Anda di halaman 1dari 11

PRAKTIKUM 2

PENGARUH PENGGUNAAN PELARUT CAMPUR TERHADAP


KELARUTAN ZAT

2.1 Kompetensi Dasar


a. Mampu menganalisa permasalahan kelarutan zat dalam sediaan farmasi dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya
b. Mampu menganalisa cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kelarutan zat dalam formulasi sediaan farmasi (kosolvensi)
2.2 Indikator Capaian
a. Mampu menyebutkan permasalahan dalam kelarutan zat dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya
b. Mampu melakukan peningkatan kelarutan dengan metode kosolvensi

2.3 Tujuan Praktikum


Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan untuk :
a. Memahami pengertian pelarut campur dan fungsinya dalam sediaan farmasi.
b. Memahami pengaruh konsentrasi penambahan pelarut campur terhadap
kelarutan zat aktif yang digunakan dalam sediaan farmasi.
2.4 Uraian Teori
Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif
didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam mili liter pelarut yang
dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam
500 mL air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas
dan persen(Genaro, 1990).
Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan "cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan
dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya, tidak
dimasukkan kedalam golongan produk lainnya". Kelarutan suatu bahan dalam
suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat
dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu
melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya, larutan ini
disebut larutan jenuh.Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut
berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh
atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna
pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang
seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak
larut.
Tabel 1: Istilah-istilah Kelarutan (Farmakope Indonesia ED III)
NO Istilah Kelarutan Jumlah Bagian Pelarut Di
Perlukan Untuk Melarutkan 1gr
zat
1 Sangat Mudah Larut Kurang dari 1
2 Mudah Larut 1-10
3 Larut 10-30
4 Agak Sukar Larut 30 – 100
5 Sukar Larut 100 – 1.000
6 Sangat Sukar Larut 1.000 – 10.000
7 Praktis Tidak Larut Lebih dari 10.000
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah ;
1. pH
2. Temperatur
3. Jenis Pelarut
4. Bentuk dan Ukuran Partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis
dan lain-lain. (Delvina, 2011).
Larutan adalah campuran yang homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih
yaitu pelarut (solven) dan zat terlarut (solute). Larutan bermacam-macam
diantaranya (Sukarjo, 1997):
a. Larutan jenuh yaitu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut).
b. Larutan tidak jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah solute yang
kurang dari larutan jenuh.
c. Larutan lewat jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi lebih banyak dari pada yang seharusnya ada pula yang
temperatur tertentu.
Dalam besaran kuantitatif kelarutan didefinisikan sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif
didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
dispersi molekuler homogen. Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah
larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi
yang dibutuhkan untuk penjenuhan yang sempuma pada temperatur
tertentu.Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam
keadaan setimbang dengan fase padat. Sedangkan larutan lewat jenuh adalah
suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari
yang tidak larut, keadaan lewat jenuh mungkin terjadi apabila inti kecil zat
terlarut yang dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan lebih mudah larut
daripada kristal besar, sehingga menyebabkan sulitnya inti terbentuk dan tumbuh
dengan akibat kegagalan kristalisasi. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada
sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, selain itu dipengaruhi pula oleh
faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil
bergantung pada terbaginya zat terlarut (Martin, 1993). Dalam satuan kimia,
konsentrasi larutan dinyatakan dalam : (Rosenberg, 1992).
1. Konsentrasi molar yaitu jumlah mol zat terlarut yang terkandung didalam
1L larutan.
2. Normalitas adalah jumlah gram-ekivalen zat terlarut terkandung didalam
1L larutan.
3. Molalitas, banyaknya mol zat terlarut /kg pelarut yang terkandung dalam
suatu larutan.
4. Fraksi nol adalah suatu komponen dalam larutan, didefinisikan sebagai
banyaknya mol (n) komponen ini sendiri dibagi dengan jumlah mol
keseluruhan komponen dalam larutan itu.
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan
jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang
berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam
cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas,
pembentukan kristal campuran) (Voight, 1994).
Suatu zat dapat larut dalam pelarut tertentu, tetapi jumlahnya selalu terbatas.
Batas itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah jumlah zat terlarut yang dapat larut
dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu sampai membentuk larutan jenuh
(Yazid, 2005). Kelarutan bergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain,
terutama ion-ion dalam campuran itu (Hardjaji, 1993).
Metode untuk membantu ini tergantung pada sifat kimia dari obat tersebut dan
tipe produk obat dibawah pertimbangan. Sebagai contoh, jika zat obat adalah
asam atau basa, kelarutan dapat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam
pH. Tetapi, untuk banyak zat penyesuaian pH bukan merupakan suatu cara
efektif dalam memperbaiki kelarutan. Obat asam lemah atau basa lemah mungkin
membutuhkan pH yang ekstrem yang diterima diluar batas-batas fisiologis atau
mungkin menyebabkan masalah-masalah kestabilan dengan bahan-bahan
formulasi. Penyesuaian pH biasanya mempunyai efek kecil terhadap kelarutan
none lektrolit. Dalam banyak hal, dikehend aki untuk menggunakan konsolven
atau teknik-teknik lain seperti kompleksasi, mikronisasi, atau dispersi padatan
untuk memperbaiki kelarutan dalam air. Kelarutan obat biasanya ditentukan
dengan metode kelarutan kesetimbangan, dengan mana kelebihan obat
ditempatkan dalam suatu pelarut dan diaduk pada suatu temperatur konstan
selama periode waktu yang diperpanjang sampai kesetimbangan diperoleh
(Ansel. 1989).
Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah
yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat pengompleks dalam
berbagai konsentrasi dan botol dikocok dalam bak pada temperatur konstan
sampai tercapai kesetimbangan. Cairan supernatan dalam porsi yang cukup
diambil dan dianalisis (Martin, 1993).
2.5 Pelaksanaan Praktikum
2.5.1 Alat dan Bahan
Aquades, gliserin / propilen glikol, asam salisilat, larutan FeCl3, labu
volume 100 mL, labu volume 50 mL, pipet volume 10 mL, , corong, kertas
saring dan peralatan gelas lainnya..
2.5.2 Prosedur Kerja
Penentuan Kadar Asam Salisilat Dalam Pelarut Campur
1. Buat campuran pelarut sesuai yang tertera pada tabel berikut :

