Anda di halaman 1dari 8

KRITIK SENI

A. Kritik Seni
Kritik seni sebagai ilmu pengetahuan terdiri   atas kumpulan teori sebagai hasil
pengkajian yang teliti oleh pakar estetika dan pakar teori seni. Pada dasarnya
pengetahuan ini dikembangkan dari kenyataan di lapangan. Teori kritik seni
mencangkup segala sesuatu yang berhubungan dengan persyaratan dan metodologi
yang deperlukan dalam kegiatan mengapresiasi dan menilai karya seni. Pada prinsipnya
ada dua pendekatan yang dilakukan untuk membangun teori kritik seni.
1)  Berakar pada pendekatan filsafat metafisis yang melahirkan tipe kritik yang bersifat
dogmatis.
2) Pendekatan empiric modern yang mengpergunakan data objektif sebagai bassis
penilaian karya seni.
(Osborne, 1995)
Eksistensi kritik seni masih menjadi ajang perdebatan
(Dewey, 1980; Stolnizt, 1971)
Bahwa kritik seharusnya merupakan aktivitas evaluasi, karya seni adalah objek
pengamatan estetik, kritik tidak perlu sampai pada penyimpulan nilai,
penghakiman karena dengan deskripsi dan pembahasan yang lengkap sudah
mencukupi bagi penangkapan makna estetis
(Aschner,dkk. dalam Bangun, 2001:3)
Kritik sebagai kajian rinci dan apresiatif dengan analisis yang logis dan untuk
menafsirkan karya seni. Aktivitas evaluasi kritik seni harus sampai pada
pernyataan nilai baik dan buruk bahkan sampai penentuan kedudukan karya seni
dalam konteks karya yang sejenis.
(Kuspit, 1994)
Aktivitas kritik merupakan seni tersendiri, artinya seorang kritikus adalah
individu kreatif yang mengungkap makna seni.
Kesimpulan yang dapat diambil dari pendapat para pakar adalah bahwa kritik
seni adalah aktivitas pengkajian yang serius terhadap karya seni.
Tujuan kritik seni adalah evaluasi seni, apresiasi seni, dan pengembangan seni ke
taraf yang lebih kreatif dan inovatif. Bagi masyarakat kritik seni berfungsi untuk
memperluas wawasan seni. Bagi seniman kritik tampil sebagai ‘cambuk’
kreativitas. Suatu ketika kritik seni berperan memperkenalkan karakteristik seni
baru. Kebangkitan seni modern, misalnya, sukar dipisahkan dari aktivitas kritik.

Dalam kritik seni sesungguhnya tedapat tiga asumsi terpenting, yakni:


1)      Kritik sebagai aktivitas apresiasi seni
2)      Kritik   sebagai aktivitas penghakiman
3)      Kritik sebagai aktivitas seni tersendiri
Dalam eksistensi kritik seni seperti yang diuraikan di atas, tampak peran kritik
sangat vital menentukan perkembangan seni ditengah masyarakat, baik untuk seni tari,
seni music, seni sastra, seni teater dan film, maupun untuk seni rupa.
 
 1. Alat Kritik Seni
Tingkat kepakaran seorang kritikus menurut keahlian dan persyaratan tersendiri,
sehingga bobot penilaian yang dilakukannya cukup meyakinkan bagi para pembaca.
Bekal atau perlengkapan yang harus dimiliki kritikus seni sehingga penilaiannya
berbeda dengan orang kebanyakan, sebagai berikut:
1) Seorang kritikus harus mempunyai cita rasa seni yang terbuka, artinya mempunyai
kapasitas mengahargai kreativitas artistic yang sangat beragam. Mengapresiasikan
dengan baik karaya seni yang eksis di berbagai tpat dan zaman.
2)  Seorang kritikus memerlukan studi formal di lembaga tinggi kesenian, khususnya
tentang sejarah kesenian dan sejarah kebudayaan.
3)  Seorang kritikus harus berpengalaman mengamati dan menghayati seni secara
orisinal, baik di studio, gedung pertunjukan, sanggar, maupun di museum.
Pengalaman otentik ini diperlukan, sebab sukar dan mustahil mendapat pengalaman
otentik dari slide, buku atau reproduksi karya seni belaka.
4) Seorang kritikus harus mampu secara imajinatif merekapitulasi faktor teknik karya
seni, sehingga mengetahui bagaimana proses pembuatan karya yang menjadi objek
kritiknya.
5) Seorang kritikus perlu mengetahui benar peristilahan seni, style seni, fungsi seni,
opini penting para seniman dan pakar estetika secara periodic, disamping memahami
konteks sosial dan kebudayaan yang melatar belakangi kreasi seorang seniman.
6)  Seorang kritikus harus paham betul pebedaan antara niat artistic dengan hasil atau
penyampaian artistic, sehingga dia mampu meluhat senjangan antar keduanya. Niat,
amanat, pernyataan, atau nilai yang ingin dekspresikan seniman tidak selalu persis
terungkap dalam hasil kreasi seninya.
7) Seorang kritikus harus mampu melawan bias atau simpati terhadap karya seniman
tersebut yang dikenalnya secara pribadi. Sebaliknya, mampu pula secara ojektif dan
penuh kearifan mengakuo keunggulan seorang seniman, meskipun seniman tersebut
berbeda pendapat. Dengan kata lain perbedaan pendapat tidak mempengaruhi
penilaian objektif seorang kritikus.
8)  Seorang kritikus harus harus memiliki kesadaran kritis. Hal ini berkaitan dengan
karya seni yang berbeda itu. Sikap netral dan demokratis adalah basis kearifan
penilaina seni.
9) Seorang kritikus seni profesional harus memiliki temperamen judisial, dalam
praktiknya ini berarti kemampuan menilai seni dengan cara yang tidak tergesa-gesa.
Aktivitas menilai seni memerlukan bukti dan kesaksian akurat. Diperlukan waktu
untuk mencerap berbagai kesan, asosiasi, sensasi, yang diberikan karya seni. Hal ini
diperlukan agar kritikus dapat secara hati-hati dan cermat menganalisis dan
manafsirkan nilai kerya seni dengan bujaksana dan cerdas.
 
