Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH MALARIA SELAMA KEHAMILAN Ir.

INDRA CHAHAYA S, Msi Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN

Sampai saat ini malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dinegara-negara seluruh dunia, baik didaerah tropis maupun sub tropis, terutama dinegara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit malaria disebabkan oleh parasit protozoa dari Genus plasmodium. Empat spesies yang ditemukan pada manusia adalah Plasmodium Vivax, P. ovale, P. malariae dan P. Falciparum. Badan kesehatan seduania (WHO) melaporkan tiga juta anak manusia meninggal setiap tahun karena menderita malaria. Dan tiap tahun terdapat 110 juta penderita malaria, 280 juta orang sebagai Carrier dan 2/5 penduduk dunia selalu kompak dengan malaria (1,3,31). Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin, tidak terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan. Malaria pada kehamilan dapat disebabkan oleh keempat spesies plasmodium, tetapi plasmodium Falciparum merupakan parasit yang dominan dan mempunyai dampak paling berat terhadap morbiditas dam mortalitas ibu dan janinnya (2,4,5). Di daerah endemi malaria wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit malaria dibandingkan wanita tidak hamil. Kemudahan infeksi itu terjadi karena kekebalan yang menurun selama kehamilan, akibatnya dapat terjadi peningkatan Prevalensi densitas parasit malaria berat (10). Laporan dari berbagai negara menunjukan insidens malaria pada wanita hamil umumnya cukup tinggi, dari El vador 55,75% yaitu 63 kasus dari 113 wanita hamil; dari berbagai tempat bervariasi antara 2-76% (6,13). Berdasarkan hal-hal diatas terlihat bahwa malaria selama kehamilan perlu mendapat perhatian khusus. Selanjutnya pada tinjauan pustaka ini akan dibahas pengaruh malaria terhadap ibu dan janinnya serta kontrol terhadap malaria selama kehamilan. II. PENGARUH MALARIA SELAMA KEHAMILAN

A. PADA IBU Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan, tergantung pada tingkat kekebalan seseotrang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas (jumlah kehamilan). Ibu hamil dari daerah endemi yang tidak mempunyai kekebalan dapat menderita malaria klinis berat sampai menyebabkan kematian (4). Di daerah endemisitas tinggi, malaria berat dan kematian ibu hamil jarang dilaporkan (15). Gejala klinis malaria dan densitas para sitemia dipengaruhi paritas, sehingga akan lebuh berat pada primigravida (kehamilan pertama) daripada multigravida (kehamilan selanjutnya) 2. Pada ibu hamil dengan malaria, gejala klinis yang penting diperhatikan ialah demam, anemia, hipoglikemia, edema paru, akut dan, malaria berat lainnya.

