5023-Article Text-6807-8431-10-20160613
5023-Article Text-6807-8431-10-20160613
Beberapa Krilik
EFEKTIVITAS PEMIDANAAN
SISTEM PEMASYARAKATAN:
Beberapa Kritik
Oleh; Suparman Marzuki 2)
Pendahuluan
Perubahan konsep penjara ke Sistem menjadi warga yang baik; bukan lagi semata-
Pemasyarakatan sejak kurang lebih tiga puluh mata membalas kesalahan pelaku.
tahun lalii dapat dikatakan sebagai suatu Kedua aspek perubahan tersebut
perubahan besar -dan mendasar dalam salah merupakan' perubahan yang sangat maju dari
satu sub Sistem Peradilan Pidana (SPP) yang Lembaga Tempat'Pelaksanaan Pidana di
secara bersamaan merubah kerangka filosofis tengah-tengah "kevakuman" pembaharuan
dan sosiologis dari institusi buatan manusia itu. hukum akibat dominasi kehidupanpolitik Orde
Secara filosofis perubahan itu Lama yang masih terfokus kepada usaha-usaha
menyentuh aspek substansial dari lembaga menata kehidupan politik negara, khususnya
tempat pelaksanaan pidana (penjara), yaitu dalam rangka membangun eksistensi sebuah
diletakkannya nilai-nilai kemanusiaan yangadil negara yang baru merdeka.
dan beradab sebagai norma dasar proses Namim demikian, perubahan besar dan
"pemenjaraan" manusia pelakii kejaliatan. mendasar.- itu belum dapat berfungsi
Perubahan itu juga sudah berorientasi sebagaimana.mestinya sehingga bersamaan
sosiologis yang mengarahkan perampasan dengan semakinmajunya pemikiran hukum dan
kemerdekaan manusia.kepada upaya re- penghukuman, tennasuk semakin kayanya
integrasi, re-sosialisasi atau pem^yarakatan hasil-hasil penelitian ilmupengetahuan sosiologi,
kembali pelaku kejahatan agar dapat kembali kriminologi dan ilmu-ilmupsikologiprilaku dan
humanistik dua dekade terakhir ini, kritik-kritik pertama) dengan indikator penilaian efektifitas
keras atas konsep Pemasyarakatan semakin pemidanaan tampak tidak konsisten. Tujuan
gencar diajukan, terutama mempertanyakan pemidanaan berorientasi kepada pelaku,
efektifitas konsep tersebut dalam mencegah sementara alat ukur penilaianjustru berorientasi
dan menanggulahgi kejahatan karena dalam pada pencatatanperbuatannya/kejahatannya.^^
kenyataan, kuantitas dan kualitas kejahatan Padahal menurunnya jumlah kejahatan tidak
justru semakin meningkat. dengan sendirinya menurunkan jumlah pelaku.
Tulisan ini akan mengetengahkan • Pertanyaan lain: apakah periurunaii itu
analisis mengenai kaitan tujuan pemidanaan benar-benar karena pengaruh pemidanaan atau
dengan indikator yang dipakai dalam menilai karena sebab-sebab lain ? Apakah angka-angka
efektifitas pemidanaan tersebut. Tulisan ini itu sudah mencerminkan realitas sosial
akan dibagimenjadidua bagian.Bagian pertama kejahatan sesungguhnya; karena seringkali
akan menguraikan kendala-kendalautamayang terjadijenis kejahatan tertentu turun, tetapi jenis
menyulitkan dilakukannya penilaian kejahataan lain yang nilai seriusitasnya tinggi
mengenai efektifitas pemidanaan. Dan di • terhadap timbulnya rasa takut {fear of crime)
bagian kedua akan memusatkan perhatian justru meningkat, atau angka absolut turun, tapi
kepadamasalah-masalah internal danekstemal angka perimbangan (rate), per 100.000
Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang penduduk meningkat.
