tersebut merupakan sebuah antisipasi terhadap adanya gangguan kesehatan

yang diakibatkan oleh wabah atau kejadian yang luar biasa yang

menimbulkan kepedulian dari kesehatan masyarakat internasional. Pada

perencanaan tersebut, dikeluarkan wacana untuk melakukan penggantian

ketentuan wabah yang dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, yang harus disesuaikan

dengan perkembangan ketatanegaraan nasional dan perkembangan ilmu

pengetahuan, ilmu teknologi di bidang kesehatan. Revisi Undang-Undang

tersebut diperlukan karena suatu wabah penyakit menular menuntut suatu

tindakan cepat dan tepat untuk menghadapinya. Namun revisi Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit menular sampai saat

ini belum ada revisi dan tidak dicabut. Sehingga tidak adanya pengaturan

terbaru yang secara khusus mengatur mengenai wabah penyakit menular.

Politik hukum kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk

tetap melakukan pemenuhan terhadap Sistem Kesehatan Nasional pada masa


67

pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dikategorikan sebagai

berikut:

1) UPAYA KESEHATAN

A) Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2020 tentang

Pembangunan Fasilitas Observasi dan Penampungan dalam

Penanggulangan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) atau

Penyakit Infeksi Emerging di Pulau Galanng, Kota Batam,

Provinsi Kepulauan Riau. Ditetapkan dan berlaku pada 31

Maret 2020.

B) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/104/2020 Tahun 2020 tentang Penetapan

Infeksi Novel Coronavirus (infeksi 2019-nCoV) sebagai

Penyakit yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya

Penangulanggannya. Ditetapkan dan berlaku 4 Februari 2020

C) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


HK.01.07/MENKES/169/2020 Tahun 2020 tentang Penetapan
Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan Penyakit Infeksi
Emerging Tertentu. Ditetapkan dan berlaku pada 10 Maret
2020.
D) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/275/2020 Tahun 2020 tentang Penetapan

Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan Penyakit Infeksi

Emerging Tertentu. Ditetapkan dan berlaku pada 23 April 2020

E) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/382/2020 Tahun 2020 tentang Protokol


68

Kesehatan bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum

Dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus

Disease (Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada 19 Juni 2020

F) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/12763/2020 Tahun 2020 tentang Panduan

Operasional Upaya Kesehatan Di Pos Pelayanan Terpadu

Dalam Adaptasi Kebiasaan Baru Untuk Penerapan Masyarakat

Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Ditetapkan dan berlaku pada 29 Desember 2020

G) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/230/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Rumah Sakit Lapangan/Rumah Sakit Darurat

pada masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Ditetapkan dan berlaku pada 5 Februari 2021

H) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/446/2021 Tahun 2021 tentang

Penggunaan Rapid Diagnostic Test Antigen dalam Pemeriksaan

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan dan berlaku

pada 8 Februari 2021

I) Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor

HK.02.01/MENKES/202/2020 Tahun 2020 tentang Protokol

Isolasi Diri Sendiri dalam Penanganan Corona Virus Disease

2019 (Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada 16 Maret 2020


69

J) Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor

HK.02.01/MENKES/216/2020 Tahun 2020 tentang Protokol

Pencegahan Penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Ditetapkan dan berlaku pada 27 Maret 2020

K) Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan

Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/II/0867/2020 Tahun

2020 tentang Penguatan Peran Puskesmas dalam Upaya

Promotif dan Preventif Penyebaran Coronavirus Disease 2019

(Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada 16 Maret 2020

L) Surat Edaran Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Nomor

HK.02.02/III/375/2020 Tahun 2020 tentang Penggunaan Bilik

Desinfeksi dalam Rangka Pencegahan Penularan Covid-19.

Ditetapkan dan berlaku pada 3 April 2020

M) Surat Edaran Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Nomor

HK.02.02/I/385/2020 Tahun 2020 tentang Penggunaan Masker

dan Penyediaan Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) untuk

Mencegah Penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Ditetapkan dan berlaku pada 9 April 2020

N) Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengnedalian

Penyakit Nomor HK.01.07/I/3402/2020 Tahun 2020 tentang

Penanganan Orang Dengan Faktor Risiko dan Penyandang

Penyakit Tidak Menular (PTM) Selama Masa Pandemi Covid-

19. Ditetapkan dan berlaku pada 14 April 2020.


70

O) Surat Edaran Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan

Umrah Nomor 01010 Tahun 2020 tentang Penggunaan Asrama

Haji Sebagai Tempat Penampungan/Karantina Sementara

Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dengan

Pengawasan (PDP) dalam Upaya Pencegahan Penyebaran

Corona Virus Disease. Ditetapkan dan berlaku pada 1 April

2020

P) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2020 tentang

Penegakan Protokol Kesehatan Untuk Pengendalian

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan

dan berlaku pada 18 November 2020

2) PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

A) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/214/2020 Tahun 2020 tentang Jejaring

Laboratorium Pemeriksaan Coronavirus Disease 2019 (Covid-

B) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/216/2020 Tahun 2020 tentang Penetapan

Laboratorium Pemeriksa Coronavirus Disease 2019 (Covid-

19). Ditetapkan dan berlaku pada 26 Maret 2020

C) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/346/2020 Tahun 2020 tentang Tim

Penelitian Uji Klinis Pemberian Plasma Konvalesen sebagai


71

Terapi Tambahan Corona Virus Disease (Covid-19).

Ditetapkan dan berlaku pada 4 Juni 2020

D) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/405/2020 Tahun 2020 tentang Jejaring

Laboratorium Pemeriksaan Coronavirus Disease 2019 (covid-

19). Ditetapkan dan berlaku pada 1 Juli 2020

E) Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor

HK.02.01/MENKES/303/2020 Tahun 2020 tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan

Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka

Pencegahan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan

dan berlaku pada 29 April 2020

F) Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 74 Tahun 2020

tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran melalui

Telemedicine pada masa Pandemi Corona Virus Disease 2019

(Covid-19) di Indonesia. Ditetapkan dan berlaku pada 30 April

2020

3) PEMBIAYAAN KESEHATAN

A) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan

Stabilisasi Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka

Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian


72

Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan yang

diundangkan pada tanggal 31 Maret 2020 yang menjadi

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020

tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilisasi Sistem

Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease

2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi

Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional

dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang

yang diundangkan pada 18 Mei 2020

B) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 Tahun

2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara Untuk

Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan

Perekonomian Nasional. Ditetapkan pada 18 April 2020 dan

berlaku pada 20 April 2020

C) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/215/2020 Tahun 2020 tentang

Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Bidang Keseahtan Untuk

Pencegahan dan/atau Penanganan Covid-19 / anggaran 2020.

Ditetapkan dan berlaku pada 20 Maret 2020

D) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 910/6650/SJ/2020

tentang Dukungan Pengalokasian Anggaran Pelaksanaan


73

Imunisasi Covid-19. Ditetapkan dan berlaku pada 8 Desember

2020

E) Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor

HK.02.02/I/2875/2020 Tahun 2020 tentang Batasan Tarif

Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibody. Ditetapkan dan

berlaku pada 6 Juli 2020

F) Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor

HK.02.02/I/3713/2020 Tahun 2020 tentang Batasan Tarif

Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction

(RT-PCR). Ditetapkan dan berlaku pada 05 Oktober 2020

G) Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor

HK.02.02/I/4611/2020 Tahun 2020 tentang batasan tarif

tertinggi pemeriksaan Rapid Tes Antigen-Swab. Ditetapkan dan

berlaku pada 18 Desember 2020

4) SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

A) Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan

Sumber Daya Manusia Kesehatan Nomor

HK.02.02/1/0421/2020 Tahun 2020 tentang Formasi Penugasan

Khusus tenaga Kesehatan Nusantara Seahat Individu Dalam

Rangka Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia Tahun 2020. Ditetapkan

dan berlaku pada 19 Maret 2020.


74

5) SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN DAN MAKANAN

A) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2020 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun

2014 tentang Pemasukan Alat Kesehatan melalui Mekanisme

Jalur Khusus (Spesial Access Scheme). Ditetapkan dan berlaku

pada 27 Maret 2020

B) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/218/2020 Tahun 2020 tentang Alat

Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan Perbekalan

Kesehatan Rumah Tangga yang Dikecualikan dari Perizinan

Tata Niaga Impor Dalam Rangka Penanggulangan Coronavirus

Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada 30

Maret 2020

C) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/2455/2020 Tahun 2020 tentang

Pemasukan Obat Melalui Mekanisme Jalur Khusus (Special

Access Scheme) Dalam Rangka Penanggulangan Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada30

September 2020

D) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

HK.02.02.1.2.03.20.134 Tahun 2020 tentang Penetapan


75

Pedoman Obat dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019

(Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada 31 Maret 2020

E) Surat Menteri Kesehatan Nomor UM.01.05/Menkes/241/2020

Tahun 2020 tentang Dukungan Dalam Menjaga Kesediaan obat,

Bahan Obat, Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, Alat

Kesehatan dan PKRT selama Penetapan Status PSBB.

Ditetapkan dan berlaku pada 9 April 2020

F) Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor

HK.02.02/IV.2243/2020 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Obat

Tradisional Untuk Pemeliharaan Kesehatan, Pencegahan

Penyakit dan Perawatan Kesehatan. Ditetapkan dan berlaku

pada 19 Mei 2020

G) Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor

HK.02.02/MENKES/12/2021 Tahun 2021 tentang Peningkatan

Kapasitas Perawatan Pasien Corona Virus Disease 2019

(Covid-19) Pada Rumah Sakit Penyelengaran Pelayanan

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Di Lingkungan

Kementerian Kesehatan. Ditetapkan dan berlaku pada 11

Januari 2021

H) Surat Edaran Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Nomor T-RG.01.03.32.322.0 1.21.00089/NE Tahun 2021

tentang Persetujuan Penggunaan Obat dalam Kondisi Darurat


76

(Emergency Use Authorization). Ditetapkan dan berlaku pada

11 Januari 2021.

6) MANAJEMEN INFORMASI DAN REGULASI KESEHATAN

A) Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tetang Pengadaan

Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka

Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (covid-

19). Ditetapkan pada 5 Oktober 2020 dan berlaku pada 6

Oktober 2020.

B) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang

Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan

Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Ditetapkan dan berlaku pada 31 Maret 2020.

C) Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019

(Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada 31 Maret 2020

D) Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan

Bencanan Nonalam Penyebaran Coronavirus Disease 2019

(Covid-19) sebagai Bencana Nasional. Ditetapkan dan berlaku

pada 13 April 2020

E) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang

Pedoman Pembatasan Sosial Berskalazs Besar Dalam Rangka

Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19). Ditetapkan dan berlaku pada 3 April 2020


77

F) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2020 tentang

Pelaksanaan Pengadaan Vaksin Dalam Rangka Penanggulangan

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan

dan berlaku pada 22 Oktober 2020

G) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79 Tahun 2020 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun

2020 tentang Pelaksanaan Pengadaan Vaksin Dalam Rangka

Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19). Ditetapkan pada 2 November 2020 dan berlaku pada 3

November 2020

H) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84 Tahun 2020 tentang

Pelaksanaan vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan 14

Desember 2020 dan berlaku pada 18 Desember 2020

I) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang

Pelanksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan 24

Februari 2021 dan berlaku pada 25 Februari 2021

J) Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 171

Tahun 2020 tentang Penetapan Aplikasi Peduli Lindungi dalam

Rangka Pelaksanaan Sureveilans Kesehatan Penanganan

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan dan berlaku

pada 6 April 2020


78

K) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/247/2020 Tahun 2020 tentang Pedoman

Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019

(Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada 9 April 2020

L) Keputusan Menteri Kesehatan Nnomor

HK.01.07/MEKES/9860/2020 Tahun 2020 tentang Penetapan

Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada 3

Desember 2020

M) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/12757/2020 Tahun 2020 tentang

Penetapan Sasaran Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada 28

Desember 2020

N) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/12758/2020 Tahun 2020 tentang

Penetapan Jenis vaksin untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada 28