2003 Digitized by USU digital library

1. Demam Demam merupakan gejala akut malaria yang lebih sering dilaporkan pada ibu hamil dengan kekebalan rendah atau tanpa kekebalan, terutama pada Primigravida. Pada ibu hamil yang multigravida dari daerah endemisitas tinggi jarang timbul gejala malaria termasuk demam, meskipun terdapat parasitemia yang tinggi (8,26). 2. Anemia Menurut defenisi WHO, anemia pada kehamilan adalah bila kadar haemoglobin (Hb) < 11 g/ dl. Gregor (1984) mendapatkan data bahwa penurunan kadar Hb dalam darah hubungannya dengan parasitemia, terbesar terjadi pada primigravida dan berkurang sesuai dengan penyusunan peningkatan paritas (2). Van Dongen (1983) melaporkan bahwa di Zambia, primigravida dengan infeksi P. falciparum merupakan kelompokyang beresiko tinggi menderita anemia dibandingkan dengan multigravida (23). Di Nigeria Fleming (1984) melaporkan bahwa malaria sebagai penyebab anemia ditemukan pada 40% penderita anemia primigravida (24). Anemia pada malaria terjadi karena lisis sel darah merah yang mengandung parasit. Hubungan antara anemia dan splenomegali dilaporkan oleh Brabin (1990) yang melakukan penelitian pada wanita hamil di Papua Neu Geuinea, dan menyatakan bahwa makin besar ukuran limpa makin rendah nilai Hb-nya (28). Pada penelitian yang sama Brabin melaporkan hubungan BBLR (berat badan lahir rendah) dan anemia berat pada primigravida. Ternyata anemia yang terjadi pada trimester I kehamilan, sangat menentukan apakah wanita tersebut akan melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau tidak karena kecepatan pertumbuhan maksimal janin terjadi sebelum minggu ke 20 usia kehamilan (28). Laporan WHO menyatakan bahwa anemia berpengaruh terhadap morbiditas ibu hamil, dan secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian ibu dengan meningkatnya angka kematian kasus yang disebabkan oleh pendarahan setelah persalinan (Post-partum hemorrhage) 15. 3. Hipoglikemia Hipoglikemia juga terdapat sebagai komplikasi malaria, sering ditemukan pada wanita hamil daripada tidak hamil. Pada wanita hamil terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang cenderung menyebebkan terjadinya Hipoglikemia, terutama pada trimester akhir kehamilan (3,21,22). Dilaporkan juga bahwa sel darah merah yang terinfeksi parasit malaria memerlukan glukosa 75 kali lebih banyak daripada sel darah merah yang tidak terinfeksi, sehingga pada penderita dengan hiperparasitemia dapat terjadi hipoglikemia. Selain daripada itu, pada wanita hamil dapat terjadi hipoglikemia karena meningkatnya fungsi sel B pankreas, sehingga pembentukan insulin bertambah (15). Seorang menderita hipoglikemia bila kadar glukosa dalam darah lebih rendah dari 2, 2 m.mol perliter. Mekanisme terjadinya hipoglikemia sangat kompleks dan belum diketahui secara pasti. Berdasarkan faktor tersebut diatas jelaslah bahwa wanita hamil yang terinfeksi malaria cenderung untuk menderita hipoglikemia. Migasena (1983) melaporkan bahwa wanita hamil diantara 6 kasus menderita hipoglikemia dan White (1983) mendapatkan 50% kasus hipoglikemia yang diteliti ternyata wanita hamil (14,27). Gejala hipoglikemia dapat berupa gangguan kesadaran sampai koma. Bila sebelumnya penderita sudah dalam keadaan koma karena malaria serebral, maka komanya akan lebih dalam lagi. Penderita ini bila diinjeksikan glukosa atau diinfus dengan dekstrosa maka kesadarannya akan pulih kembali, tetapi karena ada hiperinsulinemia, keadaan hipoglikemia dapat kambuh dalam beberapa hari (7).

2003 Digitized by USU digital library

4. Edema paru akut Biasanya kelainan ini terjadi setelah persalinan bagaimana cara terjadinya edema paru ini masih belum jelas kemungkinan terjadi karena autotransfusi darah post-partum yang penuh dengan sel darah merah yang terinfeksi. Gejalanya, mulamula frekuensi pernafasan meningkat, kemudian terjadi dispenia (sesak nafas) dan penderita dapat meninggal dalam waktu beberapa jam (3,21,22). 5. Malaria Berat Lainnya Menurut WHO, penderita malaria berat adalah penderita yang darah tepinya mengandung stadium aseksual palsmodium falciparum yang disertai gejala klinik berat dengan catatan kemungkinan penyakit lain telah disingkirkan3. Gejala klinik dan tanda malaria berat antara lain hiperparasitemia (> 5% sdm terinfeksi), malaria otak, anemia berat (Hb < 7,1 g/ dl), hiperpereksia (suhu > 40 oC), edema paru, gaagl ginjal, hipoglikemia, syok (3,21,22). Gejala dan tanda-tanda malaria tersebut diatas perlu diperhatikan, karena kasus ini memerlukan penanganan khusus baik untuk keselamatan ibu maupun untuk kelangsungan hidup janinnya. B. PADA JANIN Malaria Plasenta. Plasenta (ari-ari) merupakan organ penghubung antara ibu dan janinnya. Fungsi plasenta antara lain : 1. memberi makanan kejanin (nutrisi) 2. mengeluarkan sisa metabolisme (ekskresi) 3. memberi O2 dan mengeluarkan CO2 4. membentuk hormon dan 5. mengeluarkan anti bodi kejanin (25). Plasenta juga berfungsi sebagai Barrier (penghalang) terhadap bakteri, parasit dan virus. Karena itu ibu terinfeksi parasit malaria, maka parasit akan mengikuti peredaran darah sehingga akan ditemukan pada plasenta bagian maternal (7,29,30). Bila terjadi kerusakan pada plasenta, barulah parasit malaria dapat menembus plasenta dan masuk kesirkulasi darah janin, sehingga terjadi malaria kongenital. Beberapa penelitii menduga hal ini terjadi karena adanya kerusakan mekanik, kerusakan patologi oleh parasit, fragilitas dan permeabilitas plasenta yang meningkat akibat demam akut dan akibat infeksi kronis @ 5. Kekebalan ibu berperan menghambat transmisi parasit kejanin. Oleh sebab itu pada ibu-ibu yang tidak kebal atau dengan kekebalan rendah terjadi transmisi malaria intra-uretrin ke janin, walaupun mekanisme transplasental dari parasit ini masih belum diketahui 20. Abortus, kematian janin, bayi lahir mati dan prematuritas dilaporkan terjadi pada malaria berat dan apa yang menyebabkan terjadinya kelainan tersebut diatas masih belum diketahui 32. Malaria maternal dapat menyebabkan kematian janin, karena terganggunya tarnsfer makanan secara transplasental, demam yang tinggi (hiper-pireksia) atau hipoksia karena anemial5. Kemungkinan lain adalah Tumor Necrosis Factor (TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag bila di aktivasi oleh antigen, merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan berbagai Kelainan pada malaria, antara lain demam, kematian janin, abortus32. Umumnya infeksi pada plasenta lebih berat daripada darah tepil9. Kortmann (1972) melaporkan bahwa plasenta dapat mengandung banyak eritrosit yang terinfeksi (sampai 65%), meskipun pada darah tepi tidak ditemukan parasit. Jadi tidak ada hubungan antara kepdatan parasit dalam darah tepi dan plasenta pada plasenta yang baik perkembangan kekebalannya. Sebaliknya pada wanita yang tidak

