Anda di halaman 1dari 10

Efek&jitas Pemidmaan Sistem Pema^arakatan :

Beberapa Krilik

EFEKTIVITAS PEMIDANAAN
SISTEM PEMASYARAKATAN:
Beberapa Kritik
Oleh; Suparman Marzuki 2)

Terdapat inkonsistensi antara tujuan pemidanaan dan indikator tujuan pemidanaan


berupa prevensi umum dan prevensi khusiis, yang lianya diukur dengan
frekuensi kuantitas dan kualitas kejahatan dalam kurun waktu lertenlu.
Ini, ungkap Suparman Marzuki, merupakan bentuk kegagalan dart sistem
pemidanaan kita. Ditambah lagi, adanya ambivalensi pemikirdn
antara KUHP yang menekankan "Pemidanaan" dengan LP
yang menekankan {criminal policy) tentang hal ini belum jalas,
dan masih jauh tercapai integritas criminaljustice.

Pendahuluan

Perubahan konsep penjara ke Sistem menjadi warga yang baik; bukan lagi semata-
Pemasyarakatan sejak kurang lebih tiga puluh mata membalas kesalahan pelaku.
tahun lalii dapat dikatakan sebagai suatu Kedua aspek perubahan tersebut
perubahan besar -dan mendasar dalam salah merupakan' perubahan yang sangat maju dari
satu sub Sistem Peradilan Pidana (SPP) yang Lembaga Tempat'Pelaksanaan Pidana di
secara bersamaan merubah kerangka filosofis tengah-tengah "kevakuman" pembaharuan
dan sosiologis dari institusi buatan manusia itu. hukum akibat dominasi kehidupanpolitik Orde
Secara filosofis perubahan itu Lama yang masih terfokus kepada usaha-usaha
menyentuh aspek substansial dari lembaga menata kehidupan politik negara, khususnya
tempat pelaksanaan pidana (penjara), yaitu dalam rangka membangun eksistensi sebuah
diletakkannya nilai-nilai kemanusiaan yangadil negara yang baru merdeka.
dan beradab sebagai norma dasar proses Namim demikian, perubahan besar dan
"pemenjaraan" manusia pelakii kejaliatan. mendasar.- itu belum dapat berfungsi
Perubahan itu juga sudah berorientasi sebagaimana.mestinya sehingga bersamaan
sosiologis yang mengarahkan perampasan dengan semakinmajunya pemikiran hukum dan
kemerdekaan manusia.kepada upaya re- penghukuman, tennasuk semakin kayanya
integrasi, re-sosialisasi atau pem^yarakatan hasil-hasil penelitian ilmupengetahuan sosiologi,
kembali pelaku kejahatan agar dapat kembali kriminologi dan ilmu-ilmupsikologiprilaku dan

1) Makalah Seminar Pemasyarakatanpada 24Juli 1995 yan^ lelah direvisiuniukpenertiban jumalini.


2) Suparman Mazuki, SH adalah alumnus & Dosen FH. UII.

