Anda di halaman 1dari 32

MINI SURVEY

Hubungan Faktor Pengendali dengan Terkontrolnya Kadar Gula Darah


pada Pasien DM tipe 2 di Puskesmas Patumbak Pada Tahun 2016

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR (KKS)


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN/ ILMU
KEDOKTERAN KOMUNITAS
DINAS KESEHATAN DELI SERDANG

Disusun Oleh :

Rinaldhy Sembiring 11000001


Yosua F Pelawi 11000009
Sarana Christin Saragih 11000023
Mona Lita 11000025
Siska Novita Sari 11000006
Carolus Sanjaya 11000034
Peniel Hutabarat 11000045
Cynthia Donarta Tarigan 11000048
Hanna Ray Silaen 11000050
Jainal Lumbantoruan 11000043
Eric Soneri Marbun 11000044
Fetty C Sijabat 11000041

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

MEDAN

2016
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok kelainan
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya serta merupakan salah satu
penyebab utama kematian.1 Menurut World Health Organitation (WHO)
pada tahun 2014 9% dari orang dewasa yang berusia di atas 18 tahun
menderita DMdan tahun 2012 dilaporkan bahwa DM merupakan penyebab
langsung dari 1,5 juta kematian.2 Menurut International Diabetic
Federation (IDF), penderita DM di Asia pada tahun 2010 mencapai 7,0%
dari populasi orang dewasa atau sekitar 58.700.000 orang dan diperkirakan
akan meningkat pada tahun 2030 sekitar 8,4%.3 Angka kejadian DM pada
tahun 2013 di Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 12 juta orang dan
diperkirakan akan terus meningkat. 4 Sedangkan penderita DM di Sumatera
Utara jumlahnya sekitar 1,8% dan untuk kota Medan angka penderita
diabetes melitus mencapai 2,7%.5
DM (Diabetes Melitus) merupakan salah satu dari 10 penyakit
terbesar yang ada di puskesmas patumbak, Deli Serdang. Dimana pada
tahun 2016 dari bulan Januari sampai Oktober penyakit ISPA menempati
peringkat pertama, sedangkan DM berada diperingkat kesembilan dengan
jumlah penderita sebanyak 725 kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhi terkendalinya kadar gula pada
pasien DM seperi makan obat tertatur, olah raga, diet dan pemerikaan
KGD. Pola makan atau diet merupakan salah satu penatalaksanaan DM
yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya berbagai
komplikasi, mengontrol kadar gula darah serta meningkatkan kesehatan
secara keseluruhan melalui gizi yang optimal.7,8,9 Untuk meningkatkan
pola makan atau diet DM, maka perlu ditingkatkan kepatuhan diet untuk
membantu mengelola DM.10 Kepatuhan pasien dalam mengatur pola diet

1
3

akan mempengaruhi kelangsungan hidup pasien. Hal ini dipengaruhi oleh


beberapa faktor salah satunya adalah motivasi pasien dalam melakukan
diet.7
Penyakit DM dapat menyebabkan berbagai komplikasi6.
Komplikasi yang terjadi pada penderita DM adalah disfungsi atau
beberapa kegagalan pada organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh perubahan gaya
hidup1. Gaya hidup yang baik sangat penting untuk kesehatan terutama
bagi pasien DM, hal ini mencakup olahraga dan pola makan yang teratur.
Berdasarkan data diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
adanya hubungan faktor pengendali dengan terkontrolnya kadar gula darah
pada pasien DM tipe 2 di puskesmas patumbak.
1.2. Rumusan Masalah
“Faktor pengendali dengan terkontrolnya kadar gula darah pada
pasien DM tipe 2 dipuskesmas Patumbak tahun 2016 berdasarkan makan
obat teratur, olahraga, diet, dan periksa KGD”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan faktor pengendali dengan terkontrolnya
kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Patumbak.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor pengendali terhadap terkontrolnya kadar
gula darah pada pasien DM tipe 2 di puskesmas patumbak
2. Untuk mengetahui jumlah kasus kejadian DM tipe 2 diwilayah kerja
Puskesmas Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang
1.4. Hipotesis
1.4.1. Hipotesis Alternatif (HA)
Terdapat hubungan faktor pengendali dengan terkontrolnya kadar
gula darah pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Patumbak.
4

1.4.2. Hipotesis Nol (H0)


Tidak terdapat hubungan faktor pengendali dengan terkontrolnya
kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 dipuskesmas Patumbak.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi petugas kesehatan


Puskesmas Patumbak Kabupatan Deli Serdang dalam rangka
meningkatkan kegiatan pelayanan dan kesehatan dimasa yang akan
datang, sebagai acuan dalam upaya mengontrol kadar gula darah pada
pasien DM tipe 2 yang datang berobat ke Pusekesmas , dan dijadikan
pedoman dalam memberikan penyuluhan.
2. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi masyarakat Kecematan
Patumbak untuk meningkatkan pengetahuan tentang Diabetes Melitus
dan pengobatannya.
3. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dalam
penerapan peningkatan upaya pencengahan DM di Puskesmas
Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
4. Sebagai Sarana informasi bagi institusi pendidikan tentang peran
keluarga melaksankan peningkatan upaya pencengahan DM , dan data
dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar
bagi peneliti selanjutnya.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus tipe 2

2.1.1. Definisi
DM tipe 2 adalah gangguan kronis dari homeostasis glukosa yang
ditandai dengan hiperglikemia dan gangguan kerja insulin, kelainan
sekresi insulin pada pankreas serta peningkatan produksi glukosa di hati. 18
DM tipe 2 merupakan penyakit sering ditemui pada orang dewasa,
obesitas dan faktor genetik merupakan predisposisi yang berperan penting
meyebabkan terjadinya DM tipe 2.19,20

2.1.2. Gambaran Klinis


Manifestasi DM pada setiap orang berbeda-beda. Tetapi yang
paling khas adalah poliuria, polifagia, dan polidispsia. Pada pasien DM
tipe 2 gejala biasanya muncul pada usia di atas 30 tahun dan biasanya
pasien mengalami obesitas.21 Sedangkan gejala yang tidak khas adalah
lemas, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan
pruritus pada vulva wanita.1