Desember 2020

O) Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor

HK.02.01/MENKES/199/2020 Tahun 2020 tentang

Komunikasi Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-

19). Ditetapkan dan berlaku pada 12 Maret 2020


79

P) Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor

HK.02.02/I/116/2020 Tahun 2020 tentang Kewajiban Pelaporan

Kasus Covid-19 di Rumah Sakit Melalui RS Online. Ditetapkan

dan berlaku pada 9 April 2020

Q) Keputusan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanagan

Percepatan Covid-19 Nomor 16 Tahun 2020 tentang Uraian

Tugas, Struktur Organisasi, Sekretariat dan Tata Kerja

Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus

Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada 18

Maret 2020

R) Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19

Nomor 6 Tahun 2020 tentang Status Keadaan Darurat Bencana

Nonalam Corona Virus Disease (Covid-19) Sebagai Bencana

Nasional. Ditetapkan dan berlaku pada 27 Mei 2020

S) Surat Edaran Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 9

Tahun 2021 tentang Ketentuan Pembentukan Pos Komando

(Posko) Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

dalam Rangka Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan

Masyarakat di Tingkat Desa/Kelurahan. Ditetapkan dan berlaku

pada 12 Februari 2021

T) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2021 tentang

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Untuk Pengendalian dan


80

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan

dan berlaku pada 6 Januari 2021

U) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 02 Tahun 2021 tentang

Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Untuk

Pengendalian dan Penyebaran Corona Virus Disease 2019

(Covid-19). Ditetapkan dan berlaku pada 26 Januari 2021

V) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 03 Tahun 2021 tentang

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis

Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19) ditingkat Desa dan Kelurahan Untuk

Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19). Ditetapkan pada 5 Februari 2021 dan berlaku pada 9

Februari 2021

W) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 04 Tahun 2021 tentang

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis

Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19) ditingkat Desa dan Kelurahan Untuk

Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19). Ditetapkan pada 19 Februari 2021 dan berlaku pada 23

Februari 2021

X) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 05 Tahun 2021 tentang

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis

Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Corona Virus


81

Disease 2019 (Covid-19) ditingkat Desa dan Kelurahan Untuk

Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19). Ditetapkan pada 4 Maret 2021 dan berlaku pada 9 Maret

2021

Y) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 06 Tahun 2021 tentang

Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat

Berbasis Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ditingkat Desa dan

Kelurahan Untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19). Ditetapkan pada 19 Maret 2021 dan

berlaku pada 23 Maret 2021

7) PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

A) Surat Edaran Menteri Agama Nomor SE.1 Tahun 2020 tentang

Pelaksanaan Protokol Penanganan Covid-19 pada Rumah

Ibadah. Ditetapkan dan berlaku pada 13 Maret 2020

B) Surat Edaran Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal

dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap

Covid-19 dan Penengasan Padat Karya Tunai. Ditetapkan dan

berlaku pada 24 Maret 2020

Politik hukum kesehatan pada masa pandemi Corona Virus Disease

2019 (Covid-19) yang telah dijelaskan diatas merupakan peraturan

perundang-undangan yang dikhususkan untuk penanganan Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19) yang dikhususkan dalam ranah kesehatan. Politik


82

hukum kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat tersebut dapat dilihat

bahwa tidak terlalu menitik beratkan kepada “negara sehat” namun menitik

beratkan kepada “negara kesejahteraan”. Dalam peraturan perundang-

undangan tersebut tidak hanya terfokus untuk melakukan pencegahan dan

penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) namun juga pemerintah

memberikan jaminan terhadap pembiayaan kesehatan dan informasi

kesehatan.

Politik hukum kesehatan pada masa pandemi Corona Virus Disease

2019 (Covid-19) ini, apabila dibandingkan dengan politik hukum kesehatan

pada penanganan penyakit menular Flu Burung tentunya memiliki

pengaturan produk hukum yang lebih banyak dan lebih merinci mengenai

penanganannya dibandingkan dengan penangaan penyakit menular Flu

Burung sehingga memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam

pemenuhan hak atas kesehatannya. Politik hukum kesehatan dalam

penanggulangan Flu Burung yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden

Nomor 7 Tahun 2006 tentang Komite Nasional Pengendalian Flu Burung

(Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan menghadapai Pandemi Influenza yang

ditetapkan pada 13 Maret 2006 dan Instruksi Presiden Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penanganan dan Pengendalian Virus Flu

Burung (Avian Influenza) yang dikeluarkan pada 12 Februari 2007.

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2006 tentang Komite Nasional

Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan menghadapai

Pandemi Influenza mengatur ketentuan mengenai pembentukan Komite


83

Nasional Pengendalian Flu Burung (Komnas FPBI), Tugas dan susunan

organisasi Komnas FPBI, dan pembentukan Komite Provinsi dan Komite

Kabupaten/Kota untuk membantu tugas dari Komnas FPBI.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang

Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung (Avian Influenza) mengatur

ketentuan mengenai instruksi Presiden kepada Menteri Koordinator Bidang

Kesejahteraan Rakyat, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri

Kesehatan, Panglima Tentara Negara Indonesia, Gubernur dan

Bupati/Walikota untuk melaksanakan penanganan perkembangan virus Flu

Burung sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing dan akan

menyempaikan laporan implementasi penanganan dan pengendalian virus flu

burung (Avian Influenza) setiap bulan kepada Presiden dan masyarakat luas.

Pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi (to fulfill) hak atas

kesehatan masyarakat pada masa Pandemi Corona Virus Disease 2019

(Covid-19). To fulfill atau memenuhi merupakan kewajiban pemerintah

terhadap pemenuhan secara progresif di bidang kesehatan dan alokasi dari

sumber daya serta obligasi dengan tujuan untuk pemenuhan hak-hak

masyarakat dalam bidang kesehatan dan negara juga memberikan fasilitas

kesehatan bagi masyarakat

Hak atas kesehatan dikenal dengan empat prinsip (Prinsip Right to

Health), yaitu ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility),

keberterimaan (acceptability) dan kualitas (quality). Prinsip tersebut

merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemerintah agar dapat menjamin
84

hak atas kesehatan bagi masyarakat pada masa pandemi Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19). Dalam hal politik hukum kesehatan pada masa

pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), pemenuhan keempat

prinsip ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Ketersediaan (availability)

- Pelayanan kesehatan bagi pasien positif Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19) maupun bagi masyarakat umum

yang tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan protokol

kesehatan yang telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan

yang ditunjukkan dengan dikeluarkannya:

i. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/382/2020 Tahun 2020 tentang

Protokol Kesehatan bagi Masyarakat di Tempat dan

Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan dan

Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19)

a) Bagian Kesatu: Protokol Kesehatan Bagi


Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum
Dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
b) Bagian Kedua: Protokol Kesehatan Bagi
Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum
Dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
digunakan sebagai acuan bagi
kementerian/lembaga, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota,
dan masyarakat termasuk asosiasi, pengelola,
pemilik, pekerja, dan pengunjung pada tempat
dan fasilitas umum, serta komponen lain, baik
85

dalam penetapan kebijakan, pembinaan aktivitas


usaha, pelaksanaan usaha/kegiatan, aktivitas
masyarakat, maupun dalam melakukan
pengawasan kegiatan di tempat dan fasilitas
umum, dalam rangka mencegah terjadinya
episenter/kluster baru selama masa pandemi
COVID-19.
c) Bagian Ketiga: Penentuan kembali aktivitas
masyarakat dan dunia usaha di tempat dan
fasilitas umum dengan mengikuti Protokol
Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan
Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan dan
Pengendalian Corona Virus Disease 2019
(COVID-19), disesuaikan dengan tingkat risiko
wilayah penyebaran COVID-19 dan
kemampuan daerah dalam mengendalikan
COVID-19, yang mengacu pada ketentuan
pemberlakuan pembukaan tempat dan fasilitas
umum yang ditetapkan oleh pemerintah pusat
atau pemerintah daerah/Gugus Tugas
Percepatan Penanganan COVID-19 sesuai
dengan kewenangannya.
d) Bagian Keempat: Kementerian/lembaga,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota berdasarkan
kewenangannya dapat menindaklanjuti Protokol
Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan
Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan dan
Pengendalian Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) untuk setiap sektor sesuai dengan
kebutuhan, dalam bentuk panduan teknis.
e) Bagian Kelima: Pemerintah pusat, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan Protokol
Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan
Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan dan
Pengendalian Corona Virus Disease 2019
(COVID-19), sesuai dengan kewenangan
masing-masing dan dapat melibatkan
masyarakat.

ii. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/12763/2020 Tahun 2020


86

tentang Panduan Operasional Upaya Kesehatan Di

Pos Pelayanan Terpadu Dalam Adaptasi Kebiasaan

Baru Untuk Penerapan Masyarakat Produktif dan

Aman Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

a) Bagian Kesatu: Upaya kesehatan di Pos


Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam adaptasi
kebiasaan baru tetap dilakukan sebagai upaya
percepatan pencegahan stunting, peningkatan
kesehatan ibu dan anak, penyuluhan dan
penyebarluasan informasi kesehatan, serta
surveilans kesehatan berbasis masyarakat
dalam rangka pencegahan dan pengendalian
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
b) Bagian Kedua: Upaya kesehatan di Posyandu
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Posyandu yang berada di daerah Zona
Hijau dapat melakukan hari buka
Posyandu berdasarkan persetujuan dari
Pemerintah Desa/Kelurahan.
2) Posyandu yang berada di daerah Zona
Kuning, Zona Oranye, dan Zona Merah
tidak melakukan hari buka Posyandu dan
kegiatan dilaksanakan melalui
penggerakan masyarakat untuk kegiatan
mandiri kesehatan atau janji temu dengan
tenaga kesehatan serta melaporkannya
kepada kader Posyandu, yang dapat
dilaksanakan dengan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi.
c) Bagian Ketiga: Pelaksanaan upaya kesehatan
di Posyandu dalam adaptasi kebiasaan baru
mengacu pada Panduan Operasional Upaya
Kesehatan di Pos Pelayanan Terpadu Dalam
Adaptasi Kebiasaan Baru Untuk Penerapan
Masyarakat Produktif dan Aman Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19)
d) Bagian Keempat: Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, dan Gugus Tugas
Percepatan Penanganan COVID-19 wajib
melakukan pembinaan dan pengawasan
87

terhadap pelaksanaan Panduan Operasional


Pos Pelayanan Terpadu Dalam Adaptasi
Kebiasaan Baru Untuk Penerapan Masyarakat
Produktif dan Aman Coronavirus Disease
2019 (COVID-19) sesuai dengan kewenangan
masing-masing.
e) Bagian Kelima: Pembinaan dan pengawasan
termasuk untuk memastikan pelaksanaan
upaya kesehatan di Posyandu sesuai dengan
kebijakan yang berlaku dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

iii. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan

Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor

HK.02.02/III/375/2020 / 2020 tentang Penggunaan

Bilik Desinfeksi dalam Rangka Pencegahan

Penularan Covid-19.

Pertimbangan dan langkah-langkan penguunaan


bilik desinfeksi (disinfection chamber) di berbagai
tempat untuk pencegahan penyebaran virus SARS-
CoV-2 sebagai penyebab wabah COVID-19.

- Adanya aturan tentang rumah sakit darurat untuk

penambahan ketersediaan pelayanan kesehatan bagi

pasien positif Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan

karantina yang ditunjukkan dengan dikeluarkannya:

i. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/169/2020 Tahun 2020 tentang

Penetapan Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan

Penyakit Infeksi Emerging Tertentu

a) Bagian Kesatu: Menetapkan Rumah Sakit


Rujukan Penanggulangan Penyakit Infeksi
Emerging Tertentu
88

b) Bagian Kedua: Rumah Sakit Rujukan


Penanggulangan Penyakit Infeksi Emerging
Tertentu bertugas:
1) melakukan penatalaksanaan dugaan kasus
yang berpotensi kejadian luar biasa
Penyakit Infeksi Emerging Tertentu;
2) memberikan pelayanan rujukan pasien dan
rujukan spesimen yang berkualitas sesuai
dengan standar;
3) meningkatkan kapasitas sumber daya yang
diperlukan dalam rangka penatalaksanaan
dugaan kasus yang berpotensi kejadian
luar biasa Penyakit Infeksi Emerging
Tertentu;
4) melakukan pencatatan dan pelaporan.
c) Bagian Ketiga: Rumah Sakit Rujukan
Penanggulangan Penyakit Infeksi Emerging
Tertentu mendapatkan penggantian biaya
perawatan pasien penyakit infeksi emerging
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

ii. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/275/2020 Tahun 2020 tentang

Penetapan Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan

Penyakit Infeksi Emerging Tertentu

a) Bagian Kesatu: Menetapkan rumah sakit


rujukan penanggulangan penyakit infeksi
emerging tertentu
b) Bagian Kedua: Rumah sakit bertugas:
1) melakukan penatalaksanaan dugaan kasus
yang berpotensi kejadian luar biasa atau
wabah penyakit infeksi emerging tertentu
termasuk Coronavirus Disease 2019
(COVID-19)
2) memberikan pelayanan kesehatan rujukan
pasien dan rujukan spesimen yang
berkualitas sesuai dengan standar.
c) Bagian Ketiga: Selain rumah sakit tersebut,
rumah sakit lain dapat melakukan
penatalaksanaan, dan pelayanan kesehatan
rujukan pasien dan spesimen Coronavirus
89

