Anda di halaman 1dari 13

PENGAMBILAN DAN IDENTIFIKASI CACING MERAH

(PARAMPHISTOMUM CERVI) PADA BABAT


SAPI

Mata Kuliah : Parasitologi Lingkungan


Dosen Pembimbing : Gustomo Yamistada, S.Pd, MSc
NIP : 197612032000121001

Di Susun Oleh : Kelompok 3

1. Zahira Juita PO71330210008


2. Rosa Ananda Tiara PO71330210012
3. Ivan Rusmanto PO71330210014
4. Tri Mutia Nurhuda PO71330210020
5. Maulana Putra PO71330210029
6. Indah Damayanti PO71330210037
7. Romi Pajri PO71330210040
8. Muhammad Alfa Rizy PO71330210042
9. Hanif Aslama PO71330210046
10. Whiyna Carroliend PO71330210048
11. Angger Prayogi PO71330210051
12. Aulia Putri Zulida PO71330210058

PROGRAM STUDI DIPLOMA III SANITASI


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLTEKKES KEMENKES JAMBI
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat serta karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum dengan judul
“Pengambilan dan Identifikasi Cacing Merah pada Babat sapi ”
Laporan praktikum ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Parasitologi.
Disamping itu, kami juga berharap laporan ini mampu memberikan kontribusi dalam
menunjang pengetahuan para mahasiswa pada khususnya dan pihak lain pada umumnya.
Dengan terselesaikannya laporan ini, penyusun mengucapkan terimakasih kepada dosen
Mata Kuliah dan kepada rekan-rekan atau berbagai pihak yang telah membantu
terselesaikannya laporan praktikum ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan laporan ataupun tugas-tugas berikutnya.

Jambi, 08 Mei 2023

Kelompok 3

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, dosen pembimbing Mata Kuliah Parasitologi
Lingkungan. Menerima dan menyetujui laporan yang disusun oleh :

Judul Laporan : Pengambilan dan Identifikasi Cacing Merah (Paraphistom Cervi)


Pada Babat Sapi
Nama Kelompok : Kelompok 3
Prodi : DIII Sanitasi
Jurusan : Kesehatan Lingkungan

Jambi, Mei 2022

Mengetahui

Gustomo Yamistada, S.Pd, MSc


NIP : 197612032000121001

iii
BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Tujuan
 Untuk mengetahui cara pengambilan dan pengawetan serta mengientifikasi
Paramphistomum cervi
 Untuk mengetahui ciri-ciri Paramphistomum cervi

B. Waktu Pelaksanaan
 Pengambilan
Hari / Tanggal : Jum’at 23 januari 2023
Jam : 02.00 WIB - Selesai
Lokasi : Tempat pemotongan hewan Kota Jambi
 Identifikasi
Hari / Tanggal : Senin, 30 Januari 2023
Jam : 15.45 - Selesai
Lokasi : Perumahan graha 16, blok H, No 3, Kota Jambi

C. Alat dan Bahan


 Botol
 Masker
 Spritus putih
 Handscoon
 Penggaris
 Alat tulis
 Label
 Kertas HVS

D. Prosedur Kegiatan
 Prosedur pengambilan
1. Siapkan alat dan bahan
2. Tentukan lokasi untuk pengambilan parasit (pemotongan hewan ternak kota

iv
jambi)
3. Meminta bantuan kepada petugas setempat, untuk pengambilan sampel parasit
pada saat pemisahan jeroan Pada bagian babat sapi
4. Masukkan cacing yang telah didapatkan ke dalam botol yang telah disiapkan ,
5. Kemudian tambahkan spritus putih hingga seluruh bagian tubuh parasit
tenggelam.
6. Beri label pada botol yang berisi parasit.
7. Setalah itu parasit siap identifikasi.

 Prosedur identifikasi
1. Siapkan alat dan bahan
2. Ambil parasit yang telah diawetkan
3. Pindahkan atau letakkan diatas kertas HVS
4. Identifikasi cacing drngan mengukur panjang dan lebar cacing serta amati
apakah terdapat alat hisap atau tidak.
5. Dokumentasikan dan catat hasil identifikasi kedalam buku laporan.

E. Hasil

Sebelum Diberi Spiritus Setelah Diberi Spiritus


Panjang : 0.3 cm Panjang : 0,5 cm
Lebar : 0,2 cm Lebar : 0,3 cm
Warna : Merah Warna : coklat

