Makalah Perbandingan HTN Indonesia Dan Jerman
Makalah Perbandingan HTN Indonesia Dan Jerman
DISUSUN OLEH:
YOGYAKARTA
2023
A. Pengertian
1
Beni Ahmad Saebani, perbandingan hukum tata negara, 2016, hlm 10
2
Ibid.
B. Perbedaan Bentuk Negara indonesia dan Jerman
Negara Indonesia
Bentuk Negara Indonesia merupakan negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan
republik. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
bagian I tentang Bentuk dan Kedaulatan. Dalam Pasal tersebut disebutkan, "Negara Indonesia
adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik." Oleh karena itu, jelaslah bahwa bentuk
Negara Indonesia adalah negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik.
Dalam pembentukan suatu negara, sistem pemerintahan, bentuk negara, dan bentuk
pemerintahan merupakan aspek penting. Bentuk negara Indonesia adalah republik, seperti
yang tertera pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945 (UUD
1945) yang menyatakan, "Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik." Ketentuan mengenai bentuk negara Indonesia tidak dapat diubah karena
perubahan tersebut akan berdampak pada seluruh mekanisme pemerintahan dan mengubah
konstitusi. Hal ini diatur dalam Pasal 37 ayat (5) yang menyatakan, "Khusus mengenai
bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan."3
Negara Jerman
Nama Negara: Federal Republic of Germany (bahasa Inggris) atau Republik Federasi
Jerman, Bundesrepublik Deutschland (bahasa Jerman).
Bentuk Negara: Republik Federasi, dengan Sistem Pemerintahan Demokrasi
Parlementer dengan Dasar negara Demokrasi yang tertulis dalam Konstitusi (Grundgesetz)
tahun 1949.
Lambang Negara: Burung Elang (Adler)
Lagu Kebangsaan: Deutschlandslied (ciptaan: Josef Haydn)
Bendera: Terdiri dari tiga strip dengan urutan warna dari atas: hitam, merah dan
kuning emas (perbandingan ukuran 5:3).
Setelah penyatuan bekas Republik Federal Jerman (Jerman Barat) dengan bekas
Republik Demokrasi Jerman (Jerman Timur) pada tanggal 3 Oktober 1990, Republik
Federasi Jerman terdiri dari 16 Negara Bagian (Bundesländer). Setiap Negara Bagian tersebut
memiliki otonomi penuh kecuali di bidang kebijakan politik luar negeri, pertahanan dan
keuangan yang berada di tangan Pemerintah Pusat (Bundesregierung).
Enam belas Negara Bagian Jerman (Bundesländer) adalah: Baden-Wüttenberg
(Ibukota Stuttgart), Bavaria (Ibukota Munich), Berlin, Brandenburg (Ibukota Potsdam),
Bremen, Hamburg, Hessen (ibukota Wiesbaden), Lower Saxony (Ibukota Hannover),
Meckleburg-Vorpommern (Ibukota Schwerin), North Rhine Westfalia (Ibukota Düsseldorf),
Rheinland-Palatinate (Ibukota Mainz), Saarland (Ibukota Saarbrücken), Saxony (Ibukota
3
https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Makna%20NKRI%20-%20DWI/Bentuk-Negara-dan-
Pemerintahan-NKRI.html
Dresden), Saxony-Anhalt (Ibukota Magdeburg), Schleswig-Holstein (Ibukota Kiel),
Thuringia (Ibukota Erfurt).4
4
https://kemlu.go.id/berlin/id/read/jerman/1294/etc-menu#:~:text=Nama%20Negara%3A%20Republik
%20Federasi%20Jerman,Konstitusi%20(Grundgesetz)%20tahun%201949.
5
Sukadi, Imam. "Sistem pemerintahan Indonesia dan implikasinya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara." Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune 4.1 (2021). Hal 123.
memiliki pengaruh politik sangat terbatas. Lembaga legislatif yang ada di Jerman adalah
Parlemen Federal yang disebut dengan Bundestag. Bundestag memiliki wewenang dalam
pembuatan undang-undang dan melakukan amandemen terhadap rancangan yang diajukan
oleh pemerintah. Selain itu, Bundestag juga berwenang dalam memilih kanselir federal yang
akan menjalankan pemerintah federal selama masa legislasinya. Kanselir mempunyai
wewenang dalam menetapkan garis besar kebijakan politik yang bersifat mengikat. Kanselir
juga berwenang mengangkat para menteri federal dan wakil kanselir yang dipilih di antara
para menteri.6 Selain Bundestag terdapat juga Bundesrat. Dalam Bundesrat ini anggota-
anggotanya merupakan perwakilan pemerintahan dari setiap negara-negara bagian.