Disease 2019 (COVID-19) sampai dengan


dicabutnya penetapan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dan/atau Bencana Nasional
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
d) Bagian Keempat: Rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan terhadap
pasien penyakit infeksi emerging tertentu
termasuk Coronavirus Disease 2019 (COVID-
19) mendapatkan penggantian biaya perawatan
pasien penyakit infeksi emerging tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

iii. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/446/2021 Tahun 2021 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit

Lapangan/Rumah Sakit Darurat pada masa Pandemi

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

a) Bagian Kesatu: Menetapkan Rapid Diagnostic


Test Antigen sebagai salah satu metode dalam
pemeriksaan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) untuk pelacakan kontak,
penegakan diagnosis, dan skrining COVID-19
dalam kondisi tertentu.
b) Bagian Kedua: Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap
ketersediaan Rapid Diagnostic Test Antigen di
Puskesmas untuk pelacakan kontak dan
penegakan diagnosis Corona Virus Disease
2019 (COVID-19).
c) Bagian Ketiga: Penggunaan Rapid Diagnostic
Test Antigen dalam pemeriksaan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) memperhatikan
kriteria pemilihan; kriteria penggunaan; alur
pemeriksaan; fasilitas pemeriksaan dan petugas
pemeriksa; pengelolaan spesimen; keselamatan
hayati (biosafety); pencatatan dan pelaporan;
penjaminan mutu pemeriksaan; dan pengelolaan
limbah pemeriksaan.
90

d) Bagian Kelima: Pendanaan terhadap


pelaksanaan ketentuan Keputusan Menteri ini
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD), dan sumber dana lain
yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan

iv. Surat Edaran Direktur Jenderal Penyelenggaraan

Haji dan Umrah Nomor 01010 Tahun 2020 tentang

Penggunaan Asrama Haji sebagai Tempat

Penampungan/Karantina Sementara Orang dalam

Pemantauan (ODP) dan Pasien Dengan Pengawasan

(PDP) dalam Upaya Pencegahan Penyebaran

Corona Virus Disease 2019.

a) Bahwa pemanfaatan asrama haji sebagai tempat


penampungan/ Karantina sementara ODP dan
PDP harus disesuaikan dengan kebutuhan
daerah dengan prosedur yang dikoordinasikan
dengan Kementerian Kesehatan, Gugus Tugas
Percepatan Penanganan COVID-19, dan
Pemerintah Daerah setempat.
b) Untuk pemanfaatan asrama haji, Pemerintah
Daerah agar berkoordinasi dengan Kepala UPT
asrama haji dan/atau Kepala Kanwil
Kementerian Agama Provinsi masing-masing.
Ijin pemanfaatannya dituangkan dalam suatu
Berita Acara Peminjaman sementara dengan
memasukan hak dan kewajiban para pihak

- Pada awal pandemi, ketersediaan laboratorium dan alat

pendeteksi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tidak

selalu tersedia disetiap daerah, namun seiring waktu sudah

mulai banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang


91

memberikan layanan tersebut yang pengaturannya

ditetapkan dengan dikeluarkannya:

i. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/405/2020 Tahun 2020 tentang

Jejaring Laboratorium Pemeriksaan Coronavirus

Disease 2019 (covid-19)

a) Jejaring Laboratorium Pemeriksaan


Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) terdiri
atas:
1) Laboratorium rujukan nasional
pemeriksaan COVID-19, bertugas untuk:
o menerima spesimen untuk pemeriksaan
COVID-19 atau konfirmasi hasil
pemeriksaan dari laboratorium
pemeriksa COVID-19;
o menyusun standar operasional prosedur
mengenai pengambilan, pengelolaan,
dan pemeriksaan spesimen COVID-19;
o melakukan rekapitulasi hasil
pemeriksaan dari seluruh laboratorium
pemeriksa COVID-19 dan melaporkan
kepada Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan dan Direktur
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit dengan tembusan kepada
Menteri Kesehatan;
o melakukan uji pemantapan mutu secara
sampling terhadap spesimen positif dan
negatif berdasarkan hasil pemeriksaan
yang dilakukan oleh laboratorium
pemeriksa COVID-19
o mengirimkan tes panel pemeriksaan
COVID-19 ke laboratorium pemeriksa
COVID-19 dalam rangka pemantauan
mutu eksternal (Quality
Assurance/Quality Control);
o melakukan supervisi dan pembinaan
teknis ke laboratorium pemeriksa
COVID-19.
92

2) Laboratorium pemeriksa COVID-19,


bertugas:
o menerima spesimen untuk pemeriksaan
COVID-19 dari rumah sakit/dinas
kesehatan/laboratorium kesehatan
lainnya;
o melakukan pemeriksaan screening pada
spesimen COVID-19 menggunakan
form dan standar operasional prosedur
yang telah ditetapkan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan;
o mengirimkan spesimen untuk uji
validasi ke laboratorium rujukan
nasional COVID-19 dengan segera
tanpa menunggu hasil pemeriksaan;
o mengirimkan seluruh hasil pemeriksaan
positif dan negatif COVID-19 kepada
Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan melalui
aplikasi allrecord-tc19 setiap hari.

ii. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor

HK.02.01/MENKES/303/2020 Tahun 2020 tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Dalam Rangka Pencegahan Corona Virus Disease

2019 (Covid-19).

Untuk mencegah penyebaran Corona Virus Disease


(COVID-19), Dokter yang meliputi dokter, dokter
gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis, dan dokter
subspesialis dapat memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi berupa telemedicine
dalam pemberian pelayanan kesehatannya, dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui
telemedicine dapat dilakukan selama
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau
Bencana Nasional Corona Virus Disease 2019
93

(COVID-19), dalam rangka pencegahan


penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19);
2) Pelayanan telemedicine merupakan pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh Dokter dengan
menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi untuk mendiagnosis, mengobati,
mencegah, dan/atau mengevaluasi kondisi
kesehatan pasien sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya, yang dibuktikan dengan surat
tanda registrasi (STR) dengan tetap
memperhatikan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien;
3) Pelayanan telemedicine dilakukan antara Dokter
dengan pasien, dan/atau antara Dokter dengan
Dokter lain. Dokter yang memberi pelayanan
telemedicine kepada pasien bertanggung jawab
terhadap pelayanan kesehatan yang
diberikannya, termasuk menjamin keamanan
data pasien yang mengakses pelayanan
telemedicine. Penyelenggaraan pelayanan
telemedicine antara Dokter dengan Dokter lain
diselenggarakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
4) Hasil pelayanan telemedicine dicatatkan dalam
catatan digital atau manual yang dipergunakan
oleh Dokter sebagai dokumen rekam medik dan
menjadi tanggung jawab dokter, harus dijaga
kerahasiaannya, serta dipergunakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

- Dalam hal ketersediaan obat-obatan dan alat kesehatan

dalam penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19) dilakukan dengan pengadaan alat kesehatan dan obat-

obatan dengan jalur khusus dan penggunaan obat-obatan

alternative yang mana ditunjukkan dengan

dikeluarkannya:

i. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2020

tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri


94

Kesehatan Nomor 51 Tahun 2014 tentang

Pemasukan Alat Kesehatan melalui Mekanisme Jalur

Khusus (Spesial Access Scheme).

Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 Peraturan Menteri


Kesehatan Nomor 51 Tahun 2014 tentang
Pemasukan Alat Kesehatan melalui Mekanisme
Jalur Khusus (Special Access Scheme) (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
1184) disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 6A
sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Alat Kesehatan yang dimasukkan melalui SAS
untuk keperluan penanggulangan Wabah
dan/atau Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
dapat beredar tanpa memiliki Izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.
(2) Pemasukan Alat Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan pengecualian
tata niaga impor sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

ii. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/2455/2020 Tahun 2020 tentang

Pemasukan Obat Melalui Mekanisme Jalur Khusus

(Special Access Scheme) Dalam Rangka

Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19)

a) Pemasukan obat melalui mekanisme jalur


khusus (Special Access Scheme) dalam rangka
penanggulangan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) dilakukan untuk obat yang belum
memiliki izin edar namun dibutuhkan dalam
penanggulangan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) dan belum diproduksi di
Indonesia atau telah diproduksi di Indonesia
95

tetapi belum mencukupi kebutuhan


penanggulangan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19).
b) Obat yang dimasukkan melalui mekanisme
jalur khusus (Special Access Scheme)
digunakan untuk obat kebutuhan rumah sakit
dan obat donasi dalam rangka penanggulangan
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
c) Selain digunakan untuk obat kebutuhan rumah
sakit dan obat donasi dalam rangka
penanggulangan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19), pemasukan obat melalui
mekanisme jalur khusus (Special Access
Scheme) dapat dilakukan untuk keperluan
pengobatan pribadi sebagai pasien yang
berobat di luar negeri dan dibuktikan dengan
surat keterangan dokter dan/atau rumah sakit di
luar negeri.
d) Obat yang dimasukkan melalui mekanisme
jalur khusus (Special Access Scheme) dalam
rangka penanggulangan Corona Virus Disease
2019 (COVID-19) harus mendapat persetujuan
dari Menteri.
e) Menteri melimpahkan wewenang pemberian
persetujuan kepada Direktur Jenderal yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kefarmasian dan alat kesehatan.
f) Pemasukan Obat melalui mekanisme jalur
khusus (Special Access Scheme) dalam rangka
penanggulangan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) dilaksanakan oleh industri
farmasi kecuali untuk keperluan pengobatan
pribadi
g) Industri farmasi yang melakukan pemasukan
obat melalui mekanisme jalur khusus (Special
Access Scheme) dalam rangka penanggulangan
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) wajib
menyampaikan laporan realisasi impor dan
penyaluran obat tersebut kepada Direktur
Jenderal yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang kefarmasian dan alat kesehatan dan
Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
h) Ketentuan pemasukan obat melalui mekanisme
jalur khusus (Special Access Scheme) dalam
96

rangka penanggulangan Corona Virus Disease


2019 (COVID-19) sebagaimana ditetapkan
dalam Keputusan Menteri ini berlaku sampai
dengan status penetapan kedaruratan kesehatan
masyarakat Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) dan penetapan bencana nonalam
penyebaran Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) dicabut.

iii. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan

Makanan Nomor HK.02.02.1.2.03.20.134 Tahun

2020 tentang Penetapan Pedoman Obat dalam

Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Menetapkan buku pedoman Obat dalam penanganan


Covid-19 yang terdiri atas:
a) Langkah Strategis dalam Penanganan Obat
Covid-19
Strategi BPOM di tingkat pusat dan daerah
dalam penanganna Covid-19 sesuai tugas
dan fungsi BPOM dengan titik berat pada
aspek dukungan ketersediaan obat pilihan
untuk penanganan Covid-19 melalui
registrasi dengan skema khusus,
pemantauan di rantai produksi serta
distribusi dan pemantauan aspek
keamanan/farmakovigilans, kemanfataan
dan mutu obat-obat yang dibutuhkan dalam
penanganan Covid-19.
b) Informatorium Obat Covid-19 di Indonesia
Informasi manajemen terapi pengobatan
Covid-19 yang idtujukan bagi tenaga
kesehatan berisi daftar obat, informasi
produk, beserta regimen terapinya.
Informasi disusun berdasarkan hasil
evaluasi mutu, khasiat dan keamanan yang
dilakukan oleh BPOM, panduan/protokol
rejimen pengobatan Covid-19 nasional
serta publikasi ilmiah terkait hasil uji di
beebrapa negara dalam upaya pengobatan
Covid-19.
c) Pedoman Pelayanan Publik di Bidang Obat
dalam Kondisi Pandemi Covid-19
97

Inovasi percepatan perizinan simplifikasi


prosedur dan persyaratan ditujukan untuk
meningkatkan akses obat dan memenuhi
ketersediaan obat didalam negeri pada masa
pandemi. Pengaturan percepatan adan
penyederhanaan persyaratan registrasi Obat
dan Produk Biologi untuk mendukung
ketersediaan obat untuk penanganan Covid-
19 bagi masyarakat.
d) Pedoman Pengawasan Pemasukan Obat
Covid-19 melalui Jalur Khusus
Pedoman dalam rangka pengawalan obat
donasi yang didatangkan dari luar negeri,
atau donasi dalam negeri untuk pencegahan
dan penanggulangan Covid-19.

