Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

GASTROENTERITIS AKUT

Disusun untuk Memenuhi Tugas Internship

Disusun oleh :

dr. Ooy Rokayah

Pembimbing :

dr. Yanti Eka Iswara

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA (PIDI)


RSUD dr. MURJANI SAMPIT
KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR
KALIMANTAN TENGAH
2023

1
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Usia : 28 tahun
Alamat : Anjir Pasar
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
No RM : 00368xxx
Tanggal Masuk RS : 17 April 2023
Tanggal Pemeriksaan : 17 April 2023
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Sampit
Suku : Banjar
Tanggal Anamnesis : 17 April 2023

Anamnesis : autoanamnesis dan alloanamnesis


Keluhan Utama : diare 3-5x/hari sejak 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan : demam, muntah dan nyeri ulu hati
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD dr Murjani Sampit dengan keluhan diare 3-5x/ hari
sejak 2 hari SMRS, BAB cair dengan sedikit ampas tanpa darah dan lendir, sekali
BAB diperkirakan lebih dari 1 gelas. Pasien mengeluh demam, muntah dan nyeri
ulu hati sejak 2 hari SMRS, nyeri ulu hati tidak menjalar disertai mual dan muntah
sudah 3x di hari masuk RS, mual setiap diisi makanan, intake pasien sulit.
Sebelumnya pasien mengaku tidak makan pedas dan makan makanan berlemak.
Pasien tampak lemas, BAK pasien dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien menyangkal penyakit jantung lainnya selain hipertensi
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat maag

2
Riwayat Pemakaian Obat :
-
Riwayat Keluarga :
Tidak ada dalam keluarga yang mengalami hal serupa dengan pasien

Riwayat Lingkungan :
-
Status Generalis:
Keadaan umum : Baik
GCS : 15 (E : 4 M: 6 V: 5)
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 140/60 mmHg
Nadi : 85x/menit, kuat angkat
Suhu : 36,7oC
Pernapasan : 20x/menit

Pemeriksaan Fisik yang dilakukan saat pasien di IGD:


1. Kulit
Warna : coklat sawo matang
Jaringan parut : tidak ada
Turgor : baik
2. Kepala
Bentuk : normocephal
Posisi : simetris
Muka : normal
3. Mata
Konjungtiva anemis : -/-
Skera ikterik : -/-
Exophtalmus : tidak ada
Enophtalmus : tidak ada
Edema kelopak : tidak ada
4. Telinga

3
Pendengaran : Normal
Darah dan cairan : tidak ada
5. Mulut
Bau pernapasan : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
Faring : dalam batas normal
Lidah : lidah bersih, tidak deviasi
Uvula : ditengah, tidak deviasi
Tonsil : T2-T2
6. Leher
Trachea : tidak ada deviasi
Kelenjar tiroid : tidak membesar dan ikut bergerak saat menelan
Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran
7. Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris statis dan
dinamis
Palpasi : fremitus taktil normal
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler -/-, ronkhi -/-,
wheezing -/-
8. Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen
Inspeksi : simetris, perut buncit
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada epigastrium tidak ada
nyeri lepas
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran
Auskultasi : bising usus Normal

10. Ekstremitas

4
Akral hangat pada ekstermitas atas dan bawah kanan dan kiri
Capillary Refill Time < 2 detik
Tidak ditemukan edema pada ekstremitas atas atau bawah

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium pada tanggal 21 Oktober 2019 di IGD RSUD Keramat Jati
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin 16.6 g/dL 13.2 – 17.3
Hematokrit 47.3 % 37 – 47
Eritrosit 5.29 juta/L 3.7 – 4.7
Leukosit 8 10 /L
3
5.00 – 10.00
Trombosit 258 ribu/L 150 – 450
Hitung jenis leukosit
Segmen 70 % 35 – 70
Limfosit 24 % 20 – 40
Mixed 6 % 3 – 10
MCV 89 fL 80 – 100
MCH 31 pg 26 – 34
MCHC 35 Mg/dL 32 – 36
Glukosa Darah Sewaktu 96 mg/dL 80-140
Gas darah + Elektrolit
Natrium (Na) 139 mmol/L 135 – 148
Kalium (K) 3.4 mmol/L 3.5 – 5.0
Klorida (Cl) 106 mmol/L 95 – 105
Tes Widal
Salmonella Typhi O Negative Negative
Salmonella para typhi AO Negative Negative
Salmonella para typhi BO Negative Negative
Salmonella para typhi CO Negative Negative
Salmonella typhi H Negative Negative
Salmonella paraa typhi AH 1/320 Negative
Salmonella paraa typhi BH 1/160 Negative
Salmonella paraa typhi CH Negative Negative

Laboratorium pada tanggal 21 Oktober 2019 di IGD RSUD Pasar Rebo


Kimia Klinik
SGOT (AST) 26 U/L 0 – 35
SGPT (ALT) 11 U/L 0 – 35
Ureum darah 13 mg/dL 20 – 40
Kreatinin darah 0.7 mg/dL 0.35 – 0.93
Glukosa darah sewaktu 96 mg/dL <200

5
RESUME
Pasien perempuan berusia 28 tahun datang ke IGD RSUD dr Murjani Sampit
datang dengan keadaan lemas, keluhan diare 3-5x/hari sejak 2 hari SMRS, nyeri
ulu hati, mual dan muntah 3x di hari masuk RS, Saat datang ke IGD RSUD pasien
dalam keadaan komposmentis, dengan tekanan darah 140/60mmHg, serta nyeri
tekan di epigastrium.

