Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Manusia

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan ciptaan sebaik-baiknya yang
dilengkapi dengan akal pikiran. Dalam hal ini Ibnu 'Arabi melukiskan hakikat manusia
dengan mengatakan bahwa “tak ada makhluk Allah yang lebih baik dari pada manusia, yang
memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berpikir dan
memutuskan”. Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting karena dilengkapi
dengan semua pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan untuk mengemban tugas dan
fungsinya sebagai makhluk Allah di muka bumi. Tugas manusia dalam pandangan Islam
adalah memakmurkan bumi dengan cara memanifestasikan potensi Tuhan dalam dirinya.
Dengan kata lain manusia memang dimaksudkan untuk mengembangkan sifat-sifat Tuhan
menurut perintah dan petunjuknya.

Al-Qur'an adalah kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk
membimbing manusia, di dalamnya Allah menyapa akal dan perasaan manusia, melarang
tauhid kepada manusia, menyucikan manusia dengan berbagai ibadah, menunjukkan manusia
kepada hal-hal yang dapat membawa kebaikan serta kemaslahatan dalam kehidupan individu
dan sosial manusia, membimbing manusia kepada agama yang luhur agar mewujudkan diri
mennjadi manusia yang bertaqwa, mengembangkan kepribadian manusia, serta meningkatkan
diri manusia ke taraf kesempurnaan insani. Sehingga manusia dapat mewujudkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Al-Qur'an juga mendorong manusia untuk memunculkan
pengetahuan perihal dirinya sendiri, merenungi penciptaannya dan kesempurnaan
pembentukannya. Sebab, pengenalan manusia terhadap dirinya dapat mengantarkannya pada
ma'rifatullah, sebagaimana tersirat dalam Surat at-Taariq [86] ayat 5-7.

َ ِ‫فَ ْليَنظُ ِر ٱِإْل ن ٰ َسنُ ِم َّم ُخل‬


‫ق‬
ٍ ‫خلِق ِمن َّم‬
‫آء َدافِق‬ َ ُ
ِ ‫ب وٱلتَّرآِئ‬
‫ب‬ ِ ُّ ِ ‫خَي ْرج ِم ۢن َبنْي‬
َ َ ‫ٱلص ْل‬ ُُ
Artinya : “Maka hendaklah umat manusia memperhatikan dari apa ia diciptakan. Ia
diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari tulang sulbi dan tulang dada”. (QS At-
Taariq [86]: 5-7)
Berkaitan dengan hal ini, terdapat sebuah atsar yang menyebutkan bahwa “Barang siapa yang
mengenal dirinya, tentu dia mengenal Tuhan-nya.” Di samping itu, Al-Qur'an juga memuat
petunjuk mengenai manusia, sifat-sifat dan keadaan psikologisnya yang berkaitan dengan
gambaran pembentukan yang benar tentang kepribadian manusia, motivasi utama yang
menggerakkan perilaku manusia, serta faktor-faktor yang membentuk keselarasan dan
kesempurnaan kepribadian manusia. dan terwujudnya kesehatan jiwa manusia.

B. Definisi dan Istilah-Istilah di dalam Al Qur’an

Manusia merupakan makhluk Allah yang paling tinggi derajadnya dibanding makhluk lain.
Di dalam kitab suci Alquran, Allah SWT menggunakan beberapa istilah yang pada dasarnya
menjelaskan tentang konsep manusia, bahkan istilah-istilah itu disebutkan lebih dari satu kali.
Istilah-istilah manusia dalam Alquran memiliki arti yang berbeda-beda. Berikut tujuh istilah
'manusia' dalam Alquran, sebagai berikut:

1. Konsep al-Basyar

Penelitian terhadap kata manusia yang disebut al-Qur’an dengan menggunakan kata basyar
menyebutkan, bahwa yang dimaksud manusia basyar adalah , menunjukkan makna bahwa
manusia adalah anak keturunan Nabi Adam as dan makhluk fisik yang juga suka makan serta
minum. Kata 'basyar' disebutkan sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali
dalam bentuk 'mutsanna' atau 'jama'. Sebagai makhluk yang bersifat fisik, manusia tidak jauh
berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Kehidupan manusia terikat dengan kaidah prinsip
kehidupan biologis seperti berkembang biakSebagaimana halnya dengan makhluk biologis
lain, seperti binatang. Mengenai proses dan fase perkembangan manusia sebagai makhluk
biologis, ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al Mu’minun ayat 12-14 :