2003 Digitized by USU digital library

kebal dari daerah non endemi, sering terdapat parasit ilmiah tinggi tanpa infeksi parasit yang berat pada plasenta. Jefile di Kampala Uganda, melaporkan dari 750 wanita hamil yang diperiksa, 5,6% di antaranya menanggung parasit malaria dalam darah tepinya, tetapi pada pemeriksaan plasenta infeksinya mencapai 6,1%. Hal ini mungkin terjadi karena plasenta merupakan tempat parasit berkembang biak, seperti pada kapiler alat dalam lainnya12. Pada semua daerah, malaria maternal dapat dihubungkan dengan berkurangnya berat badan lahir, terutama pada kelahiran anak pertama15. Hal ini mungkin akibat gangguan pertumbuhan intra-uretrin, persalinan prematur atau keduanya. Selama epidemi telah dilaporkan kelahiran prematur yang tinggi, mungkin hal ini berhubungan dengan gejala infeksi akut. Pertumbuhan lambat intra-uretrin pada malaria maternal berhubungan dengan malaria plasenta dan hal ini disebabkan oleh berkurangnya transfer makanan dan oksigen dari ibu ke janin15. Tetapi hal ini biukan suatu mekanisme yang menghambat pertumbuhan intra uretrin, karena berat badan lahir rendah (BBLR) dilaporkan pada daerah dengan pervalensi malaria plasenta rendah. Laporan terakhir menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara BBLR dengan malaria plasenta. Hal ini berarti bahwa patofisiologi pertumbuhan lambat intra-uretrin pada malaria adalah multifactor. Sebagai contoh, anemia maternal berhubungan dengan BBLR baik di daerah endemi maupun pada daerah non-endemi. Insidens malaria plasenta dipengaruhi oleh paritas ibu yaitu lebih tinggi daripada primipara (persalinan pertama) dan makin rendah sesuai dengan peningkatan paritas ibu. Demikain pula berat badan lahir dipengaruhi oleh paritas ibu, ini dapat diterangkan bahwa pada multi gravida kekeblan pada ibu telah dibentuk dan meningkat. III. KONTROL MALARIA SELAMA KEHAMILAN 1. Kemoprofilaksis Strategi kontrol malaria saat ini untuk kehamilan masih merupakan pemberian kemoprofilaksis anti malaria yang rutin yaitu klorokuin pada setiap wanita hamil dalam daerah endemi malaria. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kemoprofilaksis dapat mengurangi anemia pada ibu dan menambah berat badan lahir terutama pada kelahiran pertama. Resiko malaria dan konsekwensi bahayanya tidak meningkat selama kehamilan kedua pada wanita yang menerima kemoprofilaksis selama kehamilan pertama14. Pada daerah endemisitas tinggi untuh P. falciparun infeksi malaria selama kehamilan menyebabkan rendahnya berat bayi lahir merupakan faktor resiko yang paling besar untuk mortalitas neonatal17. Kemoprofilaksis yang diberikan selama kehamilan dapat meningkatkan berat kelahiran rata-rata, terutama pada kehamilan pertama dn menurunkan tingkat mortalitas bayi kira-kira 20%11. Rata-rata bayi yang dilahirkan pada kehamilan pertama bagi ibu yang menerima kemoprofilaksis lebih tinggi daripada berat bayi yang ibunya tidak menerima kemoprofilaksis. Kelahiran mati dan setelah mati lahir lebih kurang pada bayi dan ibu-ibu yang menerima kemoprofilaksis dibandingkan denghan bayi dari ibu-ibu yang tidak mendapat kemoprofilaksis11. 2. Kemoterapi Kemoterpi tergantung pada diagnosis dini dan pengobatan klinis segera. Kecuali pada wanita yang tidak kebal, efektifitas kemoterpi pada wanita hamil tampak kurang rapi karena pada wanita imun infeksi dapat berlangsung tanpa gejala. Pada wanita dengan kekebalan rendah, walaupun dilakukan diagnosis dini