Diagnosis Kerja
Gastroenteritis Akut

Diagnosis Banding
Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang

Tatalaksana di IGD
Terapi Non-Farmakologi
1. Tirah baring
2. Diit makanan lunak

Terapi Farmakologi
1. RL 500cc/6 jam
2. New diatab 3x2 tab p.o
3. Ondansentron 3x4mg IV
4. Omeprazole 1x40mg

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanactionam : dubia ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus
halus yang ditandai dengan muntah-muntah dan diare yang berakibat kehilangan
cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gejala keseimbangan elektrolit
(Cecily, Betz 2002).
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses
yang tidak berbentuk atau cair dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam.
Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut diare akut. Apabila diare
berlangsung 2 minggu atau lebih, maka digolongkan pada diare kronik.
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar dan konsistensi feses
menjadi cair. Secara praktis dikatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih
dari tiga kali sehari dengan konsistensi cair. Diare dapat digolongkan diare akut
atau telah berlangsung lebih dari 2 minggu dikatergorikan sebagai diare kronik.

2.2. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 2 juta kasus diare akut infeksius di Amerika setiap tahunnya
yang merupakan penyebab kedua dari morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia
(Joan, B, 2005).
Diare akut merupakan penyebab serius dari mortalitas dan morbiditas di
seluruh dunia. Telah terjadi 2,5 juta kematian tiap tahunnya terkait dengan diare.
Diare sendiri merupakan penyebab kematian tersering ketujuh di negara
berkembang, setelah penyakit jantung iskemik, stroke, HIV AIDS, masalah
perinatal dan penyakit paru obstruktif kronik. (Pablo C J, 2014).
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000
IR (incidence rate) penyakit diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi

7
374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun
2010 menjadi 411/1000 penduduk. Berdasarkan SDKI tahun 2002 didapatkan
insidens diare sebesar 11 %, 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita
dengan angka kematian diare pada balita sebesar 2,5 per 1000 balita. Berdasarkan
data riskesdas 2013, Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok
umur di Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen. Kejadian Luar Biasa (KLB)
diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008
terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239
orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah
kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun
2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan
kematian 73 orang (CFR 1,64 %) dengan penyebab utama kematian akibat diare
adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan.

2.3. ETIOLOGI
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi menjadi 4 penyebab : bakteri, virus, parasit dan non infeksi.
Pada diare akut lebih dari 90% disebabkan oleh infeksi disertai dengan mual,
muntah, demam, dan nyeri pada abdomen. Sedangkan 10% sisanya disebabkan
oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Pada diare kronis biasanya
disebabkan non infeksi.
A. INFEKSI

8
Di negara berkembang, penyebab tersering adalah infeksi, dengan
prevalensi infeksi bakteri dan parasit yang lebih tinggi daripada infeksi
virus, terutama pada puncak musim kemarau.
1. Bakteri:
a. Escherichia coli tersebar di seluruh negara, namun tipe
enterohemorrhagic E. colilebih banyak menjadi penyebab diare di
negara maju. Golongan ini terdiri dari:
b. Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
c. Enterotoxigenic E. coli (EPEC)
d. Enteroinvasive E. coli (EIEC)
e. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
f. Campilobacter
Infeksi asimtomatik sering terjadi di negara berkembang. Diare
dengan infeksi Campilobacter memilki ciri tinja yang cair, dan
berlendir darah pada kasus serius.Infeksi Campilobacter sering
terjadi pada daerah pertenakan, dimana faktor risiko terjadinya
adalah kotoran hewan peternakan itu sendiri.
Manusia terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan
(unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan
melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air.
Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung
person to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui
invasi kedalam usus halus dan usus besar.
g. Shigella spesies
Diare akut dengan infeksi jenis bakteri ini sebanyak 160 juta kasus
per tahunnya di negara berkembang, terutama pada anak.
 S. sonnei menyebabkan diare ringan.
 S. flexneri menyebabkan diare endemik dengan tingkat
diare berat dan persisten.
 S. dysenteriae type 1 (Sd1) jenis serotoip yang
menghasilkan Shiga toxin yang menyebabkan diare

9
endemik berat pada beberapa wilayah seperti Asia, Afrika,
dan Amerika tengah
Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel
kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya
ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor
virulensi termasuk :smooth lipopolysaccharide cell-wall
antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta
membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-
like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan
mungkin menimbulkan watery diarrhea.
h. Vibrio cholerae
Infeksi kolera banyak terjadi di negara berkembang. Ciri
tinja cair, tidak berwarnaa, dan bercampur lendir merupakan ciri
khusus diare infeksi kolera.V. Cholerae grup O1 dan O139 cepat
menyebabkan kehilangan cairan dan berujung kepada syok
hipovolemik dan kematian. Keluhan penyerta biasanyaadalah mual
dan muntah.
Air atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri ini akan
menularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang
terjadi.V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus
halus dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare.
Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari
ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang
mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera
enterotoxin (ACE) dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua
toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.
i. Salmonella
Semua serotip Salmonella bersifat patogen terhadap manusia.
Gejala berupa demam lebih dari seminggu, keluhan buang air besar
berupa konstipasi maupun diare. Binatang merupakan reservoir
infeksi dan manusia sebagai perantara. Mual, muntah biasa terjadi.