JumaJ Hukum No.4 Vol. 2 ^1995 21


Tema Utaraa

humanistik dua dekade terakhir ini, kritik-kritik pertama) dengan indikator penilaian efektifitas
keras atas konsep Pemasyarakatan semakin pemidanaan tampak tidak konsisten. Tujuan
gencar diajukan, terutama mempertanyakan pemidanaan berorientasi kepada pelaku,
efektifitas konsep tersebut dalam mencegah sementara alat ukur penilaianjustru berorientasi
dan menanggulahgi kejahatan karena dalam pada pencatatanperbuatannya/kejahatannya.^^
kenyataan, kuantitas dan kualitas kejahatan Padahal menurunnya jumlah kejahatan tidak
justru semakin meningkat. dengan sendirinya menurunkan jumlah pelaku.
Tulisan ini akan mengetengahkan • Pertanyaan lain: apakah periurunaii itu
analisis mengenai kaitan tujuan pemidanaan benar-benar karena pengaruh pemidanaan atau
dengan indikator yang dipakai dalam menilai karena sebab-sebab lain ? Apakah angka-angka
efektifitas pemidanaan tersebut. Tulisan ini itu sudah mencerminkan realitas sosial
akan dibagimenjadidua bagian.Bagian pertama kejahatan sesungguhnya; karena seringkali
akan menguraikan kendala-kendalautamayang terjadijenis kejahatan tertentu turun, tetapi jenis
menyulitkan dilakukannya penilaian kejahataan lain yang nilai seriusitasnya tinggi
mengenai efektifitas pemidanaan. Dan di • terhadap timbulnya rasa takut {fear of crime)
bagian kedua akan memusatkan perhatian justru meningkat, atau angka absolut turun, tapi
kepadamasalah-masalah internal danekstemal angka perimbangan (rate), per 100.000
Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang penduduk meningkat.
langsung atau tidak langsung mempenganihi Disamping itu bagaim^a mengetahui
efektifitas pelaksanaan konsep-konsep sistem mekanisme pencegahan {prevensi general)
pemasyarakatan. melaluialat ukur itu bekeija dalam masyarakat
sehinggamemiliki daya cegah ?. Manakahyang
Tujuan Pemidanaan (Pencegahan) lebih dekat pengaruhhya dalam prevensi
general antara keberhasilan .polisi menangkap
Secara singkat tujuan pemidanaan dapat pel^u-dengan pemasyarakatan pelaku-dalam
diklasifikasikan menjadi dua. Perlama, LP ? Pertanyaan ini penting.mengingat secarj^
mencegah dilakukannya tindak pidana, .riil hubungan kepentingan dan ketergantungan
memulihkan keseimbangan, menyelesaikan polisidan masyarakat lebihjelas dibanding LP
konflik (prevensi Aimum) dan kedua, dan masyarakat.
memperbaiki pelaku (prevensi kh'usus). Keraguan dengan indikator ini bagi kita
Indikator yang dipakai untuk menentukan di Indonesia makin kuat, setidaknya karena
efektifitas tujuan pertama {prevensi general) statistik kriminalyang kita pakai memuat angka
biasanya adalah tingkat/frekuensikuantitas dan total, dan crime rate dari.semua jenis kejahatan;
kualitas kejahatan dalam kurun waktu tertentu, belum mengkualifikasi jenis-jenis kejahatan
dehgan asumsi semakin kecil angka absolut, tertentu sebagai indikator keberhasilan
crime rate dan crime index kejahatan, maka pemidanaan. Di beberapa.negara tidak semui^
pemidanaan efektif sebagai general preven bentukkejahatandipergunakanuntuk mengukiir,
tion. . kejahatan yang memenuhi syarat, yaitu yang
' Keraguan pertama dengan indikator ini ' sangat merugikan nilai sosial yang sangat
bahwa antara tujuan pemidanaan (yang diutamakan masyarakat dan kejahatan bersifat

3) Ini salalisatu kelemahan utamd statistik kriminal yang banyak dikritikpara ahlL

22 Juntal Hukum No.4 Vol. 2 m99S


Efektijitas Pemidanaan Sistem Pemasyarakaim :
Beberapa Kritik

umum. tidak akan pernah membuat masyarakat


Di AS hanya 7 (tujuh) bentuk kejahatan - palingtidak kerabatkorbanr menjadi tenteram
yang dianggap memenuhi syarat dan dandamai; justru sebaliknya res^ dan terhina.
dimasukkan dalam indeks kejahatan (crime Ketentraman dan kedamaian baru akan,tercipta
index)^ yaitu: (a) pembunuhan (homicide)., (b) jika keseimbangan itu dipulihkan dengan cara
perkosaan (rgpe)\ (c) perampokan (rohbery)\ Sirik atau Carok terhadap pelaku.
(d) penganiayaan hQXZX..(aggravated assault)-, • it

