Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi

1. Definisi Kepatuhan

Kepatuhan mengkonsumsi tablet besi didefinisikan perilaku ibu

hamil yang mentaati semua petunjuk yang dianjurkan oleh petugas

kesehatan dalam mengkonsumsi tablet besi. Kepatuhan konsumsi tablet

besi diperoleh melalui perhitungan tablet yang tersisa. Ibu hamil

dikategorikan patuh apabila angka kepatuhannya mencapai 90%.

Sebaliknya ibu hamil dikatakan tidak patuh apabila angka kepatuhannya

<90% (Rahmawati dan Subagio, 2012).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Hamil Mengkonsumsi

Tablet Besi

Menurut Rahmawati dan Subagio (2012), ada beberapa faktor

yang mempunyai andil cukup besar dalam mempengaruhi kepatuhan ibu

hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, diantaranya adalah pengetahuan,

motivasi, pelayanan kesehatan, dan peran serta keluarga. Selain itu efek

samping juga berpengaruh besar terhadap kepatuhan ibu hamil dalam

mengkonsumsi tablet besi. Efek samping dari tablet besi antara lain

mengakibatkan nyeri lambung, mual, muntah, konstipasi, dan diare

(Indreswari dkk, 2010).


Kepatuhan yang tinggi dalam mengkonsumsi tablet besi juga

karena motivasi untuk pencapaian kesehatan yang lebih baik setelah

mengkonsumsi tablet besi (Budiarni dan Subagio, 2012).

Menurut Notoatmodjo, 2013, beberapa teori lain yang telah

dicoba untuk mengungkap faktor penentu yang dapat mempengaruhi

kepatuhan konsumsi tablet besi, antara lain adalah perilaku ibu hamil,

khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain :

a. Teori Lawrence Green

Green dalam Notoatmodjo, 2013, mencoba menganalisis

perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan

seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku

(behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).

Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :

1) Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan

sebagainya.

2) Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas

atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan,

alat-alat steril dan sebagainya.

3) Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.


b. Teori Snehandu B. Kar

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak

bahwa perilaku merupakan fungsi dari :

1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan

atau perawatan kesehatannya (behavior itention).

2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).

3) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau

fasilitas kesehatan (accesebility of information).

4) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil

tindakan atau keputusan (personal autonomy).

5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

c. Teori WHO

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang

berperilaku tertentu adalah :

1) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam

bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian

seseorang terhadap objek (objek kesehatan).

a) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau

pengalaman orang lain.

b) Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek,

atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan

keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.


c) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang

terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman

sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat

seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek

lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan

tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung

pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan

mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau

tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau

sedikitnya pengalaman seseorang.

2) Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting

untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung

untuk dicontoh.

3) Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang,

waktu, tenaga dan sebagainya.

4) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-

sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu

pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut

kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama

dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan

peradapan umat manusia (Notoatmodjo, 2013).

B. Tingkat Kecukupan Zat Besi


1. Fungsi Zat Besi

Menurut Almatsier, 2009, besi mempunyai beberapa fungsi

esensial di dalam tubuh antara lain:

a. Sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh.

b. Sebagai alat angkut elektron di dalam sel.

c. Sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan

tubuh.

2. Komposisi Zat Besi di Dalam Tubuh

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di

dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu 3-5 gram didalam tubuh manusia

dewasa. Meskipun zat besi ini terdapat luas dalam makanan, banyak

penduduk dunia mengalami kekurangan besi. Kekurangan besi

berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampilan kognitif, dan

sistem kekebalan (Iswanto dkk., 2012).

3. Sumber Zat Besi

Sumber besi yang baik adalah makanan hewani seperti daging,

ayam, ikan, telur. Sedangkan sumber besi yang berasal dari sayuran

adalah serealia tumbuk, kacang-kacangan , sayuran hijau dan buah.

Disamping jumlah besi, perlu diperhatikan juga ketersediaan biologik

(bioavailability). Besi bersumber daging, ayam, ikan mempunyai

bioavailability yang tinggi.

4. Penyerapan Zat Besi


Menurut Almatsier, 2009, tubuh sangat efisien dalam penggunaan

besi. Sebelum diabsorpsi, didalam lambung besi dibebaskan dari ikatan

organik seperti protein. Sebagian besar besi dalam bentuk feri direduksi

menjadi bentuk fero. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam

lambung dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat dalam

makanan.

