Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencapaian tertinggi spesies manusia berasal dari kemampuan kita untuk
melakukan pemikiran kompleks dan mengomunikasikan. Berfikir mencakup
banyak aktifitas mental. Kita berfikir saat kita mencoba memecahkan soal
yang diberikan di kelas, kita berfikir saat kita melamun sambil menunggu
pelajaran dimulai. Dengan demikian, setiap manusia akan berpikir, begitulah
alaminya seorang manusia tercipta. Seorang filsuf pernah berkata: “Aku
hidup karena berpikir”.1
Proses berpikir merupakan suatu hal yang natural dan berada dalam
lingkaran fitrah manusia yang hidup dan proses berfikir dilakukan dengan
menggunakan bayangan dan bahasa.
Ketika menggunakan bayangan untuk berfikir, orang biasanya membuat
gambaran tentang masalah yang dipikirkan berdasarkan pengalaman
sebelumnya, sedangkan ketika menggunakan bahasa untuk berfikir, orang
sering kali menggunakan simbol kata-kata, maknanya dan aturan tata bahasa
untuk disimpan bersama-sama dalam memori.2
Saat kita berpikir, seringkali apa yang kita pikirkan menjadi biasa, tidak
mempunyai arah yang jelas, dan tidak jarang emosional atau terkesan
egosentris. Seharusnya manusia bisa kembali merenung, bahwa kualitas
hidup seseorang sesungguhnya ditentukan dengan bagaimana cara dia
berpikir dan belajar dari pengalamannya, sehingga dari pemikiran dan
pengalaman belajar yang berkualitas itu dia akan mampu menciptakan
penemuan atau inovasi baru dalam hidupnya.

1
Rita L. Atkinson, Pengantar psikologi, (Tangerang: Interaksara, 2010), hlm. 548
2
Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), hlm. 112

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengidentifikasi berpikir seseorang.?
2. Apa pengaruh berpikir dalam belajar.?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Cara Mengidentifikasi Berfikir Seseorang


Berfikir adalah melatih ide-ide, dengan cara yang tepat dan seksama, yang
dimulai dengan adanya masalah. Ada tiga pandangan dasar tentang berpikir,3
yaitu:
1. Berpikir adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran
tetapi diperkirakan dari perilaku.
2. Berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa
manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif.
3. Berpikir diarahkan dan menghasilkan perilaku yang memecahkan
masalah atau diarahkan pada solusi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan berpikir itu sangat penting bagi
manusia, karena adanya berpikir maka manusia hidup seperti ada perilaku,
pengetahuan, dan solusi. Allah SWT telah menganugerahkan pada manusia
akal untuk berpikir agar menjadi makhluk ciptaannya yang lebih baik dari
ciptaan-Nya yang lain.
Menurut Enwistle, mengemukakan bahwa setiap orang berbeda dalam hal
yang penting, yaitu klasifikasi sebagai gaya konseptualisasi dan dalam
orientasinya terhadap kesamaan atau sebagai luasnya kategorisasi. Klasifikasi
sebagai gaya konseptualisasi adalah penyusunan pembangunan yang
bersistem kelompok untuk pikiran, sedangkan luasnya kategorisasi adalah
mendiskusikan pemakaian konsep untuk mengklasifikasikan objek.4
Perbedaan ini selanjutnya menyebabkan setiap individu berbeda dalam
melakukan proses kognisi untuk merespon suatu tugas yang sama. Misalnya
dari sejumlah anak yang dihadapkan pada sejumlah stimuli memiliki
kesamaan dan perbedaan, kemudian diminta untuk mengelompokan objek itu

3
Ibid., hlm. 104
4
Rita L. Atkinson., Op.Cit., hlm. 549

3
menurut karakteristik yang dimiliki, maka akan terbentuk setidaknya tiga
model kelompok anak,5 yaitu:
1. Anak yang melakukan pengelompokan secara deskriptif, yaitu
pengelompokan berdasarkan ciri-ciri seperti apa yang tampak dalam
bentuk riil yang teramati.
2. Anak yang melakukan pengelompokan secara analitis, yaitu
pengelompokan berdasarkan ciri-ciri abstrak dari objek yang diamati
seperti fungsi dan kedudukannya (lokasi).
3. Anak yang melakukan pengelompokan secara rasional, yaitu
pengelompokan berdasarkan hubungan fungsional antar objek,
misalnya buku, sepatu, tas, seragam berada dalam satu kelompok
fungsional perlengkapan sekolah.
Dari ketiga pengelompokan ini dapat diidentifikasi tentang cara berpikir
anak, anak yang bekerja dengan cara pertama dapat diklasifikasikan sebagai
individu yang memiliki kecenderungan cara berpikir konvergen, model kedua
memiliki kecenderungan cara berfikir moderat, dan model ketiga memiliki
kecenderungan cara berpikir divergen.
Berbeda dengan Entwistle, Good dan Brophy yang mengutip pendapat
Sigel dan Coop mengemukakan bahwa cara berpikir dapat diidentifikasi dari
dimensi-dimensi yang tercakup di dalamnya,6 yaitu:
1. Orientasi perhatian, artinya bagaimana individu mengarahkan
perhatian terhadap suatu objek (stimuli), apakah cenderung bersifat
global, sistematik, menekankan pada keseluruhan, atau cenderung
bersifat detail, sistematik, dengan menekankan pada ciri-ciri spesifik
objek.
2. Pola diskriminasi stimuli, artinya bagaimana individu melakukan
klasifikasi dan kategorisasi terhadap objek, apakah cenderung
mengklasifikasi suatu objek dalam konteks yang lebih luas atau
sempit.