‫َولَقَ ۡد خَ لَ ۡقنَا ااۡل ِ ۡن َسانَ ِم ۡن س ُٰللَ ٍة ِّم ۡن ِط ۡي ٍن‬

ۡ ۡ
‫ار َّمك ِۡي ٍن‬ ٍ ‫ُث َّم َج َعل ٰن ُه ُنط َف ًة ف ِۡى َق َر‬
‫ُض َغ َة عِ ٰظمًا َف َك َس ۡو َنا ۡالع ِٰظ َم لَ ۡحمًا ُث َّم اَ ۡن َش ۡا ٰن ُه َخ ۡل ًقا ٰا َخ َ‌ر‬ ۡ ‫ُث َّم َخلَ ۡق َنا ال ُّن ۡط َف َة َعلَ َق ًة َف َخلَ ۡق َنا ۡال َعلَ َق َة م‬
ۡ ‫ُض َغ ًة َف َخلَ ۡق َنا ۡالم‬
‫ك هّٰللا ُ اَ ۡح َسنُ ۡال ٰخلِق ِۡي َن‬ َ ‫ـر‬ َ ‫َف َت ٰب‬
12. Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. 13. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). 14. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

Secara sederhana, Quraish Shihab menyatakan bahwa manusia dinamai basyar karena
kulitnya yang tampak jelas dan berbeda dengan kulit-kulit binatang yang lain. Dengan kata
lain, kata basyar senantiasa mengacu pada manusia dari aspek lahiriahnya, mempunyai
bentuk tubuh yang sama, ia, makan dan minum dari bahan yang sama yang ada di dunia ini.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia dalam konsep al-Basyr ini dapat berubah
fisik, yaitu semakin tua fisiknya akan semakin lemah dan akhirnya meninggal dunia. Dan
dalam konsep al-Basyr ini juga dapat tergambar tentang bagaimana seharusnya peran
manusia sebagai makhluk biologis. Bagaimana dia berupaya untuk memenuhi kebutuhannya
secara benar sesuai tuntunan Penciptanya. Yakni dalam memenuhi kebutuhan primer,
sekunder dan tersier.

2. Konsep Al-Insan

Al – Ihsan memiliki arti melihat, mengetahui, dan minta izin. Istilah ini menunjukkan bahwa
manusia memiliki kemampuan menalar dan berpikir dibanding dengan makhluk lainnya.
Manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, mengetahui yang benar dan
yang salah, serta dapat meminta izin ketika menggunakan sesuatu yang bukan miliknya.
Manusia dalam istilah ini merupakan makhluk yang dapat dididik, memiliki potensi yang
dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. ditegaskan oleh Allah SWT
dalam Al-Qur’an Al Insan ayat 1:

a‫ ا‬a‫ر‬aً a‫ و‬a‫ ُك‬a‫ ْذ‬a‫ َم‬a‫ ًئ ا‬a‫ ْي‬a‫ َش‬a‫ن‬aْ a‫ ُك‬aَ‫ ي‬a‫ ْم‬aَ‫ ل‬a‫ ِر‬a‫َّ ْه‬a‫د‬a‫ل‬a‫ ا‬a‫ن‬aَ a‫ ِم‬a‫ن‬aٌ a‫ ي‬a‫ح‬aِ a‫ ِن‬a‫ ا‬a‫ َس‬a‫ِإْل ْن‬a‫ ا‬a‫ ى‬aَ‫ ل‬a‫ َع‬a‫ى‬aٰ aَ‫ َأ ت‬a‫ل‬aْ aَ‫ه‬

Bukankah Telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum
merupakan sesuatu yang dapat disebut?

Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk
berkreasi dan berinovasi .