Menggunakan suplemen besi dosis tinggi untuk jangka waktu

panjang atau sering mendapat transfusi darah dapat menimbulkan

penumpukan besi secara berlebihan di dalam hati. Simpanan besi

terutama dalam bentuk hemosiderin yang tidak larut air dapat

menimbulkan hemosiderosis (Briawan, 2013).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi besi

Menurut Almatsier, 2009, dalam keadaan defisiensi besi, absorpsi

dapat mencapai 50%. Beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi besi,

yaitu :

a. Bentuk besi

Besi hem dapat diserap 2 kali lipat daripada besi nonhem.

b. Asam organik

Asam organik seperti vitamin C sangat membantu penyerapan

besi non hem dengan merubah bentuk feri menjadi bentuk fero.

c. Asam fitat

Asam fitat dan factor lain didalam serat serealia dan asam

oksalat didalam sayuran dapat menghambat penyerapan besi.


d. Tanin

Tanin merupakan polifenol dan terdapat didalam teh, kopi dan

beberapa jenis sayuran dan buah juga menghambat absorpsi besi

dengan cara mengikatnya.

e. Tingkat keasaman lambung

Keasaman lambung dapat meningkatkan daya larut besi.

f. Faktor intrinsik

Faktor intrinsik di dalam lambung membantu penyerapan besi

diduga karena hem mempunyai struktur yang sama dengan vitamin

B12.

g. Kebutuhan tubuh

Kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh besar terhadap

absorpsi besi. Bila tubuh kekurangan besi atau kebutuhan meningkat

pada masa pertumbuhan, absorpsi besi non-hem dapat meningkat

sampai sepuluh kali, sedangkan besi-hem dua kali (Almatsier, 2009).

6. Ekskresi Zat Besi

Sel darah merah rata-rata berumur kurang lebih 4 bulan. Sel-sel

hati dan limpa akan mengambilnya dari darah, memecahnya dan

menyiapkan produk-produk pemecahan tersebut untuk dikeluarkan dari

tubuh atau didaur ulang. Zat besi sebagian besar di daur ulang. Hati

mengikatnya ke transferin darah, dan mengangkutnya kembali ke

sumsum tulang untuk digunakan kembali membuat sel darah merah baru.
Hanya sedikit besi yang dikeluarkan dari tubuh, terutama melalui urin,

keringat, dan kulit (Briawan, 2013).

7. Kebutuhan Zat Besi Pada Ibu Hamil

Menurut Manuaba, 2010, wanita memerlukan zat besi lebih tinggi

dari laki-laki karena terjadi menstruasi dengan pendarahan sebanyak 50

sampai 80 cc setiap bulan, dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40

mg. Disamping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk

meningkatkan jumlah sel darah merah serta membentuk sel darah merah

janin dan plasenta.

Jika pada saat persalinan cadangan zat besi minimal, maka setiap

kehamilan akan menguras persediaan zat besi dalam tubuh dan akhirnya

menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya (Manuaba, 2010).

Angka kecukupan besi sehari yang dianjurkan berdasarkan Widyakarya

Nasional Pangan dan Gzi (2009) dapatdilihat pada tabel 2.1.

Angka kecukupan ini dihitung berdasarkan ketersediaan hayati

(bioavailability) sebesar 15%. Zat besi dalam makanan dapat berasal dari

sumber nabati dengan ketersediaan hayati 2-3% dan sumber hewani

dengan ketersediaan hayati 20-23%.

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Zat Besi yang dianjurkan (per orang

per hari)
Golongan Umur AKB (mg) Golongan Umur AKB (mg)

0 - 6 bln 0.5 Wanita :


7 - 11 bln 7 10 - 12 thn 20
1 - 3 thn 8 13 - 15 thn 26
4 - 6 thn 9 16 - 18 thn 26
7 - 9 thn 10 19 - 29 thn 26
30 - 49 thn 26
Pria : 13 50 - 64 thn 12
10 - 12 thn 19 ≥ 65 thn 12
13 - 15 thn 15
16 - 18 thn 13 Hamil :
19 - 29 thn 13 Trimister I +0
30 - 49 thn 13 Trimister II +9
50 - 64 thn 13 Trimister III + 13
≥ 65 thn 13
Menyusui :
0 - 6 bln +6
7 - 12 bln +6

Sumber : Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2010

8. Akibat Kekurangan Zat Besi Pada Masa Kehamilan

Kurangnya zat besi dan asam folat dapat menyebabkan anemia.

Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa

tahap. Awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi, bila tidak

dipenuhi masukan zat besi lama kelamaan timbul gejala anemia disertai

penurunan kadar hemoglobin (Almatsier, 2009).

9. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kurang Zat Besi Pada Ibu

Hamil

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi

kurang zat besi pada ibu hamil menurut Depkes RI dalam Zulaekah

(2009) adalah :
a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari sumber alami, terutama

makanan, sumber hewani (hem iron) yang mudah diserap seperti

hati, ikan, daging, selain itu perlu ditingkatkan juga makanan yang

banyak mengandung vitamin C dan vitamin A (buah-buahan dan

sayuran) untuk membantu penyerapan zat besi dan membantu proses

pembentukan hemoglobin.

b. Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan zat besi, asam folat,

vitamin A dan asam amino esensial pada bahan makanan yang

dimakan secara luas oleh kelompok sasaran.

c. Suplementasi besi folat secara rutin selama jangka waktu tertentu,

bertujuan untuk meningkatkan kadar Hb secara tepat. Dengan

demikian suplementasi zat besi hanya merupakan salah satu upaya

pencegahan dan penanggulangan kurang besi yang perlu diikuti

dengan cara lainnya.

10. Suplementasi Zat Besi Pada Ibu Hamil

a. Pengertian Suplementasi Tablet Besi

Suplementasi tablet besi adalah pemberian zat besi folat yang

berbentuk tablet. Setiap tablet besi berisi 200 mg fero sulfat dan 0,25

mg asam folat (setara dengan 60 mg besi dan 0,25 asam folat), yang

diberikan oleh pemerintah kepada ibu hamil untuk mengatasi

masalah anemia gizi besi (Depkes RI, 2003).

b. Dosis dan Cara Pemberian Tablet besi pada ibu Hamil


Menurut Depkes RI (2003) tablet besi diberikan pada ibu

hamil sesuai dengan dosis dan cara yang ditentukan, yaitu :

1) Dosis pencegahan, diberikan pada kelompok sasaran tanpa

pemeriksaan Hb, yaitu sehari 1 tablet berturut-turut selama

minimal 90 hari pada masa kehamilan.

2) Dosis pengobatan diberikan pada sasaran yang Hbnya diatas

ambang batas yaitu bila kadar Hb < 11 gr% pemberian menjadi

3 tablet sehari selama 90 hari.

Menurut ketentuan Depkes RI (2003), tablet besi diberikan

pada sasaran melalui sarana-sarana pelayanan kesehatan pemerintah

maupun swasta, antara lain : puskesmas, puskesmas pembantu,

polindes, bidan desa, posyandu, rumah sakit pemerintah/swasta,

bidan/dokter praktek swasta, apotek/toko obat, dan pos obat desa.

C. Ibu Hamil

1. Pengertian Ibu Hamil (Gravida)

Gravida adalah wanita yang sedang hamil. Keadaan kesehatan

ibu hamil sangat mempengaruhi kehidupan janin. Untuk melahirkan bayi

yang sehat, ibu hamil harus mempunyai kesehatan yang optimal.

Menurut Manuaba (2010) gravida terbagi atas dua bagian, yaitu :

a. Primigravida adalah wanita hamil untuk pertama kalinya. Ciri-

cirinya adalah payudara tegang, puting susu runcing, perut tegang

menonjol, stiase livide, perineum utuh, vulva menonjol, hymen


perforatus, vagina sempit, dengan rugae, portio runcing dan

tertutup.

b. Multigravida adalah wanita yang prnah hamil dan melahirkan bayi

cukup bulan. Ciri-cirinya adalah payudara lembek dan menggantung,

puting susu tumpul, perut lembek dan menggantung, striase livide

dan ablikan, perineum terdapat bekas robekan, vulva terbuka,

kurunkulemirtiformis, vagina longgar tanpa rugae, portio tumpul dan

terbagi dalam bibir depan dan belakang.

Anda mungkin juga menyukai