2.1.3. Etiologi
Etiologi DM tipe 2 saat ini masih belum jelas,namunpeningkatan
DM tipe 2 sering dikaitkan dengan obesitas dan kelainan genetik yang
menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang mengakibatkan terjadinya
kompensatorik sekresi sulin yang akhirnya tidak dapat dipertahankan oleh
pankreas. Ketika pankreas lelah dan tidak dapat mengimbangi kebutuhan
insulin yang sudah resisten maka timbulah gejala diabetes. 18
Hiperinsulinemia yang merupakan defek primer pada sel B diduga
berperan menyebabkan terjadinya DM. Hal ini terjadi ketika peningkatan
insulin maka akan menekan jumlah reseptor insulin, sehingga terjadi
resistensi insulin yang akan menyebabkan sel B kelelahan bekerja.20

4
6

2.1.4. Faktor Risiko


DM tipe 2 merupakanpenyakit multifaktorial dengan komponen
genetik dan lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya
terhadap proses timbulnya penyakit tersebut. Sebagian faktor ini dapat
dimodifkasi melalui perubahan gaya hidup, sementara sebagian lainnya
tidak dapat diubah.22
a. Faktor genetik
DM tipe 2 merupakan kelainan poligenik dan tidak memiliki
hubungan yang jelas dengan human leucocyte antigen (HLA). Diabetes
biasanya muncul ketika dewasa pada usia muda (MODY, maturity
onset diabetes in the young) merupakan bentuk monogenik DM tipe 2
dengan usia onset yang dini, yaitu kurang dari usia 25 tahun. Kelainan
ini diturunkan secara autosomal dominan dan mutasi disebutkan paling
sedikit pada lima gen. Adanya mutasi gen insulin, gen untuk enzim
yang memproses insulin dan gen untuk reseptor insulin merupakan
faktor risiko signifikan untuk diabetes tipe 2.22
b. Usia
Pertambahan usia merupakan faktor risiko yang penting untuk
DM. Dalam semua penelitian epidemiologi pada berbagai populasi,
prevalensi DM memperlihatkan peningkatan yang spesifik menurut usia
dan sering terjadi pada usia di atas 30 tahun.22,23
c. Obesitas dan obesitas pada bagian perut
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya DM.
Hubungannya dengan DM tipe 2 sangatlah kompleks. Hal ini terjadi
karena efek merugikan dari usia dan berat badan terhadap tingginya
derajat resistensi insulin pada beberapa populasi.22Obesitas abdomen
sentral mempunyai hubungan yang erat dengan DM tipe 2. Orang yang
obesitas tanpa diabetes akan memperlihatkan peningkatan kadar insulin
dan penurunan reseptor insulin. Sedangkan orang yang obesitas dengan
DM memperlihatkan kadar insulin relatif terhadap kontrol
obesitas.20Pada awal gangguan, toleransi glukosa tetap mendekati
7

normal meskipun resistensi insulin, karena sel beta pankreas


mengimbanginya dengan meningkatkan produksi insuln. Terjadinya
resistensi insulin yang terus menerus akan menyebabkan
hiperinsulinemia. Hal ini menyebabkan glukosa darah meningkat.24
d. Kurangnya aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik memperlihatkan keterkaitan antara
prevalensi DM tipe 2 dan kurangnya aktivitas fisik. Selama latihan
fisik, kebutuhan energi akan meningkat dan ini dipengaruhi dari
pemecahan glikogen dan pembongkaran trigliserida, asam lemak bebas
dari jaringan adiposa serta pelepasan glukosa dari hepar. Kadar glukosa
dipertahankan normal untuk memenuhi kebutuhan energi otak selama
latihan fisik melalui mekanisme hormonal. Menurunnya hormon insulin
dan meningkatnya hormon glukagon diperlukan untuk meningkatkan
produksi glukosa hepar selama latihan fisik dan pada latihan fisik yang
lama akan terjadi peningkatan hormon glukagon dan katekolamin. Pada
DM tipe 2 dengan latihan fisik bisa memasukkan glukosa ke dalam sel
tanpa membutuhkan insulin dan juga meningkatkan pemakaian glukosa
oleh sel sehingga kadar gula darah menurun, selain itu latihan fisik bisa
untuk menurunkan berat badan bagi diabetisi dengan obesitas serta
mencegah laju progresivitas gangguan toleransi glukosa menjadi DM
tipe 2.25
e. Faktor diet
Pola makan atau diet merupakan determinan penting yang
menentukan obesitas dan resistensi insulin. Dengan urbanisasi yang
terjadi maka terjadilah perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan.
Konsumsi makanan yang tinggi energi dan tinggi lemak, selain aktifitas
yang rendah, akan mengubah keseimbangan energi dengan disimpannya
energi sebagai lemak simpanan yang jarang digunakan. Asupan energi
yang berlebihan akan meningkatkan resistensi insulin, sekalipun belum
terjadi kenaikan berat bada yang signifikan. Diet tinggi kalori dan
rendah karbohidrat berkaitan dengan DM tipe 2. Diet yang kaya akan
8

energi dan rendah serat akan meningktakan kenaikan berat badan dan
resistensi insulin.22

2.1.5. Patofisiologi
Patofisiologi diabtetes melitus tipe 2 ditandai dengan adanya
resistensi insulin perifer, gangguan “hepatic glucose production(HGP)”,
dan penurunan fungsi sel beta yang akhirnya akan menuju ke kerusakan
sel beta. Pada stadium prediabetes mula-mula timbul resistensi insulin
yang kemudian disusul oleh peningkatan sekresi inslin untuk
mengkompensasi resistensi insulin agar kadar glukosa darah tetap normal.
Lama-kelamaan sel beta tidak sanggup lagi untuk mengkompensasi
resistensi insulin sehingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel
beta makin menurun. Penurunan fungsi sel beta berlangsung secara
progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengsekresi
insulin, sehingga kadar glukosa darah makin meningkat.26Otot merupakan
pengguna glukosa paling banyak sehingga resistensi insulin
mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa oleh otot dan mengakibatkan
peningkatan kadar glukosa darah meningkat.1 Kadar glukosa yang
meningkat akan mengakibatkan terjadinya glukosuria yang akan
mengakibatkan diuresis osmotik sehingga meningkatkan pengeluaran urin
(poliuri) dan timbul rasa haus (polidpsi). Karena glukosa hilang bersama
urin maka, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat
badan berkurang. Kehilangan kalori ini mengakibatkan terjadinya rasa
lapar yang semakin besar (polifagia) serta pasien juga akan mengeluh
lelah dan mengantuk.19