langsung atau tidak langsung mempenganihi Disamping itu bagaim^a mengetahui
efektifitas pelaksanaan konsep-konsep sistem mekanisme pencegahan {prevensi general)
pemasyarakatan. melaluialat ukur itu bekeija dalam masyarakat
sehinggamemiliki daya cegah ?. Manakahyang
Tujuan Pemidanaan (Pencegahan) lebih dekat pengaruhhya dalam prevensi
general antara keberhasilan .polisi menangkap
Secara singkat tujuan pemidanaan dapat pel^u-dengan pemasyarakatan pelaku-dalam
diklasifikasikan menjadi dua. Perlama, LP ? Pertanyaan ini penting.mengingat secarj^
mencegah dilakukannya tindak pidana, .riil hubungan kepentingan dan ketergantungan
memulihkan keseimbangan, menyelesaikan polisidan masyarakat lebihjelas dibanding LP
konflik (prevensi Aimum) dan kedua, dan masyarakat.
memperbaiki pelaku (prevensi kh'usus). Keraguan dengan indikator ini bagi kita
Indikator yang dipakai untuk menentukan di Indonesia makin kuat, setidaknya karena
efektifitas tujuan pertama {prevensi general) statistik kriminalyang kita pakai memuat angka
biasanya adalah tingkat/frekuensikuantitas dan total, dan crime rate dari.semua jenis kejahatan;
kualitas kejahatan dalam kurun waktu tertentu, belum mengkualifikasi jenis-jenis kejahatan
dehgan asumsi semakin kecil angka absolut, tertentu sebagai indikator keberhasilan
crime rate dan crime index kejahatan, maka pemidanaan. Di beberapa.negara tidak semui^
pemidanaan efektif sebagai general preven bentukkejahatandipergunakanuntuk mengukiir,
tion. . kejahatan yang memenuhi syarat, yaitu yang
' Keraguan pertama dengan indikator ini ' sangat merugikan nilai sosial yang sangat
bahwa antara tujuan pemidanaan (yang diutamakan masyarakat dan kejahatan bersifat
3) Ini salalisatu kelemahan utamd statistik kriminal yang banyak dikritikpara ahlL
4) Dalam suaiu wawancara penults untuk skripsi (J985) dengan seorang pelaku perampokan yang sudah
berulangkali keluar masuk LP Batu Nusakambangan lerucap tegas bahwa "penjara itu resiko, terminal atau tempat
istirahat dimana kami makan, tidur gratis, bahkan kekamar kecil.saja dikawal. Kamijustru lebih tenang berada di
Penjara, Yang sangat kami takutkan dan kamiperhitungkan dalam merampok adalah polisi, bukaripenjara". Ini
barangkali—meminjamistilah Hemandode Soto—yang disebutsebagaiInner Order.
(c) ''Treatment with a Religious Stress" yang istilah menyesal apalagi melarikan diri dari
dipandang sebagai salah satu usaha yang penjara, karena melarikan diri menciptakan
paling efektif melalui program yang Sirik baru. yang mereka tidak bisa pahami
diiandasi oleh motivasi keagamaan yang justru mengapa mereka dihukum.'Mereka
kuat, seperti yang dilakukan oleh Pesantren . merasa bangga; dan perasaan bangga inilah
Suralaya. yang memotivasi mereka tabah menjalani
hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.
William J. Chambllis dalam penelitiannya Menyamaratakan mereka sebagai "penjahat
menemukan bahwa tipe kajahatan ekspresif pada umumnya" akan m'engakibatkan
yang berbuat untuk memenuhi hasrat, kegagalandalam proses pembinaan terpidana.
kebiasaan atau kenikmatan tersendiri bagi
pelakunya, dantidak untuk tujuan-tujuan lain di Program Pembinaan dan Reaksi
luar itu, akan bereaksi/melakukan perlawanan Masyarakat.
yangrelatifkuat terhadap sanksi-sanksi negatif.
