Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia adalah keadaan penurunan massa eritrosit atau konsentrasi hemoglobin

sehingga menyebabkan turunnya kapasitas darah untuk mengangkut oksigen. Anemia

neonatus terjadi selama masa neonatus (usia 0-28 hari). Disebut anemia jika konsentrasi

hemoglobin 2 standar deviasi (2SD) di bawah rerata konsentrasi hemoglobin sesuai usia

anak. Konsentrasi hemoglobin normal berbeda-beda sesuai usia anak. 1 Rata-rata kadar

hemoglobin normal pada bayi lahir cukup bulan adalah 17 g/dL. Bayi lahir prematur dengan berat

1200-2500 gram memiliki konsentrasi hemoglobin dan hematokrit jauh lebih rendah dibandingkan

dengan bayi cukup bulan. Bayi baru lahir dapat disebut mengalami anemia apabila kadar

hemoglobinnya dibawah 14 g/dL.2,3,4

Prevalensi anemia di dunia pada anak usia 0-5 tahun adalah 47,4%.10 Penelitian melaporkan

bahwa prevalensi anemia sebesar 26,5% dari 310 bayi lahir prematur dengan BBLR.11 Setengah dari

bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 32 minggu akan mengalami anemia neonatus. Anemia

neonatus biasanya terjadi pada bayi prematur dan BBLR. 5,6

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2018 di RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS)

Bandung, didapatkan prevalensi anemia pada bayi baru lahir 14,5%; 79,2% di antaranya lahir dengan

BBLR dan 75,9% di antaranya lahir dengan usia kehamilan kurang bulan. Prevalensi anemia 14,5%

pada bayi baru lahir di RSUP Dr. Hasan Sadikin tahun 2018 masih tergolong rendah dibandingkan

prevalensi anemia di dunia, namun berdasarkan usia kehamilan dan berat lahir prevalensi anemia pada

bayi BBLR (18,5%) dan kelahiran kurang bulan (19,9%) lebih tinggi dibandingkan bayi berat lahir

normal (7,9%) maupun cukup bulan (7,8%).7

Anemia pada neonatus dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu fisiologis dan non-

fisiologis. Pada bayi aterm sehat, kadar hemoglobin menetap sampai usia 3 minggu, kemudian turun

mencapai kadar terendah hingga 11 g/dL pada usia 8-12 minggu. Tetap stabil selama beberapa
minggu dan kemudian meningkat secara progresif. Keadaan ini dikenal sebagai anemia fisiologis pada

bayi. Anemia fisiologis ini biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan transfusi darah. Pada bayi

prematur anemia terjadi lebih awal, yaitu pada usia 4-12 minggu. Penurunan kadar hemoglobin lebih

besar dan mencapai kadar terendah 7-9 g/dL pada usia 4-8 minggu. 1

Anemia fisiologis pada bayi prematur maupun aterm ini berhubungan dengan berbagai faktor

antara lain, penurunan masa eritrosit saat lahir, iatrogenik karena sampling laboratoris, masa hidup

eritrosit pendek, produksi eritropoietin kurang adekuat, dan pertumbuhan badan yang cepat. Selain

itu, bayi prematur memiliki waktu lebih singkat untuk mensintesis hemoglobin saat intrauterin,

sehingga saat lahir konsentrasi hemoglobinnya lebih rendah. 1,8

Diagnosis anemia pada neonatus harus ditegakkan berdasarkan berat badan lahir, usia

postnatal, tempat, waktu, dan metode pengambilan sampel. Tanpa memperhatikan faktor-faktor

tersebut dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Pada saat lahir hingga usia 2-3 bulan, bayi preterm

sehat memiliki kadar hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi aterm. Pemeriksaan

fisik dilakukan untuk menemukan Adanya takikardia dan hipotensi bahkan syok dapat ditemukan

pada kasus kehilangan darah akut. Kulit akan terlihat pucat pada anemia apapun penyebabnya. Ikterus

yang didapatkan bersamaan dengan anemia menunjukkan adanya proses hemolisis. Selanjutnya

dilakukan pemeriksaan laboratorium dan menjadi pemeriksaan yang paling utama untuk menegakkan

adanya anemia seperti cek retikulosit, tes antiglobulin direct atau tes coombs, Mean Corpuscular

Volume (MCV), pemeriksaan gambaran darah tepi dan Bone Marrow Aspirate and Biopsy.1

Tatalaksana anemia pada neonatus dapat berbeda-beda sesuai dengan penyakit yang

mendasarinya; meliputi transfusi darah, transfusi tukar, suplementasi zat gizi misalnya zat besi,

maupun terapi terhadap penyakit yang mendasari. Anemia jika tidak ditangani untuk jangka waktu

yang lama dapat mengakibatkan komplikasi membahayakan. Salah satu masalah yang timbul adalah

pada jantung, seperti detak jantung yang cepat serta tidak beraturan. Kondisi ini dapat berkembang

menjadi kardiomegali ataupun gagal jantung. Komplikasi jangka panjang yang terjadi pada bayi

dengan anemia adalah gangguan pertumbuhan, selain itu bayi dengan riwayat anemia cenderung

rentan terkena infeksi.1,9


Hal ini yang membuat penulis merasa perlu dilakukan tinjauan pustaka mengenai

topik terkait, sehingga dapat meningkatkan kesadaran penulis maupun pembaca terkait

anemia yang terjadi pada neonates.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada tinjauan pustaka ini adalah bagaimana definisi, epidemiologi,

etiologi, klasifikasi, faktor risiko, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, komplikasi hingga

prognosis anemia pada neonatus.

C. Tujuan Penulisan

Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, faktor risiko, patofisiologi,

diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis anemia pada neonatus.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dalam hal mengkaji

anemia pada neonatus sehingga bisa memperkaya ilmu pengetahuan penulis, pembaca, dan

tenaga kesehatan.

2. Manfaat Praktis

a. Kepada penulis dan pembaca agar menjadi sumber bacaan dan panduan guna

memberikan informasi tentang anemia pada neonatus.

b. Kepada penulis atau peneliti lain agar menjadi tinjauan pustaka guna penelitian atau

penulisan yang lebih lanjut terkait anemia pada neonatus.

Anda mungkin juga menyukai