10
Morfologi tinja bisa beragam dimulai dari tinja cair sampai
berlendir dan berdarah.
2. Virus
Infeksi virus terkait diare menjadi predominan pada musim dingin
ataupun pada musim hujan baik pada negara maju mapun negar
berkembang.
a. Rotavirus
Penyebab satu dari pertiga kasus diare yang butuh dirawat.
Penyebab dari 500.000 kematian setiap tahunnya.
b. Human calcivirus (HuCVs)
Virus kedua terbanyak sebagai penyebab diare setelah
rotavirus.Dikenal dengan istilah “Norwalk-like viruses” dan
“Sapporo-like viruses”
c. Adenovirus
Kebanyakan adenovirus menyebabkan infeksi pada saluran
pernafasan, namun terdapat beberapa kasus pada beberapa stereotip
menyebabkan gastroenterittis.
3. Protozoa
a. Giardia lamblia.
Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogenesis masih
belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorpsi dan
metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route.
Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status
nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas
yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare
persisten dengan atau tanpa malabsorpsi. Di daerah dengan
endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah
terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri
epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorpsi
dengan faty stools,nyeri perut dan kembung.
b. Entamoeba histolytica.

11
Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun penyebarannya di
seluruh dunia. Insiden nya meningkat dengan bertambahnya
umur,dan terbanyak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infeksi
asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik
(E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang
ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant.
c. Cryptosporidium
Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus
diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan
asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis
berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya
self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan
tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan
reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten
terhadap beberapa jenis antibiotik.
4. Helminths
a. Strongyloides stercoralis
Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare.
b. Schistosoma spp
Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare
dan perdarahan usus.
c. Capilaria philippinensis
Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu, menyebabkan
inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan
nyeri abdomen.
d. Trichuris trichuria
Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendiks. Infeksi
berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.

Tabel 2. Penyebab Infeksi Diare Akut pada Dewasa

12
Bakteri Virus Parasit

Diarrheagenic Escherichia Rotavirus Protozoa


coli
Norovirus Cryptosporidium
Campylobacter jejuni (calicivirus) parvum

Vibrio cholerae O1 Adenovirus Giardia intestinalis


(serotype
V. cholerae O139 Microsporida
40/41)
Shigella species Entamoeba histolytica
Astrovirus
V. parahaemolyticus Isospora belli
Cytomegalovirus
Bacteroides fragilis Cyclospora
cayetanensis
C. coli
Dientamoeba fragilis
C. upsaliensis
Blastocystis hominis
Nontyphoidal Salmonellae
Helminths
Clostridium difficile
Strongyloides
Yersinia enterocolitica
stercoralis
Y. pseudotuberculosis
Angiostrongylus
costaricensis

Schistosoma mansoni,

S. japonicum

B. NONINFEKSI
1. Gangguan fungsional usus , diare menjadi gejala dari iritable
bowel syndrome .

13
2. Kelainan/penyakit usus, pada beberapa kelainan, seperti
inflammatory bowel disease, kolitis ulserativa, maupun chron,s
disease mempunyai manifestasi klinis berupa diare.
3. Intoleransi makanan dan sensitivitas, contoh pada kasus orang-
orang yang tidak bisa mengonsumsi laktosa yaitu glukosa pada
produk susu ataupun orang-orang yang tidak bisa mengonsumsi
gula pengganti dalam jumlah yang banyak.
4. Reaksi obat-obatan, beberapa obat dari golongan antibiotik, anti-
kanker, maupun antasida dapat menyebabkan diare.
5. Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomidapat
menyebabkan diare disebabkan pasase makanan yang lebih cepat.

Faktor penyebab diare adalah :

1. Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang
masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam
usus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah
permukaan intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari
intestinal yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam
absorbsi cairan dan elektrolit. Adanya toksin bakteri juga akan
menyebabkan sistem transpor menjadi aktif dalam usus, sehingga sel
mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat. (Aziz Alimul, 2008)
Macam – macam infeksi dibagi beberapa macam :
A. Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak, meliputi infeksi internal sebagai
berikut:
1) Infeksi bakteri : vibrio, ecoly, salmonella shigella, capylabactor,
yersinia aoromonas dan sebagainya.
2) Infeksi virus : entero virus (v.echo, coxsacria, poliomyelitis)
3) Infeksi parasit : cacing (ascaris, tricuris, oxyuris, srongyloidis,
protozoa, jamur)

14
B. Infeksi parenteral : infeksi diluar alat pencernaan, seperti : Otitis Media
Akut, tonsillitis, bronkopnemonia, easefalitis, dan lainnya. (Ngastiyah,
2005).
2. Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan
tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan
elektrolit kerongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus
sehingga terjadi diare. (Aziz Alimul, 2008).

