Diabetes
Diabetes
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
2016
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
DM tipe 2 adalah gangguan kronis dari homeostasis glukosa yang
ditandai dengan hiperglikemia dan gangguan kerja insulin, kelainan
sekresi insulin pada pankreas serta peningkatan produksi glukosa di hati. 18
DM tipe 2 merupakan penyakit sering ditemui pada orang dewasa,
obesitas dan faktor genetik merupakan predisposisi yang berperan penting
meyebabkan terjadinya DM tipe 2.19,20
2.1.3. Etiologi
Etiologi DM tipe 2 saat ini masih belum jelas,namunpeningkatan
DM tipe 2 sering dikaitkan dengan obesitas dan kelainan genetik yang
menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang mengakibatkan terjadinya
kompensatorik sekresi sulin yang akhirnya tidak dapat dipertahankan oleh
pankreas. Ketika pankreas lelah dan tidak dapat mengimbangi kebutuhan
insulin yang sudah resisten maka timbulah gejala diabetes. 18
Hiperinsulinemia yang merupakan defek primer pada sel B diduga
berperan menyebabkan terjadinya DM. Hal ini terjadi ketika peningkatan
insulin maka akan menekan jumlah reseptor insulin, sehingga terjadi
resistensi insulin yang akan menyebabkan sel B kelelahan bekerja.20
4
6
energi dan rendah serat akan meningktakan kenaikan berat badan dan
resistensi insulin.22
2.1.5. Patofisiologi
Patofisiologi diabtetes melitus tipe 2 ditandai dengan adanya
resistensi insulin perifer, gangguan “hepatic glucose production(HGP)”,
dan penurunan fungsi sel beta yang akhirnya akan menuju ke kerusakan
sel beta. Pada stadium prediabetes mula-mula timbul resistensi insulin
yang kemudian disusul oleh peningkatan sekresi inslin untuk
mengkompensasi resistensi insulin agar kadar glukosa darah tetap normal.
Lama-kelamaan sel beta tidak sanggup lagi untuk mengkompensasi
resistensi insulin sehingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel
beta makin menurun. Penurunan fungsi sel beta berlangsung secara
progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengsekresi
insulin, sehingga kadar glukosa darah makin meningkat.26Otot merupakan
pengguna glukosa paling banyak sehingga resistensi insulin
mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa oleh otot dan mengakibatkan
peningkatan kadar glukosa darah meningkat.1 Kadar glukosa yang
meningkat akan mengakibatkan terjadinya glukosuria yang akan
mengakibatkan diuresis osmotik sehingga meningkatkan pengeluaran urin
(poliuri) dan timbul rasa haus (polidpsi). Karena glukosa hilang bersama
urin maka, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat
badan berkurang. Kehilangan kalori ini mengakibatkan terjadinya rasa
lapar yang semakin besar (polifagia) serta pasien juga akan mengeluh
lelah dan mengantuk.19
2.1.6. Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan DM dapat ditegakkan apabila terdapat keluhan klasik DM
seperti di bawah ini :
9
e. Serat
Anjuran konsumsi serat bagi penyandang diabetes adalah 25g/hari.
Serat dapat diperoleh dari kacang-kacangan, buah, sayuran serta
karbohidrat yang mengandung banyak serat.27
11
2.2 Hubungan Faktor Pengendali dengan kadar gula darah pada pasien
DM tipe II
Kadar gula darah puasa merupakan prediktor dari kualitas hidup
pada domain kondisi lingkungan. Semakin tinggi kadar gula darah puasa
maka skor domain kesehatan lingkungan akan semakin menurun secara
bermakna. Kontrol gula darah merupakan salah satu indikator kualitas
hidup individu dengan diabetes karena kontrol gula darah yang baik
menjadi salah satu parameter kesuksesan penyesuaian pada pola hidup.