iv. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan

Nomor HK.02.02/IV.2243/2020 Tahun 2020 tentang

Pemanfaatan Obat Tradisional Untuk Pemeliharaan

Kesehatan, Pencegahan Penyakit dan Perawatan

Kesehatan

Disampaikan kepada Pemerintah Daerah terkait


pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional
sebagai upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit dan perawatan kesehatan dengan tetap
memperhatikan petunjuk pemanfaatannya sebagai
berikut:
1) Pemanfaatan tanaman obat sebagai obat
tradisional dalam bentuk sediaan segar
sebaiknya dilakukan dengan-memperhatikan
petunjuk umum pemakaiannya seperti:
(1) Pemilihan jenis tanaman, komposisi
bahan, dan takaran yang tepat sesuai
dengan racikan ramuan obat tradisional
yang akan dibuat.
(2) Pengolahan tanaman obat dimaksud
harus memperhatikan kebersihan,
peralatan yang digunakan, dan cara
pengolahan yang benar dan baik
98

2) Pemanfaatan obat tradisional dalam bentuk


sediaan jadi harus memperhatikan hal-hal
berikut:
(1) Obat tradisional harus memiliki izin edar
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM).
(2) Informasi yang tercantum dalam
kemasan harus diperhatikan, antara lain
aturan pakai, tanggal kadaluarsa,
peringatan/kontra indikasi, dan khasiat.
(3) Kondisi kemasan dalam keadaan baik
(tidak rusak, tidak bocor, dan tidak
lusuh).
(4) Bentuk fisik produk dalam keadaan baik.
e) Obat tradisional tidak boleh digunakan dalam
keadaan kegawatdaruratan dan keadaan yang
potensial membahayakan jiwa.
f) Bila keluhan belum teratasi atau muncul keluhan
lain dalam penggunaan, masyarakat harus
menghentikan dan berkonsultasi ke dokter atau
tenaga kesehatan lain yang memiliki kompetensi
terkait dengan obat tradisional

- Dalam hal vaksinasi, ketersediaan pada awal Tahun 2021

masih sangat terbatas dikarenakan pengadaan vaksin

masih ditahap awal yang ditunjukkan dengan

dikeluarkannya:

i. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79 Tahun 2020

tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 28 Tahun 2020 tentang

Pelaksanaan Pengadaan Vaksin Dalam Rangka

Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease

2019 (Covid-19).

a. Pasal 2:
(1) Ruang lingkup pengaturan pengadaan
Vaksin dalam rangka penanggulangan
99

pandemi COVID-19 meliputi jenis dan


jumlah Vaksin, tata cara pengadaan Vaksin,
tata cara pembayaran, dan pembinaan dan
pengawasan.
(2) Pengadaan Vaksin merupakan pengadaan
yang dilakukan oleh Menteri untuk
memenuhi kebutuhan program Vaksinasi
COVID-19.
(3) Selain pengadaan Vaksin yang dilakukan
oleh Menteri pengadaan Vaksin melalui
kerja sama dengan lembaga/badan
internasional tertentu dilakukan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang luar negeri
b. Pasal 3
(1) Pengadaan Vaksin COVID-19 bertujuan
untuk memenuhi ketersediaan Vaksin
COVID-19 dalam rangka penanggulangan
pandemi sesuai dengan jenis dan jumlah
yang ditetapkan.
(2) Vaksin COVID-19 wajib memenuhi
standar dan/atau persyaratan keamanan
(safety), mutu (quality), dan khasiat
(efficacy)/imunogenisitas.
(3) Pemenuhan standar dan/atau persyaratan
keamanan (safety), mutu (quality), dan
khasiat (efficacy)/imunogenisitas Vaksin
COVID-19 setelah mendapat persetujuan
penggunaan pada masa darurat (emergency
use authorization) atau Izin Edar sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Dalam hal terdapat kebutuhan pengadaan
Vaksin COVID-19 yang masih dalam tahap
awal pengembangan, proses pengadaan
dapat dilakukan sebelum mendapat
persetujuan penggunaan pada masa darurat
(emergency use authorization) atau Izin
Edar
(5) Penggunaan Vaksin hanya dapat dilakukan
setelah mendapat persetujuan penggunaan
pada masa darurat (emergency use
authorization) atau Izin Edar.
100

ii. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021

tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka

Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease

2019 (Covid-19).

a) Pasal 3
(1) Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19
dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Pemerintah Pusat dalam melaksanakan
Vaksinasi COVID-19 melibatkan
Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah
Daerah kabupaten/kota serta badan
hukum/badan usaha.
(3) Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19
dilakukan melalui Vaksinasi Program atau
Vaksinasi Gotong Royong.
(4) Penerima Vaksin dalam pelayanan
Vaksinasi Program tidak dipungut
bayaran/gratis.
b) Pasal 4
Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 bertujuan
untuk:
a. mengurangi transmisi/penularan COVID-
19;
b. menurunkan angka kesakitan dan kematian
akibat COVID-19;
c. mencapai kekebalan kelompok di
masyarakat (herd immunity);
d. melindungi masyarakat dari COVID-19
agar tetap produktif secara sosial dan
ekonomi.
2) Keterjangkauan (accessibility)

- Pelayanan kesehatan bagi pasien positif Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19) maupun bagi pasien umum

dapat didapatkan pada puskesmas, rumah sakit maupun

rumah sakit darurat yang ditunjukkan dengan

dikeluarkannya:
101

i. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/169/2020 Tahun 2020 dan

Nomor HK.01.07/MENKES/275/2020 Tahun

2020 tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan

Penanggulangan Penyakit Infeksi Emerging

Tertentu.

a) Bagian Kesatu: Menetapkan Rumah Sakit


Rujukan Penanggulangan Penyakit Infeksi
Emerging Tertentu sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
b) Bagian Kedua: Rumah Sakit Rujukan
Penanggulangan Penyakit Infeksi Emerging
Tertentu bertugas:
o melakukan penatalaksanaan dugaan
kasus yang berpotensi kejadian luar biasa
Penyakit Infeksi Emerging Tertentu;
o memberikan pelayanan rujukan pasien
dan rujukan spesimen yang berkualitas
sesuai dengan standar;
o meningkatkan kapasitas sumber daya
yang diperlukan dalam rangka
penatalaksanaan dugaan kasus yang
berpotensi kejadian luar biasa Penyakit
Infeksi Emerging Tertentu;
o melakukan pencatatan dan pelaporan.
c) Bagian Ketiga: Rumah Sakit Rujukan
Penanggulangan Penyakit Infeksi Emerging
Tertentu mendapatkan penggantian biaya
perawatan pasien penyakit infeksi emerging
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

ii. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/230/2021 Tahun 2021

tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit


102

Lapangan/Rumah Sakit Darurat pada masa

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

a) Bagian Kesatu: Menetapkan Pedoman


Penyelenggaraan Rumah Sakit
Lapangan/Rumah Sakit Darurat pada Masa
Pandemi Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) yang selanjutnya disebut
Pedoman Rumah Sakit Lapangan/Rumah
Sakit Darurat COVID-19 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini.
b) Bagian Kedua: Pedoman Rumah Sakit
Lapangan/Rumah Sakit Darurat COVID-19
menjadi acuan bagi pemerintah pusat,
pemerintah daerah provinsi, pemerintah
daerah kabupaten/kota, masyarakat, dan
pemangku kepentingan terkait dalam
mempersiapkan pendirian dan penetapan,
serta pelayanan kesehatan yang diberikan
rumah sakit lapangan/rumah sakit darurat
COVID-19 sebagai rujukan pasien Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19).
c) Bagian Ketiga: Pemerintah pusat, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan Pedoman
Rumah Sakit Lapangan/Rumah Sakit Darurat
COVID-19 sesuai dengan kewenangan
masing-masing dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

- Pembiayaan perawatan bagi pasien positif di rumah sakit

maupun rumah sakit darurat ditanggung oleh Pemerintah

yang ketentuanya didasarkan kepada:

i. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan

Keuangan Negara dan Stabilisasi Sistem


103

Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam

Rangka Menghadapi Ancaman yang

Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau

Stabilitas Sistem Keuangan yang menjadi

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang

Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan

Keuangan Negara dan Stabilisasi Sistem

Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam

Rangka Menghadapi Ancaman yang

Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau

Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-

Undang.

Pasal 2 ayat (1): Dalam rangka pelaksanaan


kebijakan keuangan negara untuk penanganan
pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
dan/ atau menghadapi ancaman yang
membahayakan perekonomian nasional dan/atau
stabilitas sistem keuangan, Pemerintah berwenang
untuk:
Huruf a: menetapkan batasan defisit anggaran
dengan ketentuan melampaui 3% (tiga persen) dari
Produk Domestik Bruto (PDB) selama masa
penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19) dan/atau untuk menghadapi ancaman yang
membahayakan perekonomian nasional dan/atau
stabilitas sistem keuangan paling lama sampai
dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2022;
104

Huruf f: Penerbitan Surat Utang Negara dan/atau


Surat Berharga Syariah Negara dengan tujuan
tertentu khususnya dalam rangka pandemi Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) untuk dapat
dibeli oleh Bank Indonesia, BUMN, investor
korporasi, dan/ atau investor ritel

ii. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/215/2020 / 2020 tentang

Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Bidang

Keseahtan Untuk Pencegahan dan/atau

Penanganan Covid-19 / anggaran 2020

a) Bagian Kesatu: Menetapkan Dana Alokasi


Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran
2020 dapat digunakan untuk pencegahan
dan/atau penanganan COVID-19.
b) Bagian Kedua: Untuk pencegahan dan/atau
penanganan COVID-19, pemerintah daerah
mengajukan perubahan/revisi rencana
kegiatan Dana Alokasi Khusus Bidang
Kesehatan Tahun Anggaran 2020.

iii. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor

910/6650/SJ Tahun 2020 tentang Dukungan

Pengalokasian Anggaran Pelaksanaan Imunisasi

Covid-19.

a) Dalam rangka percepatan penanggulangan


pandemi Corona Virus Disease 2019
(COVID-19), Pemerintah melakukan
percepatan pengadaan Vaksin COVID-19 dan
pelaksanaanVaksinasi COVID-19. Cakupan
pelaksanaan pengadaan Vaksin dan
pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 meliputi:
a. pengadaan Vaksin COVID-19;
b. pelaksanaan Vaksinasi COVID-19;
c. pendanaan pengadaan Vaksin COVID-19
dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19;
105

d. dukungan dan fasilitas kementerian,


lembaga, dan pemerintah daerah.
b) Pengadaan Vaksin COVID-19 meliputi
penyediaan Vaksin COVID-19 dan peralatan
pendukung dan logistik yang diperlukan, dan
distribusi Vaksin COVID-19 sampai pada titik
serah yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Pengadaan Vaksin COVID-19
dilaksanakan oleh pemerintah dengan sumber
pendanaan dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara dan/atau sumber lain yang sah dan
tidak mengikat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c) Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
daerah kabupaten/kota dapat menyediakan
pendanaan melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah untuk mendukung
pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 pada
daerah masing-masing.
d) Tahapan pelaksanaan pemberian Vaksin atau
imunisasi COVID-19 direncanakan dimulai
bulan Desember 2020 dan dilanjutkan pada
tahun 2021 di seluruh Indonesia yang
dilakukan secara sinergis dengan pelaksanaan
imunisasi rutin.
e) Mempertimbangkan pentingnya kesuksesan
pelaksanaan pemberianVaksin atau imunisasi
COVID-19 tersebut, diminta kepada Gubernur
dan Bupati/Wali Kota untuk dapat
memberikan dukungan pelaksanaan imunisasi
COVID-19 dan imunisasi rutin termasuk
alokasi anggaran dalam anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD).
f) Dalam hal belum tersedianya dukungan
alokasi anggaran untuk pelaksanaan imunisasi
COVID-19 dan imunisasi rutin dalam APBD,
pemerintah daerah melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
o APBD TA 2020: Menyediakan dukungan
anggaran sesuai kebutuhan pada Perangkat
Daerah terkait dengan melakukan
perubahan peraturan kepala daerah tentang
Penjabaran APBD 2020 dan
memberitahukan kepada pimpinan DPRD
untuk selanjutnya disampaikan dalam
laporan realisasi anggaran.
106

o APBD TA 2021: Menyediakan dukungan


anggaran sesuai kebutuhan dalam RKA
SKPD pada Perangkat Daerah terkait.