2.1.6. Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan DM dapat ditegakkan apabila terdapat keluhan klasik DM
seperti di bawah ini :
9

a. keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan


penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
c. Kriteria diagnosis diabetes melitus :
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200mg/dl (11,1
mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan
sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa >126 mg/dL(7,0
mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dL (11,1 mmol/L).
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.1

2.1.7. Penatalaksanaan Diet DM tipe 2


Terapi diet merupakan bagian penatalaksanaan diabetes secara
total. Kunci keberhasilan diet pasien diabetes adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari tim (dokter, tenaga kesehatan ahli gizi serta keluarga).
Pasien diabetes melitus hendaknya mendapat diet yang sesuai dengan
kebutuhan guna mencapai sasaran terapi.1
Tujuan terapi diet DM adalah :
1. Untuk mencapai outcome metabolik yang optimal dan
memperthankannya dengan keseimbangan asupan makanan dan insulin.
2. Memberikan energi yang cukup untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan yang memadai.
3. Mencegah dan mengatasi komplikasi DM yang kronis dengan
mengubah asupan nutrien dan pola hidup agar selaras bagi pencegahan
serta penanganan obesitas, dislipidemia, penyakit kardovaskuler,
hipertensi, dan nefropati.
10

4. Untuk memeperbaiki kesehatan melalui pemilihan makanan yang sehat


dan aktivitas fisik.1,9
Ada beberapa jenis makanan yang dianjurkan bagi penderita DM tipe 2,
adalah sebagai berikut :
a. Karbohidrat
Karbohidrat yang merupakan sumber energi tidak boleh diberikan
lebih dari 45-65% dari dari total kebutuhan energi sehari dan harus
berserat tinggi.
b. Protein
Protein yang dianjurkan pada penderita diabetaes adalah 10-20%
dari total kalori perhari. Bagi penderita DM yang mengalami gangguan
pada ginjal pemberian protein perlu diturunkan menjadi 0,8 kg/kgBB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi. Protein ini dapat diperoleh
dari ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, kacang-
kacangan, tahu dan tempe.
c. Lemak
Penggunaan lemak bagi penderita DM adalah 20-25% dari
kebutuhan kalori. Berdasarkan ikatan karbonnya lemak dibedakan
menjadi dua yaitu lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Untuk
penggunaan lemak jenuh dianjurkan <7% kebutuhan kalori. Sedangkan
lemak tidak jenuh <10 %.
d. Natrium
Anjuran penggunaan natrium pada penyandang DM tidak boleh
lebih dari 3000 mg perhari atau sekitar 6-7 gram garam dapur.
Sedangkan bagi yang hipertensi penggunaanny 2400 mg perhari.

e. Serat
Anjuran konsumsi serat bagi penyandang diabetes adalah 25g/hari.
Serat dapat diperoleh dari kacang-kacangan, buah, sayuran serta
karbohidrat yang mengandung banyak serat.27
11

2.2 Hubungan Faktor Pengendali dengan kadar gula darah pada pasien
DM tipe II
Kadar gula darah puasa merupakan prediktor dari kualitas hidup
pada domain kondisi lingkungan. Semakin tinggi kadar gula darah puasa
maka skor domain kesehatan lingkungan akan semakin menurun secara
bermakna. Kontrol gula darah merupakan salah satu indikator kualitas
hidup individu dengan diabetes karena kontrol gula darah yang baik
menjadi salah satu parameter kesuksesan penyesuaian pada pola hidup.
Gula darah yang tidak terkontrol, baik hyperglycemia (kadar gula sangat
tinggi) atau hypoglycemia (kadar gula darah sangat rendah), akan
menyertai kemunculan simtom-simtom diabetes. Pada saat penderita
diabetes mengalami tingkat gula darah yang tinggi (hyperglycemia),
penderita akan merasa sangat haus, sering buang air kecil, sakit kepala,
mudah lelah dan mudah merasa tersinggung. Sementara itu jika
mengalami kadar gula darah yang sangat rendah (hypoglycemia),
penderita akan mudah berkeringat, lapar, penglihatan terganggu, merasa
lemas, mengalami gangguan koordinasi motorik, kebingungan mental dan
merasa cemas. Munculnya gejala yang diakibatkan oleh kadar gula yang
tidak terkontrol ini dapat mengganggu aktivitas individu sehari-hari dan
menurunkan fungsi individu secara keseluruhan baik fungsi fisik,
psikologis dan sosial. Individu dengan diabetes akan merasa energinya
berkurang sehingga mudah lelah dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
dan menyebabkan aktivitas fisik serta peran dan tanggungjawabnya
menjadi berkurang.38
Selain fungsi fisik yang terganggu, perasaan cemas dan mudah
tersinggung juga menimbulkan keterbatasan dalam aktivitas sosial.Hal
tersebut menyebabkan individu merasakurang sejahtera dan mengurangi
kualitas hidup. Penelitian lain menunjukkan bahwafaktor kepribadian juga
berpengaruh cukup besar terhadap kemampuan mengontrol gula darah dan
kualitas hidup individu dengan diabetes melitus. Faktor kepribadian dapat
memperburuk kualitas hidup, terlepas dari penderitaan yang diakibatkan
12

penyakit fisik danjumlah komplikasi yang muncul. Motivasi dan keinginan


untuk berpartisipasi dalam terapi merupakan fondasi penting dalam
melakukan manajemen diri yang baik dan menghasilkan kadar gula darah
yang optimal karena kualitas hidup pada individu dengan diabetes
dipengaruhi oleh pengaturan kadar gula darah.39
Berdasarkan Depkes RI ada beberapa macam pemeriksaan glukosa
darah yang dapat dilakukan, yaitu:40
a. Glukosa Darah Sewaktu Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap
waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan makan terakhir yang dimakan
dan kondisi tubuh orang tersebut.
b. Glukosa Darah puasa Glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa
darah yang dilakukan setelah pasien melakukan puasa selama 8-10 jam.
c. Glukosa Darah 2 jam Post prandial Pemeriksaan glukosa ini adalah
pemeriksaan glukosa yang dihitung 2 jam setelah pasien menyelesaikan
makan.