2003 Digitized by USU digital library

dan pengobatan segera ternyata belum dapat mencegah perkembanagan anemia pada ibu dan juga berkurangnya berat badan lahir bayi15. 3. Mengurangi Kontak dengan Vektor Mengurangi kontak dengan vektor seperti insektisida, pemakaian kelabu yang dicelup dengan insektisida mengurangi prevalensi parasitemia, khususnya densitas tinggi, insidens klinis dan mortalitas malaria. Pada wanita hamil di Thailand dilaporkan bahwa pemakaian kelambu efektif dalam mengurangi anemia maternal dan parasitemia densitas tinggi, tetapi tidak efektif dalam meningkatkan berat badan lahir rendah15. 4. Vaksinasi Target vaksin malaria antara lain mengidentifikasi antigen protektif pada ketiga permukaan stadium parasit malaria yang terdiri dari sporozoit, merozoit, dan gametosit31. Kemungkinan penggunaan vaksin yang efektif selama kehamilan baru muncul dan perlu pertimbangan yang kompleks. Tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan vaksin untuk mencegah malaria selama kehamilan, yaitu : a. Tingkat imunitas sebelum kehamilan b. Tahap siklus hidup parasit c. Waktu pemberian vaksin15. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang aman dan efektif untuk penanggulangan malaria7.

IV.

KESIMPULAN

1. Malaria adalah penyakit parasit yang resikonya lebih tinggi pada ibu hamil dibandingkan dengan mereka yang tidak hamil, terutama selama kehamilan pertama yang dapat menyebabkan infeksi plasenta, abortus, meninggal dalam kandungan, anemia dan berat badan lahir rendah. 2. Pengaruh utama malaria selama kehamilan adalah terutama pada ibu dan janinnya. - Pada ibu dengan infeksi plasmodium falciparum dapat terjadi komplikasi berat seperti demam, anemia, hipoglikemia, malaria otak, edema paru mrupakan yang utama mempengaruhi wanita-wanita dengan kekebalan rendah. - Pada malaria plasenta dapat menyebabkan kematian janin, abortus, hiperpireksia, prematuritas dan berat badan lebih rendah. 3. Kontrol malaria selama kehamilan dapat dilakukan secara kemoprofilaksis, kemoterapi, mengurangi kontak dengan vektor dan vaksinasi. KEPUSTAKAAN 1. 2. 3. 4. WHO.Weekly Epidemiological Record. 1991. Mc. Gregor I. A. Epidemiology, Malaria and Pregnancy. Am. J. Trop. Med. Hyg. (1984). 33 (4) 517-525. WHO. The Clinical Management of Acute Malaria. WHO Regional Publication, South East Asia Series No. 9. 3rd Asia, New Delhi. Mc. Gregor I. A ; Wilson M.E and Billewicz W.Z. Malaria infection of The Placenta in the Gambia. West-Africa its incidence and relationship to still birth,