3. Konsep Al-Nas

Menunjukkan fungsi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.
Manusia harus menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya. Dari awal terciptanya,
seorang manusia berawal dari sepasang laki-laki dan wanita. Ini menunjukkan bahwa
manusia harus hidup bersaudara dan saling membantu.

Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan
wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya
pengakuan terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara
dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia
dalam konsep an-naas.ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat yunus ayat 2 :

‫رُونَ ِإ َّن‬aِ‫ا َل ْٱل ٰ َكف‬aaَ‫ َد َربِّ ِه ْم ۗ ق‬a‫ق ِعن‬ ِ ‫اس َوبَ ِّش ِر ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا َأ َّن لَهُ ْم قَ َد َم‬
ٍ ‫ص ْد‬ َ َّ‫اس َع َجبًا َأ ْن َأوْ َح ْينَٓا ِإلَ ٰى َر ُج ٍل ِّم ْنهُ ْم َأ ْن َأن ِذ ِر ٱلن‬ ِ َّ‫َأ َكانَ لِلن‬
‫ين‬ٌ ِ‫ٰهَ َذا لَ ٰ َس ِح ٌر ُّمب‬

Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa kami mewahyukan kepada seorang laki-
laki di antara mereka: "Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang
beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang Tinggi di sisi Tuhan mereka". orang-
orang kafir berkata: "Sesungguhnya orang Ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang
sihir yang nyata".

4. Konsep Bani Adam

Manusia dalam istilah ini memiliki arti keturunan Adam. Istilah ini digunakan untuk
menyebut manusia bila dilihat dari asal keturunannya. Istilah 'Bani Adam' disebutkan
sebanyak 7 kali dalam 7 ayat Alquran. Menurut Thabathaba’i dalam Samsul Nizar :
penggunaan kata bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum. Dalam hal ini
setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu: Pertama, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan
ketentuan Allah, di antaranya adalah dengan berpakaian guna manutup auratnya. Kedua,
mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu setan yang
mengajak kepada keingkaran. Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam
rangka ibadah dan mentauhidkanNya. Kesemuanya itu adalah merupakan anjuran sekaligus
peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang
lain, ditegaskan oleh Allah SWT dalam surat yasin ayat 60 :

ٌ ِ‫ُوا ٱل َّش ْي ٰطَنَ ۖ ِإنَّهۥُ لَ ُك ْم َعد ٌُّو ُّمب‬


‫ين‬ ۟ ‫َألَ ْم َأ ْعهَ ْد لَ ْي ُك ْم ٰيَبَنِ ٓى َءا َدم َأن اَّل تَ ْعبُد‬
َ ‫ِإ‬

Bukankah Aku Telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak
menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",

5. Konsep Al-Ins
Al Ins memiliki arti tidak liar atau tidak biadab. Istilah Al Ins berkebalikan dengan istilah al
jins atau jin yang bersifat metafisik dan liar. Jin hidup bebas di alam yang tidak dapat
dirasakan dengan panca indra. Berbeda dengan manusia yang disebut menggunakan istilah al
ins. manusia adalah makhluk yang tidak liar, artinya jelas dan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Kata Al Ins disebutkan sebanyak 18 kali dalam Alquran, masing-
masing dalam 17 ayat dan 9 surat, Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam kaitannya
dengan jin, maka manusia adalah makhluk yang kasat mata. Sedangkan jin adalah makhluk
halus yang tidak tampak,ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-An’aam ayat
112 :

ۖ ُ‫وه‬aaُ‫ا فَ َعل‬aa‫ٓا َء َربُّكَ َم‬a‫ْض ُز ْخرُفَ ْٱلقَوْ ِل ُغرُورًا ۚ َولَوْ َش‬ ُ ‫نس َو ْٱل ِجنِّ يُو ِحى بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم ِإلَ ٰى بَع‬ َ ِ‫َو َك ٰ َذل‬
ِ ‫ك َج َع ْلنَا لِ ُك ِّل نَبِ ٍّى َع ُد ًّوا َش ٰيَ ِطينَ ٱِإْل‬
َ‫فَ َذرْ هُ ْم َو َما يَ ْفتَرُون‬

Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari
jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang
lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu
menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa
yang mereka ada-adakan.