Gliserin /
Aquadest Jumlah yang dipipet
No propilenglikol Jumlah (ml)
(ml) dari filtrat (ml)
(ml)
1 50 - 50 10

2 47,5 2,5 50 10

3 45 5 50 10

4 42,5 7,5 50 10

5 40 10 50 10
2. Timbang asam salisilat sejumlah 50 mg, kemudian larutkan dalam 10 ml
larutan surfaktan, setelah itu masukkan ke dalam labu volume 100ml.
3. Tambahkan aquades hingga tanda batas, lalu kocok selama 15 menit.
4. Saring larutan tersebut (larutan induk).
5. Pipet 10 mL larutan induk, masukkan ke dalam labu volume 50 mL,
kemudian tambahkan aquades hingga tanda batas (larutan sampel).
6. Ukur kadar asam salisilat dengan metode Titrasi asam basa
7. Diskusikan hasil yang diperoleh dari percobaan ini.
2.5.3 Hasil Pengamatan dan Perhitungan
a. Data Titrasi

Gliserin / Jumlah yang


Aquadest Volume titrasi /V
No propilenglikol dipipet dari
(ml) yang terpakai (mL)
(ml) filtrat (ml)
1 50 - 10

2 47,5 2,5 10

3 45 5 10

4 42,5 7,5 10

5 40 10 10

b. Perhitungan Konsentrasi Parasetamol yang Terlarut dari Hasil Titrasi


dengan Pelarut Campur
Parasetamol : C8H9NO2
Keterangan
V1=Volume hasil titrasi pada masing masing larutan
N. NaOH = 0,1 N
Be Parasetamo = Mr/valensi =151/9 = 16,78
Berat Sampel = 50 gram
1. Pelarut Campur Aquades 50
V yang terpakai (V2) = ml
Vcampuran (V1) = 50 ml
Konsentrasi pembakuan NaOH (N2) = 0,1N
Mr asam salisilat = 138,12 g/mol
Ditanyakan : N1?
V1.N1= V2.N2
50 ml . N1= ml . 0,1 N
N1=N1= 0,001 N
Lalu, N dikonversikan ke mg/mL
N = 0,001 Gram
= 0,001 X 138,12Gram
=Gram = 0,000138 gram/ml
= 0,13 mg/ml
2.5.4 Pembahasan

2.6 Soal Latihan


2. Apakah yang dimaksud dengan kosolven?
Jawab : Kosolven adalah pelarut yang ditambahkan dalam suatu sistem untuk
membantu melarutkan atau meningkatkan stabilitas dari suatu zat, cara ini
disebut kosolvensi. Cara ini cukup potensial dan sederhana dibanding
beberapa cara lain yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan
stabilitas suatu bahan. Penggunaan kosolven dapat mempengaruhi polaritas
sistem, yang dapat ditunjukkan dengan pengubahan tetapan dielektrikanya
( Swarbrick and Boylan, 1990 ).
2. Jelaskan karakteristik pelarut polar!
Jawab : Pelarut polar memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya
dari pelarut nonpolar. Berikut ini adalah beberapa karakteristik utama pelarut
polar :
1) Polaritas Molekuler: Pelarut polar memiliki molekul yang memiliki
muatan parsial atau polaritas. Ini terjadi karena adanya perbedaan
elektronegativitas antara atom-atom penyusun molekul pelarut, sehingga
menyebabkan terbentuknya momen dipol. (Jolly, W. L. , 1991)
2) Kemampuan Melarutkan Senyawa Polar dan Ionik: Karakteristik polaritas
membuat pelarut polar memiliki kemampuan yang baik dalam melarutkan
senyawa-senyawa polar dan ionik. Hal ini terjadi karena pelarut polar
dapat membentuk interaksi elektrostatis dengan senyawa yang memiliki
muatan parsial atau muatan penuh. (Atkins, P., & de Paula, J, 2009).
3) Kelarutan Senyawa Polar dan Ionik: Pelarut polar cenderung memiliki
kelarutan yang tinggi terhadap senyawa polar dan ionik. Ini disebabkan
oleh interaksi elektrostatis yang kuat antara pelarut polar dengan
senyawa-senyawa yang larut. (Smith, L. A., & Dent, G. (2005).
4) Interaksi dengan Senyawa Polar dalam Larutan: Ketika senyawa polar
atau ionik larut dalam pelarut polar, molekul-molekul senyawa tersebut
akan dihancurkan dan dikelilingi oleh molekul-molekul pelarut. Hal ini