3) Keberterimaan (acceptability)

- Pelaksanaan pelayanan kesehatan pada masa pandemi

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang sesuai

dengan protokol kesehatan harus dilaksanakan dengan

tetap mengutamakan etika kedokteran yang ditunjukkan

dengan adanya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/12763/2020 / 2020 tentang Panduan

Operasional Kesehatan di Pos Pelayanan Terpadu Dalam

Adaptasi Kebiasaan Baru Untuk Penerapan Masyarakat

Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19).

a) Bagian Kesatu: Upaya kesehatan di Pos Pelayanan


Terpadu (Posyandu) dalam adaptasi kebiasaan baru
tetap dilakukan sebagai upaya percepatan pencegahan
stunting, peningkatan kesehatan ibu dan anak,
penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan,
serta surveilans kesehatan berbasis masyarakat dalam
rangka pencegahan dan pengendalian Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19).
b) Bagian Kedua: Upaya kesehatan di Posyandu
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
o Posyandu yang berada di daerah Zona Hijau
dapat melakukan hari buka Posyandu
berdasarkan persetujuan dari Pemerintah
Desa/Kelurahan.
o Posyandu yang berada di daerah Zona Kuning,
Zona Oranye, dan Zona Merah tidak melakukan
hari buka Posyandu dan kegiatan dilaksanakan
melalui penggerakan masyarakat untuk kegiatan
mandiri kesehatan atau janji temu dengan tenaga
kesehatan serta melaporkannya kepada kader
107

Posyandu, yang dapat dilaksanakan dengan


pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi.
c) Bagian Ketiga: Pelaksanaan upaya kesehatan di
Posyandu dalam adaptasi kebiasaan baru mengacu
pada Panduan Operasional Upaya Kesehatan di Pos
Pelayanan Terpadu Dalam Adaptasi Kebiasaan Baru
Untuk Penerapan Masyarakat Produktif dan Aman
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
d) Bagian Keempat: Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, dan Gugus Tugas Percepatan
Penanganan COVID-19 wajib melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap pelaksanaan Panduan
Operasional Pos Pelayanan Terpadu Dalam Adaptasi
Kebiasaan Baru Untuk Penerapan Masyarakat
Produktif dan Aman Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) sesuai dengan kewenangan masing-
masing.
e) Bagian Kelima: Pembinaan dan pengawasan termasuk
untuk memastikan pelaksanaan upaya kesehatan di
Posyandu sesuai dengan kebijakan yang berlaku dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain dari itu para tenaga kesehatan berpegah teguh

kepada pengaturan etika kedokteran yang tertuang dalam

Kode Etik Kedokteran Indonesia dan berpegah teguh pada

sumpah jabatan yang telah dilakukan.

4) Kualitas (quality)

- Obat-obatan yang digunakan dalam penanganan pandemi

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) disesuaikan

dengan standar yang dibuat oleh Badan Pemeriksa Obat

dan Makanan (BPOM) yang termuat dalam Pedoman

Pelayanan Publik di Bidang Obat dalam Kondisi Pandemi


108

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang diterbitkan

pada Maret 2020.

Politik hukum kesehatan pada masa pandemi Corona Virus Disease

2019 (Covid-19) apabila dikaitkan dengan pemenuhan hak atas kesehatan

tentunya berkaitan dengan kewajiban negara untuk memenuhi (to fulfill),

maka melalui beberapa peraturan perundangan-undangan yang dikeluarkan

Pemerintah telah mengatur mengenai banyak aspek pemenuhan secara

progresif di bidang kesehatan yang cukup untuk memenuhi 4 prinsip hak atas

kesehatan, dikatakan cukup dikarenakan pada aspek keberterimaan dan

kualitas belum banyak dikeluarkan peraturan yang dikeluarkan yang

dikhususkan untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19).

Politik hukum kesehatan pada masa pandemi Corona Virus Disease

2019 (Covid-19) tidak hanya diberatkan kepada pengaturan pencegahan dan

penanganan namun juga dititik beratkan kepada kesejahteraan rakyat dengan

dikeluarkannya kebijakan yang mengutamakan penggunaan APBN untuk

penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) selain itu juga

dikeluarkannya kebijakan yang memberikan tarif batas untuk biaya swab dan

pcr merupakan salah satu tugas negara untuk tetap menjalankan konsep

negara kesejahteraannya pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019

(Covid-19).

Namun beberapa pengaturan yang mengatur tersebut masih belum

dapat mencakupi seluruh kebutuhan kesehatan rakyat pada masa pandemi


109

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dikarenakan masih adanya rumah

sakit yang tidak dapat menampung keseluruhan pasien covid-19 khususnya

pada Unit ICU terisi 100% untuk wilayah jabodetabek, dan Unit Gawat

Darurat terisi 80%66. Selain itu dalam hal kualitas, pada saat pandemi Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19) masih banyaknya obat-obatan ilegal yang

dilabeli sebagai obat penangkal Covid yang bertebaran dan dijual secara

bebas melalui laman e-commerce secara online, obat-obatan tersebut juga

termasuk obat keras maupun obat berbahan herbal namun mengandung bahan

kimia dan obat yang berbahaya67.

Namun dari beberapa peraturan tersebut sudah mengindikasikan

bahwa pemerintah menerapkan asas keselamatan rakyat merupakan hukum

tertinggi (Salus Populi Suprema Lex Esto), yang terlihat dengan beberapa

peraturan yang dikeluarkan setelah masa pandemi Covid-19 dengan tujuan

untuk melakukan penyelamatan terhadap kesehatan rakyat Indonesia dalam

menghadapi pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

66
CNBC Indonesia. 2021. Rumah Sakit Penuh, Pasien Covid-19 Sulit Dapat Perawatan.
Diakses melalui https://www.cnbcindonesia.com/news/20210108121412-4-214463/rumah-sakit-
penuh-pasien-covid-19-sulit-dapat-perawatan. Diakses pada 12/12/2022.
67
Oke Zone. 2020. Peredaran Obat Ilegal Secara Online Meningkat Selama Pandemi
Covid-19. Diakses melalui https://nasional.okezone.com/amp/2020/09/25/337/2283650/peredaran-
obat-ilegal-secara-online-meningkat-selama-pandemi-covid-19. Diakses pada 12/12/2022.
BAB III
TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MEMBERIKAN

PERLINDUNGAN TERHADAP KESEHATAN MASYAKARAT

A. Tanggung Jawab Negara Dalam Perlindungan Terhadap Kesehatan


Masyarakat
Negara sebagai pemegang kewajiban (duty bearer) pemenuhan dan

perlindungan Hak Asasi Manusia termasuk didalamnya hak atas kesehatan,

wajib memberikan jaminan terhadap perlindungan dan pemenuhan hak atas

kesehatan bagi seluruh warga negara68. Dalam hukum HAM Internasional,

pengertian tanggung jawab negara berkaitan dengan pemenuhan,

perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia yang diakui secara

internasional69.

Menurut World Health Organization (WHO), “Government has a

responsibility for the health of their which can be fulfilled only by the

provision of adequate health and social measures”70(Pemerintah memiliki

tanggung jawab untuk melakukan pemenuhan hak atas kesehatan

masyarakatnya yang berdasarkan persediaan tindakan kesehatan dan sosial

yang memadai).

Tanggung jawab negara untuk memenuhi hak atas kesehatan

ditegaskan kembali pada Deklarasi Alma-Ata pada International Conference

68
Udiyo Basuki. 2020. Merunut Konstitusionalisme Hak Atas Pelayanan Kesehatan
sebagai Hak Asasi Manusia. Artikel dalam “Jurnal Caraka Justitia” Vo. 1. No. 01. Mei, hlm. 22.

69
Referensi Elsam. 2014. Tanggung Jawab Negara. Diakses melalui
https://referensi.elsam.or.id/2014/09/tanggung-jawab-negara/. Diakses pada 16/2/2022.

70
Tinton Slamet Kurnia. 2007. Hak Atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai HAM di
Indonesia. Bandung : Alumni, hlm. 15.

110
111

on Primary Health Care 1978. “The Conference strongly reaffirms that

health, which is a state complete physical, mental and social wellbeing, and

not merely the absence of disease or infirmity, is a fundamental human right

and that the attainment of the highest possible level of health is a most

important world-wide social goal whose realization requires the action of

many other social and economic sectors in addition to the health sector”

(Deklarasi Alma-Ata menegaskan kembali bahwa kesehatan fisik, mental dan

perilaku sosial dan bukan hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan,

merupakan suatu hak asasi manusia yang fundamental dan pencapaian derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya merupakan tujuan penting dunia yang

dalam pencapaiannya memerlukan tindakan dukungan dari sektor sosial dan

sektor ekonomi lainnya selain sektor kesehatan).

Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 mengandung tujuan negara. Alinea keempat

menyatakan bahwa “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu

pemerintahanan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah negara Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan

Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang

berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,

Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan


112

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Berdasarkan bunyi Alinea keempat pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa tujuan negara Indonesia adalah:

5) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia

6) Memajukan kesejahteraan umum

7) Mencerdaskan kehidupan bangsa

8) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Selain pada Alinea Keempat pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dasar hukum tanggung jawab negara

dalam perlindungan terhadap kesehatan masyarakat dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 termuat dalam beberapa pasal,

yaitu:

1) Pasal 28 I ayat (4) yang berbunyi “Perlindungan. Pemajuan,

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung

jawab negara, terutama permerintah”.

2) Pasal 34 ayat (3) yang berbunyi “Negara bertanggung jawab

atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak” yang mana pasal ini berkaitan


113

dengan ketentuan Pasal 28 H ayat (1) yang berbunyi “Setiap

orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,

dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat seerta

berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

3) Pasal 34 ayat (2) yang berbunyi “Negara mengembangkan

sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan

masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan

martabat kemanusiaan” yang mana pasal ini berkaitan dengan

ketentuan Pasal 28 H ayat (3) yang berbunyi “Setiap orang

berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan

dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”.

Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 sebagai konstitusi

Indonesia telah mengamanatkan salah satu tanggung jawab negara dalam

perlindungan terhadap kesehatan masyarakat adalah negara menyediakan

fasilitas pelayanan kesehatan dan negara menjamin untuk masyarakat dapat

menjangkau dan menikmati fasilitas pelayanan kesehatan.

Adanya ketentuan mengenai kesejahteraan sosial dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, merupakan

pengejawantahan konsep negara kesejahteraan (welvaart staat atau welfare

state), negara turut serta secara aktif untuk kesejahteraan rakyatnya (welfare

state)71 atau disebut sociale rechstaat (negara hukum sosial), dimana negara

71
Fheriyal Sri Isriawaty. Op.Cit, hlm. 4.
114

dituntut untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh

rakyatnya72.

Pengaturan mengenai tanggung jawab negara terhadap kesehatan

masyarakat juga termuat dalam beberapa peraturan perundang-undangan lain

yang dalam pembuatan peraturannya didasarkan kepada Pasal dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

disebutkan diatas.

Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia ketentuan mengenai tanggung jawab negara termuat dalam Pasal 8

yang menyatakan bahwa “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan

pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab

Pemerintah”. Hal ini merupakan penekanan dari ketentuan yang terdapat

dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia menyatakan bahwa “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab

menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan hak asasi manusia

yang diatur dalam Undang-Undang ini, peraturan perundang-undangan lain

dan hukum Internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara

Republik Indonesia”. Pasal 72 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “Kewajiban dan tanggung

jawab Pemerintah sebagaiman adimaksud dalam Pasal 71 meliputi langkah

72
Rudy Hendra Pakpahan dan Eka N.A.M.Sihombing. 2012. Tanggung Jawab Negara
Dalam Pelaksanaan Jaminan Sosial (Responsibility State in The Implementation of Social Security).
Artikel dalam “Jurnal Legislasi Indonesia”. Vol 9. No. 2. Juli, hlm. 168.
115

implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial ,

budaya, pertahanan, keamanan negara dan bidang lain”.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,

ketentuan mengenai tanggung jawab pemerintah termuat dalam Bab IV

tentang Tanggung Jawab Pemerintah, yaitu:

1) Pasal 14:

(1) Pemerintah bertangung jawab merencanakan, mengatur,

menyelenggarakan, membina, dan mengawasi

penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan

terjangkau oleh masyarakat.

(2) Tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dikhususkan pada pelayanan publik.

2) Pasal 15:

“Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan,

tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi

masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya.”

3) Pasal 16:

“Pemerintah bertangung jawab atas ketersediaan sumber daya

di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh

masyarakat untuuk memperoleh derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya.”

4) Pasal 17:
116

“Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses

terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan

untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya.”

5) Pasal 18:

“Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan

mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya

kesehatan.”

6) Pasal 19:

“Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk

upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.”

7) Pasal 20:

(1) Pemerintah bertangung jawab atas pelaksanaan jaminan

kesehatan masyarakat melalui sistem jaminan sosial

nasional bagi upaya kesehatan perorangan.