6. Konsep ‘Abdulllah

Manusia itu pada hakikatnya adalah turunan dari manusia pertama yang bernama Adam,
karena itulah disebut Bani Adam (Keturunan Adam). Jawaban ini tentu tidak salah, tetapi ada
rahasia yang sangat agung kenapa Allah menyebut manusia sebagai Bani Adam. ditegaskan
oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 70 :

ٰ َّ ‫ت َو َف‬ َّ ‫َولَ َق ْد َكرَّ مْ َن ا َبن ِٓى َءا َد َم َو َح َم ْل ٰ َن ُه ْم فِى ْٱل َب رِّ َو ْٱل َبحْ ِر َو َر َز ْق ٰ َنهُم م َِّن‬
ٍ ‫ض ْل َن ُه ْم َعلَ ٰى َك ِث‬
‫ير ِّممَّنْ َخلَ ْق َن ا‬ ِ ‫ٱلط ِّي ٰ َب‬
‫َت ْفضِ ياًل‬

Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.

Jika kita simak ayat diatas, kenapa Allah tidak menyebutkan nama lain dari manusia seperti,
insan, basyar atau an-Naas, tetapi Allah menggunakan istilah Bani Adam ? tentu ada rahasia
besar yang terkandung dalam istilah Bani Adam.
Al Quran merupakan kalam yang agung, karena itu pemilihan katanya pun sangat selektif dan
tentu saja sangat sesuai dengan tuntutan alur kalam. Pada ayat di atas Allah secara tegas
mengatakan bahwa Dia memuliakan anak-anak Adam dengan memberi mereka akal, bisa
berbicara, bisa menulis, bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bentuk
tubuh yang baik, bisa berdiri tegak serta bisa mengatur kehidupan, baik sekarang di dunia
maupun untuk nanti di akhirat.

Menurut Ibnu Katsir, Allah memuliakan manusia dengan bisa berjalan tegak di atas kedua
kakinya, bisa mengambil makanan dengan kedua tangannya, sedangkan makhluk yang lain
tidak bisa melakukan dua hal tersebut secara bersamaan, mereka berjalan dengan keempat
kakinya dan mengambil makanan dengan mulunya. Manusia juga dimuliakan oleh Allah
dengan memberi mereka pendengaran, penglihatan dan hati, dimana ketiganya merupakan
modal yang berharga untuk memahami segala hal, kemudian mengambil manfaat dari hal
tersebut. Selain itu tiga alat ini merupakan modal dalam membedakan segala sesuatu,
mengetahui manfaatnya, mengetahui keistimewaan serta kemudaratannya, baik untuk urusan
dunia maupun akhirat.

C. Asal usul penciptaan manusia

Dengan tugas Al Quran menuntut manusia yang hidup untuk memperhatikan Penciptaan
dirinya, QS. Al Thariq (86): 5

َ ِ‫فَ ْليَ ْنظُ ِر ااْل ِ ْن َسانُ ِم َّم ُخل‬


‫ق‬

Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan?

Senada dengan ayat tersebut, dengan penambahan informasi yang lebih lengkap,
sebagaimana penuturan QS. Al Sajadah (32): 7-9

َ ‫ي اَحْ َسنَ ُك َّل َش ْي ٍء َخلَقَهٗ َوبَ َداَ خَ ْل‬


‫ق ااْل ِ ْن َسا ِن ِم ْن ِط ْي ٍن‬ ْٓ ‫الَّ ِذ‬

ۚ ‫ثُ َّم َج َع َل نَ ْسلَهٗ ِم ْن س ُٰللَ ٍة ِّم ْن َّم ۤا ٍء َّم ِه ْي ٍن‬

َ‫صا َر َوااْل َ ْفـِٕ َد ۗةَ قَلِ ْياًل َّما تَ ْش ُكرُوْ ن‬


َ ‫ثُ َّم َس ٰ ّوىهُ َونَفَخَ فِ ْي ِه ِم ْن رُّ وْ ِح ٖه َو َج َع َل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع َوااْل َ ْب‬

7.Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai
penciptaan manusia dari tanah.8. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air
yang hina (air mani). 9. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh
(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi)
kamu sedikit sekali bersyukur.