Tabel. 2.1.8. Kriteria Pemantauan Pengendalian Diabetes Melitus

Kriteria Baik Sedang Buruk


Glukosa darah puasa 80-109 110-125 >126
Glukosa darah 2 jam puasa 80-144 145-179 >180
HbA1c <6,5 6,5-8 >8

2.2.1 Kepatuhan Pengobatan


Perilaku keteraturan konsumsi obat anti diabetes menjadi salah satu upaya
untuk pengontrolan dalam pengendalian glukosa darah ataupun komplikasi
yang dapat ditimbulkan. Bila penderita Diabetes Melitus tidak patuh dalam
melaksanakan program pengobatan yang telah dianjurkan oleh dokter atau
tenaga kesehatan lainnya maka akan dapat memperburuk kondisi penyakitnya.
Keberhasilan dari pengobatan Diabetes Melitus ini selain dengan pengobatan
secara medik, dalam bentuk pemberian obat juga dipengaruhi dengan pola diet
13

dan olahraga untuk menjaga kebugaran tubuh.Kepatuhan penderita adalah


perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan untuk pengobatan seperti
diet, kebiasaan hidup sehat dan ketepatan berobat. Hal ini berkenaan dengan
kemauan dan kemampuan penderita untuk mengikuti cara hidup sehat yang
berkaitan dengan nasehat, aturan pengobatan yang ditetapkan, mengikuti
jadwal pemeriksaan. Sangat sulit menilai tingkat kepatuhan penderita dalam
mengikuti anjuran dokter untuk dapat mengendalikan kadar glukosa darah,
baik menyangkut jadwal minum obat dan dosis, maupun pola hidup (pola
makan, olahraga, dan lain-lain). Pengobatan akan dapat berjalan dengan baik
jika diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat). Namun masih banyak penderita penyakit Diabetes Melitus yang
tidak rutin dalam mengonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh dokter.
Kebanyakan para penderita Diabetes Melitus mengonsumsi obat-obatan
apabila merasakan keluhan saja. Hal tersebut bisa dimungkinkan karena
berbagai faktor seperti responden kurang mendapat informasi tentang upaya
pengendalian glukosa darah yang lengkap dan kepatuhan responden dalam
melaksanakan anjuran yang diberikan dokter. Mengubah aturan minum obat
yang tidak sesuai dengan anjuran dokter dapat mengurangi efektivitas. Karena
setiap obat memiliki fungsi dan waktu kerja yang berbeda sehingga
penggunaannya juga harus tepat sesuai aturan agar obat bekerja secara efektif.
Namun, apabila selama minum obat penderita merasakan keluhan, dapat
melakukan konsultasi kembali dengan dokter. Pengobatan diabetes
memerlukan waktu yang lama karena diabetes akan diderita seumur hidup dan
sangat kompleks karena membutuhkan pengobatan dan perubahan gaya hidup
sehingga seringkali pasien menjadi tidak patuh dan cenderung putus asa
dengan program terapi yang lama, kompleks dan tidak menghasilkan
kesembuhan. Keteraturan pemeriksaan gula darah di pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh responden seringkali hanya sebatas untuk mengetahui
perkembangan dari diabetes yang dialami dan pemberian obat tanpa ada sikap
atau langkah berkelanjutan untuk mengendalikannya. Selain itu, kurangnya
informasi atau konseling pada saat pemeriksaan bisa menjadi salah satu faktor
14

belum efektifnya proses pemeriksaan teratur terhadap pengaruhnya dalam


pengendalian glukosa darah. Karena salah satu tujuan dari dianjurkan
pemeriksaan teratur yang dilakukan oleh penderita Diabetes Melitus adalah
sebagai upaya dalam deteksi dini terjadinya komplikasi serta upaya
penanganan klinis yang baik.40,41

2.2.2 Pengaturan Makan


Pengaturan makan merupakan gambaran tentang pola makan/kebiasaan
makan meliputi jenis dan frekuensi makan. Pengaturan ini merupakan bagian
dari penatalaksanaan Diabetes Melitus secara total. Kunci keberhasilan dalam
pengaturan makan adalah keterlibatan secara menyeluruh dari seluruh tim
(petugas kesehatan, keluarga dan pasien). Berdasarkan penelitian didapatkan
bahwa ada hubungan antara pengaturan makan dengan rerata kadar gula
darah acak. Hal ini dikarenakan pengaturan makan dapat menstabilkan kadar
glukosa darah dan lipid-lipid dalam batas normal. Hal ini harus diperhatikan
oleh semua pihak karena semakin bertambah usia seseorang maka akan
terjadi penurunan fungsi organ tubuh yaitu fungsi otak yang berhubungan
dengan daya ingat. Sehingga dengan bertambahnya umur penderita Diabetes
Melitus maka kemampuan untuk melakukan perencanaan makan sehari-hari
juga akan semakin menurun. Makanan akan menaikkan glukosa darah, satu
sampai dua jam setelah makan, glukosa darah mencapai angka paling tinggi.
Dengan mengatur perencanaan makan yang meliputi jumlah, jenis dan
jadwal, diharapkan dapat mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid
dalam batas normal dan penderita mendapatkan nutrisi yang optimal.42
Sumber tenaga yang paling sering di konsumsi adalah nasi dengan
frekuensi tiga kali sehari. Hal ini dikarenakan nasi merupakan sumber
makanan pokok mayoritas masyarakat suku jawa, sehingga sangat susah
untuk diubah agar makanan pokok ini lebih bervariasi.
Karbohidrat atau hidrat arang adalah suatu gizi yang fungsi utamanya
sebagai penghasil energi, di mana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori.
Karbohidrat ini lebih banyak dikonsumsi sehari-hari sebagai makanan pokok,
15