Macam – macam dari malabsorbsi dibagi menjadi beberapa :


a. Malabsorbsi karbohidrat
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein (Ngastiyah, 2005)
3. Faktor Psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang dapat
mempengaruhi proses penyerapan makanan sehingga terjadi diare. Sebagai
contoh rasa takut dan cemas (Aziz Alimul, 2008).
4. Faktor makanan, makanan basi atau beracun
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik
dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan
penurunan kesempatan untuk menyerap makanan (Aziz Alimul, 2008).

2.4. PATOFISIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi sebagai berikut:
1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik,
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik,
3) Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak,
4) Defek sistem pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di enterosit,
5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal,
6) Gangguan permeabilitas usus,
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik,
8) Infeksi dinding usus disebut diare infeksi.

15
Diare osmotik, diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/ zat kimia yang
hiperosmotik ( MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi
mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.
Diare sekretorik, diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara
klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini
akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari
diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau
Escherichia coli, reseksi ileum (gangguang absorpsi garam empedu), dan efek
obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat dll).
Malabsorbsi asam empedu atau malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan
pada gangguan pembentukan/produksi empedu dan penyakit-penyakit saluran
bilier dan hati.
Defek sistem pertukaran anion/traspor elektrolit aktif di enterosit: diare tipe
ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+, K+, ATPase di
enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi
yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes
mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus
yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik
pada usus halus.
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya
kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan
absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi
(disentri Shigella) atau non infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn).
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare.
Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak merusak
mukosa), dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non invasif menyebabkan diare

16
karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut, yang disebut diare
toksigenik. Contoh diare toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan
kuman Vibrio cholera merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus,
yang lalu membentuk adenosine monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus
dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan
kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme
pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida diikuti ion
bikarbonat, air, natrium, ion kalium dapat dikompensasi oleh meningginya absorpi
ion natrium diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat dan klorida.
Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi
secara aktif oleh dinding sel usus.
            Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien
yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan
dan minuman yang terkontaminasi.

2.5. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi. Berdasarkan salah satu hasil


penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual (93%), muntah (81%) atau
diare (89%), dan nyeri abdomen (76%) adalah gejala yang paling sering
dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat,
seperti membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan
status mental, terdapat pada <10% pada hasil pemeriksaan. Gejala pernapasan,
yang mencakup radang tenggorokan, batuk, rinorea, dilaporkan sekitar 10%
(Bresee et al.,2012).

Beberapa gejala klinis yang sering ditemui adalah:

DIARE
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200
gram atau 200 ml dalam 24 jam (Simadibrata K et al., 2009). Pada kasus
gastroenteritis diare secara umum terjadi karena adanya peningkatan sekresi air
dan elektrolit.

17
MUAL MUNTAH

Muntah diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa dari isi lambung melalui
mulut. Pusat muntah mengontrol dan mengintegrasikan terjadinya muntah.
Lokasinya terletak pada formasio retikularis lateral medulla oblongata yang
berdekatan dengan pusat-pusat lain yang meregulasi pernafasan, vasomotor, dan
fungsi otonom lain. Pusat-pusat ini juga memiliki peranan dalam terjadinya
muntah. Stimuli emetic dapat ditransmisikan langsung ke pusat muntah ataupun
melalui chemoreceptor trigger zone (chow et al., 2010).

Muntah dikoordinasi oleh batang otak dan dipengaruhi oleh respon dari usus,
faring, dan dinding torakoabdominal. Mekanisme yang mendasari mual itu sendiri
belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga terdapat peranan korteks serebri
karena mual itu sendiri membutuhkan keadaan persepsi sadar (Hasler, 2012).

Mekanisme pasti muntah yang disebabkan oleh gastroenteritis belum sepenuhnya


diketahui. Tetapi diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan stimulus perifer
dari saluran cerna melalui nervus vagus atau melalui serotonin yang menstimulasi
reseptor 5HT3 pada usus. Pada gastroenteritis akut iritasi usus dapat merusak
mukosa saluran cerna dan mengakibatkan pelepasan serotonin dari sel-sel
chromaffin yang selanjutnya akan ditransmisikan langsung ke pusat muntah atau
melalui chemoreseptor trigger zone. Pusat muntah selanjutnya akan mengirimkan
impuls ke otot-otot abdomen, diafragma dan nervus visceral lambung dan
esophagus untuk mencetuskan muntah (chow et al, 2010).