 2. Tipe Kritik Seni
Pada hakikatnya tipe kritik seni adalah suatu landasan kerja, prodedur, atau
metode penilaina karya seni dilihat dari sudut pandang tertentu. Penggolongan tipe
kritik seni ada kalanya didasarkan pada kriteria yang dipakai, di saat yang lain
bedasaekan doktrin seni, dan adakalanya dari siapa yang menulisnya.
Pada dasarnya kritik seni memiliki banyak persamaan antara satu dengan yang
lainnya. Misalnya, tipe kritik formalism, intrinsic, dan isolasionisme sebenarnya
mempunyai maksud dan tujuan yang sama, meski istilahnyaberbeda. Demikian pula
dengan kritik impresinistik dan mekanistik. Akan tetapi, bisa dipahami betapa besar
usaha yang telah dilakukan untuk menemukan metode penilaian yang lebih tepat, lebih
rasional, dan lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Pada kesempatan ini, tidak semua tipe kritik tersebut dibahas, tetapi akan dikemukakan
tipe kritik versi Feldman yang meliputi:
a. Kritik Jurnalistik
Tipe kritik ini ditulis untuk para pembaca surat kabar dan majalah. Tujuannya
memberikan informasi tentang berbagai peristiwa dalam dunia kesenian. Isi dari kritik
Jurnalistik berupa ulasan ringkasan dan jelas mengenai suatu pameran, pementasan,
konser, atau jenis pertunjukan seni lain di tengah mesyarakat. Karakteristik utama
kritik Jurnalistik adalah aspek pemberitahuan.
Kewajiban seorang kritikus jurnalistik adalah memuaskan rasa ingin tahu para
pembaca yang beragam, di samping untuk menyampaikan fenomena keindahanyang
menggugah rasa keindahan. Pada umumnya kritikus menghindari penulisan yang
panjang, agar tidak menyita kolom pemberitaan secaraberlebihan. Majalah Time dan
Tempo di Indonesia merupakan contoh media yang menerapkan tipe kritik jurnalistik
dalam rubric kesenian mereka.
Karena seringnya kritik tipe ini ditulis dan waktu penulisan yang terbatas, maka
informasi yang disampaikan memiliki resiko tidak akurat. Penarikan kesimpulan yang
cepat dan analisis yang dangkal menyebabkan kritikus cenderung menyimpulkan
interpretasi seninya, tanpa analisis dan pembuktian yang valid. Bagi seseorang yang
cermat mengamati tipe  kritik jurnalistik, akan menyadari pengetahuan atau
pemahaman kritikus hanya berisi sekumpulan opini tentang reputasi seni kontemporer
yang sedang berkembang.
b. Kritik Pedagogik
Kritik seni pedagogic diterapkan dalam kegiatan proses belajar mengajar di
lembaga pendidikan kesenian. Jenis kritik ini dikembangkan oleh para dosen dan guru
kesenian, tujuannya terutama mengembangkan bakat dan potensi artistic-estetik
peserta didik, agar memiliki kemampuan mengenali bakat dan potensinya.
Para pendidik seharusnya memahami standar nilai dunia seni professional dan
mampu berperan sebagai seorang kritikus, meskipun standar dunia seni profesional
tersebut tidak digunakan sebagai kriteria untuk menilai karya peserta didiknya. Satu hal
yang sulit bagi seorang pendidik seni ialah keterlibatan kapasitas kritisnya dalam proses
pengajaran. Dia harus sadar bahwa kegiatan menganalisis dan menafsirkan karya
mahasiswa-siswi adalah untuk kemajuan dan kepentingan peserta didik itu sendiri.
Kritikus pedagogik membimbing bagaimana proses menganalisis dan menafsirkan nilai
seni dan memahami karakter seni yang dibuatnya.
Sejak karya seni memiliki implikasi sosial (seni dibuat untuk orang lain, untuk
dimiliki, dipakai, atau dikagumi, maupun untuk dinikmati sendiri) maka para pendidik
seni wajib merespon secara kritis peserta didiknya, mulai dari proses pembuatan karya
seni sampai menyelesaikannya. Pada system pendidikan tradisional, penentuan
selesainya sebuah karya ditentukan oleh dosen atau guru seni. Namun dalam system
pendidikan modern penentuan selesainya sebuah karya seni merupakan hasil kerja
sama antara dosen dengan mahasiswanya atau persetujuan antara guru seni dan
muridnya.
 