terutama di negara sedang berkembang. Hal ini disebabkan sumber bahan


makan yang mengandung karbohidrat lebih murah harganya dibandingkan
sumber bahan makanan kaya lemak maupun protein. Karbohidrat banyak
ditemukan pada serealia (beras,gandum, jagung,kentang dan sebagainya),
serta pada biji-bijian.43,44
Penukar nasi umumnya digunakan sebagai makanan pokok, satu porsi
setara dengan ¾ gelas atau 100 gram, mengandung 175 kalori, 4 gram
protein, dan 40 gram karbohidrat, untuk menentukan berapa kebutuhan
karbohidrat total per hari dapat ditentukan dengan melihat kebutuhan energi
sehari. Sumber protein yang paling sering dikonsumsi adalah ayam ras
dengan frekuensi satu kali dalam satu minggu. Hal ini dikarenakan responden
merasa terlalu mahal beli daging sapi maupun kambing, sebagai gantinya
maka responden mengonsumsi daging ayam. Sumber protein nabati yang
paling sering dikonsumsi adalah tahu dengan frekuensi tiga kali sehari. Hal
ini dikarenakan tahu mudah didapat dan harga terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat. Menurut Suyono, berkurangnya aktivitas insulin pada
diabetes dapat menghambat sintesis protein. Asupan protein sebesar 0,8 g/kg
BB ideal dapat mempertahankan protogenesis, dengan catatan 50%
daripadanya harus berasal dari protein hewani.43
Sayuran golongan A yang paling sering dikonsumsi responden adalah
wortel dengan frekuensi sehari sekali. Hal ini dikarenakan wortel merupakan
jenis sayuran yang sangat mudah di dapat dan sudah menjadi kebiasaan
masyarakat mengonsumsi wortel dalam sayur sop. Sayuran golongan B yang
paling sering dikonsumsi responden adalah kubis dan toge dengan frekuensi
konsumsi kubis sehari sekali dan toge dikonsumsi seminggu sekali. Hal ini
dikarenakan kubis dan toge merupakan sayuran yang mudah didapatkan dan
harganya terjangkau. Sayuran golongan A mengandung 6% karbohidrat dan
penggunaannya harus diperhitungkan kalorinya. Sayur golongan B hanya
mengandung 3% karbohidrat, sehingga dapat dikonsumsi dengan leluasa
namun tidak berlebihan. Buah golongan A yang paling sering dikonsumsi
16

responden adalah jeruk manis dan nanas dengan frekuensi dua kali dalam
satu bulan untuk jeruk manis dan satu kali dalam satu bulan untuk nanas.
Hal ini dikarenakan harga jeruk dan nanas yang dapat dijangkau seluruh
masyarakat, mudah didapatkan dan rasa buah yang menyegarkan. Buah
golongan B yang paling sering dikonsumsi responden adalah pepaya dengan
frekuensi sehari sekali. Hal ini dikarenakan buah pepaya mudah didapatkan,
harga terjangkau, dapat dikonsumsi oleh banyak orang di rumah. Menurut
buah-buahan yang dianjurkan untuk dimakan adalah buah yang kurang manis
yang sering digolongkan menjadi golongan buah B. Buah-buahan yang manis
digolongkan menjadi golongan buah A, golongan buah ini dilarang diberikan
kepada penderita diabetes. Buah golongan A ini boleh dimakan asal dalam
jumlah sedikit atau jarang, dan dimakan sesudah sayur golongan B.Sayur,
buah dan kacangan mengandung banyak sekali serat yang dapat
memperlambat absorpsi glukosa, sehingga dapat ikut berperan mengatur gula
darah dan memperlambat kenaikan gula darah, makanan yang cepat
dirombak dan lambat diserap masuk ke aliran darah akan menurunkan gula
darah. Sayuran dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sayur golongan A dan sayur
golongan B. Sayur golongan A mengandung 6% karbohidrat dan
penggunaannya harus dibatasi serta diperhitungkan kalorinya. Sedangkan
sayur golongan B mengandung 3% karbohidrat, sehingga dapat dikonsumsi
agak bebas. Buah-buahan juga dibagi menjadi 2 golongan, yaitu buah
golongan A dan buah golongan B. Buah golongan A merupakan sebutan
untuk buah-buahan yang manis, yang seringkali mengecilkan perawatan dan
harus dilarang diberikan kepada penderita Diabetes Melitus, contohnya:
sawo, mangga, jeruk, rambutan, durian, anggur. Buah golongan A ini boleh
dimakan asal dalam jumlah sedikit, jarang dan dimakan sesudah sayur
golongan B. Buah golongan B merupakan sebutan untuk buah-buahan yang
kurang manis, misalnya pepaya, kedondong, pisang (kecuali pisang raja,
pisang emas, pisang tanduk), apel, tomat, jambu air, jambu bol, salak,
belimbing, bengkoang, semangka yang kurang manis. Jenis susu yang paling
dikonsumsi adalah susu tanpa lemak dengan frekuensi satu hari sekali. Hal
17

ini dikarenakan sebagian besar responden mengontrol kadar gula darah


dengan mengonsumsi susu untuk penderita Diabetes Melitus. Susu tanpa
lemak tidak mengandung lemak dan jumlah kalorinya lebih rendah
dibandingkan susu rendah lemak dan susu tinggi lemak, 200 gram susu skim
cair mengandung 75 kalori, yang terdiri atas protein 7 gram dan karbohidrat
10 gram.44.46

2.2.3 Penerapan Olahraga


Olahraga merupakan suatu program latihan jasmani dengan tujuan
mengurangi resistensi insulin sehingga kerja insulin lebih baik dan
mempercepat pengangkutan glukosa masuk ke dalam sel untuk kebutuhan
energi. Olahraga secara teratur 3-4 kali seminggu dengan durasi kurang
lebih 30 menit dapat menjaga kebugaran dan menurunkan berat badan.
Selain itu, dapat untuk memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang bersifat aerobik
seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Untuk yang
relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang
sudah mendapatkan komplikasi Diabetes Melitus dapat
dikurangi.Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak dan bermalas-
malasan, misalnya; menonton televisi, menggunakan internet, main game
komputer dan lain-lain. Sebaiknya kebiasaan tersebut diubah, misalnya
mengubah kebiasaan ke pasar menggunakan kendaraan bermotor dengan
berjalan kaki ke pasar, mengganti kebiasaan menggunakan lift dengan naik
tangga, parkir kendaraan dengan jarak yang tidak berdekatan dengan pintu
masuk sehingga dapat berjalan dari tempat parkir. Selain itu bisa
memperbanyak aktivitas fisik tinggi pada waktu liburan, misalnya jalan
cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak bola. Manfaat olahraga bagi
penderita diabetes antara lain menurunkan kadar gula darah, mencegah
kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya
komplikasi aterogenik, gangguan lipid darah, peningkatan tekanan darah,
hiperkoagulasi darah (Ilyas,2009). Menurut Chaveau dan Kaufman dalam
Depkes (20011), latihan fisik pada penderita Diabetes Melitus dapat
18

menyebabkan peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot yang aktif


sehingga latihan fisik secara langsung dapat menyebabkan penurunan
kadar lemak tubuh, mengontrol kadar glukosa darah, memperbaiki
sensitivitas insulin, menurunkan stress.