NYERI PERUT

Banyak penderita yang mengeluhkan sakit perut. Rasa sakit perut banyak
jenisnya. Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah nyeri perut yang timbul ada
hubungannnya dengan makanan, apakah timbulnya terus menerus, adakah
penjalaran ke tempat lain, bagaimana sifat nyerinya dan lain-lain. Lokasi dan
kualitas nyeri perut dari berbagai organ akan berbeda, misalnya pada lambung dan
duodenum akan timbul nyeri yang berhubungan dengan makanan dan berpusat
pada garis tengah epigastrium atau pada usus halus akan timbul nyeri di sekitar
umbilikus yang mungkin sapat menjalar ke punggung bagian tengah bila

18
rangsangannya sampai berat. Bila pada usus besar maka nyeri yang timbul
disebabkan kelainan pada kolon jarang bertempat di perut bawah. Kelainan pada
rektum biasanya akan terasa nyeri sampai daerah sakral (Sujono Hadi, 2002).

DEMAM

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu ( set point ) di hipotalamus
(Dinarello dan Porat, 2012).

Temperatur tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Neuron-neuron baik di preoptik


anterior hipotalamus dan posterior hipotalamus menerima dua jenis sinyal, satu
dari saraf perifer yang mengirim informasi dari reseptor hangat/dingin di kulit dan
yang lain dari temperatur darah. Kedua sinyal ini diintegrasikan oleh
thermoregulatory center di hipotalamus yang mempertahankan temperature
normal. Pada lingkungan dengan subuh netral, metabolic rate manusia
menghasilkan panas yang lebih banyak dari kebutuhan kita untuk
mempertahankan suhu inti yaitu dalam batas 36,5-37,5ºC (Dinarello dan Porat,
2012).

Pusat pengaturan suhu terletak di bagian anterior hipotalamus. Ketika vascular


bed yang mengelilingi hipotalamus terekspos pirogen eksogen tertentu (bakteri)
atau pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF), zat metabolik asam arakidonat
dilepaskan dari sel-sel endotel jaringan pembuluh darah ini. Zat metabolik ini,
seperti prostaglandin E2, melewati blood brain barrier dan menyebar ke daerah
termoregulator hipotalamus, mencetuskan serangkaian peristiwa yang
meningkatkan set point hipotalamus. Dengan adanya set point yang lebih tinggi,
hipotalamus mengirim sinyal simpatis ke pembuluh darah perifer, menyebabkan
vasokonstriksi dan menurunkan pembuangan panas dari kulit (Prewitt, 2005).

Gejala Klinis
Pathogen
Nyeri perut Demam Mual Muntah

Shigella ++ ++ ++

19
Gejala Klinis
Pathogen
Nyeri perut Demam Mual Muntah

Salmonella ++ ++ +

Campylobacter ++ ++ +

Yersinia ++ ++ +

Norovirus ++ +/- +

Vibrio +/- +/- +/-

Cyclospora +/- +/- +

Cryptosporidium +/- +/- +

Giardia ++ - +

Shiga toksin E.coli ++ - +

2.6. DIAGNOSIS

ANAMNESIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaaan penunjang. Dalam menganamnesis pasien diare akut perlu
ditanyakan mengenai onset, lama gejala, frekuensi, serta kuantitas dan
karakteristik feses. Feses dapat mengandung darah atau mukus. Adanya demam
merupakan temuan diagnostik yang penting karena menandakan adanya infeksi
bakteri invasif virus enterik, atau suatu patogen sitotoksik seperti, C. difficile dan
E. histolytica.

Adanya feses yang berdarah mengarahkan kemungkinan infeksi oleh


patogen invasif dan yang melepaskan sitotoksin; infeksi EHEC bila tidak terdapat
leukosit pada feses; serta bukan infeksi virus atau bakteri yang melepaskan
enterotoksin. Muntah sering terjadi pada diare yang disebabkan oleh infeksi virus

20
atau toksin bakteri misalnya S. aureus. Tenesmus merupakan penanda dari diare
inflamasi. Walaupun demikian, tidaklah mudah untuk mengenali patogen spesifik
penyebab diare hanya berdasarkan gambaran klinisnya semata karena beberapa
patogen dapat menunjukkan gambaran klinis yang sama.

Untuk mengidentifikasi penyebab diare diperlukan juga data tambahan


mengenai masa inkubasi, riwayat perjalanan sebelumnya, riwayat mengkonsumsi
makanan tertentu, risiko pekerjaan, penggunaan antibiotik dalam 2 bulan terakhir,
riwayat perawatan, binatang peliharaan, serta risiko terinfeksi HIV. Waktu
timbulnya gejala setelah paparan terhadap makanan yang dicurigai juga dapat
mengarahkan penyebab infeksi, seperti berikut ini:

1. Gejala yang timbul dalam waktu < 6 jam kemungkinan disebabkan oleh
toksin bakteri Staphylococcus aureus atau Bacillus cereus.

2. Gejala yang timbul sesudah 6-24 jam kemungkinan disebabkan oleh toksin
bakteri Clostridium perfringens atau Bacillus cereus.

3. Gejala yang timbul lebih dari 16-72 jam mengarahkan infeksi oleh virus,
terutama bila muntah merupakan gejala yang paling prominen; atau
kontaminasi bakterial dari makanan oleh enterotoxigenic/enterohemorrhagic
E. coli, Norovirus, Vibrio, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Giardia, Cyclospora, atau Cryptosporidium.