Penciptaan manusia secara bertahap, Al Quran QS Al Mu’minun (23): 12-14

‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا ااْل ِ ْن َسانَ ِم ْن س ُٰللَ ٍة ِّم ْن ِطي ٍْن‬

ْ ُ‫ثُ َّم َج َع ْل ٰنهُ ن‬


ٍ ‫طفَةً فِ ْي قَ َر‬
ۖ ‫ار َّم ِك ْي ٍن‬

ُ‫ن‬a‫اركَ هّٰللا ُ اَحْ َس‬a


َ aَ‫ ۗ َر فَتَب‬a‫ا ٰا َخ‬aaً‫ْأ ٰنهُ خَ ْلق‬a‫ا ثُ َّم اَ ْن َش‬aa‫وْ نَا ْال ِع ٰظ َم لَحْ ًم‬a‫طفَةَ َعلَقَةً فَ َخلَ ْقنَا ْال َعلَقَةَ ُمضْ َغةً فَخَ لَ ْقنَا ْال ُمضْ َغةَ ِع ٰظ ًما فَ َك َس‬
ْ ُّ‫ثُ َّم خَ لَ ْقنَا الن‬
َ‫ْال َخالِقِ ْي ۗن‬

12. Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati 13. Kemudian
Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh 14. Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

Secara ringkas dapat dilihat siklus kejadian manusia. Manusia berasal dari tanah, tanah yang
menghasilkan tanaman dan buah-buahan dimakan oleh manusia, menjadi saripati air (sperma)
selanjutnya terjadi pembuahan dalam rahim, lahir manusia untuk hidup di atas tanah
permukaan bumi sampai ajalnya dan kembali ke asalnya di kubur dalam tanah.

D. Eksistensi manusia

Melihat asal kejadian manusia ia terlahir dari dua hal ikat yang berbeda yaitu:

1. Debu/tanah

2.Ruh (spirit) suci


Kedua unsur ini merupakan simbol-simbol, debu tanah adalah simbol kerendahan,
kemiskinan, kekotoran dan kelemahan lainnya, sedangkan Ruh (spirit) Tuhan adalah simbol
kesucian dan keagungan. Debu tanah dan simbol spirit suci adalah dua dimensi dengan dua
kecenderungan masing-masing:

a. Dimensi debu tanah membawanya menukik ke arah bawah kepada strategi sedimenter
ke dasar hakikatnya yang rendah.
b. Dimensi ruh (spirit) suci cenderung mendaki naik ke puncak spiritual tertinggi
menuju zat yang suci.

Manusia yang eksis dengan menyandang ahsan al taqwim (‫ويم‬aa‫ن تق‬aa‫ )احس‬tampil dengan
kesamaptaan “Bentuk fisik yang tegak lurus (tidak merayap)” dengan memiliki akal dan
pemahaman, bentuk fisik dan psikis yang terbaik menyebabkan fungsinya juga berjalan
dengan baik pula.

Kehadiran manusia yang ahsan al taqwim yang mempunyai fisik dan jiwanya diharapkan
tetap memelihara keseimbangan. Keseimbangan untuk melaksanakan pengabdiannya kepada
Allah sebagai hamba-Nya dan mengatur dan memelihara sesama manusia dan alam raya
sebagai khalifah Allah, sebagai hamba Allah QS. Al Dzariyat (51): 56

َ ‫ت ْال ِج َّن َوااْل ِ ْن‬


‫س اِاَّل لِيَ ْعبُ ُدوْ ِن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬

Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada ku

Dan sebagai khalifah Allah, QS Al An’am (6): 165


ٰۤ
‫وْ ٌر‬aُ‫ب َواِنَّهٗ لَ َغف‬ َ َّ‫ٓا ٰا ٰتى ُك ۗ ْم اِ َّن َرب‬a‫ َو ُك ْم فِ ْي َم‬aُ‫ت لِّيَ ْبل‬
ِ ۖ ‫ا‬aَ‫ ِر ْي ُع ْال ِعق‬a‫ك َس‬ ٍ ‫ْض َد َر ٰج‬ َ ْ‫و‬aَ‫ ُك ْم ف‬a‫ْض‬
ٍ ‫ق بَع‬ ِ ْ‫َوهُ َو الَّ ِذيْ َج َعلَ ُك ْم خَ ل ِٕىفَ ااْل َر‬
َ ‫ض َو َرفَ َع بَع‬
‫َّر ِح ْي ٌم‬

Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang
apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

E. Peran manusia

Terdapat tiga unsur pokok yang harus dijalani manusia yaitu:

a. Manusia sebagai makhluk


b. Bumi tempat manusia
c. Berbagai tugas yang harus dilaksanakan

Manusia memiliki status ganda yang seiring bersamaan yaitu sebagai hamba Allah
(Abd.Allah) dan sekaligus sebagai pengemban tugas pengganti Allah (khalifah Allah.
Sebagai hamba Allah ( ‫ ) عبد هللا‬manusia taat menjalankan apa yang diperintahkan Allah serta
menjauhi segala larangan-Nya secara ikhlas dan konsisten, sebagai khalifah Allah di muka
bumi, manusia diberikan kebebasan untuk memilih berupaya dan berperan untuk
mensejahterahkan manusia serta memelihara kelestarian dan kedamaian dunia.

Berkaitan dengan maksud ini kiranya patut menyimak suatu “warning” (peringatan) dan
Sayyed Husein Nasr; Islam And the Environmental Crisis, yang dikutip A.Qadir Gassing
“Tidak ada makhluk yang lebih berbahaya di muka bumi ini dibandingkan khalifah Allah
yang tidak lagi menganggap dirinya Abd.Allah”43

Sebagai sosok keturunan Adam yang dimuliakan Tuhan (al-Mukarram) manusia yang masih
menyandang predikat baik antara lain sebagai ulu al albab yakni manusia dalam spectrum
warna dalam kriteria etis, mampu mensinergikan ketajaman pikir kedalaman zikir. Namun
demikian manusia juga memiliki keterbatasan dan kelemahan terutama dalam menepis
dahsyatnya godaan setan dan godaan benda-benda lainnya baik dalam hubungan vertikal
dengan sang pencipta (hablum min Allah) maupun hubungan horizontal sesame manusia
(hablun min al nas).

Demikian pula siklus alami akan membatasi perjalanan hidupnya yang singkat, seperti tertera
dalam QS. Al Rum (30): 54
‫هّٰللَا‬
‫ق َما يَ َش ۤا ۚ ُء َوه َُو ْال َعلِ ْي ُم ْالقَ ِد ْي ُر‬ َ ‫ْف قُ َّوةً ثُ َّم َج َع َل ِم ۢ ْن بَ ْع ِد قُ َّو ٍة‬
ُ ُ‫ض ْعفًا َّو َش ْيبَةً ۗيَ ْخل‬ َ ‫ْف ثُ َّم َج َع َل ِم ۢ ْن بَ ْع ِد‬
ٍ ‫ضع‬ َ ‫ُ الَّ ِذيْ خَ لَقَ ُك ْم ِّم ْن‬
ٍ ‫ضع‬

Dialah Allah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan
(kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan
Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.

Ayat ini memberikan tausiyah, mau'idzah sekaligus tadzkirah kepada manusia pelakon pada
garis edar umur dan ajal “Al thufulah al ihtilam al syuyukhah”, yakni masa kanak-kanak yang
polos, masa dewasa yang prima dan kembali ke masa tua yang renta dan selanjutnya kembali
ke asal penciptaannya tanah. Untuk itu manusia dituntut untuk mengisi seoptimal mungkin
pada masa prima “quwwah” dengan amal secara kualitas serta bermakna untuk kehidupan
dunia dan kehidupan akhirat yang abadi.

Anda mungkin juga menyukai