2.2.4 Senam Diabetes ( Latihan Jasmani )


Pengelolaan Diabetes Melitus bertujuan untuk mempertahankan
kadar gula darah dalam rentang normal, dapat dilakukan dengan terapi
farmakologis dan terapi nonfarmakologis. Pengelolaan nonfarmakologis
meliputi pengendalian berat badan, diet, olahraga, sedangkan terapi
farmakologisnya yaitu dengan pemberian insulin dan obat anti diabetik
oral. Terapi ini diberikan jika terapi nonfarmakologis tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah dan dijalankan dengan tidak
meninggalkan terapi nonfarmakologis yang sudah diterapkan. Latihan
jasmani merupakan langkah awal dalam mencegah, mengontrol dan
mengatasi diabetes. Latihan jasmani secara langsung dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif dan lebih
banyak jala-jala kapiler terbuka sehingga lebih banyak tersedia reseptor
insulin dan reseptor insulin menjadi lebih aktif yang akan berpengaruh
pada penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes.43
Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang menurut usia
dan status fisik dan merupakan bagian dari pengobatan diabetes
mellitusPada waktu latihan jasmani otot-otot tubuh, sistem jantung dan
sirkulasi darah serta pernafasan diaktifkan. Oleh sebab itu metabolisme
tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa harus
menyesuaikan diri. Otot –otot akan menggunakan asam lemak bebas dan
glukosa sebagaisumber tenaga atau energi. Bila latihan jasmani dimulai
glukosa yang berasal dari glikogen di otot-otot pada waktu latihan jasmani
mulai dipakai sebagai sumber tenaga. Apabila latihan jasmani terus
ditingkatkan maka sumber tenaga dan glikogen otot berkurang,
selanjutnya akan terjadi pemakaian glukosa darah dan asam lemak bebas.
19

Makin ditingkatkan porsi olahraga makin meningkat pula pemakaian


glukosa yang berasal dari cadangan glikogen hepar. Apabila latihan
ditingkatkan lagi, maka sumber tenaga terutama berasal dari asam lemak
bebas dan lipolisis jaringan lemak. Pada saat latihan jasmani ringan,
pemakaian asam lemak bebas dan glukosa tidak tergantung insulin, apabila
olahraga ditingkatkan menjadi berintensitas sedang maka insulin akan
menurun dan adrenalin akan meningkat. Selanjutkan bila latihan jasmani
dalam intensitas yang lebih berat maka non adrenalin akan meningkat dan
menghambat sekresi insulin dan bersaman dengan itu terjadi peningkatan
glucagon. Perubahan-perubahan metabolik dan sistem hormonal selama
latihan tersebut adalah reaksi fisiologis tubuh untuk penyediaan energi
yang dibutuhkan oleh otot-otot dari glukosa dan asam lemak bebas dan
penyesuaian sistem kardiovaskular serta sistem respirasi.46,47

BAB III
20

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPRASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

 Pengaturan diet
Terkontrolnya Kadar Gula Darah
 Melakukan olahraga
 Konsumsi obat teratur

Gambar 3.1

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.2. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Instrumen Cara ukur Hasil ukur Skala


ukur
1 Pengaturan Pengaturan Menggunakan Menanyakan Ya atau Ordinal
diet makan kuesioner pada pasien Tidak
merupakan yang sudah DM mengenai Jika Ya ≥5
gambaran tentang dimodifikasi makanan yang maka
pola dan divalidasi dikonsumsi “Buruk”,
makan/kebiasaan Tidak ≥5
makan meliputi maka
jenis dan “Baik”
frekuensi makan
2 Melakukan Melakukan Menggunakan Menanyakan Ya atau Ordinal
olahraga olahraga adalah kuesioner pada pasien Tidak
suatu program yang sudah DM lama, Jika Ya ≥4
latihan jasmani dimodifikasi jumlah dan maka
dengan tujuan dan divalidasi jenis aktivitas “Baik”,
mengurangi atau kegiatan Tidak ≥4
resistensi insulin fisik yang maka
sehingga kerja dilakukan “Buruk”
insulin lebih baik
dan mempercepat
pengangkutan
glukosa masuk ke
dalam sel untuk
kebutuhan energy

19
21

3 Konsumsi Konsumsi obat Menggunakan Menanyakan Ya atau Ordinal


obat teratur teratur adalah kuesioner pada pasien Tidak
salah satu upaya yang sudah DM mengenai Jika Ya ≥2
untuk dimodifikasi teratur dan maka
pengontrolan dan divalidasitepat waktu “Baik”,
dalam mengkonsumsi Tidak ≥2
pengendalian obat serta maka
glukosa darah masalah saat “Buruk”
ataupun pengambilan
komplikasi yang obat di
dapat pelayanan
ditimbulkan kesehatan
4 Terkontrolnya Terkontrolnya Menggunakan Dilihat dari Terkontrol Ordinal
kadar gula kadar gula darah alat tes gula hasil (jika
darah adalah salah satu darah pemeriksaan KGDS <
indikator kualitas kadar gula 200 mg/dl)
hidup individu darah Tidak
dengan diabetes terkontrol
karena kontrol (jika
gula darah yang KGDS >
baik menjadi 200 mg/dl)
salah satu
parameter
kesuksesan
penyesuaian pada
pola hidup

BAB IV
22

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
desain cross-sectional.

4.2. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Poli Umum Puskesmas Patumbak.

21
23
4.3 Waktu Penelitian
November – Desember 2016
NO Keterangan 28 29 30 1 2 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 Pembuatan proposal √ √ √ √ √ √ √ √
2 Pengumpulan data √ √ √ √ √ √ √
3 Pengolahan data √ √ √
4 Penyelesaian hasil √ √ √
laporan
5 Pembacaan hasil √
laporan
16

4.4. Populasi Penelitian


4.4.1. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah penderita diabetes melitus tipe 2 di
Kecamatan Patumbak pada tahun 2016.
4.4.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah penderita diabetes melitus tipe 2
di Puskesmas Patumbak pada tahun 2016 .