21
Berdasarkan Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa
berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat
dibagi menjadi :

 Diare tanpa dehidrasi

Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena


frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.

 Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)

Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.

 Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)

Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang


kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan
mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian
kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.

 Diare dengan dehidrasi berat (>10%)

Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh
dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan
pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak
ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,
tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat
memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.

PEMERIKSAAN FISIK

22
Pada pasien dewasa yang terkena diare, sangat penting untuk menilai tanda
dehidrasi. Pemeriksaan yang dilakukan termasuk denyut nadi, tekanan darah,
turgor kulit, mukosa kering, kelopak mata yang cekung dan capillary refill.
Pemeriksaan abdomen wajib diperiksa untuk setiap pasien. Palpasi superfisial
maupun dalam dikerjakan hati-hati untuk menyingkirkan tanda peritonitis,
walaupun nyeri lepas minimal ada pada palpasi dalam pasien dengan disentri.
Pemonitoran pasien bisa dipertimbangkan, pada beberapa kasus yang
membutuhkan pembedahan seperti appendisitis, diverticulitis, adneksitis,
pankreatitis, maupun kolitis yang iskemik bisa ditandai dengan diare akut pada
awalnya. Pada akut diare, perut yang keras (defence muscular) dan nyeri lepas
seharusnya tidak ada. Jika tanda ini ada, pemeriksaan dan investigasi lebih lanjut
harus dilakukan. Pemeriksaan colok dubur seharusnya menjadi pemeriksaan awal
untuk menilai darah, mukosa rektum, dan konsistensi feses.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien yang mengalami dehidrasi, toksisitas atau diare yang
berlangsung selama beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan darah tepi lengkap, kadar elektrolit, ureum dan creatinin,
feses lengkap dan terkadang ELISA untuk mendeteksi giardiasis dan tes serologi
amebiasis serta x-ray abdomen.

Pasien dengan kecurigaan infeksi virus biasanya akan memperlihatkan


jumlam dan hitung leukosit yang normal atau limfositosis. Pada infeksi bakteri,
terutama pada infeksi bakteri yang ivasif ke mukosa akan memperlihatkan
leukosistosis dengan tingakat blast yang lebih tinggi. Neutropenia dapat timbul
pada infeksi salmonella.

Pemeriksaan ureum dan creatinin diperiksa untuk menilai adanya


kekurangan volume cairan dan mineral pada tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan
untuk melihat adanya leukosit pada tinja yang kemungkinanan mengarahkan
kepada infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa dengan hasil meta-
analisis tentang pemeriksaan ini menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas hanya
sebesar 70% dan 50%. Akan tetapi, adanya darah samar dan leukosit pada feses
mendukung diagnosis diare akibat infeksi bakteri. Pada pasien yang mendapatkan

23
pengobatan antibiotik dalam 3 bulan terakhir atau yang mengalami diare di rumah
sakit sebaiknya dilakukan pemeriksaan tinja untuk pengukuran toksin Clostridium
difficile. Kultur tinja untuk memastikan kausa diare namun pemeriksaan ini
biasanya hanya dikerjakan pada pasien diare > 72 jam, diare akut setelah
perawatan di rumah sakit, dan pasien dengan imunocompromised. Pemeriksaan
lain seperti
endoskopi umumnya tidak dibutuhkan dalam mendiagnosis diare akut. Akan
tetapi, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk:

1. Membedakan inflammatory bowel disease dari diare akibat infeksi.


2. Mendiagnosis infeksi C. difficile dan menemukan pseudomembran pada
pasien yang toksik sambil menunggu hasil pemeriksaan kultur jaringan.
Namun, saat ini pemeriksaan enzyme linked immunosorbent assays (ELISA)
dari feses untuk toksin A telah mempersingkat waktu untuk mendiagnosis
infeksi C. difficile dan mengurangi kebutuhan pemeriksaan endoskopi pada
kasus-kasus tersebut.
3. Mendiagnosis adanya infeksi oportunistik (seperti, cytomegalovirus) pada
pasien immunocompromise.
4. Mendiagnosis adanya iskemia pada pasien kolitis yang dicurigai namun
diagnosisnya masih belum jelas sesudah pemeriksaan klinis dan radiologis.

2.7. TATALAKSANA
REHIDRASI
Hal utama yang perlu ditangani pada pasien gastroenteritis adalah dehidrasi.
Kebanyakan kasus gastroenteritis yang menyebabkan kematian adalah disebabkan
hidrasi yang tidak ditangani secepatnya (Burkhart M., 1999). Upaya Rehidrasi
Oral (URO) merupakan cara administrasi cairan secara oral untuk mencegah atau
mengkoreksi dehidrasi yang merupakan komplikasi diare. Dengan adanya URO
dapat menurunkan biaya dan meningkatkan efikasi terapi gastroenteritis akut.
Oralit dengan osmolaritas yang rendah berhubungan dengan penurunan gejala
muntah, BAB yang cair serta menurunkan kebutuhan pasien akan pemberian
cairan secara intravena dibandingkan dengan oralit standar. Cairan URS-WHO
juga direkomendasikan sebagai cairan rehidrasi pada dewasa dan anak dengan
kolera. Dalam memberikan URO pada pasien harus dinilai terlebih dahulu derajat
dehidrasi pasien. Prinsip dalam menentukan jumlah cairan harus disesuaikan