(2) Pelaksanaan sistem jaminan sosial sebagaimna dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

selain di dalam Bab IV tentang Tanggung Jawab Pemerintah, ketentuan

tentang tanggung jawab pemerintah juga tersebar di Pasal lain yang

dikhususkan untuk ketentuan tertentu, yaitu:


117

1) Pasal 54 ayat (2) yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah

Daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan

kesehatan yang dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman,

bermutu, serta merata dan nondiskriminatif”. Pasal ini

dipetutukkan untuk penyelenggaraan upaya kesehatan yang

dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan perorangan dan

pelayanan kesehatan masyakarat secara umum.

2) Pasal 78 ayat (2) yang berbunyi “Pemerintah bertanggung jawab

dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan

obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang

aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat”. Pasal ini

diperuntukkan untuk penyelenggaran upaya kesehatan yang

dilaksanakan melalui kegiatan keluarga berencana.

3) Pasal 82 ayat (1) yang berbunyi “Pemerintah, Pemerintah

daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan

sumber daya, fasilitas dan pelaksanaan pelayanan kesehatan

secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana”. Pasal

ini diperuntukkan untuk penyelenggaran upaya kesehatan yang

dilaksanakan melalui kegiatan pelayanan kesehatan pada

bencana.

4) Pasal 90 ayat (1) yang berbunyi “Pemerintah bertanggung jawab

atas pelaksanaan pelayanan darah yang aman, mudah diakses

dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pasal ini


118

diperuntukkan untuk penyelenggaran upaya kesehatan yang

dilaksanakan melalui kegiatan pelayanan darah.

5) Pasal 112 yang berbunyi “Pemerintah berwenang dan

bertangung jawab mengatur dan mengawasi produksi,

pengolahan, pendistribusian makanan dan minuman”. Pasal ini

diperuntukkan untuk penyelenggaran upaya kesehatan yang

dilaksanakan melalui kegiatan pengamanan makanan dan

minuman.

6) Pasal 122 ayat (3) yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah

Daerah bertangung jawab atas tersedianya pelayanan bedah

mayat forensik di wilayahnya”. Pasal ini diperuntukkan untuk

penyelenggaran upaya kesehatan yang dilaksanakan melalui

bedah mayat.

7) Pasal 129 ayat (1) yang berbunyi “Pemerintah bertanggng jawab

menetepkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk

mendapatkan air susu ibu secara ekslusif”. Pasal ini

diperuntukkan untuk penyelenggaran upaya kesehatan yang

dilaksanakan melalui kegiatan kesehatan ibu, bayi, anak,

remaja, lanjut usia, dan penyandang cacat.

8) Pasal 142 ayat (2) yang berbunyi “Pemerintah bertanggung

jawab menetapkan standar angka kecukupan gizi, standar

pelayanan gizi, dan standar tenaga gizi pada berbagai tingkat

pelayanan”.
119

Pasal 142 ayat (3) yang berbunyi “Pemerintah bertanggung

jawab atas pemenuhan kecukupan gizi pada keluarga miskin dan

dalam situasi darurat”.

Pasal 142 ayat (4) yang berbunyi “Pemerintah bertanggung

jawab terhadap Pendidikan dan informasi yang benar tentang

gizi kepada masyarakat”.

Pasal 143 yang berbunyi “Pemerintah bertanggung jawab

meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan

pentingnya gizi dan pengaruhnya terhadap peningkatan status

gizi”.

Pasal-Pasal ini diperuntukkan untuk penyelenggaran upaya

kesehatan yang dilaksanakan melalui kegiatan gizi.

9) Pasal 143 ayat (4) yang berbunyi “Pemerintah, Pemerintah

Daerah dan masyarakat bertanggung jawab menciptakan

kondisi kesehatan jiwa yang setinggi-tingginya dan menjamin

ketersediaan, aksesibilotas, mutu dan pemerataan upaya

kesehatan jiwa yang terdiri atas preventif, promotive, kuratif,

rehabilitatif pasien gangguan hiwa dan masalah psikososial”.

Pasal ini diperuntukkan untuk penyelenggaran upaya kesehatan

yang dilaksanakan melalui kegiatan kesehatan jiwa.

10) Pasal 152 ayat (1) yang berbunyi “Pemerintah, Pemerintah

daerah dan masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya

pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit


120

menular serta akibat yang ditimbulkannya”. Pasal ini

diperuntukkan untuk penyelenggaran upaya kesehatan yang

dilaksanakan melalui kegiatan penanganan penyakit menular

dan tidak menular.

11) Pasal 163 ayat (1) yang berbunyi “Pemerintah, Pemerintah

Daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan

yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan”.

Pasal ini diperuntukkan untuk penyelenggaran upaya kesehatan

yang dilaksanakan melalui kegiatan menjaga kesehatan

lingkungan.

Tanggung jawab negara dalam mewujudkan hak atas kesehatan yang

optimal dapat dilihat dalam kerangka tipologi tripatrit yaitu dengan

“menghormati”, “melindungi”, dan “memenuhi”73.

1) Tanggung jawab Negara untuk menghormati Hak Atas

Kesehatan

i. Negara menghormati akses yang sederajat dalam

pelayanan kesehatan dan tidak menghalangi individua

atau masyarakat untuk mendapatkan akses kesehatan yang

tersedia.

73
Muhammad Beni Kurniawan. 2021. Politik Hukum Pemerintah Dalam Penanganan
Pandemi Covid-19 Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Atas Kesehatan (Government Legal Politics
In Handling Of COVID-19 Pandemic Reviewed From The Right To Health’s Perspective). Artikel
dalam “Jurnal HAM”. Vol. 12. Nomor. 1. April, hlm. 43.
121

ii. Negara bertanggung jawab untuk tidak membuat

kebijakan yang memuat ketentuan kontradiksi terhadap

nilai-nilai kesehatan.

2) Tanggung jawab Negara untuk melindungi Hak Atas Kesehatan

Kewajiban negara untuk membuat politik hukum dan

kebijakan di bidang perundang-undangan yang melindungi hak

atas kesehatan warga negara.

3) Tanggung Jawab Negara untuk memenuhi Hak Atas Kesehatan

i. Kewajiban negara untuk melaksanakan amanat peraturan

perundang-undangan terkait dengan pemenuhan hak atas

kesehatan warga negara.

ii. Kewajiban negara untuk mengalokasikan anggaran yang

cukup dalam pemenuhan hak atas kesehatan warga

negara.

iii. Kewajiban negara untuk membuat sistem jaminan

kesehatan yang terintegrasi dan menyediakan fasilitas

kesehatan yang lengkap, memadai dan terjangkau bagi

semua lapisan masyarakat.

Tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak atas kesehatan yaitu74:

1) Perlindungan hukum (legal protection). Perlindungan hukum

tersebut dilakukan melalui upaya pengaturan (regulation/law

74
Hernadi Affandi. 2019. Impelementasi Hak atas kesehatan Menurut Undang-Undang
Dasar 1945: antara Pengaturan dan Realisasi Tanggung Jawab Negara. Artikel dalam “Jurna;
Hukum Positum”. Vol. 4. No. 1. Juni, hlm. 43.
122

making) kaidah-kaidah pemenuhan hak atas kesehatan,

termasuk penetapan standar-standar pelayanan kesehatan,

proses, mekanisme, lembaga dan jaminan-jaminan bagi

masyarakat untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan

berdasarkan standar tersebut.

2) Kebijakan-kebijakan pemenuhan hak atsa kesehatan, seperti

pembiayaan, pengadaan obat-obatan, dokter, perawat,

Pendidikan kesehatan, pengawasan obat dan sebagainya.

Termasuk kebijakan pembangunan fasilitas-fasilitas pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

3) Tersedianya pranata “due process of law” bagi masyarakat yang

hak-haknya terlanggar atau terabaikan baik oleh negara maupun

oleh pihak ketiga.

Dalam menjalankan tanggung jawab negara untuk melindungi hak

atas kesehatan masyarakat, negara membuat berbagai macam peraturan

perundang-undangan yang memuat ketentuan mengenai perlindungan hukum

bagi penerima layanan kesehatan maupun pemberi layanan kesehatan.

Peraturan perundang-undangan tersebut juga memuat mengenai sanksi yang

akan diberikan baik sanksi administratif, sanksi perdata maupun sanksi

pidana bagi yang melakukan pelanggaran atas perlindungan hak atas

kesehatan masyarakat.

Beberapa peraturan perundang-undangan dalam bentuk produk

hukum Undang-Undang yang memuat ketentuan umum dan ketentuan khusus


123

mengenai perlindungan hukum tentang hak atas kesehatan masyarakat baik

bagi pemberi pelayanan kesehatan, penerima pelayanan kesehatan dan

fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran

2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional

3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan

Sosial

4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

5) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

6) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggaraan Jaminan Sosial

7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga

Kesehatan

8) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan

Dalam menjalankan tanggung jawab negara untuk memenuhi hak atas

kesehatan masyarakat, negara membuat berbagai upaya kesehatan yang

dilakukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

masyarakat, yang dilakukan secara terpadu dan menyeluruh, dan

berkesinambungan. Upaya kesehatan tersebut terbagi menjadi upaya

kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.


124

Secara umum menurut Pasal 47 Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk

kegiatan dengan pendekatan promotif (peningkatan/promosi kesehatan),

preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (rehabilitasi).

a) Promotif

Upaya kesehatan dalam hal promotif

(peningkatan/promosi kesehatan) merupakan pelayanan

terhadap pemeliharaan kesehatan pada umumnya dan pelayanan

peningkatan sehat masyarakat, yang dilakukan dengan program

penyuluhan, pendampingan dan advokasi.

b) Preventif

Upaya kesehatan dalam hal preventif (pencegahan)

merupakan pelayanan tindakan pencegahan terhadap penyakit

tertentu, yang dilakukan dengan program vaksinasi penyakit

tertentu, isolasi penderita penyakit menular dan pencegahan

kecelakaan ditempat umum maupun ditempat kerja.

c) Kuratif

Upaya kesehatan dalam hal kuratif (pengobatan)

merupakan pelayanan kegiatan pengobatan yang ditujukan

untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat

penyakit, pengendalian penyakit atau pengendalian kecacatan

agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin, yang

dilakukan dengan diagnosis dan penyembuhan yang dilakukan


125

oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama,

kedua maupun ketiga.

d) Rehabilitatif

Upaya kesehatan dalam rehabilitative (rehabilitasi)

merupakan pelayanan kegiatan usaha untuk mengembalikan

bekas penderita kedalam masyarakat sehingga dapat berfungsi

kembali sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk

dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan

kemampuannya, yang diilakukan dengan upaya rehabilitasi

fisik, rehabilitasi mental, rehabilitasi sosial vokasional, dan

rehabilitasi estetis.

B. Bentuk Tanggung Jawab Negara Dalam Perlindungan Terhadap


Kesehatan Masyarakat pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019
(Covid-19)
Pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), sistem

kesehatan nasional dibuat kewalahan dengan serangan pandemi, kolapsnya

tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan, angka positif Corona Virus Disease

2019 (Covid-19) yang terus meingkat setiap harinya, dan kurangnya

ketersediaan labarotarium dan alat tes Covid-19. Kendala tersebut

menyebabkan pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang ditujukan

untuk pemenuhan hak atas kesehatan pada masa pandemic Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19).

Dalam hal pemenuhan hak atas kesehatan Pemerintah memiliki

kewajiban to protect (melindungi), to respect (menghormati), dan to fulfill


126

(memenuhi). To protect atau melindungi yang dimaksud dalam hal ini adalah

memberikan perlindungan hukum yang dilakukan melalui upaya pengaturan

(regulation/law making) kaidah-kaidah pemenuhan hak atas kesehatan,

termasuk penetapan standar-standar pelayanan kesehatan, proses,

mekanisme, lembaga dan jaminan-jaminan bagi masyarakat untuk dapat

mengakses pelayanan kesehatan berdasarkan standar tersebut.

Negara dalam memberikan perlindungan terhadap kesehatan

masyarakat, negara berkewajiban untuk membuat politik hukum dan

kebijakan di bidang perundang-undangan yang melindungi hak atas

kesehatan bagi seluruh masyarakatnya. Tanggung jawab hukum negara

terhadap rakyatnya timbul karena adanya ketentuan dalam peraturan yang

mengatur mengenai kewajiban yang dibebankan kepada negara.

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,

kewajiban negara secara umum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah pada

penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) adalah

sebagai berikut:

1) Pasal 14 : Merencanakan, mengatur, menyelenggarakan,

membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan

yang merata dan terjangkau oleh masyarakat

2) Pasal 15 : Menyediakan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan

baik fisik maupun sossial bagi masyarakat

3) Pasal 16 : Menyediakan sumber daya di bidang kesehatan yang

adil dan merata


127

4) Pasal 17 : Penyediaan akses informasi, edukasi, dan fasilitas

pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

5) Pasal 18 : Memberdayakan dan mendorong peran aktif

masyarakat dalam bentuk upaya kesehatan

6) Pasal 19 : Menyediakan segala bentuk upaya kesehatan yang

bermutu, aman, efisien dan terjangkau

7) Pasal 20 : Menyediakan Jaminan kesehatan masyarakat melalui

sistem jaminan nasional.