Berdasarkan konstitusi yang sah sejak reunifikasi, pemilihan umum di Jerman berlangsung
setiap empat tahun sekali. Dalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum, masyarakat
Jerman mempunyai hak dalam memilih partai-partai yang saling bersaing untuk memperoleh
kursi mayoritas di Bundestag. Partai pemenang yang memperoleh suara paling banyak berhak
untuk menempatkan kandidat utama yang sudah diusung menjadi Kanselir.7
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem Presidensial. Dalam sistem ini
presiden menjabat sebagai kepala negara sekaligus menjadi kepala pemerintahan. sistem ini
menurut Montesqieu terdapat konsep pemisahan kekuasaan. Konsep ini bertujuan agar
terjadinya mekanisme checks and balances. Mekanisme checks and balances dalam suatu
demokrasi merupakan suatu hal yang sangat diperlukan. Hal tersebut dilakukan agar tidak
terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh seseorang ataupun sebuah lembaga, dan juga untuk
menghindari terpusatnya kekuasaan pada seseorang ataupun sebuah lembaga, karena dengan
mekanisme ini, antara kekuasaan satu dengan yang lain akan saling mengontrol, mengawasi,
bahkan bisa saling mengisi.8 Cabang kekuasaan tersebut dibagi menjadi tiga yaitu legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Kekuasaan Legislatif (DPR dan DPD) yaitu kekuasaan yang
berwenang untuk membuat undang-undang. Kekuasaan Eksekutif (Presiden) merupakan
kekuasaan yang berwenang untuk melaksanakan undang-undang. Dan Kekuasaan Yudikatif
atau Kekuasaan Kehakiman yaitu kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-
undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyatnya. Badan Yudikatif ini yang
6
https://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/files/2020-11/tatsachen_2018_ind-compressed.pdf
7
Pradana, Hafid Adim, and Ruli Inayah Ramadhoan. "Potensi Peningkatan Euroskeptisisme Di Negara Inti Uni
Eropa." Jurnal Politik Profetik 7.2 (2019). Hal 218.
8
Yani, Ahmad. "Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek Konstitusi Undang-Undang
Dasar 1945." Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 12.2 (2018). Hal 125-127.
berwenang memutus perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-
undang yang telah dijalankan.9
Di Indonesia pembagian kekuasaan ternyata tidak murni terbagi menjadi tiga kekuasaan.
Ada pembagian kekuasaan lainnya yang disebut dengan kekuasaan eksaminatif. Kekuasaan
eksaminatif yaitu kekuasaan terhadap pemeriksaan keuangan negara. Kekuasaan eksaminatif
di Indonesia berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 setelah amandemen
adalah BPK. Selain dari pembagian kekuasaan yang kurang sesuai dengan konsep trias
politica yang digagas oleh Montesqiue, terdapat kelemahan dari sistem presidensial dalam
pemerintahan Indonesia. Hal ini terlihat dari peran presiden yang semakin melemah,
sementara peran DPR yang semakin kuat dalam pemerintahan.10
E. Konstitusi Indonesia dan Jerman
Konstitusi di Indonesia sempat mengalami beberapa perubahan, yaitu pertama, pada
periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 (Penetapan Undang-Undang Dasar 1945),
pada saat Negara Republik Indonesia baru diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945,
negara ini belum memiliki undang-undang dasar. kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945
Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia. Kedua, periode 17 Desember 1949 – 17 Agustus 1950. Setelah agresi militer II
yang dilakukan oleh Belanda yang mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan
negara Republik Indonesia Serikat. Sehingga UUD 1945 diganti menjadi Konstitusi RIS yang
disahkan lewat Keputusan Presiden pada 13 Januari 1950 dan diundangkan pada
6 Februari 1950. Ketiga, periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959. Periode federal dari
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949 hanya perubahan sementara, yang
akhirnya mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dikarenakan perlu
adanya suatu undang-undang dasar yang baru maka dibentuklah panitia yang menyusun suatu
rancangan undang-undang dasar yang disahkan oleh badan komite nasional, Dewan
Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan
undang-undang dasar baru itu diberlakukan pada tanggal 17 Agustus 1950. Keempat, periode
5 Juli 1959 – sekarang. Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diberlakukan kembali Undang-
Undang Dasar 1945. UUD 1945 mengalami amandemen yang terjadi selama empat kali.
Perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda Sidang MPR
pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002.11
9
Octovina, Ribkha Annisa. "Sistem Presidensial di Indonesia." CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan 4.2 (2018).
Hal 249-250.
10
Ibid.
11
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11776
Sama seperti Indonesia, konstitusi Jerman juga mengalami beberapa kali perubahan.
Perang Austro-Prusia tahun 1866 menyebabkan pembubaran Konfederasi Jerman dan
membentuk Konfederasi Jerman Utara pada tahun 1867 di bawah Otto von Bismarck serta
konstitusi baru. Kemudian, Kekaisaran Jerman didirikan dan berlangsung dari tahun 1871,
melalui Perang Dunia Pertama, hingga Revolusi Jerman tahun 1918, yang mendeklarasikan
Jerman sebagai Republik. Setelah revolusi 1918, Konstitusi Kekaisaran Jerman digantikan
dengan Konstitusi Weimar yang dirancang oleh pengacara dan politisi liberal Hugo Preuss.
Kondisi yang buruk dari Perjanjian Versailles, dan kondisi pemerintahan yang tidak stabil
mengakibatkan melemahnya Konstitusi Weimar. Dikarenakan ketidakpuasan terhadap
pemerintahan Weimar, Partai Nazi mulai berkuasa pada tahun 1930-an. Dibawah
pemerintahan Nazi, Jerman menyebabkan Perang Dunia II, yang berakhir dengan penyerahan
tanpa syarat Jerman pada 8 Mei 1945. Pada saat itu negara Jerman terbagi menjadi dua,
Republik Federal Jerman di barat dan Republik Demokratik Jerman (RDJ) di timur.
Konstitusi RDJ pertama, disahkan pada tahun 1949, berusaha untuk menjadi Konstitusi
seluruh Jerman dan memuat banyak bagian yang sama dengan Konstitusi Weimar 1919.
Konstitusi 1949, yang saat ini mengatur Jerman merupakan versi dari Konstitusi
1949 Jerman Barat yang sudah sedikit diubah. Pada tahun 1948, presiden dan para menteri
negara bagian Jerman Barat membentuk Dewan Parlemen untuk menyusun konstitusi,
dengan peringatan bahwa setiap dokumen yang dihasilkan bersifat sementara. Kemudian
Konstitusi tersebut disahkan menjadi undang-undang pada 24 Mei 1949 yang melahirkan
Republik Federal Jerman. Kemudian Pada tanggal 3 Oktober 1990, Jerman secara resmi
bersatu kembali dan lima negara bagian timur bergabung dengan Republik Federal Jerman.12
Konstitusi negara Indonesia dan Jerman memiliki sebuah persamaan dalam hal
konstitusi yaitu dengan membentuk suatu lembaga badan peradilan konstitusi itu sendiri. Di
Indonesia peradilan konstitusinya biasa disebut dengan Mahkamah Konsitusi, sedangkan di
negara Jerman lembaga konstitusinya disebut dengan German Federal Constitutional Court
(GFCC). Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara yang didirikan secara konstitusi
dan bersifat independent yang memiliki tujuan utamanya yaitu untuk mempertahankan dan
menjaga konstitusi dari sebuah negara yang menjadi dasar hukum tertingginya. Keberadaan
lembaga Mahkamah Konstitusi itu sendiri di pelopori dari Hans Kelsen melalui gagasannya
12
https://constitutionnet.org/country/germany
pada saat penyusunan Konstitusi Austria pada tahun 1920.13 Mahkamah Konstitusi
merupakan wujud dari cabang kekuasaan yudikatif yang menjunjung tinggi nilai-nilai
konstitusi. Fungsi dari Mahkamah Konstitusi itu sendiri yaitu sebagai pengawal konstitusi,
penafsir konstitusi dan sebagai pelindung hak-hak fundamental bagi warga masyarakatnya.