(e) pencurian dengan pembongkaran (bur Perbaikan Pelaku


glary)-, (f)..pencurian (larceny), kecuali mobil,
dengan nilai minimum USS 50, dan (g) Apabila efektifitas pemidanaan dilihat
pencurian mobil (auto theft). dari'tujuan yang (perbaikan pelaku)
Selanjutnya, indikator itu sulit untuk maka efektifitas suatu pemidanaan diukur
mengevaluasi atau menilai efektifitas tujuan dengan besar kecil, menurun meningkatnya
pemidanaan memulihkan keseimbangan dan pengulangan kejahatan (resedivis).
mendatangkan rasa damai fnasyarakat. Aspek "Semakin kecil jumlah pelaku yang tidak lagi
yang bersifatkualitatifini, menyangkut dimensi mengulangi perbuatannya, semakin efektif
nilai sosio-kultural dan dimensi rasa yang jelas pemid^aan", demikian pula sebaliknya.
sukar diukur. Kita tidak dapat.mengetah'ui Indikatorini dinilai banyakahlitidakdapat
secara pasti bentuk-bentuk keseimbangan dijadikan pijakan dalam menilai efektifitas
yang terganggu yang harus secara efektif pemidana^, selain karena angka gQXz.'p jdark
diselesaikan dengan pemidanaan. Bukan tidak number) resedivis cukup tinggi karena sulit
mungkin pemidanaan itu justru akan mengidentifikasi secara riil pelalcu pengulangan
menimbulkan ketidakseimbangan baru dalam. sesungguhnya, juga tidak bisa kalau hanya
masyarakat. akibat proses pemidanaan yang mengetahui jumlah resediyis, tetapi
tidak atau kurang. dirasakan adil atau ber- mengabaikan jumlah orang yang dipidana
tentjuigan dengan perasaan hukum masyarakat. pertama kali, jenis kejahatan, jenis pidana dan
Lebih-lebih konsep ketidakseimbangan berapa diantaranya yang tidak lagi mengulangi
itutidak dikenal dalam hukum modem term^uk kejahatahnya. Begitu pula'tidak ada kiialifikasi
hukum pidana yang menonjolkan aspek kejahatan dan tenggang waktu pengulangan
penyelesaian dan pertanggungjawaban indi sejak putusan pemidanaan terdaliulu.
vidual. Pemulihan ketidakseimbangan Apakah misalnya kejahatan pertama
komunitas itu menjadi sifet dasarhukum-hukum pencurian seekor burung telah diputus lima
kebiasaan yang hidup. berkembang di tahun lalu, kemudian dipidana kembali dalam
masyarakat. Karena itu seringkali pemidanaan k'asus penganiayaan akibat ketersinggungan
pelaku kejahatan dianggap belum selesai, biasa dapat dinyatakan bahwa pemidanaan
sebelum yang ,bersangkutan menunaikan tidak efektif ? Demikian piila kita sulit
kewajiban-kewajiban atau memperoleh mengukur hubungan membaiknya pelaku
perlakuan (adat) tertentu untuk memulihkan terhadap tidak dilakukannya kembali suatu
keseimbangan yang terganggu tadi., , kejahatan.
Satu contoh misalnya pemidanaan • Kita, -kata Wolf Middendorf, seperti
terhadap pelaku perkosaan di daerah-daerah dikutip Barda, tidak'dapat mengetahui.
tertentu, seperti Madura atau Sulawesi Selatan hubungan yang sesungguhnya antara sebab dan

Jumal Hukum No.4 Vol. 2 • 1995 n


Tema Utama

akibat. Orang mungkin melakukan kejahatan Kesulitan untuk mengetahui efektifitas


atau mungkin mengulanginya lag! tanpa pemidanaan pada dasarnya merupakan
hubungan dengan ada tidaknya undang-undang kegagalan lain dari sistem pemidanaan kita
atau pidana yang dijatuhkan. Apalagi dalam merancang politik kriminal sekaligus
pemahaman ilmu pengetahuan tentang perilaku menghambat upaya-upaya perbaikan yang
manusia {human behavior) masih terlalu diperlukan. Barangkali kesulitannya tidak hanya
sedikit untuk dapat menyusun kesimpulan- terletak kepada belum maksimalnya para
kesimpulan umum. praktisi dan ahli di bidang ini merumuskan
Bahkan M. Cherif Bassiouni menegas- indikator-indikator yangdisepakati untukmenilai
kan kita tidak tahu dan tidak pemah tahu secara efektifitas pemidanaan,' tetapi mungkin juga
pasti metode-metode tindakan perlakuan karena ada semacam sikap overestimate
{treatment) apa yang paling' efektif untuk mengenai tujuan pencegahan dan penanggu-
mencegah atau memperbaiki atau kitapuntidak langan kejahatan yang telah ditetapkan itu.
mengetahui'seberapa jauh efektifitas setiap Mungkin diperlukan indikator tertentu
metode tindakan perlakuan itu. Untuk dapat yang" realistis dalam penilaian kejahatan,
menjawab masalah-masalah ini secara pasti kuantitas perkembangannya, strategi pen
menurut Bassiouni, kita harus mengetahui cegahan dan penanggulangan >^ang diperlukan.
sebab-sebab kejahatan; dan'untuk mengetahui karena pada dasarnya kita tidak dapat
hal ini kita memerlukan pengetahuan yang menggambarkan secara tepat kecenderungan
lengkapmengenai etiologi tingkahlakumanusia. psikologis pelaku, komunitas, norma-norma,
Dari sisi lain Soerjono Soekanto pandangan dan keyakinannya atas perbuatan
mengatakan bahwa penelitian-penelitian dan hukuman yang ia terima.
mengenai efektifitas tidak akan banyak artinya Lebih-lebih dimensi latar belakang orang
apabila empat hal berikut ini tidak diusahakan melakukan kejahatan "tak tersentuh" sama
terlebih dahulu; yaitu, sekali oleh hukum pidana formal (hukum
modern) yang tegas, eksplisit, mengancam,
(i) hukum positif tertulis yang ada harus
individual dan sangat tergantung dengan
mempunyai taraf sinkronisasi vertikal dan
struktur.
horisontal yang selaras;
Menyadari hal itu, barang kali ada
(ii) para penegak hukum harus mempunyai
kepribadian yang baik dan dapat baiknya biia pada bagian kedua tulisan ini
kembali ke belakang, untuk melihat kembali
memberikan teladan dalam kepatuhan
hukum;
beberapa kendala internal dan ekstemal LP
yang menurut hemat kami merupakan faktor
(iii) &silit^ yang mendukungproses penegakan
hukum harus memadai; dan
terdekat yang paling lambat mengalami
perubahan sehingga mempengaruhi pe-
(iv)warga masyarakat hariisdididik agar dapat
mematuhi hukum.
laksanaan konsep sistem pemasyarakatan.