Berdasarkan kewajiban Pemerintah diatas, dalam pencegahan dan

penanaganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), bentuk tanggung

jawab yang dilakukan oleh Pemerintah sebagai pemenuhan kewajiban dan

pengutamaan kesehatan yaitu, diantara lain:

1) Penetapan Kedaruratan Kesehatan dan Bencana Non Alam

Dalam upaya penanganan Pandemi Covid-19 Pemerintah

mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020

tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Keputusan Presiden Nomor

12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencanan Nonalam

Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) sebagai

Bencana Nasional.

2) Pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)


128

Pada awal pandemi pemerintah Indonesia mengeluarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang

Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan

Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala

Besar Dalam Rangka Percepatan Penanagan Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19) yang mana hal ini dimaksudkan untuk

pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam wilayah yang

diduga terinfeksi covid-19 untuk mencegah kemungkinan

penyebaran Covid-19. Kegiatan PSBB meliputi peliburan

sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan

pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum75.

3) Pemberlakuan PPKM (Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan

Masyarakat)

Pemberlakuan PPKM merujuk pada ketentuan Instruksi Menteri

Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan

Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus

Disease 2019 Di Wilayah Jawa dan Bali, Intruksi ini keluar

sebagai tindaklanjut arahan Presiden Republik Indonesia yang

menginstruksikan agar melaksanakan Pemberlakuan

75
Media Indonesia. 2020. Ini Makna, Kriteria dan Aturan Lengkap PSBB. Diakses melalui
Ini Makna, Kriteria, dan Aturan Lengkap PSBB (mediaindonesia.com). Diakses pada 12/12/2022.
129

Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Corona

Virus Disease (COVID-19) di wilayah Jawa dan Bali sesuai

dengan kriteria level situasi pandemi berdasarkan assesmen.

Dalam ketentuan Instruksi Mendagri Nomor 15 Tahun 2021 ini,

diatur beberapa hal pokok antara lain; pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar (Sekolah, Perguruan Tinggi, Akademi, Tempat

Pendidikan/Pelatihan dilakukan secara daring/online, dan

pelaksanaan kegiatan pada sektor non esensial diberlakukan

100% (seratus persen) Work From Home (WFH).

4) Penundaan Pemilu Kepala Daerah

Bahwasanya pemilihan umum kepala daerah akan berlangsung

setiap 5 tahun sekali, namun pada tahun 2020 dilakukan

penundaan dikarenakan Pandemi Covid-19 dengan didasarkan

kepada UU No.6/2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang

Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015

tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang menjadi

Undang-Undang.

Tanggung jawab negara melalui kebijakan perundang-undangan

dalam penanaganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

merupakan implementasi konsep negara kesejahteraan yang mengandung


130

unsur dan karakteristik memberikan perlindungan sosial secara khusus yang

menjadi sumber hukum dari semua hukum dari semua peraturan perundang-

undangan dalam urusan sosial76.

Kebijakan atau produk hukum yang dikeluarkan oleh Pemerintah pada

masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang telah diuraikan

diatas merupakan upaya Pemerintah untuk melakukan perlindungan terhadap

kesehatan masyarakat pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019

(Covid-19), yang mana dimasyarakat produk hukum tersebut digaungkan

dengan menggunakan asas Salus Populi Suprema Lex Esto (keselamatan

rakyat merupakan hukum tertinggi). Mahfud MD77 menegaskan bahwa

keselamatan rakyat adalah asas tertinggi suatu negara, yang diartikan apaila

keselamatan rakyat pemerintah harus mengambil langkah untuk

menyelamatkan rakyat tanpa melalui aturan hukum. Implementasi kebijakan

darurat bagi keselamatan masyarakat setidaknya terbagi dalam 2 poin yaitu

semua hukum yang ada disuatu negara harus dibuat untuk kesejahteraan dan

keselamatan rakyat dan jika hukum tidak ada pemangku kebijakan harus

membuat peraturan darurat yang secara cepat bisa mengatasi masalah.

Maka dari keterangan Mahfud MD, dapat dikatakan bahwa

perlindungan hukum terhadap kesehatan masyarakat pada masa Pandemi

76
Sudjana 2021. Dinamika dan Perkembangan Peraturan Paada Masa Pandemi Covid 19
Dalam Perspektif Tangung Jawab Negara. Artikel dalam “Jurnal Krtha Bhayangkara”. Vol. 15. No.
2. Desember ,hlm. 207.

77
Populis.Id. 2022. Mahfud MD:Keselamatan Rakyat adalah Hukum Tertinggi. Diakses
melalui https://populis.id/read11934/mahfud-md-keselamatan-rakyat-adalah-hukum-tertinggi.
Diakses pada 29/03/2022.
131

harus mementingkan kepentingan keselamatan rakyat dalam hal ini terbebas

dari Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tanpa perlu melalui aturan

hukum yang bisa diartikan untuk tidak perlu mengingat ketentuan konstitusi

dan peraturan perundang-undangan lain. Namun menurut Jimly

Asshiddiqie78, pemerintah pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019

(Covid-19) belum bisa menggunakan asas “Salus Populi Suprema Lex Esto”

untuk melangar konstitusi ditengah penanganan Corona Virus Disease 2019

(Covid-19). Hal tersebut dikarenakan sejumlah Undang-Undang yang

menjadi dasar pemerintah menangani Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

tak satupun memberikan status keadaan darurat seperti yang diizinkan Pasal

12 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Jika dilihat dari beberapa peraturan diatas yang merupakan produk

hukum dari politik hukum kesehatan pada masa Corona Virus Disease 2019

(Covid-19) yang telah dibahas pada bab sebelumnya, seluruhnya dalam

konsideran tidak memuat ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan dasar hukum untuk

Pemerintah dapat menyatakan keadaan bahaya. Hal tersebut menimbulkan

konsekuensi yuridis bahwa keadaan darurat pada masa Pandemi Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19) bukan merupakan keadaan darurat dalam arti

78
CNN Indonesia. 2021. Jimly: “Salus Populi Suprema Lex Esto” Belum Bisa Digunakan.
Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210319061501-20-619425/jimly-
salus-populi-suprema-lex-esto-belum-bisa-digunakan.. . Diakses pada 29/03/2022.
132

state of emergency, keadaan darurat pada masa Pandemi Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19) hanya bersifat de facto bukan de jure79.

Bahwa tangung jawab negara terhadap kesehatan masyarakat pada

masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ini apabila dikaitkan

dengan hukum tata negara darurat merupakan hukum tata negara darurat

obyektif. Hukum Tata Negara Darurat Objektif merupakan hukum tata negara

yang berlaku atau baru berlaku dalam masa negara berada dalam keadaan

darurat, keadaan bahaya, atau dalam keadaan genting80. Hukum tata negara

darurat obyektif ini sangat menggambarkan keadaan produk hukum yang

dikeluarkan pada masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di

Indonesia yang mana produk hukum yang diterbitkan hanya khusus untuk

mengatur penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang mana

pengaturan ini tidak dapat diberlakukan selain untuk penanganan Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19).

79
Rizki Bagus Prasetio. 2021. Pandemi Covid-19 : Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
dan Perlindungan HAM. Artikel dalam “Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum”. Vol. 15. No. 2. Juli, hlm.
334.

80
Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Medan Area. Loc.cit.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Politik hukum kesehatan pada 1 tahun awal masa pandemi Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19) dilakukan untuk memulihkan sistem

kesehatan nasional yang terkendala pada saat munculnya pandemi dan

untuk pemenuhan hak atas kesehatan yang didasarkan pada asas Salus

Populi Suprema Lex Esto (Keselamatan Rakyat merupakan Hukum

Tertinggi). Politik hukum kesehatan yang diambil oleh pemerintah

cukup untuk memberikan kepastian hukum untuk memenuhi hak atas

kesehatan masyarakat, dikarenakan banyaknya produk hukum yang

dikeluarkan untuk pemenuhan hak atas kesehatan, namun masih kurang

dalam hal pemenuhan prinsip keberterimaan dan prinsip kualitas dalam

pemenuhan 4 prinsip hak atas kesehatan.

2. Tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan terhadap kesehatan

masyarakat dilakukan dengan memberikan kebijakan-kebijakan yang

lebih mengutamakan kesehatan seperti kebijakan PSBB, PPKM dan

Penundaan Pemilu yang mana pada masa pandemi Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19) pengaturan tersebut didasarkan kepada

hukum tata negara darurat objektif.

B. Saran
1. Pemerintah diharapkan untuk lebih bisa memberikan pemahaman atas

kesadaran masyarkat terhadap kesehatan dan mengoptimalkan

implementasi kebijakan yang dikeluarkan pada masa pandemi Corona

133
134

Virus Disease 2019 (Covid-19) agar terciptanya pemenuhan derajat hak

atas kesehatan yang setinggi-tingginya.

2. Pemerintah agar dapat memasukkan ketentuan mengenai Pandemi

secara menyeluruh didalam Undang-Undang Kesehatan di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International

Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang

Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan

Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) dan/atau Dalam Rangka

Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional

dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala

Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019

(Covid-19)

Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan

Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)


Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana

Nasional.

LITERATUR

Alexander Petring dkk. Ed Ivan A. Hadar. 2018. Buku Bacaan Sosial Demokrasi 3

Negara Kesejahteraan dan Sosial Demokrasi. Jakarta : Riedrich-Ebert-

Stiftung Indonesia.

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia. 2009. Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional

Bidang Kesehatan.

Bambang Sunggono. 2016. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Rajawali Pers.

Dedi Afandi. 2008. Hak Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM. Artikel dalam

“Jurnal Ilmu Kedokteran”. Jilid 2. No. 1. Maret.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Sistem Kesehatan Nasional

Bentuk dan cara Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan.

Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada. 2020. Politik

Hukum Pemerintah dalam Penanganan Pandemi Covid-19. Artikel dalam

“Sebuah Kajian Dema Justitia FH UGM”. Kajian 7.

Dina Federica Shodikin dan Fidya Panorama Damayanti. 2017. Penerapan Asas

Salus Populi Suprema Lex untuk Mengurangi Pelanggaran Hak Atas Kasus

Pembangunan Infrastruktur. Artikel dalam “Prosiding Simposium II-

UNIID”. September.
Dumilah Ayuningtyas. 2014. Kebijakan Kesehatan : Prinsip dan Praktik. Jakarta :

RajaGrafindo Persada.

Elviandri, Khuzdaifah Dimyati dan Absori. 2019. Quo Vadis Negara

Kesejahteraan: Meneguhkan Ideologi Welfare State Negara Hukum

Kesejahteraan Indonesia. Artikel dalam “Jurnal Mimbar Hukum”. Vol. 31.

No. 2. Juni.

Erlina Burhan. Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Satgas Waspada dan Siaga

COVID-19 PB IDI.

Fheriyal Sri Isriawaty. 2015. Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak

Atas Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Artikel dalam “Jurnal Ilmu Hukum Legal

Opinion”. Edisi 2. Vol. 3.

Fitzgerald, J P. Salmond On Jurisprudence 12th Edition. 1966. Sweet & Maxwell :

London.

Hernadi Affandi. 2019. Impelementasi Hak atas kesehatan Menurut Undang-

Undang Dasar 1945: antara Pengaturan dan Realisasi Tanggung Jawab

Negara. Artikel dalam “Jurna; Hukum Positum”. Vol. 4. No. 1. Juni.

Henry Campbell Black. Ed Bryan A.Garner. 2009. Black’s Law Dictionary 9th

Edition. United States of America.

Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari. 2013. Dasar-Dasar Politik Hukum. Jakarta

: Rajagrafindo Persada.

J. Guwandi. 2005. Hukum Medik (Medical Law). Jakarta : Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.


Jimly Asshiddiqie. 2007. Hukum Tata Negara Darurat. Jakarta : Raja Grafindo

Persada.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). JKN, Hak

Atas Kesehatan dan Kewajiban Negara.

Kristianus Jimy Pratama. 2020. Telaah Kritis Mengenai Interpretasi Kedaruratan

Kesehatan Masyarakat Sebagai Keadaan Memaksa Berdasarkan Prespektif

Hukum Kontrak. Artikel dalam “Majalah Hukum Nasional”. Vol. 50. No. 2.

Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat. 2019. Buku Saku Hak Atas Kesehatan.