5
Nyayu Khodijah., Op.Cit., hlm. 109
6
Ibid., hlm109-112

4
3. Pola proses pemecahan masalah, artinya bagaimana seseorang
melakukan proses pemecahan suatu masalah, apakah cenderung
dilihat dari beberpa sisi, secara tidak teratur,ataukah cenderung
hanya dilihat satu sisi, secara bertahap dalam urutan tertentu, dan
berfokus pada satu jawaban yang dinilainya paling tepat.
4. Berperilaku cepat, impulsif versus lambat, seksama dalam
menghadapi masalah.
5. Cenderung menentukan struktur pada apa yang dirasakan versus
memberikan persepsi untuk diinstruksikan dengan ciri-ciri khusus
dari stimuli yang di pengaruhi oleh sumber lain.
6. Fleksibilitas ide, artinya bagaimana seseorang memandang suatu
persoalan, apakah cenderung tidak terlalu terikat pada struktur yang
ada, mempunyai kebebasan dalam memandang suatu persoalan,
ataukah cenderung terikat pada struktur tertentu sehingga tidak
mempunyai kebebasan untuk memandang suatu persoalan. Dengan
kelenturan ide-ide yang dimiliki, seseorang cenderung berani
mengambil risiko, sebaliknya bagi yang tidak memiliki kelenturan
ide cenderung takut atau tidak berani dalam mengambil risiko.
Dari dimensi-dimensi ini orang dapat diidentifikasi kecenderungan cara
berpikirnya, apakah cenderung berpikir secara divergen atau cenderung
berpiiikir secara konvergen. Orang yang cenderung berpikir secara divergen
akan tampak dari proses kognisinya yang lebih bersifat global sistematik,
mengklasifikasi objek berdasarkan ciri atribut fungsional, cepat bertindak,
serta mempersepsi stimuli dalam konteks yang lebih luas.
Sebaliknya orang yang berpikir secara konvergen menunjukkan proses
kerja kognisi yang lebih bersifat detail terstruktur, mengklasifikasi objek
berdasarkan ciri-ciri yang teramati, lambat bertindak tetapi seksama, logis,
dan mempersepsi stimuli dalam konteks spesifik sesuai dengan apa yang
diterima.

5
B. Pengaruh Berpikir Pada Belajar
strategi pengajaran ketrampilan berpikir pada berbagai bidang studi pada
siswa sekolah dasar dan menengah menyimpulkan bahwa beberapa strategi
pengajaran seperti strategi pengajaran kelas dengan diskusi yang
menggunakan pendekatan pengulangan, pengayaan terhadap materi,
memberikan pertanyaan yang memerlukan jawaban pada tingkat berpikir
yang lebih tinggi, memberikan waktu siswa berpikir sebelum memberikan
jawaban dilaporkan membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan
berpikir.
Dari sejumlah strategi tersebut, yang paling baik adalah
mengkombinasikan berbagai strategi. Faktor yang menentukan
keberhasilan program pengajaran ketrampilan berpikir adalah pelatihan untuk
para pengajar. Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan
ketrampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang
diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi yang memadai, serta
program yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa.
strategi belajar kelas lebih sesuai pada pengajaran tingkat dasar dan
menengah seperti hasil-hasil penelitian yang dilaporkan pada. Pada
pendidikan tingkat lanjut mahasiswa dipersiapkan untuk dapat belajar lebih
mandiri sebagai modal yang diperlukan pada saat bekerja. Mereka juga
melaporkan bahwa strategi pengajaran yang diarahkan melalui komputer
(CAI) mempunyai hubungan positif terhadap perkembangan intelektual dan
pencapaian prestasi. Strategi tersebut dapat menjadi pilihan dalam pendidikan
tinggi, sehingga mahasiswa dapat mengatur cara belajarnya secara mandiri.
Ciri – ciri khas berfikir kritis, yaitu:
1. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan
terhadap kondisi yang ada.
2. Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi,
implikasi, dan konsekuensi yang logis.
3. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah
yang kompleks Berpikir kritis merupakan cara untuk membuat

