Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KELOMPOK AGENDA II “PENYIMPANGAN ASN”

TUGAS KELOMPOK
KELOMPOK 3 ANGKATAN XXI GOLONGAN II

Disusun oleh:
Salsabila Nur Fauziyah, A.Md.Kes
Aisyah, A.Md
Khalida Luthfiyasari, A.Md.Kl
Nugraha Iskandar, A.Md.Kl

ARTIKEL KESATU

23/08/2021, 18.01 WIB


Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2021/08/23/18010551/awal-mula-kasus-
korupsi-bansos-covid-19-yang-menjerat-juliari-hingga-divonis?page=all

Awal Mula Kasus Korupsi Bansos Covid-19 yang Menjerat Juliari hingga
Divonis 12 Tahun Penjara
Penulis : Wahyuni Sahara

Pada 6 Desember 2020, KPK menetapkan Mantan Menteri Sosial Juliari


Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan
pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.  Penetapan tersangka
Juliari saat itu merupakan tindak lanjut atas operasi tangkap tangan yang dilakukan
KPK pada Jumat, 5 Desember 2020. Usai ditetapkan sebagai tersangka, pada
malam harinya Juliari menyerahkan diri ke KPK. Selain Juliari, KPK juga
menetapkan Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian I M dan Harry Sidabuke
sebagai tersangka selalu pemberisuap.

Menurut KPK, kasus ini bermula dari adanya program pengadaan bansos


penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kemensos tahun 2020 dengan nilai
sekitar Rp 5,9 Triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode.
Juliari sebagai menteri sosial saat itu menunjuk Matheus dan Adi sebagai Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara
penunjukkan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee
dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada
Kemensos melalui Matheus. Untuk setiap paket bansos, fee yang disepakati oleh
Matheus dan Adi sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per
paket bansos. Pada Mei sampai November 2020, Matheus dan Adi membuat
kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang di antaranya
Ardian I M dan Harry Sidabuke dan juga PT RPI yang diduga milik Matheus. Baca
juga: Mensos Juliari Diduga Terima Suap Rp 17 Miliar untuk Keperluan Pribadi
Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari
dan disetujui oleh Adi. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama
diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh
Matheus kepada Juliari melalui Adi. Dari jumlah itu, diduga total suap yang diterima
oleh Juliari sebesar Rp 8,2 miliar. Uang tersebut selanjutnya dikelola Eko dan Shelvy
N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan
pribadi Juliari. Kemudian pada periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako,
terkumpul uang fee dari Oktober sampai Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar. 

Sehingga, total uang suap yang diterima oleh Juliari menurut KPK adalah
sebesar Rp 17 miliar. Seluruh uang tersebut diduga digunakan oleh Juliari untuk
keperluan pribadi. Atas perbuatannya itu, Juliari disangkakan melanggar Pasal 12
huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

ANALISIS

PENYIMPANGAN YANG DILAKUKAN


Berkaitan dengan prespektif Akuntabel dan Kompeten
1. ASN tidak integritas karena melanggar hukum dengan melakukan tindakan
pidana korupsi
2. Menyimpang dari aspek ASN BerAkhlak yaitu tidak akuntabel karena tidak
melaksanakan tugas dengan jujur, tidak bertanggung jawab, tidak disiplin dan
berintegritas tinggi
3. Menyalahgunakan Jabatannya dapat dilihat mengenai Kebijakan pemerintah
terkait dana Bansos Covid-19 disalahgunakan dalam bentuk tidak adanya
keterbukaan distribusi
4. Kurangnya koordinasi, buruknya regulasi penyaluran bantuan sosial dan
kurangnya pengawasan dari pemerintah
5. Menyimpang dari aspek ASN BerAkhlak yaitu tidak berkompeten karena tidak
melaksanakan tugas dengan kualitas baik.

PERSONAL BEHAVIOR
Perilaku individu (personal behaviour) yang diharapkan seharusnya sebagai berikut:
1. ASN bertindak sesuai dengan persyaratan legislatif, kebijakan Lembaga dan
kode etik yang berlaku untuk perilaku mereka
2. ASN tidak mengganggu, menindas, atau diskriminasi terhadap rekan atau
anggota masyarakat
3. Kebiasaan kerja ASN, perilaku dan tempat kerja pribadi dan professional
hubungan berkontribusi harmonis, lingkungan kerja yang aman dan produktif
4. ASN membuat keputusan adil, tidak memihak dan segera memberikan
pertimbangan untuk semua informasi yang tersedia, undang-undang dan
kebijakan dan prosedur institusi tersebut.
5. ASN memperlakukan anggota masyarakat dan kolega dengan hormat, penuh
kesopanan, kejujuran dan keadilan, dan memperhatikan tepat untuk
kepentingan mereka, hak-hak, keamanan dan kesejahteraan.
ARTIKEL KEDUA