Machli Riyadi. 2017. Hukum Kesehatan Kontemporer Aegroti Salus Lex Suprema.

Academia.

Mahfud MD. 2010. Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi. Jakarta :

Rajawali Pers.

--------. 2012. Pengantar Buku Pataniara Siahaan Politik Hukum Pembentukan UU

Pasca Amandemen UUD 1945. Jakarta : Kompress.

--------. 2012. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

Moch Halim Sukur, Bayu Kurniadi, Haris, Ray Faradillahisari N. 2020.

Penanganan Pelayanan Kesehatan di Masa Pandemi Covid-19 dalam

Perspefktif Hukum Kesehatan. Artikel dalam “Journal Inicio Legis”. Vol. 1.

No. 1. Oktober.

Muhammad Beni Kurniawan. 2021. Politik Hukum Pemerintah Dalam

Penanganan Pandemi Covid-19 Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Atas

Kesehatan (Government Legal Politics In Handling Of COVID-19 Pandemic


Reviewed From The Right To Health’s Perspective). Artikel dalam “Jurnal

HAM”. Vol. 12. Nomor. 1. April.

Muhammad Sadi Is. 2017. Etika Hukum Kesehatan Teori dan Aplikasinya di

Indonesia. Jakarta : Kencana.

Ni Komang Rosi Triana Ayu Nuratih, dkk. 2021. Tanggung Jawab Pemerintah

Terhadap Penanggulangan Covid-19 dalam Rangka Pelayanan Medis di

Rumah Sakit. Artikel dalam “Jurnal Preferensi Hukum”. Vol. 2. No. 2. Juli.

Oscar S. Matompo. 2014. Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia dalam

Perspektif Keadaan Darurat. Artikel dalam “Jurnal Media Hukum”. Vol. 21.

No. 1.

Pan Mohamad Faiz. 2020. Memaknai Salus Populi Suprema Lex. Artikel dalam

“Ruang Konstitusi Majalah Konstitusi”. No. 159. Mei.

Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (Tim Penyusunan Kopendium Hukum

Kesehatan). 2011. Laporan Akhir.

Peter Mahmud Marzuki. 2013. Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi. Jakarta :

Kencana.

--------. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta : Prenada Media Group.

--------. 2017. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta : Prenada Media Group.

Phoebe E. Arde-Acquah. 2015. Salus Populi Suprema Lex Esto : Balancing Civil

Liberties and Public Health Interventions in Modern Vaccination Policy.

Artikel dalam “Washington Univesity Jurisprudence Review”. Vol. 7. No. 2.

R. Tony Prayogo. 2016. Penerapan Asas Kepastian Hukum Dalam Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil dan Dalam
PeraturanMahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman

Beracara Dalam Pengujian Undang-Undang. Artikel dalam “Jurnal

Legislasi Indonesia”. Vol. 13. No. 2. Juni.

Rico Mardiansyah. Dinamika Politik Hukum Dalam Pemenuhan Hak Atas

Kesehatan di Indonesia. Artikel dalam “VeJ”. Vol. 4. No.1.

Rizki Bagus Prasetio. 2021. Pandemi Covid-19 : Perspektif Hukum Tata Negara

Darurat dan Perlindungan HAM. Artikel dalam “Jurnal Ilmiah Kebijakan

Hukum”. Vol. 15. No. 2. Juli.

Rudy Hendra Pakpahan dan Eka N.A.M.Sihombing. 2012. Tanggung Jawab

Negara Dalam Pelaksanaan Jaminan Sosial (Responsibility State in The

Implementation of Social Security). Artikel dalam “Jurnal Legislasi

Indonesia”. Vol 9. No. 2. Juli.

Satjipto Rahardjo. 1991. Ilmu Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Sholahuddin Al-Fatih, Felinda Istighfararisna Aulia. 2021. Tanggung Jawab

Negara Dalam Kasus Covid-19 Sebagai Perwujudan Perlindungan HAM.

Artikel dalam “Jurnal HAM” Vol. 12 No. 3. Desember.

Sudjana 2021. Dinamika dan Perkembangan Peraturan Pada Masa Pandemi Covid

19 Dalam Perspektif Tangung Jawab Negara. Artikel dalam “Jurnal Krtha

Bhayangkara”. Vol. 15. No. 2. Desember.

Vina Akfa Dyani. 2017. Pertangggungjawaban Hukum dan Perlindungan Hukum

bagi Notaris dalam Membuat Party Acte. Artikel dalam “Lex Renaissance”.

Vol. 2. No. 1. Januari.


Virginia A. Leary. The Right To Health In International Human Rights Law. Artikel

dalam “JSTOR Health and Human Rights The President and Fellows of

Harvard College”. Vol. 1. No. 1.

Tinton Slamet Kurnia. 2007. Hak Atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai HAM

di Indonesia. Bandung : Alumni.

Udiyo Basuki. 2020. Merunut Konstitusionalisme Hak Atas Pelayanan Kesehatan

sebagai Hak Asasi Manusia. Artikel dalam “Jurnal Caraka Justitia” Vo. 1.

No. 01. Mei.

Winda Roselina Effendi. 2017. Konsep Welfare State di Indonesia. Artikel dalam

“Jurnal Trias Politika”. Vol. 1. No.1. April.

Zaeni Asyhadie. 2017. Aspek-Aspek Hukum Kesehatan di Indonesia. Jakarta :

Rajagrafindo Persada.

WEBSITE/INTERNET

Admin Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Medan Area. 2021. Hukum

Tata Negara Darurat. https://mh.uma.ac.id/2021/11/hukum-tata-negara-

darurat/. Diakses pada tanggal 26/01/2022.

Arman Anwar. 2013. Politik Hukum Daerah Tentang Kebijakan Pembangunan

Bidang Kesehatan di Kepulauan Maluku. Diakses melalui

https://fhukum.unpatti.ac.id/politik-hukum-daerah-tentang-kebijakan-

pembangunan-bidang-kesehatan-di-kepulauan-maluku/. Diakses pada

30/11/2021.

Ayu Maharani. Tiongkok buat Timeline Penyebaran Virus Corona, ini

Kronologinya. Diakses melalui https://www.klikdokter.com/info-


sehat/read/3638381/tiongkok-buat-timeline-penyebaran-virus-corona-ini-

kronologinya. Diakses pada 30/11/2021.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Pusat Bahasa). 2021. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Diakses melalui https://kbbi.web.id/pandemi. Diakses

pada 26/01/2022.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Pusat Bahasa). 2021. Diakses

melalui https://kbbi.web.id/perlindungan. Diakses pada 12/12/2022.

CNBC Indonesia. 2021. Rumah Sakit Penuh, Pasien Covid-19 Sulit Dapat

Perawatan. Diakses melalui

https://www.cnbcindonesia.com/news/20210108121412-4-214463/rumah-

sakit-penuh-pasien-covid-19-sulit-dapat-perawatan. Diakses pada

12/12/2022.

CNN Indonesia. 2021. Jejak Pandemi Covid-19, dari Pasar hingga mengepung

Dunia. Diakses melalui

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210804100935-113-

676183/jejak-pandemi-covid-19-dari-pasar-hingga-mengepung-dunia.

Diakses pada 26/01/2022.

--------. 2021. Jimly: “Salus Populi Suprema Lex Esto” Belum Bisa Digunakan.

Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210319061501-

20-619425/jimly-salus-populi-suprema-lex-esto-belum-bisa-digunakan.. .

Diakses pada 29/03/2022.


Google News. Total Kasus Covid-19 di Indonesia. Diakses melalui

https://news.google.com/covid19/map?hl=id&mid=%2Fm%2F03ryn&gl=I

D&ceid=ID%3Aid. Diakses pada 12/12/2022.

Google News. Total Kasus Covid-19 Seluruh Dunia. Diakses melalui

https://news.google.com/covid19/map?hl=id&gl=ID&ceid=ID%3Aid.

Diakses pada 12/12/2022.

Health Direct. 2020. What is a Pandemic?. Diakses melalui

https://www.healthdirect.gov.au/what-is-a-pandemic. Diakses pada

26/01/2022.

Kompas. 2022. 2 Maret 2020, Saat Indonesia Pertama Kali Dilanda Covid-19.

Diakses melalui

https://amp.kompas.com/naisonal/read/2022/03/02/10573841/2-maret-2020-

saat-indonesia-pertama-kali-dilanda-covid-19. Diakses pada 14/4/2022.

Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Medan Area. 2021. Hukum Tata

Negara Darurat. Diakses melalui https://mh.uma.ac.id/2021/11/hukum-tata-

negara-darurat/. Diakses pada 26/01/2022.

Media Indonesia. 2020. Ini Makna, Kriteria dan Aturan Lengkap PSBB. Diakses

melalui Ini Makna, Kriteria, dan Aturan Lengkap PSBB

(mediaindonesia.com). Diakses pada 12/12/2022.

MKRI. 2020. Saksi: Rumah Sakit Rujukan Covid-19 Minim Fasilitas. Diakses

melalui https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=16699.

Diakses pada 14/4/2022.


Muhammad Yasin. 2019. Staatsnoodrecht dalam Pandangan Tiga Tokoh Hukum.

Diakses melalui https://www.hukumonline.com/berita/a/istaatsnoodrecht-i-

dalam-pandangan-tiga-tokoh-hukum-lt5cbe8b5369ofd?page=2. Diakses

pada 26/01/2022.

Oke Zone. 2020. Peredaran Obat Ilegal Secara Online Meningkat Selama Pandemi

Covid-19. Diakses melalui

https://nasional.okezone.com/amp/2020/09/25/337/2283650/peredaran-obat-

ilegal-secara-online-meningkat-selama-pandemi-covid-19. Diakses pada

12/12/2022.

Populis.Id. 2022. Mahfud MD:Keselamatan Rakyat adalah Hukum Tertinggi.

Diakses melalui https://populis.id/read11934/mahfud-md-keselamatan-

rakyat-adalah-hukum-tertinggi. Diakses pada 29/03/2022.

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Hukum

Tata Negara Darurat – Qurrata Ayuni, S.H., MCDR. Diakses melalui

https://youtu.be/jP7bJP58j84. Diakses pada 26/01/2022.

Referensi Elsam. 2014. Tanggung Jawab Negara. Diakses melalui

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/tanggung-jawab-negara/. Diakses pada

16/2/2022.

Saad Ahmed. Salus Populi Suprema Lex Esto. Diakses melalui

https://id.scribd.com/document/441670567/SALUS-POPULI-SUPREMA-

LEX-ESTO. Diakses pada 26/01/2022.

Tribun. 2020. Genap 30 Hari, Total Kasus Positif Virus Corona di Indonesia Selama

Maret capai 1.528, Ini Rekapnya. Diakses melalui


https://ternate.tribunnews.com/amp/2020/04/01/genap-30-hari-total-kasus-

positif-virus-corona-di-indonesia-selama-maret-capai-1528-ini-rekapnya.

Diakses pada 14/4/2022.

World Health Organization. 2020. Archived: WHO Timeline – Covid-19. Diakses

melalui https://www.who.int/news/item/27-04-2020-who-timeline---covid-

19. Diakses pada 26/01/2022.

World Health Organization. Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Diakses

melalui https://www.who.int/health-topics/coronavirus#tab=tab_1. Diakses

pada 26/01/2022.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROGRAM MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Jl. Brigjend. H. Hasan Basri, Kota Banjarmasin - (0511) 3305225, Laman://fh.ulm.ac.id

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Aulya Noor Rahmah, S.H.


2. Nomor Induk Mahasiswa : 2020215320068
3. Konsentrasi Hukum : Kesehatan
4. Tempat Tanggal Lahir : Banjarmasin, 04 Agustus 1999
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Alamat : Jl. Komp Purna Sakti Jalur 6 No 81
7. No Telepon : 085345727898
8. Alamat Email : Aulyanoorrahmah@gmail.com
9. Agama : Islam
10. Pekerjaan : Aparatur Sipil Negara
11. Pendidikan Terakhir : S1 Ilmu Hukum
12. Nama Universitas sebelum Magister : Universitas Lambung Mangkurat
13. Tahun Masuk dan Keluar : 2016 dan 2020
14. Judul Tesis : Politik Hukum Kesehatan pada Masa
Pandemi Corona Virus Disease 2019
(Covid-19)
15. Nama Orang Tua
Ayah : Muhammad Noor Prayitno, S.E., Amd.T
Ibu : Dra. Hj. Sri Hartati
16. Pekerjaan
Ayah : Swasta
Ibu : Aparatur Sipil Negara
17. Alamat Orang Tua : Jl. Komp Purna Sakti Jalur 6 No 81

Anda mungkin juga menyukai