6
pribadi yang terarah, disiplin, terkontrol, dan korektif terhadap diri
sendiri. Hal ini tentu saja membutuhkan kemampuan komunikasi
efektif dan metode penyelesaian masalah serta komitmen untuk
mengubah paradigma egosentris dan sosiosentris kita
4. Mulailah dengan berpikir apa dan kenapa, lalu carilah arah yang
tepat untuk jawaban dari pertanyaan tersebut.
5. Tujuan pertanyaan akan apa dan kenapa.
6. Informasi yang spesifik untuk menjawab pertanyaan.
7. Kriteria standar yang ditetapkan untuk memenuhi jawaban atas
pertanyaan.
8. Kejelasan dari solusi permasalahan/pertanyaan.
9. Konsekuensi yang mungkin terjadi dari pilihan yang kita inginkan.
10. Mengevaluasi kembali hasil pemikiran kita untuk mendapatkan hasil
yang maksimal.
Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir
kritis ini adalah kejelasan (clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat
kepresisian (precision) relevansi (relevance), logika berpikir yang digunakan
(logic), keluasan sudut pandang (breadth), kedalaman berpikir (depth),
kejujuran (honesty), kelengkapan informasi (information) dan bagaimana
implikasi dari solusi yang kita kemukakan (implication).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan jenis berpikir yang memiliki
nilai positif terhadap proses belajar adalah berpikir kritis.
Menurut Perkins, mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan
untuk mengumpulkan, menginterpretasi, dan mengevaluasi informasi secara
akurat dan efisien.
Menurut Robert Sternberg, mengemukakan berpikir kritis terdiri dari
prosese-proses, strategi, dan representasi mental yang digunakan orang untuk
memecahkan masalah, membuat keputusan, dan mempelajari konsep-konsep
baru.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan berpikir merupakan proses
penting yang terjadi di dalam belajar, karena tanpa berpikir atau memikirkan

7
apa yang dipelajari seseorang tidak akan memperoleh pemahaman dan
pengetahuan tentang yang dipelajarinya tersebut.7
Dasar-dasar ini yang pada faktanya perlu dikembangkan untuk melatih
kemampuan berpikir kritis kita. berpikir kritis menyeimbangkan aspek-aspek
pemikiran yang ada di atas menjadi sesuatu yang sistemik dan mempunyai
dasar atau nilai ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga perlu memperhitungkan
aspek alamiah yang terdapat dalam diri manusia karena hasil pemikiran kita
tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.
Berbagai penelitian tentang berpikir memiliki implikasi dalam praktik
pendidikan sebagai berikut:8
1. Untuk membantu siswa mencapai penguasaan keterampilan, guru
dapat menggunakan metode-metode pengajaran diluar kelas.
2. Guru harus menggunakan pendekatan mengajar yang sesuai dengan
tujuan.
3. Guru harus mengajarkan materi pelajaran yang sesuai dengan
konteksnya.
4. Untuk menghindari kesalahan konteks pembelajaran, guru harus
membuat siswa mengatasi berbagai masalah-masalah nyata tapi
identik dengan tujuan yang diharapkan.
5. Siswa perlu diminta untuk mengklasifikasi segala sesuatu ke dalam
kategori-kategori dan dimensi-dimensi, membuat hipotesis, menarik
kesimpulan, melakukan analisis, dan memecahkan masalah.
6. Guru memainkan peran penting dalam meningkatkan pemahaman
terhadap proses belajar.

7
Ki RBS. Fudyartanto, Psikologi Pendidikan, (Jogjakarta: Global Pustaka Utama, 2002),
hlm. 169
8
Nyayu Khodijah., Op.Cit., hlm. 117

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan cara mengidentifikasi berpikir
seseorang dan pengaruh berpikir pada belajar, yaitu orang dapat diidentifikasi
kecenderungan cara berpikirnya, apakah cenderung berpikir secara divergen
atau cenderung berpiiikir secara konvergen. Orang yang cenderung berpikir
secara divergen akan tampak dari proses kognisinya yang lebih bersifat global
sistematik, mengklasifikasi objek berdasarkan ciri atribut fungsional, cepat
bertindak, serta mempersepsi stimuli dalam konteks yang lebih luas.
Sebaliknya orang yang berpikir secara konvergen menunjukkan proses
kerja kognisi yang lebih bersifat detail terstruktur, mengklasifikasi objek
berdasarkan ciri-ciri yang teramati, lambat bertindak tetapi seksama, logis,
dan mempersepsi stimuli dalam konteks spesifik sesuai dengan apa yang
diterima.
Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir
kritis ini adalah kejelasan (clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat
kepresisian (precision) relevansi (relevance), logika berpikir yang digunakan
(logic), keluasan sudut pandang (breadth), kedalaman berpikir (depth),
kejujuran (honesty), kelengkapan informasi (information) dan bagaimana
implikasi dari solusi yang kita kemukakan (implication).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan jenis berpikir yang memiliki
nilai positif terhadap proses belajar adalah berpikir kritis.

B. Saran
Sebaiknya, jika ingin tau cara mengidentifikasi berpikir seseorang kita
harus mengetahui langkah-langkahnya dan berpikirlah kritis, karena berpikir
kita hidup.

9
DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, Rita L. 2010. Pengantar Psikologi. Tangerang: Interkasara.


Khodijah, Nyayu. 2017. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Fudyartanto, Ki RBS. 2002. Psikologi Pendidikan. Jogjakarta: Global Pustaka
Utama.

10

Anda mungkin juga menyukai