17/05/2021, 06.27 WIB


Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2021/05/17/06273661/kejanggalan-tes-
wawasan-kebangsaan-pegawai-kpk-yang-jadi-sorotan?page=all

Kejanggalan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK yang Jadi Sorotan


Penulis : Tatang Guritno

Tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi


(KPK) masih menjadi polemik. Tes tersebut merupakan asesmen dalam proses alih
status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Berdasarkan Surat
Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri
7 Mei 2021, pegawai yang tak lolos TWK diminta menyerahkan tugas dan tanggung
jawabnya pada pimpinannya masing-masing. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali
Fikri memastikan pembebastugasan 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS)
dalam asesmen TWK tidak mengganggu kinerja KPK. Kendati demikian,
pembebastugasan itu dinilai tidak sejalan dengan makna alih status pegawai. Selain
itu, proses hingga materi pertanyaan dalam TWK juga menjadi sorotan karena
sejumlahkejanggalan.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Sigit Riyanto, meminta SK
pimpinan KPK dibatalkan. Sigit menilai, substansi dalam SK itu telah masuk pada
ranah pemberhentian pegawai yang tidak lolos TWK. "Ini tentu bertolak belakang
dengan pemaknaan alih status, melainkan sudah masuk pada ranah pemberhentian
oleh pimpinan KPK," kata Sigit, dalam keterangan tertulis yang diterima
Kompas.com, Minggu (16/5/2021). "Sebab, 75 pegawai KPK yang disebutkan TMS
(tidak memenuhi syarat) tidak dapat lagi bekerja seperti sedia kala," ucap dia. Sigit
menuturkan, secara garis besar terdapat dua isu penting dalam TWK pegawai KPK,
yakni pertentangan hukum dan permasalahan etika. Ia menjelaskan, TWK tidak
diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) maupun Peraturan Pemerintah
Nomor 41 Tahun 2020 sebagai syarat alih status kepegawaian KPK. Bahkan,
Mahkamah Konstitusi telah menegaskan dalam putusan uji materi UU KPK, bahwa
proses alih status kepegawaian tidak boleh merugikan hak-hak pegawai KPK.
Namun, menurut Sigit, putusan itu diabaikan oleh Pimpinan KPK dengan tetap
memasukkan konsep TWK dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor
1 Tahun 2021. "Tidak hanya itu, substansi TWK juga memunculkan kecurigaan
kami, khususnya dalam konteks pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada
pegawai KPK saat menjalani wawancara," kata Sigit. "Secara umum menurut
pandangan kami apa yang ditanyakan mengandung nuansa irasional dan tidak
relevan dengan isu pemberantasankorupsi,"ucapdia.

PENYIMPANGAN YANG DILAKUKAN


Berkaitan dengan prespektif Akuntabel dan Kompeten
1. Menyimpang dari aspek ASN BerAkhlak yaitu tidak akuntabel karena tidak
melaksanakan tugas dengan jujur, tidak bertanggung jawab, tidak disiplin dan
berintegritas tinggi
2. Tidak transparannya parameter kelulusan TWK
3. Tidak jelasnya hubungan antara pertanyaan dengan wawasan kebangsaan
4. Pertanyaan yang tidak sesuai dengan konteks wawasan kebangsaan
5. Menyimpang dari aspek ASN BerAkhlak yaitu tidak berkompeten karena tidak
melaksanakan tugas dengan kualitas baik.

PERSONAL BEHAVIOR
Perilaku individu (personal behaviour) yang diharapkan seharusnya sebagai berikut:
1. ASN bertindak sesuai dengan persyaratan legislatif, kebijakan Lembaga dan
kode etik yang berlaku untuk perilaku mereka
2. Kebiasaan kerja ASN, perilaku dan tempat kerja pribadi dan professional
hubungan berkontribusi harmonis, lingkungan kerja yang aman dan produktif
3. ASN membuat keputusan adil, tidak memihak dan segera memberikan
pertimbangan untuk semua informasi yang tersedia, undang-undang dan
kebijakan dan prosedur institusi tersebut.
4. ASN memperlakukan anggota masyarakat dan kolega dengan hormat, penuh
kesopanan, kejujuran dan keadilan, dan memperhatikan tepat untuk
kepentingan mereka, hak-hak, keamanan dan kesejahteraan.

Anda mungkin juga menyukai