Gula darah yang tidak terkontrol, baik hyperglycemia (kadar gula sangat
tinggi) atau hypoglycemia (kadar gula darah sangat rendah), akan
menyertai kemunculan simtom-simtom diabetes. Pada saat penderita
diabetes mengalami tingkat gula darah yang tinggi (hyperglycemia),
penderita akan merasa sangat haus, sering buang air kecil, sakit kepala,
mudah lelah dan mudah merasa tersinggung. Sementara itu jika
mengalami kadar gula darah yang sangat rendah (hypoglycemia),
penderita akan mudah berkeringat, lapar, penglihatan terganggu, merasa
lemas, mengalami gangguan koordinasi motorik, kebingungan mental dan
merasa cemas. Munculnya gejala yang diakibatkan oleh kadar gula yang
tidak terkontrol ini dapat mengganggu aktivitas individu sehari-hari dan
menurunkan fungsi individu secara keseluruhan baik fungsi fisik,
psikologis dan sosial. Individu dengan diabetes akan merasa energinya
berkurang sehingga mudah lelah dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
dan menyebabkan aktivitas fisik serta peran dan tanggungjawabnya
menjadi berkurang.38
Selain fungsi fisik yang terganggu, perasaan cemas dan mudah
tersinggung juga menimbulkan keterbatasan dalam aktivitas sosial.Hal
tersebut menyebabkan individu merasakurang sejahtera dan mengurangi
kualitas hidup. Penelitian lain menunjukkan bahwafaktor kepribadian juga
berpengaruh cukup besar terhadap kemampuan mengontrol gula darah dan
kualitas hidup individu dengan diabetes melitus. Faktor kepribadian dapat
memperburuk kualitas hidup, terlepas dari penderitaan yang diakibatkan
12
responden adalah jeruk manis dan nanas dengan frekuensi dua kali dalam
satu bulan untuk jeruk manis dan satu kali dalam satu bulan untuk nanas.
Hal ini dikarenakan harga jeruk dan nanas yang dapat dijangkau seluruh
masyarakat, mudah didapatkan dan rasa buah yang menyegarkan. Buah
golongan B yang paling sering dikonsumsi responden adalah pepaya dengan
frekuensi sehari sekali. Hal ini dikarenakan buah pepaya mudah didapatkan,
harga terjangkau, dapat dikonsumsi oleh banyak orang di rumah. Menurut
buah-buahan yang dianjurkan untuk dimakan adalah buah yang kurang manis
yang sering digolongkan menjadi golongan buah B. Buah-buahan yang manis
digolongkan menjadi golongan buah A, golongan buah ini dilarang diberikan
kepada penderita diabetes. Buah golongan A ini boleh dimakan asal dalam
jumlah sedikit atau jarang, dan dimakan sesudah sayur golongan B.Sayur,
buah dan kacangan mengandung banyak sekali serat yang dapat
memperlambat absorpsi glukosa, sehingga dapat ikut berperan mengatur gula
darah dan memperlambat kenaikan gula darah, makanan yang cepat
dirombak dan lambat diserap masuk ke aliran darah akan menurunkan gula
darah. Sayuran dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sayur golongan A dan sayur
golongan B. Sayur golongan A mengandung 6% karbohidrat dan
penggunaannya harus dibatasi serta diperhitungkan kalorinya. Sedangkan
sayur golongan B mengandung 3% karbohidrat, sehingga dapat dikonsumsi
agak bebas. Buah-buahan juga dibagi menjadi 2 golongan, yaitu buah
golongan A dan buah golongan B. Buah golongan A merupakan sebutan
untuk buah-buahan yang manis, yang seringkali mengecilkan perawatan dan
harus dilarang diberikan kepada penderita Diabetes Melitus, contohnya:
sawo, mangga, jeruk, rambutan, durian, anggur. Buah golongan A ini boleh
dimakan asal dalam jumlah sedikit, jarang dan dimakan sesudah sayur
golongan B. Buah golongan B merupakan sebutan untuk buah-buahan yang
kurang manis, misalnya pepaya, kedondong, pisang (kecuali pisang raja,
pisang emas, pisang tanduk), apel, tomat, jambu air, jambu bol, salak,
belimbing, bengkoang, semangka yang kurang manis. Jenis susu yang paling
dikonsumsi adalah susu tanpa lemak dengan frekuensi satu hari sekali. Hal
17
BAB III
20
Pengaturan diet
Terkontrolnya Kadar Gula Darah
Melakukan olahraga
Konsumsi obat teratur
Gambar 3.1
19
21
BAB IV
22
METODE PENELITIAN
21
23
4.3 Waktu Penelitian
November – Desember 2016
NO Keterangan 28 29 30 1 2 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 Pembuatan proposal √ √ √ √ √ √ √ √
2 Pengumpulan data √ √ √ √ √ √ √
3 Pengolahan data √ √ √
4 Penyelesaian hasil √ √ √
laporan
5 Pembacaan hasil √
laporan
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S, Dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publising;
2014.