Di Indonesia sendiri kehadiran dari lembaga Mahkamah Konstitusi itu sebagai check
and balances dalam konstitusi. Mahkamah Konstitusi yang dianggap sebagai lembaga
pengawas dan penjaga konstitusi diharapkan dapat menjadi pengawal serta pengarah semua
lembaga negara tanpa terkecuali agar dapat menjalankan konstitusionalisme negara Indonesia
dengan semestinya. Konsep dari check and balaces itu sendiri merujuk pada doktrin
pemisahan kekuasaan yang sudah dikenal sebelum UUD 1945 dirumuskan.14 Jimly
Asshiddiqie menyatakan bahwa negara Indonesia secara tidak langsung dengan merujuk pada
UUD 1945 maka Indonesia menganut pemisahan kekuasaan dengan mendasarkan pada
prinsip checks and balances, dengan pengecualian pemisahan kekuasaan yang demikian tidak
diartikan sebagai konsep dari trias politica yang di cetuskan oleh Montesquieu.
Keberadaan dari Mahkamah Konstitusi ini hampir ada di setiap negara, sebagai
contoh kita ambil Mahkamah Konstitusi negara Jerman yaitu Bundesverfassungsgericht atau
13
Tanto Lailam, Peran Mahkamah Konstitusi Federal Jerman Dalam Perlindungan Hak Fundamental Warga
Negara Berdasarkan Kewengangan Pengaduan Konstitusional, Jurnal HAM, Vol. 13, No. 1, April 2022, hlm. 2.
14
Jimly Asshiddiqie, “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II”, (Jakarta; Setjen dan Kepaniteraan
MKRI,2006), hlm. 14-26.
15
Ibid.
yang biasanya di sebut dengan BVerfG. BVerfG yaitu lembaga negara yang mempunyai
fungsi untuk memastikan Konstitusi Republik Federal Jerman (Grundgesetz/Basic Law) agar
dipatuhi oleh negara dan warga negaranya. BVerfG ini merupakan lembaga yudikatif di
tingkat federal, BVerfG ini mempunyai tanggung jawab atas penilaiannya secara yudisial
terhadap undang-undang dan menyelesaikan permasalahan mengenai perselisihan antara
kewenangan lembaga negara yang ada, termasuk melakukan penilaian terhadap tindakan-
tindakan lembaga negara beserta putusan pengadilan dalam pengaduan konstitusionalnya.
Adapun model pengujian konstitusi yang di pakai oleh negara Jerman yaitu
pengaduan konstitusi atau yang biasa disebut dengan Constitutional Complants. Pengaduan
konstitusi itu sendiri dapat dilakukan melalui dua cara yaitu pengujian terhadap norma
abstrak dan pengujian norma konkret. Pengujian terhadap norma abstrak sebagaimana yang
kita ketahui bahwa yang menjadi kewenangan pengujian terhadap konstitusi yang dimiliki
16
Jimly, Asshiddiqie, “Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara”, (Jakarta; Setjen dan
Kepaniteraan MKRII,2006), hlm. 16-21.
oleh Mahkamah Konstitusi yaitu melakukan pengujian terhadap norma konkret. Sedangkan
norma konkret di Jerman pada dasarnya yaitu mekanisme penyerahan dari peradilan umum
jika hakim peradilan umum tidak yakin akan kekonstitusionalitasan suatu undang-undang
tertentu yang menjadi dasar hukum dari permasalahan tersebut.
17
Hamid Chalid dan Arief Ainul Yaqin, “Menggagas Pelembagaan Constitutional Question Melalui Perluasan
Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Menguji Undang-Undang”, Jurnal Konstitusi, Vol.16, No. 2, Juni 2019,
hlm. 377-378.
I. Perbandingan Proses Judicial Review Federal Constitutional Court Jerman
dengan Mahmakah Konstitusi Indonesia
1. Dari segi mekanisme pengajuan judicial review, Federal Constitutional Court Jerman
dan Mahkamah Konstitusi Indonesia memiliki persamaan yaitu sama-sama menerima
permohonan judicial review dari masyarakat ataupun dari lembaga negara mengenai
statute federal atau peraturan undang-undang yang dianggap merugikan hak
konstitutional masyarakat. Akan tetapi di dalam Federal Constitutional Court,
permohonan judicial review tidak langsung di terima, tetapi akan dibahas terlebih
dahulu oleh tiga hakim panel sebelum diputuskan apakah masalah tersebut dapat
diajukan ke Federal Constitutional Court sebagai judicial review.
2. Federal Constitutional Court yang dijadikan sebagai the guardian of grundgesetz
memiliki keistimewaan yaitu mahkamah konstitusinya dapat mengawasi jalannya
legislasi statuta federal atau negara bagian agar tidak menyimpang dari grundgesetz.