v
BAB IV

PEMBAHASAAN

A. Pengertian Paramphistomum cervi

Paramhistomum cevi adalah Paramphistomum adalah genus cacing pipih parasit


yang tergolong dalam suku Digenea dalam Trematoda. Di antara anggotanya adalah
cacing-cacing yang menjadi parasit dalam hewan ternak memamah biak, serta beberapa
mamalia liar. Hewan-hewan ini merupakan penyebab penyakit paramfistomiasis atau
amfistomosis terutama pada sapi dan domba. Gejalanya termasuk diare berlebihan,
anemia, letargi, dan sering menyebabkan kematian jika tidak ditangani.[1][2] Cacing-
cacing ini ditemukan di seluruh dunia, terutama di kawasan peternakan di Australia,
Asia, Afrika, Eropa Timur, dan Rusia.[3]
Paramphistomum sp. merupakan cacing trematoda yang tebal, berbentuk
pipih, seperti Fasciola sp. dan Eurythrema sp. Cacing ini mempunyai batil isap di
bagian perut (ventral sucker) yang disebut asetabulum, dan di bagian mulut ada
batil isap mulut yang kecil (oral sucker).
pencernaan yang sederhana dan juga testis yang bergelambir, terletak sedikit di bagian
anterior ovarium. Cacing dewasanya berukuran panjang sekitar 5-13 mm dan lebar 2-5
mm (Darmin, 2014), sedangkan ukuran telur Paramphistomum sp. panjangnya 113-175
mikron dan lebar 73-100 mikron dan berwarna sedikit
Paramphistomum sp. memiliki saluran
kuning muda transparan (Lukesova, 2009
B. Penyakit yang di sebabkan oleh Paramhistomum sp
Paramphistomiasis adalah penyakit parasiter yang disebabkan oleh infestasi
cacing Paramphistomum sp. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas
ternak sehingga secara ekonomi merugikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya prevalensi dan distribusi paramphistomiasis pada sapi bali di Distrik Prafi,
Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat serta mengidentifikasi beberapa faktor
risiko yang kemungkinan berperan pada tingkat prevalensi paramphistomiasis. Penelitian
dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2016. Sampel feses diambil dari 369 ekor

vi
sapi per rektal yang dipilih dengan teknik proporsional random sampling pada tingkat
desa. Sebanyak 127 peternak diambil sebagai responden untuk diwawancarai. Sampel
feses diperiksa dengan uji sedimentasi untuk mengidentifikasi keberadaan telur
Paramphistomum sp berdasarkan morfologinya. Data dianalisis secara univariat untuk
memperoleh prevalensi yaitu dengan cara membagi jumlah sampel positif dengan jumlah
sampel yang diperiksa dikalikan 100%, sedangkan analisis bivariat digunakan untuk
mendapatkan nilai chi-square (c2), dan odds ratio (OR). Penyebaran paramphistomiasis
pada sapi bali yang dipelihara di empat desa Distrik Prafi memiliki nilai prevalensi untuk
masing-masing Desa Udapi Hilir, Desay, Aimasi, dan Prafi Mulya berturut-turut adalah
14,74%; 12,04%; 9,18% dan 1,48%. Prevalensi paramphistomiasis pada sapi bali di Distrik
Prafi sebesar 10,03%. Variabel manajemen pemeliharaan, kandang induk digabung
dengan pedet (nilai OR=4,525) dan sumber pakan ternak diambil di pekarangan rumah
dan sawah.

Infeksi cacing Paramphistomum sp dalam jumlah sedikit tidak menimbulkan


gejala klinis dan tidak menunjukkan tanda-tanda sakit pada ternak. Namun hal ini sangat
berbahaya pada ternak ketika gejala penyakit mulai muncul, pertanda penyakit sudah
dalam keadaan parah. Infeksi yang parah dapat menimbulkan gangguan pada sistem
pencernaan (gastroen- teritis) dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, terutama
pada ternak muda. Ditinjau dari sifatnya dalam memperoleh makanan dan akibat yang
ditimbulkan, maka cacing tre- matoda ini sangat merugikan bagi ternak yang dipelihara
dengan tujuan untuk penggemukan maupun pembibitan.
Setelah dilakukan pemeriksaan labora- torium dari seluruh jumlah sampel
maka dapat diketahui distribusi kejadian paramphistomiasis pada sapi bali di Distrik Prafi,
Kabupaten Manokwari, disajikan pada Tabel 1.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi paramphistomiasis pada sapi
bali di wilayah Distrik Prafi sebesar 10,03% atau 37 sampel dari 369 sampel yang
diperiksa, positif terinfeksi cacing Paramphistomum sp (Tabel 1). Hasil penelitian ini
hampir sama dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Khan et al. (2008b) bahwa
prevalensi paramphistomiasis di peternakan sapi di Provinsi Punjab, India sebesar 12,33%.
Namun, nilai prevalensi hasil penelitian ini masih lebih rendah bila diban- dingkan
dengan prevalensi yang dilaporkan oleh Purwaningsih et al. (2016) bahwa prevalensi
vii
infestasi cacing Paramphistomum sp yang ditemukan pada rumen sapi hewan kurban di
beberapa masjid di Kabupaten Manokwari saat Hari Raya Kurban tahun 2014 sebesar
18,52%. Prevalensi cacing Paramphistomum sp pada rumen sapi yang dipelihara
masyarakat Chattisgarh, India sebesar 24,32% (Galdhar et al., 2004). Hal ini juga selaras
dengan laporan
Nofyan et al. (2008) bahwa prevalensi paramphistomiasis pada sapi di daerah
Palembang sebesar 32,30% dan dilaporkan pula bahwa kejadian paramphistomiasis di
Kecamatan Ujungjaya, Sumedang adalah sebesar 18,52%. Squire et al. (2013) melaporkan
bahwa prevalensi paramphistomiasis pada sapi- sapi di Ghana sebesar 25.9%. Sementara
prevalensi paramphistomiasis pada sapi bali di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone
yang dilaporkan Darmin et al. (2016) sebesar 57%. Sebaliknya Purwanta et al. (2009)
melaporkan kejadian paramphistomiasis yang jauh lebih rendah yaitu hanya 1,31% pada
sapi di Kabupaten Gowa. Pada tahun 2015 dilaporkan bahwa prevalensi
paramphistomiasis pada sapi bali di Desa Pucak, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten
Maros sebesar 5,95 %.
Perbeda

viii
ix
x
xi
xii
xiii

Anda mungkin juga menyukai