2. Global report on diabetes [Internet]. World Health Organitation. 2016 [cited 2016 May
13]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/
5. Hendarwan H, Winarto AT, Raflizar, Handayani K, Ida, Nugroho SU, et al. Riskesdas
Dalam Angka Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 [Internet]. Lembaga Penerbitan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013 [cited 2016
May 24]. Available from:
http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog/book/157
8. Badr SAEF, Elmabsout AA, Denna I. Family Support, Malnutrition and Barriers to
Optimal Dietary Intake among Elderly Diabetic Patients in Benghazi, Libya. J Community
Med Heal Educ. 2014;4(2).
10. Musee CN, Omondi DO, Odiwuor W. Dietary Adherence Pattern in the Context of Type 2
Diabetic Management within Clinical Setting , Kenya. Int J Diabetes Res. 2016;5(2):26–
34.
19
12. Self-Determination Theory [Internet]. [cited 2016 Aug 29]. Available from:
http://selfdeterminationtheory.org/theory/
13. Hagger MS, Chatzisarantis NLD. Self-Determination Theory And Theory of Planned
Behavior an Integrative Approach Toward More Complete Model Of Motivation. In:
Brown L V., editor. Psychology Of Motivation. New York: Nova Scince Publisher, Inc;
2007. p. 86.
14. Julien E, Senécal C, Guay F. Practitioners, motivation, coping strategies and dietary
compliance in a sample of longitudinal relations among perceived autonomy support from
health care adults with type 2 diabetes. J Health Psychol. 2009;14(3):457–70.
15. Gustina, Suratun, Heryati. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet
diabetes melitus pada pasien DM. JKep. 2014;2(3):97–107.
16. Osborn CY, Amico KR, Fisher WA, Egede LE, D FJ. An information– motivation–
behavioral skills analysis of diet and exercise behavior in puerto ricans with diabetes. J
Health Psychol. 2010;15(8):1201–13.
1. Setiati S, Dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublising;
2014.
2. Global report on diabetes [Internet]. World Health Organitation. 2016 [cited 2016 May
13]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/
5. Hendarwan H, Winarto AT, Raflizar, Handayani K, Ida, Nugroho SU, et al. Riskesdas
Dalam Angka Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 [Internet]. Lembaga Penerbitan Badan
20
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013 [cited 2016
May 24]. Available from:
http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog/book/157
8. Badr SAEF, Elmabsout AA, Denna I. Family Support, Malnutrition and Barriers to
Optimal Dietary Intake among Elderly Diabetic Patients in Benghazi, Libya. J Community
Med Heal Educ. 2014;4(2).
10. Musee CN, Omondi DO, Odiwuor W. Dietary Adherence Pattern in the Context of Type 2
Diabetic Management within Clinical Setting , Kenya. Int J Diabetes Res. 2016;5(2):26–
34.
11. Song D, Xu T-Z, Sun Q-H. Effect of motivational interviewing on selfmanagement in
patients with type 2 diabetes mellitus: A meta-analysis. Int J Nurs Sci. 2014;1:291–7.
12. Self-Determination Theory [Internet]. [cited 2016 Aug 29]. Available from:
http://selfdeterminationtheory.org/theory/
13. Hagger MS, Chatzisarantis NLD. Self-Determination Theory And Theory of Planned
Behavior an Integrative Approach Toward More Complete Model Of Motivation. In:
Brown L V., editor. Psychology Of Motivation. New York: Nova Scince Publisher, Inc;
2007. p. 86.
14. Julien E, Senécal C, Guay F. Practitioners, motivation, coping strategies and dietary
compliance in a sample of longitudinal relations among perceived autonomy support from
health care adults with type 2 diabetes. J Health Psychol. 2009;14(3):457–70.
21
15. Gustina, Suratun, Heryati. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet
diabetes melitus pada pasien DM. JKep. 2014;2(3):97–107.
16. Osborn CY, Amico KR, Fisher WA, Egede LE, D FJ. An information– motivation–
behavioral skills analysis of diet and exercise behavior in puerto ricans with diabetes. J
Health Psychol. 2010;15(8):1201–13.