4) Dalam suaiu wawancara penults untuk skripsi (J985) dengan seorang pelaku perampokan yang sudah
berulangkali keluar masuk LP Batu Nusakambangan lerucap tegas bahwa "penjara itu resiko, terminal atau tempat
istirahat dimana kami makan, tidur gratis, bahkan kekamar kecil.saja dikawal. Kamijustru lebih tenang berada di
Penjara, Yang sangat kami takutkan dan kamiperhitungkan dalam merampok adalah polisi, bukaripenjara". Ini
barangkali—meminjamistilah Hemandode Soto—yang disebutsebagaiInner Order.

24 Jumcd Hukum No.4 Vol. 2 iiPPi


Efddiji^ Pemidanaan Sistem Pema^akalan :
' Beberapa Kridk

Ambivalensi Criminal Policy kriminal {criminalpolicy) tentang hal ini belum


jelas, dan masih jauh dari tercapainya inte
Tidak dapat dipungkiri pengaruh studi- grated criminal justice system.
kriminologi mengenai etiologi chmiml dari Meskipun perbedaan itu tidak mutlak
mazhab klasik dan kriminologi positivis karena . dalam perkembangannya ada
terhadap perumusan kriminal pencegahan dan modifikasi-modifikasi, tetapi tidak dapat
penanggulangan kejahatah dalam Kitab dihindari terjadinya perbedaan pendekatan
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di dalam mencegah dan memberantas kejahatan
banyak negara, serta prinsip-prinsip dan diantara institusi dan aparat Sistem Peradilah
pendekatan di dalam usaha yang sama oieh LP Pidana, sehingga langsung atau tidak langsung
cukup besar. menimbulkan implikasi negatif yang
Aliran yang dipelopori oieh Becaria ini menghambat efektifitas pelaksanaan konsep-
menyatakan bahwa kejahatan yang dilakukan konsep dan prinsip-prinsip pemasyarakatan.
merupakan ekspresi kehendak bebas dan
pilihanrasional manusia. Oiehkarenaitu upaya Struktur Sosial
mencegahnya harus dilakukan dengan
mengancam tindakan atau perbuatan itu dengan Struktur sosial lingkungan pelaksanaan
pidana berat, dan memberikankepastian bahwa pidana yang disorot pada bagian ini hanya
setiap pelanggaran akan mendapat sanksi beberapa bagian dari strulrtur sosial itu yang
pidana. Hanya dengan cara itu sanksi pidana tampak sangat lamban mengalami perubahan.
dapat efektif sebagai prevensi umum maupun Struktur sosial pada hakekatnya terdiri dari
prevensi khusiis. Pandangan mazhab sistem organisasi formal dan informal. Sistem
kriminologi klasik yang kemudiandimodifikasi informalnya dapat dikenal dengan adanya pola-
oieh mazhab neo-klasik melalui Code Penal pola yang berkembang melalui, dan sejalan
Perancis 1819 menjadi kerangka dasar dengan interaksi spontan antara orang-orang
perumusan KUHP di bariyaknegara, termasuk dan kelompok-kelompok yang berada dalam
KUHP kita yang sekarang berlaku. lingkungan organisasi bersangkutan, serta
Sementara konsep pemasyarakatan bertalian dengan problema-problema yang
yang sekarang kita kenal pada dasarnya persisten dimana pemecaliannya tidak
beranjak dari sudut pandang kriminologi tertampung dalamorganisasi.
positivis yang menyatakan bahwa manusia Sistem informal dalam organisasi
ditentukan dan dipengaruhi oieh pelbagai faktor mempunyai pengaruh terhadap hubungan dan
diluar kekuasaan pengendaliannya. Faktor- kekuaasaan dari sistem formalnya. Karena itu
faktor itu dapat bersifat biologis dan kultural. tak dapat diabaikan demi tercapainya tatakerja
Usaha penanggulangannya harus memperhati- yangefektif. Sebaliknyasistem informal dalam
kan faktor-faktor tersebut, dan seyogyanya lingkungan tempat-tempat pelaksanaan pidana
dilakukan "pembinaan". menyangkuthubungan informal antara petugas
Ambivalensi pemikiran antara KUHP dan terpidana, antara terpidana dengan
yang menekankan '^pemidanaari" (Mazhab terpidana dan antara petugas dengan petugas
klasik) dengan LP yang menekankan sendiri.
^""pembinaan" (mazhab positivis)sebagaimana Tercapainya efektifitas kerja tergantung
terlihat di atas menunjukkan bahwa politik adanya interplay yang sehat antara sistem