c. Kritik Ilmiah
Kritik ilmiah atau kritik akademi adalah istilah yang digunakan di Indonesia
sebagai alih bahasa dari scholary criticism sebagaimana  disebutkan oleh Feldman.
Kritik ilmiah biasanya melakukan pengkajian  nilai seni secara luas, mendalam, dan
sistematis, baik dalam menganalisis maupun dalam  melakukan kaji banding
kesejarahan critical judgment.
Penilaian kritik ilmiah sesungguhnya tidak bersifat mutlak, sama seperti
pengetahuan lmiah lainnya, jenis kritik ini bersifat terbuka dan siap dikoreksi oleh siapa
saja, demi penyempurnaan dan mencari nilai karya seni yang sebenarnya. Kritik seni
ilmiah sama sekali tidak bermaksud mengilmiahkan seni, jenis kritik ini hanya
meminjam sarana ilmiah untuk melakukan penilaian seni yang lebih akurat. Misalnya,
menggunakan prosedur penelitian untuk mengumpulkan data yang lengkap, sebagai
bukti konkret untuk melakukan penilaian yang logis, sehingga kesimpulan kritik yang
dihasilkan dapat mengungkap makna seni berdasarkan bukti-bukti yang dikemukakan.
 
d. Kritik Popular
Pada dasarnya implikasi kritik seni popular ditulis oleh sebagian besar penulis
yang tidak menuntut keahlian kritis. Masyarakat akan terus membuat penilaian kritis,
tanpa mempertimbangkan apakah penilaian yang mereka lakukan tepat atau tidak. Cita
rasa seni yang bernilai adalah kesetiaan pada fakta realisme yang pembahasannya
berhubungan dengan gaya akurasi objektif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa seorang kritikus yang tidak mengenal
metodologi penulisan kritik dengan sendirinya menjadi penganut teori mimetik. Mereka
memandang objek seni dari objek rupanya. Hal ini berarti kritikus membentuk
penilaiannya dengan mempertautkan pengalaman sendiri dengan karya seni yang
diamatinya. Jadi criteria penilaian bergantung pada apa yang pernah dilihat, dialami,
didengar atau dibaca, lalu dikaitkan dengan berbagai cara pada objek seni yang
dikritiknya. Kelemahan cara seperti ini adalah berbaurnya persepsi masa lampau
dengan persepsi masa kini. Proses kerja demikian  menunjukkan bahwa kritikus tidak
meneliti pengalamannya secara sistematis, artinya kritikus tidak sungguh-sungguh
mengamati karya seni yang menjadi objek kritiknya.
Jenis kritik ini berkembang diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Tipe kritik popular
adalah suatu gejala umum dan kebanyakan dihasilkan oleh para kritikus yang tidak ahli,
terutama dilihat dari aspek profesionalisme kritisme seni.
 