2003 Digitized by USU digital library

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

birth weight and placental weight. Trans. R. soc. Trop. Med. Hyg. 1983 (77) 232-244. Bray R. S and Anderson M. J. Falciparum Malaria in Pregnancy. Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg. 1979 (73) 4. 427-431. Brabin B. J. An Analysis of Malaria in Pregnancy in africa Bulletin WHO. 1983 61(6) : 1005-1016. Tjitra E. Malaria pada kehamilan. Cermin Dunia kedokteran. 1991. (68) : 4852. Departemen kesehatan republik indonesia. Malaria. Epidemiologi I. 1991. Direktorat Jendral PPM & PLP. Brabin B. J ; Brabin L. R ; sapau J. & Alpers W.P. A Longitudinal study of splenomegali in pregnancy in malaria endemic area in Papua New Guinea. 1998. Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg. (82) 677-683. Mc. Gregor J. D and Avery J. G. Malaria Transmission and Fetal Growth. 1974. British Med. Journal (3) 433-436. Greenwood A. M ; J. R. M Amstrong ; P. Byass ; R. W Snow and B. M Greenwood. Malaria Chemoprophylaxis, birth weight and child survival. Trans. R. soc. Trop. Med. Hyg. 1992 (86) : 483-485. Sutanto. I. Malaria Pada Kehamilan. Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Campell C. C ; J. M Martinez and W. E Collins. Seroepidemiological Studies of Malaria in Pregnant Women and New Borns from Coastal El Salvador. Am. J. Trop. Med. Hyg. 1980. 29 (2) : 151-157. Migasena S. Hypoglicemia in falciparum malaria. Ann. Trop. Med. Parasitol. 1983. (77) 323-324. Menendez C. Malaria During Pregnancy : A Priority Area of Malaria Research and Control. Parasitology Today. 1995. May. Vol. 11 No. 5 (119) 178-183. Greenwood A. M ; C. Menendez ; P. L Alonso ; S. Jaffar ; P. Langerock ; S. Lulat ; J. Todd ; B. M Boge ; N. Francis and B. M greenwood. Can Malaria Chemoprophylaxis be Restricted to First pregnancies. 1994. Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg. (88) : 681-682. Schultz L. J ; R. W Steketee ; L. Chitsulo ; J. J Wirima. Antimalarials During Pregnancy : A cost Effectiveness Analysis. Bulletin WHO (1995) 73 (2) : 207214. Cardoso M. A ; M. U Ferreria ; L. M Camargo and S. C Szarfac Anemia, Iron Deficiency and malaria in A rural Community in Brazilian Amazon. Europe J. Clinical Nutrition (1994) May ; 48 (5) 326-332. Mc. Gregor I. A. Tropical Aspects of the Epidemiology of Malaria. Israel J. Med. Sci. 1978 (14) 523-533. Tjitra E. Manifestasi Klinis dan Pengobatan Malaria. P3M. BPPK Depkes RI, jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 94. 1994. WHO. Division of Control of Tropical deseases. Severe and Complicated Malaria. Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg. 1990 ; 84 (2) : 1-65. Gilles H. M. Management of Severe and Complicated Malaria. A practical Handbook. 1991. WHO. Geneva. Van Dongen P. W. J. and Vant hof MA. Sickle cell trait, malaria and anemia in pregnant Zambian Women. Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg. 1983. (77) : 402404. Fleming A. F ; Harriso K. A : Briggs N. D. Anemia in Young Primigravidae in the Guinea Savanna of Nigeria : Sickle cell trait gives partial protection againts Malaria. Ann. Trop. Med. Parasitol. 1984. (78) 395-404. Theresia. Beberapa aspek Malaria pada plasenta. Makalah Seminar Biomedik. Tidak publikasi.

2003 Digitized by USU digital library

26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.

Gilles H. M ; Lawson J. B ; Sibelas M ; Voller A and Allan N. Malaria, Anemia and Pregnancy. Ann. Trop. Med. Parasit. 1969. (63) : 245-263. White N. J ; Warrel D. A and Chantavanich. Severe hypoglicemia and Hyperinsulinemia in facsiparum malaria. N. Engl. J. Med. 1983 (309) : 61-66. Brabin B. J ; Ginny M ; Sapau J ; galme K and Paino J. Consequences of maternal anemia on outcome of pregnancy in malaria endemic area in Papua New Guinea. Ann. Trop. Med. Parasitol. 1990 (84) : 11-12. Thomas V. and Chan W. C. A Case of Congenital malaria in Malaysia with IgM malaria antibodies. Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg. 1980 (74) : 73-76. Hanifa W. Plasenta dan Likuor Amnii. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1986. Jakarta. Pribadi W. dan S. Sungkar. Malaria. Balai Penerbit. Fakultas Kedoketran UI. Jakarta. Calrk I. A and G. Chaudri. Tumor Necrosis Factor in Malaria-Induced Abortion. Am. J. Trop. Med. Hyg. 1988. 39 (3) : 246-249. -

2003 Digitized by USU digital library

Anda mungkin juga menyukai