Sebaliknya tipe kejahatan instrumental, yang Program pembinaan masih terlalu
berbuat untuk mencapai maksud-maksud menitik beratkan. pada penyiapan skill Napi
tertentu di luar perbuatan terebut relatif tidak untuk modal keija kelaksetelah berada kembali
terdapat perlawanan terhadap sanksi negatif. ditengah^tengah masyarakat; kurang diimbangi
Ketiga, kurang membekali- diri dengan oleh strategi membangun dan menumbulikan
pengetahuan adat dan tradisi masyarakat dari jiwa serta semangat optimis untuk berani
seluruh suku bangsa di Indonesia. Ketiadaan menghadapi kenyataan "hidup kemhali" di
pengetahuan ini sedikit banyak menimbulkan tengah-tengah masyarakat. Kekurangan
masalah ketika menghadapi napi yang pembinaan sisi ini menurut temuan Sartono
melakukan kejahatan karena alasan budaya Mukadis sangat nampak pada setiap Napi.
tertentu yang memiliki persepsi, keyakinan dan Mereka menurutnya dilanda kecemasan
pandangan tersendiri tentang perbuatannya, menghadapi hari sesudah mereka keluar dari
tentang pemenjaraan dirinya serta pasca LP, the day after\ Mereka cemas secara sosial
pemidanaan dirinya, termasuk pandangan dan ekonomi.^'
masyarakat dimana ia tinggal. Kecemasan ekonomi menyangkut
Pelaku Carok, Sirik, pencurian bagi kemampuan menghidupi diri sendiri dap
sebuah suku di Sumsel, atau Mengayu bagi keluarga (bagi yang telah berkeluarga) beijalan
sebuah suku di Kalimantan, akan menganggap bersamaan dengankecemasan sosial berkaitan
dirinya dan dianggap masyarakatnya sebagai dengan respon (stigma) masyarakat terhadap
pahlawan bukan penjahat. Dengan melakukan bekas pelaku kejahatan. Ada ganjalan serius,
Carok atau Sirik berarti telah menunaikan apakah masyarakat percaya dan bersedia
tugas dan tanggungjawab mengembalikan menerima kembali mereka, hidup, bekeija dan
eksistensi kerabat. Pada mereka tidak ada bermasyarakat sebagaimana aktifitas hidup
5) Dari penelitian Sartono Mukadis diLP Sukamiskin Bandung tahun 1993 menunjukkan bahwa 80% pelaku
herasal daridesa; pekerjaan terbanyakpetani (39%) dan buruh (32%); pendidikan terba'nyak SD (71%) dan tingkat
inlelegensia jauhdibawah rata-rata yaitu 63%. Dengan data sosial seperti itu. kecemasan menghadapi hari depan
sangan bisa dipahami.
6) Pengakuan beberapa manlan napi berikut ini memheri gambaran lebih jelas. Pertama. "makin dekat hari
kebebasan soya, semakin soya merasa lakur tertekan karena membayangkan reaksimasyarakat dan kemungkinan
eksekusi illegal" (Wawancara majalalt Kariini, dengan seorang manian napibeberapa lahun lalu). Kedua, " "sejak
usiamuda sayalelah berkenalan dengan LP. sampaisekarang dan liampir seluruli hidup sayake.luar masukpenjara.
karena saya menadpat kesulitan dalam prosesreadaplasi di dalam masyarakat lingkungan " (pengakuan napi LP
Nusakambangan. RomliA, 1982)
Keliga. seoranganakyang bant keluardariChicago ParentalSchool (CPS), mengaku, "selelah sayakeluardari CPS,
saya merasalerasing, rendahdiridihadapananak-anaklain, sulitberkawan danbergaulsehinggamenjadi masalah
hidupku dan begitu menekan haiiku. Apalagiorang-orang selalu curigadan tidak percayabahwaakuberhasrai untuk
menuju kehidupan yang benar." (Soedjono D, 1985).
Terakbir, Taufikmantan tokoh kejahatan lahun 60-an menyaiakan, "keiika di pintu, disaaatsatu kaki saya sudah ada
diluar dansatulagidi dalam,sayaberdoa danberkaiapada Tuhan, "Ya Tuhan, jika diluarnantisaya memperoleh
simpati masyarakat dimana sayalewati atau dimana sayalinggal sayaakan hidup padajalan yangbaik. tetapijika
saya memperoleh antipatidari masyarakat, saya akanmasuk kembali kepenjara Pemekasan (dialog Prisma,1982).