Keistimewaan ini sebagai bentuk dari awal Langkah yang preventif dalam
pelaksanaan konstitusi Jerman. Hal ini tentunya berbeda dengan Mahkamah
Konstitusi Indonesia yang hanya dapat mengadili apabila undang-undang telah
disahkan dan diberlakukan oleh Presiden dan DPR.
3. Jika dilihat dari segi peninjauan maka Federal Constitutional Court Jerman tidak
hanya meninjau dari segi kesesuaian statute federal melainkan juga dengan historis
dan teologis. Sedangkan judicial review Mahkamah Konstitusi hanya meninjau dari
aspek yuridis saja dengan melihat kesesuaiannya antara pembentukan dan materi
undang-undang terhadap UUD 1945.
4. Putusan dari Mahkamah Konstitusi dan Federal Constitutional Court dalam hal
konstitusional bersifat final dan mengikat bagi seluruh institusi negara, dan sama-
sama mengadili di tingkat pertama dan terakhir sehingga tidak ada hierarki di dalam
sistem peradilan Federal Constitutional Court maupun di Mahmakah Konstitusi
Indonesia.
5. Di dalam sistem Federal Constitutional Court Jerman hanya memutus pada sengketa
konstitusionalnya saja, sedangkan Mahkamah Konstitusi Indonesia juga mempunyai
kewenangan untuk memutus sengketa antara lembaga negara dan sengketa pemilihan
umum ataupun pemilihan presiden.
6. Di dalam kewenangan judicial review Federal Constitutional Court mencakup juga
mengenai peninjauan statute negara bagian, hal ini berbeda dengan Mahkamah
Konstitusi Indonesia yang hanya terbatas pada peninjauan undang-undang terhadap
UUD 1945, dan peraturan-peraturan dibawah undang-undang tidak termasuk.18
DAFTAR PUSTAKA
18
Muhammad Zaky, “Perbandingan Judicial Review Mahkamah Konstitusi Indonesia Dengan Germany Federal
Constitutional Court Dan Implikasinya Secara Global”, Jurnal Transnasional, Vol. 11, No. 1, Juni 2016, hlm. 32-
33.
https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Makna%20NKRI%20-%20DWI/
Bentuk-Negara-dan-Pemerintahan-NKRI.html
https://kemlu.go.id/berlin/id/read/jerman/1294/etc-menu#:~:text=Nama%20Negara%3A
%20Republik%20Federasi%20Jerman,Konstitusi%20(Grundgesetz)%20tahun%201949.
https://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/files/2020-11/tatsachen_2018_ind-
compressed.pdf
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11776
https://constitutionnet.org/country/germany
Pradana, Hafid Adim, and Ruli Inayah Ramadhoan. "Potensi Peningkatan Euroskeptisisme Di
Negara Inti Uni Eropa." Jurnal Politik Profetik 7.2 (2019). Hal 218.
Yani, Ahmad. "Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek Konstitusi
Undang-Undang Dasar 1945." Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 12.2 (2018). Hal 125-127.
Octovina, Ribkha Annisa. "Sistem Presidensial di Indonesia." CosmoGov: Jurnal Ilmu
Pemerintahan 4.2 (2018). Hal 249-250.
Tanto Lailam, Peran Mahkamah Konstitusi Federal Jerman Dalam Perlindungan Hak
Fundamental Warga Negara Berdasarkan Kewengangan Pengaduan Konstitusional, Jurnal
HAM, Vol. 13, No. 1, April 2022, hlm. 2.
Hamid Chalid dan Arief Ainul Yaqin, “Menggagas Pelembagaan Constitutional Question
Melalui Perluasan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Menguji Undang-Undang”,
Jurnal Konstitusi, Vol.16, No. 2, Juni 2019, hlm. 377-378.
Muhammad Zaky, “Perbandingan Judicial Review Mahkamah Konstitusi Indonesia Dengan
Germany Federal Constitutional Court Dan Implikasinya Secara Global”, Jurnal
Transnasional, Vol. 11, No. 1, Juni 2016, hlm. 32-33.
Beni Ahmad Saebani, perbandingan hukum tata negara, 2016, hlm 10.
Jimly, Asshiddiqie, “Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara”, (Jakarta;
Setjen dan Kepaniteraan MKRII,2006), hlm. 16-21.