JumalHukum No.4 Vol.2 ^1995 25


Tema U'tama

formal dan infomialnya. Interplay yang sehat ""pemasyarakatan". • Akibatnya, spirit


ini amat tergantung pada struktur organisasi pembinaan yang mestinya mengacu pada
formalnya. "treatment approach"^ tetap mengacu pada
Apa yang diamati dalam pelaksanaan 30 "security approach", yang seringkali dan
tahun pemasyarakatan tampak adanya inter memang lebih mudah diwujudkan dalam
play yang tidak sehat itu, yang kemudian pelbagai bentuk kekerasan.
membentuk suasana dan sub-kultur tidak sehat Kedua, kurang membekali diri dengan
pula dalam pelbagai bentuk. Diantaranya pengetahuan kriminologi dan psikologi kriminal
perlakuan diskriminasi Napi oleh petugas LP sehingga perlakuan dan pembinaan Napi
sendiri. kurang didasarkan pada latar belakang
Tanpa disadari tumbuh kemudian apa kejahatan,kualifikasi kejahatan,tipologipelaku,
yang disebut dengan sub-kultur etnis dalam LP, kecenderunganpsikologis dan Iain-lain, karena
yang menimbulkan stereotipe dan prasangka kadang-kadang pembinaan dengan pendekatan
tentang sikap dan perilaku tertentu. Prasangka crime profile seperti itu penting untuk Napi
terhadap kelompok adalah perasaan etno- kualifikasi tertentu.
sentrisme dan isolasi kebudayaan. In-group Strategi program pembinaan terhadap
merasa ia di dalam dan menutup kontak dengan pecandu (pemakai) narkotika misalnya tentu
dunia luar sehingga terbentuk kelompok berbeda dengan' pengedar/penjual/yang
sentimen dan meneritukan kekompakan sosial melakukan itu sebagai bisnis. Pada pecandu
yang disertai pula dengan norma-norma tidak cukup dengan sekedar dilakukan pelbagai
loyalitas terhadap kelompoknya sendiri. Orang bentuk "treatment" di dalam lingkungan LP.
luar dianggap outgrup yang dapat mem- Selama di dalam dan setelah keluar diperlukan
bahayakan solidaritas sentrisme kelompoknya. selain intervensi medik yang dilengkapi therapi
Akibatiiyatimbul saling curiga antar kelompok. sosial yang tepat juga dibutuhkan upaya
Kenyataan ini mengakibatkan timbulnya geng- rehabilitatif yang diarahkan pada tiga bentuk
geng berdasarkan kesukuan di dalam LP. pendekatan:
Pada akhimya semua itu merupakan
predisposing factors bagi terjadinya (a) "Community aproach" yang bertolak dari
keresahan-keresahan, ketegangan, huru-hara, ' asumsi bahwa para pecandu narkotika
pelarian dan sebagainya, yang memperkecil mengembangkan ketergantungannya di
kemungkinan tercapainya efektifitas dalam lingkungan sendiri. Ia hampir
pelaksanaan pembinaan, lebih-Iebih efektifitas menatap atau kembali ke lingkungan
dalam pengertian tercapainya dua tujuan tersebut dan oleh karenanya pembinaan
pemidanaan di atas. hams dipusatkan pada usaha menumbuh-
kan kemampuannya menghindar dari
Sumber Daya Petugas LP ' kdndisi-kondisi itu;

Keleniahan sumber daya manusia (b) "Communal Treatment Approach" yang


petugas LP tidak lain selain keterbata'sah mengembangkan program perbaikan
wawasan ilmu pengetahuan yang dimiliki. rehabilitatif melalui pembinaan swadaya
Mereka pada umumnya kurang dibekali yang dijalankan oleh para bekas pecandu
pengetahuan yang cukup mengenai makna ' sendiri dengan bantuan masyarakat, dan