7) Kisah seorang wanila New York AS (1964), yangmati setelah dianiaya dandiperkosa seorang pria didepan
malasejumlah tetangganya di sebuah apartemen. Kasus inidinilai banyak ahli hukum sebagaihargayangsangal
.mahal yang harus dibayar oleh sebuah bangsa yang percaya dan menyerahkan sepenuhnya masalah-masalah
semacam itu kepadasistem hukum modem dengansegala atribuidan perangkathukumnya.
UU serta konsep Pemasyarakatan. Ini 5. Terkait dengan point (3) di atas hams
penting karena tidak mungkin tujuan memahami adat istiadat suku-sukudi Indo
pemidanaan perbaikan pelaku (prevensi nesia agar petugas LP dapat melakukan
khusus) dan kesejahteraan masyarakat, approach yang tepat.
pemulihan keseimbangan, kedamaian
(prevensi umum) dapat dicapai secara 6. Pembenahan administrasi LP berupa
efektif aapabila ada ambivalensi konsep penyempumaan data-data para narapidana,
dasar hukum (UU)-nya. seperti tipologi pelaku dan kejahatannya,
latar' belakang budaya, latar belakang
2. Perlu dibuat alat ukur atau indikator yang kejahatan dan kecendemngan psikologis
disepakati untukmengevaluasi dan menilai napi. Ini diperlukaan dalam rangka
efektifitas pemidanaan yang konsisten dan menyusun strategi pembinaan yang tepat.
sesuai dengan tujuan pemidanaan. Hal ini
penting untuk memperbaiki/meningkatkan 7. Dalam rangka penyusunan RUU Pe
kemampuan Sistem Peradilan Pidana serta masyarakatan perlu memasukkan WCC
sarana komunikasi yang baku dan terarah sebagaisalah satuaspek yang memerlukan
kepada masyarakat mengenai situasi penanganan khusus, bukan saja dari aspek
kuantitasdan kualitas kriminalitas. pemasyarakatannya tetapi lebih luas dari
itu dalam kerangka "^integrated criminal
3. Membenahi struktur sosial lingkungan LP justice (ICJS) systenf'. Dalam rangka itu
sesuai dengan konsep-konsep dan prinsip- tiga pendekatan yang dikenal dalam (ICJS),
prinsip pemasyarakatan, dengan cara yaitu Pendekatan medical model yang
melakukan reshaping iklim sosial tempat menekankan pentingnya perbaikan pelaku
pelaksanaan pidana agar dapat adaptif (reformasi); pendekatan justice model
terhadap nilai-nilai yang lebih positif, yang menekankan penghukuman (punish
sehingga terbuka kemungkinan untuk ment) serta pendekatan prevensi model dan
menumbuh dan mengembangkan rasa turut justice model, yang menekankan
bertanggung jawab terhadap tercapainya pentingnya memperhitungkan korban
tujuan pemidanaan. kejahatan patut dikaji dalam kerangka
thema seminar ini. Dan tentu saja
4. Membenahi sumber daya petugas LP. pergeseran studi jenis kejahatan ini dari
Pertimbangan-pertimbangan fisik barang- pelaku (offenders) ke perbuatannya,
kali diletakkan paling akhir, yang di- kemudian organisasinya dan terakhir beralih
utamakanpendidik^ dan kematangan jiwa kepada akibatnya yang dilakukan sejak
karena ia akan bertugas di medan yang 1970-an patut pula memperoleh perhatian
khas, yang tingkat heterogenitas sosial pakar-pakar hukum dan kriminologi
penghuninya cukup tinggi. Dalamkaitan ini Indonesia.
pula rotasi petugas LP perludilakukan agar
paling tidak, tidak timbul superiority 8. Merumuskan langkah-langkah konkrit
complex. partisipasi masyarakat dalam rangka ikut
merealisir tercapainya tujuan pemidanan;
prevensi khusus (perbaikan pelaku) dan