24
dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Terdapat beberapa macam
perhitungan kehilangan cairan, diantaranya:
1. BJ plasma dengan rumus :

2. Metode Pierce berdasarkan klinis


- Dehidrasi Ringan : 5% x BB (kg)
- Dehidrasi Sedang: 8% x BB (kg)
- Dehidrasi berat : 10% x BB (kg)
3. Metode Daldiyono berdasarkan skor

Tabel 5. Skor penilaian Klinis Dehidrasi


Klinis Skor
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 kali/menit 1
Kesadaran apati 1
Kesadaran somnolen, spoor atau 2
koma
Frekuensi napas > 30 kali/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer woman’s hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

Bila skor kurang dari 3 dan tidak terdapat tanda syok, maka hanya diberikan
cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama
dengan 3 disertai syok maka diberikan cairan secara intravena.

25
Pada kasus diare sedang/berat pasien sebaiknya diberikan cairan secara
intravena. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang dapat diterapi dengan pemberian
URO secara oral atau melalui selang nasogastrik (NGT). Pemberian cairan
rehidrasi terbagi atas:
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi awal) : jumlah total kebutuhan cairan
menurut BJ atau Daldiyono diberikan langsung agar tercapai rehidrasi
optimal secepat mungkin.
b. Satu jam berikutnya (tahap 2) pemberian diberikan atas kehilangan
cairan selama 2 jam tahap rehidrasi awal. Bila tidak terjadi syok atau
skor Daldiyono < 3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan berdasarkan kehilangan cairan
melalui tinja dan IWL.
DIET
Pasien dengan gastroenteritis akut dianjurkan minum-minuman sari buah,
teh, makanan yang mudah dicerna seperti pisang, nasi dan sup, kecuali pasien
muntah hebat. Pemberian makanan sebaiknya diberikan setelah 4 jam URO atau
cairan intravena. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase
transien yang disebabkan oleh infeksi vrus dan bakteri. Minuman berkafein dan
alkohol harus dhindarkan karena akan meningkatkan motilitas dan sekresi usus.

OBAT ANTIDIARE
Penggunaan obat antidiare tidak membunuh kausa dari diare. Pada anak,
penggunakan obat initidak memiliki manfaat secara klinis. Beberapa obat yang
dapat digunakan diantaranya:

Antimotilitas. Loperamide merupakan agen pilihan pertama (pada dewasa


4-6 mg/hari, dan 2-4 mg/hari pada anak > 8 tahun). Obat ini merupakan derivat
opioid yang tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil dibandingkan
dengan tinktur maupun difenoksilat-atropin. Obat ini merupakan pilihan pertama
pada diare pada traveler dengan dehidrasi ringan sedang tanpa gejala klinis yang
mengarah ke diare invasif. Obat ini bekerja dengan cara menginhibisi pengeluaran
acetilkolin melalui reseptor opioid prasinaps di usus sehingga mengakibatkan

penurunan peristaltik usus dan efek memiliki antisecretory yang ringan.


Sebaiknya dihindari penggunaannya pada bloody/mucoid diarrhea atau suspek

26
inflamasi (dengan demam). Nyeri abdomen hebat yang mengarahkan suatu diare
inflamatif termasuk kontraindikasi untuk pemberian loperamide. 

Antisekretory. Bistmuth subsalicylate bisa menurunkan pengeluaran BAB


pada anak atau gejala seperti diare, mual dan nyeri abdomen diare pada traveler.
Bistmuth subsalisilat 30 ml atau 2 tablet tiap 30 menit sebanyak 8 dosis
bermanfaat pada beberapa pasien.

Racecadotril merupakan enkepalinase inhibitor (nonopiat) dengan aktivitas


antisekresi yang telah mendapatkan lisensi diberbagai negara diberikan dengan
dosis 3 x 100mg terutama pada diare anak dan kolera dewasa.

Adsorbent. Agen seperti kaolin-pectin, arang aktif , dan attapulgite bekrja


dengan cara mengabsorbsi air dan senyawa dari larutan dan kemngkinan mengikat
bahan yang berpotensi toksik pada usus. Menurut WHO efikasi pengobatan diare
dengan agen ini masih diragukan.

Probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan


dalam jumlah yang adekuat akan menguntungkan bagi kesehatan pejamu.
Berbagai penelitian menunjukkan manfaat probiotik dalam pengobatan diare
infeksi dan diare akibat pemberian antibiotik. Probiotik akan berkompetisi dengan
bakteri patogen pada tempat menempelnya bakteri di mukosa usus dan
memodulasi sistem imun pejamu. Terdapat beberapa spesies yang telah diteliti
dan digunakan sebagai probiotik, yakni Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus
acidophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus GG, Bifidobacterium bifidum,
Bifidobacterium longum, Streptococcus thermophilus, Enterococcus faecium, dan
Saccharomyces boulardi. Yang umum digunakan adalah kelompok laktobasilus
dan bifidobakteria.
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis yang tepat,
jangka waktu pemberian serta bentuk sediaan yang ideal agar probiotik yang
diberikan dapat efektif sesuai dengan yang diharapkan.