4.5. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel


4.5.1. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien penderita diabetes melitus tipe
2 yang datang ke poli umum Puskesmas Patumbak pada tanggal 28 November 2016 – 10
Desember 2016.

4.5.2. Pemilihan Sampel


Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik total
sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi pada pasien yang datang ke poli umum Puskesmas Patumbak pada tahun 2016.

4.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


4.6.1. Kriteria Inklusi
1. Pasien DM tipe 2 yang dirawat jalan di poli umum Puskesmas Patumbak.
2. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani Informed Consent.
4.6.2. Kriteria Eksklusi
Memiliki gangguan yang menyebabakan sampel tidak bisa memahami kuesioner
seperti tidak bisa membaca, tidak bisa berbahasa Indonesia, dan tidak bisa menulis.

4.7. Cara Kerja


1. Permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada Puskesmas Patumbak.
2. Memilih sampel berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi
3. Menjelaskan kepada pasien tentang penelitian yang dilakukan
4. Pasien menandatangani Informed Consent.
17

5. Pasien mengisi kuesioner


6. Mengumpulkan data
7. Menganalisa data

4.8. Identifikasi variabel


Variabel bebas : faktor pengendali Diabetes Melitus
Variabel terikat : terkontrolnya Diabetes Melitus tipe 2

4.9. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan


data. Instrument yang di pakai adalah berupa kuisioner yang terdiri dari 20 pertanyaan dimana
pada jawapan terdiri pilihan antara “Ya” dan Tidak” serta dengan alasan dengan rincian sebagai
berikut;

1. Sembilan pertanyaan tentang pola makan pada pasien penderita DM


2. Tujuh pertanyaan tentang gaya hidup masyarakat terhadap DM melalui olahraga
3. Empat pertanyaan tentang kepatuhan dan pemahaman dalam menjalani terapi pada
penderita DM.

4.10. Analisa Data

Data dimasukan kemudian di analisis dengan menggunakan program SPSS versi


17.0 dan dengan uji Pearson apabila sebaran data normal atau Spearman apabila sebaran
data tidak normal.
18

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S, Dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publising;
2014.

2. Global report on diabetes [Internet]. World Health Organitation. 2016 [cited 2016 May
13]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/

3. Lorenzo, Piemonte. South-east asia [Internet]. International Diabetes Federation. 2011


[cited 2016 Jun 18]. Available from: http://www.idf.org/node/23516

4. Riskesdas 2013 [Internet]. [cited 2016 May 24]. Available from:


//www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas 2013.pdf

5. Hendarwan H, Winarto AT, Raflizar, Handayani K, Ida, Nugroho SU, et al. Riskesdas
Dalam Angka Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 [Internet]. Lembaga Penerbitan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013 [cited 2016
May 24]. Available from:
http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog/book/157

6. Lorenzo, Piemonte. What is Diabetes? [Internet]. International Diabetes Federation. 2011


[cited 2016 Aug 23]. Available from: http://www.idf.org/node/23538

7. Ebrahim Z, De Villiers A, Ahmed T. Factors influencing adherence to dietary guidelines :


a qualitative study on the experiences of patients with type 2 diabetes attending a clinic in
Cape Town. 2014;19(2).

8. Badr SAEF, Elmabsout AA, Denna I. Family Support, Malnutrition and Barriers to
Optimal Dietary Intake among Elderly Diabetic Patients in Benghazi, Libya. J Community
Med Heal Educ. 2014;4(2).

9. Sukardji K. Penatalaksanaan Gizi pada Diabetes Melitus. In: Penatalaksanaan Diabetes


Melitus Terpadu. Jakarta: Universitas Indonesia; 2013. p. 48.

10. Musee CN, Omondi DO, Odiwuor W. Dietary Adherence Pattern in the Context of Type 2
Diabetic Management within Clinical Setting , Kenya. Int J Diabetes Res. 2016;5(2):26–
34.
19

11. Song D, Xu T-Z, Sun Q-H. Effect of motivational interviewing on selfmanagement in


patients with type 2 diabetes mellitus: A meta-analysis. Int J Nurs Sci. 2014;1:291–7.

12. Self-Determination Theory [Internet]. [cited 2016 Aug 29]. Available from:
http://selfdeterminationtheory.org/theory/

13. Hagger MS, Chatzisarantis NLD. Self-Determination Theory And Theory of Planned
Behavior an Integrative Approach Toward More Complete Model Of Motivation. In:
Brown L V., editor. Psychology Of Motivation. New York: Nova Scince Publisher, Inc;
2007. p. 86.

14. Julien E, Senécal C, Guay F. Practitioners, motivation, coping strategies and dietary
compliance in a sample of longitudinal relations among perceived autonomy support from
health care adults with type 2 diabetes. J Health Psychol. 2009;14(3):457–70.

15. Gustina, Suratun, Heryati. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet
diabetes melitus pada pasien DM. JKep. 2014;2(3):97–107.

16. Osborn CY, Amico KR, Fisher WA, Egede LE, D FJ. An information– motivation–
behavioral skills analysis of diet and exercise behavior in puerto ricans with diabetes. J
Health Psychol. 2010;15(8):1201–13.

1. Setiati S, Dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublising;
2014.

2. Global report on diabetes [Internet]. World Health Organitation. 2016 [cited 2016 May
13]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/

3. Lorenzo, Piemonte. South-east asia [Internet]. International Diabetes Federation. 2011


[cited 2016 Jun 18]. Available from: http://www.idf.org/node/23516

4. Riskesdas 2013 [Internet]. [cited 2016 May 24]. Available from:


//www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas 2013.pdf

5. Hendarwan H, Winarto AT, Raflizar, Handayani K, Ida, Nugroho SU, et al. Riskesdas
Dalam Angka Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 [Internet]. Lembaga Penerbitan Badan
20

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013 [cited 2016
May 24]. Available from:
http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog/book/157

6. Lorenzo, Piemonte. What is Diabetes? [Internet]. International Diabetes Federation. 2011


[cited 2016 Aug 23]. Available from: http://www.idf.org/node/23538

7. Ebrahim Z, De Villiers A, Ahmed T. Factors influencing adherence to dietary guidelines :


a qualitative study on the experiences of patients with type 2 diabetes attending a clinic in
Cape Town. 2014;19(2).