menyebabkan pembentukan larutan yang polar atau meningkatkan
polaritas larutan. (Levy, G. C. , 2006)
3. Apa yang dimaksud dengan Like dissolve like?
Jawab : Prinsip kelarutan like dissolve like, yaitu pelarut polar akan
melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa
non polar (Kiswandono, 2011).
4. Bagaimanakah suatu pelarut campur dapat meningkatkan jumlah zat terlarut
dalam suatu pelarut?
Jawab : Suatu pelarut campuran dapat meningkatkan jumlah zat terlarut dalam
pelarut melalui beberapa mekanisme, yang tergantung pada sifat pelarut dan
zat terlarut yang terlibat. Berikut adalah penjelasan lebih rinci :
1) Interaksi Pelarut-Zat Terlarut: Dalam pelarut campuran, interaksi antara
pelarut dan zat terlarut dapat berbeda atau lebih kuat daripada dalam
pelarut tunggal. Interaksi ini dapat melibatkan gaya tarik antarmolekul,
ikatan hidrogen, atau interaksi polaritas. Jika interaksi antarmolekul antara
pelarut campuran dan zat terlarut lebih kuat, jumlah zat terlarut yang dapat
larut dalam pelarut akan meningkat. (Levine, I. N. 2008).
2) Penurunan Tegangan Permukaan: Dalam pelarut campuran, penambahan
pelarut tambahan dapat mengurangi tegangan permukaan pelarut. Hal ini
dapat memfasilitasi pelarutan zat terlarut yang memiliki gaya tarik
permukaan yang kuat. Penurunan tegangan permukaan memungkinkan zat
terlarut untuk lebih mudah melarut dan meningkatkan jumlah yang dapat
terlarut dalam pelarut. (Adamson, et. All 1997).
3) Perubahan Kelarutan pada Rentang Suhu: Pelarut campuran dapat memiliki
rentang suhu pelarutan yang lebih lebar daripada pelarut tunggal.
Perubahan suhu dapat mengubah kelarutan zat terlarut dalam pelarut. Jika
pelarut campuran memiliki titik didih atau titik leleh yang lebih rendah
daripada pelarut tunggal, zat terlarut dapat larut dalam jumlah yang lebih
besar pada suhu yang lebih tinggi. (Atkins, P., & de Paula, J. (2009).
4) Pembentukan Larutan Eutektik: Dalam beberapa kasus, pelarut campuran
dapat membentuk larutan eutektik dengan zat terlarut. Larutan eutektik
memiliki titik lebur yang lebih rendah daripada pelarut tunggal.
Pembentukan larutan eutektik memungkinkan lebih banyak zat terlarut
untuk larut dalam pelarut campuran. (Chang, R. , 2010).
5. Hitunglah normalitas larutan NaOH jika diketahui pada prosedur pembakuan
menggunakan 100 mg asam oksalat dalam 50 ml aquadest membutuhkan 16
mL NaOH untuk mencapai titik akhir titrasi!
2.7 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan yaitu :
a. Pengaruh penambahan surfaktan
Pada hasil percobaan yaitu pengaruh penambahan surfaktan menunjukan
grafik yang tidak stabil dan nilai KMK (Konsentrasi Misel Kritik) pada
pengaruh surfaktan (tween 80) tidak diperoleh.
b. Pengaruh pH terhadap kelarutan Asam salisilat yaitu:
Semakin tinggi pH suatu zat maka semakin cepat pula kelarutan suatu zat.
c. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan Asam salisilat yaitu:
Pada penambahan pelarut dengan perbandingan tertentu, hal ini dapat
ditunjukan pada grafik yang tidak konstan/tetap. Hal ini tidak sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa besamya konstanta dieletrik dapat
mempengaruhi kelarutan. Dimana untuk pelarut polar memiliki konstanta
dialetrik yang tinggi sedangkan untuk pelarut non-polar memiliki konstanta
dieletrik yang rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Jolly, W. L. (1991). Modern Inorganic Chemistry. McGraw-Hill Education.