ANTIBIOTIK

Kebanyakan pasien memiliki gejala penyakit yang ringan, self limited


disease karena virus atau bakteri noninvasif, sehingga pengobatan empiris tidak
dianjurkan pada semua pasien diare. Pengobatan empiric diindikasikan pada

27
pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasive (feses
berdarah/mucoid, terdapat darah samar atauleukosit pada feses), diare turis
(traveler’s diarrhea) atau imunosupresif. Obat pilihan yaitu kuinolon
(siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri
pathogen invarsif termasuk Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan
Aeromonas species. Sebagai alternative yaitu kotrimoksazol
(trimetropin/sulfametoksazol), 160/800 mg/hari, atau erotromisin 250-500 mg 4
x/hari selama 7 hari diberikan bagi yang dicurigai giardiasis, tetracyclin
(doksisiklin 2 x 100 mg) pada kecurigaan kolera, serta pada amebiasis dapat
digunakan tetraciclin atau metronidazole.

            Untuk turis tertentu yang berpergian ke daerah resiko tinggi, kuinolon


(misal siprofloksasin 500 mg/hari) dapat dipakai sebagai profilaktik yang
memberikan perlindungan sekitar 90%. Obat profilaktik lain termasuk
trimetropim-sulfametoksazol dan bismuth subsalisilat. Pathogen spesifik yang
harus diobati adalah Vibro cholera, Clostridium difficile, parasit, traveler’s
diarrhea, dan infeksi karena penyakit seksual (gonorrhea, sifilis, klamidiosis, and
herpes simpleks). Pathogen yang mungkin di obati termasuk Vibro non kolera,
Yersinia, dan Camphylobacter, dan bila gejala lebih lama pada infeksi aeromonas,
Plesiomonas dan E coli enteropathologenic. Obat pilihan bagi diare karena
Clostridium difficile yaitu metonidazol oral 25-500 mg 4 x/hari selama 7-10 hari.
Vankomisin merupakan obat alternative, tetapi bila diberikan secara parenteral.
Metronidazol intravena diberikan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi
pemberian per oral. Obat antimikroba dapat dilihat pada Tabel 4.

28
Penggun
aan antibiotika dalam terapi diare (dosis dewasa). Sumber: PAPDI

DAFTAR PUSTAKA

Agtini Magdarina Destri, Soenarto Sri Suparyati.Situasi Diare di Indonesia.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2011;4-5.

29
Barr Windy, Smith Andrew.Acute Diarrhea in Adults. Lawrence Family Medicine
Residency 2013; 1-5.

Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi
5. Jakarta: EGC.

Caeiro Juan Pablo, Dupont Hebert L. Diarrhea in Adults.N Engl J Med 2014:1-
2,5-8.

Chamberlain Jeffrey L. Acute Diarrhea in Adults.N Engl J Med2014; 2,26-7.

Cohn JN, Kowey PR, Whelton PK, Prisant LM. New Guidelines for potassium
Replacement in Clinical Practice. Arch Intern Med 2000;160:2429-2436.

Daryadi. Hiperkalemia dan Hipokalemia. Available at:


http://nsyadi.blogspot.com/2011/12/hiperkalemia-dan-hipokalemia.html.
Accessed on October 3rd 2012.

David C. Hypokalemia. Available at:


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000479.htm. Accessed on
October 3rd 2012.

Dupont Hebert L.Acute Infectious Diarrhea in Immunocompetent Adults. N Engl


J Med2014;2-4.

Farthing M, Lindberg G. Acute Diarrhea. World Gastroenterology Organisation


Practice Guidelines2008; 2-3,5-7.

Farthing M., Salam M., Lindberg G. Acute Diarrhea in Adult and Childern: A
global Perspective. World Gastroenterology Organisation Global Guidelines2012;
3-8.

Guyton ArthurC, Hall John E.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC


2007;864.

Halperin ML, Goldstein MB. Fluid Electrolyte and Acid-Base Physiology. A


problem-based approach. WB Saunders Co. 2nd ed., p 358

National Digestive Diseases Information Clearinghouse.Diarrhea. American


College Gastroenterology 2011; 1-4.

Price & Wilson. Gangguan Cairan & Elektrolit. Patofisiologi Vol.1. 6th ed.
Jakarta: EGC; 2006; p. 344.

Sriwaty A. Prevalensi dan Distribusi Gangguan Elektrolit Pada Lanjut Usia.


Available at: http://eprints.undip.ac.id/22684/1/Sriwaty.pdf. Accessed on October
2nd 2012.

30
Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Irus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing 2009;352-5.

Zwanger M. Hypokalemia. Available at:


http://emedicine.com/emerg/topic273.html. Accessed on October 1st 2012.

31

Anda mungkin juga menyukai