8. Badr SAEF, Elmabsout AA, Denna I. Family Support, Malnutrition and Barriers to
Optimal Dietary Intake among Elderly Diabetic Patients in Benghazi, Libya. J Community
Med Heal Educ. 2014;4(2).

9. Sukardji K. Penatalaksanaan Gizi pada Diabetes Melitus. In: Penatalaksanaan Diabetes


Melitus Terpadu. Jakarta: Universitas Indonesia; 2013. p. 48.

10. Musee CN, Omondi DO, Odiwuor W. Dietary Adherence Pattern in the Context of Type 2
Diabetic Management within Clinical Setting , Kenya. Int J Diabetes Res. 2016;5(2):26–
34.
11. Song D, Xu T-Z, Sun Q-H. Effect of motivational interviewing on selfmanagement in
patients with type 2 diabetes mellitus: A meta-analysis. Int J Nurs Sci. 2014;1:291–7.

12. Self-Determination Theory [Internet]. [cited 2016 Aug 29]. Available from:
http://selfdeterminationtheory.org/theory/

13. Hagger MS, Chatzisarantis NLD. Self-Determination Theory And Theory of Planned
Behavior an Integrative Approach Toward More Complete Model Of Motivation. In:
Brown L V., editor. Psychology Of Motivation. New York: Nova Scince Publisher, Inc;
2007. p. 86.

14. Julien E, Senécal C, Guay F. Practitioners, motivation, coping strategies and dietary
compliance in a sample of longitudinal relations among perceived autonomy support from
health care adults with type 2 diabetes. J Health Psychol. 2009;14(3):457–70.
21

15. Gustina, Suratun, Heryati. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet
diabetes melitus pada pasien DM. JKep. 2014;2(3):97–107.

16. Osborn CY, Amico KR, Fisher WA, Egede LE, D FJ. An information– motivation–
behavioral skills analysis of diet and exercise behavior in puerto ricans with diabetes. J
Health Psychol. 2010;15(8):1201–13.

17. Pujistuti E. Hubungan pengetahuan dan motivasi dengan kepatuhan diet pada pasien
diabetes melitus tipe ii di poli klinik penyakit dalam rsud dr. soehadi prijonegoro sragen
[skripsi]. Surakarta. Stikes Kusuma Husada ; 2016

18. Haitham S, Lebdeh A, Simonson GD. Diabetes Mellitus. In: Camacho PM, Gharib H,
Sizemore GW, editors. Evidance-Based Endocrinology. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2012. p. 235.
19. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Hartanto
H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editors. Jakarta: EGC; 2005.

20. McPhee, SJ & Ganong, WF. Patofisiologi penyakit : pengantar menuju kedokteran klinis.
5th ed. Terjemahan oleh Brahm U. Pendit. 2010. Jakarta : EGC

21. Foster, DW. Harisson Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.13th ed. Terjemahan oleh
Asdie. 2000. Jakarta : EGC

22. Gibney, MJ, et.al. Gizi Kesehatan Masyrakat. Terjemahan oleh Andry Hartono. 2008.
Jakarta : EGC

23. Mansel P. Sistem Endokrin. In: Houghton AR, Gray D, editors. Chamberlain’s gejala dan
tanda dalam kedokteran klinis. 13th ed. Jakarta: PT. Index; 2012. p. 306

24. Powers AC. Diabetes mellitus. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson
JL, Loscalzo J, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. New York:
McGraw-Hill; 2012. p. 2968

25. Tjokroprawiro A, Murtiwi S. Terapi nonfarmakologi pada diabetes melitus. In: Setiati S,
Alwi I, Sudoyo AW, Marcelllus S, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. VI. Jakarta: InternaPublising; 2014. p. 2343.
22

26. Suyono S. Patofisiologi Diabetes Melitus. In: Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, editors.
penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2013. p. 15

27. Perkumpulan Endokrin Indonesia. 2011. Konsesus pengelolaan dan pencegahan diabetes
melitus tipe 2 tahun 2011. Diakses pada tanggal 12 agustus 2016, dari
http://www.perkeni.net

28. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta; 2010

29. Brown MT, Bussel JK. Medical Adherence : Who Cares? Mayo Clin Proc. 2011;86(4).

30. Niven, Neil. Psikologi kesehatan. Terjemahan Agung Waluyo. 2000. Jakarta : EGC

31. Worku A, Abebe SM, Wassie MM. Dietary practice and associated factors among type 2
diabetic patients: a cross sectional hospital based study, Addis Ababa, Ethiopia.
SpingerPlus. 2015;4(15):5–6.

32. Ramos CI, Klug JC, Pretto ADB. Compliance with dietary recommendations for users
with type 2 diabetes. Demetra. 2014;9(2):561–75.

33. Hendro M. Pengaruh psikososial terhadap pola makan penderita diabetes mellitus di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Deli Serdang tahun 2009 [skrpsi]. Medan.
Universitas Sumatera Utara ; 2010

34. Gagne M, Deci EL. The History of Self-Determination Theory in Psychology and
Management. In: Gagne M, editor. The Oxford Handbook of Work Engagement,
Motivation and Self-Determination Theory. New York: Oxford University Pers; 2014. p.
1.

35. Ryan RM, Deci EL. Self-determination theory and the facilitation of intrinsic motivation,
social development, and well-being. Am Psychol. 2000;55(1):68–78

36. Ryan RM, Williams GC, Patrick H, Deci EL. Self-determination theory and physical
activity : the dinamic of motivation in development and wellnes. Hell J Psychol.
2009;6:107–24.

37. Ryan RM, Patrick H, Deci EL, Williams GC. Facilitating health behaviour change and its
maintenance: Interventions based on Self-Determination Theory. Eur Heal Psychol.
2008;10:2–5
23

38. Deci EL, Ryan RM. The “what” and “why” of goal pursuits: human needs and the self-
determination of behavior. Psychol Inq. 2000;11(4):227–68

39. Ariani Y. Hubungan antara motivasi dengan efikasi diri pasien DM tipe 2 dalam konteks
asuhan keperawatan di RSUP. H. Adam Malik Medan [tesis]. Depok. Universitas
Indonesia; 2011

40. Sari DN. Hubungan kepatuhan diet dengan kualitas hidup pada penderita diabetes melitus
di RSUD Dr. Pirngdi Medan [skripsi]. Medan. Universita Sumatera Utara ; 2015

Anda mungkin juga menyukai