(ISBN: 978-0071126519)
Atkins, P., & de Paula, J. (2009). Physical Chemistry. Oxford University Press.
(ISBN: 978-0199543373)
Smith, L. A., & Dent, G. (2005). Modern Raman Spectroscopy: A Practical
Approach. John Wiley & Sons. (ISBN: 978-0471498576)
Levy, G. C. (2006). Physical Chemistry: Principles and Applications in Biological
Sciences. Benjamin-Cummings Publishing Company. (ISBN: 978-
0130959430)
Levine, I. N. (2008). Physical Chemistry (6th ed.). McGraw-Hill
Science/Engineering/Math. (ISBN: 978-0072538625)
Adamson, A. W., & Gast, A. P. (1997). Physical Chemistry of Surfaces (6th ed.).
Wiley-Interscience. (ISBN: 978-0471148723)
Chang, R. (2010). Physical Chemistry for the Biosciences. University Science
Books. (ISBN: 978-1891389337)
Kiswandono AA, 2011.Skrining Senyawa Kimia Dan Pengaruh Metode Maserasi
Dan Refluks Pada Biji Kelor (Moringa oleifera, Lamk) Terhadap Rendemen
Ekstrak Yang Dihasilkan. Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol.
1, No. 2, 126 – 134.

Anda mungkin juga menyukai