26 JumalvHukum No.4 Vol. 2 ^1995


^Efekdjitas Pemiddnaan Sistm Pemdsyarafaitan ;
Beberapa KrUik

(c) ''Treatment with a Religious Stress" yang istilah menyesal apalagi melarikan diri dari
dipandang sebagai salah satu usaha yang penjara, karena melarikan diri menciptakan
paling efektif melalui program yang Sirik baru. yang mereka tidak bisa pahami
diiandasi oleh motivasi keagamaan yang justru mengapa mereka dihukum.'Mereka
kuat, seperti yang dilakukan oleh Pesantren . merasa bangga; dan perasaan bangga inilah
Suralaya. yang memotivasi mereka tabah menjalani
hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.
William J. Chambllis dalam penelitiannya Menyamaratakan mereka sebagai "penjahat
menemukan bahwa tipe kajahatan ekspresif pada umumnya" akan m'engakibatkan
yang berbuat untuk memenuhi hasrat, kegagalandalam proses pembinaan terpidana.
kebiasaan atau kenikmatan tersendiri bagi
pelakunya, dantidak untuk tujuan-tujuan lain di Program Pembinaan dan Reaksi
luar itu, akan bereaksi/melakukan perlawanan Masyarakat.
yangrelatifkuat terhadap sanksi-sanksi negatif.
Sebaliknya tipe kejahatan instrumental, yang Program pembinaan masih terlalu
berbuat untuk mencapai maksud-maksud menitik beratkan. pada penyiapan skill Napi
tertentu di luar perbuatan terebut relatif tidak untuk modal keija kelaksetelah berada kembali
terdapat perlawanan terhadap sanksi negatif. ditengah^tengah masyarakat; kurang diimbangi
Ketiga, kurang membekali- diri dengan oleh strategi membangun dan menumbulikan
pengetahuan adat dan tradisi masyarakat dari jiwa serta semangat optimis untuk berani
seluruh suku bangsa di Indonesia. Ketiadaan menghadapi kenyataan "hidup kemhali" di
pengetahuan ini sedikit banyak menimbulkan tengah-tengah masyarakat. Kekurangan
masalah ketika menghadapi napi yang pembinaan sisi ini menurut temuan Sartono
melakukan kejahatan karena alasan budaya Mukadis sangat nampak pada setiap Napi.
tertentu yang memiliki persepsi, keyakinan dan Mereka menurutnya dilanda kecemasan
pandangan tersendiri tentang perbuatannya, menghadapi hari sesudah mereka keluar dari
tentang pemenjaraan dirinya serta pasca LP, the day after\ Mereka cemas secara sosial
pemidanaan dirinya, termasuk pandangan dan ekonomi.^'
masyarakat dimana ia tinggal. Kecemasan ekonomi menyangkut
Pelaku Carok, Sirik, pencurian bagi kemampuan menghidupi diri sendiri dap
sebuah suku di Sumsel, atau Mengayu bagi keluarga (bagi yang telah berkeluarga) beijalan
sebuah suku di Kalimantan, akan menganggap bersamaan dengankecemasan sosial berkaitan
dirinya dan dianggap masyarakatnya sebagai dengan respon (stigma) masyarakat terhadap
pahlawan bukan penjahat. Dengan melakukan bekas pelaku kejahatan. Ada ganjalan serius,
Carok atau Sirik berarti telah menunaikan apakah masyarakat percaya dan bersedia
tugas dan tanggungjawab mengembalikan menerima kembali mereka, hidup, bekeija dan
eksistensi kerabat. Pada mereka tidak ada bermasyarakat sebagaimana aktifitas hidup

5) Dari penelitian Sartono Mukadis diLP Sukamiskin Bandung tahun 1993 menunjukkan bahwa 80% pelaku
herasal daridesa; pekerjaan terbanyakpetani (39%) dan buruh (32%); pendidikan terba'nyak SD (71%) dan tingkat
inlelegensia jauhdibawah rata-rata yaitu 63%. Dengan data sosial seperti itu. kecemasan menghadapi hari depan
sangan bisa dipahami.