17. Pujistuti E. Hubungan pengetahuan dan motivasi dengan kepatuhan diet pada pasien
diabetes melitus tipe ii di poli klinik penyakit dalam rsud dr. soehadi prijonegoro sragen
[skripsi]. Surakarta. Stikes Kusuma Husada ; 2016
18. Haitham S, Lebdeh A, Simonson GD. Diabetes Mellitus. In: Camacho PM, Gharib H,
Sizemore GW, editors. Evidance-Based Endocrinology. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2012. p. 235.
19. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Hartanto
H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editors. Jakarta: EGC; 2005.
20. McPhee, SJ & Ganong, WF. Patofisiologi penyakit : pengantar menuju kedokteran klinis.
5th ed. Terjemahan oleh Brahm U. Pendit. 2010. Jakarta : EGC
21. Foster, DW. Harisson Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.13th ed. Terjemahan oleh
Asdie. 2000. Jakarta : EGC
22. Gibney, MJ, et.al. Gizi Kesehatan Masyrakat. Terjemahan oleh Andry Hartono. 2008.
Jakarta : EGC
23. Mansel P. Sistem Endokrin. In: Houghton AR, Gray D, editors. Chamberlain’s gejala dan
tanda dalam kedokteran klinis. 13th ed. Jakarta: PT. Index; 2012. p. 306
24. Powers AC. Diabetes mellitus. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson
JL, Loscalzo J, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. New York:
McGraw-Hill; 2012. p. 2968
25. Tjokroprawiro A, Murtiwi S. Terapi nonfarmakologi pada diabetes melitus. In: Setiati S,
Alwi I, Sudoyo AW, Marcelllus S, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. VI. Jakarta: InternaPublising; 2014. p. 2343.
22
26. Suyono S. Patofisiologi Diabetes Melitus. In: Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, editors.
penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2013. p. 15
27. Perkumpulan Endokrin Indonesia. 2011. Konsesus pengelolaan dan pencegahan diabetes
melitus tipe 2 tahun 2011. Diakses pada tanggal 12 agustus 2016, dari
http://www.perkeni.net
29. Brown MT, Bussel JK. Medical Adherence : Who Cares? Mayo Clin Proc. 2011;86(4).
30. Niven, Neil. Psikologi kesehatan. Terjemahan Agung Waluyo. 2000. Jakarta : EGC
31. Worku A, Abebe SM, Wassie MM. Dietary practice and associated factors among type 2
diabetic patients: a cross sectional hospital based study, Addis Ababa, Ethiopia.
SpingerPlus. 2015;4(15):5–6.
32. Ramos CI, Klug JC, Pretto ADB. Compliance with dietary recommendations for users
with type 2 diabetes. Demetra. 2014;9(2):561–75.
33. Hendro M. Pengaruh psikososial terhadap pola makan penderita diabetes mellitus di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Deli Serdang tahun 2009 [skrpsi]. Medan.
Universitas Sumatera Utara ; 2010
34. Gagne M, Deci EL. The History of Self-Determination Theory in Psychology and
Management. In: Gagne M, editor. The Oxford Handbook of Work Engagement,
Motivation and Self-Determination Theory. New York: Oxford University Pers; 2014. p.
1.
35. Ryan RM, Deci EL. Self-determination theory and the facilitation of intrinsic motivation,
social development, and well-being. Am Psychol. 2000;55(1):68–78
36. Ryan RM, Williams GC, Patrick H, Deci EL. Self-determination theory and physical
activity : the dinamic of motivation in development and wellnes. Hell J Psychol.
2009;6:107–24.
37. Ryan RM, Patrick H, Deci EL, Williams GC. Facilitating health behaviour change and its
maintenance: Interventions based on Self-Determination Theory. Eur Heal Psychol.
2008;10:2–5
23
38. Deci EL, Ryan RM. The “what” and “why” of goal pursuits: human needs and the self-
determination of behavior. Psychol Inq. 2000;11(4):227–68
39. Ariani Y. Hubungan antara motivasi dengan efikasi diri pasien DM tipe 2 dalam konteks
asuhan keperawatan di RSUP. H. Adam Malik Medan [tesis]. Depok. Universitas
Indonesia; 2011
40. Sari DN. Hubungan kepatuhan diet dengan kualitas hidup pada penderita diabetes melitus
di RSUD Dr. Pirngdi Medan [skripsi]. Medan. Universita Sumatera Utara ; 2015