 
3.  Penyajian Kritik Seni
Penyajian kritik seni memiliki bentuk dan cara yang sistematis. Kritikus yang baik
secara sadar memahami bentuk, proses, bahkan sistem yang digunakannya untuk
mencapai kesimpulan kritiknya. Menurut Feldman (1967:469) dalam teori kritik seni
dikenal empat tahap meliputi; deskripsi, analisis, interpretasi, dan evaluasi.
 
 
a. Deskripsi
Deskripsi adalah suatu proses pengumpulan data karya seni yang tersaji
langsung kepada pengamat. Dalam mendeskripsikan karya seni, kritikus dituntut
menyajikan keterangan secara objektif yang bersumber pada fakta yang terdapat dalam
karya seni. Kritikus sastra akan menguraikan karya sastra dan menguraikan proses
pembuatan karya tersebut.
Dalam karya seni rupa, kritikus akan mengarahkan perhatiannya pada prinsip
konfirmasi seperti warna, arah, bentuk, penggunaan baris, tekstur, volume, dan ruang.
b. Analisis
Pada tahap analisis, tugas kritikus adalah menguraikan kualitas elemen seni.
Dalam karya seni rupa, kualitas tersebut terdapat pada garis, bentuk, warna,
pencahayaan, penataan figur, lokasi, ruang, dan volume. Jika seorang kritikus musik
memberikan penilaian terhadap seorang penyanyi, maka disamping ia menafsirkan
nilai penampilan sang artis, dia juga menganalisis segi tekniknya, misalnya vokal,
jangkauan suara, akting, kefasihan, dan kualitas bunyi yang diciptakan.
Ide seorang kritikus sangat penting dalam menganalisis karya seni. Hasil karya seni,
selanjutnya akan menjadi fakta objektif bagi kritikus untuk menafsirkan makna seni.
Hal ini penting dalam upaya menilai seni secara kritis. Pada dasarnya tahap analisis
adalah mengkaji kualitas unsur pendukung subject matter yang telah dihimpun dalam
data deskripsi.
 
c. Interpretasi
Interpretasi dalam kritik seni adalah proses mengemukakan arti atau makna
karya seni dari hasil deskripsi dan analisis yang cermat. Kegiatan ini tidak bermaksud
menemukan nilai verbal yang setara dengan pengalaman yang diberikan karya seni.
Juga bukan dimaksudkan sebagai proses penilaian.
Aktifitas interpretasi merupakan sebuah tantangan dan tentu saja merupakan
bagian penting. Namun, dalam kegiatan ini kritikus tidak berada dalam posisi menilai,
tetapi memutuskan apa makna seni, tema karya, masalah artistik, masalah intelektual
karya seni, dan akhirnya menyimpulkan karya seni sebagai satu kesatuan yang utuh.
Dalam menafsirkan karya seni, kritikus bertolak dari data deskripsi dan analisis
(yang telah dilakukan sebelumnya) untuk menghasilkan sebuah hipotesis tentang karya
seni yang bersangkutan. Perlu asumsi yang melandasi dalam menginterpretasikan karya
seni. Diasumsikan bahwa seni mempunyai kejelasan atau implikasi isi ideologis (bukan
dalam arti politis). Diasumsikan pula bahwa objek seni adalah hasil karya manusia yang
tidak bisa lepas dari aspek sistem nilai penciptanya. Karya seni tidak dapat dipisahkan
dari wahana ide senimannya.
Seorang kritikus tidak tertarik secara khusus pada persoalan apakah ide dalam karya
seni sesuai dengan pandangan senimannya (tidak ingin menerobos privacy seorang
seniman) karena pandangan seorang seniman belum pasti terjelma dalam produk
seninya.
d. Evaluasi
Evaluasi karya seni dengan metode kritis berarti menetapkan rangking sebuah
karya dalam hubungannya dengan karya lain yang sejenis, untuk menentukan kadar
artistik dan faedah estetiknya. Dalam aktifitas ini dikenal model evaluasi dengan studi
komparatif historis.
Pada bagian ini kritikus perlu mengenali dengan seksama sebanyak mungkin
gaya artistik, aliran seni, pengaruh komunikasi dalam pertukaran artistik modern,
perluasan lahan kreatifitas, serta keunikan karya seni (orisinilitas) dalam sejarah
kesenian. Sehingga ia mampu melakukan kaji banding kesejahteraan dengan tepat,
untuk mencari serangkaian makna dan kekuatan ekspresi karya seni yang menjadi
objek kritik.
Penilaian orisinilitas adalah instrumen penilaian kritis yang menjelaskan ide
karya, yakni dengan mengidentifikasikan masalah artistik yang akan dipecahkan, apa
fungsi seni, ada tidaknya inovasi ekspresi artistik, dan akseleransi teknik artistiknya.
Penilaian teknik seni adalah mengukur kelogisan penggunaan materi dan instrumen
seni dengan korelasinya dengan bentuk dan fungsi seni. Dalam konteks karya yang anti
teknik, anti estetis, anti seni, dan karya-karya vulgar lainnya penilaian ditekankan pada
aspek intelektualnya, yakni bobot ide yang menyertai karya seni tersebut. Sebab tanpa
isi pikiran, sebuah karya tergolong tidak bermanfaat, karena tidak relevan dengan
kehidupan dan kemanusiaan kita.

Anda mungkin juga menyukai