Jumal Hukum No.4 Vol. 2 ^1995 27


Tema Utama

komunitasnya. akomodatif masyarakat agar pelaku bisa


Disamping itu strategi pembinaan dan kembali hidup di tengah-tengah lingkungannya
perlakuan terhadap pelanggar hukum sejauh ini dengan tenang, tanpa memikul beban, dan
kurang berbrientasi kepada integrasi sosial stigma dari komunitasnya, tetapi di sisi lain ia
tetapi cendemng secara eksklusif ditujukan diperlukan sebagai sarana kontrol sosial yang
' kepada individu yang bersangkutan {individual diakui efektifitasnya.
treolment). Konsep integrasi sosial Dalam konteks itu yang dibutuhkan
sesungguhnya adalah proses pembinaan yang adalah keseimbangan; kita tidak menghendaki
sifatnya interaktif dan bergerak diantara masyarakat terus menumbuhkembangkan
terpidana/narapidana-petugas-masyarakat. budaya "sekali lancung ke ujian seumur hidup
Ketiga unsur itu harus bergerak secara tak percaya"; dan kita juga tak menginginkan
simultan yang secara keseluruhan berorientasi masyarakat menjaditakpeduli/kehilangan daya
pada pehgentasan terpidanakembali ketengah- kontrol sama sekali. Syndroma Kitty
tengah masyarakat. Genovese'^^ adalah contoh nyata model
Pengaruh reaksi masyarakat terhadap masyarakat yang tak peduli semacam itu.
terpidana memang perlu memperoleh perhatian
serius mengingat dampak negatifoya reiatif Beberapa Saran
besar/*' meski tidak selalu demikian, ia juga
bisa berimplikasi positifdalamrangkaprevensi Usaha-usaha perbaikan yang menurut
general (pencegahan) kepada masyarakat serta hemat kami perlu segera dilakukan agar
prevensi khusus kepada pelaku. Dan tidak konsep dan prinsip pemasyarakatan dapat
setiap pelaku bereaksi negatif atas reaksi berjalan efektif antara lain:
masyarakat. Disinilah salah satu kesulitan
menghadapi reaksi masyarakat yang tidak 1. Mengintegrasikan konsep dasar mengenai
mudah diatasi; di satu sisi konsep etiologi kriminnal serta metode prevensi dan
pemasyarakatan menghendaki sikap represinya dalam KUHP, KUHAP, dan

6) Pengakuan beberapa manlan napi berikut ini memheri gambaran lebih jelas. Pertama. "makin dekat hari
kebebasan soya, semakin soya merasa lakur tertekan karena membayangkan reaksimasyarakat dan kemungkinan
eksekusi illegal" (Wawancara majalalt Kariini, dengan seorang manian napibeberapa lahun lalu). Kedua, " "sejak
usiamuda sayalelah berkenalan dengan LP. sampaisekarang dan liampir seluruli hidup sayake.luar masukpenjara.
karena saya menadpat kesulitan dalam prosesreadaplasi di dalam masyarakat lingkungan " (pengakuan napi LP
Nusakambangan. RomliA, 1982)
Keliga. seoranganakyang bant keluardariChicago ParentalSchool (CPS), mengaku, "selelah sayakeluardari CPS,
saya merasalerasing, rendahdiridihadapananak-anaklain, sulitberkawan danbergaulsehinggamenjadi masalah
hidupku dan begitu menekan haiiku. Apalagiorang-orang selalu curigadan tidak percayabahwaakuberhasrai untuk
menuju kehidupan yang benar." (Soedjono D, 1985).
Terakbir, Taufikmantan tokoh kejahatan lahun 60-an menyaiakan, "keiika di pintu, disaaatsatu kaki saya sudah ada
diluar dansatulagidi dalam,sayaberdoa danberkaiapada Tuhan, "Ya Tuhan, jika diluarnantisaya memperoleh
simpati masyarakat dimana sayalewati atau dimana sayalinggal sayaakan hidup padajalan yangbaik. tetapijika
saya memperoleh antipatidari masyarakat, saya akanmasuk kembali kepenjara Pemekasan (dialog Prisma,1982).
7) Kisah seorang wanila New York AS (1964), yangmati setelah dianiaya dandiperkosa seorang pria didepan
malasejumlah tetangganya di sebuah apartemen. Kasus inidinilai banyak ahli hukum sebagaihargayangsangal
.mahal yang harus dibayar oleh sebuah bangsa yang percaya dan menyerahkan sepenuhnya masalah-masalah
semacam itu kepadasistem hukum modem dengansegala atribuidan perangkathukumnya.

28 Jumal Hukum No.4 Vol. 2 • 1995


Efd^tas Pemidanaan Sistem Pma^akatan :
Beberapa KrU&

UU serta konsep Pemasyarakatan. Ini 5. Terkait dengan point (3) di atas hams
penting karena tidak mungkin tujuan memahami adat istiadat suku-sukudi Indo
pemidanaan perbaikan pelaku (prevensi nesia agar petugas LP dapat melakukan
khusus) dan kesejahteraan masyarakat, approach yang tepat.
pemulihan keseimbangan, kedamaian
(prevensi umum) dapat dicapai secara 6. Pembenahan administrasi LP berupa
efektif aapabila ada ambivalensi konsep penyempumaan data-data para narapidana,
dasar hukum (UU)-nya. seperti tipologi pelaku dan kejahatannya,
latar' belakang budaya, latar belakang
2. Perlu dibuat alat ukur atau indikator yang kejahatan dan kecendemngan psikologis
disepakati untukmengevaluasi dan menilai napi. Ini diperlukaan dalam rangka
efektifitas pemidanaan yang konsisten dan menyusun strategi pembinaan yang tepat.
sesuai dengan tujuan pemidanaan. Hal ini
penting untuk memperbaiki/meningkatkan 7. Dalam rangka penyusunan RUU Pe
kemampuan Sistem Peradilan Pidana serta masyarakatan perlu memasukkan WCC
sarana komunikasi yang baku dan terarah sebagaisalah satuaspek yang memerlukan
kepada masyarakat mengenai situasi penanganan khusus, bukan saja dari aspek
kuantitasdan kualitas kriminalitas. pemasyarakatannya tetapi lebih luas dari
itu dalam kerangka "^integrated criminal
3. Membenahi struktur sosial lingkungan LP justice (ICJS) systenf'. Dalam rangka itu
sesuai dengan konsep-konsep dan prinsip- tiga pendekatan yang dikenal dalam (ICJS),
prinsip pemasyarakatan, dengan cara yaitu Pendekatan medical model yang
melakukan reshaping iklim sosial tempat menekankan pentingnya perbaikan pelaku
pelaksanaan pidana agar dapat adaptif (reformasi); pendekatan justice model
terhadap nilai-nilai yang lebih positif, yang menekankan penghukuman (punish
sehingga terbuka kemungkinan untuk ment) serta pendekatan prevensi model dan
menumbuh dan mengembangkan rasa turut justice model, yang menekankan
bertanggung jawab terhadap tercapainya pentingnya memperhitungkan korban
tujuan pemidanaan. kejahatan patut dikaji dalam kerangka
thema seminar ini. Dan tentu saja
4. Membenahi sumber daya petugas LP. pergeseran studi jenis kejahatan ini dari
Pertimbangan-pertimbangan fisik barang- pelaku (offenders) ke perbuatannya,
kali diletakkan paling akhir, yang di- kemudian organisasinya dan terakhir beralih
utamakanpendidik^ dan kematangan jiwa kepada akibatnya yang dilakukan sejak
karena ia akan bertugas di medan yang 1970-an patut pula memperoleh perhatian
khas, yang tingkat heterogenitas sosial pakar-pakar hukum dan kriminologi
penghuninya cukup tinggi. Dalamkaitan ini Indonesia.
pula rotasi petugas LP perludilakukan agar
paling tidak, tidak timbul superiority 8. Merumuskan langkah-langkah konkrit
complex. partisipasi masyarakat dalam rangka ikut
merealisir tercapainya tujuan pemidanan;
prevensi khusus (perbaikan pelaku) dan

Jumal Hukum No.4 Vol. 2 ^1995 29


Tema Utama

prevensi umum (pencegahaan). Partisipasi Reksodiputro, Mardjono, Kriminologi dan


yang dimaksud adalah membentuk Sistem Peradilan Pidana, Cet. I, 1994.
oiganisasi-organisasi sosial sebagai support
system semzcam Prisoner's Aid Society Reid, Sue Titus, Crime and Criminology,
yangdikenal di Inggris sejak tahun 1910, (ed.4), Saunders College Publishing.
yaitu sebuah badan sosial yang bergerak
untuk membina para narapidana. Atau Soemadipraja, R Achmad S, Atmasasmita R,
seperti Jepang yang sudah meluas Sistem Pemasyarakatan di Indonesia,
melibatkan sukarelawanpetugas pengawas BPHN, Jakarta, Bina Cipta, 1979.
pidana bersyarat dan pelepasan bersyarat.
Tugasnya membantu para tenaga ahli Sutherland, Edwin, Cressey Donald, Crimi-
Pemasyarakatan membina para terpidana nology, J.B. Lippincott Company
yang berada di dalam maupun diluar LP Philadelphia/New York/Toronto.
untuk merehabilitas diri dalam masyarakat
sekaligus untuk menumbuhkan dalam Soekanto, Soejono, Suatu Tinjauan Sosiologi
masyarakat sikap kepedulian para mantan Hukum Terhadap Masalah-Masalah
napi. Sosial, AlumniBandung, 1982.

Prisma, Manusia dan Kejahatan, LP3ES,


DAFTAR BACAAN 1982.

Atmasasmita, Romli, Strategi Pembinaan Makalah Seminar Pemasyarakatan Terpidana


Pelanggar Hukum Dalam Konteks II (UI November 1993) UI Jakarta. •
Penegakan Hukum di Indonesia,
Alumni, 1982.

Dirdjbsisworo, S, Penanggulangan Keja


hatan, Mzmrii, 1983.3

Clemmer, Donald, The Prison Community,


New York, Holt, Renehart and Winston,
1958.

Arif. F. & Barda, Kebijakan LegislatifDalam


Penanggulangan Kejahatan dengan
Pidana Penjara, CV Ananta,
Semarang, 1994.

R.A. Koesnoen. Politik Penjara Nasional,


Bandung, 1991.

30 Jumal Hukum No.4 Vol. 2^1995

Anda mungkin juga menyukai